Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN TUTORIAL MODUL 2

KULIT

BERCAK HITAM PADA KULIT

Oleh:
ANANDA IFFAH NIRMALA A 4517111005
AYU IRIANI IDI 4517111020
MOHAMMAD ALIEF IQRA 4517111024
KARMILA DEWI 4517111030
WIDIYANTI 4517111031
NELCI KAYAME 4517111036
ANDI DIAN AMELIANA 4517111040
JELITA ARUNG PALOBO 4517111044
CALVIN WIJAYA 4517111048

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BOSOWA
TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah modul 2.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai kelainan mata. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan
datang.

Makassar, Januari 2020

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I : SKENARIO ...................................................................................... 4


BAB II : PEMBAHASAN.............................................................................. 5
2.1 Kata Kunci ....................................................................................... 5
2.2 Kata Sulit........................................................................................... 5
2.3 Rumusan Masalah ............................................................................. 5
2.4 Analisis Masalah ............................................................................... 5
BAB III : KESIMPULAN .............................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

iii
BAB I
SKENARIO

Seorang wanita 35 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan bercak


hitam pada daerah pipi kiri dan kanan yang telah dialami sejak 4 bulan yang lalu.
Riwayat keluarga menderita penyakit yang sama tidak ada. Hasil pemeriksaan
laboratorium dalam batas normal..

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KATA KUNCI


1. Wanita, 35 tahun
2. Bercak hitam pada pipi
3. Bilateral (pipi kanan dan kirir)
4. 4 bulan yang lalu
5. Riw. Keluarga (-)
6. Hasil lab (-)

2.2 KATA SULIT


1. Bercak Hitam

2.3 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana Anatomi danfisiologi kulit?
2. Anamnesis, pemfis tambahan serta pemeriksaan penunjang pada kasus
diatas?
3. Bagaimana langkah diagnosis pada kasus ini?
4. Apa differential Diagnosis kasus diatas?

2.4 ANALISIS MASALAH


 Anamnesis tambahan
a. Apa factor pencetus bercak?
b. Apakah ada gatal, panas pada bercak?
c. Bagaimana awal bercak?
d. Bagaimana progressive bercak?
e. Hal yang memperberat dan memperingan bercak?
f. Riwayat pekerjaan?
g. Riwayat kosmetik?
h. Riwayat minum obat?

5
i. Riwayat penyakit?
j. Riwayat menikah? Riwayat kontrasepsi oral?

 Pemeriksaan Fisis
a. Inspeksi
- Regio
- Eflorosensi

 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah
b. Histopatologi
c. Lampu wood
d. Biopsi kulit
e. Dermoskopi

 Differential Diagnosis
a. Melasma
b. Lebtigo
c. Hiperpigmentosum pasca inflamasi
d. Xeroderma pigmentosum
e. Nevus pigmentosus

6
ANATOMI KULIT 14

Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang terletak paling luar yang
melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan hidup manusia dan merupakan alat
tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu kirakira 15% dari berat tubuh dan
luas kulit orang dewasa 1,5 m2 . Kulit sangat kompleks, elastis dan sensitif, serta
sangat bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada
lokasi tubuh serta memiliki variasi mengenai lembut, tipis, dan tebalnya.1

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu: 1

1. Lapisan Epidermis

Lapisan epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu:

7
a. Stratum basale atau stratum germinativum.
Stratum basale merupakan lapisan epidermis paling bawah dan
berbatas dengan dermis. Dalam lapisan basal terdapat melanosit.
Melanosit adalah sel dendritik yang membentuk melanin. Melanin
berfungsi melindungi kulit terhadap sinar matahari.

b. Lapisan malpighi atau stratum spinosum.


Lapisan malpighi atau disebut juga prickle cell layer (lapisan akanta)
merupakan lapisan epidermis yang paling kuat dan tebal. Terdiri dari
beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-
beda akibat adanya mitosis serta sel ini makin dekat ke permukaan
makin gepeng bentuknya. Pada lapisan ini banyak mengandung
glikogen.

c. Stratum granulosum (Lapisan Keratohialin).


Lapisan granular terdiri dari 2 atau 3 lapis sel gepeng, berisi butir-
butir (granul) keratohialin yang basofilik. Stratum granulosum juga
tampak jelas di telapak tangan dan kaki.

d. Stratum lusidum.
Lapisan lusidum terletak tepat di bawah lapisan korneum. Terdiri
dari selsel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi
protein yang disebut eleidin.

e. Stratum Korneum atau lapisan tanduk


Lapisan tanduk merupakan lapisan terluar yang terdiri dari beberapa
lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah
berubah menjadi keratin. Pada permukaan lapisan ini sel-sel mati terus
menerus mengelupas tanpa terlihat.

8
2. Lapisan Dermis
Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal
dari pada epidermis. Terdiri dari lapisan elastis dan fibrosa padat dengan
elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi
dua bagian yakni:
a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis dan berisi
ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
b. Pars retikulaare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah
subkutan. Bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang seperti
serabut kolagen, elastin, dan retikulin. Lapisan ini mengandung
pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea.

3. Lapisan subkutis
Lapisan ini merupakan lanjutan dermis, tidak ada garis tegas yang
memisahkan dermis dan subkutis. Terdiri dari jaringan ikat longgar berisi
sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan
inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Jaringan
subkutan mengandung syaraf, pembuluh darah dan limfe, kantung rambut,
dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringat. Fungsi
jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma, dan
tempat penumpukan energi.

Adneksa kulit

Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelanjar kulit, rambut, dan kuku.

1. Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri dari:


a. Kelenjar keringat. Ada dua macam yaitu kelenjar ekrin yang kecil-kecil,
terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin
yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental. Fungsi
dari kelenjar keringat meliputi mengatur suhu. Kelenjar ekrin terdapat di

9
semua daerah di kulit, tetapi tidak terdapat di selaput lendir. Sedangkan
kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat besar yang bermuara ke folikel
rambut.
b. Glandula sebasea. Terletak di seluruh permukaan kulit manusia kecuali di
telapak tangan dan kaki. Kelenjar ini disebut juga kelenjar holokrin karena
tidak berlumen dan sekret kelenjar ini berasal dari dekomposisi sel-sel
kelenjar. Kelenjar palit biasanya terdapat di samping akar rambut dan
muaranya terdapat di lumen akar rambut (folikel rambut). Sebum
mengandung trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester, dan
kolesterol. Sekresi dipengaruhi oleh hormon androgen, pada anak-anak
jumlah kelenjar palit sedikit, pada pubertas menjadi lebih besar dan banyak
serta mulai berfungsi secara aktif.

2. Kuku. Kuku adalah bagian terminal lapisan tanduk (stratum korneum) yang
menebal. Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku
(nail root), bagian yang terbuka di atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung
jari disebut badan kuku (nail plate) dan yang paling ujung adalah bagian
kuku yang bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengan kecepatan
tumbuh kira-kira 1 mm per minggu.

3. Rambut. Terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit (akar rambut) dan
bagian yang berada di luar kulit (batang rambut).

10
A. Melasma10
1. Definisi
Melasma adalah hipermelanosis didapat, berupa makula yang tidak
merata, berwarna coklat muda sampai coklat tua, dan mengenai daerah yang
sering terpajan sinar ultraviolet. Bercak terlihat di atas bibir, hidung, pipi, dagu
dan dahi

2. Epidemiologi
Secara epidemiologi melasma ditemukan pada semua ras, dan
berdasarkan data lebih sering mengenai perempuan daripada laki-laki
sebanyak hampir 90% kasus dengan rentang usia terbanyak 30-50 tahun,
namun insiden pasti melasma tidak diketahui.1-3 Melasma banyak dijumpai
di daerah tropis, termasuk Indonesia, dengan insiden bervariasi pada populasi
yang berbeda.

3. Etiologi
Etiologi melasma masih belum diketahui secara pasti, namun terdapat
beberapa faktor yang berperan dalam patogenesis melasma di antaranya
paparan sinar ultraviolet, predisposisi genetik, hormone dalam hal ini
berkaitan dengan kehamilan dan pemakaian kontrasepsi oral, kosmetik, obat-
obat yang bersifat fototoksik, obat antikonvulsan

4. Patofisiologi
Faktor kausatif yang dianggap berperan pada patogenesis melasma adalah :
1) Sinar ultra violet
Melanin menyerap radiasi ultra violet di seluruh spektrum yang luas
tetapi sangat efektif dalam menyerap sinar ultra violet dengan panjang
gelombang 280-320 nm (Rees;Flanagan, 1999). World Health
Organization (2013) dalam situsnya menjelaskan bahwa panjang
gelombang UV-C 100-280 nm, UV-B 280-315 nm, UV-A 315-400 nm.

11
UV-B merupakan penyebab kerusakan biokemikal yang paling
potensial (Park et al, 2008).
Spektrum sinar matahari merusak gugus sulfhidril di epidermis yang
merupakan penghambat enzim tirosinase dengan cara mengikat ion Cu
dari enzim tersebut. Sinar ultra violet menyebabkan enzim tirosinase
tidak dihambat lagi sehingga memacu proses melanogenesis

2) Hormon
Hormon estrogen, progesteron, dan MSH (Melanin Stimulating
Hormone) berperan pada terjadinya melasma. Estrogen meningkatkan
aktivitas tirosinase dan jumlah melanosit in vitro. Sel-sel kulit memiliki
reseptor untuk estrogen dan progesteron, dengan ekspresi yang lebih
tinggi di daerah wajah dibandingkan dengan daerah lain. Distribusi
reseptor ini dapat menjelaskan lokasi preferensial melasma seperti telah
diketahui
Pada kehamilan, melasma dipengaruhi oleh faktor hormon.
Ketinggian kadar estrogen dan progesteron serta meningkatnya MSH
mempontensiasi aktivitas tirosinase dan dengan demikian merangsang
melanogenesis. melasma pada kehamilan biasanya meluas pada
trimester ketiga.
Pigmentasi kulit melasma merupakan efek samping yang paling
umum pada pemakaian kontrasepsi oral: 5-34% individu yang terkena
dengan insiden yang lebih tinggi terlihat pada ras yang berpigmen. Pada
pemakai pil kontrasepsi, melasma tampak dalam 1 bulan sampai 2 tahun
setelah dimulai pemakaian pil tersebut.

3) Obat
Hiperpigmentasi yang disebabkan oleh agen toksik, atau obatobatan
dianggap 10-20% dari semua kasus hiperpigmentasi yang diperoleh
(Yani, 2008). Misalnya difenil hidantoin, mesantoin, klorpromasin,
sitostatik, dan minosiklin dapat menyebabkan timbulnya melasma. Obat

12
ini ditimbun di lapisan dermis bagian atas dan secara kumulatif dapat
merangsang melanogenesis

4) Genetik
Dilaporkan adanya kasus keluarga sekitar 20-70% (Soepardiman,
2010). Faktor genetik melibatkan migrasi melanoblas dan
perkembangan serta diferensiasinya di kulit. Morfologi melanosit,
struktur matriks melanosom, aktivitas tirosinase dan tipe dari melanin
yang disintesis, semua dibawah kontrol genetic.

5) Ras
Melasma banyak dijumpai pada golongan Hispanik dan golongan
kulit berwarna gelap

6) Kosmetika

Pemakaian kosmetika yang mengandung parfum, zat pewarna,


atau bahan-bahan tertentu dapat menyebabkan fotosensitivitas yang
dapat mengakibatkan timbulnya hiperpigmentasi pada wajah, jika
terpajan sinar matahari.

7) Idiopatik

5. Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis melasma ditinjau dari gambaran klinis,
pemeriksaan histopatologik, dan pemeriksaan dengan sinar Wood.
Berdasarkan gambaran klinis dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu:
1) Bentuk sentro-fasial meliputi daerah dahi, hidung, pipi bagian medial,
bawah hidung, serta dagu (63%).
2) Bentuk malar meliputi hidung dan pipi bagian lateral (21%)
3) Bentuk mandibular meliputi daerah mandibula (16%)

13
Berdasarkan pemeriksaan histopatologik dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu :
1) Melasma tipe epidermal, umumnya berwarna coklat. Melanin terutama
terdapat pada lapisan basal dan suprabasal, kadangkadang diseluruh
stratum korneum dan stratum spinosum
2) Melasma tipe dermal, berwarna coklat kebiruan. Terdapat makrofag
bermelanin di sekitar pembuluh darah di dermis bagian atas dan bawah,
pada dermis bagian atas terdapat fokus-fokus infiltrat

Berdasarkan pemeriksaan dengan sinar Wood, melasma dapat dibedakan


menjadi 4 kelompok, yaitu :
1) Tipe epidermal, melasma tampak lebih jelas dengan sinar Wood
dibandingkan dengan sinar biasa
2) Tipe dermal, dengan sinar Wood tak tampak warna kontras dibanding
dengan sinar biasa
3) Tipe campuran, tampak beberapa lokasi lebih jelas sedang lainnya tidak
jelas 4. Tipe sukar dinilai karena warna kulit yang gelap, dengan sinar
Wood lesi menjadi tidak jelas sedangkan dengan sinar biasa jelas terlihat.

6. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinik Lesi melasma berupa makula berwarna coklat muda
atau coklat tua berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, sering pada pipi, dan
hidung yang disebut pola malar. Pola mandibular terdapat pada dagu,
sedangkan pola sentrofasial di pelipis, dahi, alis, dan bibir atas. Warna keabu-
abuan atau kebiru-biruan terutama pada tipe dermal

7. Penatalaksanaan
Pengobatan melasma memerlukan waktu yang cukup lama, kontrol yang
teratur serta kerja sama yang baik antara penderita dan dokter yang
menanganinya. Kebanyakan penderita berobat untuk alasan kosmetik.
Pengobatan dan perawatan kulit harus dilakukan secara teratur dan sempurna

14
karena melasma bersifat kronis residif. Pengobatan yang sempurna adalah
yang kausal, maka penting dicari etiologinya.

 Terapi farmakologi
1) Pengobatan topikal
a. Hidrokinon
Hidrokinon dipakai dengan konsentrasi 2-5% (Soepardiman, 2010).
Hidrokinon menghambat konversi dari DOPA (Dihidroksi Phenil
Alanin) terhadap melanin dengan menghambat aktivitas dari enzim
tirosinase. krim tersebut dipakai pada malam hari disertai pemakaian
tabir surya pada siang hari. Umumnya tampak perbaikan dalam 6-8
minggu dan dilanjutkan sampai 6 bulan. Efek samping adalah
dermatitis kontak iritan atau alergik. Setelah penghentian penggunaan
hidrokinon sering terjadi kekambuhan.

b. Asam retinoat (retinoic acid/tretinoin)


Asam retinoat 0,1% terutama digunakan sebagai terapi tambahan
atau terapi kombinasi. Krim tersebut juga dipakai pada malam hari
karena pada siang hari dapat terjadi fotodegradasi. Asam retinoat saat
ini digunakan sebagai monoterapi dan didapatkan perbaikan klinis
secara bermakna meskipun berlangsung cukup lambat. Efek samping
berupa eritema, deskuamasi, dan fotosensitasi.

c. Asam azeleat (Azeleic acid)


Asam azeleat merupakan obat yang aman untuk dipakai. Pengobatan
dengan asam azeleat 20% selama 6 bulan memberikan hasil yang baik.
Efek sampingnya rasa panas dan gatal.

2) Pengobatan sistemik
a. Asam arkobat/Vitamin C

15
Vitamin C mempunyai efek merubah melanin bentuk oksidasi
menjadi melanin bentuk reduksi yang berwarna lebih cerah dan
mencegah pembentukan melanin dengan merubah DOPA kinon
menjadi DOPA.

b. Glutation Glutation
Bentuk reduksi adalah senyawa sulfhidril yang berpotensi
menghambat pembentukan melanin dengan jalan bergabung dengan
Cuprum dari tirosinase.

3) Tindakan khusus
a. Pengelupasan kimiawi
Pengelupasan kimiawi dapat membantu pengobatan kelainan
hiperpigmentasi. Pengelupasan kimiawi dilakukan dengan
mengoleskan asam glikolat 50-70% selama 4 sampai 6 menit dilakukan
setiap 3 minggu selama 6 kali. Sebelum dilakukan pengelupasan
kimiawi diberikan krim asam glikolat 10% selama 14 hari.
b. Bedah laser
Bedah laser dengan menggunakan laser Q-Switched Ruby dan
Laser Argon kekambuhan dapat juga terjadi.

 Terapi nonfarmakologi
1) Pencegahan terhadap timbulnya atau bertambah berat serta kambuhnya
melasma adalah perlindungan terhadap sinar matahari.
2) Sebaiknya jika keluar rumah menggunakan payung atau topi
3) Menghilangkan faktor yang merupakan penyebab melasma misalnya
menghentikan pemakaian pil kontrasepsi, menghentikan pemakaian
kosmetika yang berwarna atau mengandung parfum, mencegah obat
contohnya hidantoin, sitostatika, obat antimalaria, dan minosiklin.

16
B. Lentigo11,12,13
1. Definisi
Lentigo adalah macula cokelat atau cokelat kehitaman berbentuk bulat
atau polisiklik. Lentiginosis adalah keadaan timbulnya lentigo dalam jumlah
yang banyak atau dengan distribusi tertentu.

2. Epidemiologi
Diamerika, lentigo senilis atau solar lentigo yang didapatkan adalah
sebanyak 90% dari orang tua berkulit putih yang berumur lebih dari 60 tahun
dan 20% dari orang muda berkulit putih yang berumur lebih dari 35 tahun.
Sindrom peutz-jegher pada insiden,lebih banyak ditemukan pada laki-
laki. Diturunkan secara dominan autosomal.

3. Etiologi
Disebabkan karena bertambahnya jumlah melanosit pada taut dermo-
epidermal tampa adanya ploriferasi fokal.

4. Klasifikasi
1) Lentiginosis generalisata
Lesi lentigo umumnya multiple, timbul satu demi satu atau dalam
kelompok kecil sejak masa anak-anak. Patogenesisnya tidak diketahui dan
tidak dibuktikan adanya factor genetik. Dibagi menjadi
a. Lentiginosis eruptif
Lentigo timbul sangat banyak dan dalam waktu singkat. Lesi mula-
mula berupa telangiektasis yang dengan cepat mengalami pigmentasi
dan lambat laun beruba menjadi melanositik seluler.
b. Sindrom lentiginosis multiple
Merupakan sindrom lentiginosa yang dihubungkan dengan berbagai
kelainan perkembangan. Diturunkan secara dominan autosomal.
Lentigo timbul pada waktu lahir dan bertambah sampai pada masa
pubertas. Ditemukan pada daerah leher dan badan bagian atas, tetapi

17
dapat ditemukan juga diseluruh tubuh. Sering disertai kelainan jantung,
stenosis pembuluh nadi paru atau subaorta. Pertumbuhan badan akan
terhambat. Adanya kelainan mata berupa hipertelorisme ocular dan
kelainan tulang prognatisma mandibular. Kelainan yang menetap adalah
tuli dan kelainan genital, yakni hipoplaksia gonad dan hipospadia.
Sindrom tersebut dikenal sebagai SINDROM LEOPARD, yaitu:
L entigenes
E CG abnormalities
O cularhypertelorism
P ulmonary stenosis
A bnormality of the genitalia
R etardation of growth
D eafness

2) Lentiginosis sentrofasial
Diturunkan secara dominan autosomal, lesi berupa macula kecil
berwarna cokelat atau hitam, timbul pada waktu tahunpertama
kehidupan dan bertambah jumlahnya pada umur 8-10 tahun.
Distribusinya terbatas pada garis horizontal melalui sentral wajah
tampa mengenai membrane mukosa. Tanda-tanda defek lain adalah
retardasi mental dan epilepsi sindrom ini juga ditandai oleh arcus
palatum yang tinggi, bersatunya alis, gigi seri atas tidak ada, hipetrikosis
sacral, spina bifida dan skoliosis.

3) Sindrom peuts-jegher
Sindrom peuts-jegher adalah kondisi yang diturungkan secara
autosomal dominan dengan penetrasitingkat tinggi dan ditandai oleh
polip gastrointestinal dan macula berpigmen. Polip jinak hamartomas
yang dapat yang dapat ditemui pada seluruh traktus intestinal, yang
paling khas adalah pada daerah jejunum. Polip ini mengakibatkan
perdarahan perirektal berulang dan nyeri abdomen. Pasien sering

18
pertama kali terlihat dengan perdarahan atau dengan intussusception
yang bermanifestasi sebagai obtruksi, nyeri perut, prolaps rectum,
muntah dan atau tinja seperti kismia jelly.
Lentiginaes berwarna coklat, hitam atau biru yang biasanya muncul
pada anak usia dini. Ukuran lentigines dari 1-12 mm. macula
hiperpigmentasi terjadi pada lebih dari 95% dari pasien, dan lesi
memiliki distribusi karakteristik pada daerah sekitar mulut, dibibir , dan
pada membrane mukosa bukal, lesi boleh muncul pada jari tangan dan
kaki pada jari tangan dan kaki pada kedua telapak dan permukaan volar.
Lesi yang khas muncul pada fleksor dan ekstensor permukaan dari
seluruh tubuh. Macula pada mukosa bukal adalah tanda penting karena
lesi lentigines ini persisten, sedangkan macula lain mungkin memudar
dengan usia. Hubungan antara tingkat melanosit dan tingkat poliposis
belum ditemukan.

4) Lentigo senilis
Lentigo senilis adalah macula hiperpigmentasi pada kulit daerah
yang terbuka, biasanya pada orang tua. Sering bersama macula
depigmentasi, ekimosis senilis, dan degenerasi aktinik yang kronik.
Acapkali terlihat pada punggung tangan.

5. Manifestasi Klinis
Lesi berupa makula hiperpigmentasi yang timbul sejak lahir dan
berkembang pada masa anak-anak. Makula tersebut selalu mengenai selaput
lendir mulut berbentuk bulat, oval, atau tidak teratur berwarna coklat
kehitaman berukuran 1-5 cm 5) Pembantu diagnosis
Pada pemeriksaan histopatologik dari makula hiperpigmentasi didapatkan
jumlah melanosit bertambah di lapisan sel basal dan makrofag berisi pigmen
di dermis bagian atas. Diseluruh epidermis terdapat banyak granula melanin

19
6. Penatalaksanaan
Terapi pembedahan untuk mengurangi gejala saja. Polip yang meluas dan
sifatnya jinak merupakan kontraindikasi untuk tindakan radikal, kecuali kalau
lambung, duodenum, atau kolon terkena, maka reseksi profilaksis dapat
dianjurkan (Soepardiman,2010)

7. Prognosis
Prognosis pada lentigo bervariasi bergantung pada tipe lentigo dan
pengobatannya. Tetapi pada umumnya prognosis baik kecuali pada tipe
sindrom lentigo yang tidak diterapi dengan baik

C. Hiperpigmentasi pasca inlamasi


1. Definisi
Hiperpigmentasi Pasca Inflamasi (HPI) merupakan kelainan
hipermelanosis reaktif yang terjadi setelah proses inflamasi dan trauma pada
kulit, yang lebih sering terjadi pada kulit berwarna. Ada berbagai penyebab
HPI meliputi penyakit infeksi (dermatofit, viral exanthema), penyakit
inflamasi, trauma atau tindakan/prosedu rbedah

2. Epidimiologi
Semua tipe kulit terutama tipe kulit gelap baik pria maupun wanita segala
usia dapat mengalami HPI

3. Etiologi
Keadaan ini disebabkan oleh meningkatnya sintesis melanin sebagai
respon peradangan dan inkontinensia pigmenti yaitu terperangkapnya pigmen
melanin di dalam makrofag di bagian atas dermis

20
4. Patofisiologi
Hiperpigmentasi pasca inflamasi diakibatkan oleh produksi melanin yang
berlebihan dan distribusi pigmen yang abnormal pada kulit. setelah proses
inflamasi. Peningkatan aktifitas dari melanosit ini distimulasi oleh prostanoid,
sitokin, kemokin dan mediator inflamasi seperti IL1-α serta reactive oxygen
species.Beberapa penelitian melaporkan, melanositmenjadi lebih besar
dandendritnya berproliferasi yang disebabkan oleh leukotriene(LT-C4, LT-
D4), prostaglandin E2 danD2, thromboxane-2, interleukin (IL-1, IL-6), tumor
necrosis factor(TNF-α), epidermal growth factordan reactive oxygen
species(NO dan superoxide yang berasal dari kulit yang mengalamiproses
inflamasi). Leukotrien menyebabkan peningkatan aktivitas dari enzim
tirosinase. Kelainan HPI pada dermis disebabkan oleh kerusakan basal
keratinocyte yang melepaskan sejumlah besar melanin. Pigmen bebas ini
selanjutnya difagositosis oleh makrofag yang disebut denganmelanofag

5. Manifestasi Klinis
Proses inflamasi awal pada HPI biasanya bermanifestasi sebagai makula
atau bercak yang tersebar merata. Tempat kelebihan pigmen pada lapisan kulit
akan menentukan warnanya. Hipermelanosis pada epidermis memberikan
warna coklat dan dapat hilang berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tanpa
pengobatan. Sedangkan hipermelanosis pada dermis memberikan warna abu-
abu dan biru permanen atau hilang selama periode waktu yang berkepanjangan
jika dibiarkan tidak diobati.
Distribusi lesi hipermelanosis tergantung pada lokasi inflamasi. Warna
lesi berkisar antara warna coklat muda sampai hitam dengan penampakan
warna lebih ringan jika pigmen dalam epidermis dan penampakan warna abu-
abu gelap jika pigmen dalam dermis

6. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan klinis dimulai dengan menilai batas, bentuk, dan kedalaman
pigmentasi, ditunjang oleh penggunaan dermatoscopeatau lampu Wood. Jika

21
melanin terdeposit di epidermis, lesi cenderung cokelat, tapi melanin di dermis
menyebabkan lesi berwarna abu-abu atau abu-abu-birugelap.Di bawah lampu
Wood, lesi epidermal berbatas tegas bila ditekan.

7. Penatalaksanaan
1) Mengelola atau mengendalikan kondisi kulit yang mendasari peradangan
2) Hentikan semua iritasi potensial seperti parfum, kosmetik,astringen,witch
hazel, dan alcohol
3) Sunscreen dan sun protectionuntuk semua pasien, diutamakan yang
mengandung zink atau sunblock berbasis titanium untuk menghindari
iritasi.
4) Kesabaran
Ada beberapa obat dan prosedur disamping fotoprotektif dapat secara
aman dan efektif mengobati pasien HPI yang berkulit gelap. Agen
depigmentasi topikal seperti hidrokuinon, asam azelat, asam kojik, ekstrak
permen hitam, dan asam retinoik 0,1-0,4%

D. Xeroderma Pigmentosum1,2,3,4
1. Definisi
Xeroderma Pigmentosum(XP) adalah penyakit kulit autosomal resesif
yang jarang, disebabkan oleh defek gen pada jalur eksisi nukleotida ( Nucleitode
Excision Repair NER) ditandai denga gejala fotosensitivitas yang nyata.
Penderita tidak mampu memperbaiki kerusakan DNA akibat radiasi sinar
ultraviolet, menyebabkan berbagai manifestasi klinis seperti lentigininosis,
perubahan pigmentasi dan penuaan dini kulit, abnormalitas oftalmologik dan
neurologic sering disertai keganasan yang menyebabkan kematian1

2. Epidemologi
Xp ditemukan diseluruh dunia mencakup semua kelompok etnis dengan
rasio laki- laki dan perempuan sama besar. Di Jepang insiden kasus Xp adalah
1 : 20.000 – 100.000, di Amerika 1 : 1.000.000 dan estimasi 2,3 per satu juta

22
kelahiran hidup di Eropa Barat2. Kasus Xp di Indonesia juga termasuk jarang,
beberapa kasus telah dilaporkan meskipun jumlahnya tidak banyak. Insidensi
Xp meningkat pada wilayah dengan tingkat kekerabatan yang lebih tinggi3.

3. Etiologi
Xp adalah mutasi genetic terhadap gen yang berperan terhadap jalur NER
yang merupakan jalur perbaikan bagi DNA yang rusak, Xp dibawa oleh
autosom resesif. Gen pembawa sifat ini terletak pada kromoson 3p25, 9q22.3,
11p12-p11 dan 19q13.2-13.3, penyakit ini bersifat genetic, dan tidak menular.1

4. Gejala Klinis
Pasien Xp lahir tampak normal kelainan baru timbul setelah kulit terpapar
sinar ultraviolet dengan gejala klinis utama adalah fotosensitivitas, reaksi hebat
jika sedikit terpajan sinar matahari meliputi gangguan kulit, mata , system saraf
hingga psikologi.

 Kulit : luka bakar merupakan respon normal jika terpajan sinar matahari,
namun pada pasien Xp luka bakar terjadi cukup besar dan berlansung lama
 Mata : terjadi perubahan oftalmologi yang hanya dijumpai pada bagian
anterior mata, mengenai konjungtiva, kornea, lensa, dan kelopak mata.
Kelainan awal berupa fotophobia dan injeksi konjungtiva.
 System saraf : kelainan saraf yang timbul meliputi gejala kulit pada
beberapa pasien kelainan dapat bersifat ringan (hiporefleksia) sampai berat
dengan retardasi mental, tuli sensorineural, spasitisitas dan kejang.
 Psikologis : isolasi social dialami pasien Xp, pada umumnya pasien Xp akan
mengalami cemas, kemarahan hingga depresi4

5. Patomekanisme
Sinar UV yang terdiri atas UVA, UVB dan UVC, sinar UV memberi efek
buruk terhadap kulit, sinar UV yang paling membahayakan manusia adalah
UVB. Pasien Xp dapat memperbaiki kerusakan DNA yang disebabkan oleh

23
radiasi sinar ultraviolet, ada mutasi gen yang mengkode protein dalam proses
NER yaitu jalur untuk memperbaiki berbagai jenis kerusakan DNA, termasuk
cyclobutane pyramidine dimmers (CPDs) dan pyramidone (6-4 PPs) yang
diproduksi setelah kulit terekspos sinar UV. Mutasi satu dari tujuh gen XP ( XP-
A, XP-B, XP-C, XP-D, XP-E, XP-F,XP-G) akan menimbulkan kerusakan NER
terdapat satu varian lain gen XP yang dikenal dengan XP- V proses NER
berjalan normal namun terdapat mutasi gen polymerase transional pada jalur
replikasi DNA.4

6. Pemeriksaan Penunjang
 Tes laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khusus pada pasien yang
menderita Xp. Diagnosis Xp dapat ditegakkan dengan pemeriksaan yang
mencakup kultur sel untuk melihat hipersensitivitas seluler, fibroblast dari
Xp yang dipaparkan dengan berbagai dosis dari radiasi sinar UV. Diagnosis
Xp ditegakkan dengan ditemukan sel trofoblast yang didapat pada awal
kehamilan, tes lain yang dapat bermanfaat adalah pemeriksaan
elektroensefalografi.

 Pemeriksaan Histologi
Ditemukan pada fase pertama Xp yaitu terdapat hiperkeratosit dan
terjadi peningkatan pigmen melanin. Beberapa rete ridges dapat memanjang
dimana rete ridges lain dapat terjadi atrofi hal ini di karenakan proses
inflamasi yang kronis yang menginfiltrasi bagian atas dermis.Gambaran lain
akan ditemukan apoptosis dari sel keratosit.
Pada fase kedua terdapat hiperkeratosit dan hiperpigmentasi terdapat
juga telengiektasis. Hal ini berkaitan dengan pokiloderma.
Pada fase ketiga tidak khas dikarenakan terdapat variasi tumor yang
merupakan komplikasi dari Xp.4

24
7. Penatalaksanaan
Hal terpenting adalah proteksi diri terhadap matahari, pakaian serba
tertutup, kerudung, kacamata, masker dan topi. Penggunaan tabir surya dan
lipbalm juga sangat dianjurkan. Penderita Xp dapat mengalami defesiensi
vitamin D maka perlu diberikan suplemen vitamin D untuk mengatasi dry eye.4
Pemeriksaan rutin 3-6 bulan sekali perlu dilakukan untuk mendeteksi
adanya lesi pra kanker. Obat topical yang dapat diberikan yaitu krioterpi dengan
nitrogen cair. Selain itu, dapat juga diberikan 5-flurourasil tau imiquimod
sebagai topical lainnya. Jika ada keganasan dilakukan tindakan pembedahan (
elektrodesikasi dan kuretase) dan radioterapi. Obat oral isotretinoin dapat
diberikan untuk mencegah timbulnya neoplasma baru.4

8. Prognosis
Pasien Xp tanpa gejala neurodegenerative dengan diagnosis dini dan
proteksi penuh terhadap pajangan matahari memiliki prognosis baik. Mereka
dapat hidup dengan relative normal namun memerlukan perhatian khusus
terutama saat aktivitas diluar ruangan. Abnormalitas system saraf yang
progresifan kanker menyebabkan prognosis yang kurang baik.4

E. Nevus Pigmentosus
1. Definisi
Nevus pigmentosus adalah tumor jinak yang berasal dari melanosit,
yaitu sel dendritik yang menghasilkan pigmen, secara normal terdapat di
antara keratinosit pada lapisan basal epidermis.

2. Epidemiologi6

Nevus pigmentosus paling banyak ditemukan pada kelompok usia


30-39 tahun (27,2%). Berdasarkan jenis kelamin, rasio perempuan:laki-laki
adalah 2:1. Lokasi tersering ditemukan lesi nevus pigmentosus adalah kepala
dan leher (82,4%).Prevalensi nevus pigmentosus dari seluruh pemeriksan

25
histopatologi di Bagian Patologi Anatomi RSMH periode 2009-2013 adalah
0,54%. Nevus intradermal merupakan jenis yang paling banyak ditemukan.

3. Etiologi
Nevus pigmentosus belum diketahui tetapi diduga diturunkan pada
beberapa keluarga. Pajanan sinar matahari, penekanan kekebalan tubuh,
dan pemberian kemoterapi merupakan faktor penentu banyaknya nevus
pigmentosus yang berkembang.

4. Faktor resiko
Paparan sinar uv, genetic, imun seseorang

5. Klasifikasi dan manifestasi klinis


 Berdasarkan Gambaran Histopatologi
Berdasarkan gambaran histopatologi, dari 158 penderita nevus
pigmentosus, didapatkan 9 jenis nevus pigmentosus, yaitu nevus
junctional, nevus compound, nevus intradermal, nevus displastik, nevus
amelanotik, nevus flammeus, nevus halo, nevus sebaceus dan nevus
spitz.Dari pengelompokan data, ada 1 pasien yang menderita 2 jenis
nevus pigmentosus, sehingga pasien tetap dikelompokkan menjadi dua
kelompok sesuai dengan jenis nevus pigmentosus yang dideritanya.
Gambaran histopatologi dari nevus pigmentosus paling banyak
menunjukkan gambaran nevus intradermal diikuti dengan nevus junctional
dan nevus compound.

 Berdasarkan Regio Lesi


Lokasi anatomi tempat terjadinya nevus pigmentosus, yaitu regio
abdomen, ekstremitas, gluteus, kepala dan leher, serta
thoraks.Daripengelompokan data, terdapat 1 pasien yang mengalami
nevus pigmentosus di 2 regio, sehingga pasien tersebut tetap

26
dikelompokkan menjadi dua kelompok sesuai dengan regio lesi yang
dialaminya.Nevus pigmentosus paling banyak terjadi di regio kepala
dan leher sebanyak 131 kasus (82,4%), diikuti thoraks sebanyak 14
kasus (8,8%) dan hanya ada 1 pasien (0,6%) yang memiliki nevus
pigmentosus di gluteus.

 Berdasarkan Usia Rentang usia


Pasien nevus pigmentosuspada penelitian ini adalah 2 sampai 70
tahun.Pasien yang didiagnosis nevus pigmentosus paling banyak berada
di kelompok usia 30-39 tahun yaitu 24 orang (28,24%).

 Berdasarkan tempat 8,9


1) Junction nevi

Secara umum tidak berambut makulanya sampai coklat kehitaman,


ukuran bervariasi dari 1 mm ke 1 cm (diameter), permukaan halus dan
rata. Lesi bisa berbentuk bulat, epils, ada yang berbentuk kecil, irregular.
Lokasi sering ditelapak tangan, telapak kaki dan genitalia.
Junction nevi jarang setelah lahir dan biasanya berkembang setelah
berumur 2 tahun. Pembentukan aktif sel nervusnya hanya pada
pertemuan epidermis dermis. 8,9

2) Compound nevi

27
Hampir sama dengan junction nevi tetapi sedikit menonjol da nada
yang berbentuk papillomatous. Warnanya seperti warna kulit sampai ke
warna coklat permukaan halus, lokasi banyak di wajah dan biasanya
ditumbuhi rambut sel nervusnya berada pada epidermis dan dermis. 8,9

3) Intradermal nevi

Bentuk papel (kubah), ukuran bervariasi dari beberapa mm hingga 1


cm atau lebih (diameter). Lokasi dimana-mana tetapi paling banyak di
kepala, leher dan biasanya ditumbuhi rambut kasar, berwarna coklat
kehitaman. Sel nervusnya berada pada dermis. 8,9

4) Nevus diplastik 8,9

28
Distribusi nevus ini biasanya pada lengan dan tungkai, daerah tubuh
yang tak terpapar sinar matahari, payudara, kulit kepala, dan pantat.
Jumlahnya antara l0 tetapi dapat mencapai lebih dari 100 buah. Biasanya
timbul pada usia antara 2 sampai 6 tahun, insidensinya meninggi pada
usia pubertas, dan selanjutnya dapat timbul nevus baru sepanjang
hidunya.Ukuran biasanya 5 mm, tetapi dapat juga lebih dari 10 mm. Lesi
berbentuk macula ireguler berwarna hitam, coklat, merah ataupun pink.
Penatalaksanaan untuk nevus ini, sesuai dengan rekomendasi
Nasional Institutes of Health Consensus Development Conference 1983,
adalah :
 Evaluasi total permukaan AMS setiap 3 sampai 12 bulan sejak
pubertas.
 Gunakan hair blower untuk memeriksa kepala.
 Pertimbangkan seluruh dasar gambaran kulit.
 Eksisi lesi yang dianggap sebagai melanoma.
 Pelatihan pasien untuk mampu mengenal kelainan pada kulitnya
sendiri.
 Memakai tabir surya.
 Menganjurkan pemeriksaan oftalmologi secara berkala (pada kasus
nevus okular dan melanoma okular).

29
 Menganjurkan pemeriksaan darah untuk skrining Atlpical Mole dan
Malignant Melanoma.

5) Blue nevi8,9

Blue nevus terdiri dan 2 tipe yaitu :


 Common blue nevus
Berupa nevus yang kecil, bulat, berwarna biru atau biru
kehitaman. Permukaan licin, berbentuk flat atau nodul. Secara
umum berukuran antara 2 sampai 10 mm.
Biasanya tunggal tetapi dapat juga multipel. Lesi bisa timbul
pada waktu lahir dan insiden pada wanita 2 kali lebih tinggi daripada
pria. Lesi biasanya bertahan seumur hidup.\

 Celluler blue nevus


Merupakan bentuk yang jarang ditemui, cenderung lebih
besar dan berukuran lebih dari 1 cm. Biasanya berlokasi di daerah
sacrococcigeal, dorsal tangan dan kaki.
Blue nevus pada umumnya merupakan tumor yang jinak.
Perubahan ke arah keganasan jarang dijumpai. Penatalaksanaan dari
kedua tipe nevus ini mencakup eksisi bedah konservatif dengan
eksaminasi histologis

6) Nevus spitz8,9

30
Lesi berupa papul atau nodul dengan permukaan yang halus atau
kasar, berukuran 0,3 - 1,5 cm, tidak berambut, berwarna merah atau
coklat kemerahan yang disebabkan oleh vaskularisasi dan perdarahan
setelah trauma. Biasanya soliter tapi dapat juga multiple.
Penatalaksanaan dilakukan eksisi komplet (full excision) dan
dilakukan pemeriksaan histopatologi

6. Patofisiologi
Melanosit berada dalam lapisan basal epidermis. Non neoplastic
melanosit biasanya menunjukkan inhibis kontak satu sama lain, dan dengan
demikian sel melanosit biasanya tidak ditemukan bersebelahan. Dengan
bentuk-bentuk stimulasi tertentu, seperti radiasi ultraviolet, pepadatan
melanosit pada sel epitel dapat meningkat.
Nevus pigmentosus adalah proliferasi melanosit yang berdekatan,
membentuk kumpulan kecil lesi-lesi yang dikenal sebagai sarang. Biasa
terbentuk pada usia dini.

7. Diagnosis
Dermoskopi adalah tehnik diagnostik non invasif menggunakan
magnifikasi optik yang memungkinkan visualisasi gambaran morfologik
yang tidak terlihat dengan mata telanjang sehingga membuat hubungan
antara dermatologi klinis makroskopik dan dermatopatologi mikroskopik.
Tehnik ini mempunyai banyak sinonim termasuk mikroskopi
epiluminesens, mikroskopi permukaan kulit, incident light microscopy, dan

31
dermatoskopi. Pada dasarnya sebuah dermoskop sama fungsinya seperti
kaca pembesar tetapi dengan tambahan gambaran dari sistem iluminasi
built-in, pembesaran yang lebih tinggi yang dapat diatur, kemampuan
menilai struktur sedalam retikular dermis dan kemampuan merekam
gambar. Displastic nevi mempunyai dua ciri mutlak: diameter pada satu
dimensi setidaknya 5 mm dan komponen rata yang menonjol, dan dua dari
tiga ciri lainnya: garis bentuk asimetris tak beraturan, batas tidak tegas dan
pigmentasi bervariasi.

Jenis-jenis dermoskopi
 Dermoskopi non-polarisasi [nonpolarized dermoscopy (NPD)
NPD merupakan dermoskopi standar yang menggunakan sumber
cahaya non-polarisasi, halogen, atau lampu pijar. Dermoskopi ini
memerlukan aplikasi cairan imersi untuk meningkatkan penetrasi
cahaya melewati stratum korneum, agar mata pemeriksa dapat melihat
struktur kulit yang lebih dalam. Tipe dermoskopi ini merupakan satu-
satunya yang tersedia pada tahun 1990-an. Oleh sebab itu, hampir
semua struktur, pola, dan algoritma dermoskopi yang telah
dideskripsikan sejauh ini didasarkan pada teknologi NPD. Selain itu
dermoskopi yang ditunjukkan pada kebanyakan buku teks dan
perkuliahan diambil menggunakan kamera yang disambungkan pada
NPD.

 Dermoskopi polarisasi [polarized dermoscopy (PD)


Dermoskopi polarisasi (PD) diperkenalkan dalam praktek klinis pada
tahun 2000. Alat PD menggunakan dua polarizer untuk menghasilkan
polarisasi silang. Dengan kondisi ini, polarizer memungkinkan
dermoskopi secara khusus menangkap cahaya yang tersebar dari
lapisan kulit yang lebih dalam. Inovasi ini memberi kemudahan bagi
pemeriksa untuk menilai lesi secara tepat. Walaupun PD tidak
memerlukan kontak langsung dengan cairan imersi, sejumlah alat PD

32
memiliki kedua pilihan baik kontak [polarized light contact
dermoscopy (PCD)] atau non-kontak [polarized light noncontact
dermoscopy (PNCD)

 Algoritma untuk prosedur diagnostik dermoskopi


Board of the Consensus Netmeeting menetapkan prosedur dua langkah
untuk klasifikasi dari lesi kulit berpigmen. Langkah pertama adalah
membedakan antara lesi melanositik dan lesi non-melanositik.
Klasifikasi ini didasarkan pada struktur tertentu, jika ada, membantu
dengan tepat mengklasifikasikan lesi sebagai melanositik, blue nevus,
keratosis seboroik, karsinoma sel basal (KSB), atau angioma. Jika lesi
tidak memiliki kriteria positif untuk lesi melanositik dan lesi non-
melanositik, lesi perlu dipertimbangkan menjadi lesi melanositik.
Sekali lesi diidentifikasi berasal dari melanositik, keputusan harus
dibuat apakah lesi melanositik adalah benigna, suspek, atau maligna
dengan menggunakan algoritma pola analisis (Pehamberger et al), pola
analisis yang telah direvisi, aturan ABCD dari dermoskopi, seven point
checklist, three point checklist, dan metode Menzies.

 Gambaran dermoskopinevus pigmentosus


Diagnosis dermoskopi dari nevus bergantung pada empat kriteria
dasar, yaitu:
1. Warna (hitam, coklat, abu-abu, dan biru)
2. Pola(globular, reticular,starburst, dan strukturpola biru)
3. Polaspesifikterhadap area tubuh(wajah, akral, kuku)
Distribusi pigmen(multifokal, pusat, eksentrik,dan seragam)
Melanin dan hemoglobin merupakan dua komponen yang menentukan
warna pada pemeriksaan dermoskopi. Warna merupakan kriteria
dermoskopik untuk membantu interpretasi lesi pigmentasi
yangmeragukan. Bergantung pada lokasi pigmen melanin pada kulit,
bermacam warna dapat dilihat dengan metode ini.

33
Diagnosis dermoskopi nevi melanositikbergantung pada warna dan
pola. Yang paling terpenting kromofor pada nevi melanositik adalah
melanin dalam melanosit atau keratinosit. Memahami histopatologis yang
berkorelasi dengan warna dan pola nevi melanositik. dijelaskan juga
mengapa nevi dengan keterlibatan epidermis yang dominan (yaitu, reticular
dan nevi starburst) biasanya menunjukkan warna hitam untuk hingga coklat,
sedangkan nevi dengan keterlibatan dermis yang dominan sering
menunjukkan warna abu-abudan biru.
Berikut deskripsi dari masing-masing nomenklatur gambaran
dermoskopi yang dapat ditemukan pada lesi nevus pigmentosus yang
diusulkan oleh Consensus Netmeeting yang diadakan di Roma pada tahun
2001.
1. Pigment (reticular) network. Gambaran ini menunjukkan adanya
melanin di keratinosit atau melanosit sepanjang junction dermo
epidermal pada lesi melanositik. Merupakan jaringan honeycomb type
yang terdiri atas pigmented lines yang merupakan proyeksi rete ridge,
dan hypopigmented holes yang merupakan proyeksi papila dermis.
Kriteria ini menunjukkan lesi pigmentasi melanositik.
2. Dots adalah struktur bulat berdiameter kurang dari 0,1 mm. Warna
hitam menunjukkan akumulasi pigmen di stratum korneum atau
epidermis bagian atas. Warna coklat menunjukkan akumulasi melanin

34
di junction dermo-epidermal. Gambaran abu-abu kebiruan multipel
menunjukkan melanofag di dermis.
3. Globules merupakan stuktur bulat hingga oval berbatas jelas, dapat
berwarna coklat, hitam, atau merah bergantung pada derajat agregasi
melanin. Struktur ini berdiameter lebih dari 0,1 mm dan berhubungan
dengan sarang melanositik jinak atau ganas, kumpulan melanin
dan/atau melanofag. Struktur ini biasanya terletak di epidermis bawah,
junction dermo-epidermal, atau di papila dermis. Pada lesi jinak, kedua
tanda ini mempunyai bentuk dan ukuran reguler dan terdistribusi merata
serta terletak di tengah lesi.
4. Ramified streaks. Gambaran ini merupakan kriteria ketiga lesi
melanositik yang menunjukkan pertumbuhan radial sel yang
mengandung melanin. Tanda ini merupakan struktur “fringe”-type pada
tepi lesi. Bila terdapat reguler dan simetris di seluruh tepi lesi, dapat
menggambarkan pola yang ditemukan pada nevus Spitz.
5. Areas without structure. Bila rete ridge pendek atau sedikit berpigmen,
pigment network dapat tidak terlihat. Area tanpa network ini tanpa
tanda regresi disebut area tanpa struktur. Area ini amorf atau homogen,
tanpa jaring, cenderung hipopigmentasi karena tidak terdapat atau
berkurangnya intensitas pigmen. Tanda ini tidak spesifik untuk lesi
melanositik.
6. Blue-metallic (blue-steel) area. Pigmentasi biru homogen tanpa
pigment network atau globul coklat atau hitam merupakan gambaran
khas blue nevus. Area coklat bisa ada bila terdapat aktivitas junctional
misalnya pada nevus kombinasi.
7. Follicular pseudo-openings. Struktur ini merupakan opening tipe
komedonal dengan orifisium berwarna gelap atau muda akibat
invaginasi epidermis yang berisi keratin. Tanda ini khas pada lesi
keratosis seboroik, namun dapat juga ditemukan pada nevus
papilomatosis.

35
8. Pseudopods. Struktur ini merupakan ekstremitas dari radial streaks
yang tampak sebagai proyeksi nodular atau bulbar pada tepi lesi. Tanda
ini dapat mempunyai tombol di ujungnya dan dapat menempel pada
pigment networkatau langsung menempel di badan tumor. Gambaran
ini biasanya sangat berpigmen.
9. Blue-whitish veil. Tampak berupa pigmentasi biru, opak, ireguler, dan
berkonfluens dengan lapisan keputihan di atasnya. Gambaran
histopatologis menunjukkan ortokeratosis dan agregasi padat sel
berpigmen di dermis. Tanda ini biasanya ditemukan pada lesi blue
nevus dan melanoma invasif.
10. Depigmentation area. Berbentuk area putih yang lebih muda dari kulit
normal di sekitarnya dan secara histopatologis dapat menunjukkan
regresi lesi pigmentasi bahkan fibrosis pada melanoma invasif bila
tampak gambaran tidak teratur dan menyerupai jaringan parut. Namun
tanda ini juga dapat menunjukkan tidak terdapat pigmentasi tanpa
regresi.33
11. Vaskularisasi. Gambaran menyerupai koma ditemukan pada nevus
dermal. Tandaini sering ditemukan di wajah.
12. Struktur yang ditemukan pada wajah. Pseudo-net. Pola retikuler kasar
akibat ketiadaan epidermal cones. Terdapat di sekitar apendiks kulit
pada wajah berupa opening folikel rambut dan ostium kelenjar keringat.
Tampak pada lesi melanositik dan keratosis seboroik.
13. Struktur yang ditemukan pada regio palmoplantar. Pada lokasi ini,
pigment network mempunyai aspek morfologis berbeda dengan yang
terletak di daerah anatomis lainnya. Pada nevus jinak; Pola atur paralel:
tampak alur permukaan kulit yang berpigmen, Pola lattice like: selain
pigmentasi terdapat garis yang menyilang lekuk, Pola fibrilar: tampak
serat halus menyilang alur alami kulit.
 Nevus keratosis

36
8. Penatalaksanaan

Berhubungan dengan kosmetik, atapun adanya kemungkinan nevus berubah


menjadi keganasan. Terapi pada nevus ini tidak membutuhkan terapi khusus.
Pengangkatan nevus melalui teknik biopsy eksisi ataupun shave eksisi electron
desscation(tergantung ukuran, lokasi, dan bentuk).

Penatalaksanaan untuk nevus ini, sesuai dengan rekomendasi Nasional


Institutes of Health Consensus Development Conference 1983, adalah : 4

 Evaluasi total permukaan AMS setiap 3 sampai 12 bulan sejak pubertas.


 Gunakan hair blower untuk memeriksa kepala.
 Pertimbangkan seluruh dasar gambaran kulit.
 Eksisi lesi yang dianggap sebagai melanoma.
 Pelatihan pasien untuk mampu mengenal kelainan pada kulitnya sendiri.
 Memakai tabir surya.
 Menganjurkan pemeriksaan oftalmologi secara berkala (pada kasus nevus
okular dan melanoma okular).
 Menganjurkan pemeriksaan darah untuk skrining Atlpical Mole dan
Malignant Melanoma.

9. Prognosis

Pada umumnya baik, tetapi pada nevus junction dan nevus compound harus
dapat perhatian khusus karna dapat menjadi ganas.

37
BAB III
KESIMPULAN

Jadi dari scenario diatas dapat disimpulkan bahwa differential diagnosis dari
kasus diatas adalah melasma, lentigo, hiperpigmentasi pasca inflamasi, xeroderma
pigmentosum, dan nevus pigmentosus.

38

Anda mungkin juga menyukai