Anda di halaman 1dari 22

Case Report

URTIKARIA

Disusun oleh:
Muhamad Ifan Fadhil S.Ked (21360171)

Preceptor:
dr. Yulia Asmarani, Sp.DV

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT KELAMIN


RS UMUM DAERAH JENDRAL AHMAD YANI KOTA METRO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus:
Urtikaria

Oleh:
Muhamad Ifan Fadhil S.Ked (21360171)

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit Kelamin, RS Umum Daerah Jendral Ahmad
Yani Kota Metro, Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati, Periode 13 Desember
2021 – 16 Desember 2022.

Metro, Januari 2022

dr. Yulia Asmarani, Sp.PD

i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami panjatkan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan telaah kritis jurnal ini dengan baik.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Yulia Asmarani, Sp.DV selaku

preceptor yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan laporan kasus ini, serta
semua pihak yang telah membantu hingga selesainya laporan kasus ini.
Penulis telah berusaha untuk menyempurnakan karya tulis ini dengan baik. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan
demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat memberi
manfaat bagi yang membacanya.

Metro, Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER .........................................................................................................


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii
BAB I LAPORAN KASUS
1.1 Identitas Penderita .............................................................................................. 1
1.2 Anamnesis .......................................................................................................... 1
1.3 Pemeriksaan Fisik .............................................................................................. 2
1.4 Diagnosa Differensial ........................................................................................ 2
1.5 Pemeriksaan Penunjang / Anjuran ..................................................................... 3
1.6 Diagnosa Utama ................................................................................................. 3
1.7 Penatalaksanaan ................................................................................................. 3
1.8 Edukasi............................................................................................................... 3
1.9 Prognosis ............................................................................................................ 3
1.10 Follow Up .......................................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi............................................................................................................... 5
2.2 Epidemiologi ...................................................................................................... 5
2.3 Etiopatogenesis .................................................................................................. 5
2.4 Klasifikasi .......................................................................................................... 6
2.5 Faktor Risiko...................................................................................................... 7
2.6 Manifestasi Klinis .............................................................................................. 7
2.7 Penegakan Diagnosis ......................................................................................... 8
2.8 Penatalaksanaan ................................................................................................. 9
2.9 Prognosis .......................................................................................................... 12

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Anamnesis ........................................................................................................ 13
3.2 Pemeriksaan Fisik ............................................................................................ 13
3.3 Pemeriksaan Penunjang / Anjuran ................................................................... 13

iii
3.4 Diagnosa Banding ............................................................................................ 13
3.5 Penatalaksanaan ............................................................................................... 14

BAB IV PENUTUP
DAFTAR ISI

iv
BAB I
DATA PENDERITA

1.1 Identitas Penderita


Nama : Ny. S
Umur : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Seputih Rawan

1.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Bentol kemerahan hampir sebesar uang koin pada perut dan tangan sejak lebih
dari 1 bulan yang lalu dan memberat sejak 2 hari yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Bentol kemerahan muncul tiba-tiba baik saat udara dingin maupun panas, dan
menghilang secara perlahan setelah udara kembali. 1 minggu yang lalu, bentol
kemerahan muncul hampir diseluruh tubuh, setelah meminum keluhan mulai
perlahan membaik. Saat ini, bentol kemerahan hanya berada di perut dan tangan.
c. Keluhan Tambahan
Penderita juga mengeluhkan gatal yang amat sangat hebat. Nyeri pada bentol
kemerahan (-), rasa terbakar (-), dyspneu (-).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penderita mengalami hal yang sama sejak dahulu (+), DM (-), HT (-),
Asma (-), penyakit kulit lainnya (-)
e. Riwayat Keluarga
Disangkal
f. Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita merupakan seorang pedagang di pasar yang jarang menggunakan lotion
atau sunscreen.

1
2

g. Riwayat Alergi
Saat kecil alergi udara dingin, sudah dewasa tidak pernah. Alergi makanan (-)
h. Riwayat Terapi
Cetirizine tab 1x10mg 1 minggu yang lalu saat berobat ke puskesmas

1.3 Pemeriksaan Fisik


a. Tanda – Tanda Vital
KU: Sakit Sedang KS: Compos Mentis
TD: 142/80 mmHg T: 36,5’C
HR: 80x/mnt SpO2: 98%
RR: 19x/mnt GCS: E4 M6 V5
TB: 156cm IMT: 30,8 kg/m2
BB: 75kg
b. Status Generalis
- Kepala : Dalam Batas Normal
- Thoraks : Dalam Batas Normal
- Abdomen : Terdapat lesi kulit pada abdomen (akan dijelaskan dalam
status dermatologis)
- Extremitas : Terdapat lesi kulit pada extremitas atas (akan dijelaskan
dalam status dermatologis)
c. Status Dermatologis
- Efloresensi Primer : Makula-Patch, Eritema, Urtika
- Efloresensi Sekunder : (-)
- Ukuran : Lentikular-Plak
- Jumlah : Multiple
- Susunan : Korimbiformis
- Bentuk Lesi : Tidak Teratur
- Penyebaran : Diskret-regional

1.4 Diagnosa Differensial


- Urtikaria Spontan Akut
- Urtikaria Spontan Kronis
- Angioedema
3

1.5 Pemeriksaan Penunjang / Anjuran


- Tes Provokasi Terhadap Panas/Dingin/Sinar UV
- Darah Lengkap
- Kadar Serum IgE
- Histopatologis kulit

1.6 Diagnosa Utama


- Urtikaria Spontan Akut

1.7 Penatalaksanaan
Non Farmakologis:
- Menghindari pencetus
- Menjaga kebersihan kulit
Farmakologis:
Sistemik:
- Cetirizine tab 10mg 1x1 selama 7 hari atau saat muncul gejala saja
Topikal:
- Bedak kocok salicyl acid 2%

1.8 Edukasi
- Pakai lotion atau sunscreen ketika keluar terkena sinar UV
- Memakai baju yang hangat ketika udara dingin
- Ketika dirasa gejala muncul terlalu berat, minum obat

1.9 Prognosis
- Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
- Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
- Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam
4

1.10 Follow Up
Hari pertama berobat ke poli kulit kelamin RSMM
(Jum’at, 31 Desember 2021)

Hari keenam setelah pengobatan: Pasien masih merasakan gatal dibagian perut, tangan,
kaki, leher.
(Kamis, 06 Januari 2022)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Urtikaria adalah suatu penyakit kulit yang ditandai dengan adanya urtika berbatas
tegas, dikelilingi oleh daerah berwarna kemerahan, dan terasa gatal. Urtikaria dapat
terjadi dengan atau tanpa angioedema; ukurannya bervariasi, biasanya dikelilingi eritema,
terasa gatal atau sensasi terbakar, umumnya menghilang dalam 1-24 jam.

2.2 Epidemiologi
Secara epidemiologi, insidensi urtikaria meningkat pada pasien dengan riwayat
atopi. Urtikaria umumnya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Sekitar 12–22%
populasi umum pernah mengalami salah satu subtipe urtikaria akut selama hidupnya.
Prevalensi urtikaria pada populasi umum adalah sekitar 0,11–0,6%. Urtikaria sendiri
dapat terjadi pada anak-anak dan dewasa.
Beberapa studi menunjukkan insiden urtikaria lebih sering ditemukan pada gender
wanita (60%). Gejala urtikaria sering kali diasosiasikan dengan angioedema yang
mengancam nyawa dan/atau syok anafilaksis, sehingga menjadi kondisi dermatologis
paling sering ditemukan pada unit gawat darurat.
Sampai sekarang belum terdapat data prevalensi urtikaria di Indonesia. Akan
tetapi, tingkat kejadian alergi di Indonesia cukup tinggi di mana sekitar 2–4 % pasien
anak memiliki alergi. Sangat sedikit pasien urtikaria yang berakhir dengan kematian.
Sampai sekarang juga belum terdapat studi yang menunjukkan tingkat mortalitas pada
pasien urtikaria. Akan tetapi, studi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pasien
dengan etiologi angioedema menyebabkan 0,06% dari seluruh penyebab kematian.
Sedangkan untuk syok anafilaksis menyebabkan 0,25-0,33% penyebab kematian.

2.3 Etiopatogenesis
Urtikaria adalah penyakit yang diperantarai sel mast. Sel mast yang teraktivasi
akan mengeluarkan histamin dan mediator lain seperti platelet activating factor (PAF)
dan sitokin. Terlepasnya mediator-mediator ini akan menyebabkan aktivasi saraf
sensoris, vasodilatasi, ekstravasasi plasma, serta migrasi sel-sel inflamasi lain ke lesi
urtikaria. Pada kulit yang terkena, dapat ditemukan berbagai jenis sel inflamasi, antara

5
6

lain eosinofil dan/atau neutrofil, makrofag, dan sel T. Banyak teori etiologi urtikaria,
sampai sekarang belum ada yang bisa dibuktikan.
Beberapa teorinya antara lain sebagai berikut:
1. Faktor psikosomatis
Dulu urtikaria kronis spontan dianggap disebabkan oleh gangguan cemas, ada
beberapa data bahwa gangguan cemas akan memperburuk penyakitnya. Saat ini
dapat disimpulkan bahwa kelainan mental (seperti depresi dan kecemasan) akan
mempengaruhi kualitas hidup pasien, tetapi bukan penyebab urtikaria.
2. Alergi makanan tipe 1
Hubungan antara alergi makanan dan urtikaria kronis masih diperdebatkan.
Beberapa ahli tidak menganjurkan eliminasi diet pada pasien urtikaria, tetapi
sebagian menemukan perbaikan pada 1/3 pasien urtikaria kronis spontan yang
melakukan diet eliminasi.
3. Autoreaktivitas dan autoimun
Degranulasi sel mast akan menyebabkan infiltrasi granulosit (neutrofil, eosinofil,
dan basofil), sel T, dan monosit yang akan menyebabkan urtikaria. Jika serum
pasien diinjeksikan intradermal ke kulit pasien sendiri, dapat ditemukan infiltrasi
sel-sel inflamasi yang pada akhirnya menyebabkan urtikaria, disebut
autoreaktivitas, yang ditemukan ± pada 30% pasien. Selain autoreaktivitas, dapat
juga ditemukan reaksi autoimun. Pada awalnya, hanya ditemukan adanya IgG
terhadap subunit α reseptor IgE pada 5-10% pasien, tetapi berangsur-angsur IgG
ini makin banyak ditemukan pada 30-40% pasien urtikaria. IgG akan terikat pada
IgE reseptor mengaktivasi jalur komplemen klasik (dilepaskannya C5a), basofil,
dan sel mast. Meskipun demikian, adanya antibodi ini tidak membuktikan
hubungan kausalitas.
4. Peran IgE
Terapi dengan anti-IgE (omalizumab) memberikan hasil yang baik. Oleh karena
itu, salah satu etiologi urtikaria dianggap berhubungan dengan IgE.

2.4 Klasifikasi
Urtikaria dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi dan faktor yang menginduksi
(induced vs spontaneus). Berdasarkan durasi, urtikaria dibedakan menjadi urtikaria akut
dan kronis. Urtikaria akut terjadi <6 minggu, apabila >6 minggu disebut sebagai urtikaria
7

kronis. Klasifikasi berdasarkan durasi penting untuk mengetahui patogenesis dan


menentukan terapi. Adapun selengkapnya sebagai berikut:

2.5 Faktor Risiko


Beberapa faktor risiko telah dihubungkan dengan terjadinya urtikaria akut dan kronik.
Berikut ini merupakan beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko terjadinya urtikaria:
▪ Riwayat reaksi alergi sebelumnya
▪ Riwayat urtikaria atau angioedema sebelumnya
▪ Riwayat penyakit alergi pada keluarga: asthma, rhinitis alergi, dermatitis atopik
▪ Riwayat urtikaria atau angioedema pada keluarga
▪ Kepemilikan hewan peliharaan
▪ Lingkungan tempat tinggal baru
▪ Renovasi rumah

2.6 Manifestasi Klinis


Urtikaria ditandai dengan timbulnya peninggian pad kulit dan/atau angioedema
secara mendadak. Peninggian kulit pada urtikaria harus memenuhi kriteria di bawah ini:
1. Ditemukan edema sentral (urtika) dengan ukuran bervariasi, dan bisa disertai
eritema di sekitarnya
2. Terasa gatal atau kadang-kadang sensasi terbakar
3. Umumnya dapat hilang dalam 1-24 jam, ada yang < 1 jam.
Angioedema ditandai dengan karakteristik berikut:
8

1. Edema dermis bagian bawah atau jaringan subkutan yang timbul mendadak, dapat
berwarna kemerahan ataupun warna lain, sering disertai edema membran mukosa.
2. Lebih sering dirasakan sebagai sensasi nyeri dibandingkan gatal, dapat
menghilang setelah 72 jam.

2.7 Penegakan Diagnosis


a. Anamnesis
- Waktu mulai munculnya urtikaria (onset)
- Frekuensi dan durasi wheals
- Variasi diurnal
- Bentuk, ukuran, dan distribusi wheals
- Apakah disertai angioedema
- Gejala subjektif yang dirasakan pada lesi, misal gatal dan nyeri
- Riwayat keluarga terkait urtikaria dan atopi
- Alergi di masa lampau atau saat ini, infeksi, penyakit internal, atau penyebab lain
yang mungkin
- Induksi oleh bahan fisik atau latihan fisik (exercise)
- Penggunaan obat (NSAID, injeksi, imunisasi, hormon, obat pencahar (laxatives),
suppositoria, tetes mata atau telinga, dan obat-obat alternatif)
- Makanan
- Kebiasaan merokok
- Jenis pekerjaan
- Hobi
- Kejadian berkaitan dengan akhir pekan, liburan, dan perjalanan ke daerah lain
- Implantasi bedah
- Reaksi terhadap sengatan serangga
- Hubungan dengan siklus menstruasi
- Respon terhadap terapi
- Stres
- Kualitas hidup terkait urtikaria
9

b. Pemeriksaan Fisik
Urtikaria ditandai secara khas oleh timbulnya urtika dan atau angioedema secara
cepat. Urtika terdiri atas tiga gambaran klinis khas, yaitu:
1) Edema di bagian sentral dengan ukuran bervariasi, hampir selalu dikelilingi
oleh eritema,
2) Disertai oleh gatal atau kadang sensasi seperti terbakar
3) Berakhir cepat, kulit kembali ke kondisi normal biasanya dalam waktu 1-24
jam.
4) Terdapat efloresensi dan sifatnya: makula, hiperpigmentasi, eritema, urtika
(edema lokal), kadang terdapat papul atau nodul, bahkan vesikel,
penyebarannya diskrit-regional, bentuk tidak teratur, jumlah banyak.
c. Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan Kadar IgE Serum: Ditemukan peningkatan pada kadar IgE


- Pemeriksaan Histopatologis Kulit

2.8 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan pada urtikaria adalah atasi keadaan akut terutama pada
angioedema karena dapat terjadi obstruksi saluran napas. Dapat dilakukan di unit gawat
darurat bersama-sama dengan/atau dikonsulkan ke Spesialis THT.
10

Di Indonesia, sampai saat ini belum ada pedoman terapi untuk urtikaria. Sebagian
besar institusi menganut pedoman terapi EEACI (European Academy of Allergy and
Clinical Immunology)/GA2LEN (the Global Allergy and Asthma European
Network)/EDF (the European Dermatology Forum)/WAO (World Allergy Organization)
yang diadopsi oleh AADV (Asian Academy of Dermatology and Venereology) untuk
urtikaria kronis di Asia pada tahun 2010.
Tatalaksana urtikaria, baik akut maupun kronis terdiri dari 2 hal utama, yaitu
1. Identifikasi dan eliminasi faktor penyebab atau pencetus
Identifikasi faktor penyebab membutuhkan diagnostik yang menyeluruh dan
tepat. Jika didapatkan perbaikan setelah eliminasi faktor diduga penyebab, faktor
ini baru bisa disimpulkan sebagai penyebab jika terjadi kekambuhan setelah tes
provokasi.
2. Terapi simptomatis
a. Antihistamin
Antihistamin-H1 non-sedatif/ generasi kedua (azelastine, bilastine, cetirizine,
desloratadine, ebastine, fexofenadine, levocetirizine, loratadine, mizolastine, dan
rupatadine) memiliki efikasi sangat baik, keamanan tinggi, dan dapat ditoleransi
dengan baik, sehingga saat ini digunakan sebagai terapi lini pertama.
Apabila keluhan menetap dengan pemberian antihistamin-H1 non-sedatif selama
2 minggu, dosis antihistamin-H1 nonsedatif dapat ditingkatkan sampai 4 kali lipat
dosis awal yang diberikan. Antihistamin generasi pertama sudah jarang
digunakan, hanya direkomendasikan sebagai terapi tambahan urtikaria kronis
yang tidak terkontrol dengan antihistamin generasi kedua. Antihistamin generasi
pertama sebaiknya diberikan dosis tunggal malam hari karena mempunyai efek
sedatif.
b. Antagonis H2
Antagonis H2 (cimetidine) diberikan dalam kombinasi dengan antagonis H1 pada
urtikaria kronis. Meskipun efikasinya rendah, beberapa ahli berpendapat bisa
diberikan sebelum terapi lini kedua.
c. Antagonis Reseptor Leukotrien
Bukti efektivitas terapi ini masih terbatas, dan tingkat rekomendasinya rendah.
Dari beberapa penelitian, disimpulkan bahwa terapi ini hanya bermanfaat pada
11

urtikaria kronis spontan yang berhubungan dengan aspirin atau food additives,
tetapi tidak bermanfaat pada urtikaria kronis lain. Terapi ini dapat dicoba pada
pasien yang tidak merespons pengobatan antihistamin.
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid digunakan hanya pada urtikaria akut atau eksaserbasi akut urtikaria
kronis. Belum ada consensus yang mengatur pemberian kortikosteroid,
disarankan dalam dosis terendah yang memberikan efek dalam periode singkat.
Salah satu kortikosteroid yang disarankan adalah prednison 15 mg/hari,
diturunkan 1 mg setiap minggu.
e. Agen anti inflamasi
Meskipun bukti efikasinya masih terbatas, terapi ini dapat dipertimbangkan
karena harganya terjangkau dan efek sampingnya minimal, antara lain
menggunakan dapson, sulfasalazine, hidroksiklorokuin, dan kolkisin.
f. Imunosupresan
Imunosupresan yang saat ini digunakan adalah inhibitor kalsineurin (siklosporin).
Imunosupresan lain (azatioprin, metotreksat, siklofosfamid, dan mikofenolat
mofetil) dapat dipertimbangkan untuk urtikaria kronis yang tidak merespons
antihistamin generasi pertama.
g. Agen Biologis
Agen biologis Obat baru yang sekarang mulai digunakan adalah omalizumab.
Omalizumab dianggap bisa menjadi obat pilihan beberapa tahun lagi, tetapi mahal
dan efek samping jangka panjang masih belum diketahui.
12

2.9 Prognosis
Prognosis urtikaria akut umumnya baik, bisa hilang dalam 24 jam. Urtikaria akut
hamper tidak pernah menimbulkan kematian, kecuali bila disertai angioedema saluran
napas bagian atas. Pada anak-anak, 20-30% urtikaria akut akan berkembang menjadi
urtikaria kronis dan angka hospitalisasi meningkat 3 kali lipat pada usia 0-4 tahun.
Prognosis urtikaria kronis lebih bervariasi. Sebanyak 30-50% remisi spontan,
20% dalam 5 tahun, dan 20% akan menetap setelah 5 tahun.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Anamnesis
Fakta Teori
Gejala sejak >1 bulan yll. Gejala dapat terjadi mulai dari <6 minggu (Akut)
atau > 6 minggu (Kronis)
Lokasinya di perut, tangan Lokasi banyak di badan, dan juga di ekstremitas,
leher
Dapat muncul tiba-tiba terutama udara dingin Muncul tiba-tiba karena banyak factor, baik factor
maupun panas suhu, sinar UV, air, makanan, dll.
Menghilang secara perlahan atau dengan minum Dapat menghilang secara perlahan, dengan atau
obat tanpa bantuan minum obat
Gatal (+), rasa terbakar (-), dyspneu (-) Ditemui rasa gatal dan kadang terdapat sensasi rasa
terbakar
Alergi makanan (-), alergi udara dingin (+) Faktor risiko salah satunya Riwayat alergi baik
makanan, udara, bahan kontak, dll.
Riwayat mengalami hal yang sama (+) Riwayat urtikaria / angioedema sebelumnya (+)

3.2 Pemeriksaan Fisik


Fakta Teori
Bentol kemerahan hampir sebesar uang koin Ditemukan edema sentral (urtika) disertai
kemerahan di pinggirnya dengan berbagai ukuran
- Efloresensi primer: Makula-patch, eritema - Efloresensi berupa makula, hiperpigmentasi,
- Efloresensi Sekunder: (-) eritema, edema sentral/urtika
- Ukuran: Lentikular-Plak - Kadang terdapat papul atau nodul, bahkan vesikel,
- Jumlah: Multiple - Penyebarannya diskrit-regional,
- Susunan: Korimbiformis - Bentuk tidak teratur,
- Bentuk Lesi: Tidak Teratur - Jumlah banyak.
- Penyebaran: Diskret-regional

3.3 Pemeriksaan Penunjang / Anjuran


Fakta Teori
Tes Provokasi terhadap udara dingin/panas Jika terprovokasi, merupakan urtikaria dengan
etiologi fisik
Darah Lengkap Peningkatan Eosinofil
Kadar Serum IgE Peningkatan kadar serum IgE
Histopatologis Kulit Ditemukan sebukan sel radang, infiltrasi mastosit
pervaskular dan makrofag pada demis

3.4 Diagnosa Banding


Urtikaria Spontan Urtikaria Spontan
Angioedema
Akut Kronis
Onset > 6 minggu Onset < 6 minggu Onset sama dengan urtikaria baik akut maupun
kronis
Menghilang setelah 1-24 jam Menghilang setelah 72 jam
Sensasi gatal merupakan yang utama Sensasi nyeri merupakan yang utama
Pemeriksaan histopatologis ditemukan pigmentasi Tidak dilakukan pemeriksaan histopatologis
epidermis meningkat dengan infiltrasi mastosit
perivaskular, serta makrofag pada dermis (banyak
sebukan sel radang)

13
14

Etiologi karena reaksi alergi (hipersensitivitas tipe Etiologi karena obat, reaksi alergi, infeksi, produk
I), factor psikomotik darah

3.5 Penatalaksanaan
Fakta Teori
Cetirizine tab 1x10mg Anti histamine non sedative gen 2
Bedak Kocok Salicyl Acid 2% Topikal bisa diberikan bedak salicyl 2% /
menthol
BAB IV
PENUTUP

Urtikaria adalah kelainan kulit yang banyak dijumpai, jarang berbahaya,


umumnya menghilang sendiri. Urtikaria berdasarkan durasi dibedakan menjadi urtikaria
akut (6 minggu). Berdasarkan ada/tidaknya faktor pencetus, dibedakan menjadi urtikaria
spontan, urtikaria yang disebabkan agen fisik, dan urtikaria tipe lain.
Diagnostik meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, tes diagnostik rutin, dan tes
diagnostik lanjutan apabila diperlukan. Tatalaksana meliputi identifikasi serta eliminasi
faktor penyebab dan terapi simptomatis. Prognosis urtikaria akut pada umumnya baik,
sedangkan urtikaria kronis prognosisnya bervariasi.

15
DAFTAR ISI

Antia C, Baquerizo K, Koman A, Bernstein JA, Alikhan A. Urticaria: A comprehensive


review: Epidemiology, diagnosis, and work-up. J Am Acad Dermatol.
2018;79(4):599-614.

Asero R, Tedeschi A. Usefulness of a short course of oral prednisone in antihistamine-


resistant chronic urticaria: A retrospective analysis. J Invest Allergol Clin
Immunol. 2010;20:386-90

Asian Academy of Dermatology and Venerology. AADV asian consensus guideline for
management of chronic urticaria: Special Proceedings from the 19th RCD
[Internet]. 2010 Oct. Available from:
http://asianderm.org/download/AADV_booklet01.pdf

Borges MS, Asero R, Ansotegui IJ, Baiardini I, Bernstein JA, Canonica GW, et al.
Diagnosis and treatment of urticaria and angioedema: A worldwide perspective.
WAO Journal [Internet]. 2012 [cited 2016 May 13];5:125-47. Available from:
http://waojournal.biomedcentral.com/articles/10.1097/WOX.0b013e3182758d6c

Ito Y, Satoh T, Takayama K, Miyagishi C, Walls AF, Yokozeki H. Basophil recruitment


and activation in inflammatory skin diseases. Allergy. 2011;66(8):1107-13. doi:
10.1111/j.1398-9995.2011.02570.x.

Kaplan AP. Urticaria and angioedema: Synopsis [Internet]. 2014 [cited 2016 December
1]. Available from: http://www.worldallergy.org/professional/allergic_
diseases_center/urticaria/urticariasynopsis.php

Kim SJ, Brooks JC, Sheikh J, Kaplan MS, Goldberg BJ. Angioedema deaths in the United
States, 1979-2010. Ann Allergy Asthma Immunol. 2014;113(6):630-4.

Magerl M, Pisarevskaja D, Scheufele R, Zuberbier T, Maurer M. Effects of a


pseudoallergen diet on chronic spontaneous urticaria: A prospective trial. Allergy.
2010;65(1):78-83. doi: 10.1111/j.1398-9995.2009.02130.x

Mallol J, Crane J, von Mutius E, Odhiambod J, Keile U, Stewart A, et al. The International
Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) Phase Three: A global
synthesis. Allergol Immunopathol (Madr). 2013; 41: 73–85. pmid:22771150

Maurer M, Weller K, Bindslev-Jensen C, Giménez-Arnau A, Bousquet PJ, Bousquet J, et


al. Umnet clinical needs in chronic spontaneous urticaria: A Galen task force
report. Allergy. 2011;66(3):317-30. doi: 10.1111/j.1398-9995.2010.02496.x.

PERDOSKI. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di
Indonesia. In PERDOSKI. https://doi.org/10.1021/jo900140t

Poulos LM, Waters AM, Correll PK, Loblay RH, Marks GB. Trends in hospitalizations
for anaphylaxis, angioedema and urticaria in Australia, 1993-1994 to 2004-2005.
J Allergy Clin Immunol. 2007;120(4):878-84.
Sabroe RA. Acute Urticaria. Immunol Allergy Clin N Am. 2014;34(1):11-21
Grillo E, Vañó-Galván S, Jiménez-Gómez N, Ballester A, Muñoz-Zato E, Jaén P.
Dermatologic Emergencies: Descriptive Analysis of 861 Patients in a Tertiary
Care Teaching Hospital. Actas Dermo-Sifiliográficas (English Ed.
2013;104(4):316–24.

Zuberbier T, Asero R, Bindslev-Jensen C, Walter Canonica G, Church MK, Giménez-


Arnau AM, et al. EAACI/GA2LEN/EDF/WAO guideline: Management of
urticaria. Allergy [Internet]. 2009 [cited 2016 May 14];64:1427-43. Available
from: www.ga2len.net/464D9d01.pdf

Zuberbier T. A summary of the new international EAACI/GA2LEN/EDF/WAO


guidelines in urticaria. WAO Journal [Internet]. 2012 [cited 2016 May 13]; 1-5.
Available from:
http://download.springer.com/static/pdf/420/art%253A10.1186%252F1939-
4551-5-S1-
S1.pdf?originUrl=http%3A%2F%2Fwaojournal.biomedcentral.com%2Farticle%
2F10.1186%2F1939-4551-5-S1-
S1&token2=exp=1463108162~acl=%2Fstatic%2Fpdf%2F420%2Fart%25253A
10.1186%25252F1939-4551-5-S1-S1.
pdf*~hmac=382c55a89d7b5c892d12b6e8bddf710691e01464b19b0d61eb1dd99
151d0bca6

Zuberbier T, Balke M, Worm M, Edenharter G, Maurer M. Epidemiology of urticaria: A


representative cross-sectional population survey. Clin Exp Dermatol.
2010;35(8):869–73.

Anda mungkin juga menyukai