Disusun oleh :
Kelompok 1
Keperawatan 6B
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 2
C. Tujuan............................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pneumothorax (Open and Tension)................................................................ 3
1. Definisi.................................................................................................... 3
2. Etiologi.................................................................................................... 4
3. Manifestasi Klinis.................................................................................... 5
4. Patofisiologi............................................................................................. 6
5. Pathway................................................................................................... 8
6. Penatalaksanaan....................................................................................... 9
B. Hemothorax.................................................................................................. 14
1. Definisi.................................................................................................. 14
2. Etiologi.................................................................................................. 14
3. Klasifikasi.............................................................................................. 14
4. Manifestasi Klinis.................................................................................. 15
5. Anatomi dan Fisiologi........................................................................... 15
6. Patofisiologi........................................................................................... 16
7. Pathway................................................................................................. 18
8. Pemeriksaan Diagnostik........................................................................ 19
9. Penatalaksanaan..................................................................................... 20
C. Edema Pulmonal........................................................................................... 23
1. Definisi.................................................................................................. 23
2. Etiologi.................................................................................................. 23
3. Manifestasi Klinis.................................................................................. 24
4. Klasifikasi.............................................................................................. 26
5. Patofisiologi........................................................................................... 27
6. Pathway................................................................................................. 30
7. Penatalaksanaan..................................................................................... 31
ii
D. Algoritma Trauma Thoraks.......................................................................... 36
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................... 39
B. Saran............................................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gawat darurat adalah suatu keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan
seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan segera dalam arti pertolongan
pertama secara cermat, tepat, cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu
maka korban akan mati / kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup.
Keadaan darurat adalah keadaan yang terjadinya mendadak, sewaktu keadaan
darurat adalah keadaan yang terjadinya mendadak, sewaktu-waktu, kapan saja, terjadi
dimana saja dan dapat menyangkut siapa saja, kapan saja, terjadi dimana saja sebagai
akibat dari suatu kecelakaan, suatu proses medik atau perjalanan suatu penyakit.
Secara umum trauma toraks dapat didefinisikan sebagai suatu trauma yang mengenai
dinding toraks yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada pada
organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma tumpul maupun oleh sebab
trauma tajam. Peningkatan dalam pemahaman mekanisme fisiologis yang terlibat,
kemajuan dalam modalitas imaging yang lebih baru, pendekatan invasif yang minimal,
dan terapi farmakologis memberikan kontribusi dalam menurunkan morbiditas dan
mortalitas pada pasien dengan cedera ini (Mattox, et al., 2013; Marc Eckstein, 2014;
Lugo,, et al., 2015)
Cedera pada parenkim paru sering terjadi pada pasien yang mengalami cedera berat
meliputi, kontusio, laserasi dan hematoma pada paru. Hemotoraks dan Pneumotoraks
juga merupakan cedera yang biasa terjadi pada pasien - pasien trauma toraks.
Penatalaksanaan pada cedera ini telah berkembang selama beberapa dekade terakhir. Hal
ini disebabkan oleh kemajuan dalam teknik imaging diagnostik dan peningkatan dalam
pemahaman patofisologi. Pemahaman ini akan meningkatkan kemampuan deteksi dan
identifikasi awal atas trauma toraks sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan
segera (Mattox, et al., 2013; Marc Eckstein, 2014).
Trauma adalah penyebab paling umum kematian pada orang usia 16-44tahun di
seluruh dunia (WHO, 2004). Proporsi terbesar dari kematian (1,2 juta pertahun)
kecelakaan di jalan raya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi bahwa pada
tahun 2020, cedera lalu lintas menduduki peringkat ketiga dalam penyebab kematian dini
dan kecacatan.
1
2
Dalam keadaan gawat darurat harus dilakukan tindakan penanganan awal untuk
mencegah keadaan pasien menjadi tambah buruk. Pada pasien trauma Waktu sangatlah
penting, diperlukan cara yang mudah untuk menangani, biasanya proses ini dinamakan
sebagai initial assagment (penilaian awal). Dalam initial assagment terdapat tindakan
Primary Survey dan Secondary Survey.
Primary Survey merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk menilai keadaan
klien dengan menggunakan metode ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability,
Exposurey) dilakukan pada saat waktu yang tepat.
Secondary Survey merupakan tindakan lanjutan dari Primary Survey yang dilakukan
dengan mengkaji secara meyeluruh dari ujung kepala sampai ujung kaki klien, biasanya
disebut dengan pengkajian Head To Toe.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan tentang pneumothorax (Open dan Tension)
2. Menjelaskan tentang hemothorax
3. Menjelaskan tentang edema pulmonal
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui penjelasan dari pneumothorax (Open dan Tension)
2. Untuk mengetahui penjelasan dari hemothorax
3. Untuk mengetahui penjelasan dari edema pulmonal
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
4
2. Etiologic
a. Open pneumothoraks
Open pneumothoraks disebabkan oleh trauma tembus dada. Berdasarkan
kecepatannya, trauma tembus dada dapat dikelompokkan menjadi 2 berdasarkan
kecepatannya, yaitu:
1) Luka tusuk
Umumnya dianggap kecepatan rendah karena senjata (benda yang
menusuk atau mengenai dada) menghancurkan area kecil di sekitar luka.
Kebanyakan luka tusuk disebabkan oleh tusukan pisau. Namun, selain itu
pada kasus kecelakaan yang mengakibatkan perlukaan dada, dapat juga
terjadi ujung iga yang patah (fraktur iga) mengarah ke dalam sehingga
merobek pleura parientalis dan 3iseralis sehingga dapat mengakibatkan
open pneumotoraks
2) Luka tembak
Luka tembak pada dada dapat dikelompokkan sebagai ke/epatan
rendah, sedang, atau tinggi. Faktor yang menentukan kecepatan dan
mengakibatkan keluasan kerusakan termasuk jarak darimana senjata
ditembakkan, kaliber senjata, dan konstruksi serta ukuran peluru. Peluru
yang mengenai dada dapat menembus dada sehingga memungkinkan
udara mengalir bebas keluar dan masuk rongga toraks.
b. Tension Pneumothoraks
Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena
iatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Yaitu, sebagai berikut:
1) Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah satu pleura
visceral atau parietal dan sering dengan patah tulang rusuk (patah tulang
5
3. Manifestasi Klinis
a. Open Pneumothoraks
Gejala-gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang
masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps
(mengempis). Gejalanya bisa berupa : Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-
tiba, dan semakin nyeri jika penderita menarik nafas dalam atau terbatuk.
1) Sesak nafas
2) Dada terasa sempit
3) Mudah lelah
4) Denyut jantung yang cepat
5) Hidung tampak kemerahan
6) Cemas, stress, tegang
7) Tekanan darah rendah (hipotensi)
8) Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
b. Tension Pneumothoraks
1) Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea, takikardi,
hipersonor dinding dada dan tidak ada suara napas pada sisi yang sakit.
Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun, trachea bergeser menuju
ke sisi kontralateral, hipotensi, pembesaran pembuluh darah leher/ vena
jugularis (tidak ada jika pasien sangat hipotensi) dan sianosis (Boshwick,
1997).
2) Terjadi sesak napas yang progresif dan berat
6
3) Terdapat kolaps dengan pulsus kecil dan hipotensi berat sebagai akibat
gangguan pada jantung dan terhalangnya aliran balik vena ke jantung
4) Tanda-tanda pergesaran mediastinum jelas terlihat
5) Perkusi biasanya timpani, mungkin pula redup karena pengurangan
getaran pada dinding toraks
6) Apabila pneumotoraks meluas, atau apabila yang terjadi adalah tension
pneumothoraks dan udara menumpuk di ruang pleura, jantung dan
pembuluh darah besar dapat bergeser ke paru yang sehat sehingga dada
tampak asimetris (Corwin, 2009).
4. Patofisiologi
a. Open Pneumothoraks
Pada manusia normal tekanan dalam rongga pleura adalah negatif.
Tekanan negatif disebabkan karena kecenderungan paru untuk kolaps (elastic
recoil) dan dinding dada yang cenderung mengembang. Bilamana terjadi
hubungan antara alveol atau ruang udara intrapulmoner lainnya (kavitas, bulla)
dengan rongga pleura oleh sebab apapun, maka udara akan mengalir dari alveoli
ke rongga pleura sampai terjadi keseimbangan tekanan atau hubungan tersebut
tertutup. Serupa dengan mekanisme di atas, maka bila ada hubungan antara
udara luar dengan rongga pleura melalui dinding dada, udara akan masuk ke
rongga pleura sampai perbedaan tekanan menghilang atau hubungan menutup.
Perubahan patofisiologi yang terjadi pada dasarnya adalah akibat dari:
1) Kegagalan Ventilasi
2) Kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar
3) Kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik.
Ketiga faktor diatas dapat menyebabkan hipoksia.
b. Tension Pneumothoraks
Tension pneumotoraks terjadi ketika udara dalam rongga pleura memiliki
tekanan yang lebih tinggi daripada udara dalam paru sebelahnya. Udara
memasuki rongga pleura dari tempat ruptur pleura yang bekerja seperti katup
satu arah. Udara dapat memasuki rongga pleura pada saat inspirasi tetapi tidak
bisa keluar lagi karena tempat ruptur tersebut akan menutup pada saat ekspirasi.
Tension pneumotoraks terjadi ketika udara dalam rongga pleura memiliki
tekanan yang lebih tinggi daripada udara dalam paru sebelahnya. Udara
7
memasuki rongga pleura dari tempat ruptur pleura yang bekerja seperti katup
satu arah. Udara dapat memasuki rongga pleura pada saat inspirasi tetapi tidak
bisa keluar lagi karena tempat ruptur tersebut akan menutup pada saat ekspirasi.
Udara juga menekan mediastinum sehingga terjadi kompresi serta
pergeseran jantung dan pembuluh darah besar. Udara tidak bisa keluar dan
tekanan yang semakin meningkat akibat penumpukan udara ini menyebabkan
kolaps paru. Ketika udara terus menumpuk dan tekanan intrapleura terus
meningkat, mediastinum akan tergeser dari sisi yang terkena dan aliran balik
vena menurun.Keadaan ini mendorong jantung, trakea, esofagus dan pembuluh
darah besar berpindah ke sisi yang sehat sehingga terjadi penekanan pada
jantung serta paru ke sisi kontralateral yang sehat (Sudoyo, 2009).
Dalam keadaan normal pleura parietal dan visceral seharusnya dapat
dipertahankan tetap berkontak karena ada gabungan antara tekanan intraprgleura
yang negative dan tarikan kapiler oleh sejumlah kecil cairan pleura. Ketika
udara masuk ke ruang pleura factor-faktor ini akan hilang dan paru di sisi cedera
mulai kolaps, dan oksigenasi menjadi terganggu. Jika lebih banyak udara yang
memasuki ruang pleura pada saat inspirasi di bandingkan dengan yang keluar
pada saat ekspirasi akan tercipta efek bola katup dan tekanan pleura terus
meningkat sekalipun paru sudah kolaps total dan akhirnya tekanan ini menjadi
demikian tinggi sehingga mendiastinum terdorong ke sisi berlawanan dan paru
sebelah juga terkompresi dan dapat menyebabkan hipoksia yang berat dapat
timbul dan ketika tekanan pleura meninggi dan kedua paru tertekan, aliran darah
yang melalui sirkulasi sentral akan menurun secara signifikan yang
mengakibatkan hipotensi arterial dan syok.(Kowalak, 2011).
8
5. Pathway
Pneumothoraks
Nosiseptor mengeluarkan
zat kimia bradikinin Kurang menerima
informasi Pola napas tidak
efektif
Menurunnya ambang nyeri
Cemas
Nyeri
9
e. EKG
f. NGT bila tidak ada kontraindikasi (fraktur basis kranii)
g. Bersihkan dengan antiseptic luka memar dan lecet bila ada lalu
kompres dan obati
c) Lakukan tube thoracostomy / WSD (water sealed drainage,
merupakan tatalaksana definitif tension pneumothorax), (Continous
suction).
12
prosedur ini dapat dilakukaan reseksi bulla atau bleb dan juga bisa
dilakukan untuk pleurodesis (Kurniasih, 2009).
2. Tension Pneumothorax
Pneumotoraks terbuka membutuhkan intervensi kedaruratan.
Menghentikan aliran udara yang melewati lubang pada dinding dada merupakan
tindakan menyelamatkan jiwa. Pada situasi darurat tersebut, apa saja dapat
digunakan untuk mentup luka dada misalnya handuk, sapu tangan, atau punggung
tangan. Jika sadar, pasien diinstruksikan untuk menghirup dan mengejan dengan
glotis tertutup. Aksi ini membantu mengembangkan kembali paru dan
mengeluarkan udara dari toraks. Di rumah sakit, lubang ditutup dengan kassa
yang dibasahi dengan petrolium. Balutan tekan dipasang dan diamankan dengan
lilitan melingkar. Biasanya, selang dada yang dihubungkan dengan drainase
water-seal (WSD) dipasang untuk memungkinkan udara dan cairan mengalir.
Anti biotik biasanya diresepkan untuk melawan infeksi akibat kontaminasi.
(Nirwan Arief, 1984).
14
B. Hemothorax
1. Definisi
Hemothoraks merupakan keadaan berkumpulnya darah di dalam rongga
intrapleura. Cedera tumpul atau tusukan pada dinding dada dapat menyebabkan
pembuluh darah setempat ruptura, seperti arteri mamaria internal atau arteri
intrakostalis. Hemothoraks luas terjadi jika darah yang berkumpul di dalam rongga
pleural melebihi 1,5 L. (Ester chang. 2010: 189).
Hemotoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura. Sumber berasal dari
darah yang berada pada dinding dada , parenkim paru - paru , jantung atau pembuluh
darah besar kondisi ini biasanya konsekuensi dari trauma tumpul atau tajam. Ini juga
merupakan komplikasi dari beberapa penyakit (William, 2013).
2. Etiologic
Menurut Magerman (2010) penyebab hematothoraks antara lain :
a. Penetrasi pada dada
b. Trauma tumpul pada dada
c. Laserasi jaringan paru
d. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
e. Laserasi arteri mammaria interna
Penyebab Hemothoraks secara umum dibagi menjadi yaitu :
a. Traumatik
Berupa trauma tumpul, ataupun trauma tembus seperti luka tusuk (termasuk
iatrogenik)
b. Nontraumatik / spontan
Berupa neoplasma, komplikasi antikoagulan, emboli paru dengan infark.
robekan adesi pleura yang berhubungan dengan pneumotoraks spontan, bullous
emphysema, nekrosis akibat infeksi, tuberculosis, fistula arteri atau vena
pulmonal, telangiectasia hemoragik herediter, kelainan vaskular intratoraks
nonpulmoner (aneurisma aorta pars thoraxica, aneurisma arteri mamaria
interna), sekuestrasi intralobar dan ekstralobar, patologi abdomen (pancreatic
pseudocyst, splenic artery aneurysm, hemoperitoneum), catamenial.
3. Klasifikasi
Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi dalam 3 golongan, yaitu:
15
a. Hematothoraks ringan
1) Jumlah darah kurang dari 400 cc
2) Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks
3) Perkusi pekak sampai iga IX
b. Hematothoraks sedang
1) Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
2) 15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
3) Perkusi pekak sampai iga VI
c. Hematothoraks berat
1) Jumlah darah lebih dari 2000 cc
2) 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
3) Perkusi pekak sampai iga IV
(Bararah, 2013)
4. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang muncul pada pasien dengan hemotoraks adalah nyeri dada,
pasien menunjukkan distres pernapasan berat, napas pendek, takikardi, hipotensi,
pucat, dingin, dan takipneu. Pasien juga dapat mengalami anemia sampai syok
(Boston Medical Centre, 2014).
kondisi sehat, dua lapis pleura dipisahkan oleh selaput cairan serosa yang
memungkinkan lapisan bebas bergerak satu sama lain, dan mencegah gesekan antara
lapisan saat bernapas. Cairan serosa disekresi oleh sel epithelial membrane.
Paru terdiri atas bronkus dan jalan napas berukuran lebih kecil , alveoli,
jaringan ikat, pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf, yang semuanya berada di
matriks jaringan ikat elastic. Tiap lobus tersusun dari sejumlah lobulus. Trukus
pulmonal terbagi menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri , yang membawa darah
yang miskin oksigen ketiap paru. Di dalam paru , arteri pulmonalis terbagi menjadi
banyak cabang, yang akhirnya bermuara di jaringan kapiler padat di sekitar dinding
alveoli.
Pertukaran gas antara udara di paru dan darah kapiler berlangsung pada dua
selaput yang sangat halus (keduanya disebut membrane pernapasan). Kapiler
pulmonal bergabung membentuk dua vena pulmonalis di tiap paru. Vena ini keluar
dari paru melalui hilum dan membawa darah yang kaya akan oksigen ke atrium kiri
jantung (Nurachmah, dkk. 2010).
6. Patofisiologi
Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma dapat ringan sampai berat
tergantung besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan anatomi
yang ringan berupa jejas pada dinding toraks, fraktur kosta simpel. Sedangkan
kerusakan anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta multiple dengan
komplikasi, pneumotoraks, hematotoraks dan kontusio paru. Trauma yang lebih
berat menyebabkan perobekan pembuluh darah besar dan trauma langsung pada
jantung
Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya dapat
menganggu fungsi fisiologi dari sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler.
Gangguan sistem pernafasan dan kardiovaskuler dapat ringan sampai berat
tergantung kerusakan anatominya. Gangguan faal pernafasan dapat berupa gangguan
fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi dan gangguan mekanik/alat pernafasan. Salah
satu penyebab kematian pada trauma toraks adalah gangguan faal jantung dan
pembuluh darah.
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua
gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.
Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area
17
7. Pathway
Trauma tumpul /
Iritasi ujung
penetrasi pada dada Pelepasan mediator
syaraf nyeri
Volume darah
Perdarahan ↓
Nyeri
Ketidakefektifan
Penekanan oleh jantung, pembuluh darah
bersihan jalan napas
besar, dan trakea pada paru normal
Kelemahan Hipoksia
Intoleransi
Aktifitas
19
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Sinar X dada
Menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleura. Pada kasus trauma tumpul
dapat terlihat pada foto toraks, seperti fraktur kosta atau pneumotoraks.
b. AGD
Variable tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik
pernapasan dan kemampuan mengompensasi. PCO2 kadang-kadang meningkat >
45. PO2 mungkin normal atau menurun < 80, saturasi oksigen biasanya menurun.
c. Hemoglobin
Kadar Hb menurun < 10 gr %, menunjukkan kehilangan darah
d. Volume tidal menurun < 500 ml, kapasitas vital paru menurun
(Bararah, 2013)
e. Torakosentesis dan WSD
1) Persiapkan kulit dengan antiseptik
2) Lakukan infiltratif kulit, otot dan pleura dengan lidokain 1 % diruang sela
iga yang sesuai, biasanya di sela iga ke 5 atau ke 6 pada garis mid axillaris.
3) Perhatikan bahwa ujung jarum harus mencapai rongga pleura
4) Hisap cairan dari rongga dada untuk memastikan diagnosis
5) Buat incisi kecil dengan arah transversal tepat diatas iga, untuk menghindari
melukai pembuluh darah di bagian bawah iga
6) Dengan menggunan forceps arteri bengkok panjang, lakukan penetrasi pleura
dan perlebar lubangnya
7) Gunakan forceps yang sama untuk menjepit ujung selang dan dimasukkan ke
dalam kulit
8) Tutup kulit luka dengan jahitan terputus, dan selang tersebut di fiksasi
dengan satu jahitan.
9) Tinggalkan 1 jahitan tambahan berdekatan dengan selang tersebut tanpa
dijahit, yang berguna untuk menutup luka setelah selang dicabut nanti. Tutup
dengan selembar kasa hubungkan selang tersebut dengan sistem drainage
tertutup air
10) Tandai tinggi awal cairan dalam botol drainage. (Muttaqin, 2012)
f. Analisis Cairan Pleura
Pada analisis cairan pleura, setelah dilakukan aspirasi, cairan tersebut
diperiksa kadar hemoglobin atau hematokrit. Dikatakan hemotoraks jika kadar
20
hemoglobin atau hematokrit cairan pleura separuh atau lebih dari kadar
hemoglobin atau hematokrit darah perifer.
g. CT scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang cukup akurat untuk mengetahui cairan
pleura atau darah, dan dapat membantu untuk mengetahui lokasi bekuan darah.
Selain itu, CT scan juga dapat menentukan jumlah bekuan darah di rongga pleura
(Mancini, 2015).
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hemothorax dapat dibagi menjadi dua yaitu tatalaksana awal
menggunakan kateter interkostal dan tatalaksana lanjutan yang dapat berupa
medikamentosa ataupun pembedahan sesuai indikasi.
a. Penatalaksanaan Awal
Tujuan dari tatalaksana awal pada pasien hemothorax bertujuan untuk
menstabilisasi kardiopulmonal serta mengevakuasi darah dari pleura.
1) Survei Primer
Survei primer dilakukan untuk stabilisasi sumbatan jalan napas, gangguan
pernapasan maupun gangguan sirkulasi. Setelah jalan napas, gangguan
pernapasan, dan sirkulasi diamankan, segera lakukan rontgen thorax.
2) Kateter Interkostal
Kateter interkostal merupakan tata laksana awal hemothorax. Kateter
interkostal dimasukan ke dalam rongga pleura untuk mendrainase darah,
udara, pus maupun cairan lainnya. Ukuran tabung yang biasa digunakan
adalah 36 F, namun beberapa penelitian membuktikan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara ukuran 28-32F dengan 36-40F pada trauma
thorax. Kateter interkostal diarahkan ke posterior mempertimbangkan
pergerakkan darah ke arah posterior pada pasien supinasi. Kateter interkostal
umumnya dimasukkan pada sela iga ke-6 atau ke-7 pada linea midaksilaris.
Setelah pemasangan kateter interkostal, sebaiknya dilakukan rontgen
thorax ulang untuk mengevaluasi posisi kateter interkostal dan menentukan
jumlah hemothorax yang tersisa. Apabila terdapat darah yang menetap
setelah 72 jam, tidak dianjurkan untuk melakukan pemasangan kateter
interkostal kedua, melainkan segera dilakukan video-assisted thoracoscopic
surgery (VATS).
21
b. Penatalaksanaan lanjutan
1) Medikamentosa
Terapi medikamentosa dapat berupa pemberian antibiotik profilaksis dan
fibrinolitik intrapleural.
a) Antibiotik Profilaksis
Pemberian antibiotik pada pasien hemothorax dianjurkan untuk
mengurangi risiko terjadi komplikasi infeksius. Pedoman dari The Eastern
Association for Trauma merekomendasikan penggunaan antibiotik
sefalosporin generasi pertama dalam 24 jam pada pasien dengan kateter
interkostal. Namun apabila sudah terjadi empiema maka antibiotik yang
direkomendasikan adalah yang spesifik untuk bakteri Staphylococcus
aureus dan Streptococcus. Pemberian antibiotik dapat mengurangi angka
kejadian pneumonia dari 14,8% menjadi 4,1%, dan emfisema dari 8,7%
menjadi 0,8%.
b) Terapi Fibrinolitik Intrapleural
Terapi fibrinolitik intrapleural merupakan terapi nonoperatif yang
dapat dilakukan untuk mengevakuasi residu gumpalan darah serta
memecah perlengketan jika kateter interkostal tidak adekuat mengatasi
hemothorax. Terapi ini dilakukan untuk mengurangi risiko lung
entrapment, fibrothorax kronis, gangguan fungsi paru, serta infeksi yang
diakibatkan retensi darah pada paru. Fibrinolitik yang digunakan adalah
streptokinase (250,000 IU), urokinase (100,000 IU atau 250,000 IU), atau
tissue plasminogen activator (TPA). Terapi fibrinolitik intrapleura dapat
diberikan selama 2-9 hari untuk streptokinase, dan 2-15 hari untuk
urokinase.
2) Pembedahan
Tatalaksana bedah dapat menggunakan video-assisted thoracoscopic
surgery (VATS) dan juga thoracotomy.
a) Video-Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS)
Penggunaan video-assisted thoracoscopic surgery (VATS) pada
situasi akut hemothorax masih menjadi kontroversi. Tetapi tata laksana ini
menjadi lini pertama pada Retained Hemothorax untuk mengevakuasi
darah yang menggumpal dan tidak bisa dievakuasi oleh kateter interkostal.
22
C. Edema Pulmonal
1. Definisi
Paru paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan berhubungan
dengan sistem peredaran darah (sirkulasi) vertebrata yang bernapas dengan udara.
Istilah yang berhubungan dengan paru paru sering disebut pulmo, dengan kata latin
pulmones untuk paru paru. Paru paru merupakan organ yang sangat vital bagi
kehidupan manusia karena tanpa paru paru manusia tidak dapat hidup. Didalam paru
paru terdapat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Setelah membebaskan
oksigen, sel sel darah merah mennagkap karbondioksida sebagai hasil metabolisme
tubuh yang akan dibawa ke paru paru. (Guyton and Hall, 2007)
Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di
ekstravaskuler dalam paru (Muttaqin,2012)
Edema paru adalah akumulasi cairan ekstravaskular di dalam paru. Edema paru
sering disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru dan penyakit
pada ventrikel kiri sehingga sering disebut sebagai edema paru kardiogenik (Murray,
2011)
Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi
diekstravaskular dalam paru.kelainan ini disebabkan oleh dua keadaan, yaitu
peningkatan tekanan hidrostatis dan peningkatan permeabilitas kapiler paru (Arif
Muttaqin).
2. Etiologic
Walaupun lebih mudah mengelompokkan edema paru menjadi kardiogenik
dan non kardiogenik namun pengelompokan tersebut tidak benar benar tegas.
(Kidess, 1995 :Subagiyo, 2012) membagi edema paru berdasarkan penyebabnya
sebagai berikut:
a. Edema paru kardiogenik (Hidrostatik).
b. Edema paru nonkardiogenik (permeability).
c. Edema paru campuran atau patogeneisnya belum diketahui
1) Edema paru karena ketinggian
2) Edema paru neurogenik
3) Re-expansion pulmonary edema
4) Overedosis narkotik
5) Tocolytic therapy
24
6) Uremia
Braundwauld (1997), subagyo (2012) membagi edema paru berdasarkan
mekanisme pencetusnya:
a. Ketidakseimbangan starling force
1) Peningkatan tekanan vena pulmonalis
a) Tanpa gagal ventrikel kiri (missal: stenosis mitral)
b) Sekunder karena gagal ventrikel kiri
2) Penurunan tekanan onkotik plasma pada hipoalbuminemia
3) Peningkatan tekanan negative interstisial pada tatalaksana pneumotoraks
dengan tekanan negative yang tinggi
b. Gangguan permeabilitas membrane kapiler alveoli
1) Pneumonia (bakteri, virus atau parasite)
2) Inhalasi toksin (NO, asap)
3) Pancreatitis hemoragik akut
4) Pneumonia akut akibat radiasi
5) Zat vasoaktif endogen (histamine, kinin)
6) Koagulasi intravascular diseminata (DIC)
7) Imunologi pneumonitis hipersensitif
c. Insufisiensi sistem limfe
1) Pasca transplantasi paru
2) Limfangitis karsinomatosis
3) Limfangitis fibrotic (silicosis)
d. Tidak diketahui atau belum jelas meknaismenya
1) Edema paru neurogenic
2) Overdosis obat narkotika
3) Emboli paru
4) Eklampsia
5) Pasca kardioversi
6) Pasca anestesi
7) Pasca bedah pintas jantung paru
3. Manifestasi Klinis
a. Manifestasi umum :
25
8. Kelelahan
c. Gejala edema paru tahap lanjut seperti: headache, insomnia, retensi cairan,
batuk dan sesak nafas. (muttaqin,2012)
4. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2 kardiogenik dan non
kardiogenik. Hal ini penting diketahui karena pengobatanya berbeda.
a. Edema paru kardiogenik
Edema paru kardiogenik adalah edema paru yang disebabkan oleh
meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena
meningkatnya tekanan vena pulmonalis. Edema paru kardiogenik menunjukkan
adanya akumulasi cairan yang rendah protein di interstasial paru dan alveoli
ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di atrium kiri melebihi keluaran
ventrikel kiri.
Edema paru kardiogenik adalah edema yang disebabkan oeh adanya
kelainan pada organ jantung. misalnya jantung tidak bekerja semestinya seperti
jantung tidak kuat lagi memompa.
Edema paru kardiogenik berakibat dari tekanan yang tinggi dalam
pembuluh pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang
buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung
yang buruk (datang dari beragam sebab sebab seperti arrhythmias dan penyakit
penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan serangan jantung atau klep
klep jantung yang abnormal dapat menjerumus pada akumulasi lebih dari
jumlah draah yang biasa dalam pembuluh darah dari paru paru. Ini dapat
penyebabkan cairan dari pembuluh pembuluh darah didorong keluar ke alveoli
ketika tekanan membesar.
b. Edema paru non kardiogenik
Edema paru non kardiogenik adalah penimbunan cairan pada jaringan
interstisial paru dan alveolus paru yang disebabkan selain oleh kelainan jantung.
edema yang umunya disebabkan oleh:
1) Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integrasi dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari
respon peradangan yang mendasarinya dan ini menurun pada alveoli yang
bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh darah.
27
2) Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi infeksi paru,
merokok kokain, atau radiasi pada paru.
3) Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh
dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh darah, berakibat
pada edema paru. Pada orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut dialysis
mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
4) Trauma otak, perdarahan pada otak, seizure seizure yang parah, atau operasi
otak dapat berakibat pada akumulasi cairan di paru menyebabkan
neurogenic pulmonary edema.
5) Paru yang mengembang dengan cepat dapat menyebabkan rekspansi
pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus kasus ketika paru
mengempis ( pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling
paru (pleura effusion) dikeluarkan. Berakibat pada ekspansi yang cepat dari
paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang
terpengaruh.
6) Penyebab penyebab lain yang lebih jarang dari non cardiogenic pulmonary
edema mungkin termasuk pulmonary embolis (gumpalan darah yang telah
berjalan ke paru paru) luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi,
beberapa infeksi virus, atau ekslamsia pada wanita hamil.
5. Patofisiologi
Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler lebih
banyak dari yang yang biasa dikeluarkan. Akumulasi cairan ini akan berakibat serius
pada fungsi paru oleh karena tidak mungkin terjadi pertukaran gas apabila alveoli
penuh terisi cairan. Dalam keadaan normal di dalam paru terjadi suatu aliran keluar
yang kontinyu dari cairan dan protein dalam pembuluh darah ke jaringan interstatsial
dan kembali ke sistem aliran darah melalui saluran limfe. Pergerakan cairan tersebut
memenuhi hukum starling sebagai berikut (Flick,2000,Alpert
2002,Nendrastuti&Soetomo,2010)
Ruangan alveolar dipisahkan dari interstasium paru terutama oleh sel epitel
alveoli tipe I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barrier relative
nonpermeabel terhadap aliran cairan dari interstasium ke rongga rongga (space).
Fraksi yang besar ruang interstasial dibentuk oleh kapiler paru yang dindingnya
terdiri atas satu lapisan sel endothelium di atas membrane basal. Sedangkan sisanya
28
merupakan jaringan ikat yang terdiri astas jaringan kolagen dan jaringan elastic,
fibroblast, sel fagosit, dan beberapa jaringan lain. (Muttaqin, 2012).
Mekanisme yang menjaga agar jaringan interstasial tetap kering adalah : tekanan
onokotik plasma lebih tinggi dari tekanan hidrostatik kapiler paru, jaringan konektif
dan barrier seluler relative tidak permeable terhadap protein plasma, adanya sistem
limfatik yang secara ekstensif mengeluarkan cairan dari jaringan interstasial.
Pada individu normal tekanna kapiler pulmonal adalah sekitar 7 dan 12 mmHg.
Karena tekanan onkotik plasma berkisar antara 25 mmHg maka tekanan ini akan
mendorong cairan kembali ke dalam kapiler. Tekanan hidrostatik bekerja melewati
jaringan konektif dan barrier seluler. Yang dalam keadaan normal bersifat relative
tidak permeabel terhadap protein plasma. Paru mempunyai sistem limfatik yang
secara ekstensif dapat meningkatkan aliran 5 atau 6 kali bila terjadi kekebalan air di
dalam jaringan interstisial paru.
Edema paru akan terjadi bila mekanisme normal untuk menjaga paru tetap
kering terganggu seperti dibawah ini (Flick,2000,Alpert2002) :
a. Permeabilitas membran yang berubah
b. Tekanan hidrostatik mikrovaskuler yang meningkat
c. Tekanan peri mikrovaskuler yang menurun
d. Tekanan osmotic/onkotik mikrovaskuler yang menurun
e. Tekanan osmotik/onkotik peri mikrovaskuler yang meningkat
f. Gangguan saluran limfe
Apapun penyebabnya, akibatnya terhadap paru tetap sama yaitu edema paru
yang terjadi 3 tahap:
a. Tahap 1 : terjadinya peningkatan perpindahan cairan koloid dari kapiler ke
ruang interstasial tapi masih diikuti oleh peningkatan aliran limfatik
b. Tahap 2 : terjadi bila kemampuan pompa sintem limfatik telah terlampaui
sehingga cairan dan kristaloid mulai terakumulasi dalam ruang interstasial
sekitar bronkoli, arteriol, dan venul (pada foto roraks terlihat sebagai sebagai
edema paru interstasial)
c. Tahap 3 : peningkatan akumulasi cairan menyebabkan terjadinya edema
alveolus. Pada tahap ini mulai terjadi gangguan pertukaran gas (subagyo,2012).
Secara histologi kerusakan tampak berubah dengan berjalanya Waktu dan dibagi
menjadi 3 fase sebagai berikut:
29
6. Pathway
Pulmonary
Pnemonia Post. Lung
Embolism
Transplant
Aspirasi Asam
Eclamsia
Lambung Lymphangitic
Carsinomiclosis High Altitude
Bahan Toksik
Pulmonary
Inhalan Silicosis
Edema
Ketidakseimbangan
Staling Force
Cairan berpindah ke
interstitial
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Pada tempat terjadinya peningkatan tekanan, terapidilakukan dengan tujuan
untuk mengurangi tekanan hidrostatik yang menyebabkan edema paru. Tujuan
terapi yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas adalah untuk
menghilangkan faktor penyebab perlukaan paru, perbaikan keadaan umum dan
memberi kesempatan paru paru untuk membaik, serta mengurangi tekanan yang
menyebabkan pergeseran cairan melaui barrier yang terluka. (Mayo clinic
staff,2011).
1) Penatalaksanaan edema paaru non kardiogenik (ARDS)
a) Suport
Mencari dan menterapi penyebabnya, yang harus dilakukan adalah
support kardiovaskuler, terapi cairan, renal support, pengelolaan sepsis.
b) Ventilasi
Menggunakan ventilasi protective ARDS
2) Penatalaksanaan edema paru kardiogenik
Sasarannya adalah
a) Mencapai oksigenasi adekuat
b) Memelihara stabilitas hemodinamik
c) Mengurangi stres miokard dengan menurunkan preload dan afterload
3) Penatalaksanaan
a) Posisi setengah duduk
32
b) Oksigen terapi
c) Morphin IV 2,5mg
d) Diuretik
e) Inotropic
f) Nitroglycerine
Bukti penelitian menunjukkan bahwa pilihan terapi terbaik adalah
vasodilator intravena sedini mungkin (nytroglyceine, nesiride, nitropruside) dan
diuretik dosis rendah. Nitroglycerine adalah terapi lini pertama pada semua
pasien AHF dengan tekanan darah sistolik > 95-100 mmHgdengan dosis
20mg/min sampai 200mg/menit. (rekomensi ESC IA). Bahkan dosis yang
sangat rendah (<0,5mg/min) dari nitrogliceryne akan menurunkan LVED (Mayo
clinic staff,2011).
b. Penatalaksanaan keperawatan gawat darurat
1) Penilaian awal (primary survey) adalah penilaian untuk menentukan
prioritas penderita dan adanya kondisi yang mengancam nyawa.
Pemeriksaan ini dilakukan dalam Waktu kurang dari 2 menit. Urutan
pemeriksaan dalam primary survey adalah:
a) Pemeriksa keadaan umum penderita
b) Evaluasi tingkat kesadaran awal sambilmestabilkan tulang leher, untuk
melihat tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan AVPU :
A : Alert (sadar dan berorientasi baik)
V : merespon rangsangan verbal (sadar tapi bingung atau tidak sadar
tapi merespon rangsangan verbaldengan cara tertentu)
P : merespon rangsangan nyeri/pain (tidak sadar tapi Merangsang nyeri
dengan cara tententu)
U : tidak merespon/Unresponsive (tidak ada reflek muntah atau batuk)
c) Nilai jalan nafas pasien (Airway), ada tidaknya obstruksi jalan nafas
seperti apneu, mendengkur, bunyi kumur, dan stridor.
d) Milai pernafasan (breathing) lihat ada tidaknya pergerakan dinding
dada dengar bunyi nafas dan rasakan hembusan nafas
e) Nilai sirkulasi, pemeriksaan singkat terhadap nadi perdarahan dan
tanda tanda penurunan perfusi.
2) Rapid trauma survey
33
Komplikasi
1. Iga : fraktur multiple
dapat menyebabkan
kelumpuhan rongga
dada
2. Pleura, paru-paru,
bronkhi,
hemopneumothoraks, Keluhan utama
emfisema pembedahan 1. Pasien mengeluh
3. Jantung : tamponade sesak
jantung, ruptur jantung, 2. Pasien mengeluh
ruptur otot papilar, nyeri pada dada
ruptur klep jantung. (biasanya pada pasien
4. Pembuluh darah besar : fraktur rusuk dan
hematothoraks sternum)
5. Esofagus : mediatinitis 3. Pasien mengeluh
batuk berdarah,
berdahak
4. Pasien mengeluh
lemas, lemah
5. Pasien mengatakan
mengalami
kecelakaan terbentur
dan tertusuk di bagian
dada
Terapi farmakologi
1. Antibiotika
2. Analgetika
3. Expectorant
37
Trauma dada
Pemeriksaan penunjang Penatalaksanaan
1. Pemeriksaan laboratorium 1. Tulang belakang servical
1) Gas darah Temponade
arteri (GDA) untuk 1) Stabilkan dengan traksi manual segaris
melihat adanya hipoksia akibat Hemothorax
2) Amankan dengan Pneumothorax
collar, penunjang kepala dan
Jantung
kegagalan pernapasan perban
2) Torasentesis : 3) Hanya dapat disingkirkan olehpemeriksaan yang
menyatakandarah/cairan normal pada pasien yang sadar penuh atau
Penyebab : luka tusuk Penyebab : luka tembus
serosanguisa rontgen yangPenyebab
normal : spontan (bula yang
dad yang tembus ke thoraks oleh benda pecah), trauma (penyedotan luka
3) Hemoglobin : mungkin 2. Airway management/penatalaksanaan jalan
jantung tajam, traumatic atau rongga dada), iatrogenic (pleural
menurun napas
spontan
4) Saturasi O2 menurun 1) Bersihkan tap,biopsy
obstruksi paru-paru,
dengan insersi CVP,
menggunakan
(biasanya) ventilasi dengan tekanan positif)
tangan dan mengangkat dagu (pada pasien tidak
5) Toraksentesis : menyatakan sadar)
darah/cairan di daerah thoraks 2) Lindungi jalan napas dengan jalan napas
2. Radio diagnostik orofaringeal dan nasofaringeal (pada pasien
1) Radiologi : foto thoraks (AP) tidak sadar)
untuk mengkonfirmasi MRS3) Jalan napas Pemeriksaan
definitivefisik
(akses langsung melalui
pengembangan kembali paru- 1. Airway diindikasikan
oksigenasi intratekal) (A) pada:
paru dan untuk melihat daerah a. Apneal Batuk (resiko)obstruksi kental atau
dengan sputum jalan
terjadinya trauma darah,
napasatas/(resiko) terkadang disertai dengan
aspirasi/memerlukan
IGD muntah darah, krekels (+), jalan
2) EKG memperlihatkan ventilasi mekanik
perubahan gelombang T-ST napas tidak paten
b. Selang orotrakeal
yang non spesifik atau disritmia c. Selang 2. nasotrakeal
Breathing (B)
3) Pemeriksaan USG 4) Jalan Adanya dengan
napas napas spontan denga
pembedahan
(Echocardiografi) merupakan gerakan
(krikotiroidotomi) dada asimetris
diidikasikan pada: (pada
metode non invasif yang dapat pasien tension pneumothoraks),
a. Trauma maksilofasial/disrupsi laring/gagal
membantu penilaian intubasi napas cepat, dispnea, takipnea,
pericardium dan dapat suara napas kusmaul, napas
3. Circulation/sirkulasi
mendeteksi cairan di kantong 1) Berikan suplemen pendek, napas dangkal.
oksigen
perikard 2) Nilai 3. Circulation
frekuensi (C)
napas/masuknya udara
Tarjadi
(simetris)/pergerakan hipotensi, nadi lemah,
dinding dada
pucat,
(simetris)/posisi trakeaterjadi perdarahan,sianosis,
3) Ambil darahtakikardi
untuk Cross match, DPL, dan
4. Disability
ureum + elektrolit (D)
4. Disfungsi SSP Penurunan kesadaran (apabila
1) Nilai GCS/reaksi terjadi penanganan
pupil/fungsiyang lambat)dan
motorik
sensorik ekstremitas jika mungkin
5. Eksposure of extremities/pajanan ekstremitas
1) Nilai ekstremitas untuk trauma mayor tulang
panjang dan pada lokasi kehilangan darah hebat
Diagnosa
Keperawatan
Pola napas tidak efektif b.d Bersihan jalan napas tidak Nyeri akut b.d agen
posisi tubuh yang efektif b.d peningkatan pencedera fisik (trauma
menghambat ekspansi paru sekresi secret dada)
38
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami materi dan
persoalan kebakaran dan menambah wawasan pengetahuan mengenai trauma, primary
survey, rapid trauma score. Selain itu dengan adanya makalah ini diharapkan dapat
dilakukan penelitian dan penulisa lebih lanjut mengenai pengkajian ini.
39
DAFTAR PUSTAKA
Aru W.Sudoyo,dkk.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Ed V. Jakarta:Interna
Publishing.
Bararah, Taqiyyah. 2013. Asuhan Keperawatan: Panduan Lengkap Menjadi Perawat
Profesional jilid 2. Prestasi Pustaka Publisher.
Bosswick, John A., Jr. 1988. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
Braunwauld, Clinical aspect of heart failure; pulmonary edema. In : Braunwauld. Heart
Disease. A textbook of cardiovascular medicine. WB Saunders; 7:553, 2001
Buku Saku Patofisiologi Corwin, Elizabeth J. Corwi 2009
Eddy Japri, Thomas Kardjito, Mohammad Amin. Pneumotorax: Symposium llmu
Kedokteran Darurat. Surabaya 1998.
Guyton and Hail. Textbook of Medical Physiology. 7 ed. Philadelphia: WB. Saunders
Company. 1997. 2007. pp 622 – 633
Hall, Guyton & Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakata: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2007
Kowalak, Jennifer P. dkk ; Buku Ajar Patofisiologi : “SISTEM PERNAPASAN
PNEUMOTHORAKS : BAB.7- Hal.253 : EGC-Jakarta, 2011
Manson, J. Robert. 2010. Murray & Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine, 5/e.
Saunders. Philadelphia.
Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Netter, 1979 dalam Kurniasih, Dkk, 2009, hlm.2343)
Nendrastuti & soetomo, 2010. Edema Paru Akut Karddiogenik dan Non Kardiogenik.
Majalah Kedokteran Respirasi Vol. 1. No. 3 Oktober 2010
Nirwan Arief , Wibowo Suryatenggara: Pneumotoraks. Dalam Symposium Penatalaksanna
Gawat Paru Masa Kini. Ahmad Husain AS, dkk. Yogykarta, 1984.
Prince, Sylvia A. 2006. Patofiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC
Subagyo, Ahmad. 2013. Edema Paru, Kelainan Akut atau Kronik. Diakses melalui
http://www.klikparu.com/2013/02/edema-paru-kelainan-akut-atau-kronik.html
40