Anda di halaman 1dari 17

MODUL

MAKALAH KEGAWADARURATAN

KERACUNAN

SEKENARIO 2

DISUSUN OLEH :

LEDY PURNAMA SARI LUBIS

71170811069

SGD 6

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas Rahmat dan karunia-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah KEGAWATDARURATAN MEDIK (KERACUNAN) ini dengan baik.
Dalam penyelesaian makalah ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan yang kami miliki, untuk
itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah kami harapkan demi dan untuk
pengembangan makalah ini ke depan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
Harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya dan
sekaligus dapat menambah pengetahuan.

Wassalamualaikum Wr .Wb.

Medan, 11 April 2020


Hormat saya,

Ledy Purnama sari Lubis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …..................................................................................... 2


DAFTAR ISI .................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................5
2.1. Skenario ................................................................................................5
2.2. Seven Jump............................................................................................5
2.2.1. Terminologi.........................................................................................6
2.2.2. Identifikasi Maslah...............................................................................6
2.2.3. Analisa Masalah...................................................................................6
2.2.5. Learning Objective...............................................................................6

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 16


3.1 KESIMPULAN ....................................................................................... 16
3.2 SARAN ..................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN

1.Latar belakang

Iklim tropis di Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki tanah yang subur dan cocok untuk
ditanami berbagai macam jenis tanaman. Dalam upaya meningkatkan mutu dan produktivitas hasil
pertanian, penggunaan pestisida untuk membasmi hama tanaman sering tak terhindarkan. Pestisida
yang digunakan diharapkan dapat membantu petani dalam mendapatkan keuntungan yang
maksimal. Penggunaan pestisida secara berlebihan dan tidak terkendali seringkali memberikan risiko
keracunan pestisida bagi petani. Risiko keracunan pestisida ini terjadi karena penggunaan pestisida
pada lahan pertanian khususnya sayuran.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi 1 – 5 juta kasus keracunan
pestisida pada pekerja pertanian dengan tingkat kematian mencapai 220.000 korban jiwa. Sekitar
80% keracunan dilaporkan terjadi di negara-negara sedang berkembang. Salah satu masalah utama
yang berkaitan dengan keracunan pestisida adalah bahwa gejala dan tanda keracunan khususnya
pestisida dari golongan organofosfat umumnya tidak spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala
penyakit biasa seperti pusing, mual, dan lemah sehingga oleh masyarakat dianggap sebagai suatu
penyakit yang tidak memerlukan terapi khusus. 2 Pestisida organofosfat dan karbamat menimbulkan
efek pada serangga, mamalia dan manusia melalui inhibisi asetilkolinesterase pada saraf.

Pestisida organofosfat dan karbamat menghambat enzim asetilkolinesterase (AChE) melalui proses
fosforilasi bagian ester anion.Aktivitas AChE tetap dihambat sampai enzim baru terbentuk kembali
atau suatu reaktivator kolinesterase diberikan. Penumpukan ACh yang terjadi akibat terhambatnya
enzim AChE inilah yang menimbulkan gejala-gejala keracunan organofosfat. Gejala klinik baru akan
timbul bila aktivitas kolinesterase 50% dari normal atau lebih rendah. Akan tetapi gejala dan tanda
keracunan organofosfat juga tidak selamanya spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala penyakit
biasa(Organofosfat, Dan and Anemia, 2008)
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Skenario

SEMESTER VI – MODUL 20 (KEGAWATDARURATAN MEDIK)


SKENARIO 2
KERACUNAN

Seorang perempuan 30 tahun, belum kawin, ditemukan keluarga dalan kondisi tidak sadar di tempat
tidur dalam kamarnya. Di lantai dekat tempat tidur ditemukan botol racun serangga cair yang berisi
d-aletrin 0,3%.
Keluarga membawa perempuan itu ke Rumah Sakit. Setibanya di UGD, pasien diperiksa oleh Dokter
Jaga. Dari hasil pemeriksaan didapatkan kesadaran: koma, TD: 160/100 mmHg, Nadi: 115 x/menit,
reguler. RR: 24 x/menit. Suhu tubuh: 380 C. Kulit wajah kemerahan, pada pemeriksaan mata, terlihat
Pupil mengecil, refleks cahaya tidak dapat dinilai.

2.2 Seven Jump

TERMINOLOGI
•d-aletrin 0,3% : senyawa insektisida yang merupaka golongan dari pyretroid
•Koma : kondisi pasien dalam keadaan tidak sadar sepenuhnya atau diperoleh total jumlah GCS
adalah 3

Identifikasi Masalah

•Perempuan (30th) ditemukan tidak sadar, kemudian ditemukan botol racun serangga cair yang
berisi d-aletrin 0,3% di lantai.
•Pemeriksaan fisik
kesadaran: koma
TD : 160/10 mmHg
Nadi : 115 x/mnt, reguler
RR : 24 x/mnt
Suhu : 38 celcius
Kulit wajah kemerahan
Mata : pupil mengecil, refleks cahaya tidak dapat dinilai

Analisa masalah

1.Penolongan pertama apa yang dapat dilakukan pada pasien yang keracunan?
2.Apa gejala yang ditemukan pada pasien yang keracunan cairan serangga pada skenario?
3.Apa yang menyebabkan kulit wajah pasien kemerahan
4.Mengapa pupil pasien mengecil tetapi refleks cahaya tidak dapat dinilai?
5.Kenapa terjadi peningkatan TD?
6. Tindakan triase apa yang diberikan pada pasien ?
Mengapa pupil pasien mengecil tetapi refleks cahaya tidak dapat dinilai?
•Pada keadaan keracunan insektisida racun tsb,akan mengganggu sistem saraf yaitu akan
menurunkan enzim kolinestrase. Enzim ini berfungsi untuk mengubah asetilkolin menjadi kolin dan
asam asetat sbg sinaps pada saraf

Tindakan triase apa yang diberikan pada pasien ?


•Triase merah, karna jika tidak ditangani kurang dari satu jam,maka akan terjadi kematian (triase
hitam)
Apa gejala yang ditemukan pada pasien yang keracunan cairan serangga pada skenario?
•Kulit memerah, iritasi kulit, mengeluarkan saliva berlebih, bibir dan ujung jari membiru, pusing,
diare, nyeri otot, kejang – kejang dan sesak nafas
Kenapa terjadi peningkatan TD?
•Jadi, insketisida bekerja sbg kolinestrase inhibitor, yang berfungsi sbg metabolisme asetilkolin.
Berperan sbg neurotransmitter pada ganglion simpatis maupun parasimpatis. Kalau di inhibisi
menyebabkan asetilkolin tertimbun sehingga tjd stimulasi terus menerus pada ganglion
simpatis/parasimpatis. jika terjadi peningkatan terus menerus pada simpatis maka meningkatkan
rangsanggan simpatis dan juga begitu pada parasimpatis.
•Pada skenario terjadi peningkatan rangsangan simpatis sehingga pasien mengalami midriasis
Penolongan pertama apa yang dapat dilakukan pada pasien yang keracunan?
•Karna pasien dalam keadaan gawat darurat, maka dilakukan prinsio ABC
•Airway: pembebasan jalan nafas
•Breathing : menilai fungsi penafasan.
•Sirkulasi : apakah pasie syok atau tidak.
•Karna psien menelan obat serangga maka dilakukan dekontaminasi gastrointestinal

Apa yang menyebabkan kulit wajah pasien kemerahan


•Karna suhu tubuh yang cukup tinggi.

LEARNING OBJEKTIF

Mahasiswa/i mampu memahami dan menjelaskan :


1.Patogenesis keracunan cairan insektisida
2.Gejala klinis keracunan cairan insektisida
3.Penatalaksaan tindakan umum dan tindakan khusus pada keracunan cairan Insketisida
4.Klasfikasi dari keracunan (dikhususkan keracunan insektisida )
5.Penatalaksanaan awal pada semua jenis keracunan akut

Tugas khusus
•Faktor yang menyebabkan seseorang keracunan

Patofisiologi
Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai rute, yaitu:
1.Penetrasi lewat kulit
Pestisida yang menempel di permukaan kulit dapat meresap ke dalam tubuh dan menimbulkan
keracunan. Kejadian kontaminasi pestisida lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling sering
terjadi. Pekerjaan yang menimbulkan resiko tinggi kontaminasi lewat kulit adalah:
a. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh droplet atau drift
pestisida dan menyeka wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang terkontaminsai
pestisida.
b. Pencampuran pestisida.
c. Mencuci alat aplikasi

2. Terhisap melalui saluran pernapasan.


Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung merupakan terbanyak kedua
setelah kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat halus (kurang dari 10 mikron) dapat masuk ke
paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar (lebih dari 50 mikron) akan menempel di selaput
lendir atau kerongkongan.

3. Masuk melalui saluran pencernaan.


Pestisida keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi dibandingkan dengan kontaminasi
lewat kulit. Keracunan lewat mulut dapat terjadi karena :
a. Makan dan minum saat berkerja dengan pestisida.
b. Pestisida terbawa angin masuk ke mulut.
c. Makanan terkontaminasi pestisida

Gejala klinis

Efek
Gejala
1. Muskarinik
-Salivasi, lacrimasi, urinasi dan diaree (SLUD)
-Kejang perut
-Nausea dan vomitus
-Bradicardia
-Miosis
-Berkeringat
2. nikotinik
-Pegal-pegal, lemah
-Tremor
-Paralysis
-Dyspnea
-Tachicardia
3. sistem saraf pusat
-Bingung, gelisah, insomnia, neurosis
-Sakit kepala
-Emosi tidak stabil
-Bicara terbata-bata
-Kelemahan umum
-Convulsi
-Depresi respirasi dan gangguan jantung
-Koma
Pemeriksaan Fisik

Manifestasi Klinis
Beberapa tanda dan gejala menurut Nurarif dan Kusuma (2015) diantaranya:

1. Gejala yang paling menonjol meliputi


a. Kelainan visus
b. Hiperaktivitas kelenjar ludah dan keringat
c. Gangguan saluran pencernaan
d. Kesukaran bernafas
2. Keracunan ringan
a. Anoreksia
b. Nyeri kepala
c. Rasa lemah
d. Rasa takut
e. Pupil miosis
f. Tremor pada lidah dan kelopak mata
3. Keracunan sedang
a. Nausea, muntah-muntah
b. Kejang, dan kram perut
c. Hipersalifa
d. Fasikulasi otot
e. Bradikardi
4. Keracunan berat
a. Diare
b. Reaksi cahaya negative
c. Sesak napas, sianosis, edema paru
d. Inkontinensia urin
e. Kovulasi
f. Koma, blockade jantung dan akhirnya meninggal

Tatalaksana
1) Penanganan pertama pada keracunan makanan
a) Kurangi kadar racun yang masih ada didalam lambung dengan memberi korban minum air putih
atau susu sesegera mungkin.
b) Usahakan untuk mengeluarkan racun dengan merangsang korban untuk muntah.
c) Usahakan korban untuk muntah dengan wajah menghadap ke bawah dengan kepala menunduk
lebih rendah dari badannya agar tidak tersedak.
d) Bawa segera ke ruang gawat darurat rumah sakit terdekat.
e) Jangan memberi minuman atau berusaha memuntahkan isi perut korban bila ia dalam keadaan
pingsan. Jangan berusaha memuntahkannya jika tidak tahu racun yang di telan.
f) Jangan berusaha memuntahkan korban bila menelan bahan-bahan seperti anti karat, cairan
pemutih, sabun cuci, bensin, minyak tanah, tiner, serta pembersih toilet.
2) Penanganan di rumah sakit
a) Tindakan emergency

Airway: Bebaskan jalan nafas, kalau perlu di lakukan inkubasi


Breathing: Berikan nafas buatan, bila penderita tidak bernafas spontan atau pernafasan tidak
adekuat
Circulasi: Pasang infus bila keaadaan penderita gawat darurat dan perbaiki perfusi jaringan.
Resusitasi.
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan nadi.Infus dextrose 5 % kec.
15- 20 tts/menit,nafas buatan,oksigen,hisap lendir dalam saluran pernafasan,hindari obat-obatan
depresan saluran nafas, Jikaperlurespirator pada kegagalan nafas berat.Hindari pernafasan buatan
dari mulut kemulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong.Pernafasan
buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat bag – valve – mask.
3) Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemeberian
sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bilatidak berhasil.Katarsis( intestinal lavage ),
dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan besar.Kumbah lambung
atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak
kooperatif.
Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan. Keramas
rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun. Emesis,katarsis dan kumbah lambung
sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam pada koma derajat sedang
hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa
endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia.
4) Antidotum (penawar racun)
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akhir pada tempat penumpukan.
a) Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b) Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsampai timbulgejala-gejala atropinisasi
( muka merah,mulutkering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis).
c) Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12
jam.
d) Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian yang mendadak dapat
menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.

Penatalaksanaan tindakan khusus


Penatalaksanaan secara khusus ditujukan untuk membatasi intensitas efek toksik zat beracun atau
untuk menyembuhkan efek toksik yang ditimbulkannya, sehingga bermanfaat untuk mencegah
bahaya selanjutnya.

Penatalaksanaan tindakan umum


Penatalaksanaan terapi keracunan pada umumnya disebut terapi antidotum, yakni tatacara yang
secara khusus ditujukan untuk membatasi intensitas efek toksik zat beracun atau untuk
menyembuhkan efek toksik yang ditimbulkannya, sehingga bermanfaat untuk mencegah bahaya
selanjutnya. Beberapa asas umum yang mendasari terapi antidotum tersebut meliputi sasaran,
strategi dasar, cara, dan pilihan terapi antidotum. Sasaran terapi antidotum ialah penurunan atau
penghilangan intensitas efek toksik zat beracun.
Strategi dasar terapi antidotum meliputi penghambatan absorpsi, distribusi (translokasi),
peningkatan eliminasi dan atau penaikan ambang toksik zat beracun dalam tubuh. Kapan salah satu
atau lebih strategi terapi keracunan diterapkan, utamanya bergantung pada perkiraan rentang
waktu dari saat masuknya racun, gejala-gejala toksik timbul, sampai penderita siap menjalankan
terapi. Informasi rentang waktu di atas dapat diperoleh selama proses anamnesis pada penderita
(bila mungkin) atau orang yang membawanya. Selain informasi rentang waktu, pilihan strategi terapi
juga dipertimbangkan dari hasil pemeriksaan klinik maupun laboratorik yang diperoleh.

Jenis antidotum dan Mekanisme


•Membentuk senyawa kompleks dengan racun : dimerkaprol, EDTA, deferoksamin
•Mempercepat detoksifikasi racun : natrium tiosulfat,dll
•Berkompetisi dengan racun dalam interaksi dengan reseptor : oksigen, nalokson
•Memblokade reseptor esensial atropine
•Efek antidotum melampaui efek racun : oksigen, glukagon
•Mempercepat pengeliaran racun : NaCl untuk meningkatkan pengeluaran urin pada keracunan
bromide
•Menghambat absorpsi racun : MgSO4
•Mengaktifkan racun : natrium tiosulfat, antitoksin botulinus
•Pengendap racun : natrium sulfat, kalsium laktat.

Penatalakasaan awal pada kasus keracunan


•Cara Pengobatan Akut :
–Tindakan Darurat :
•Sulfas atropin dosis tinggi
•Nafas buatan dan oksigen. Nafas buatan tidak boleh dari mulut ke mulut.
•Kulit yang terkontaminasi dicuci dengan air dan sabun.
•Bilas lambung dengan air hangat atau perangsangan muntah dengan sirup ipekak.
•Laksativa, Magnesium sulfat 25 gram dalam satu gelas air.
•Pemberian sulfas atropin 2 mg IM, diulang tiap 3-6 menit hingga timbul gejala atropinisasi.
•Dosis sulfas atropin untuk anak 0,04 mg/kgBB.
•Kolinesterase reaktivator, hanya untuk keracunan organofosfat.
–Tindakan Umum :
•Sekret pada jalan nafas dikeluarkan dengan suction.
•Hindari pemakaian morfin, aminofilin, barbiturat, fenotiazin, dan obat-obatan lain yang dapat
menimbulkan depresi pernafasan.
•Jika kejang diatasi dengan antikejang.

Klasifikasi Insektisida.
World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan pestisida atas dasar toksisitas dalam bentuk
formulasi padat dan cair (WHO, 1993).
1. Kelas IA : amat sangat berbahaya
2. Kelas IB : Amat Berbahaya
3. Kelas II : Cukup berbahaya
4. Kelas III : Agak Berbahaya
Penggunaan pestisida sintetis di seluruh dunia selalu meningkat dan penggunaan pestisida
campuran juga sangat banyak ditemukan diareal pertanian. Berdasarkan toksisitas dan golongan,
pestisida organik sintetik dapat digolongkan menjadi:
1. Organofosfat
Pestisida yang termasuk ke dalam golongan organofosfat antara lain : Azinophosmethyl, Chloryfos,
Demeton Methyl, Dichlorovos, Dimethoat, Disulfoton, Ethion, Palathion, Malathion, Parathion,
Diazinon dan Chlorpyrifos.
2. Karbamat
Insektisida karbamat berkembang setelah organofosfat. Insektisida ini biasanya daya toksisitasnya
rendah terhadap mamalia dibandingkan dengan organofosfat, tetapi sangat efektif untuk
membunuh insekta.
3. Organoklorin
Organoklorin atau disebut Chlorinated hydrocarbon terdiri dari beberapa kelompok yang diklasifikasi
menurut bentuk kimianya. Yang paling popular dan pertama kali disintesis adalah Dichloro-diphenyl-
trichloroethan atau disebut DDT. Klasfikasi tingkat bahaya pestisida menurut WHO ditampilkan pada
tabel 2. di bawah ini(Pujriani, 2008).

Klasifikasi Keracunan.
Definisi keracunan atau intoksikasi menurut WHO adalah kondisi yang mengikuti masuknya suatu zat
psikoaktif yang menyebabkan gangguan kesadaran, kognisi, persepsi, afek, perlaku, fungsi, dan
repon psikofisiologis(Ткач,).
Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang mengandung bahan berbahaya dan
potensial dapat menjadi racun. Penyebab-penyebab tersebut antara lain:

1. Makanan
Bahan makanan pada umumnya merupakan media yang sesuai untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan mikroorganisme. Proses pembusukan merupakan proses awal dari akibat
aktivitas mikroorganisme yang mempengaruhi langsung kepada nilai bahan makanan tersebut untuk
kepentingan manusia. Selain itu, keracunan bahan makanan dapat juga disebabkan oleh bahan
makanannya sendiri yang beracun, terkontaminasi oleh protozoa, parasit, bakteri yang patogen dan
juga bahan kimia yang bersifat racun. Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering
mengakibatkan keracunan, antara lain:
a) Keracunan botolinum
Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik, yaitu di tempat-tempat yang
tidak ada udaranya. Kuman ini mampu melindungi dirinya dari suhu yang agak tinggi dengan jalan
membentuk spora. Karena cara hidupnya yang demikian itu, kuman ini banyak dijumpai pada
makanan kaleng yang diolah secara kurang sempurna.
Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam sesudah memakan makanan yang
tercemar. Gejala itu berupa lemah badan yang kemudian disusul dengan penglihatan yang kabur dan
ganda. Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan saraf-saraf otak lainnya, sehingga
penderita mengalami kesulitan berbicara dan susah menelan.Pengobatan hanya dapat diberikan di
rumah sakit dengan penyuntikan serum antitoksin yang khas untuk botulinum. Oleh karena itu
dalam hal ini yang penting ialah pencegahan.
Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan kemudian direbus bersama
kalengnya di dalam air sampai mendidih.
a) Keracunan jamur
Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah makan jamur yang beracun
(Amanita spp). Gejala tersebut berupa sakit perut yang hebat, muntah, mencret, haus, berkeringat
banyak, kekacauan mental, pingsan.
Tindakan pertolongan: apabila tidak ada muntah-muntah, penderita dirangsang agar muntah.
Kemudian lambungnya dibilas dengan larutan encer kalium permanganat (1 gram dalam 2 liter air),
atau dengan putih telur campur susu. Bila perlu, berikan napas buatan dan kirim penderita ke rumah
sakit.
b) Keracunan jengkol
Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam jengkol dalam saluran kencing. Ada
beberapa hal yang diduga mempengaruhi timbulnya keracunan, yaitu: jumlah yang dimakan, cara
penghidangan dan makanan penyerta lainnya.
Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai dengan sakit perut, nyeri sewaktu kencing, dan
kristal-kristal asam jengkol yang berwarna putih nampak keluar bersama air kencing, kadang-kadang
disertai darah.
Tindakan pertolongan: pada keracunan yang ringan, penderita diberi minum air soda sebanyak-
banyaknya. Obat-obat penghilang rasa sakit dapat diberikan untuk mengurangi sakitnya.Pada
keracunan yang lebih berat, penderita harus dirawat di rumah sakit.
c) Keracunan ikan laut
Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan.Diduga racun tersebut terbawa dari
ganggang yang dimakan oleh ikan itu. Gejala-gejala keracunan berbagai binatang laut tersebut
muncul kira-kira 20 menit sesudah memakannya.Gejala itu berupa: mual, muntah, kesemutan di
sekitar mulut, lemah badan dan susah bernafas.
Tindakan pertolongan: usahakan agar dimuntahkan kembali makanan yang sudah tertelan itu. Kalau
mungkin lakukan pula pembilasan lambung dan pernafasan buatan.Obat yang khas untuk keracunan
binatang-binatang laut itu tidak ada.
d) Keracunan singkong
Racun singkong ialah senyawa asam biru (cyanida).Singkong beracun biasanya ditanam hanya untuk
pembatas kebun, dan binatangpun tidak mau memakan daunnya.Racun asam biru tersebut bekerja
sangat cepat.Dalam beberapa menit setelah termakan racun singkong, gejala-gejala mulai
timbul.Dalam dosis besar, racun itu cepat mematikan.

1. Minyak Tanah
Penyebabnya karena meminum minyak tanah. Insiden Intoksikasi minyak tanah:
1) Terutama pada anak-anak < 6 tahun. Khususnya pada negara-negara berkembang.
2) Daerah perkotaan > daerah pedesaan
3) Pria > wanita
4) Umumnya terjadi karena kelalaian orang tua

Gejala dan tanda klinis utamanya berhubungan dengan saluran napas, pencernaan, dan CNS.
Awalnya penderita akan segera batuk, tersedak, dan mungkin muntah, meskipun jumlah yang
tertelan hanya sedikit. Sianosis, distress pernapasan, panas badan, dan batuk persisten dapat terjadi
kemudian.

2. Baygon
Baygon adalah insektisida kelas karbamat, yaitu insektisida yang berada dalam golongan propuxur.
Penanganan keracunan Baygon dan golongan propuxur lainnya adalah sama. Contoh golongan
karbamat lain adalah carbaryl (sevin), pirimicarb (rapid, aphox), timethacarb (landrin) dan lainnya.
Gejala keracunan sangat mudah dikenali yaitu diare, inkontinensia urin, miosis, fasikulasi otot, cemas
dan kejang.Miosis, salvias, lakrimasi, bronkospasme, kram otot perut, muntah, hiperperistaltik dan
letargi biasanya terlihat sejak awal.Kematian biasanya karena depresi pernafasan.

3. Bahan Kimia
Keracunan bahan kimia biasanya melibatkan bahan-bahan kimia biasa seperti bahan kimia rumah,
produk pertanian, produk tumbuhan atau produk industri.

4. Sengatan serangga
Manifestasi klinis bervariasi dari urtikaria umum, gatal, malaise, ansietas, sampai edema laring,
bronkhospasme berat, syok dan kematian.Umumnya waktu yang lebih pendek diantara sengatan
dan kejadian dari gejala yang berat merupakan prognosis yang paling buruk.
Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan atau serangan gigitan serangga
didantaranya adalah:
a. Reaksi alergi berat (anaphylaxis). Reaksi ini tergolong tidak biasa, namun dapat mengancam
kahidupan dan membutuhkan pertolongan darurat. Tanda-tanda atau gejalanya adalah:
1) Terkejut (shock). Dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran darah tidak mendapatkan masukan
darah yang cukup untuk organ-organ penting (vital)
2) Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut atau kerongkongan/tenggorokan
3) Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan, tapak kaki, dan selaput lendir
(angioedema)
4) Pusing dan kacau
5) Mual, diare, dan nyeri pada perut
6) Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak Gejala tersebut dapat diikuti dengan gejala
lain dari beberapa reaksi.

b. Reaksi racun dari serangan lebah, tawon, atau semut api.


1) Seekor lebah dengan alat penyengatnya di belakang lalu mati setelah menyengat. Lebah madu
afrika, yang dinamakan lebah-lebah pembunuh, mereka lebih agresif dari pada lebah madu
kebanyakan dan sering menyerang bersama-sama dengan jumlah yang banyak
2) Tawon, penyengat dan si jaket kuning (yellow jackets), dapat menyengat berkali-kali. Si jaket
kuning dapat menyebabkan sangat banyak reaksi alergi
3) Serangan semut api kepada seseorang dengan gigitan dari rahangnya, kemudian memutar
kepalanya dan menyengat dari perutnya dengan alur memutar dan berkali-kali

d.Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.


e. Infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan.
f. Penyakit serum (darah), sebuah reaksi pada pengobatan (antiserum)
Digunakan untuk mengobati gigitan atau serangan serangga.Penyakitserum menyebabkan rasa gatal
dengan bintik-bintik merah dan bengkakserta diiringi gejala flu tujuh sampai empat belas hari
setelah penggunaananti serum
a. Infeksi virus. Infeksi nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile
kepada seseorang, menyebabkan inflamasi pada otak (encephalitis).
b. Infeksi parasit. Infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya malaria.

Mekanisme Keracunan.
Keracunan dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu faktor bahan kimia, mikroba,
toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat mempengaruhi vaskuler sistemik shingga terjadi penurunan
fungsi organ – organ dalam tubuh. Biasanya akibat dari keracunan menimbulkan mual, muntah,
diare, perut kembung,gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi darah dan kerusakan hati ( sebagai
akibat keracunan obat da bahan kimia ). Terjadi mual, muntah di karenakan iritasi pada lambung
sehingga HCL dalam lambung meningkat . Makanan yang mengandung bahan kimia beracun (IFO)
dapat menghambat ( inktivasi ) enzim asrtikolinesterase tubuh (KhE). Dalam keadaan normal enzim
KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH) dengan jalan mengikat Akh – KhE yang bersifat
inakttif. Bila konsentrasi racun lebih tingggi dengan ikatan IFO-KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya
akan terjadi penumpukan Akh di tempat – tempat tertentu, sehingga timbul gejala – gejala
rangsangan Akh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik, dan ssp
( menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP ).
Mekanisme Keracunan Pestisida .

Farmakokinetik

Inhibitor kolinesterase diabsorbsi secara cepat dan efektif melalui oral, inhalasi, mata, dan kulit.
Setelah diabsorbsi sebagian besar diekskresikan dalan urin, hampir seluruhnya dalam bentuk
metabolit. Metabolit dan senyawa aslinya di dalam darah dan jaringan tubuh terikat pada protein.
Enzim-enzim hidrolitik dan oksidatif terlibat dalam metabolisme senyawa organofosfat dan
karbamat. Selang waktu antara absorbsi dengan ekskresi bervariasi.
Farmakodinamik

Asetilkolin (ACh) adalah penghantar saraf yang berada pada seluruh sistem saraf pusat (SSP), saraf
otonom (simpatik dan parasimpatik), dan sistem saraf somatik. xxiv Asetilkolin bekerja pada ganglion
simpatik dan parasimpatik, reseptor parasimpatik, simpangan saraf otot, penghantar sel-sel saraf
dan medula kelenjar suprarenal. Setelah masuk dalam tubuh, golongan organofosfat dan karbamat
akan mengikat enzim asetilkolinesterase (AChe), sehingga AChe menjadi inaktif dan terjadi
akumulasi asetilkolin. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetilkolin menjadi asetat dan
kolin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetilkolin meningkat dan berikatan dengan
reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan
timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh. Keadaan ini akan
menimbulkan efek yang luas.24 Gambar 2.3. Reaksi Hidrolisis Asetilkolin Menjadi Asetat dan Kolin
oleh Enzim Asetilkolinesterase.

Organofosfat menghambat aksi pseudokolinesterase dalam plasma dan kolinesterase dalam sel
darah merah dan pada sinapsisnya. Penghambatan kerja enzim terjadi karena organofosfat
melakukan fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil. Potensiasi aktivitas
parasimpatik post-ganglionik, mengakibatkan kontraksi pupil, stimulasi otot saluran cerna, stimulasi
saliva dan kelenjar keringat, kontraksi otot bronkial, kontraksi kandung kemih, nodus sinus jantung
dan nodus atrio-ventrikular dihambat.

Mula-mula stimulasi disusul dengan depresi pada sel sistem saraf pusat (SSP) sehingga menghambat
pusat pernafasan dan pusat kejang. Stimulasi dan blok yang bervariasi pada ganglion dapat
mengakibatkan tekanan darah naik atau turun serta dilatasi atau miosis pupil. Kematian disebabkan
karena kegagalan pernafasan dan blok jantung.

Pada pestisida golongan organofosfat dengan bahan aktif 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D),
toksisitas akut pada manusia dapat menyebabkan neurotoksik pada paparan melalui inhalasi dan
oral, serta timbulnya kudis dan dermatitis pada kontak melalui kulit. Toksisitas kronik pada manusia
belum terlaporkan, namun toksisitas kronik (non kanker) pada hewan uji melalui paparan oral dapat
menyebabkan penurunan kadar Hb, gangguan fungsi hati dan kelainan pada ginjal.
Golongan organofosfat dapat dikelompokkan menjadi sebuah grup berdasarkan gejala awal dan
tanda-tanda yang mengikuti seperti anoreksia, sakit kepala, pusing, cemas berlebihan, tremor pada
mulut dan kelopak mata, miosis, dan penurunan kemampuan melihat. Tingkat paparan yang sedang
menimbulkan gejala dan tanda seperti keringat berlebihan, mual, air ludah berlebih, lakrimasi, kram
perut, muntah, denyut nadi menurun, dan tremor otot. Tingkat paparan yang berlebihan akan
menimbulkan kesulitan pernafasan, diare, edema paru-paru, sianosis, kehilangan kontrol pada otot,
kejang, koma, dan hambatan pada jantung.

Efek keracunan pestisida organofosfat dan karbamat pada sistem saraf pusat (SSP) termasuk pusing,
ataksia, dan kebingungan. Ada beberapa cara pada respon kardiovaskuler, yaitu penurunan tekanan
darah dan kelainan jantung serta hambatan pada jantung secara kompleks dapat mungkin terjadi.

Faktor yang menyebabkan kercunan

Pemeriksaan yang dapat digunakan sebagai penegas terjadinya keracuan insektisida pada seseorang
adalah kadar aktivitas asetilkolinesterase darah. Sehingga dengan demikian dapat dinyatakan pula
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan juga merupakan faktor-faktor yang
menyebabkan rendahnya aktivitas kolinesterase darah.
•Faktor Internal
a.Usia
Semakin bertambahnya usia seseorang maka kadar rata-rata kolinesterase dalam darah akan
semakin rendah sehingga akan mempermudah terjadinya keracunan insektisida.

b. Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan memiliki
pengetahuan mengenai pestisida dan bahayanya lebih baik di bandingkan dengan tingkat pendidikan
yang rendah

C. Status gizi
Keadaan gizi seseorang yang buruk akan berakibat menurunnya daya tahan dan meningkatnya
kepekaan terhadap infeksi. Kondisi gizi yang buruk, protein yang ada tubuh sangat terbatas sehingga
pembentukan enzim kolinesterase akan terganggu. Dikatakan bahwa orang yang memiliki tingkat gizi
baik cenderung miliki kadar ratarata kolinesterase lebih besar

d. Jenis Kelamin
Kadar kolin bebas dalam plasma darah laki-laki normal rata-rata 4,4 μg/ml. Jenis kelamin sangat
mempengaruhi aktivitas enzim kolinesterase, jenis kelamin laki-laki lebih rendah dibandingkan jenis
kelamin perempuan karena .
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Definisi keracunan atau intoksikasi menurut WHO adalah kondisi yang mengikuti masuknya suatu zat
psikoaktif yang menyebabkan gangguan kesadaran, kognisi, persepsi, afek, perlaku, fungsi, dan
repon psikofisiologis. Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang mengandung
bahan berbahaya dan potensial dapat menjadi racun.
3.2. Saran
Dengan mempelajari keracunan ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan
tentang keracunan , klasfikasi keracunan, mekanisme keracunan dan tatatlakssana keracunan yang
merupakan penyakit butuh penatalaksanaan yang tepat.
Daftar Pustaka

Organofosfat, K. P., Dan, K. and Anemia, K. (2008) ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Keracunan Pestisida Organofosfat, Karbamat Dan Kejadian Anemia Pada Petani Hortikultura Di Desa
Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang’.
Pujriani, I. (2008) ‘BAB II Tinjauan Pustaka Kebisingan’, Jurnal FKM UI, (258), pp. 11–29. Available at:
http://repository.unpas.ac.id/37105/1/BAB II.pdf.
http://eprints.undip.ac.id/43894/3/Galih_Aryyagunawan_G2A009106_Bab2KTI.pdf
https://www.academia.edu/29340153/BAB_II_KERACUNAN
21

Anda mungkin juga menyukai