KERACUNAN
Disusun Oleh :
Kelompok 9
Siti Nur Halizah (20010127)
Faizatul Hasannah (20010156)
Veni Febriyanti (20010158)
Cindy Aji. N (20010160)
i
DAFTAR ISI
ii
3. 3 Pemeriksaan diagnostik ........................................................................................... 10
3. 4 Diagnosa keperawatan ............................................................................................. 11
3. 5 Rencana keperawatan .............................................................................................. 11
BAB IV .................................................................................................................. 13
PENUTUP .............................................................................................................. 13
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 13
4.2 Saran ....................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
7. Bagaimana penatalaksanaan keracunan?
8. Bagaimana asuhan keperawatan keracunan?
1. 3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan asuhan keperawatan keracunan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan konsep dasar penyakit pada pasien dengan diagnose medis
keracunan.
2. Menjelaskan konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnose
medis keracunan.
1. 4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Umum
Menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep dasar dari keracunan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terisap, diabsorbsi, me- nempel pada
kulit atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil menyebabkan
cedera dari tubuh dengan ada- nya reaksi kimia. Intoksikasi atau keracunan adalah
masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek
merugikan pada yang menggunakannya. Racun adalah zat atau senyawa yang masuk
ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis
dan dapat menyebab kan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan
sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia Keracunan melalui inhalasi dan
menelan materi toksik, baik kecelakaan dan karena kesengajaan, merupakan kondisi
bahaya kesehatan. Sekitar 7% dari semua pengunjung departemen kedaruratan datang
kare- na masalah toksik.
Pada hakekatnya semua zat dapat berlaku sebagai racun, tergan- tung pada
dosis dan cara pemberiannya. Karena gejala yang tim- bul sangat bervariasi, kita
harus mengenal gejala yang ditimbulkan oleh setiap agens agar dapat bertindak
dengan cepat dan tepat pada setiap kasus dengan dugaan keracunan.
2.2 Etiologi
Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang mengandung bahan
berbahaya dan potensial dapat menjadi racun. Penyebab-penyebab tersebut antara lain
Polusi limbah industri yang mengandung logam berat
Bahan makanan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme seperti kuman,
bakteri, protozoa, parasit, jamur beracun
Begitu pula berbagai macam obat jika diberikan melampaui dosis
normal,tidak menyembuhkan penyakitnya melainkan memberikan efek
samping yang merupakan racun bagi tubuh.
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi keracunan ada 2 yaitu :
1. Keracunan korosif
Keracunan yang disebabkan oleh zat korosif yang meliputi produk alkali,
pembersih toilet, deterjen.
2. Keracunan non-korosif
Keracunan yang disebabkan oleh zat non korosif meliputi makanan, obat-
obatan, dan gas.
3
2.4 Patofisiologi
Keracunan dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu faktor
bahan kimia,mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat mempengaruhi
vaskuler sistemik sehingga terjadi penurunan fungsi organ-organ dalam tubuh.
Biasanya akibat dari keracunan menimbulkan mual, muntah, diare, perut
kembung, gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi darah dan kerusakan hati (
sebagai akibat keracunan obat dan bahan kimia ).
Terjadi mual, muntah di karenakan iritasi pada lambung sehingga HCL dalam
lambung meningkat. Makanan yang mengandung bahan kimia beracun (IFO)
dapat menghambat (inktivasi) enzim asrtikolinesterase tubuh (KhE). Makanan
yang telah terkontaminasi toksik atau zat racun sampai di lambung, lalu lambung
akan mengadakan perlawanan sebagai adaptasi pertahanan diri terhadap benda
atau zat asing yang masuk ke dalam lambung dengan gejala mual, lalu lambung
akan berusaha membuang zat tersebut dengan cara memuntahkannya. Karena
seringnya muntah maka tubuh akan mengalami dehidrasi akibat banyaknya cairan
tubuh yang keluar bersama dengan muntahan. Karena dehidrasi yang tinggi maka
lama kelamaan tubuh akan lemas dan banyak mengeluarkan keringat dingin.
Banyaknya cairan yang keluar, terjadinya dehidrasi, dan keluarnya keringat
dingin akan merangsang kelenjar hipopisis anterior untuk mempertahankan
homeostasis tubuh dengan terjadinya rasa haus. Apabila rasa haus tidak segera
diatasi maka dehidrasi berat tidak dapat dihindari, bahkan dapat menyebabkan
pingsan sampai kematian.
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan akibat
penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler
mungkin juga terganggu, sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan
pembuluh darah perifer, dan sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskular
diotak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat
menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme
pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena
adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan
memperberat syok, asidemia, dan hipoksia.
4
- Hilang nafsu makan
Gejala keracunan makanan bisa terlihat berkisar empat sampai 24 jam setelah
bayi terkontaminasi makanan beracun. Gejala ini bisa berlangsung tiga sampai
empat hari, tapi gejala ini juga dapat berlangsung lebih lama lagi jika bayi yang
keracunan masih mengonsumsi secara tidak sengaja makanan yang
terkontaminasi.
2.5 Komplikasi Keracunan
1. Tersedak : alkohol dapat menyebabkan muntah karena alkohol menekan
refleks muntah perut, hal ini meningkatkan risiko tersedak saat muntah jika
seseorang sudah pingsan.
2. Menghentikan pernapasan : tidak sengaja menghirup muntahan ke dalam
paru-paru dapat menyebabkan gangguan berbahaya atau gangguan pernapasan
fatal (sesak napas).
3. Dehidrasi berat : muntah dapat menyebabkan dehidrasi hebat,
yangmenyebabkan tekanan darah sangat rendah dan denyut jantung cepat.
4. Kejang : tingkat gula darah kemungkinan akan menurun signifikansehingga
berpotensi menyebabkan kejang.
5. Hipotermia : suhu tubuh bisa turun menjadi begitu rendah sehingga
bisamenyebabkan serangan jantung.
6. Kerusakan otak : minum berat dapat menyebabkan kerusakan otak yang
bersifat ireversibel.
7. Kematian : salah satu masalah di atas dapat menyebabkan kematian.
5
Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien yang Keracunan. Skrin negatif
tidak berarti bahwa pasien tidak Keracunan, tapi mungkin racun yang ingin
dilihat tidak ada. Adalah penting untuk mengetahui toksin apa saja yang bisa
diskrin secara rutin di dalam laboratorium, sehingga pemeriksaannya bisa
efektif.
2.8 Farmakologi
Dalam terapi, obat biasanya memberikan berbagai efek, namun biasanya
hanya 1 efek terapi yang diharapkan sedangkan efek-efek lain tidak diharapkan
dapat dianggap sebagai efek samping. Efek-efek samping ini biasanya
mengganggu namun tidak membahayakan. Efek yang tidak diinginkan dan
membahayakan dianggap sebagai efek toksik. Reaksi-reaksi yang dipengaruhi
dosis efek toksik obat dapat dikelompokan sebagai efek farmakologis, patologis
dan genotoksik. Biasanya keparahan toksisitas secara proporsional terkait dengan
konsentrasi obat dalam tubuh dan durasi paparan. Overdosis obat adalah contoh
toksisitas obat terkait dosis.
2.9 Toksisitas Farmakologis
Depresi sistem saraf pusat terkait penggunaan barbiturat dipengaruhi oleh
dosis. Efek klinis berkembang mulai dari efek ansiolitik, sedasi hingga koma.
Demikian pula tingkat hipotensi yang dihasilkan oleh nifedipin sangat
dipengaruhi oleh dosis yang diberikan. Tardive dyskinesia adalah gangguan
motorik ekstrapiramidal yang berhubungan dengan penggunan obat antipsikotik,
tampaknya tergantung pada durasi paparan.Toksisitas farmakologi juga dapat
terjadi ketika dosis yang diberikan tepat, misalnya pada kasus pasien yang diobati
dengan tetrasiklin, sulfonamida, klorpromazin dan asam nalidiksat yang
disebabkan adanya efek fototoksisitas oleh sinar matahari terhadap pasien.
6
2.10 Toksisitas Patologis
Parasetamol dimetabolisme menjadi glukoronida nontoksik dan sulfat
terkonjugasi, dan metabolit yang sangat reaktif N-acetyl-p-benzoquinoneimine
(NAPQI) melalui isoform CYP. NAPQI disebut sebagai senyawa biologis reaktif
menengah yang sering timbul dari hasil metabolisme obat. Pada dosis terapi
NAPQI mengikat glutation nukleofilik tapi dalam kondisi overdosis penipisan
glutation dapat menyebabkan nekrosis hati patologis.
Kondisi-kondisi yang memungkinkan terjadinya keracunan :
1. Toksisitas obat terapeutik
2. Paparan eksplorasi oleh anak-anak muda
3. Paparan lingkunan
4. Pajanan
5. Penyalahgunaan obat
6. Kesalahan dalam pengobatan
7. Upaya bunuh diri
8. Upaya meracuni orang lain
Kokain
Opioid
Benzodiazepin
Alkohol
Analgesik
Produk perawatan diri
Produk pembersih rumah tangga
Sedatif/ antipsikotik dan hipnotik
Benda asing
Sediaan obat lokal
Obat flu dan batuk
Antidepresan
Pencegahan keracunan
7
Mengurangi Risiko Kesalahan Pengobatan (Medication Errors) Upaya
mengurangi kesalahan pengobatan dan ROM terbukti akan mampu
mengurangi risiko keracunan terkait penggunaan obat. Kesalahan pengobatan
atau medicationerrors (ME) dapat terjadi pada proses peresepan atau pun pada
proses penggunaan obat tersebut, sedangkan ROM adalah cedera yang
berhubungan dengan penggunaan obat. Secara umum penggunaan obat yang
tepat atau rasional harus memenuhi kriteria:
Tepat obat
Tepat pasien
Tepat dosis
Tepat rute pemberian, dan
Tepat waktu pemberian
8
c. Identifikasi penyebab keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi
hendaknya usaha mencari penyebab keracunan ini tidak sampai menunda
usaha-usaha penyelamatan penderita yang harus segera dilakukan.
d. Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang
sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah
20 menit bila tidak berhasil. Katarsis,( intestinal lavage ), dengan pemberian
laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan besar. Kumbah
lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,
atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah
lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan. Keramas rambut dan
memandikan seluruh tubuh dengan sabun. Emesis, katarsis dan kumbah
lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurangdari 4 – 6
jam. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung
sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon
untuk mencegah aspirasi pnemonia.
e. Anti dotum (penawar racun)
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 - 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menit sampai timbul
gejala - gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi,
midriasis, febris dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya
setiap 2 – 4 – 6 – 8 dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setela 2 x 24 jam. Penghentian yang
mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan
kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.
9
BAB III
3. 1 Pengkajian
a. Kaji gejala klinis yang tampak pada klien
b. Anamnesis informasi dan keterangan tentang keracunan dari korban atau
dari orang-orang yang mengetahuinya
c. Identifikasi sumber dan jenis racun
d. Kaji tentang bentuk bahan racun
e. Kaji tentang bagaimana racun dapat masuk dalam tubuh pasien
f. Identifikasi lingkungan dimana pasien dapat terpapar oleh racun
g. Pemeriksaan fisik
3. 2 Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum: kesadaran biasanya menurun, kelemahan, keletihan
2. Pernafasan: nadi lemah (hipovolemia), takikardi, hipotensi (pada kasus
berat), Aritmia jantung, pucat, sianosis, keringat banyak, dispnea
3. Pencernaan atau eliminasi: mual, muntah, nyeri perut, dan perdarahan
saluran pencernaan, perubahan warna urine, anoreksia, diare
4. Kardiovaskuler: hipertensi, nadi aritmia
5. Integumen: berkeringat, akral dingin
6. Persyarafan: kejang, miosis, vesikulasi, penurunan kesadaran, kelemahan,
paralise, disorientasi, delirium, kejang sampai koma, sakit kepala
7. Muskuloskeletal : kelelahan, kelemahan
8. Integrasi ego: gelisah, ansietas
9. Selaput lendir: hipersaliva
10. Sensori: mata mengecil/membesar pupil miosis
11. Gangguan metabolisme karbohidrat: ekskresi asam organik , dalam jumlah
besar, hipoglikemi dan ketoasis.
12. Gangguan koagulasi: gangguan agregasi trombosit dan trombositopenia
13. Gangguan elektrolit: hiponatremia, hipokalsemia dan hipokalsemia
3. 3 Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan laboratorium dengan pemisahan lengkap (urine, gula darah,
cairan lambung, analisa gas darah, darah lengkap, osmolalitas serum, elektrolit
urea n kreatinin, glukosa, transaminase hati) EKG, foto thorax/abdomen
skrining toksikologi untuk kelebihan dosis obat, tes toksikologi kuantitatif
(mansjoer Arif, 2009).
10
3. 4 Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan efek toksik pada miokard
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan
3. 5 Rencana keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Intervensi Rasional
Pantau tingkat irama pernapasan dan Pengkajian yang berulang sangat
suara napas serta pola pernapasan penting karenakadar toksisitas
mungkin berubah-ubah secara drastis
Tinggikan kepala tempat tidur Menurunkan kemungkinan
aspirasi,diafragma bagian bawah
untuk meningkatkan inflasi paru
Dorong untuk batuk/ napas dalam Memudahkan ekspansi paru dan
mobilisasi sekresi untuk mengurangi
resikoatelektasis/ pneumonia
Auskultasi suara napas Pasien dapat beresiko atelektasis
dihubungkan dengan hipoventilisasi
dan pneumonia
Berikan 02 jika dibutuhkan Hipoksia mungkin terjadi akibat
depresi pernapasan
11
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan.
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien terpenuhi secara adekuat.
Intervensi Rasional
Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi Mengetahui kekurangan nutrisi klien
klien
Kaji penurunan nafsu makan klien Agar dapat dilakukan intervensi
dalam pemberian makanan pada klien
Jelaskan pentingnya makanan bagi Dengan pengetahuan yang baik
proses penyembuhan tentang nutrisi akan memotivasi untuk
meningkatkan pemenuhan nutrisi
Ukur tinggi dan berat badan klien Membantu dalam identifikasi
malnutrisi protein-kalori, khususnya
bila berat badan kurang dari normal
Dokumentasikan masukan oral Mengidentifikasi ketidakseimbangan
selama 24 jam, riwayat makanan, kebutuhan nutrisi
jumlah kalori dengan tepat (intake)
Ciptakan suasana makan yang Membuat waktu makan lebih
menyenangkan menyenangkan, yang dapat
meningkatkan nafsu makan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk Ahli gizi adalah spesialisasi dalam
membantu memilih makanan yang ilmu gizi yang membantu klien
dapat memenuhi kebutuhan gizi memilih makanan sesuai dengan
selama sakit keadaan sakitnya, usia, tinggi, berat
badannya
12
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Keracunan alkohol adalah keadaan dimana apabila seseorang
meminum alkohol dalam waktu singkat dan menimbulkan efek seperti
perubahan tingkah laku, perubahan tanda vital, dan risiko untuk gangguan
kesehatan dan kematian.
Alkohol biasanya adalah etanol atau grain alkohol. Etanol dapat dibuat
dari fermentasi buah atau gandum dengan ragi. etanol adalah salah satu obat
reakreasi (obat yang digunakan untuk bersenang-senang) yang paling tua dan
paling banyak digunakan di dunia. Semua alkohol bersifat toksik (beracun),
tetapi etanol tidak terlalu beracun karena tubuh dapat menguraikannya dengan
cepat.
Alkohol merupakan obat yang dapat menekan sistem saraf pusat. Bila
diminum secara terus menerus atau belebihan, minuman beralkohol seperti
bir, arak, anggur, akan menyebabkan kemampuan mental dan fisik terganggu.
Keracunan alkohol sangat berbahaya karena dapat melumpuhkan alat-alat
pernafasan sehingga menimbulkan kematian dan kebutaan.
4.2 Saran
Untuk menghindari segala efek buruk dari alkohol, diharapkan seluruh
kalangan masyarakat bisa secara selektif untuk menggunakan alkohol.
Menggunakannya dengan bijak dan tidak berlebihan sehingga tidak
berdampak buruk bagi diri sendiri dan masyarakat.
Sebagai seorang perawat jika kita menemui pasien dengan masalah
keracunan alkohol maka harus dilakukan penanganan sesegera mungkin untuk
menghindari komplikasi lebih lanjut yang tidak diinginkan.
13
DAFTAR PUSTAKA
14