Anda di halaman 1dari 73

LAPORAN TUTORIAL

Burn Injury

Disusun oleh:
Kelompok 16
Nama NPM
Imam syukur Saraha 10100117154
Rayna Farizkia Dinda 10100118173
Aliya Salsabila 10100118176
Muhammad Mufti Dewantara 10100118177
Tannia Kusumawardhani 10100118178
Zacky Muttaqien 10100118181
Novianti Putri Hidayat 10100118182
Atika Nurmasari Dewi 10100118186
M Maulvi Rizqi Arrazy 10100118198
Zaki Tashdiq Imani 101001181202

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Jl. Hariangbanga No.2 Tamansari – Bandung
Telp: (022)4203368 | Fax: (022)4231213

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyusun Laporan Tutorial dengan kasus “Metabolic
Syndrome” ini. Laporan ini disusun guna memenuhi tugas kelompok tutorial tingkat
1 di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung.
Kami ucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang ikut
membantu dalam penyusunan laporan ini, karena kami tidak dapat menyelesaikan
laporan ini tanpa bantuan pihak lain, baik berupa materil maupun segala hal yang
dapat membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Laporan ini masih jauh dari sempurna, karena kami manusia yang tidak bisa
lepas dari kesalahan. Kami hanya dapat berusaha untuk mencoba sedikit lebih baik,
karena itu kami bersedia untuk menampung setiap kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat yang berarti bagi penyusun,
pembaca, dan seluruh kalangan masyarakat. Aamiin.

Bandung,1 april 2019

Daftar Isi
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2

2
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................................7
ISI............................................................................................................................................................7
2.1 Kulit...............................................................................................................................................7
2.1.1 Definisi Kulit..............................................................................................................................7
2.1.2 Struktur Kulit..............................................................................................................................8
2.1.4 Dermal Appendages..................................................................................................................14
2.2 Fisiologi Kulit..............................................................................................................................22
2.3 Efloresensi Kulit..........................................................................................................................24
2.3.1 Klasifikasi Efloresensi Kulit.....................................................................................................24
2.4 Injury...........................................................................................................................................38
2.4.1 Definisi Injury...........................................................................................................................38
2.4.2 Klasifikasi Injury......................................................................................................................39
2.6 Burn Injury..................................................................................................................................44
Wound Healing..................................................................................................................................44
2.6.2 Wound Debridement.................................................................................................................45
2.7 Inhalation Injury..........................................................................................................................51
2.7.1 Definisi Inhalation Injury..........................................................................................................51
2.8 Shock...........................................................................................................................................58
Definisi Shock...................................................................................................................................58
BAB III..............................................................................................................................................69
PENUTUP.........................................................................................................................................69

BAB I
PENDAHULUAN

3
Review case

Laki laki 32 tahun.

Cc: burn injury di face, neck, anterior trunk, both arms dan thighs.

3 jam yang lalu:

- menyalakan kompor tapi tidak ada ventilasi

- Gas lpg meledak

- Tubuh terbakar

- Memadamkan api dengan berguling dan di siram air

- Nafas lebih sering

- Sakit di sekujur tubuh

- Face, neck, anterior trunk, both arms, thigh terlihat merah, basah, beberapa ada berwarna
keputihan, kulitnya rusak dan mulai membengkak

- Tangan kananya terasa numbness, sakit, dan nail bedsnya pucat

- Sadar tapi sulit menjawab

- Sangat haus

- Tangan kanan: pain dan numb, sulit menggerakan jari tangan

- Tangan kiri : lebih tidak sakit

Pemeriksaan :

1. Bp : 90/60mmHG

2. PR: 128 bpm

3. RR : 40/menit

4
Upper face :

- hyperemic

- Nasal hair dan alis hangus

Lower face dan neck :

- blister 2%

Anterior trunk :

- Hampir 1/2 (kurang lebih 11%), terlihat merah, basah, weeping, dan sakit

Epidermis rusak :

- jaringannya edenatus

Right lower arm:

- circumferential burn dan edema

- Skin look distended dan hard

- denyut radial dan ulnaris sulit terpalpasi

Right hand

- painful

- Nail bed bluish pale

- quincke test : slow

Left lower arm, wirst dan dorsal hand:

- broken blister dan red surface, weeping wound, painful (3%)

Right thigh:

- area pale white dan leathery(kasar), dry appearance dikelilingi oleh red, wet, weeping, swelling
surface (4%)

5
Left thigh :

- full of blusters dan broken epidermis (5%)

Pemeriksaan penunjang:

- urin :

1. Volume awal 40 cc

2. Brownish yellow color

Pemeriksaan lab :

- hb: 18 g/dl

- Ht: 60g/dl

- Wbc : 12.000/mm3

- Platelet: 300.000/mm3

- Arterial blood gas : ph : 7,35 ; pCO2 : 45 mmHg ; pCO2 : 90 mmHg

- Blood sugar lv 188mg/dl

Diagnosis: major burn injury 30% grade II-III di wajah, leher, anterior trunk, both arms, thighs.

Disebabkan karena flame dengan dicurigai inhalasi injury dan circumferential burn di right lower
arm dengan hypovolemik shock

6
BAB II
ISI
2.1 Kulit
2.1.1 Definisi Kulit
Kulit merupakan organ tunggal terbesar di tubuh yang biasanya membentuk 15%
sampai 20% berat badan total dan pada orang dewasa, memiliki luas permukaan sebesar
1.5-2 m2 yang terpapar dengan dunia luar. Kulit dikenal sebagai integumen (L.
integumentum, menutupi) atau lapisan kutaneus.

Kulit ditubuh kita dibagi menjadi dua tipe berdasarkan ketebalannya, yaitu kulit
tebal dan kulit tipis.

7
2.1.2 Struktur Kulit

Kulit terbagi atas 3 lapisan:


 Epidermis: Membentuk penghalang bagi dunia luar dan merupakan tempat penjagaan dan
aktivasi kekebalan untuk mencegah dan memerangi infeksi.
 Dermis: Menyediakan bahan struktural utama (kolagen) kulit. Membentuk hubungan
utama ke sistem pembuluh darah dan saraf di kulit, dan secara intim berinteraksi dengan
epidermis untuk mengoordinasikan fungsi kulit.
 Hipodermis: Area di bawah dermis yang kaya kolagen yang ditandai oleh jaringan
adiposa subkutan dengan peran dalam keseimbangan energi, serta peran yang baru-baru
ini didefinisikan dalam epidermis crosstalk dan pengawasan kekebalan.

Pada junction (titik bergabungnya dua hal) tidak teratur antara dermis dan epidermis,
proyeksi/tonjolan yang disebut papilla dermal yang saling mengunci dengan ridge epidermal yang
invaginasi untuk memperkuat adhesi dari kedua lapisan.

Epidermis

Epidermis terutama terdiri atas epitel berlapis gepeng berkeratin yang disebut keratinosit
(90%). Tiga jenis sel epidermis yang jumlahnya lebih sedikit juga ditemukan: melanosit (8%),
sel Langerhans penyaji-antigen, dan sel taktil epitelial disebut sel Merkel.
 Keratinosit: Sekitar 90% dari sel epidermis adalah keratino-cytes (ker-a-TIN-oˉ-s ̄ıts;
keratino- = seperti tanduk; -cytes = sel), yang disusun dalam
empat atau lima lapisan dan menghasilkan protein keratin
(Ker- a-tin). Keratin adalah protein berserat yang tangguh

8
yang membantu melindungi kulit dan jaringan di bawahnya dari lecet, panas, mikroba,
dan bahan kimia. Keratinosit juga menghasilkan lamellar granul, yang melepaskan
sealant anti air yang mengurangi pemasukan dan kehilangan air dan menghambat
masuknya bahan asing.
 M e l a n o s i t :
ackblack), yang berkembang dari embrio embrio yang
sedang berkembang dan menghasilkan pigmen melanin.
Proyeksi mereka yang panjang dan ramping membentang di
antara keratinosit dan mentransfer butiran melanin ke
mereka. Melanin (MEL-a-nin) adalah pigmen kuning-merah
atau coklat-hitam yang berkontribusi terhadap warna kulit
dan menyerap sinar ultraviolet (UV) yang merusak. Begitu
berada di dalam keratocytes, gugus butiran melanin membentuk kerudung pelindung di
atas nukleus, di sisi menuju permukaan kulit. Dengan cara ini, mereka melindungi DNA
nuklir dari kerusakan oleh sinar UV. Meskipun butiran
melanin mereka secara efektif melindungi keratinosit,
melanosit sendiri sangat rentan terhadap kerusakan oleh sinar
UV.
 Sel Langerhans: Makrofag intraepidermal atau sel Langerhans
(LANG-er-hans) muncul dari sumsum tulang merah dan
bermigrasi ke epidermis, di mana mereka membentuk
sebagian kecil dari sel-sel epiderum. Mereka berpartisipasi
dalam respon imun yang dipasang melawan mikroba yang
menyerang kulit, dan mudah rusak oleh sinar UV. Peran
mereka dalam respon imun adalah untuk membantu sel-sel
lain dari sistem kekebalan mengenali mikroba yang
menyerang dan menghancurkannya.
 Sel Merkel: Sel epitel taktil, atau sel Merkel (MER-kel),
adalah yang paling sedikit dari sel epidermis. Mereka
terletak di lapisan terdalam epidermis, di mana mereka
menghubungi proses rata dari neuron sensorik (sel saraf),
struktur yang disebut cakram taktil atau cakram Merkel. Sel
epitel taktil dan cakram taktil yang terkait mendeteksi
sensasi sentuhan.

9
Epidermis menimbulkan perbedaan utama antara kulit tebal, yang terdapat pada telapak
tangan dan kaki, dengan kulit tipis yang terdapat pada bagian tubuh lainnya. Pemakaian kata
“tebal” dan “tipis” merujuk pada ketebalan lapisan epidermis, yang bervariasi antara 75 sampai
150 μm untuk kulit tipis dan 400 sampai 1400 μm (1.4 mm) untuk kulit tebal. Ketebalan total
kulit (epidermis ditambah dermis) juga bervariasi menurut tempatnya. Contohnya, kulit
punggung memiliki tebal sekitar 4 mm, sedangkan pada kulit kepala lebih kurang setebal 1.5
mm. Seperti semua epitel, epidermis skuamosa berlapis kekurangan mikrovaskulatur, sel-sel
menerima nutrisi dan O2 dengan difusi dari dermis
.

Lapisan Epidermis:
1. Stratum basal
 Terdiri atas selapis sel kuboid/kolumnar basofilik di atas membran basal pada
perbatasan epidermis-dermis
 Terdapat hemidesmosome yang berfungsi mengikat keratinosit pada lamina basal dan
desmosome yang berfungsi mengikat antarsel
 Tinggi aktivitas mitosis
 Keratinosit bernuclei besar, sitoplasmanya banyak ribosom, badan golginya kecil,
mitokondria sedikit, dan terdapat beberapa reticulum endoplasma kasar
 Terdapat melanosit yang menjulur hingga granulosum
 Terdapat sel merkel yang kontak dengan prosesus rata dari neuron sensori (merkel
disc/tactile disc), deteksi sensasi sentuh
2. Stratum spinosum
 Lapisan epidermis yang paling tebal (8-10 lapisan)

10
Terdiri atas sel-sel yang berbentuk polygonal dengan nukelus di tengah, dan
sitoplasma yang aktif menyintesis filamen keratin yang membentuk tonofibril yang
berakhir pada desmosome yang menghubungkan antarsel
 Menimbulkan tampian spine/duri kecil di permukaan sel
 Tepat di atas lapisan basal, sejumlah sel masih membelah
 Terdapat langerhans dan proyeksi dari melanosit
3. Stratum granulosum
 Terdiri atas 3-5 lapisan keratinosit gepeng yang sedang mengalami apoptosis
 Nuclei & organel lain mulai berdegenerasi bersamaan dengan mereka yang bergerak
semakin jauh dari sumber nutrisi
 Organel menyurut sehingga keratin menjadi semakin terlihat jelas walaupun sudah
tidak diproduksi
 Ciri khasnya terdapat granul dari protein yang disebut kerato-hyalin yang terwarnai
gelap
 Memiliki granul lamellar yang menjalani eksositosis dan menghasilkan lipid yang
membentuk bagian utama dari penghalang kulit terhadap hilangnya cairan dan sawar
terhadap penetrasi sebagian besar benda asing
4. Stratum lucidum
 Hanya ditemukan pada kulit tebal
 Terdiri atas 4-6 lapisan keratinosit eusinofilik tipis, translusen gepeng yang disatukan
desmosome
 Keratinosit mati yang mengandung banyak keratin padat di sitoplasmanya dan
membran plasmanya menebal
 Organel dan inti telah menghilang
5. Stratum korneum
 Terdiri atas 15-20 lapisan atau lebih dari keratinosit yang mati dan gepeng yang
sudah tidak mengandung organel dan inti dengan sitoplasma yang dipenuhi keratin
 Produk akhir dari diferensiasi keratinosit
 Sel-sel saling tumpeng tindih seperti sisik
 Sel ini akan dilepaskan melalui proses yang dinamakan deskuamasi dan akan
digantikan oleh sel-sel dari strata yang lebih dalam
 Lapisan sel-sel mati yang banyak dapat membantu stratum korneum untuk
melindungi lapisan yang lebih dalam dari cedera dan invasi mikroba

Dermis

Dermis merupakan lapisan jaringan ikat yang berisi kolagen dan elastic fibers yang lebih
tebal daripada epidermis. Sel utamanya yaitu fibroblast yang memproduksi kolagen, serta
makrofag dan sedikit adiposit di dekat batas dengan lapisan subkutan. Banyak terdapat pembuluh
darah, saraf, pembuluh limfatik, kelenjar keringat, kelenjar minyak, dan folikel rambut di lapisan
ini. Pada lapisan dermis, terbagi lagi menjadi dua lapisan yaitu papillary dermis dan reticular
dermis.

Lapisan Dermis:
1. Papillary dermis

11
 Lapisan dermis yang lebih tipis (1/5 dari dermis)
 Jaringan ikat longgar
 Berisi kolagen tipis tipe I dan III dan elastic fiber halus
 Memiliki dermal papil di permukaannya yang berisikan kapiler darah, corpuscle
Meissner (tactile reseptor), free nerve ending yang merespon sinyal sensasi thermal,
nyeri, geli, dan gatal
 Fibril dari kolagen tipe VII nyelip ke lamina basal untuk membantu mengikat dermis
ke epidermis
2. Reticular dermis
 Lapisan dermis yang lebih tebal (4/5 dari dermis)
 Jaringan ikat padar irregular (terutama kolagen tipe 1), memiliki lebih banyak serat
dan lebih sedikit sel daripada papillary dermis
 Berisi kolagen tebal dan elastic fiber kasar
 Ruang antarserat berisi beberapa sel adiposa, hair follicle, saraf, kelenjar sebaceous,
dan kelenjar sudariferous

Hypodermis

 Terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengikat kulit secara longgar pada organ-organ
dibawahnya yang memungkinkan kulit bergeser di atasnya
 Mengandung adiposit yang jumlahnya bervariasi sesuai daerah tubuh dan ukuran yang
bervariasi sesuai dengan status gizi
 Suplai vascularnya luas sehingga akan meningkatkan ambilan obat yang disuntikan ke
jaringan ini secara cepat (contoh: penyuntikan insulin)

12
2.1.3 Reseptor Saraf-Saraf

Saraf dikulit terdiri dari dua macam yaitu saraf sensorik (aferen) yang berperan dalam
fungsi kulit sebagai penerima berbagai rangsang dari lingkungan dan otonom (efektor) yang
bekerja pada kelenjar keringat, serat otot arector pili, dan pembuluh darah.
Varietas reseptor sensorik terdapat di kulit, termasuk ujung saraf tanpa lapisan
kolagenosa atau glia dan lebih banyak struktur kompleks dengan serabut sensorik yang dilapisi
oleh glia dan simpai jaringan ikat halus. Reseptor yang tidak bersimpai mencakup struktur
berikut:

 Sel Merkel, masing-masing terkait dengan saraf diperluas, yang berfungsi reseptor sebagai tonik
untuk sentuhan ringan berkelanjutan dan untuk merasakan tekstur obyek.
 Ujung saraf bebas di dermis papilar dan terjulur ke dalam lapisan epidermis bawah, yang
terutama berespons terhadap suhu tinggi dan rendah, nyeri dan gatal, tetapi juga berfungsi sebagai
reseptor taktil.
 Pleksus akar rambut, suatu jaringan serabut sensorik yang mengelilingi dasar folikel rambut di
dermis retikular yang mendeteksi gerakan rambut.

Reseptor yang dikemas adalah mekanoreseptor semua fasik, menanggapi dengan cepat terhadap
rangsangan pada kulit. Empat diakui pada kulit manusia, meskipun hanya dua yang pertama terlihat
dalam persiapan rutin:

13
 Korpuskel taktil (Korpuskel Meissner) adalah struktur elips, 30 sampai 75 μm oleh 50 untuk
150 μm, terdiri dari akson sensorik berliku antara sel-sel Schwann gepeng diatur tegak lurus
epidermis di papila dermal (Gambar 18–12a). Memulai dorongan ketika sentuhan- ringan atau
frekuensi rendah rangsangan terhadap kulit sementara merusak bentuknya. Taktil banyak di ujung
jari, telapak tangan, dan telapak kaki tetapi menurun perlahan jumlahnya selama penuaan setelah
pubertas.

 Korpuskel (Pacini) lamelar merupakan struktur oval besar, sekitar 0,5 mm dengan 1
mm, yang ditemukan jauh di dalam dermis retikular dan hipodermis, dengan simpai luar
dan tipis 15 sampai 50, lamela konsentris sel Schwann gepeng dan kolagen yang
mengelilingi bercabang, akson tak bermielin (Gambar 18–12b). Korpuskel lamela yang
khusus untuk merasakan sentuhan kasar, tekanan (berkelanjutan sentuhan), dan getaran,
dengan distorsi dari simpai memperkuat stimulus mekanik untuk inti aksonal di mana
dorongan dimulai. Korpuskel pacini juga ditemukan dalam jaringan ikat organ yang
terletak jauh di dalam tubuh, termasuk dinding rektum dan kandung kemih, di mana juga
menghasilkan sensasi tekanan ketika jaringan sekitarnya terdistorsi.
 Korpuskel Bulbus krause (end bulbus) yang sederhana dikemas, struktur bulat telur, dengan
sangat tipis, simpai kolagen ditembus oleh serat sensorik. Korpuskel ditemukan terutama pada
kulit penis dan klitoris di mana merasakan getaran frekuensi rendah.
 Korpuskel Ruffini memiliki kolagen, simpai fusiform berlabuh teguh pada jaringan ikat
sekitarnya, dengan akson sensorik dirangsang oleh peregangan (ketegangan) atau memutar (torsi)
di kulit.

2.1.4 Dermal Appendages

1. Rambut

Struktur berkeratin panjang yang berasal dari folikel rambut (invaginasi epitel epidermis). Warna,
ukuran, tekstur bervariasi sesuai umur, latar belakang genetik, dan bagian tubuh. Semua kulit
memiliki rambut kecuali telapak tangan, telapak kaki, bibir, glan penis, klitris, labia minora.
Pertumbuhan folikel rambut memiliki pelebaran di distal yang disebut bulbus rambut. Suatu
papilla dermis menyelip ke dalam dasar bulbus rambut dan mengandung jalinan kapiler yang
diperlukan untuk kelangsungan hidup folikel rambut. Keratinosit kontinu dengan dari epidermis basal
menutupi papilla dermal. Sel-sel ini membentuk matriks akar rambut memanjang; bagian dari rambut
memperluas luar permukaan kulit batang rambut. Dalam kebanyakan rambut tebal sel besar,
bervakuola, dan cukup keratin yang akan membentuk medula pusat akar rambut. Berkeratin banyak,
yang akan membentuk korteks sekitar medula. Sel-sel yang paling perifer dari akar rambut
menghasilkan kutikula, lapisan tipis berat keratin, sel skuamosa meliputi korteks.
Sel-sel terluar bersambung dengan sarung akar pitelial, dengan dua lapisan yang dapat dikenali.
Sarung akar rambut dalam sepenuhnya mengelilingi bagian awal batang rambut tetapi berdegenerasi
di atas kelenjar sebasea. Sarung akar rambut luar melapisi sarung dalam dan meluas ke epidermis, di
mana sarung ini bersambungan dengan lapisan basal dan spinosa. Yang memisahkan folikel rambut
dari dermis adalah lapisan hialin nonselular, yaitu membrane basal tebal yang disebut membran kaca
(glassy membrane). Dermis sekitarnya membentuk selubung jaringan ikat.

14
Terdapat otot arrector pili yang berfungsi sebagai kontrkasi otot yang akan menarik poros rambut
sehinga rambut akan ke posisi lebih tegak atau biasa yang disebut sebagai merinding

15
2. Kuku

Suatu proses keratinisasi serupa menghasilkan kuku, yang merupakan lempeng


keratin yang keras dan fleksibel pada permukaan dorsal setiap falang distal. Bagian
proksimal kuku adalah akar kuku dan dilapisi oleh lipatan kulit, di mana stratum corneum
epidermal meluas sebagai kutikula atau eponikium. Lempeng kuku berkeratin terikat
pada bantalan epidermis yang disebut bantalan kuku (nail bed), yang hanya memiliki
lapisan basal dan spinosa.
Lempeng kuku timbul dari matriks kuku, yang terjulur dari akar kuku. Sel-sel
matriks membelah, bergeser ke distal, dan mengalami keratinisasi, yang membentuk akar
kuku. Akar tersebut menjadi matang berupa lempeng kuku (Gambar 18–15). Dengan
pertumbuhan kontinu di matriks yang mendorong ke atas bantalan kuku (yang tidak ikut
dalam pembentukan lempeng) pada kecepatan sekitar 3mm/ bulan untuk kuku jari tangan
dan 1 mm/bulan untuk kuku ibu jari kaki. Ujung distal lempeng menjadi bebas dari
bantalan kuku yang disebut hiponikum dan habis terkikis atau terpotong. Lempeng kuku
yang hampir transparan dan eptel tipis bantalan kuku merupakan "jendela" petunjuk yang
berguna untuk mengetahui jumlah oksigen dalam darah dengan melihat warna darah
dalam pembuluh dermis.

3. Kelenjar sebasea

Kelenjar sebasea terbenam dalam dermis pada sebagian besar permukaan tubuh, kecuali
kulit tebal yang tidak berambut (glabrosa) di telapak tangan dan telapak kaki. Terdapat
sekitar 100 kelenjar per sentimeter persegi, tetapi jumlah ini bertambah menapai 400-
900/cm2 di bagian muka dan kulit kepala. Kelenjar sebasea merupakan kelenjar asinar
bercabang dengan sejumlah asini yang bermuara ke dalam saluran pendek dan biasanya
berakhir di bagian atas folikel rambut. Sebuah folikel rambut, otot arrector pili, dan kelenjar
sebasea yang terkait membuat unit pilosebaseus. Area folikel yang menonjol adalah lokus sel
punca yang membentuk sel-sel folikel dan matriks rambut, epidermis yang bersebelahan,
kelenjar sebasea terkait.
Di area tak berambut tertentu, seperti penis, klitoris, kelopak mata, dan puting, duktus
sebasea terbuka langsung ke permukaan epidermis.

16
Asini terdiri atas lapisan basal sel-sel epitel gepeng tak berdiferensiasi yang terletak di
atas lamina basal. Sel-sel ini berproliferasi dan bergeser ke arah pertengahan asinus, yang
mengalami diferensiasi terminal berupa sebosit besar penghasil-lipid dengan sitoplasmanya
yang terisi dengan droplet lemak kecil. Intinya berangsur mengkerut dan mengalami autofagi
di sepanjang organel lain dan di dekat duktus, sel-sel berpisah dan melepaskan lipid melalui
sekresi holokrin. Hasil proses tersebut adalah sebum, yang secara berangsur berpindah ke
permukaan kulit di sepanjang duktus atau folikel rambut.
Sebum merupakan suatu campuran lipid yang mencakup ester malam (wax), skualen,
kolestrol dan trigliserida yang dihidrolisis oleh enzim bakteri setelah disekresi. Sekresi dari
kelenjar sebasea sangat meningkat saat pubertas, yang terutama dirangsang oleh testosterone
pada pria dan oleh androgen ovarium dan adrenal pada wanita. Fungsi spesifik sebum
tampaknya membantu mempertahankan stratum corneum dan rambut, dan juga
memperlihatkan sifat antibakteri dan antijamur yang lemah pada permukaan kulit.

4. Kelenjar keringat

Kelenjar keringat mengembangkan invaginasi epidermal yang tertanam dalam dermis. Ada
dua jenis kelenjar keringat, kelenjar keringat ekrin dan kelenjar keringat apokrin memiliki
perbedaan fungsi, distribusi, dan rincian struktur.

 Kelenjar keringat ekrin


Terdistribusi luas di kulit dan paling banyak pada telapak kaki (620/cm 2). Secara
kolektif, 3 juta kelenjar keringat ekrin pada rerata seseorang setara dengan massa sebuah
ginjal dan dapat menghasilkan sebanyak 10 liter/hari, yaitu laju sekresi yang jauh melebihi
laju sekresi kelenjar eksokrin lainnya. Keringat adalah respons fisiologis terhadap
peningkatan suhu tubuh selama aktivitas fisik atau stres termal dan pada manusia, merupakan
cara terefektif untuk pengaturan suhu.
Kedua komponen sekretori dan duktus kelenjar keringat ekrin bergelung dan memiliki
lumen yang kecil. Duktus kelenjar keringat ekrin terdiri atas dua lapisan sel epitel yang lebih
bersifat asidofilik dan terisi dengan mitokondria dan memiliki membran yang kaya akan
Na+, K+- ATPase. Sel-sel duktus ini menyerap ion Na+ untuk mencegah kehilangan berlebih
elektrolit tersebut. Pada epidermis setiap saluran menyatu dengan basal stratum dan aliran
keringat terus di saluran spiral melalui lapisan lima epidermal ke pori keringat ekskretoris di
permukaan kulit. Setelah dilepaskan pada permukaan kulit, keringat menguap dan
mendinginkan kulit. Selain fungsi pendinginan yang penting, kelenjar keringat juga berfungsi
sebagai organ ekskretorik tambahan, yang menghilangkan sejumlah kecil limbah nitrogen
dan kelebihan garam.
Kelenjar ekrin memiliki fungsi untuk meregulasi temperature tubuh melalui evaporasi,
sedikit peran dalam ekskresi urea, uric acid, ammonia, serta merespom emotional stress saat
takut atau malu.
 Kelenjar keringat apokrin
Terbatas pada kulit ketiak dan regio perineal. Perkembangannya (tetapi bukan aktivitas
fungsional) bergantung pada hormon kelamin dan tidak tuntas hingga mencapai pubertas.
Bagian sekretorik kelenjar keringat apokrin terdiri atas selapis dan sel kuboid eosinofilik
dengan sejumlah besar granula sekretorik yang mengalami eksositosis. Jadi, kelenjar

17
tersebuut mendapatkan nama yang keliru: sel-sel tersebut memperlihatkan sekret merokrin
dan bukan apokrin.
Duktus kelenjar apokrin yang mirip dengan kelenjar ekrin, tetapi biasanya terbuka ke
folikel rambut di epidermis dan mengandung produk kaya-protein. Sekret yang agak kental
awalnya tidak berbau, tetapi dapat memiliki bau yang khas akibat aktivitas bakteri. Produksi
feromon oleh kelenjar apokrin sangat jelas pada banyak mamlia dan mungkin pada manusia,
meskipun kapasitasnya sudah berkurang atau hampir hilang. Kelenjar keringat apokrin
disarafi oleh serabut saraf adrenergik, sedangkan kelenjar keringat ekrin menerima serabut
kolinergik.

5. Rambut

Struktur berkeratin panjang yang berasal dari folikel rambut (invaginasi epitel epidermis). Warna,
ukuran, tekstur bervariasi sesuai umur, latar belakang genetik, dan bagian tubuh. Semua kulit
memiliki rambut kecuali telapak tangan, telapak kaki, bibir, glan penis, klitris, labia minora.
Pertumbuhan folikel rambut memiliki pelebaran di distal yang disebut bulbus rambut. Suatu
papilla dermis menyelip ke dalam dasar bulbus rambut dan mengandung jalinan kapiler yang
diperlukan untuk kelangsungan hidup folikel rambut. Keratinosit kontinu dengan dari epidermis basal
menutupi papilla dermal. Sel-sel ini membentuk matriks akar rambut memanjang; bagian dari rambut
memperluas luar permukaan kulit batang rambut. Dalam kebanyakan rambut tebal sel besar,
bervakuola, dan cukup keratin yang akan membentuk medula pusat akar rambut. Berkeratin banyak,
yang akan membentuk korteks sekitar medula. Sel-sel yang paling perifer dari akar rambut
menghasilkan kutikula, lapisan tipis berat keratin, sel skuamosa meliputi korteks.
Sel-sel terluar bersambung dengan sarung akar pitelial, dengan dua lapisan yang dapat dikenali.
Sarung akar rambut dalam sepenuhnya mengelilingi bagian awal batang rambut tetapi berdegenerasi
di atas kelenjar sebasea. Sarung akar rambut luar melapisi sarung dalam dan meluas ke epidermis, di
mana sarung ini bersambungan dengan lapisan basal dan spinosa. Yang memisahkan folikel rambut
dari dermis adalah lapisan hialin nonselular, yaitu membrane basal tebal yang disebut membran kaca
(glassy membrane). Dermis sekitarnya membentuk selubung jaringan ikat.

18
Terdapat otot arrector pili yang berfungsi sebagai kontrkasi otot yang akan menarik poros rambut
sehinga rambut akan ke posisi lebih tegak atau biasa yang disebut sebagai merinding

19
6. Kuku

Suatu proses keratinisasi serupa menghasilkan kuku, yang merupakan lempeng


keratin yang keras dan fleksibel pada permukaan dorsal setiap falang distal. Bagian
proksimal kuku adalah akar kuku dan dilapisi oleh lipatan kulit, di mana stratum corneum
epidermal meluas sebagai kutikula atau eponikium. Lempeng kuku berkeratin terikat
pada bantalan epidermis yang disebut bantalan kuku (nail bed), yang hanya memiliki
lapisan basal dan spinosa.
Lempeng kuku timbul dari matriks kuku, yang terjulur dari akar kuku. Sel-sel
matriks membelah, bergeser ke distal, dan mengalami keratinisasi, yang membentuk akar
kuku. Akar tersebut menjadi matang berupa lempeng kuku (Gambar 18–15). Dengan
pertumbuhan kontinu di matriks yang mendorong ke atas bantalan kuku (yang tidak ikut
dalam pembentukan lempeng) pada kecepatan sekitar 3mm/ bulan untuk kuku jari tangan
dan 1 mm/bulan untuk kuku ibu jari kaki. Ujung distal lempeng menjadi bebas dari
bantalan kuku yang disebut hiponikum dan habis terkikis atau terpotong. Lempeng kuku
yang hampir transparan dan eptel tipis bantalan kuku merupakan "jendela" petunjuk yang
berguna untuk mengetahui jumlah oksigen dalam darah dengan melihat warna darah
dalam pembuluh dermis.

7. Kelenjar sebasea

Kelenjar sebasea terbenam dalam dermis pada sebagian besar permukaan tubuh, kecuali
kulit tebal yang tidak berambut (glabrosa) di telapak tangan dan telapak kaki. Terdapat
sekitar 100 kelenjar per sentimeter persegi, tetapi jumlah ini bertambah menapai 400-
900/cm2 di bagian muka dan kulit kepala. Kelenjar sebasea merupakan kelenjar asinar
bercabang dengan sejumlah asini yang bermuara ke dalam saluran pendek dan biasanya
berakhir di bagian atas folikel rambut. Sebuah folikel rambut, otot arrector pili, dan kelenjar
sebasea yang terkait membuat unit pilosebaseus. Area folikel yang menonjol adalah lokus sel
punca yang membentuk sel-sel folikel dan matriks rambut, epidermis yang bersebelahan,
kelenjar sebasea terkait.
Di area tak berambut tertentu, seperti penis, klitoris, kelopak mata, dan puting, duktus
sebasea terbuka langsung ke permukaan epidermis.

20
Asini terdiri atas lapisan basal sel-sel epitel gepeng tak berdiferensiasi yang terletak di
atas lamina basal. Sel-sel ini berproliferasi dan bergeser ke arah pertengahan asinus, yang
mengalami diferensiasi terminal berupa sebosit besar penghasil-lipid dengan sitoplasmanya
yang terisi dengan droplet lemak kecil. Intinya berangsur mengkerut dan mengalami autofagi
di sepanjang organel lain dan di dekat duktus, sel-sel berpisah dan melepaskan lipid melalui
sekresi holokrin. Hasil proses tersebut adalah sebum, yang secara berangsur berpindah ke
permukaan kulit di sepanjang duktus atau folikel rambut.
Sebum merupakan suatu campuran lipid yang mencakup ester malam (wax), skualen,
kolestrol dan trigliserida yang dihidrolisis oleh enzim bakteri setelah disekresi. Sekresi dari
kelenjar sebasea sangat meningkat saat pubertas, yang terutama dirangsang oleh testosterone
pada pria dan oleh androgen ovarium dan adrenal pada wanita. Fungsi spesifik sebum
tampaknya membantu mempertahankan stratum corneum dan rambut, dan juga
memperlihatkan sifat antibakteri dan antijamur yang lemah pada permukaan kulit.

8. Kelenjar keringat

Kelenjar keringat mengembangkan invaginasi epidermal yang tertanam dalam dermis. Ada
dua jenis kelenjar keringat, kelenjar keringat ekrin dan kelenjar keringat apokrin memiliki
perbedaan fungsi, distribusi, dan rincian struktur.

 Kelenjar keringat ekrin


Terdistribusi luas di kulit dan paling banyak pada telapak kaki (620/cm 2). Secara
kolektif, 3 juta kelenjar keringat ekrin pada rerata seseorang setara dengan massa sebuah
ginjal dan dapat menghasilkan sebanyak 10 liter/hari, yaitu laju sekresi yang jauh melebihi
laju sekresi kelenjar eksokrin lainnya. Keringat adalah respons fisiologis terhadap
peningkatan suhu tubuh selama aktivitas fisik atau stres termal dan pada manusia, merupakan
cara terefektif untuk pengaturan suhu.
Kedua komponen sekretori dan duktus kelenjar keringat ekrin bergelung dan memiliki
lumen yang kecil. Duktus kelenjar keringat ekrin terdiri atas dua lapisan sel epitel yang lebih
bersifat asidofilik dan terisi dengan mitokondria dan memiliki membran yang kaya akan
Na+, K+- ATPase. Sel-sel duktus ini menyerap ion Na+ untuk mencegah kehilangan berlebih
elektrolit tersebut. Pada epidermis setiap saluran menyatu dengan basal stratum dan aliran
keringat terus di saluran spiral melalui lapisan lima epidermal ke pori keringat ekskretoris di
permukaan kulit. Setelah dilepaskan pada permukaan kulit, keringat menguap dan
mendinginkan kulit. Selain fungsi pendinginan yang penting, kelenjar keringat juga berfungsi
sebagai organ ekskretorik tambahan, yang menghilangkan sejumlah kecil limbah nitrogen
dan kelebihan garam.
Kelenjar ekrin memiliki fungsi untuk meregulasi temperature tubuh melalui evaporasi,
sedikit peran dalam ekskresi urea, uric acid, ammonia, serta merespom emotional stress saat
takut atau malu.
 Kelenjar keringat apokrin
Terbatas pada kulit ketiak dan regio perineal. Perkembangannya (tetapi bukan aktivitas
fungsional) bergantung pada hormon kelamin dan tidak tuntas hingga mencapai pubertas.
Bagian sekretorik kelenjar keringat apokrin terdiri atas selapis dan sel kuboid eosinofilik
dengan sejumlah besar granula sekretorik yang mengalami eksositosis. Jadi, kelenjar

21
tersebuut mendapatkan nama yang keliru: sel-sel tersebut memperlihatkan sekret merokrin
dan bukan apokrin.
Duktus kelenjar apokrin yang mirip dengan kelenjar ekrin, tetapi biasanya terbuka ke
folikel rambut di epidermis dan mengandung produk kaya-protein. Sekret yang agak kental
awalnya tidak berbau, tetapi dapat memiliki bau yang khas akibat aktivitas bakteri. Produksi
feromon oleh kelenjar apokrin sangat jelas pada banyak mamlia dan mungkin pada manusia,
meskipun kapasitasnya sudah berkurang atau hampir hilang. Kelenjar keringat apokrin
disarafi oleh serabut saraf adrenergik, sedangkan kelenjar keringat ekrin menerima serabut
kolinergik.

Kelenjar apokrin akan terstimulasi saat emotional stress dan terjadi rangsang
seksual. Tidak memiliki peras dalam thermoregulatory.Kelenjar apokrin akan terstimulasi
saat emotional stress dan terjadi rangsang seksual. Tidak memiliki peras dalam
thermoregulatory.

2.2 Fisiologi Kulit

1. Heat Regulation
Suhu tubuh dikendalikan oleh keseimbangan heat production dan heat loss.
Pengeluaran panas dari kulit ke lingkungan dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a. Radiasi (60%)
Pengeluaran panas dalam bentuk gelombang infrared. Apabila suhu tubuh
lebih tinggi daripada suhu lingkungan, jumlah panas yang dikeluarkan tubuh
lebih besar dari yang dipancarkan ke tubuh.
b. Evaporasi (22%)
Terdapat dua macam evaporasi, yaitu evaporasi disadari dan tidak disadari.
Evaporasi tidak disadari tidak dapat dikendalikan oleh tubuh karena difusi
molekul air yang terus menerus melalui permukaan kulit, sedangkan
evaporasi disadari dapat dikendalikan oleh tubuh dengan cara melakukan
aktifitas fisik, suhu ruangan atau bahkan keadaan psikologis.
c. Konveksi (15%)

22
Terjadi apabila suhu udara lebih dingin daripada suhu tubuh.
d. Konduksi (3%)
Panas yang dikeluarkan tubuh dikonduksi langsung ke benda-benda padat.

- Mekanisme menurunkan suhu tubuh


1. Vasodilatasi pembuluh darah kulit
2. Berkeringat
3. Penurunan produksi panas
- Mekanisme meningkatkan suhu tubuh
1. Vasokontriksi pembuluh darah
2. Piloereksi
3. Peningkatan thermogenesis

2. Sensation
Tactile receptor pada kulit terdiri dari:
a. Free nerve ending : mendeteksi tekanan kuat dan nyeri
b. Meissner corpuscle : mendeteksi sentuhan dan getaran ringan pada
permukaan kulit
c. Merkel disc : mendeteksi sentuhan suatu objek secara terus menerus
dan menentukan tekstur benda yang diraba
d. Hair and Organ : mendeteksi pergerakan objek pada permukaan
tubuh atau kontak awal dengan tubuh
e. Ruffini : mendeteksi sensai panas
f. Krause : mendeteksi sensai dingin
g. Pacinian corpuscle : mendeteksi getaran kuat dan perubahan mekanis
yang cepat

23
3. Ekskresi
- Sensible loss atau pengeluaran panas yang disadari
- Insensible loss atau pengeluaran panas yang tidak disadari

4. Proteksi
a. Sebum menjaga kulit dan rambut dari kekeringan
b. Acidic pH menghambat pertumbuhan mikroba
c. Macrophages untuk fagositosis bakteri

5. Sintesis vitamin D

2.3 Efloresensi Kulit

2.3.1 Klasifikasi Efloresensi Kulit


 Efloresensi primer
Definisi : lesi kulit awal, bentuk awal dari penyakit kulit

1. Flat – tidak bisa di palpasi

24
a. Macula : ukuran kecil 3-8mm, tidak ada perubahan tekstur, perubahan area
warna hyperpigmentasi : hyperpigmenasi postinflamasi
hypopigmentasi : tinea versicolor
depigmentasi : vitiligo
eritema (pelebaran pembuluh darah)
ekstravasasi/purpura (petekie, ekimosis, telangiectasia) merah gelap/keunguan uk
1-3mm/bigger. Purpura dan eritema dapat dibedakan dengan test Diaskopi.
Diaskopi adalah tes untuk menilai blanchability kulit dilakukan dengan
penekanan dengan object glass dan diamati perubahan warnanya. Jika di area
pemeriksaan lesi memucat – eritema, sedangkan jika warna merahnya menetap –
purpura / ekimosis

25
b. Patch : mirip macule dengan ukuran lebih besar >0,5cm. contoh : vitiligo

2. Raised – bisa di palpasi


a. Papule : lesi padat, tinggi ukuran <0,5cm. permukaan rata : lichen planus,
runcing : miliaria rubra. Seperti kubah : molluscum contagiosum.
Warna : ungu – lichen planus, merah tembaga – secondary syphilis, hitam –
nevus

26
b. Plaque : kelainan kulit seperti papula dengan permukaan datar dan diameter >1
cm. Plak dapat terjadi karena perluasan suatu papula, tetapi dapat juga karena
gabungan atau konfluensi dari beberapa papula. Contoh : psosiaris, Keratosis
aktinik

c. No
d ule
:

27
Kelainan kulit dengan massa padat, teraba dalam, batas jelas, terletak di kutan
atau subkutan, ukuran sampai 1 cm (jika diameter <1 cm disebut nodulus). Bila
dalam keganasan disebut tumor. Contoh nodule terdapat pada: lipoma, karsinoma
sel skuamosa, dermatofibroma, erythema nodosum,basal sel karsinoma

d. Urtika/Wheal : Kelainan kulit dengan gambaran penonjolan di atas kulit, sering


tidak teratur, ukuran dan warna bervariasi disebabkan oleh gerakan cairan serosa
kedalam dermis tidak mengandung cairan bebas dalam rongga, serta dapat hilang
perlahan-lahan. Contoh urtika terdapat pada: dermatitis medikamentosa dan
gigitan serangga

e. Vesicle : Merupakan lepuh atau gelembung kecil yang dibentuk dengan


akumulasi cairan dalam epidermis, biasanya diisi dengan cairan serosa dan

28
ditemukan pada anak-anak yang menderita eksema. Ukuran biasanya < 1 cm
(diameter). Jika berisi darah disebut vesikel hemoragik.. : coklat kehitaman
darah, kuning muda serum, kuning kehijauan pus. Jenis : Subcorneal,
Intraepidermis, subepidermis. misalnya pada varisela, herpes zoster.

29
f. Bulla : merupakan penonjolan kulit mirip dengan vesikel, berisi cairan yang
terbendung oleh lapisan epidermis dengan diameter lebih dari 1 cm, dan
berbentuk gelembung. Jika vesikel/bula berisi darah disebut vesikel/bula
hemaragik . Jika bula berisi nanah disebut bula purulent. Contoh bulla terdapat
pada penyakit pemfigoid bullosa, pemfigus, luka bakar.

g. Pustule : Merupakan vesikel


besar (bula) yang mengandung pus atau nanah Biasanya ditemukan pada penyakit
pemfigus neonatorum, variola, varisela, psoriasis pustulosa, folikulitis.

30
h. Cysts/Kista : Penonjolan di atas permukaan kulit berupa kantong yang berisi
cairan serosa atau padat atau setengah padat, serta berada dalam jaringan subkutan
atau dermis. contoh : Kista sebasea, kista epidermoid

 Efloresensi Sekunder

31
Definisi : lesi kulit yang
sudah mengalami
perubahan, bisa karna
proses penyakitnya/
pengobatan/
penggarukan/ infeksi/
lain2

1.
Squama/desquamation/scale :
: serpihan(flake) yang

32
timbul dari lapisan terluar stratum corneum dan seperti sisik. Terjadi karna penebalan,
peradangan, proses keratinasi yang terlalu cepat.

33
2. Crust (encrusted exudates) : pengeringan cairan serum, darah atau pustule pada
permukaan kulit. Bisa becampur dengan jaringan nekrotik dan benda asing. Bisa tipis
dan mudah terlepas atau tebal dan melekat erat. Warna : coklat kehitaman darah, kuning
muda serum, kuning kehijauan pus contoh : impetigo

3. Lichenification : area kulit yang menebal dengan tanda meningkat karna penggosokan
kulit yang berulang.

4. Erosi : hilanganya lapisan epidermis yang tidak melampaui dermis. Bisa disertai dengan
keluarnya cairan serum tanpa darah, sembuh tanpa jar parut. Contoh : bekas garukan

5. Excoriations : penggalian permukaan epidermis karna goresan sampai stratum papilary


disertai keluarnya darah dan cairan serum.

34
6. Ulkus : hilangnya lapisan kulit sampai ke dermis atau lebih dalam lagi, sembuh dengan
terbentuknya jaringan parut.

7. Fissure : pembelahan linear dari kulit sampai ke dermis atau ulkus yang berbentuk
linear.

8. Scar/Sikatriks/jaringan parut : penggantian jaringan normal dengan jaringat ikat


a. Atropik : lebih tipis, keriput, dan ada oembuluh darah kulit tampak nyata

b. Eutropik : sama tinggi/tebal dengan kulit normal

35
c. Hipertropik : lebih tebal dari kulit normal, tapi ukuran jar parut masih sama
debgna batas ulkus/lesi
d. Keloid : penonjolan dan pertumbuhan jar parut melampaui batas luka

 Efloresensi Khusus
1. Komedo : Sumbatan bahan sebaceous dan keratin di folikel rambut terbuka. Komedo
terbuka memiliki lubang yang melebar (blackhead), komedo yang tertutup memiliki celah
sempit (whitehead)

2. Milia : penonjolan diatas permukaan kulit yang


berwarna putih, ditimbulkan karena penyumbatan saluran kelenjar sebaceous

36
3. Burrow : : terowongan bergelombang yang menyerupai benang bag luar epidermis yang
digali oleh tungau/ parasite. Ex : scabetic

4. Telangiesctasia : dilatasi kapiler kecil dalam dermis yang terlihat sebagai garis2 merah
harus, cerah, mirip jaringan pada kulit.

37
 Shape and Configuration of Skin lesions

1. Annular : berbentuk cincin, tepid an pusat berbeda

2. Round/nummular/discoid : berbentuk koin, lesinya bulat/oval, morfologi tepi dan


pusat sama

38
3. Polycyclic : dibentuk dari lingkaran, cincin, atau cincin tidak lengkap
4. Arcuate : berbentuk busur, annular yang tidak lengkap
5. Linear : garus lurus
6. Reticular : seperti jarring

7. Serpiginous : seperti ular / serpentine

8. Targetoid : seperti target dengan setidaknya 3 zona berbeda


9. Whorled : seperti kue marmer dengan 2 warna berbeda diselingi pola
bergelombang

39
 Pengaturan Lesi Ganda
1. Grouped/herpetiformis : lesi yang dikelompokan bersama

2. Tersebar/ scattered : distribusi tidak beraturan


 Distribusi lesi ganda
1. Dermatomal/ zosteriform : unilateral
2. Blaschkoid : mengikuti garis migrasi sel kulit, biasanya panjang pada tungkai, tidak
linear sempurna
3. Lymphangitic : sepanjang pembuluh getah bening, biasanya garis merah sepanjang
tungkai
4. Sun exposed : terjadi di daerah yang jarang ditutupi oleh pakaian
5. Acral : di lokasi distal (tangan, kaki, pergelangan tangan , kaki)
6. Truncal : batang tubuh
7. Ekstensor : di atas eksremitas dorsal, lutut,siku
8. Fleksor : di atasnya otot fleksor, fossa atecubital, poplitea
40
9. Intertriginosa : lipatan kulit (axila, paha dalam)
10. Local : terbatas pada 1 lokasi tubuh
11. Regional : lesi terbatas di satu tempat
12. Generalized : meluas (50-90%)
13. Simetris bilateral : terjadi dengan simtris bayangan cermin di kedua sisi tubuh,
dikedua belahan tubuh sama persis
14. Universal : seluruh permukaan kulit (90-100%)

 Warna

41
2.4 Injury

2.4.1 Definisi Injury

Kebanyakan penyakit dimulai dengan cedera sel, dan segala bentuk hilangnya fungsi
berasal dari cedera sel dan kematian sel. Cedera seluler terjadi jika sel tidak dapat
mempertahankan homeostasis — normal atau adaptif dalam menghadapi rangsangan
merugikan.

2.4.2 Klasifikasi Injury

 Hypoxic Injury
Hipokxia, atau kurangnya oksigen yang cukup, adalah satu-satunya yang paling
umum menyebabkan cedera seluler. Hipokxia dapat menyebabkan dari penurunan
jumlah oksigen di udara, hilangnya hemoglobin atau fungsi hemoglobin, penurunan
produksi merah sel darah, penyakit pada sistem pernapasan dan kardiovaskular, dan
keracunan enzim oksidatif (cytochromes) dalam sel. Penyebab paling umum dari
hipokxia adalah emia (suplai darah berkurang). Cedera iskemik sering disebabkan
oleh penyempitan arteri secara bertahap (arteriosklerosis) dan sumbatan lengkap oleh

42
gumpalan darah (trombosis). Hipokxia progresif disebabkan oleh arteri bertahap
obstruksi lebih baik ditoleransi dari Anoxia akut mendadak (Total kurangnya
oksigen) yang disebabkan oleh obstruksi mendadak, seperti dapat terjadi dengan
embolus (gumpalan darah atau steker sirkulasi). Obstruksi akut di arteri koroner dapat
mengakibatkan kematian sel miokard (infark) dalam hitungan menit jika suplai darah
tidak dipulihkan, sedangkan onset bertahap iskemia biasanya menghasilkan adaptasi
miokard. Infark dan stroke, yang merupakan penyebab umum kematian di Amerika
Serikat, umumnya hasil dari aterosklerosis (jenis dari arteriosklerosis) dan cedera
iskemik konsekuen.
Mekanisme :
Respons seluler terhadap cedera hipoksik telah dipelajari di otot jantung. Dalam 1
menit setelah suplai darah ke miokardium terganggu, jantung menjadi pucat dan
mengalami kesulitan tertular secara normal. Dalam waktu 3 sampai 5 menit Bagian
iskemik miokardium berhenti kontrak. Tje kurangnya kontraksi disebabkan oleh
penurunan pesat dalam fosforilasi mitokondria, yang mengakibatkan adenosin
trifosfat (ATP) produksi. Kurangnya Lead ATP peningkatan metabolisme anaerobik,
yang menghasilkan ATP dari glikogen ketika ada cukup oksigen. Ketika glikogen
toko yang habis, metabolisme anaerobik bahkan berhenti. Penurunan kadar ATP
menyebabkan membran plasma Natrium-kalium (Na +, K +) pompa dan pertukaran
natrium-kalsium gagal, yang mengarah ke akumulasi intraseluler natrium dan kalsium
dan difusi kalium keluar dari Sel. Kalsium intraselular. Dilatasi menyebabkan
ribosom untuk melepaskan dari endoplasmic kasar Reticulum, yang mengakibatkan
berkurangnya sintesis protein. Dengan hipokxia terus, seluruh sel menjadi nyata
bengkak, dengan peningkatan konsentrasi natrium, air, dan klorida dan penurunan
konsentrasi kalium. Ini gangguan dapat dibalik jika oksigen dipulihkan. Jika oksigen
tidak dipulihkan, namun, ada vakuolizaciâ (pembentukan vakuola atau sitoplasmik
rongga kecil) dalam sitoplasma, pembengkakan Lisosom, dan pembengkakan yang
ditandai mitokondria akibat kerusakan membran mitokondria. Terus hipoksik cedera
dengan akumulasi kalsium kemudian mengaktifkan beberapa sistem enzim, termasuk
protease, nitrat sintase oksida, fosfosel, dan endonuclease, mengakibatkandalam
gangguan Sitoskeleton, kerusakan membran, aktivasi peradangan, degradasi DNA,

43
dan akhirnya kematian sel kerusakan ditandai dengan dua kejadian: (1) kurangnya
generasi ATP karena disfungsi mitokondria, dan (2) utama gangguan dan kerusakan
pada fungsi membran. Glukosida asam dari Lisosom bocor diaktifkan dalam pH
berkurang sel yang terluka dan mereka mencerna sitoplasma dan nuklir Komponen.
Kebocoran enzim intraseluler ke perifer menyediakan alat diagnostik untuk
mendeteksi jaringan-spesifik cedera seluler dan kematian menggunakan sampel
darah; Misalnya, troponin protein kontraktil dari jantung otot ditemukan setelah
cedera miokard dan transaminase hati ditemukan setelah cedera hati. Namun,
pemulihan oksigen dapat menyebabkan cedera tambahan
disebut cedera reperfusi (reoksigenasi). Reperfusi merupakan komplikasi serius dan
mekanisme penting cedera dalam kasus transplantasi jaringan dan miokard, hati, usus,
otak, ginjal, dan iskemik lainnya sindrom, termasuk stroke. Xanthine dehydrogenase,
sebuah Enzim yang biasanya menggunakan adenin nikotinamid teroksidasi
dinukleotida (NAD +) sebagai akseptor elektron, dikonversi selama reperfusi dengan
oksigen ke xanthine oksidase. Selama pada periode iskemik,konsumsi ATP
berlebihan menyebabkan akumulasi katabolit purin hipoksantin dan xanthine, yang
pada reperfusi dan masuknya berikutnya oksigen dimetabolisme oleh xanthine
oksidase menjadi masif jumlah superoksida dan hidrogen peroksida. Radikal ini
semuanya dapat menyebabkan kerusakan membran dan kalsium mitokondria
kelebihan beban. Iskemia jantung dan cedera reperfusi menyebabkan berlebihan
spesies oksigen reaktif (ROS) dan kelebihan kalsium mitokondria. Perubahan ini
mengarah pada pembukaan pori-pori pada membran mitokondria dengan lepas secara
masif ATP yang mengarah ke aktivasi kematian sel (apoptosis). Menariknya,
pelepasan kadar rendah oksida nitrat dapat melindungi secara akut mitokondria
miokard terhadap cedera reperfusi. Neutrofil terutama dipengaruhi oleh cedera
reperfusi, dan adhesi neutrofil ke endotel meningkatkan proses. Perawatan
antioksidan membalikkan kedua neutrofil adhesi (adhesi leukosit) dan neutrofil
(leukosit) cedera jantung yang dimediasi pada periode pasca-iskemik. Potensi lainnya
dan perawatan saat ini termasuk penyumbatan inflamasi mediator dan penghambatan
jalur apoptosis.

44
 Free Radicals and Reactive Oxygen Species
Radikal bebas adalah Atom atau kelompok atom yang tidak bermuatan listrik yang
elektron yang tidak berpasangan. Memiliki satu elektron yang tidak berpasangan
membuat molekul tidak stabil; sehingga untuk menstabilkan, ia memberikan sebuah
elektron ke molekul lain atau mencuri satu. Oleh karena itu, mampu pembentukan
ikatan kimia merugikan dengan protein, lipid, karbohidrat molekul kunci dalam
membran dan nukleat Asam.
Mekanisme:
Radikal bebas yang sulit untuk mengontrol dan memulai rantai Reaksi. Muncul data
menunjukkan bahwa ROS memainkan peran utama dalam inisiasi dan perkembangan
perubahan kardiovaskular yang terkait dengan hiperlipidemia, diabetes mellitus,
hipertensi, penyakit jantung iskemik, dan gagal jantung kronis. Ros diproduksi
dengan memigrasikan sel inflamasi (misalnya, neutrofil), serta sel vaskular (sel
endotel, pembuluh darah halus sel otot dan fibroblas) memiliki efek yang berbeda
pada setiap jenis sel. Radikal bebas dapat dimulai dalam sel dengan (1) penyerapan
sumber energi ekstrim (misalnya, sinar ultraviolet, x-ray); (2) endogen, biasanya
oksidatif, reaksi yang terjadi selama proses metabolisme normal . atau (3)
metabolisme enzimatik bahan kimia eksogen atau obat (misalnya, chloromethyl [CCl
3], produk karbon tetraklorida [CCl4]). Efek luas dapat terjadi dari reaktif ini spesies,
tiga sangat penting dalam hal sel cedera:
(1) peroksidasi lipid;
Lipid peroxida- adalah penghancuran asam lemak tak jenuh. Asam lemak lipid di
membran memiliki ikatan rangkap antara beberapa atom karbon. Ikatan tersebut
rentan terhadap serangan oksigen yang diturunkan radikal bebas, terutama OH ·.
Lipid-radikal interaksi sendiri menghasilkan peroksida. Peroksida yang berangkat
reaksi berantai yang mengakibatkan membran, organelle, dan penghancuran sel.
Karena pemahaman kita tentang radikal bebas, meningkatnya jumlah penyakit dan
gangguan telah dihubungkan baik secara langsung atau tidak langsung terhadap
spesies reaktif ini Sangat beruntung bahwa tubuh terkadang dapat membebaskan diri
dari Radikal. Superoksida dapat secara spontan membusuk ke dalam oksigen dan
hidrogen peroksida. Toksisitas obat tertentu dan bahan kimia dapat dikaitkan baik

45
untuk konversi bahan kimia ini untuk radikal bebas atau pembentukan metabolit yang
diturunkan dari oksigen.
(2) perubahan protein yang menyebabkan fragmentasi rantai polipeptida; dan
(3) perubahan DNA, termasuk kerusakan untai tunggal.

 Chemical Injury
Mekanisme:
Cedera kimia dimulai dengan interaksi biokimia antara zat beracun dan membran
plasma sel, yang pada akhirnya rusak, menyebabkan peningkatan permeabilitas.
Tidak semua mekanisme yang menyebabkan kimiawi diinduksi penghancuran
membran diketahui; Namun, dua Jenderal mekanisme termasuk (1) toksisitas
langsung dengan menggabungkan dengan komponen molekul membran sel atau
organel dan (2) radikal bebas reaktif dan peroksidasi lipid. Karena telah diteliti secara
ekstensif, karbon tetraklorida (CCl4) cedera adalah contoh yang berguna dari cedera
kimia. Karbon tetrachloride, agen yang sebelumnya digunakan dalam Dry Cleaning,
merugikan sel karena sistem enzim (P-450) dalam kelancaran retikulum endoplasmic
sel hati mengubahnya menjadi kloromil (CCl 3), radikal bebas yang sangat beracun.
Dalam cedera CCl4, CCl yang baru terbentuk 3 • cepat menghancurkan endoplasmic
sarkoplasma sel hati dengan cara lipid peroksidasi memecah komponen lipid
Reticulum itu. Molekul lipid menumpuk di dalam sitoplasma, mulai dalam cisternae
dari retikulum endoplasmic. Lemak hati berkembang karena CCl4 keracunan blok
sintesis protein penacceptor lipid (apoprotein) yang biasanya mengikat dengan
trigliserida untuk membentuk lipoprotein, yang diangkut keluar dari sel.
Penyumbatan trigliserida (lipoprotein) sekresi dimulai 10 hingga 15 menit setelah
paparan CCl4. Tetesan lemak yang terakumulasi dalam cisternae dari retikulum
endoplasmic menggabungkan untuk membentuk tetesan yang lebih besar dan mengisi
vacuoles, yang pada gilirannya mengisi seluruh sitoplasma. Sekitar 10 sampai 12 jam
kemudian hati tampak terlalu membesar dan pucat karena akumulasi lemak.
Sementara itu, sel pembengkakan berlangsung karena perubahan dalam permeabilitas
selektif membran plasma. Pembengkakan seluler menjadi parah ketika membran
plasma kehilangan kemampuannya untuk mencegah difusi pasif natrium air, dan

46
kalsium. Konsekuensi yang paling serius kerusakan membran plasma, seperti pada
cedera hipoksik, Mitokondria. Masuknya ion kalsium dari sel ekstraseluler
kompartemen mengaktifkan beberapa sistem enzim yang dihasilkan dalam gangguan
Sitoskeleton, kerusakan membran, aktivasi peradangan, dan akhirnya degradasi DNA.
Ion kalsium akumulasi dalam mitokondria menyebabkan mitokondria untuk
terjadinya membengkak, suatu kejadian yang terkait dengan Cedera. Mitokondria
Penurunan pH selular (disebabkan oleh hilangnya oksidatif fosforilasi dan ATP-
stimulating glikolisis), bersama-sama dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
(peningkatan natrium, kalsium, dan air dan penurunan kalium), mengarah ke Lisosom
cedera membran, menyebabkan kebocoran Lisosom Enzim ke sitoplasma. Pencernaan
enzimatik seluler organel, termasuk inti dan nukleolus, terjadi kemudian,
menghentikan sintesis DNA dan Asam ribonukleat (RNA). Kebocoran enzim
lisosomal tampaknya terjadi di akhir kimia cedera, baik setelah akumulasi lipid
ireversibel, mitokondria pembengkakan, dan hilangnya ATP.yang terluka tidak dapat
lagi menghasilkan ATP, tetapi mereka terus menumpuk ion kalsium. Masuknya
kalsium ke mitokondria mengganggu dengan oksidatif Metabolisme.

2.6 Burn Injury


Wound Healing

Penyembuhan luka adalah kaskade seluler dan biokimiawi kompleks yang mengarah pada
pemulihan integritas dan fungsi. Penyembuhan luka normal mengikuti pola yang dapat
diprediksi yang dapat dibagi menjadi fase yang tumpang tindih yang didefinisikan oleh
populasi seluler dan aktivitas biokimia: (a) hemostasis dan peradangan, (b) proliferasi, dan
(c) pematangan dan remodeling.
Meskipun jaringan individu mungkin memiliki karakteristik penyembuhan yang unik,
semua jaringan sembuh dengan mekanisme yang sama, dan proses mengalami fase
peradangan, migrasi seluler, proliferasi,
deposisi matriks, dan remodeling.
Pada manusia dewasa, penyembuhan
luka yang optimal melibatkan peristiwa-
peristiwa berikut: (1) hemostasis cepat;
(2) peradangan yang tepat; (3)
diferensiasi sel mesenkim, proliferasi,
dan migrasi ke situs luka; (4)

47
angiogenesis yang cocok; (5) epitelisasi segera (pertumbuhan kembali jaringan epitel di atas
permukaan luka); dan (6) sintesis yang tepat, ikatan silang, dan penjajaran kolagen untuk
memberikan kekuatan pada jaringan penyembuhan
Faktor yang menghambat penyembuhan normal termasuk kondisi lokal, sistemik, dan
teknis yang harus diperhitungkan oleh ahli bedah. Secara klinis, penyembuhan berlebih bisa
menjadi masalah yang sama pentingnya dengan gangguan penyembuhan; faktor genetik,
teknis, dan lokal memainkan peran utama. Hasil optimal dari luka akut bergantung pada
evaluasi lengkap pasien dan luka serta penerapan praktik dan teknik terbaik.

2.6.2 Wound Debridement

Konsep mempersiapkan dasar luka untuk mempromosikan reepitelisasi luka kronis


telah diterapkan pada manajemen luka selama lebih dari satu dekade. 4 langkah umum yang
harus diikuti untuk persiapan yang lebih baik terdapat dalam akronim DIME.

D : Debridemen jaringan tidak aktif di dalam Luka.


I : Manajemen Inflamasi dan Infeksi
M : Kontrol kelembaban
E : Penilaian Lingkungan dan Epitelisasi
Pendekatan DIME untuk manajemen luka kronis adalah pendekatan konsep global yang
darinya jalur yang lebih rinci dapat dimulai untuk menghasilkan resolusi luka.

Tujuan utama dari debridemen adalah untuk menghilangkan semua jaringan yang rusak
dari dasar luka untuk meningkatkan penyembuhan luka. Debridemen juga digunakan untuk
menghilangkan biofilm, bioburden bersama dengan sel-sel tua, dan disarankan untuk
dilakukan pada setiap pertemuan.

Secara umum, indikasi debridemen adalah pengangkatan jaringan yang rusak seperti
jaringan nekrotik, slough, bioburden, biofilm, dan sel apoptosis.

Debridemen diakui sebagai komponen utama manajemen luka untuk mempersiapkan


dasar luka untuk reepitelisasi. Jaringan devitalized, secara umum, dan jaringan nekrotik,
khususnya, berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi bakteri. Jaringan devitalized juga bertindak
sebagai penghalang fisik untuk reepithelialization, mencegah senyawa topikal yang
diterapkan untuk melakukan kontak langsung dengan dasar luka untuk memberikan sifat
menguntungkan mereka. Jaringan nekrotik juga mencegah angiogenesis, pembentukan
jaringan granulasi, pelapisan kembali epidermis, dan pembentukan matriks ekstraseluler
normal (ECM). Akhirnya, keberadaan jaringan nekrotik dapat mencegah dokter untuk
membuat penilaian yang akurat tentang tingkat dan keparahan luka, bahkan menutupi
kemungkinan infeksi yang mendasarinya.

Beberapa jenis debridemen

48
 Debridemen Autolytic
Ini adalah jenis debridement yang paling konservatif. Jenis debridement ini
berupa proses alami oleh fagositik sel endogen dan enzim proteolitik yang memecah
nekrotik jaringan. Ini adalah debridement yang sangat selektif proses dimana hanya
nekrotik jaringan akan terpengaruh di debridement. Hal ini ditunjukkan untuk luka
noninfeksi. Mungkin juga dapat digunakan sebagai terapi luka bagi luka infeksi dengan
menggabungkan teknik debridement ini dengan teknik debridement yang lain.
Memerlukan lingkungan yang lembab dan fungsional sistem kekebalan tubuh.
Autolytic debridement akan menyita beberapa hari. Jika penurunan yang
signifikan di nekrotik jaringan tidak terlihat pada 1 atau 2 hari, metode yang berbeda dari
debridement harus dipertimbangkan.

 Debridemen Biologis
Debridement biologis, juga dikenal sebagai larva terapi, menggunakan steril larva
dari lucilia sericata spesies hijau botol terbang. Ini adalah cara debridement yang efektif,
terutama pada luka besar yang membutuhkan pendegradasian nekrotik yang tidak
menyakitkan. Kontraindikasi debridement biologis merupakan luka abdominal yang
bersebelahan dengan rongga intraperitoneal, pyoderma gangrenosum pada pasien dengan
imunosupresi terapi, dan luka di dekat daerah yang menderita septic arthritis.

 Debridemen Enzimatik
Ini merupakan metode selektif untuk debridement dari nekrotik jaringan
menggunakan eksogen proteolitik enzim, kolagenase, untuk debride Clostridium bakteri.
Debridemen enzimatik adalah metode debridement yang lambat, mulai dari rambut
hingga debridemen mekanik dan tajam.
Pembalut kolagenase dan retensi kelembaban dapat bekerja secara sinergis untuk
meningkatkan debridemen.
Debridemen enzimatik tidak direkomendasikan untuk proses lanjutan, atau pada
pasien dengan sensitivitas yang diketahui terhadap bahan-bahan produk.
Kontraindikasi relatif dari debridemen enzimatik adalah penggunaannya pada
luka yang sangat terinfeksi. Lebih lanjut, collagenase tidak boleh digunakan bersamaan
dengan produk berbasis perak atau dengan solusi Dakin.

 Debridemen Bedah dengan Instrumen tajam


Ini adalah jenis debridemen di mana jaringan yang rusak (mengelupas, nekrotik,
atau eschar) dengan adanya infeksi yang mendasarinya dihilangkan dengan menggunakan
instrumen tajam seperti pisau bedah, Metzenbaum, kuret, dan lainnya. Ini dapat
dilakukan di samping tempat tidur, di kantor atau pusat perawatan luka, atau di ruang
operasi tergantung pada kecukupan anestesi dan kemampuan untuk mengendalikan
komplikasi perioperatif seperti perdarahan. Profesional layanan kesehatan harus terampil
dan terlatih serta berkualitas dan berlisensi untuk memberikan perawatan bedah.
Kerugian dari debridement bedah termasuk efek samping dari debridement itu
sendiri, misalnya, perdarahan dan kemungkinan komplikasi umum dari anestesi.
Kontraindikasi untuk debridemen bedah di ruang operasi harus
mempertimbangkan stratifikasi risiko bedah khusus pasien. Debridemen bedah yang

49
tajam dikontraindikasikan pada pasien dengan eschar utuh dan tidak ada bukti klinis dari
infeksi yang mendasarinya karena dalam kasus ini, eschar utuh berfungsi sebagai penutup
biologis untuk cacat kulit yang mendasarinya.

 Debridemen Mekanik
Debridemen mekanis adalah jenis debridemen non-selektif, yang berarti bahwa
debridemen akan menghilangkan jaringan dan puing-puing yang dihancurkan serta
jaringan yang layak. Ini biasanya dilakukan dengan menggunakan kekuatan mekanik:
basah-ke-kering, bilas berdenyut, atau irigasi luka.
Ini diindikasikan untuk luka akut dan kronis dengan jumlah jaringan nekrotik
yang sedang hingga besar, terlepas dari adanya infeksi aktif.
Kontraindikasi meliputi, tergantung pada modalitas debridemen mekanik yang
digunakan, keberadaan jaringan granulasi dalam jumlah yang lebih tinggi daripada
jaringan yang rusak, ketidakmampuan untuk mengendalikan rasa sakit, pasien dengan
perfusi yang buruk, dan eschar yang utuh tanpa bukti klinis kasar dari infeksi yang
mendasarinya.

Manajemen Pre-Hospital (British Burn Association)

50
1. S.A.F.E approach

Shout/ call for help

Panggil bantuan terutama Asess the scene


petugas kesehatan,
Deksripsikan kejadiannya
pemadam kebakaran, dan
kepolisian
Evaluate the casualty
Free from danger
Evaluasi korban
Bebaskan korban luka
berdasarkan keparahan
bakar
yang dialami

2. Stop The Burning

Hentikan proses kebakaran. Contohnya: dengan berhenti, dan berguling.


Lepaskan pakaian dan perhiasan untuk menghindari konstriksi

3. Cool the burn wound

Dinginkan area yang terbakar dengan menggunakan air dingin selama 10 menit,
anduk dingin yang basah di area yang terbakar tetapi tetap hangatkan pasien untuk
mencegah hipotermia.

4. Dressing

Tutupi area terbakar dengan clingfilm. Pada luka bakar akibat bahan
kimia, gunakan wet dressing.

5. Assesment & management of immediately/ imminently life threatening problems


dengan menggunakan rumus ABCDEF (Airway, Breathing, Circulation , Disability
, Exposure, Fluid resuscitation)

6. Assesment of burn severity

7. Pemberian cairan melalui intravena

51
8. Analgesia

9. Transport (pemindahan korban luka bakar)

Indikasi dirujuk

1. Usia <5th atau >60th

2. Luka bakar derajat 3 kelompok usia berapapun

3. Mengenai wajah, tangan, kaki, genital

4. Suspect trauma inhalasi

5. Kompartemen syndrome

Manajemen Hospital

Periksa pernapasan, perawatan psikososial, perawatan daerah luka (dengan


grafting, escharotomy), terapi nutrisi

Rehabilitasi

Dibutuhkan rehabilitasi karena ketika sembuh dari luka akan terbentuk jaringan
parut dan akan terbentuk keloid yang pada akhirnya menyebabkan gangguan fungsi
dan sebabkan kekakuan sendi.

Berupa :

1. Istirahat dalam posisi leher ekstensi

2. Streching

3. ROM exercise

Mobilisasi : motorik kasar : berjalan, motorik halus : menulis

52
Pemeriksaan pada pasien Burn Injury

o Urinary Output
 Normal

0,5 – 1,5 cc/kg/jam

 Oliguria
< 0,5 cc/kg/jam pada anak – anak

< 1,0 cc/kg/jam pada bayi

< 500 cc/hari pada dewasa

 Anuria

< 100 cc/hari Atau bahkan tidak ada pengeluaran urine

 Polyuria

> 3 cc/kg.jam

 Keadaan Volume Urine


 urin adalah cairan sisa yang di ekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi

 volume urin normal : 1400 ml/day. ml=cc

 jika kelebihan bisa disebabkan karena adanya gangguan pada reabsorpsi di ginjal,
absorpsi di usus atau gejala abnormal lainnya

 jika kekurangan, bisa disebabkan karena dehidrasi

 warna urin menjadi kuning kecoklatan ?


karena water balance terganggu mengalami insensible water loss yang
menyebabkan kehilangan air terus menerus akibat burn injury

53
Quincke’s test

Tanda pemeriksaan fisik yang dikenal sebagai nadi kapiler

Cara:

 Menekan ringan pada ujung distal kuku, muncul sebagai kiasan merah dan
putih bergantian yang menunjukkan denyut nadi arteri
 Tanda ini terlihat pada orang normal tetapi paling menonjol pada individu
dengan tekanan nadi yang melebar seperti kekurangan darah aorta

Faktor yang mempengaruhi lama penyembuhan

 Derajat luka bakar


Pada derajat II – III proses penyembuhannya 2 – 3 minggu

 Apabila melakukan Xenograft


Lama proses penyembuhannya juga selama 2 minggu

2.7 Inhalation Injury

2.7.1 Definisi Inhalation Injury


Cedera inhalasi adalah istilah tidak spesifik yang mengacu pada kerusakan
saluran pernapasan atau parenkim paru oleh panas atau iritasi kimia yang dibawa ke
saluran udara selama respirasi.

Seiring dengan total luas permukaan tubuh (TBSA) yang terbakar dan usia, cedera
inhalasi adalah salah satu dari tiga fitur yang paling terkait dengan kematian setelah
penghinaan termal. Masalah yang terkait dengan diagnosis dan manajemen cedera
inhalasi telah terakhir ditinjau oleh Walker et al.
Cedera inhalasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) cedera saluran napas atas,
(2) cedera saluran napas bawah, (3) cedera parenkim paru, dan (4) toksisitas sistemik.

54
Tingkat kerusakan inhalasi tergantung pada lingkungan api: sumber pengapian, suhu,
dan konsentrasi dan kelarutan gas beracun yang dihasilkan.
2.6.2 Epidemiologi Inhalation Injury
The Fire Environment and Toxic Smoke Compounds

Banyak dari senyawa ini dapat bekerja bersama untuk meningkatkan kematian,
terutama CO dan hidrogen sianida (CH).
1. Carbon Monixide
CO adalah gas tidak berbau dan tidak berwarna yang dihasilkan dari pembakaran
banyak bahan bakar, terutama produk selulolitik (selulosa) seperti kayu, kertas, dan
kapas. Toksisitas CO tetap menjadi salah satu penyebab langsung kematian yang
paling sering terjadi setelah cedera inhalasi yang disebabkan oleh asap. Efek toksik
dominan dari CO dikaitkan dengan pengikatannya dengan hemoglobin (Hb) untuk
membentuk karboksihemoglobin (COHb). Pengikatan kompetitif CO ke Hb
mengurangi pengiriman oksigen ke jaringan, yang mengarah ke hipoksia berat,
terutama di organ yang paling rentan seperti otak dan jantung di mana ekstraksi
oksigen jauh lebih tinggi daripada di sebagian besar organ lain. Meskipun inhalasi
asap umumnya mempengaruhi sistem pernapasan, gangguan SSP juga dapat terjadi.
Tanda-tanda SSP dapat diklasifikasikan sebagai terkait dengan toksisitas akut atau
tertunda.
Epidemiologi

55
 Gas CO adalah penyebab utama dari kematian akibat keracunan di Amerika Serikat
dan lebih dari separo penyebab keracunan fatal lainnya di seluruh dunia. Terhitung
sekitar 40.000 kunjungan pasien pertahun di unit gawat darurat di Amerika Serikat
yang berhubungan dengan kasus intoksikasi gas CO dengan angka kematian sekitar
500-600 pertahun yang terjadi pada 1990an.
 Sekitar 25.000 kasus keracunan gas CO pertahun dilaporkan terjadi di Inggris.
Dengan angka kematian sekitar 50 orang pertahun dan 200 orang menderita cacat
berat akibat keracunan gas CO.
 Di Singapura kasus intoksikasi gas CO termasuk jarang. Di Rumah sakit Tan Tock
Seng Singapura pernah dilaporkan 12 kasus intoksikasi gas CO dalam 4 tahun (1999-
2003).
 Di Indonesia belum didapatkan data berapa kasus keracunan gas CO yang terjadi
pertahun yang dilaporkan.
Sympton and Diagnosis of Carbon Monoxide Poisoning

Gejala keracunan CO sebagian besar bermanifestasi dalam organ dan sistem dengan
pemanfaatan oksigen tinggi. Tingkat keparahan manifestasi klinis bervariasi
tergantung pada konsentrasi CO. Misalnya, gejala SSP seperti sakit kepala,

56
kebingungan, dan kolaps dapat terjadi ketika kadar COHb darah adalah 40-50%.
Gejala-gejala seperti tidak sadar, kejang-kejang yang terputus-putus, dan kegagalan
pernapasan dapat terjadi jika tingkat COHb melebihi 60%, yang pada akhirnya
menyebabkan kematian jika paparan terus berlanjut. Manifestasi kardiovaskular dapat
menyebabkan takikardia, peningkatan curah jantung, disritmia, iskemia miokard, dan
hipotensi tergantung pada keparahan keracunan. keracunan CO dirangkum dalam
Tabel 16.2.
Diagnosis harus didasarkan pada pengukuran langsung kadar COHb dalam darah
arteri atau vena dengan ko-oksimetri.
2. Hydrogen Cyanide
Hidrogen sianida (CN), bentuk gas dari sianida, dihasilkan oleh pembakaran zat yang
mengandung nitrogen dan karbon, seperti wol, sutra, kapas, dan kertas serta zat
sintetis seperti plastik dan polimer lainnya. Pembakaran bahan-bahan ini dapat
menghasilkan cacat yang cepat dan mematikan bagi korban di sumber api. CN adalah
gas yang tidak berwarna dengan bau almond pahit; namun sulit untuk dideteksi di
lokasi kebakaran.
Epidemiologi
Pentingnya CN dalam cedera inhalasi asap tercermin oleh sebuah studi kebakaran
perumahan di Paris, Perancis, menunjukkan bahwa konsentrasi CN darah rata-rata
pada korban kebakaran yang selamat (21,6 mol / L) dan mereka yang meninggal
(116,4 mol / L) adalah secara signifikan lebih tinggi daripada mereka yang berada
dalam subyek kontrol (5,0 mol / L) dan bahwa tingkat pada korban kebakaran yang
meninggal secara signifikan lebih tinggi daripada mereka yang selamat. Sebuah
penelitian terhadap 144 korban kebakaran di Dallas County, Texas, menunjukkan
hasil yang konsisten dengan penelitian Paris. Konsentrasi CN yang meningkat secara
langsung terkait dengan kemungkinan kematian, menunjukkan bahwa keracunan CN
daripada keracunan CO mungkin menjadi penyebab utama kematian pada beberapa
korban kebakaran. CN juga memainkan peran yang lebih besar dalam kematian
setelah pesawat terbang kebakaran di Bandara Internasional Manchester di Inggris
pada tahun 1985. Pasien-pasien ini tidak terbakar parah. Sebagian besar (87%) dari 54
orang yang meninggal memiliki potensi tingkat CN yang mematikan dalam darah

57
mereka, sedangkan hanya 21% dari korban kebakaran ini memiliki kadar COHb
melebihi 50%. Ini sangat menunjukkan bahwa, dalam kondisi tertentu, CN dapat
menjadi penentu yang lebih penting dari morbiditas dan mortalitas setelah menghirup
asap daripada CO, yang biasanya dianggap sebagai ancaman toksik utama. Asap juga
merupakan sumber paparan CN yang sering diabaikan dalam pemboman teroris.
Setelah pemboman World Trade Center pertama pada tahun 1993, jejak-jejak CN
ditemukan di van tempat ledakan itu berasal. Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit A.S. dan Departemen Keamanan Dalam Negeri menganggap CN sebagai
agen terorisme kimia yang paling mungkin. CN memiliki semua atribut senjata teroris
yang ideal: ia berlimpah, tersedia, dan mudah diperoleh karena penggunaannya yang
luas di industri dan laboratorium. Selain itu penggunaan CN tidak memerlukan
pengetahuan khusus. Ia mampu menyebabkan lumpuh massal dan korban jiwa, dan
dapat menyebabkan kekacauan massa, kepanikan, dan gangguan sosial.
Symptoms and Diagnosis of Cyanide Poisoning

58
3. Other Toxic Chemical
Bahan kimia beracun lainnya juga dapat secara substansial berkontribusi terhadap
morbiditas dan mortalitas pada korban luka bakar. Hidrogen klorida dihasilkan oleh
degradasi polivinil klorida dan menyebabkan kerusakan saluran pernapasan parah dan
edema paru. Nitrogen oksida juga dapat menyebabkan edema paru dan pneumonitis
kimia, dan mereka dapat menyebabkan depresi kardiovaskular dan asidosis. Aldehida
seperti akrolein dan asetaldehida, yang ditemukan dalam kayu dan minyak tanah,
dapat berkontribusi lebih lanjut terhadap edema paru dan iritabilitas pernapasan.
Bahan kimia industri beracun seperti klorin, fosgen, hidrogen sulfida, dan amonia
sangat penting. Karena ketersediaan luas dan toksisitas yang tinggi, ada kekhawatiran
bahwa bahan kimia ini dapat digunakan sebagai senjata oleh teroris.

59
Phosgene adalah gas yang tidak berwarna, tidak mudah terbakar, lebih berat dari
udara pada suhu kamar dan memiliki bau jerami yang baru saja dipotong. Pada suhu
yang lebih rendah dari 8 ° C, fosgen adalah cairan yang tidak berbau dan berasap.
Sifat peringatan fosgen yang tidak memadai dan sifat tertunda dari gejala yang
mengikuti paparan membuatnya menjadi senjata teroris yang potensial. Phosgene
hanya sedikit larut dalam air, oleh karena itu penetrasi lebih dalam pada sistem paru.
Jika kontak dengan air, ia terhidrolisis menjadi karbon dioksida dan asam klorida,
yang mengakibatkan kerusakan kaustik langsung. Ini juga mengalami reaksi asilasi
dengan gugus amino-, hidroksil, dan sulfhidril sel, yang mengakibatkan kerusakan sel
dan apoptosis. Phosgene memiliki efek tertunda dari 20 menit hingga 48 jam
tergantung pada intensitas paparan. Inhalasi fosgen menghasilkan edema paru yang
parah. Awalnya korban mengalami gejala iritasi saluran napas bagian atas (iritasi
mata, rinore, batuk) dan kemudian gejala pernafasan yang lebih rendah seperti sesak
napas, terbakar di bagian dalam, dan sesak dada. Perkembangan edema paru yang
terbuka dalam waktu 4 jam setelah paparan menunjukkan prognosis yang buruk
(Tabel 16.4).
Klorin adalah gas berwarna kuning kehijauan, zat pengoksidasi, dan sangat reaktif
dengan air. Ini memiliki bau menyengat. Setelah kontak dengan air, klorin
membebaskan asam hipoklorat, asam klorida, dan radikal bebas oksigen. Ini
menyebabkan efek iritasi di seluruh pohon pernapasan tetapi sebagian besar di
mukosa hidung dan saluran udara bagian atas. Ini menginduksi kerusakan sel melalui
kemampuan pengoksidasi yang kuat. Gas fosgen dan klor digunakan secara luas
sebagai senjata selama Perang Dunia I.
Amonia adalah gas tidak berwarna pada suhu kamar dengan bau yang sangat
menyengat. Amonia mudah larut dalam air untuk membentuk amonium hidroksida,
larutan alkali yang sangat kaustik. Ini menyebabkan cedera kulit, mata, dan paru.
Amonia inhalasi dapat dengan cepat menghasilkan cedera dan obstruksi laring. Ini
juga menyebabkan nekrosis mukosa trakeobronkial atas dengan edema paru yang
berat.
Tidak ada penangkal khusus untuk melawan toksisitas gas iritan (fosgen, klor, dan
amonia). Tergantung pada keparahan paparan, terapi suportif seperti manajemen jalan

60
nafas dan ventilasi harus disediakan. Diperlukan intubasi dini jika terdapat gejala
jalan nafas atas yang signifikan seperti stridor (Tabel 16.5).

2.6.3 Manifestasi Klinis Inhalation Injury

Kehadiran cedera inhalasi secara klinis signifikan karena berbagai alasan,


seperti yang tercantum dalam Kotak 17.1. Cedera inhalasi telah ditemukan sebagai
faktor risiko independen untuk kematian. Ini juga terkait dengan ketidakstabilan
hemodinamik karena persyaratan volume untuk resusitasi dapat meningkat sebanyak
50% ketika luka bakar kulit disertai dengan cedera inhalasi. Cedera parenkim akibat
iritasi inhalasi
atau gas panas
dapat
menyebabkan
pertukaran gas
terganggu,
pneumonia, dan
sindrom
gangguan
pernapasan akut (ARDS). Ketika parah, perubahan ini meningkatkan risiko kegagalan
dan kematian multiorgan. Setelah pemulihan dari cedera inhalasi, gangguan fungsi

61
paru dapat bertahan karena fibrosis paru atau bronkiektasis. Peningkatan dalam
kelangsungan hidup pasien dengan cedera inhalasi telah dikaitkan dengan hasil luka
bakar keseluruhan yang lebih baik, peningkatan manajemen ventilator, dan
peningkatan manajemen pneumonia.

2.6.4 Algoritma Manajemen

2.8 Shock
Definisi Shock
Shock adalah kegagalan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sel dan
konsekuensi yang terjadi. shock akan terjadi gangguan pada sistem saraf yang mengakibatkan
vasodilatasi dan hipotensi.
2.3.1 Klasifikasi Shock

62
Blalock mengusulkan empat kategori syok:
1. hipovolemik,
2. vasogenik,
3. kardiogenik, dan
4. neurogenik.

shock berdasarkan etiologic terdapat enam jenis syok:

1. Hipovolemik

2. Septic (vasodilatory)

3. Neurogenik

4. Kardiogenik

5. obstruktif, dan

6. traumatis syok

TRAUMATIC SHOCK
Respon sistemik setelah trauma, menggabungkan efek dari cedera jaringan lunak, patah
tulang panjang, dan kehilangan darah, jelas merupakan penghinaan fisiologis yang berbeda dari syok
hemoragik sederhana.
Perawatan syok traumatis difokuskan pada koreksi elemen individu untuk mengurangi
kaskade aktivasi proinflamasi, dan termasuk kontrol cepat perdarahan, resusitasi volume yang cukup
untuk memperbaiki utang O2, debridemen jaringan yang tidak dapat hidup, stabilisasi cedera tulang,
dan perawatan yang tepat dari lunak. cedera jaringan.

SEPTIC SHOCK (VASODILATORY SHOCK)


Syok vasodilatasi merupakan akibat disfungsi endotelium dan pembuluh darah sekunder
akibat mediator dan sel inflamasi yang bersirkulasi atau sebagai respons terhadap hipoperfusi
yang berkepanjangan dan parah. Dengan demikian, pada syok vasodilatasi, hasil hipotensi dari
kegagalan otot polos vaskular untuk menyempit dengan tepat. Syok vasodilatasi ditandai oleh
vasodilatasi perifer dengan hipotensi yang dihasilkan dan resistensi terhadap pengobatan dengan
vasopresor.
Gejala :
1. Peningkatan suhu

63
2. Takikardi
3. Takipnea
4. Hiperglikemia tapi tidak DM
5. Asidosis metabolik
6. Hipotensi
7. Hipoksemia
8. Oliguria

KARDIOGENIK SYOK
Syok kardiogenik didefinisikan secara klinis sebagai kegagalan pompa sirkulasi yang
menyebabkan berkurangnya aliran ke depan dan hipoksia jaringan berikutnya, dalam pengaturan
volume intravaskular yang adekuat. Kriteria hemodinamik meliputi hipotensi berkelanjutan (mis.,
SBP <90 mmHg selama setidaknya 30 menit), penurunan indeks jantung (<2,2 L / mnt per meter
persegi), dan tekanan baji arteri pulmonalis yang meningkat (> 15 mmHg)
gejala :
1. Bibir,kuku,kulit sianosis
2. Penurunan pengeluaran urin, karna peningkatan aldosterone
3. Perubahan kesadaran
4. Penurunan perfusi cerebral

OBSTRUKTIV SYOK
Gangguan pada sirkulasi dari dan menuju
ke hati, gangguan sirkulasi volume darah yang
masuk dan keluar dari jantung ke paru-paru

64
NEUROGENIK SYOK
Syok neurogenik mengacu pada berkurangnya perfusi jaringan sebagai akibat dari
hilangnya tonus vasomotor ke lapisan arterial perifer. Hilangnya impuls vasokonstriktor
menyebabkan peningkatan kapasitansi vaskular, penurunan aliran balik vena, dan penurunan
curah jantung. Syok neurogenik biasanya sekunder akibat cedera medula spinalis akibat fraktur
tubuh vertebra servikal atau daerah toraks yang tinggi yang mengganggu regulasi simpatik tonus
vaskular perifer
Terjadi vasodilatasi akibat ketidakseimbangan antara stimulus simpatis dan parasimpatis
Gejala :
1. Kulit kering
2. Bradikardia
3. Kehilangan reflex
4. Hipotensi
5. Penurunan pengaturan suhu
6. Penurunan volume darah

Hipovolemik / Hemoragik
Hypovolemic shock atau syok hipovolemik dapat didefinisikan sebagai berkurangnya
volume sirkulasi darah dibandingkan dengan kapasitas pembuluh darah total. Hypovolemic shock
merupakan syok yang disebabkan oleh kehilangan cairan intravascular yang umumnya berupa
darah atau plasma.

Etiologi
Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya volume plasma di
intravaskuler, akibat perdarahan hebat (hemoragik), trauma yang menyebabkan perpindahan
cairan (ekstravasasi) ke ruang tubuh non fungsional, dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab
seperti luka bakar dan diare berat. Pasien yang menderita hypovolemic shock dibagi menjadi tiga
kategori berdasarkan persentase volume darah yang hilang dari seluruh tubuh pasien, dan gejala
yang dialami oleh tiap kategori pasien:

65
Manifestasi Klinis
Klasifikasi perdarahan berdasarkan persentase volume darah yang hilang:
a. Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)
• Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.
• Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan.
• Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah sekitar 10%

b. Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)


• Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, penurunan tekanan
nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan .
• Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang menyebabkan
peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah
diastolik.

c. Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)

66
• Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, oligouria,
dan perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan atau agitasi.
• Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah kehilangan
darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik.
• Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian
darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.

d. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)


• Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi menyempit
(atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar, penurunan
status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.
• Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.

Manajemen dan Terapi


Berikut hal hal atau langkah langkah untuk memberi pertolongan pertama pada penderita:
1. Jangan memberi cairan apapun pada mulut penderita contoh memberi minum
2. Periksa ABC (airway, breathing, circulation)
3. Buat pasien merasa nyaman dan hangat, hal ini dilakulan agar mencegah hipotermia pada
pasien
4. Bila ditemukan adanya cedera pada kepala, leher atau punggung jangan memindahkan
posisinya
5. Apabila tampak adanya perdarahan eksternal maka segera lakukan penekanan pada lokasi
perdarahan dengan menggunakan kain atau handuk, hal ini dilakukan untuk meminimalisir
volume \ darah yang terbuang. Jika dirasa perlu kain atau handuk dapat diikatkan
6. Jika ditemukan benda tajam masih menancap pada tubuh penderita jangan dicabut hal ini
ditakutkan akan menyebabkan perdarahan hebat
7. Beri sanggaan pada kaki 45° atau setinggi 30 cm untuk meningkatkan peredaran darah. Saat
akan dipindahkan ke dalam ambulans usahakan posisi kaki tetap sama
8. Jika adanya cedera pada kepala atau leher saat akana dinaikan menuju ambulan berulah
penyangga khusus terlebih dahulu.

Prognosis
Hypovolemic shock dapat menyebabkan kematian meskipun sudah diberikan penanganan medis.
faktor yang mempengaruhi Hypovolemic shock:

- biasanya orang-orang yang sudah lanjut usia

67
- dapat disembuhkan jika segera diberikan penanganan atau tindakan meskipun tidak menutup
kemungkinan dapat menyebabkan kematian terhadap orang tersebut

- Hypovolemi shock biasanya tergantung dari hal-hal berikut:

1. Banyaknya darah yang hilang


2. Kecepatan penggantian cairan tubuh
3. Kondisi kesehatannya
4. Penyakit atau luka yang menyebabkan perdarahan

Stages of hypovolemic shock

Up to 15% blood volume loss (750mls)


Grade Blood pressure maintained
1 Normal respiratory rate
Pallor of the skin

15-30% blood volume loss (750 - 1500mls)


Increased respiratory rate
Grade Blood pressure maintained
2 Increased diastolic pressure
Narrow pulse pressure
Sweating

30-40% blood volume loss (1500 - 2000mls)


Systolic BP falls to 100mmHg or less
Grade
Marked tachycardia >120 bpm
3
Marked tachypnoea >30 bpm
Decreased systolic pressure

Loss greater than 40% (>2000mls)


Grade Extreme tachycardia with weak pulse
4 Pronounced tachypnoea
Significantly decreased systolic blood pressure of 70 mmHg or less

2.7.3 Patofisiologi shock

68
Penu
runan perfusi jaringan dapat terjadi secara langsung dari perdarahan / hipovolemia, gagal jantung,
atau cedera neurologis. Penurunan perfusi jaringan dan cedera seluler kemudian dapat
menghasilkan respons imun dan inflamasi. Atau, elaborasi produk mikroba selama infeksi atau
pelepasan produk seluler endogen dari cedera jaringan dapat mengakibatkan aktivasi seluler yang
selanjutnya mempengaruhi perfusi jaringan dan perkembangan syok. HMGB1 = kotak grup
mobilitas tinggi 1; LPS = lipopolysaccharide; RAGE = reseptor untuk produk akhir glikasi lanjut.

2.9 Circumferential Burn

Circumferential burn adalah luka bakar yang menyebar di seluruh lingkaran anggota badan. Hal
ini bisa berbahaya jika dalam, karena bekas luka kulit yang terbakar dan kehilangan elastisitas
sehingga menyebabkan masalah pernapasan atau menghambat aliran darah. Untuk mengurangi
resiko timbulnya edema bias dilakukan dengan escharatomy .
Gejala Klasik :

- Pain
- Pallor
- Paresthesia
- Pulselessness
- Paralysis

69
Komplikasi yang dapat timbul:

- Leher : limfatik dan vena obstruction menyebabkan laryngeal edema dan airway obstruction
- Dada : chest wall movement menurun menyebabkan respiratory failure
- Ekstremitas : aliran darah menurun menyebabkan iskemi

Treatment :

- Leher : endotracheal intubation


- Chest dan extremity : escharotomy

70
PATOMEKANISME
Mr Budi, 32 thn

Memasak di ruangan
tertutup

LPG meledak

Kontak api dengan fisik

Destruksi jaringan tubuh

Burn injury

Grade I Grade II Grade


III

Epidermis A B

Damaged cell epidermis & epidermis &


papillary dermis reticular dermis
Inflamasi
Blister pecah destruksi sist. Jaringan
Vasodilatasi saraf adipose
Wet broken
Permeabilitas blood skin impuls tidak whittish
pemb. darah naik flow naik terhantar
destruksi sist.
Ekstravasasi reddish numbness painless vaskular
cairan ke

71
ekstraseluler pale cairan keluar
nail bed dari tubuh
Edema
Dehidrasi
Blister menekan saraf
Cairan tubuh Haus Perbandingan sel
Pain berkurang
Hb naik Ht naik
WBC naik

Volume darah
Berkurang

Blood flow BP turun Perfusi ke


Ginjal jaringan berkurang

Volume brownish yellow kesadaran shock


hipovolemik
urin berkurang urine turun
bentuk kompensasi
takipneu + takikardi agar supply O2 cukup

72
BAB III
PENUTUP

BHP
1. memberi tahu pasien dan keluarga pasien tentang kondisi yang menimpa pasien
2. memberi tahu pasien tentang proses pemulihan dan hal hal apa saja yang menghambat pemulihan
3. memberi harapan pada pasien untuk kesembuhan atas apa yang di derita pasien
4. memberi bantuan psikologis pada pasien atas kejadian yang dialaminya
5. memberi tahu dan mengingatkan pasien beserta keluarga untuk rehabilitas dan manajemen yang
tepat pada pasien
6. anjuran untuk plastic surgery jika masih ada bekas luka yang terlihat dan ingin di hilangkan
secara normal kembali

IIMC

 QS A-nisa : 56

 Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa


sallam telah bersabda, ”Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa
kalian, juga tidak kepada harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan
amal kalian”. 

73

Anda mungkin juga menyukai