Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH FARMAKOLOGI

“Anthelmintika”

Di susun oleh : Kelompok 6

1. Aulia Wica Nabila (P23139017024)


2. Galuh Eka Pratiwi (P23139017048)
3. Helina Dinda Alfira (P23139017052)
4. Nabila Dwi Ristiyanti (P23139017068)
5. Sarah Susandi (P23139017102)
6. Sita Oktavia (P23139017106)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN


KESEHATAN
JAKARTA II JURUSAN FARMASI
2017/2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Berkat limpahan dan
rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas
mata kuliah Farmakologi

Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan makalah ini.
Maka, penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Purnama Fajri,M.Farm,Apt selaku dosen mata kuliah Farmakologi


2. Dosen-dosen Politeknik Kesehatan Jakarta II Jurusan Farmasi
3. Staff-staff Politeknik Kesehatan Jakarta II Jurusan Farmasi
4. Keluarga khususnya orang tua
5. Teman-teman

Harapan penyusun semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga penyusun dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka penyusun menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penyusun dapat
memperbaiki makalah ini.

Jakarta, Mei 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................2

BAB I PENDAHULAN......................................................................................4
1.1 Latar Belakang............................................................................................. 4
1.2 Tujuan Makalah........................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................5
2.1 Kemoterapi Infeksi Cacing..........................................................................5
2.2 Albendazol.....................................................................................................5
2.3 Dietilkarbamazin Sitrat...............................................................................8
2.4 Emetinhidroklorit.........................................................................................12
2.5 Ivermektin.....................................................................................................12
2.6 Levamisol......................................................................................................14
2.7 Mebendazol...................................................................................................15
2.8 Metrifonat.....................................................................................................17
2.9 Niklosamid....................................................................................................19
2.10 Oksamikuin.................................................................................................21
2.11 Oksantel Pamoat dan Oksantel/Pirantel Pamoat....................................23
2.12 Piperazine....................................................................................................23
2.13 Prazikuantel................................................................................................24
2.14 Pirantel Pamoat..........................................................................................30
2.15 Kuinakrin Hidroklorit...............................................................................32
2.16 Suramin.......................................................................................................32
2.17 Tetrakloro Etilen........................................................................................32
2.18 Tiabendazol.................................................................................................33

BAB III PENUTUP............................................................................................34


3.1 Kesimpulan...................................................................................................34
3.2 Saran..............................................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 35

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit cacing usus merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Penyakit
cacing usus tersebut terjadi akibat masuknya cacing ke dalam tubuh secara peroral maupun
subkutan karena sanitasi lingkungan yang jelek. Penyakit cacingan dapat terjadi pada manusia
dan hewan. Penyakit cacingan pada manusia dapat menyebabkan muka pucat, diare, cepat lelah,
gatal – gatal dan tampak kurus. Hewan yang paling sering menderita cacingan adalah ayam, baik
parasit dari dalam maupun luar. Tetapi penyakit cacingan yang terjadi pada hewan bisa juga
terjadi pada sapi, kucing, kambing, dan anjing. Penyakit cacingan pada ayam dapat
menyebabkan ayam tampak kurus, bulu kusam, muka atau jenggernya pucat, diare, cepat lelah
dan sayap terkulai. Cacing gelang yang paling banyak menyerang ayam adalah Ascaridia galli
Schrank.

Infeksi oleh cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar di dunia, di
Indonesia termasuk penyakit rakyat yang umum dan sampai saat ini diperkirakan maish cukup
banyak anak-anak di Indonesia yang menderita infeksi cacing sehingga pemerintah perlu
mencanangkan pemberantasan cacing secara masal dengan pemberian obat cacing kepada siswa
sekolah dasar pada momen-momen tertentu.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui jenis-jenis cacing yang dapat enginfeksi manusia dan menyebabkan
penyakit

2. untuk mengetahui jenis-jenis obat yang dapat diberikan pada saat terspi untuk menyembuhkan
pasien

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kemotrapi infeksi cacing

Obat-obat antelmintik digunakan untuk mengeradikasi atau mengurangi sejumlah parasit


cacing di saluran cerna atau jaringan tubuh. Parasit ini mengalami proses biokimiawi dan
fisiologi dengan inang mamalianya, sekarang dengan adanya perbedaan yang tidak jelas dapat
dimulai untuk menghasilkan penelitian farmakologi. Kebanyakan obat yang dijelaskan dibawah
ini ditemukan melalui metode skrinning tradisional; mekanismenya sekarang ini cukup jelas.

Kebanyakan antelmintik yang digunakan sekarang ini aktif terhadap parasit spesifik dan
beberapa bersifat toksik. Karena itu, parasit tersebut harus dikenali terlebih dahulu sebelum
pengobatan dimulai, biasanya dengan menemukan parasit, telur, atau larva di urin, tinja, darah,
sputum, atau jaringan inang.

Pemberian Obat-obat Antielmintik

Kecuali pada keadaan yang diindikasikan, obat oral harus diberikan dengan air selama
atau sesudah makan. Pada pasca pengobatan lanjutan untuk infeksi nematoda intestinal, tinja
harus diperiksa ulang kira-kira 2 minggu setelah akhir pengobatan.

Dosis untuk anak-anak

Dosis untuk bayi dan anak-anak keamanannya kurang dibandingkan orang dewasa; bila
tidak diberikan dalam mg/kg berat badan (atau spesifikasi sebaliknya), dosis dapat berdasarkan
pada daerah permukaan tubuh atau dihitung sebagai fraksi dosis dewasa berdasarkan aturan
Clark atau Young.

Kontraindikasi

Kehamilan dan adanya ulkus saluran cerna merupakan kontraindikasi untuk kebanyakan
obat yang ada dalam daftar. Kontraindikasi spesifik diberikan pada penjelasan yang lebih lanjut.

2.2 Albendazol

Albendazol merupakan suatu antelmintik oral spektrum luas yang digunakan pada infeksi
cacing peniti, askariasis, trikuriasis, strongiloidiasis, dan infeksi pada kedua spesies cacing
tambang. Albendazol juga merupakan obat pilihan terhadap penyakit hidatid dan sistiserkosis.
Meskipun tidak tersedia di AS, perusahaan (Smith-Kline Beecham) akn menyediakan obat
tersebut hanya untuk penggunaan tertentu (800-366-8900).

5
Kimiawi dan Farmakokinetik

Albendazol adalah suatu benzimidazol karbamat.

Setelah pemberian oral, obat ini diabsorbsi secara cepat dan dimetabolisme terutama
menjadi albendazol sulfoksat dan metabolit lainnya. Kira-kira 3 jam setelah pemberian dosis oral
400 mg, sulfoksat mencapai konsentrasi plasma maksimal 250-300 ng/mL dengan waktu paruh
plasma 8-9 jam. Metabolitnya terutama dieksresikanmelalui urin; hanya sejumlah kecil
dieksresikan dalam tinja. Absorbsi obat ini kira-kira 4 X lebih besar bila obat ini diberikan
bersama dengan makanan yang berlemak dibandingkan pada keadaan lapar.

Kerja Antelmintik dan Efek Farmakologi

A. Kerja Antelmintik
Albendazol menghambat ambilan glukosa oleh larva dan parasit stadium dewasa.

6
Yang rentan, mengurangi penyimpanan glikogen dan menurunkan pembentukan ATP.
Sebagai akibatnya, parasit dimobilisasi dan mati. Obat ini mempunyai efek larvasidal
pada nekatoriasis dan efek ovisidial pada askariasis, ankilostomiasis, dan trikuriasis. Pada
beberapa binatang, obat ini bersifat teratogenik dan embriotoksik.
B. Efek Farmakologik
Albendazol tidak mempunyai efek farmakologik terhadap manusia pada dosis terapeutik
oral (5 mg/kg).

Penggunaan Klinik

Albendazol mungkin sangat baik diberikan pada saat lambung kososng apabila obat ini
digunakan untuk terapi parasit intraluminal tetapi terhadap parasit jaringan sebaiknya diberikan
bersamaan makanan berlemak.

A. Infeksi Askariasis, Trikuriasis, Cacing Tambang, dan Cacing Peniti


Untuk pengobatan infeksi cacing peniti, ankilostomiasis dan askariasis ringan,
nekatoriasis, atau trikuriasis, dosis oral yang diberikan untuk orang dewasa dan anak
berumur lebih dari 2 tahun yaitu dosis tunggal 400 mg. Pada infeksi cacing peniti, dosis
obat harus diulangi setelah 2 minggu. Efek kuratif obat ini 100% terhadap infeksi cacing
peniti dan efek kuratifnya tinggi pada infeksi cacing lain, atau penurunan jumlah telur
terhadap infeksi yang tidak sembuh. Meskipun dosis optimal untuk mencapai efek kuratif
tinggi pada askariasis berat atau penurunan jumlah cacing pada nekatoriasis sedang-berat
serta trikuriasis belum dapat ditentukan, tetapi dosis 400 mg/hari selama 2-3 hari dapat
dicoba untuk terapi.
B. Strongiloidiasis
Tujuan pengobatan pada strongiloidiasis yaitu harus sembuh. Jadwal dosis untuk
pengobatan belum ditetapkan; dosis 2 X 400 mg/hari selama 7-14 hari (dengan makanan)
dapat dicobakan. Obat ini telah digunakan pada program pengobatan massal.
C. Penyakit Hidatid
Jadwal pengobatan yaitu 800 mg/hari dengan makan selama 28 hari; pegngobatan ini
diulangi 3 kali, dengan interval waktu 2 minggu antara jadwal pengobatan. Pada banyak
penelitian diantara 253 penderita kiste hati yang diobati, hasil yang didapat yaitu 33%
sembuh (menghilang atau berkurang), 44% mengalami perbaikan, 21% tidak ada
perubahan dan 2 % memburuk. Para penderita dengan kista paru; paru 40% sembuh, 37%
membaik, 22% tidak ada perubahan, dan 1% memburuk. Dengan tindakan lanjutan
selama 7 tahun, kambuhan jarang terjadi. Kista tulang lebih memberikan perbaikan
terhadap pengobatan. Penggunaan albendazol pada pre- dan pasca operasi untuk
mengurangi resiko kambuhan pada tindaka operasi masih dalam evaluasi.
D. Neurosistiserkosis
Pengobatan kesehatan yang lebih disukai yaitu operasi paling efektif um=ntuk
kista parenkim, kurang efektif, kurang efektif terhadapa kista intravaskular, subrakhnoid,

7
dan rasemose, serta mungkin tidak memberikan efek pada kista yang menunjukkan
pembesaran atau kalsifikasi. Pada tindakan lanjutan jangka pendek (3-6 bulan) dari
penelitian komparatif dengan prazikuantel, albendazol tampak lenih efektif dan
merupakan obat pilihan. Keuntungan potensial lain penggunaan albendazol dibandingkan
prazikuantel yaitu obat ini murah; penetrasinya lebih baik ke cairan serebrospinalis; dan
bila diberikan bersma kortikosteroid konsentrasi albendazol plasma meningkat sedangkan
prazikuantel menurun. Pengobatan yang dianjurkan yaitu pemberian pemberian
albendazol ditambah steroid; bila respons tidak adekuat, diberikan prazikuantel. Pada
penderita yang terseleksi, beberapa orang menunggu selama 3 bulan untuk melihat
apakah kita menghilang secara spontan. Pengobatan harus dilakukan di rumah sakit.
Jadwal dosis albendazol 15 mg/kg/hari selama 8 hari sama efektifnya dengan
selama 30 hari. Dalam beberapa hari setelah pengobatan dimulai, reaksi perdagangan
dimanifestasikan dengan gejala sakit kepala, muntah, hipertemia, perubahan mental dan
konvulsi; dekompensasi dengan kematian jarang terjadi. Hal tersebut masih kontrovensial
apakah penggunaan bersama steroid untuk menghindari atau mengurangi reaksi
peradangan ini atau penggunaan steroid hanya bila gejalanya tampak nyata atau
meningkat. Reaksi peradangan ini dapat timbul walaupun jika steroid diberikan
sebelumnya. Dosis prednison yang diberikan 30 mg/hari dalam 2 atau 3 dosis terbagi
dimulai 1-2 hari sebelum penggunaan obat ini dan diteruskan dengan dosis yang
diturunkan selama kira-kira 14 hari kemudia. Reaksi ini biasanya mereda 48-72 jam,
tetapi bila memberat mungkin membutuhkan pengobatan steroid dosisi tinggi dan
manitol. Pengobatan selanjutnya, laju kuratif hanya 50% (hilangnya kista dan bersihin
gejala) telah dilaporkan. Sedangkan pasien sisanya, kebanyakan mempunyai tanda dan
gejala yang membaik, termasuk hipertensi intrakranial dan kejang.
E. Infeksi Lain
Pada dosis 2 X 200 mg/hari, albendazol merupakan obat pilihan terhadap pengobatan
cutaneous larva migrans (diberikan dosis harian selama 3-5 larva hari) dan kapilaris
intestinal (selama 10 hari). Pada dosis 2 X 400 mg/hari, obat ini bermanfaat terhadap
gnatostomiasis (selama 21 hari) dan trikinosis (selama 15 hari); untuk gejala yang berat
pada infeksi selanjutnya diberikan prednisolon 40 mg/hari secara bersamaan selama 3
hari dan kemudian secara perlahan-lahan dihentikan. Laju kuratif obat ini pada
klonorsiasis 90% dan pada opistorsiasis 33% pada dosis 2 X 400 mg/hari selama 7 hari,
yang ditandai penurunandengan penurunan jumlah telur secara bermakna pada penderita
yang tidak sembuh. Ada beberapa laporan yang diisolasi pada beberapa efektivitas
albendazol terhadap pengobatan mikroporidiosis (Enterocytozoon bieneusi) dan
toksokariasis serta laporan yang bertentangan.

2.3 Dietilkarbamazin Sitrat

Dietilkarbamazin merupakan obat pilihan pada pengobatan filariasis, loiasis, dan


eosinofili tropical. Obat ini merupakan obat alternative pada pengobatan onkoserkiasis.

8
Kimiawi dan Farmakokinetik

Dietilkarbamazin merupakan suatu turunan piperazin sintetik. Obat ini dipasarkan dalam
bentuk garam sitrat yang mengangdung basa aktif 51% dan secara cepat diabsorbsi dari saluran
cerna. Konsentrasi efektif minimum dalam darah yaitu 0,8-1μg/mL. Waktu paruh plasma yaitu 2-
3 jam dengan adanya urin asam tetapi akan memanjang kira-kira 10 jam pada urin alkalin. Obat
ini secara cepat mengimbangi dengan kadar di seluruh jaringan kecuali jaringan lemak. Obat
diekskresikan, terutama dalam urin, dalam bentuk utuh dan degradasi hasil. Dosis obat ini dapat
diturunkan pada penderita alkalosis urin persisten atau gangguan ginjal.

Kerja Antelmintik dan Efek Farmakologik

Dietilkarbamazepin mengimoblisasi mikrofilaria (yang menyebabkan lepasnya dari


jaringan) dan merubah struktur permukaannya, sehingga parasite tersebut lebih rentan terhadap
penghancuran oleh mekanisme pertahanan inang. Cara kerja dietilkarbamazin pada cacing
dewasa tidak diketahui.

In vivo dan in vitro, obat ini menunjukkan kerja imunosupresif dan mekanismenya belum
sempurna diketahui. Obat ini tidak mempunyai efek teratogenik pada hewan percobaan.

Penggunaan Klinik

Obat ini harus diberikan setelah makan.

A. Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, Loa loa


Dietilkarbamazepin merupakan obat pilihan untuk pengobata injeksi parasite
tersebut, diberikan karena efektivitasnya tinggi dan toksisitasnya relative kurang serius.
Mikrofilaria dari semua spesies dapat dibunuh secara cepat, parasite dewasa dibunuh
secara cepat; parasite dewasa dibunuh lebih lambat, kadang-kadang membutuhkan
beberapa rangkaian pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap L loa dewasa, tetapi
tingkatan dimana W bancrofti dan B malayi dapat dibunuh tidak diketahui. Namun
demikian, bila terapi adekuat diberikan, mikrofilaria tidak muncul lagi pada kebanyakan
penderita, yang menyetakan bahwa apakah cacing dewasa tersebut dibunuh atau
disterilisasi secara permanen.
Infeksi tersebut diobati dengan dosis 3x2 mg/kg selama 3 minggu. Untuk infeksi
W bancrofti, untuk menurunkan insiden reaksi alergi terhadap kematian mikrofilaria,
dosis tunggal diberikan 2mg/kg pada hari pertama; 2 dosis pada hari kedua; 3 dosis pada
hari ketiga, dan seterusnya. Pada infeksi L loa (dengan risiko ensefalofati) atau B malayi,
jadwal yang sama harus diberikan, tetapi dosis individual harus dimulai 1x1 mg/kg pada
hari pertama dan meningkat secara perlahan setelah 5-6 hari.
Antihistamin dapat diberikan untuk selama 4-5 hari pertama dan terapi
dietilkarbamazin untuk menurunkan insiden reaksi alergi. Kortikosteroid harus dimulai
dan dosis dietilkarbamazin sementara diturunkan atau dihentikan bila reaksi berat terjadi.

9
Pemeriksaan darah harus dilakukan terhadap mikrofilaria setelah beberapa
minggu pengobatan lengkap; rangkaian pengobatan dapat diulangi setelah 3-4 minggu.
Efek kuratif dapat membutuhkan beberapa rangkaian pengobatan lebih dari 1-2 tahun.
Dosis pengobatan antar waktu (setiap minggu ke setiap bulan) dapat
menimbulkan obat ini superior sebagai makrofilarisid dibandingkan dosis standar harian.
Obat ini dapat juga digunakan untuk profilaksis 300mg/minggu untuk loiasis dan
50mg/bulan untuk filariasis bancroftian dan Malayan.

B. Onchocera volvulus
Dietilkarbamazin tidak efektif terhadap cacing dewasa tetapi dapat membunuh
mikrofilaria. Bila dietilkarbamazin digunakan tunggal, cacing dewasa dapat hidup dan
penurunan mikrofilaria hanya sementara; untuk membunuh cacing dewasa, suramin
(suatu obat toksik) harus diberikan. Karena frekuensi dan beratnya reaksi bila karbamazin
digunakan dalam pengobatan onkoserkiasis, obat tersebut harus diberikan oleh ahlinya
untuk kondisi tersebut dan sebaiknya dilakukan dirumah sakit. (Lihat Goldsmith dan
Heyneman, 1989, untuk lebih detailnya).

C. Eosinofilia Tropikal
Dietilkarbamazin diberika peroral dengan dosis 3x2mg/kg/hari selama 7 hari.

D. Parasit Lain
Dietilkarbamazin efektif terhadap infeksi Mansonella Streptocerca, karena obat
ini dapat membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa. Namun demikian, dengan informasi
yang terbatas menyatakan bahwa obat ini tidak efektif terhadap Mansonella ozzardi
dewasa atau M perstan serta efektivitasnya rendah atau tidak aktif terhadap mikrofilaria
parasit tersebut. Obat ini juga tidak aktif terhadap Dirofilaria immitis
Pada toksokariasis, dietilkarbamazin dapat dicobakan, tetapi efikasinya belum
diketahui. Obat ini telah digunakan dalam pengobatan infeksi Ascaris dan cutaneous
larva migrans, tetapi obat lain lebih baik.

E. Terapi Massa
Aplikasi yang penting dari terapi dietilkarbamazin yaitu telah digunakan untuk
pengobatan massa terhadap infeksi W bancrofti untuk menurunkan penularan. Regimen
dosis yang biasa diberikan yaitu 1 dosis/minggu atau bulan untuk 12 dosis. Efek samping
sering kali menyebabkan masyarakat tidak mau berpartisipasi. Namun demikian, bila
obat diberikan dengan dosis rendah dalam bentuk garam yang stabil pada pemanasan,
tampaknya tidak ada efek samping, serta obat ini aktif sebagai mikrofilarisid dan
mungkin sebagai makrofilarisid.

10
Reaksi Samping

A. Reaksi Induksi Obat


Reaksi terhadap dietilkarbamazin sendiri bersifat ringan da sementara serta
dimulai dalam 2-4 jam; sakit kepala, malaise, anoreksia, dan lelah sering terjadi; mual,
muntah, pusing, dan mengantuk jarang terjadi.
B. Reaksi yang Diinduksi oleh Parasit Mati
Efek saping juga terjadi sebagai hasil pelepasan protein asing dari mikrofilaria
yang mati atau cacing dewasa pada penderita yang sensitive. Eosinophilia dan
leukositosis biasanya meningkat.

1. Reaksi pada onkoserkiasis


Pada onkoserkiasis, efek samping yang mempengaruhi kulit dan mata juga terjadi
pada kebanyakan pasien. Reaksi tersebut mungkin berat, terutama bila infeksinya berat,
atau bila pruritus terjadi, atau bila mikrofilaria berada dekat mata. Kerusakan penglihatan
dapat terjadi permanen.
2. Reaksi pada infeksi W bancrofti, B malayi, dan L loa
Reaksi terhadap mikrofilaria yang mati biasanya ringan pada infeksi W bancrofti
(pada lebih dari 25% penderita), sedang pada B malayi, dan biasanya berat pada infeksi
L. loa. Reaksi tersebut meliputi demam, malaise, reaksi kulit kemerahan, sakit kepala,
gejala saluran cerna, batuk, nyeri dada, dan nyeri otot atau sendi. Leukopenia sering
terjadi; eosinofilia dan proteinuria dapat terjadi. Pada infeksi W bancrofti dan B malayi,
gejala mungkin terjadi pada penderita dengan jumlah mikrofilaria berlebihan tetapi dapat
terjadi walaupun pada penderita yang tampaknya akikrofilaremat. Pada loiasis, reaksi
berat lebih mungkin terjadi bila hitung mikofilaria lebih besar dan 50/μL darah.
Pendarahan retina jarang terjadi; bila melibatkan SSP dapat mengancam kehidupan.
Diantara hari ke-3 dan ke-12 pengobatan, reaksi local dapat terjadi pada cacing
dewasa yang mati atau tidak matang. Limfangitis dengan pembengkakan lokal atau nodul
dan abses limfa dapat terjadi pada infeksi W bancrefti dan B malayi; bercak kecil tampak
dikulit pada tempat dimana cacing L loa mati; dan papula rata tampak pada infeksi M
streptocerca.

Kontraindikasi dan Perhatian

Tidak ada kontaindikasi mutlak terhadap penggunaan dietilkarbamazin, tetapi perhatian


harus diberikan pada penderita hipertensi atau penyakit ginjal.

Pasien yang diduga mengidap malaria harus diobati sebelum pasien diberikan
dietilkarbamazin, yang dapat menimbulkan kambuhan pada infeksi malaria tanpa gejala.

Penderita dengan serangan limfangitis karena W bancrofti dan B malayi harus diobati
selama periode tenang diantara serangan.

11
2.4 Emetin Hidroklorid

Emetin dan dehidroemetin merupakan obat alternative untuk pengobatan infeksi Fasciola
hepatica. Kedua obat ini sering efektif membunuh parasite tetapi lebih toksik dibandingkan
bitionol (obat pilihan). Dehidroemetin kemungkinan kurang toksik dibandingkan emetin;
informasi farmakologi secara umum, dosis, dan perhatian terhadap penggunaanya.

2.5 Ivermektin

Ivermektin merupakan obat pilihan pada pengobatan onkoserkiasis. Obat ini juga
digunakan pada pengobatan massa, di mana obat ini aman dan efektif dalam mengurangi jumlah
mikrofilia, dan menunjukkan sebagai agen kontrol komoterapeutika yang menjanjikan.
Ivermektin juga bermanfaat pada pengobatan bentuk filariasis lain, strongiloidiasis, dan cutaneus
larva migran.

Kimiawi & Farmakokinetik

Ivermektin adalah satu makrosiklik lakton semisintetik yang merupakan gabungan


avermectin B1a dan B1b. Obat ini didapat dari aktinomisetes tanah Streptomyces avermitilis.

Ivermektin hanya diberikan per oral pada manusia. Obat ini secara cepat diabsorbsi,
mencapai konsentrasi plasma maksimum (kira – kira 50 µg/mL) dalam waktu 4 jam setelah
pemberian obat ini dengan dosis 12 mg. Obat ini mempunyai distribusi ke jaringan luas dan
volume distribusi kira – kira 50 L. Obat ini tampaknya masuk ke mata secara perlahan dan dalam
jumlah terbatas. Waktu paruhnya kira- kira 28 jam. Ekskresi hampir seluruhnya melalui tinja.

Kerja Antelmintik & Efek Farmakologi

A. Kerja Antelmintik
Ivermektin tampaknya mengakibatkan paralisis nematoda dan artropoda ( yang
akan menyebabkan kematian ) dengan meningkatkan transmisi sinyal yang diperantai
GABA pada saraf perifer. Ivermektin merupakan mikrofilariasid pada onkoserkiasis.
Tambahan lagi, laporan baru – baru ini menunjukkan bahwa rangkaian pengobatan pada
interval 6 bulan atau lebih menyebabkan kematian cacing dewasa secara perlahan. Pada
pengobatan dosis tunggal, obat tersebut bekerja secara cepat terhadap mikrofilaria kulit
dan secara perlahan 9 lebih 1 bulan ) terhadap mikrofilaria yang berada di ruang depan
mata, obat ini juga mempengaruhi embriogenesis pada cacing betina ( dirusak dan
memburuk ). Dalam 2 – 3 hari setelah pemberian satu dosis, jumlah mikrofilaria kulit
menurun secara cepat atau tetap rendah selama kira – kira 12 bulan. Tidak diketahui
secara pasti apakah cacing dewasa dibunuh atau disterilisasi secara ireversibel dengan
pengulangan dosis ivermektin dan apakah obat ini menyebabkan paralisis mikrofilaria,
yang dapat mempermudah pembersihan parasit tersebut oleh sistem retikuluendotelial.
B. Kerja Farmakologi pada Manusia

12
Obat ini diketahui tanpa efek farmakologik atau toksis pada manusia , sebagai
karena ivermektin tidak dapat segera melintasi sawar dan otak. Pada penelitian hewan
percobaan, ivermektin tampaknya mempunyai batas keamanan yang luas. Namun
demikian, pada tikus yang diberikan pada dosis tinggi, efek teratogenik dan kematian
yang terjadi tanpa penjelasan.

Penggunaan Klinik

A. Onkoserkiasis
Pengobatan dengan dosis tunggal 150 µg/kg dengan air pada lambung kosong.
Pengobatan diulangi dengan interval waktu 6 – 12 bulan, berdasarkan kadar mikrofilaria
kulit. Dosis tunggal menurunkan mikrofilaria kulit dan hitung eosinofilia serta bersihan
mikrofilaria ( lebih dari 1 bulan ) dari ruang anterior mata ; pada beberapa penderita,
terdapat perbaikan penyakit segmen anterior mata dan dermatitis. Efek jangka panjang
pengulangan pengobatan pada penaykit segmen posterior tidak diketahui. Pada penelitian
komparatif, ivermektin sama efektifnya dengan dietilkarbamazin dalam menurunkan
jumlah mikofilaria -yang bertanggung jawab terhadap gambaran patologi penyakit –di
kulit dan ruang anterior, tetapi obat ini dapat menimbulkan efek sistemik lebih sedikit dan
reaksi samping okular.
B. Filariasis Bankroftian
Pada perbandingan ivermektin dan dietilkarbamazin, kedua obat ini efikasinya
sama pada penurunan mikrofilaria, efek samping ringan (malgia, sakit kepala, demam)
pada beberapa penilitan serupa untuk kedua obat ini tetapi untuk efek samping lain pada
ivermektin kurang. Meskipun ivermektin jadwal dosis tunggal atau dua dosis, di bawah
penelitian merupakan dosis bersihan 20 mg/kg yang diikuti dengan 40 µg/kg, obat ini
mempunyai kerja makrofilarisid minimal, dan karena itu dietilkarbamazin masih
dbutuhkan untuk membunuh cacing dewasa.
C. Parasit Lain
Ivermektin telah dilaporkan bermanfaat dalam pengobatan infeksi Mansonella
azzardi tetapi tidak bermanfaa untuk infeksi M perstans; sebagian dosis tunggal dapat
membersihkan mikrofilaria B malai dengan efek samping minimal. Pada Ioiasis, obat ini
dapat bermanfaat pada penderita dengan numlah mikrofilaria besar yang mungkin
dipengaruhi bila pada pengobatan awal diberikan dietilkarbamazin, yang dibutuhkan
untuk membasmi cacing dewasa. Ivermektin menunjukkan efektivitas yang menjanjikan
pada strongiloidiasis; dengan dosis tunggal 200 µg/kg, laju kuratifnya mungkin
mencapai lebih dari 90%. Obat ini juga efektif pada askarasis dan mungkin pada
cutaneous larva migrans.

13
Efek Samping

Efek samping ivermektin merupakan reaksi mirip Mazotti, yang mencapai puncaknya 2
hari setelah dosis orang tunggal. Reaksi diperkirakan disebabkan terbunuhnya mikrofilaria secara
masif, bukan karena toksisitas obat, dan intensitasnya berkaitan dengan jumlah mikrofilaria kulit.
Pada orang dewasa ( penduduk asli ), reaksi ini timbul pada 5 – 30% penderita, tetapi umumnya
ringan, mudah ditoleransi, pengobtan jangka pendek, Erta dikontrol oleh aspirin dan
antihistamin. Reaksi pada orang dewasa ( pendatang ) –mungkin juga pada anak – anak pribumi
–lebih sering terjadi. Reaksi Mazotti meliputi demam ( kadang-kadang intermiten selama
beberapa hari ), sakit kepala, pusing, samnolen, lemah, kulit kemerahan, gatal yang meningkat,
diare, nyeri sendi dan oto, hipotensi, takikardia, limfadenitis, limfangitis, dan edema perifer.
Reaksi Mazotti yang lebih hebat terjadi pada 1 – 3% penderita, dan reaksi yang berat pada 0,3%
penderita, meliputi demam yang tinggi, hipotensi, dan bronkospasme. Steroid mungkin
diperlukan selama beberapa hari. Bengkak dan abses kadang-kadang terjadi pada 1 – 3 minggu,
terutama pada tempat cacing dewasa.
Beberapa penderita mungkin mengalami kekeruhan kornea punktata beberapa hari setelah
pengobatan. Reaksi oftalmologik lain yang jarang terasi ( semuanya dapat timbul dengan
penyakit itu sendiri) yaitu edema kelopak mata, uveitis anterior, konjungtivitis, keratitis, neuritis
optik, korioritinitis, dan koroiditis. Kejadian ini jarang menjadi berat atau berkaitan dengan
hilangnya penglihatan dan biasanya dapat diperbaiki tanpa pengobatan kortikosteroid.

Kontraindikasi & Perhatian

Karena ivermektin meningkatkan aktivitas GABA, penggunaan obat ini bersama obat
lain yang mempunyai efek yang sama sebaiknya dihindari misalnya, barbiturat, benzodiazepin,
dan asam valproat. Ivermektin tidak boleh diberikan pada wanita hamil. Keamanan
penggunaannya pada anak berusia dibawah 5 tahun belum diketahui. Larangan menyusui
mungkin akan dikurangi setelah 1 minggu dari dosis akhir, bagi ibu yang menggunakan obat ini.
Obat ini tidak boleh diberikan terhadap penderita dengan gangguan sawar darah otak
misalnya, meningitis dan African sleeping sickness.

2.6 LEVAMISOL

Levamisol hidroklorida merupakan turunan imidazotiazol sintetik dan isomer L dari D,


L-tetramisol. Obat ini sangat efektif dalam membasmi Ascaris, Trichostrongylus, dan
efektivitasnya sedang terhadap kedua spesies cacing tumbang. Obat ini dipasarkan di AS tetapi
yang disetujui anak efek imunomodulatornya sebagai terapi tambahan dengan fluoruorasil pada
pengobatan kanker kolon.

14
2.7 MEBENDAZOL

Mebendazol merupakan satu benzimidazol sintetik yang mempunyai aktivitas antelmintik


spektrum luas dan insiden efek samping yang rendah.

Kimiawi dan Farmakokinetik

Mebendazol per oral yang diabsorbsi sebanyak kurang dari 10%. Obat yang
diabsorbsi berikatan dengan protein ( 90% ), dimetabolisme secara cepat (terutama di hati
menjadi metabolit inaktif ), dan diekskresikan kebanyakan dalam urin, baik bentuk runtuh atau
sebagai turunan yang terdekarboksilasi, dalam waktu 24 – 48 jam. Tambahan lagi, sebafai obat
yang diabsorbi dan turunannya diekskresikan dalam empedu. Absorpsi ditingkatkan bila obat
diberikan bersama makanan berlemak.

Kerja Antelmintik dan Efek Farmakologik

Mebendazol menghambat sintesis mikrotubulus nematoda, sehingga menganggu ambilan


glukosa yang ireversibel. Akibatnya, parasit intestinal dimobilisasi atau mati secara perlahan, dan
bersihannya dari saluran cerna mungkin tidak lengkap sampai beberapa hari setelah pengobatan.
Efikasi obat ini bervariasi dengan waktu transit saluran cerna, beratnya indeks, serta apakah obat
ini dikunyah atau tidak, dan mungkin dengan strain parasit. Obat ini membunuh telur cacing
tambang, Ascaris, dan Trichuris.
Pada manusia, mebendazol hampir tidak mempunyai pengaruh. Tidak ada bukti
teratogenisitas atau karsinogenisitas yang dilaporkan. Namun demikian, pada tikus hamil, obat
ini bersifat embriotoksik dan aktivitas teratogenik dengan dosis tunggal yang rendah yaitu 10
mg/kg.

Penggunaan Klinik

Di AS, mebendazol terbukti bermanfaat terhadap infeksi askarisis, trikuriasis, cacing


tambang, dan infeksi cacing peniti. Penggunaan lain dari obat ini masih dalam penelitian.
Obat ini dapat ditelan sebelum atau sesudah makan, tablet harus dikunyah sebelum
ditelan. Laju kuratifnya menurun pada penderita dengan gangguan hipermotilitas saluran cerna.
Pada pengobatan trikonisis, obat ini harus ditelan bersama makanan berlemak, yang
meningkatkan absorpsi.

15
A. Infeksi Cacing Peniti
Mebendazol diberikan dengan dosis 1 X 100 mg serta dosis tersebut diulangi pada
Minggu ke-2 dan ke-4. Dosis yang sama diberikan pada anak-anak dan dewasa. Laju
kuratif obat ini berkisar 90-100%.
B. Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Cacing Tambang, dan Trichostrongylus
Dosis untuk orang dewasa dan anak-anak beruur kebih dari 2 tahun yaitu 2 X 100
mg/hari selama 3 hari. Pengobatan dapat diulangi dalam 2-3 minggu. Obat pencahar
tidak diperlukan sebelum atau sesudah pengobatan. Laju kuratif berkisar 90-100%
terhadap askariasis dan trikuriasis. Meskipun laju kuratif lebih rendah untuk infeksi
ke-2 spesies cacing tambang (70-95%), penurunan jumlah cacing yang berarti terjadi
pada penderita yang tidak sembuh. Mebendazol bermanfaat terutama pada infeksi
gabungan dengan parasit-parasit tersebut.
C. Penyakit Hidatid
Albendazol merupakan obat pilihan. Mebendazol merupakan obat alternatif dan
hasilnya kurang memuaskan, baik dengan melihat laju kuratif maupun dosis harian
tinggi yang diperlukan untuk menanggulangi absorpsi yang lemah. Hasil pengobatan
dengan mebendazol sangat bervariasi. Dengan mebendazol perbaikan bersifat
subyektif pada kebanyakan penderita dilaporkan dan bukti berkurangnya kista pada
beberapa penderita, pada penderita lain, terutama pada penanganan lanjutan jangka
panjang, kista terus tumbuh atau dapat hidup. Kadar obat plasma yang tak terduga
mungkin menyokong adanya respons yang bervariasi tersebut. Jadwal 1 dosis yaitu
diberikan 50 mg/kg/hari dalam 3 dosis terbagi selama 3 bulan. Bila mungkin, kadar
mebendazol dalam darah harus dimonitor, kadar serum lebih dari 100 mg/ml, selama
1-3 jam diperlukan untuk membunuh parasit.
D. Infeksi Lain
Untuk pengobatan kapilariasis intestinal, mebendazol merupakan obat alternatif
yang diberikan dengan dosis 400 mg/hari dalam dosis terbagi selama 21 hari atau
lebih. Pada trichinosis, laporan terbatas menyatakan beberapa dedikasi terhadap
cacing dewasa di saluran cerna, migrasi larva, dan larva pada otot. Jadwal pengobatan
harian selanjutnya yang telah direkomendasikan untuk orang dewasa yaitu : dosis
awal 600 mg, dinaikkan perlahan-lahan selama lebih dari 3 hari menjadi 1200-1500
mg, diteruskan dengan dosis maksimal selama 10 hari. Dosis harian harus diberikan
dalam 3 dosis terbagi.

Mebendazol degan dosis 2 X 300 mg/hari selama 3 hari telah digunakan untuk
pengobatam taeniasis dengan efektivitas yang bervariasi. Pada pengobatan infeksi
Taenia solium, mebendazol mempunyai beberapa keuntungan teoritik dibangdingkan
niklosamid pada progloid utuh yang diekeluarkan setelah terapi dengan mebendazol.
Laju kuratif untuk strongilodiasis yang menggunakan standar terapi selama 3 hari
biasanya kurang dari 50%; penggunaan dosis tinggi dan terapi jangka panjang sedang
diteliti.

16
Pada drakontiasis dedikasi obat ini bervariasi dan masih perlu penilitian lanjutan.
Penggunaan mebendazaol atau mebendazol ditambah levamisol pada filariasis,
loiasis, dan onkoserkiasis, dan infeksi Mansonella perstans masih dalam penelitian.
Pada pengobatan Angiostrongylus cantonensis dan visera lara migrans, mebendazol
dapat dicoba pada dosis 200-400 mg dalam dosis terbagi selama 5 hari; pada
gnatostomiasis diberikan 200 mg setiap 3 jam selama 6 hari.

Efek Samping

Dosis rendah mebendazol selama 1-3 hari untuk terapi nematoda intestinal hampir bebas
dari efek samping bahkan pada penderita yang lemah. Mual ringan, muntah, diare, dan nyeri
perut jarang terjadi, serta lebih sering pada anak-anak dengan infeksi Ascaris berat. Sakit kepala
ringan, pusing dan reaksi hipersensitivitas (kulit kemerahan, urtikaria) jarang terjadi. Jalan
masuk askarid melalui oral, atau nasal pada anak-anak berusia dibawah 5 ahun telah dilaporkan.
Efek samping yang sering terjadi erat kaitannya dengan pengobatan dosis mebendazol
yang tinggi pada penyakit hidatid seperti gatal, kulit kemerahan, eosinofilia, neutropenia
reversibel, nyeri muskuloskeletal, demam, dan nyeri akut pada daerah kista. Beberapa gejala
yang ditemukan, ini dapat disebabkan oleh kebocoran atau peahnya kista dengan melepaskan
antigen. Iritasi lambung, batuk, fungsi hati abnormal sementara, alopesia, glomerulonefritis, dan
beberapa kasus agranulositosis yang disebabkan obat (dengan 1 kematian) telah dilaporkan.

Kontraindikasi & Perhatian

Pada penaykit hati parenkim yang berat, mebendazol dimetabolisme secara perlahan dan
harus diberikan secara hati-hati. Obat ini dikontraindikasikan pada kehamilan trisemester
pertama; obat alternatif lebih baik diberikan pada akhir kehamilan. Mebendazol harus diberikan
secara hati-hati pada anak-anak berusia dibawah 1 tahun karena terbatasnya pengalaman dan
jarangnya laporan pada kelompok yang lama ini. Penggunaan bersama karbamazepin dapat
menurunkan kadar obat ini dalam plasma dan efektivitas mebendazol; penggunaan bersama
simetidin dapat meningkatkan kadar obat ini dalam plasma.

2.8 METRIFONAT

Metrifonat merupakan obat alternatif yang aman dan murah untuk pengobatan infeksi
Schistosoma haematobium. Obat ini tidak aktif terhadap S mansoni atau S japonicum. Obat ini
tidak tersedia di AS.

Kimiawi & Farmakokinetik

Metrifonat merupakan suatu senyawa organofosfat. Obat ini diabsorpsi secara cepat
setelah pemberian oral. Setelah pemberian dosis oral standar, kadar puncak darah dicapai dalam
1-2 jam; waktu paruh kira-kira 1,5 jam. Bersihan obat tampaknya melalui transformasi
17
nonenzimatik menjadi diklorvos, metabolitnya aktif. Jumlah diklrovos dalam plasma kira-kira
1% dari kadar metrifonat. Obat ini dan turunannya didistribusikan dengan baik ke jaringan tubuh
dan dieleminasi secara lengkap dalam waktu 24-48 jam.

Kerja Antelmintik & Efek Farmakologi

Metrifonat bekerja melalui bioransformasinya menjadi diklorvos. Cara kerja diklorvos


terhadap ke-2 stadium matang atau tidak matang dari S haematobium tak diketahui tetapi
diperkirakan sebagian berkaitan dengan fungsinya sebagai pengambat kolinesterase.
Penghambatan kolinesterase sementara menyebabkan paralisis cacing dewasa, karena
pergerakannya dari pleksus vena kandung kencing ke arteriola kecil paru, terjebak, tertutup, dan
mati. Obat ini tidak efektif terhadap telur S haematobium, dan telur yang hidup seterusnya
melewati urin selama beberapa bulan setelah semua cacing dewasa telah mati.
Dosis terapeutik metrifonat pada manusia tidak menimbulkan gangguan fisiologi atau
kimiawi abnormal kecuali penghambatan kolinesterase. Pada penderita terinfeksi setelah
menerima dosis metrifonat oral 7,5-12,5 mg/kg , terjadi penghambatan hampir lengkap dari
butinilkolinetrase plasma dan penurunan berarti (kira-kira 50%) dari asetilkolinesterase
eritrositik. Perbaikan kolinesterase plasma biasanya 70% (atau lebih) dalam waktu 2 minggu dan
dilengkapi setelah 4 minggu, tetapi perbaikan enzim eritrosit memerlukan waktu sampai 15
minggu.
Metrifonat atau mungkin kotoran yang berkaitan dengan pembuatannya menunjukkan
mutagenisitas lemah pada sistem uji langsung Salmonella typhimurium. Obat ini menginduksi
mutasi Escherichia coli tetapi tidak menyebabkan abnormalitas kromosom pada manusia atau
hewan. Penelitian toksisitas reproduksi memperlihatkan hasil yang negatif kecuali untuk
pernyataan gangguan spermatogenesis.

Penggunaan Klinik

Pada pengobatan S haematobium, dosis oral tunggal metrifonat yaitu 3 X 7,5-10 mg/kg
dengan interval 14 hari. Laju kuratif dari jadwal ini berkisar 44-93%, dengan penurunan jumlah
telur yang berarti pada penderita yang tidak sembuh.
Metrifonat juga efektiv sebagai profilaktik bila diberikan per bulan pada anak-anak di
daerah endems. Obat ini digunakan pada program pengobatan massa. Pada infeksi kombinasi S
haematobium dan S Mansoni, metrifonat memberikan hasil yang baik bila dikombinasikan
dengan oksamnikuin.

Efek Samping

Beberapa penelitian melaporkan tidak ada efek samping; penelitian lainnya melaporkan
bahwa timbul gejala kolinergik ringan dan sementara, termasuk mual dan muntah nyeri perut,
diare, bronkospasme, sakit kepala, berkeringat, letih, lemah, paing, dan vertigo. Gejala ini

18
dimulai dalam waktu 30 menitdan bertahan sampai dengan 12 jam. Obat ini ditoleransi dengan
baik oleh penderita penyakit hepatolimfatik stadium lanjutan.
Pada satu kasus keracunan organofosfat karena dosis standar pernah dilaporkan;
penderita memberikan respons yang baik pada penggunaan atropin.

Kontraindikasi & Perhatian

Metrifonat tidak boleh diberikan segera setelah pemaparan terhadap insektisida atau obat
yang dapat menimbulkan penghambatan kolinesterase. Penggunaan pelemas oto harus dihindari
selama 48 jam setela pemberian obat ini. Metrifonat dikontraindikasikan terhadap wanita hamil.

2.9 Niklosamid

Niklosamid merupakan obat pilihan untuk pengobatan infeksi cacing pita.

Kimiawi & Farmakokinetik

Niklosamid merupakan turunan salislamid. Obat ini tampaknya diabsorbsi dari


saluran cerna secara minimal obat atau metabolitnya tidak ditemukan dalam darah
maupun urin.

Skoleks dan segmen sestoda tetapi bukan telur dibunuh secara cepat pada kontak
dengan niklosamid. Hal ini dapat disebabkan pengambatan obat fosforilasi oksidatif atau
sifat perangsangan ATPasenya. Dengan matinya parasit, skoleks dilepaskan dari dinding
usus dan segmen mulai ditelan.

Efek potensial mutagenik dan teratogenik obat ini belum dievaluasi. Limfosit
perifer manusia menunjukan peningkatan klastogenisitas yang berhubungan dengan dosis
dan peningkatan gangguan kromosom. Pada uji Ames, urin tikus yang memakan
niklosamid menunjukan muta genisitas.

Penggunaan Klinik

Dosis dewasa yaitu 2 g (4 tablet, masing-masing 500 mg). Anak-anak dengan


berat badan lebih dari 34 kg diberikan 3 tablet, 11-34 kg diberikan 2 tablet, dan kurang
dari 11 kg diberikan 1 tablet. Niklosamid harus diberikan pada pagi hari dalam keadaan
perut kosong. Tablet harus dikunyah hingga halus dan kemudian ditelan bersama air.
Untuk anak kecil, tablet harus dalam bentuk bubuk dan kemudian dicampur air. Penderita
boleh makan setelah 2 jam kemudian. Pasca pengobatan dengan pencahar untuk
mengeluarkan cacing tidak diperlukan kecuali pada penderita dengan konstipasi kronik.
Bahkan bila digunakan pencahar untuk menentukan efek kuratif dengan menemukan
skoleks, skoleks dan proglotid dapat dicerna sebagian dan sulit untuk diidentifikasi. Pada

19
pengobatan infeksi cacing pita jumlah besar, segmen mungkin terus dilewati selama
beberapa hari dengan peristaltic normal.

A. T saginata (cacing pita sapi), T sollium ( cacing pita babi) , dan


Diphyllobothrium latum (cacing pita ikan)
Dosis tunggal niklosamid menghasilkan laju kuratif terhadap D latum lebih
dari 85% dan kira-kira 95% terhadap T saginata. Obat tersebut efektivitasnya
mungkin sama terhadap T solium, tetapi 2 jam setelah pengobatan diberikan
pencahar yang efektif (seperti magnesium sulfat 15-30 g) diberikan untuk
mengeliminasi semua segmen yang matang sebelum telur dapat dilepas.
Penderita harus dimonitor untuk membuktikan bahwa terjadi evakuasi yang
tepat. Sistiserkesis secara teoritis muungkin terjadi setelah pengobatan infeksi
T solium, karena telur yang dapat hidup dilepaskan ke dalam lumen usus
mengikuti pencernaan segmen. Namun demikian setelah lebih dari 2 dekade
penggunaan obat ini, tidak ada sistiserkosis dilaporkan. Pada taeniasis, bila
skoleks tidak ditemukan atau tidak dicari setelah pengobatan, efek kuratif
dapat diasumsikan hanya bila regenerasi segemn tidak timbul lagi setelah 3-5
bulan.
B. Hymenolepis nana (Cacing Pita Kecil)
Prazikuantel merupakan obat pilihan. Meskipun niklosamid efektif
terhadap parasit dewasa di lumen usus, obat ini tidak efetif terhadap
sistiserkoid yang melekat di vili. Karena itu, untuk keberhasilan pengobatan,
obat ini harus diberikan hingga semua sistiserkoid timbul (kira-kira 4 hari)
Jadi jangka waktu pengobatan minimal yaitu 7 hari: beberapa ahli mengulangi
pengobatan 5 hari kemudian. Laju kuratif keseluruhan dengan niklosamid
yaitu kira-kira 75%
C. Cacing Pita Lain
Hasil pengobatannya baik terhadap pasien dengan infeksi Himenolepis
diminuta dan Dipylidium caninum. Kebanyakan pasien semnbuh dengan
pengobatan 7 hari; sangat sedikit yang membutuhkan pengobatan kedua.
Niklosamid tidak efektif terhadap sistiserkosis atau penyakit hydatid.
D. Infeksi Cacing Pipi Usus
Niklosamid dapat digunakan sebagai alternative untuk pengobatan infeksi
Fasciolopsis buski, Heterophyes heterophyes, dan Metagonimus yokogawai.
Obat standar setiap hari selanjutnya untuk 3 dosis

Efek Samping

Efek samping obat ini jarang, ringan dan sifatnya sementar. Mual, muntah, diare,
dan perut terasa tidak enak terjadi pada kurang dari 4% penderita. Sakit kepala, kulit
kemerahan, urtikaria, pruritus ani, dan vertigo sangat jarang terjadi, beberapa gejala
tersebut berkaitan dengan pelepasan materi antigen dari parasit yang terintegrasi.

20
Kontraindikasi & Perhatian

Penggunan alkohol harus dikurangi sehari setelah dan sehari sebelum pengobatan.

Tidak ada kontraindikasi terhadap penggunaan niklosami. Pada anak-anak berusia


dibawah 2 tahun, keamanan obat tersebut belum diketahui. Penelitian reproduktif pada
hewan mempunyai hasil negative tetapi tidak ada penelitian yang adekuat untuk wanita
hamil.

2.10 Oksamikuin

Oksamikuin merupakan obat pilihan untuk pengobatan infeksi S mansoni. Obat ini
juga telah digunakan untuk pengobatan massa secara eksenstif. Obat itu tidak efektif
terhadap infeksi S mansoni atau S haematobium

Farmakokinetik

Oksamikuin adalah suatu tetra hidrokuinolin semisintetik. Obat ini segera


diabsorbsi pada pemberian oral dan tidak diberikan secara intramuscular, karena obat ini
menimbulkan nyeri local berkepanjangab dan hebat dengan cara ini. Setelah diberikan
dosis terapeutik, waktu paruh plasma dicapai dalam waktu 2,5 jam. Obat ini secara
ekstensif dimetabolisme menjadi metabolit inaktif dan diekskresikan, terutama dalam
urin.

Variasi konsentrasi dalam serum antar subyek dapat menjelaskan kegagalan


pengobatan. Meskipun obat ini diberikan bersamaan dengan makanan, untuk mengurangi
efek samping makanan dapat memperlambat absorpsi oksamnikuin.

Kerja Antelmintik & Efek Farmakologik

Oksamnikuin aktif baik pada stadium matang atau tidak matang pada S mansoni
tetapi tampaknya tidak bersifat serkarisidal. Meskipun mekanisme kerja yang pasti dari
obat ini tidak diketahui, oksamnikuin dapat bekerja dengan mengikat DNA. Kontraksi
dan paralisis cacing kerena lepasnya cacing dari venula terminal di mesentrium dan
bergeser ke hati, dimana banyak cacing yang mati, sedangkan cacing betina yang hidup
akan bertelur. Obat ini tidak mempunyai efek imunoregulator pada pembentukan
granuloma perioval.

Strain S mansoni diberbagai dunia berbeda kerentanannya terhadap obat.


Meskipun S mansoni yang resisten terhadap oksamnikuin dapat diinduksi pada percobaan
tikus, resistensi pengobatan pada manusia belum diketahui.

21
Penggunaan Klinik

Oksamnikuin, hanya efektif terhadap S mansoni , aman dan efektif terhadap


semua stadium penyakit termasuk hepatosplenomegali lanjutan. Pada sindrom katayama
akut, pemberian obat ini berhasil menghilangkan gejala akut dan selanjutnya gagal
menimbulkan infeksi.

Obat ini secara umum kurang efekstif pada anak-anak, yang membutuhkan dosis
lebih tinggi daripada orang dewasa. Obat ini ditoleransi lebih baik diberikan bersama
dengan makanan. Bila dosis terbagi diberikan dalam 1 hari, pemberiannya baru
dipisahkan dalam waktu 6-8 jam

Jadwal dosis optimal bervariasi dalam setiap Negara di dunia. Di Afrika Barat dan
Belahan Barat, dosis orang dewasa yaitu 1X12-15 mg/kg (anak dengan berat badan
dibawah 30kg, 2X10 mg/kg untuk 1 hari). Di Afrika Utara dan Selatan, dosis orang
dewasa yaitu 2X15 mg/kg/hari untuk 2 hari (anak dengan berat badan dibawah 30kg,
2X15 mg/kg/hari untuk 2-3 hari). Di Afrika Timur dan Semenanjung Arab dosis orang
dewasa diberikan 2X 15-20 mg/kg untuk 1 hari (anak dengan berat badan dibawah 30 kg,
2X15-20 mg/kg untuk 1 hari) Laju kuratif yaitu 70-95%, dengan penurunan bermakna
dari ekskresi telur pada penderita yang tidak sembuh.

Efek Samping

Pengalaman dengan berjuta manusia yang menggunakan obat ini menunjukan


hampir tidak ada toksisitas yang bermakna. Namun demikian, gejala ringan dimulai
dimulai lebih kurang 3 jam setelah pemberian obat, dan beakhir setelah beberapa jam
terjadi pada tidak lebih dari 1/3 penderita. Gejala SSP (pusing, sakit kepala, mengantuk)
merupakan gejala yang paling sering terjadi: mual dan muntah, diare, kolik, gatal dan
urtikaria juga terjadi. Demam, kencing berwarna orange merah, proteinuria, hematuria
mikroskopik, serta penurunan sementara leukosit dan limfosit jarang terjadi. Kejang
sangat terjadi dan secara umum terjadi setelah beberapa jam meminum obat, kebanyakan
terjadi pada penderita dengan riwayat kejang. Insmonia, amnesia, perubahan tingkah laku
dan halusinasi jarang terjadi.

Peningkatan enzim hati, eosinofilia, infiltrate paru sementara (kadang-kadang


berkaitan dengan batuk dan ronki), urtikaria dan demam (terutama di mesir) yang
beberapa hari tyerjadi 1 hari sampai beberapa bulan setelah pengobatan dianggap sebagai
kematian parasit dan pelepasan antigen dibandingkan karena efek toksik langsung dari
obat.

Oksaminukin telah menunjukan mutagenesitas yang lambat pada uji sisten S


typhimurium dan jika diuji pada tikus, tetapi kromosom abnormal tidak dijumpai pada
hewan lain atau manusia. Oksamnikuin juga menunjukan efek embriosdal pada kelinci
dan tikus bila diberikan 10 X dosis manusia

22
Kontraindikasi dan Perhatian

Tampaknya harus hati-hati dalam memeriksa penderita selama 3 jam setelah


menelan obat ini untuk mengetahui tanda-tanda gangguan SSP. Penderita dengan riwayat
epilepsy harus dirawat inap bila mendapat obat ini atau diggunakan obat alternartif.
Karena obat ini dapat menyebabkan pusing atau mengantuk , obat ini harus diberikan
secara hati-hati (misalnya tidak mengendarai kendaraan selama 24 jam) pada penderita
yang pekerjaannya atau aktivitasnya membutuhkan kesiapan mental. Oksaminukin
dikontraindikasikan pada wanita hamil

2.11 Oksantel Pamoat dan Oksantel/Pirantel Pamoat

Oksantel pamoat, analog pirantel pamoat yaitu tetra hidroksiplirimidin dan


metaoksifenol, efektif hanya pada pengobatan infeksi trikuriasis. Karena trikuriasis
biasanya timbul sebagai suatu infeksi ganda dengan cacing tambang, oksantel sekarang
dipasarkan dalam bentuk kombinasi dengan pariental panoat karena pariental aktif
terhadap infeksi Ascaris dan cacing tambang. Baik oksantel atau oksantel/pirantel pamoat
tidak efektif terhadap infeksi strongiloidiasis. Obat-obat ini tidak tersedia di AS.

2.12 Piperazin

Garam piperazin merupakan obat alternatif pada pengobatan askariasis. Laju


kuratif obat ini lebih dari 90% bila penderita diobati selama 2 hari. Piperazin tidak
bermanfaat pada pengobatan infeksi cacing tabang, trikuriasis atau strongiloidiasis. Obat
ini tidak lagi direkomendasikan untuk infeksi cacing peniti, karena dibutuhkan
pengobatan jangka 7 hari.

Kimiawi & Farmakokinetik

Piperazin tersedia dalam bentuk heksahidrat (yang mengandung kira-kira basa


44%) dan berbagai bentuk garam yaitu sitrat, fosfat, adipat, tartrat, dan lainnya.

Piperazin segera diabsorbsi dari saluran cerna, dan kadar plasma maksimum
dicapai dalam waktu 2-4 jam. Kebanyakan obat ini diekskresikan dalam bentuk utuh pada
urin dalam waktu 2-6 jam dan ekskresinya lengkap dalam 24 jam

Kerja Antelmintik & Efek Farmakologi

Pemberian piperazin oral pada dosis terapeutik merupakan kerja farmakologi pada
inang yang hampir tidak ada

23
N-mononitrosopoperazin, bentuk metabolit nitrosamine yang bersifat karsinogenik
potensial, pernah dilaporkan ditemukan pada lambung dan urin sukarelawan yang diberi
piperazin dengan dosis terapeutik, hal ini dapat ditentukan.

Piperazin dapat menyebabkan Ascaris mengalami paralisis dengan menghambat


asetilkolin pada sambungan mioneural (tetapi lebih lemah) yang mirip pada otot rangka
manusia. Bila obat ini digunakan pada manusia, cacing gelang yang lumpuh tidak mampu
mempertahankan posisinya pada inang dan akan dikeluarkan dalam keadaan hidup
dengan peristalitik normal

Penggunaan Klinik

Untuk askariasis, dosis oral piperazim yang diberikan (sebagai heksahidrat) yaitu
75 mg/kg selama 2 hari berturut-turut sebelum dan sesudah makan pagi. Untuk infeksi
berat, pengobatan harus diteruskan dalam 3-4 hari atau diulangi setelah 1 minggu.
Pencahar tidak digunakan pada pre atau pasca pengobatan. Penatalaksanaan obstruksi
intestinal nonbedah yang disebabkan infeksi Ascaris berat, piperazin sirup diberikan
melalui tabung penyaluran intestinal

Efek Samping

Terdapat kisaran yang lebar antara dosis terapeutik dan dosis toksis piperazin.
Efek samping ringan biasanya terjadi berupa mual, muntah, diare, nyeri perut, dan sakit
kepala. Pada dosis tinggi, efek samping neurotoksik (somnolen, pusing, ataksia kejang,
korea dan lainnya) jarang terjadi. Penderita epilepsi dapat terserang eksaserbasi kejang.
Piperazn bersifat alergenik potensial. Serum sickzematus kulit, bronkospasme) jarang
dilaporkan 2-4 hari setelah dosis awal piperazin

Kontraindikasi & Perhatian

Senyawa piperazin tidak boleh diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal
atau hati atau penderita dengan riwayat epilepsy atau penyakit neurologik kronik.
Piperazim dan fenotiazin tidak boleh diberikan bersamaan. Obat ini diberikan secara hati-
hati pada penderita malnutrisi berat atau anemia. Mengingat perubahan sebagian obat ini
menjadi nitrosamine (lihat atas), obat ini diberikan pada wanita hamil bila diindikasikan
dengan jelas dan bila obat alternatif tidak tersedia.

2.13 Prazikuantel

Prazikuantelefektifterhadappengobataninfeksisemuaspesiesskistosomasertakebanyakaninfeksitre
matoda dam sestodalain, termasuksistiserkosis. Keamanan dan efektivitas obat ini bila digunakan

24
dengan dosis oral tunggal juga bermanfaat pada pengobatan massa beberapa infeksi. Prazikuantel
tidak efektif terhadap Fasciola hepatica atau penyakit hidatid. Di AS, Walaupun obat ini hanyak
digunakan untuk pengobatan skistosomiasis, obat ini juga merupakan obat alternatif (masih
dalam penelitian) untuk infeksi sestoda dan nematoda lain.

Kimiawi & Farmakokinetik

Prazikuantel merupakan suatu turunan isokuinolinpirazin sintetik.Obat ini harus disimpan


pada suhu dibwah 30˚C.Obat ini secara cepat diabsorbsi, dengan ketersediaan hayati kira-kira
80% setelah pemberian oral.Konsentrasi serum puncak obat dalam bentuk utuh yaitu 0,2-2 µg/ml
yang dicapai dalam waktu 1-3 jam setelah dosis terapeutik. Kira-kira 80% dari obat ini berikatan
dengan protein plasma.Konsentrasi prazikuantel dicairan serebrospinalis mencapai 14-20% dari
konsentrasi plasma obat; diperkira kandala empedu, air susu, dan tinja yaitu 10-20% kadar
plasma. Kebanyakan obat secara cepat dimetabolisme secara mono- dan poli hidrosilasi yang
inaktif setelah lintas pertama dihati; waktu paruh obat yaitu 0,8-1,5 jam, sementara metabolitnya
4-6 jam. Ekskresi terutama melalui ginjal (60-80%) dan empedu (15-35%)

Efek Farmakologi

Pada manusia tidak ada perubahan utama uji biokimia atau hematologik yang
diketahui.Peningkatan uji fungsi hati sementara dan perubahan elektrokardiografi minor jarang
terjadi, tetapi tidak ada kerusakan organ vital yang bermakna dilaporkan.Pada gangguan fungsi
hati berat, kadar plasma meningkat.

Pada percobaan binatang, tidak ada efek yang terlihat hingga dosis kira-kira 100 X
kisaran terapeutik yang dicapai, kemudian gejala toksisitas SSP dicatat.

Pada penelitian tidak ditemukan mutagenitas, karsinogenitas, embrio toksisitas, dan


teratogenitas.Pada suatu labolatorium (tidak dikonfirmasi dengan yang lainnya) dilaporkan
bahwa prazikuantel dan metabolit diurin bekerja sebagai mutagen atau komutagen terhadap
Styphimirium dan uji sistemsel mamalia. Buku yang ditemukan saat ini menunjukkan bahwa
prazikuantel tidak menimbulkan risiko genotoksik.

Keja Antelmintik

25
Ambang konsentrasi serum prazikuantel untuk efek terapeutik kira-kira 0-3µg/ml. Selain
waktu paruhnya yang pendek, prazikuantel merupakan obataktif; metabolitnya tidak aktif
.Namun demikian, in vivo, bukti menyatakan bahwa antibody inang juga penting untuk
mengeliminasi parasite jaringan.

In vtro, kerja prazikuantel terhadap semua cacing pipih tampaknya sama,obat ini
meningkatkan permeabilitas membran sel terhadap kalsium sehingga menimbulkan kontraksi
yang diikuti paralisis otot cacing. Vakuolisasi dan desintegrasi tegmen terjadi, dan parasit
kemudian mati. Meskipun Fasciola Hepatica mengabsorbsi obat ini, tidak timbul reaksi dan
infeksi tidak hilang.

Pada percobaan binatang dengan infeksi skistosoma, prazikuantel efektif terhadap cacing
dewasa dan stadium belum matang, cacing dewasa secara cepat diimobilisasi dan kemudian
secara pasif bergeser ke hat, bila dosis tunggal prazikuantel tinggi diberikan bersama dengan
dosis infeksi serkariae, semua bentuk cacing yang belum matang dibunuh; sehingga prazikuantel
mempunyai efek profilaktik.

Penggunaan Klinik

Prazikuantel tablet ditelan dengan air setelah makan; dan obat ini harus ditelan segera
tanpa dikunyah karena rasa pahit dapat menimbulkan muntah-muntah. Bila obat ditelan lebih
dari satu kali pada hari yang sama, interval pemberian harus tidak kurang dari 4 jam dan tidak
lebih dari 8 jam.

A. Skistosomiasis
Prazikuantel merupakan obat pilihan untuk semua bentuk infeksi skistosomiasis.
Dosis yang diberikan 20mg/kg dengan interval 4-6 jam untuk total 3 dosis. Jadwal
pengobatan lain, beberapa dengan total dosis yang lebih rendah dan telah efektif
dibeberapa daerah; 1x40mg/kg untuk infeksi S haematobium dan 40mg/kg dalam 2
dosis terbagi untuk S mansoni. Laju kuratif tinggi dicapai bila penderita dievaluasi
pada 3-6 bulan dan akan dijumpai penurunan bermakna dari jumlah telur pada
penderita yang tidak sembuh. Obat ini efektif untuk anak-anak dan dewasa serta
umumnya ditoleransi dengan baik oleh penderita dengan penyakit stadium
hepatosplenomegali lanjut. Namun demikian, hal ini tidak jelas apakah obat ini dapat
secara aman digunakan selama penyakit stadium aktif (demam katayama) karena
26
pelepasan antigen dan cacing belum matang yang mati dapat mengeksaserbasi gejala.
Penggunaan obat ini secara profilaktik belum diketahui. Skistosoma tampaknya tidak
menimbulkan resistensi terhadap prazikuantel.
B. Klonorsiasis dan Opistorsiasi
Dosis yang diberikan yaitu 3 x 25mg/kg/hari selama 1 hari terhadap infeksi
Opisthorchis dan 2 hari untuk infeksi Clonorchis menghasilkan laju kiuratif hampir
100%.
C. Paragonimiasis
Bila diobati dengan dosis 3 x 25mg/kg/hari selama 2 hari, laju kuratif terhadap
paragonimiasis paru yaitu 89-100%
D. Taeniasis dan Difilobotriasis
Dosis tunggal prazikuantel 10mg/kg menghasilkan laju kuratif 97-100% untuk
infeksi T solium dan T saginata. Pada daerah endemik sistiserkosis, obat ini lebih
aman tetapi efektivitasnya sama bila obat tersebut digunakan dengan dosis 2,5mg/kg.
Dosis tunggal menghasilkan laju kuratif yang sama bila obat ini diberikan pada
infeksi D latum. Dalam 24-48 jam setelah pengobatan, cacing biasanya dikeluarkan
melalui peristaltik normal. Penggunaan pencahar pre- dan pasca pengobatan tidak
diperlukan. Bila skoleks tidak ditemukan atau tidak dicari, efek kuratif hanya bisa
disimpulkan bila regenerasi segmen tidak tampak lagi dalam 3-5 bulan setelah
pengobatan. Untuk infeksi T solium, rekomendasi diberikan untuk meneruskan
pemberian pencahar efektif (misal, magnesium sulfat 15-30g) 2 jam setelah
pengobatan untuk mengeliminasi semua segmen matang sebelum telur dapat dilepas
dari segmen yang terputus, karena prazikuantel tidak membunuh telur, secara teoritis
mungkin larva dapat melepas telur di usus besar yang dapat menembus dinding usus
sehingga meningkatkan sistiserkosis. Namun demikian, seperti penggunaan
niklosamid, hal yang berbahaya ini mungkin minimal.

E. Neurosistiserkosis
Neurosistiserkosis harus dirawat dirumah sakit oleh ahli saraf. Indikasi, perhatian,
penggunaa bersama kortikosteroid, dan hasil pengobatan prazikuantel mirip dengan
penggunaan albendazol. Namun demikian, pada penelitian berpembanding,
albendazol tampaknya lebih disukai. Dosis prazikuantel yaitu 50mg/kg/hari dalam 3

27
dosis terbagi selama 14 hari. Bila fasilitas yang tepat tersedia, kadar darah harus
dipantau. Terapi dapat memberi efek kuratif yang nyata, dengan hilangnya gejala,
perubahan kista dengan tomogram serebral ( menghilang, penurunan ukuran, atau
kalsifikasi), dan pembersihan cairan serebrospinalis. Pada penderita lain terdapat
perbaikan yang meliputi penurunan hipertensi serebral dan hilangnya kejang. Namun
demikian, masih ada penderita lainnya tidak menunjukkan adanya perubahan atau
penyakit masih berlanjut.
F. H nana
Prazikuantel merupakan obat pilihan terhadap infeksi H nana dan meupakan obat
pertama yang paling efektif. Dosis tunggal diberikan 24mg/kg. Pengobatan ulang
mungkin dipelukan.
G. Parasit Lain
Penelitian yang terbatas pada dosis 3 x 25mg/kg/hari selama 1-2 hari
menunjukkan efektivitas prazikuantel yang tinggi terhadap infeksi fasiolopsiasis,
metagonimiasis, dan bentuk lain heterifiasis. Namun demikian, pada fasiolasis,
efektivitas prazikuantel rendah pada dosis sebanyak 3 x 25mg/kg/hari selama 3-7
hari. Pada penyakit hidatid, in vitro , prazikuantel sebaliknya mempengaruhi
protoskoleks Echinococcus granulosus, walaupun in vivo obat ini tidak
mempengaruhi membram germinal. Obat ini masih dievaluasi tentang
penggunaannya sebagai obat tambahan selama operasi untuk menjaga pecahnya kista.

Efek Samping

Efek samping yang disebabkan obat secara langsung biasanya ringan dan sementara. Efek
ini dimulai dalam waktu beberapa jam setelah menelan obat dan mungkin bertahan selama
beberapa jam sampai 1 hari. Efek samping yang sering terjadiyaitu sakit kepala, pusing,
mengantuk dan lesu, yang lainnya termasuk mual, muntah, nyeri perut, mencret, gatal,
urtikaria,atralgia, mialgiadan demam. Peningkatan minimal enzim hati pernah dilaporkan.
Demam, gatal, dan kulit kemerahan (makula dan urtikaria), kadang-kadang berkaitan dengan
peningkatan eosinofilia yang dapat timbul beberapa hari setelah dimulainya pengobatan dan
kemungkinan disebabkan pelepasan protein asing dari cacingyang mati dibandingkan kerja
langsung obat ini.

28
Prazikuantel tampaknya ditoleransi lebih baik oleh anak-anak dibandingkan orang
dewasa. Efek samping dapat lebih sering terjadi pada penderita infeksi berat, terutama infeksi S
mansoni. Intensitas dan frekuensi efek samping juga berkaitan dengan peningkatan dosis. Efek
tersebut biasanya ringan dan jarang bila obat diberikan dengan dosis 1 x 10mg/kg, tetapi efek
tersebut terjadi pada lebih dari 50% penderita yang mendapat 3 x 25mg/kg untuk 1 hari.

Dua bentuk efek samping pada pengobatan sistiserkosis yaitu : (1) efek samping yang
merupakan ciri penggunaan prazikuantel dosis tinggi, dan (2) reaksi neurologik baru atau
eksaserbasi yang timbul karena reaksi peradangan disekitar parasit yang mati. Efek samping
biasanya terjadi diatas 90% dari penderita yang tidak mendapat kortikosteroid yaitu sakit kepala,
meningismus, mual, muntah, perubahan mental, dan kejang (sering disertai peningkatan
pleositosis cairan serebrospinalis). Gejala tersebut timbul setelah pengobatan lengkap, berakhir
48-72 jam, dan biasanya gejala tersebut cukup ringan yang dapat hilang dengan pemberian
analgesik, antimuntah, diuretik, atau antikonvulsan. Namun demikian, araknoiditis, hipertemia,
dan hipertensi, intrakranial dapat juga terjadi. Banyak ahli memberikan deksametason secara
bersamaan untuk menurunkan reaksi peradangan tersebut, hal ini kontroversial, terutama dengan
diketahuinya saat ini bahwa steroid menurunkan prazikuantel plasma. Namun demikian, hal ini
memang belum diketahui secara pasti bahwa penurunan steroid dalam plasma juga menurunkan
efektivitas prazikuantel.

Interaksi Obat

Pada pengobatan sistiserkosis, penggunaan bersama deksametason mengurangi kadar


prazikuantel dalam plasma kira-kira 50%, ketersediaan hayati prazikuantel juga diturunkan oleh
fenitoin dan karbamazepin serta ditingkatkan oleh simetidin. Efek antogonistik digitalis terlihat
pada percobaan hewan.

Kontraindikasi dan Perhatian

Kontraindikasi spesifik hanya pada sistiserkosis mata; destruksi parasit dapat


menyebabkan kerusakan mata yang menetap. Beberapa ahli juga memperingatkan penggunaan
obat ini secara hati-hati pada neurosistiserkosis spinal. Pada daerah endemiksistiserkosis,
penderita yang diobati dengan prazikuantel hanya pada keadaan selain dari sistiserkosis harus
diobservasi secara ketat dirumah sakit selama 48 jam setelah pengobatan lengkap. Obat ini dapat

29
diberikan pada penderita dengan gangguan hati, tetapi dosis obat harus diturunkan. Meskipun
keamanan obat ini untuk anak berusia dibawag 4 tahun belum diketahui.

Karena obat ini menginduksi pusing dan mengantuk, penderita tidak boleh mengendarai
kendaraan dan harus diperingati bila pekerjaan mereka membutuhkan koordinasi fissik atau
ketelitian.

Obat ini sebaiknya tidak boleh diberikan pada wanita hamil, juga aborsi meningkat pada
tikusyang diberi obat dengan dosis 3 x dosis yang diberikan pada manusia. Pada wanita
menyusui, meskipun prazikuantel berada dalam susu ibu kira-kira ¼ dari kadar plasma, obat
dapat diberikan pada ibu tetapi anaknya tidak boleh disusui pada hari pengobatan ibunya dan
untuk 3 hari berturut-turut.

Penderita harus diperingatkan untuk tidak mengunyah obat pahit tersebut, karena muntah
dapat menimbulkan masalah khusus dalam mengobati infeksi T solium sehinggabisa
menimbulkan regurgitasi segmen, yang berbahaya bagi kehidupan.

2.14 Pirantel Pamoat

Pirantel pamoat merupakan antelmintik spektrum luas dan sangat efektif pada pengobatan
infeksi cacing peniti, askaris, dan trikostrongilus orientalis. Efektifitas obat ini mencegah untuk
infeksi kedua spesies cacing tambang dan efektifitas kurang terhadap infeksi N amerikanus. Obat
ini tidak efektif terhadap trikuriasis atau strongiloidiasis. Oksantel pamoat suatu derivat parental
memberikan hasil yang memuaskan untuk pengobatan trikuriasis.

Kimiawi dan Farmakokinetik

Parental pamoat merupakan turunan tetrahidropirimidin, karena obat ini absorbsinya


buruk dari saluran cerna, obat ini aktif terutama terhadap organisme luminal. Kadar puncak
plasma 50-130 mg/ml, dicapai dalam waktu 1-3 jam, lebih dari setengah dosis yang diberikan
dijumpai dalam tinja dalam benuk utuh; kira-kira 7% diekskresikan dalam urin dalam bentuk
utuh dan metabolitnya.

Kerja Anthelmintik dan efek farmakoligik

30
Pirantel pamoat efektif terhadap cacing bentuk matur atau imatur yang rentan dalam
saluran cerna tetapi tidak efektif terhadap stadium migrasi dalam jaringan. Obat ini merupakan
agen penghambat depolarisasi neuromuskular yang menyebabkan pelepasan asetilkolin,
menghambat kolinesterase, dan merangsang reseptor ganglionik. Meskipun pirantel bukan
vermisidal (atau ovisidal), tetapi cacing yang mengalami paralisis dikeluarkan dari saluran cerna
inang.

Penggunaan Klinik

Dosis standar yaitu 11mg (basa)/kg (maksimum,1g), diberikan dengan atau tanpa
makanan.

A. Enterobius vermicularis

Pirantel diberikan sebagai dosis tunggal serta diulangi dalam 2 dan 4 minggu .
Laju kuratif yaitu lebih besar dari 95%.

B. A lumbricoides
Pirantel diberikan sebagai dosis tunggal. Laju kuratif 85-100%. Pengobatan harus
diulangi bila telur masih dijumpai 2 minggu kemudian.
C. Cacing tambang dan T orientalis

Dosis tunggal obat ini menghasilkan laju kuratif lebih dari 90% terhadap infeksi
Ancylostoma duodenale dan T orientalis serta penurunan jumlah cacing yang bermakna
pada sisanya (5%). Namun demikian, untuk infeksi N Americanus, laju kuratif
bergantung pada beratnya infeksi. Dosis tunggal mungkin bisa memberikan laju kuratif
yang memuaskan pada infeksi ringan, tetapi pada infeksi sedang atau berat (> 2000
telur/g tinja), pengobatan selama 3 hari diberikan untuk mencapai laju kuratif 90%.
Jumlah cacing tambang harus diturunkan, tetapi hal ini tidak selalu mungkin atau esensial
untuk eradikasi infeksi. Bila defisiensi besi menyertai infeksi, hal ini harus diobati
dengan pemberian besi dan diet protein tinggi. Jadwal pengobatan dapat diulangi dalam 2
minggu.

Efek Samping:
Kontraindikasi & Perhatian

31
Efek samping, yang timbul pada 4-20% penderita bersifat jarang, ringan, dan sementara.
Gejala tersebut meliputi mual, muntal, diare, kram perut, pusing, mengantu, sakit kepala,
insomnia, kulit kemerahan, demam dan lemah. Tidak ada efek penting pada hematologik, ginjal,
atau fungsi hati.

Tidak ada konttraindikasi terhadap pirantel, tetapi obat ini harus digunakan secara hati-
hati pada penderita dengan gangguan hati karena peningkatan transminase sementara telah
ditemukan pada sejumlah kecil penderita. Pengalaman penggunaan obat pada anak berusia
kurang dari 2 tahun terbatas. Meskipun penelitian teratogenikpada hewan hasilnya negatif,
penelitian yang adekuat pada wanita hamil belum dilakukan.

2.15 Kuinakrin Hidroklorid

Kuinakrin pertama kali sebagai obat alternatif untuk pengobatan infeksi cacing tambang,
karena toksisitasnya obat ini tidak lagi digunakan kecuali niklosamid atau obat alternatif
(prazikuantel, mebendazol, atau diklorfen) tidak tersedia.

2.16 Suramin

Suramin merupakan obat alternatif untuk eradikasi parasit dewasa Onchocerca valvulus
dan obat pilihan pada pengobatan tripanosomiasis Afrika stadium hemolinifatik yang disebabkan
oleh Trypanosoma brucei gambiense dan Trypanosoma bracei rhodesiense. Obat ini masih
dievaluasi sebagai obat antikanker, termasuk kanke prostat dan payudara.

Suramin merupakan menghambat nonspesifik dan berbagai enzim. Reaksi toksik sering
kali terjadi dan kadang-kadang berat, termasuk mual,muntah, urtikaria, demam nefrotoksis,
neuritis perifer, anemia, ikterus, dan dermatitis eksfoliatif. Beberapa diantaranya meninggal.
Obat ini harus diberikan hanya oleh dokter.

2.17 Tetrakloroetilen

32
Tetrakloroetilen diperkenalkan pada tahun 1925 untuk mengobati infesi cacing tambang yang
disebabkan Necator americnus atau Ancylostoma duodenale. Obat-obat lain dengan efek
samping ringan lebih disukai, teta tetrakloroetilen masih efektif, merupakan obat alterntif yang
murah dengan efek samping ringan. Ort ini tidak tersedia di AS.

2.18 Tiabendazol

Tiabendazol adalah obat pilihan untuk pengobatan infeksi srongiloidiasis dan obat alternatif
untuk infeksi cutaneus larva migrans. Obat ini juga dicobakan pada infeksi trikinosis dan
virsicle larva migrans, dan diberikan karea ada obat efektif yang lain. Obat initidak lagi
direkomendasikan lagi untuk infeksi cacing penin, askarid, trikurid, atau cacing tambang kecuali
obat pilihan yang lebih amat tidak tersedia.

A. KIMIAWI
Tiabendazol adalah suatu senyawa benzimidzol. Obat ini tidak berasa dan hampir tidak
larut dalam air. Meskipun obat ii merupakan agen kelator yang membentuk kompleks
stabil dengan sejumlah logam, termasuk besi, tetapi tidak mengikat kalsium.

B. FARMAMOKINETIK
Tiabendazol diabsorbsi secara cepat setelah ditelan. Dengan dosis standar, konsentrasi
puncak plasma obat dicapai dalam 1-2 jam dan jarang terdeteksi setelah 8 jam, waktuk
paruhnya 1,2 jam. Obat ini dimetabolisme hampir lengkap dihati untuk membentuk S-
hiroksi, yang dalam urin sebagian besar tampak sebagai konjugat glukuromid dan
sulfonat. Sembilan puluh persen obat ini diekskresikan dalam urin. Tiabendazol dapat
juga diabsorbsi dari kulit. Pada beberapa keadaan klinik, obat ini mungkin bermanfaat
untuk memonitor obat dalam serum.

33
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Antelmintik atau obat cacing adalah obat yang digunakan untuk memberantas atau
mengurangi cacing dalam lumen usu atau dalam jaringan tubuh. Kebanyakan obat cacing
efekif terhadap satu macam cacing, sehingga diperlukan diagnosis tepat sebelum
menggunakan obat tertentu.

Tindakan pencegahan utama terhadap cacingan bukan terletak pada obat, namun pada
penjagaan higienitas sehari-hari mulai lingkungan sekitar, tempat bemain anak, anjuran
mencuci tangan dengan sabun, memakai alas kaki bila keluar rumah hingga kebersihan
makanan sehari hari seperti pencucian sayuran dan cara memasak yang benar.

3.2 SARAN
Sebaiknya kita selalu menjaga kebersihan makanan dan selalu mencuci tangan agar terhindar dari
cacingan.

34
DAFTAR PUSTAKA

Ganiswarna SG, editor. 2003. Farmakologi dan terapi. Edisi 4. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Katzung, Bertram G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8. Surabaya: Salemba

Medika.

35

Anda mungkin juga menyukai