Anda di halaman 1dari 33

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2022


UNIVERSITAS BOSOWA

INTOKSIKASI MAKANAN

DISUSUN OLEH :
Citra Aulya Shaputri
45217111014

DOSEN PEMBIMBING :
Dr. dr. A.M. Lutfhi Parewangi, Sp.PD, KGEH (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BOSOWA
MAKASSAR
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Citra Aulya Shaputri


NIM : 4517111014
Judul Referat : Intoksikasi Makanan

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik Bagian


Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Bosowa Makassar

Makassar, 19 Juni 2022

Pembimbing,

Dr. dr. A.M. Lutfhi Parewangi, Sp.PD, KGEH (K)

ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................... 2
2.1. Definisi ........................................................................................... 2
2.2. Anatomi dan Fisiologi .................................................................... 2
2.3. Etiologi ........................................................................................... 7
2.4. Patofisiologi .................................................................................. 16
2.5. Faktor Risiko .................................................................................. 18
2.6. Klasifikasi ...................................................................................... 19
2.7. Manifestasi Klinis ........................................................................... 20
2.8. Diagnosis ....................................................................................... 21
2.9. Diagnosis Banding ......................................................................... 22
2.10. Tatalaksana .................................................................................. 23
2.11. Komplikasi ................................................................................... 25
2.12. Edukasi ........................................................................................ 26
2.13. Prognosis ..................................................................................... 28
BAB III PENUTUP ................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 30

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Di tahun 1993, WHO melaporkan bahwa keracunan makanan


menyebabkan 70% dari kasus diare. Pencemaran ini sebagian besar
berasal dari industri boga dan rumah makan. Berdasarkan hasil survei di
Amerika Serikat, 20% kasus terjadi di rumah makan, dan 3% ditemukan di
industri pangan. Sementara di Eropa, sumber kontaminasi terbesar justru
berasal dari rumah, (46%), restoran/hotel (15%), jamuan makan (8%),
fasilitas kesehatan dan kantin (masing-masing 6%), dan sekolah (5%)1.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), sebuah
lembaga pengawasan penyakit menular di Amerika Serikat, pada tahun
1994 melaporkan 14 faktor yang dapat menyebabkan keracunan makanan.
Faktor-faktor tersebut adalah (1) pendinginan yang tidak adekuat: 63%; (2)
makanan terlampau cepat disajikan: 29%; (3) kondisi tempat
mempertahankan panas yang tidak baik: 27%; (4) higiene yang buruk pada
pengonsumsi makanan, atau telah terinfeksi: 26%; (5) pemanasan ulang
yang tidak adekuat: 25%; (6) alat pembersih yang tidak baik: 9%; (7)
mengonsumsi makanan yang basi: 7%; (8) kontaminasi silang: 6%; (9)
memasak atau memanaskan makanan secara tidak adekuat: 5%; (10)
wajan berlapis bahan kimia berbahaya: 4%; (11) bahan mentah tercemar:
2%; (12) penggunaan zat aditif secara berlebihan: 2%; (13) tidak sengaja
menggunakan zat aditif kimia: 1%; (14) sumber bahan makanan yang
memang tidak aman: 1%1.
Keracunan makanan (“food poisoning” atau “foodborne poisoning”)
adalah sindroma yang ditandai dengan gejala mual, muntah, diare, tidak
jarang disertai dehidrasi dan syok, setelah makan atau minum, dan
biasanya terjadi pada lebih dari 1 orang. Sinonimnya adalah gastroenteritis
akut atau muntaber1.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk kedalam tubuh
melalui mulut, hidung (inhalasi), serta suntikan dan absorbsi melalui
,kulit, atau di gunakan terhadap organisme hidup dengan dosis relatif
kecil akan merusak kehidupan dan mengganggu dengan serius fungsi
satu atau lebih organ atau jaringan1.
Intoksikasi atau keracunan merupakan masuknya zat atau
senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek
merugikan pada yang menggunakannya1.
Keracunan Makanan adalah penyakit yang tiba – tiba dan
mengejutkan yang dapat terjadi setelah menelan makanan / minuman
yang terkontaminasi2.

2.2 Anatomi dan Fisiologi Pencernaan

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari


mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang
berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi
dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta
membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan
sisa proses tersebut dari tubuh1.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.
Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar
saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu1.

2
a. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan
air. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian
awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus1.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di
kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian
kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan
membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-
enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan
menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara
sadar dan berlanjut secara otomatis1.

b. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.
Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Skema melintang mulut,
hidung, faring, dan laring1.

c. Laring
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar
limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan
pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan
nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan
rongga hidung, didepan ruas tulang belakang.

d. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang
dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung.
Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses
peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: oeso –
“membawa”, dan phagus – “memakan”)1.

3
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang
belakang. Menurut histologi. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
· bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
· bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
· serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

e. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti
kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu1:
· Kardia
· Fundus
· Antrum.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel
yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
· Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.
Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan
yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
· Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang
diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung
yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan
cara membunuh berbagai bakteri.
· Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
f. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan
yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya
akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati
melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi
usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan

4
yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim
yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot
melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan
lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum),
usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum)1.

g. Usus Besar (Kolon)


Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara
usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air
dari feses. Usus besar terdiri dari1 :
· Kolon asendens (kanan)
· Kolon transversum
· Kolon desendens (kiri)
· Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,
seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.
Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare1.

h. Usus Buntu (sekum)


Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam
istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus
penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini
ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian
besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora

5
eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya
digantikan oleh umbai cacing1.
i. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus
buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai
cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah
dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis
(infeksi rongga abdomen).
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang
dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi
dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi
ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang
(pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum 1.

j. Rektum dan anus


Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus
besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi
sebagai tempat penyimpanan sementara feses.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan
tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan
penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh
melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan
fungsi utama anus1.

k. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki
dua fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta
beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada
bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus
dua belas jari)1.

6
l. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan
manusia dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya
berhubungan dengan pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki
beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis
protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang
penting dalam pencernaan1.
m. Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ
berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang
dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang
kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap –
bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan
empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan
usus dua belas jari melalui saluran empedu. Empedu memiliki 2 fungsi
penting yaitu1:
· Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
· Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah
dan kelebihan kolesterol1.

2.3 Etiologi

Penyebab keracunan ada beberapa macam dan akibatnya bisa mulai


yang ringan sampai yang berat. Secara umum yang banyak terjadi di
sebabkan oleh3 :
1. Mikroba
Mikroba yang menyebabkan keracunan di antaranya :
a. Escherichia coli patogen
b. Staphilococus aureus

7
c. Salmonella
d. Bacillus Parahemolyticus
e. Clostridium Botulisme
f. Streptokkkus

2. Bahan Kimia
a. Peptisida golongan organofosfat
b. Organo Sulfat dan karbonat

3. Toksin
a. Jamur
b. Keracunan Singkong
c. Tempe Bongkrek
d. Bayam beracun
e. Kerang

Tabel 1. Kemungkinan Penyebab Keracunan Berdasarkan Jenis

Makanan

Jenis Makanan Kemungkinan Mikroba


Tinggi protein (unggas, mamalia, S. aureus
selada telut, dll)
Serealia (nasi goreng, makanan kering B. cereus
herbal, sayuran, daging)
Daging, kaldu, makanan kering, C. perfringens
sayuran
Daging, unggas setengah matang C.jejuni
(juga susu segar)
Daging dan babi setengah matang Y.enterocolitica
(juga olahan susu)
Daging dan sayuran mentah E.coli

8
Ikan (masak atau mentah) V.parahaemolyticus
Selada, sayuran mentah Shigella
Daging, susu, unggas, telor setengah Salmonella
matang

Pada tabel 2 dapat dilihat berbagai macam penyebab

keracunan makanan tersebut.

Tabel 2. Penyebab-penyebab keracunan makanan4

Causative Agents Source and Pathogenesis Diagnosis and


Clinical Features Treatment
Staphylococci Improperly stored Enterotoxin acts on Symptomatic treatment
foods with high salt or receptors in gut that
sugar content favor transmit impulses to
growth of medullary centers.
staphylococci

Intense vomiting and


watery diarrhea start 1-
4 hours after ingestion
and last as long as 24-
48 hours.
B cereus Contaminated fried Emetic enterotoxin Symptomatic treatment
rice (emetic) (short incubation and
Meatballs (diarrheal) duration) - Poorly
understood
Emetic: Duration is 9 Diarrheal enterotoxin
hours, vomiting and (long incubation and
cramps duration) - Increasing
Diarrheal: Lasts for 24 intestinal secretion by
h activation of adenylate
Mainly vomiting after cyclase in intestinal
1-6 hours and mainly epithelium
diarrhea after 8-16
hours after ingestion;
lasts as long as 1 day
C perfringens Inadequately cooked Enterotoxin produced in Culture of clostridia in
meat, poultry, or the gut, and food causes food and stool
legumes hypersecretion in the
small intestine. Symptomatic treatment

9
Acute onset of
abdominal cramps
with diarrhea starts 8-
24 hours after
ingestion.

Vomiting is rare. It
lasts less than 1 day.
Enteritis necroticans
associated with C
perfringens type C in
improperly cooked
pork (40% mortality)
C botulinum Canned foods (eg, Toxin absorbed from Toxin present in food,
smoked fish, the gut blocks the serum, and stool.
mushrooms, release of acetylcholine
vegetables, honey) in the neuromuscular Respiratory support
junction.
Descending weakness Intravenous trivalent
and paralysis start 1-4 antitoxin from CDC
days after ingestion,
followed by
constipation.

Mortality is very high.


Listeria Raw and pasteurized Highly motile, heat- CSF or blood culture
monocytogenes milk, soft cheeses, raw resistant, gram-positive
vegetables, shrimp organism Must treat with
antibiotics if bacteremic
Systemic disease
associated with
bacteremia

Intestinal symptoms
precede systemic
disease

Can seed meninges,


heart valves, and other
organs

Highest mortality
among bacterial food
poisonings
Enterotoxic E coli Contaminated water Enterotoxin causes Supportive treatment
(eg, traveler's and food (eg, salad, hypersecretion in small
diarrhea) cheese, meat) and large intestine via No antibiotics
guanylate cyclase
Acute-onset watery activation.
diarrhea starts 24-48
hours after ingestion.

10
Concomitant vomiting
and abdominal cramps
may be present. It lasts
for 1-2 days
Enterohemorrhagic Improperly cooked Cytotoxin results in Diagnosis with stool
E coli (eg, E coli hamburger meat and endothelial damage and culture
O157:H7) previously spinach leads to platelet
aggregation and Supportive treatment
Most common isolate microvascular fibrin
pathogen in bloody thrombi No antibiotics
diarrhea starts 3-4 days
after ingestion.

Usually progresses
from watery to bloody
diarrhea. It lasts for 3-8
days

May be complicated by
HUS or TTP
Enteroinvasive E Contaminated Enterotoxin produces Supportive treatment
coli imported cheese secretion
No antibiotics
Usually watery Shiga-like toxin
diarrhea (some may facilitates invasion.
present with
dysentery)
Enteroaggregative E Implicated in traveler's Bacteria clump on the Ciprofloxacin may
coli diarrhea in developing cell surfaces shorten duration and
countries eradicate the organism

Can cause bloody


diarrhea
V cholera Contaminated water Enterotoxin causes Positive stool culture
and food hypersecretion in small
intestine. Prompt replacement of
Large amount of fluids and electrolytes
nonbloody diarrhea Infective dose usually is (oral rehydration
starts 8-24 hours after 107 -109 organisms. solution)
ingestion. It lasts for 3-
5 days. Tetracycline (or
fluoroquinolones)
shortens the duration of
symptoms and excretion
of Vibrio.
V parahaemolyticus Raw and improperly Enterotoxin causes Positive stool culture
cooked seafood (ie, hypersecretion in small
mollusks and intestine. Prompt replacement of
crustaceans) fluids and electrolytes

11
Hemolytic toxin is
Explosive watery lethal. Sensitive to tetracycline,
diarrhea starts 8-24 but unclear role for
hours after ingestion. It Infective dose usually is antibiotics
lasts for 3-5 days. 107 -109 organisms.
V vulnificus Wound infection in salt Polysaccharide capsule Culture of characteristic
water or consumption bullous lesions or blood
of raw oysters Growth correlates with
availability of iron (esp. Immediate antibiotics if
Can be lethal in transferrin saturation suspected (eg,
patients with liver >70%) doxycycline and
disease (50% mortality) ceftriaxone)
C jejuni Domestic animals, Uncertain about Culture in special media
cattle, chickens endotoxin production at 42°C
and invasion
Fecal-oral transmission Erythromycin for
in humans invasive disease (fever)

Foul-smelling watery
diarrhea followed by
bloody diarrhea

Abdominal pain and


fever also may be
present. It starts 1-3
days after exposure
and recovery is in 5-8
days.
Shigella Potato, egg salad, Organisms invade Polymorphonuclear
lettuce, vegetables, epithelial cells and leukocytes (PMNs),
milk, ice cream, and produce toxins. blood, and mucus in
water stool
Infective dose is 102 -103
Abrupt onset of bloody organisms. Positive stool culture
diarrhea, cramps,
tenesmus, and fever Enterotoxin-mediated Oral rehydration is
starts 12-30 hours after diarrhea followed by mainstay.
ingestion. invasion
(dysentery/colitis) Trimethoprim-
Usually self-limited in sulfamethoxazole (TMP-
3-7 days SMX) or ampicillin for
severe cases

No opiates
Salmonella Beef, poultry, eggs, Invasion but no toxin Positive stool culture
and diary products production
Abrupt onset of Antibiotic for systemic
moderate-to-large infection
amount of diarrhea
with low-grade fever;
in some cases, bloody

12
diarrhea

Abdominal pain and


vomiting also present,
beginning 6-48 hours
after exposure and
lasts 7-12 days
Yersinia Pets; transmission in Gastroenteritis and PMNs and blood in stool
humans by fecal-oral mesenteric adenitis
route or contaminated Positive stool culture
milk or ice cream Direct invasion and
enterotoxin No evidence that
Acute abdominal pain, antibiotics alter the
diarrhea, and fever course but may be used
(enterocolitis) in severe infections

Incubation period not


known Polyarthritis
and erythema
nodosum in children

May mimic
appendicitis
Aeromonas Untreated well or Enterotoxin, hemolysin, Positive stool culture
spring water and cytotoxin
Fluoroquinolones or
Diarrhea may be TMP/SMX for chronic
bloody. diarrhea

May be chronic up to
42 days in the United
States
Parasitic Food Source and Clinical Pathogenesis Diagnosis and
Poisoning Features Treatment
E histolytica Contaminated food Invasion of the mucosa Criterion standard is
and water by the parasites colonoscopy with biopsy

90% asymptomatic Ova and parasites may


be seen in the stool but
10% dysentery has low sensitivity

Minority may develop Luminal amebicides (eg,


liver abscesses paromomycin) Tissue
amebicides (eg,
metronidazole)
G lamblia Contaminated ground Unknown Initial diagnostic test is
water stool ELISA
Highest concentration
Fecal-oral transmission in the distal duodenum Duodenal aspiration or
in humans and proximal jejunum small bowel biopsy

13
Mild bloody diarrhea Cyst in the stool
with nausea and
abdominal cramps Metronidazole
starts 2-3 days after
ingestion; lasts for 1
week

May become chronic


Seafood/Shellfish Source and Pathogenesis Diagnosis and
Poisoning Clinical Features Treatment
Paralytic shellfish Temperate costal areas Fish acquires toxin- General observation for
poisoning producing 4-6 hours
Source - Bivalve dinoflagellates
mollusks Maintain patent airway.

Onset usually is 30-60 Administer oxygen, and


minutes. assist ventilation if
necessary.
Initial symptoms
include perioral and For recent ingestion,
intraoral paresthesia. charcoal 50-60 g may be
helpful.
Other symptoms
include paresthesia of
the extremities,
headache, ataxia,
vertigo, cranial nerve
palsies, and paralysis
of respiratory muscles,
resulting in respiratory
arrest.
Neurotoxic shellfish Coastal Florida Fish acquires toxin- Symptomatic
poisoning producing
Source - Mollusks dinoflagellates

Illness is milder than in


paralytic shellfish
poisoning.
Ciguatera Hawaii, Florida, and Fish acquires toxin- Symptomatic
Caribbean producing
dinoflagellates Anecdotal reports of
Source - Carnivorous successful treatment of
reef fish Toxin increases neurologic symptoms
intestinal secretion by with mannitol 1 g/kg IV
Vomiting, diarrhea, changing intracellular
and cramps start 1-6 calcium concentration
hours after ingestion
and last from days to
months.

14
Diarrhea may be
accompanied by a
variety of neurologic
symptoms including
paresthesia, reversal of
hot and cold sensation,
vertigo, headache, and
autonomic
disturbances such as
hypotension and
bradycardia.

Chronic symptoms (eg,


fatigue, headache) may
be aggravated by
caffeine or alcohol
Tetrodotoxin Japan Neurotoxin is Symptomatic
poisoning concentrated in the skin
Source - Puffer fish and viscera of puffer
fish.
Onset of symptoms
usually is 30-40
minutes but may be as
short as 10 minutes. It
includes lethargy,
paresthesia, emesis,
ataxia, weakness, and
dysphagia. Ascending
paralysis occurs in
severe cases. Mortality
is high.
Scombroid Source - Tuna, mahi- Improper preservation Antihistamines
mahi, kingfish of large fish results in (diphenhydramine 25-50
bacterial degradation of mg IV)
Allergic symptoms histidine to histamine.
such as skin flush, H2 blockers (cimetidine
urticaria, 300 mg IV)
bronchospasm, and
hypotension usually Severe reactions may
start within 15-90 require subcutaneous
minutes. epinephrine (0.3-0.5 mL
of 1:1000 solution).
Heavy Metal Source Symptoms Treatment
Poisoning
Mercury Ingestion of inorganic Causes metallic taste, Consult a toxicologist.
mercuric salts salivation, thirst,
discoloration and Remove ingested salts
edema of oral mucous by emesis and lavage,
membranes, abdominal and administer activated
pain, vomiting, bloody charcoal and a cathartic.

15
diarrhea, and acute Dimercaprol is useful in
renal failure acute ingestion.
Lead Toxicity results from Common symptoms Other than activated
chronic repeated include colicky charcoal and cathartic,
exposure. abdominal pain, severe toxicity should be
constipation, headache, treated with antidotes
It is rare after single and irritability. (edetate calcium
ingestion. disodium [EDTA] and
Diagnosis is based on dimercaprol).
lead level (>10 mcg/dL)
Arsenic Ingestion of pesticide Symptoms usually Gastric lavage and
and industrial appear within 1 hour activated charcoal
chemicals after ingestion but may
be delayed as long as 12Dimercaprol injection
hours. 10% solution in oil (3-5
mg/kg IM q4-6h for 2 d)
Abdominal pain, watery and oral penicillamine
diarrhea, vomiting, (100 mg/kg/d divided
skeletal muscle cramps, qid for 1 wk)
profound dehydration,
and shock may occur.

2.4 Patofisiologi

Patogenesis diare yang ditimbulkan akibat keracunan makanan

dibedakan menjadi jenis inflamasi dan noninflamasi. Diare non-

inflamasi disebabkan oleh kerja enterotoksin pada mekanisme sekresi

mukosa dari usus halus tanpa adanya invasi. Ini menyebabkan diare

dengan feses encer dan banyak tanpa diserta darah dan pus, atau

nyeri abdomen yang berat. Akibatnya dapat terjadi dehidrasi berat.

Enterotoksin ini dapat diproduksi sebelum dimakan, dapat pula

diproduksi di organ setelah dimakan. Contohnya adalah Vibrio

cholera, enterotoksik E. coli, Clostridium perfringens, Bacillus cereus,

16
Staphylococcus organism, Giardia lamblia, Cryptosporidium,

rotavirus, norovirus, dan adenovirus4.

Diare inflamasi disebabkan oleh kerja sitotoksin pada mukosa yang

bersifat invasif dan destruktif. Kolon dan usus halus bagian distal

sering terlibat. Diare selalu disertai dengan adanya darah, lendir, dan

leukosit. Pasien biasanya mengalami demam. Jarang terjadi dehidrasi

jika dibandingkan dengan diare noninflamasi karena volume feses

lebih sedikit4.

Kadang mikroba melakukan penetrasi ke dalam mukosa dan

berproliferasi pada jaringan limfatik lokal sehingga dapat

menimbulkan gejala sistemik. Contohnya Campylobacter jejuni, Vibrio

parahaemolyticus, EHEC dan EIEC, Yersinia enterocolitica,

Clostridium difficile, Entamoeba histolytica, Salmonella sp, dan

Shigella sp4.

Pada beberapa keadaan keracunan makanan, muntah disebabkan

oleh toksin yang bekerja pada sistem saraf pusat. Sindoma klinis

botulisme menyebabkan inhibisi pelepasan asetilkolin pada ujung

saraf akibat racun botulinum4,5.

Sedangkan mekanisme patofisiologi gejala gastrointestinal akut

yang ditimbulkan oleh racun non-infeksi (misalnya racun alami dari

jamur dsb) belum diketahui secara pasti.4

17
2.5. Faktor Risiko

Apabila sakit setelah makan makanan yang terkontaminasi,

tergantung pada organisme, jumlah paparan, usia dan kesehatan.

Kelompok berisiko tinggi meliputi6:

• Orang tua. Seiring bertambahnya usia, sistem kekebalan Anda mungkin

tidak merespons organisme menular secepat dan seefektif ketika Anda

masih muda6.

• Wanita hamil. Selama kehamilan, perubahan metabolisme dan sirkulasi

dapat meningkatkan risiko keracunan makanan. Reaksi Anda mungkin

lebih parah selama kehamilan. Jarang, bayi Anda mungkin sakit juga6.

18
• Bayi dan anak kecil. Sistem kekebalan mereka belum sepenuhnya

berkembang6.

• Orang dengan penyakit kronis. Memiliki kondisi kronis – seperti

diabetes, penyakit hati atau AIDS – atau menerima kemoterapi atau terapi

radiasi untuk kanker mengurangi respons kekebalan Anda6.

2.6. Klasifikasi

Dalam praktiknya, foodborne illness dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:7

1) Foodborne infections, terjadi bila jasad renik patogen terkonsumsi

dan kemudian menetap di dalam tubuh. Biasanya jasad renik ini

memperbanyak diri di dalam saluran cerna sambil mengiritasi

dinding saluran cerna, bahkan terkadang menginvasi jaringan.

Contoh jasad renik patogen golongan tersebut adalah Listeria,

Salmonella, dan Campylobacter. Akan tetapi, tidak semua

Salmonella menimbulkan infeksi, sebagian varian Salmonella lain

ternyata dapat menghasilkan racun sehingga berperan sebagai

penyebab keracunan makanan7.

2) Foodborne toxicoinfections, terjadi jika jasad renik yeng terkonsumsi

mampu menghasilkan racun sambil bereproduksi di dalam saluran

cerna. Artinya, bukan hanya jasad renik yang membahayakan,

melainkan racun yang dihasilkannya. Clostridium perfringens dan E.

coli adalah sebagian contoh dari golongan ini7.

3) Foodborne intoxications, terjadi akibat mengonsumsi makanan yang

telah mengandung racun. Racun ini terlepas selama pertumbuhan

19
bakteri (enterotoksin). Penyakit yang dilatarbelakangi oleh toksin ini

biasanya cepat bermanifestasi7.

2.7. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala klinis keracunan makanan berupa:7,4,5

1) Nausea dan muntah

2) Diare berdarah maupun berair

3) Nyeri perut dan kram yang hebat

4) Demam

5) Tanda-tanda keterlibatan sistem saraf seperti parestesi, kelemahan

sistem motorik, gangguan penglihatan, kelemahan saraf cranial,

sakit kepala, pusing, urtikaria, dan gagal napas –gangguan saraf

otonom tercermin sebagai flushing (merah di daerah leher dan

muka), hipotensi, dan reaksi anafilaksis

6) Mialgia

7) Limfadenopati

8) Gambaran mirip apendisitis

9) Oligouri

10) Kaku kuduk dan tanda-tanda perangsangan meanings.

20
2.8. Diagnosis

Diagnosis keracunan makanan ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang jika

diperlukan7.

• Anamnesis

Anamnesis selayaknya dilakukan dengan cermat dan sistematis

karena gambaran klinis sebagian keracunan makanan bersifat

patognomonis, sedangkan pemeriksaan laboratorium pada keadaan akut

tidak begitu bernilai. Informasi yang diperoleh dari anamnesis meliputi masa

inkubasi dan durasi penyakit, jenis makanan yang disantap, tempat makan,

karakteristik dan frekuensi muntah atau diare, serta keterkaitan dengan gejala

sistemik lain.1

• Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik diarahkan untuk menilai derajat deplesi cairan.

Mulut kering, tidak ada keringat di ketiak, dan kencing berkurang

menandakan dehidrasi ringan. Hipotensi ortostatik, kulit yang kurang lentur,

dan mata cekung mencerminkan dehidrasi sedang. Sementara itu, dehidrasi

berat timbul sebagai hipotensi yang dikompensasi oleh takikardia, delirium,

dan syok.4,7

Pemeriksaan Laboratorium4,5,7

Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan darah, air seni, dan

tinja. Kultur tinja diindikasikan terutama bila pasien mengalami diare

berdarah, nyeri perut yang hebat, atau dalam keadaan

immunocompromised7.

21
Pewarnaan Gram dan Loeffler-methylene blue untuk memeriksa

kemungkinan keberadaan leukosit dalam tinja, hanya membedakan penyakit

apakah bersifat invasif atau tidak. Jika leukosit atau eritrosit ditemukan atau

bila pasien juga mengalami demam lebih dari 3 hari, sampel perlu dibiakkan

, termasuk, tentu saja kultur darah untuk menilai apakah bakteriemia telah

terjadi. Selain itu, jangan mengabaikan investasi parasit, terutama pada

mereka yang kerap bepergian7.

Kultur tinja perlu dilakukan apabila pasien mengalami penurunan fungsi

kekebalan (immunocompromised), diare berdarah, nyeri perut yang hebat,

atau bila gejala klinis berangsur parah7.

Pasien yang telah mengalami infeksi sistemik atau bakteremia harus

dilakukan kultur darah selain memeriksa kadar elektrolit, nilai BUN (blood

urea nitrogen), dan kreatinin sebagai acuan dalam penilaian derajat hidrasi

dan respons peradangan7.

Pemeriksaan penunjang lainnya4,5,7

Pemeriksaan radiologi (foto polos abdomen) dapat dilakukan bila pasien

mengeluh perut kembung, sakit perut hebat, atau dicurigai sudah terjadi

obstruksi atau perforasi. Jika diare telah bercampur darah, dilakukan

sigmoideskopi untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang

bersamaan, seperti inflammatory bowel disease.

2.9. Diagnosis banding


Banyak keracunan tidak memberi gambaran klinis yang patognomonis.

Oleh sebab itu, anamnesis tentang diagnosis banding harus selalu diingat.

Diagnosis banding dengan adanya gangguan pada saluran cerna meliputi

irritable bowel syndrome, keganasan, sindrom malabsorpsi, penurunan fungsi

22
kekebalan (immunocompromised), dan efek samping obat selain sejumlah

besar kelainan yang berlatar belakang masalah metabolisme, fungsi

sistem/organ, serta kelainan anatomis 4.

2.10. Tatalaksana
Secara umum, penanganan keracunan makanan dibagi menjadi dua

tahap yaitu upaya penyelamatan jiwa (life-saving) dan perbaikan gejala.

Dehidrasi diatasi sambil menghentikan muntah dan diare. Pemberian cairan

rehidrasi bukan sekedar mengganti cairan yang telah/sedang hilang tetapi juga

sebagai kompensasi defisit elektrolit yang terbawa bersama muntahan dan

diare. Jika pasien telah diyakini memakan racun tertentu (dari jamur atau ikan),

pembilasan lambung dan pemberian arang aktif merupakan langkah

penanganan pertama7.

Cairan rehidrasi oral (CRO) yang layak digunakan sebaiknya mengacu

pada rekomendasi WHO yakni dalam 1 liter mengandung 3,5 g NaCl; 2,5 g

NaHCO3; 1,5 g KCl; dan 20 g glukosa. Dalam keadaan darurat, jika sediaan

CRO tersebut tidak tersedia, pasien diajarkan membuat sendiri CRO. Rehidrasi

intravena merupakan alternatif seandainya CRO tidak dapat diberikan. 7,4,8,9

Pemberian cairan melalui infus menjadi penanganan wajib apabila tanda

dehidrasi berat dengan diare dan/atau muntah yang semakin berat. Ringer

laktat (RL) merupakan cairan infus terpilih dalam kasus ini. Normal salin (NaCL

0,9%) merupakan pilihan kedua sebagai pengganti bila RL tidak tersedia. 4,8,9

Terapi Medikamentosa

Obat-obatan yang lazim digunakan adalah antidiare (adsorben,

antisekretori, dan antiperistaltik), antibiotik, antitoksin (menetralkan toksin

23
botulisme), antihistamin, kortikosteroid, agonis β-adrenergik, simpatomimetik,

dan atropin. Selain itu, untuk menghilangkan (sumber) toksin yang masih

berada dalam lambung, digunakan sirup ipekak atau apomorfin. Pada kasus

keracunan oleh ikan famili ciguatera, digunakan manitol dan amitriptilin

digunakan sebagai pereda gejala neurologis. 4,7

Penggunaan adsorben bertujuan membantu pasien mengentalkan tinja,

yang diharapkan dapat mengurangi frekuensi defekasi (diare). Obat ini tidak

boleh digunakan bersamaan dengan obat lain. Contoh adsorben yang biasa

digunakan adalah arang aktif (activated charcoal). Satu gram arang aktif dapat

menyerap sekitar 100-1000 mg racun. Dosis yang diberikan untuk anak 1-2

g/kgBB (15-30g) dan dapat diulang sebanyak 0,5-1 g/kgBB setiap 2-4 jam.

Bismuth subsalicylate (Pepto-Bismol) bukan hanya berfungsi sebagai

antisekretori, tetapi juga berkhasiat sebagai anti-inflamasi dan antimikroba.

Dosis untuk anak 3-6 thn: 1/3 tablet (5 ml sirup), 6-9 thn: 2/3 tablet (10 ml sirup),

9-12 thn: 1 tablet (15 ml); pemberiannya maksimal 8 kali/hari. Antiperistaltik

yang banyak digunakan adalah loperamid (Imodium). Dosis anak 2-6 thn: 1 mg

3x/hr, 6-8 thn: 2 mg 2x/hr, 8-12 thn: 2 mg 3x/hr.4,7,9

Pemilihan antibiotik selayaknya didasarkan pada tanda dan gejala klinis,

jasad renik yang terdapat dalam specimen, dan hasil uji sensitivitas. 7,4

Penanganan keracunan akibat tertelan bahan kimia, atau jamur,

bergantung pada jenis bahan kimia atau toksin yang bersangkutan. Pada

umumnya, pendekatan terapi keracunan bersifat suportif. Contohnya, bilas

lambung dilakukan bila zat beracun yang termakan diperkirakan masih berada

dalam lambung. Antidotum sebagian kasus memang telah tersedia, seperti

antihistamin untuk menangkal keracunan histamin, atau atropin untuk

24
mengatasi keracunan jamur tertentu. Antihistamin diberikan dengan dosis 1

mg/kgBB/iv setiap 6-8 jam.4,7

Pada kasus keracunan dengan masa inkubasi pendek, kecuali termakan

jamur atau zat kimia, tidak diperlukan pengobatan spesifik kecuali rehidrasi.1,3,9

2.11. Komplikasi
Komplikasi serius yang paling umum dari keracunan makanan adalah

dehidrasi – kehilangan banyak air dan garam serta mineral esensial. Jika Anda

orang dewasa yang sehat dan cukup minum untuk menggantikan cairan yang

hilang karena muntah dan diare, dehidrasi seharusnya tidak menjadi masalah.

Bayi, orang dewasa yang lebih tua dan orang-orang dengan sistem

kekebalan yang tertekan atau penyakit kronis dapat mengalami dehidrasi

parah ketika mereka kehilangan lebih banyak cairan daripada yang dapat

mereka ganti. Dalam hal ini, mereka mungkin perlu dirawat di rumah sakit dan

menerima cairan infus. Dalam kasus ekstrim, dehidrasi bisa berakibat fatal6.

Beberapa jenis keracunan makanan berpotensi menimbulkan komplikasi

serius bagi orang-orang tertentu. Ini termasuk6:

• Infeksi Listeria.

Komplikasi keracunan makanan listeria mungkin paling parah untuk bayi

yang belum lahir. Pada awal kehamilan, infeksi listeria dapat menyebabkan

keguguran. Kemudian pada kehamilan, infeksi listeria dapat menyebabkan

lahir mati, kelahiran prematur atau infeksi yang berpotensi fatal pada bayi

setelah lahir - bahkan jika ibu hanya sakit ringan. Bayi yang selamat dari infeksi

listeria mungkin mengalami kerusakan neurologis jangka panjang dan

perkembangan yang tertunda6.


25
• Escherichia coli (E.coli).

Strain E. coli tertentu dapat menyebabkan komplikasi serius yang disebut

sindrom uremik hemolitik. Sindrom ini merusak lapisan pembuluh darah kecil

di ginjal, terkadang menyebabkan gagal ginjal. Orang dewasa yang lebih tua,

anak-anak di bawah 5 tahun dan orang dengan sistem kekebalan yang lemah

memiliki risiko lebih tinggi terkena komplikasi ini. Jika Anda termasuk dalam

salah satu kategori risiko ini, temui dokter Anda pada tanda pertama diare yang

banyak atau berdarah6.

2.12. Edukasi
Keracunan makanan sesungguhnya bukanlah masalah yang tidak bisa

dicegah. Dengan mengetahui rantai produksi pangan mulai dari tempat

pembiakan, tempat penangkapan hingga tersaji di meja makan, tempat

kontaminan menyusup cukup mudah untuk dianalisis. Pada tataran pengelola

makanan dalam jumlah besar (misalnya pabrik dan jasa boga), adanya

kemungkinan celah tempat kontaminan menyusup ke dalam rantai makanan

perlu dicermati untuk selanjutnya dicari pemecahannya. Pada tingkat

perorangan, risiko keracunan makanan dapat diperkecil dengan menjaga

makanan agar tidak tercemar, mencegah pertumbuhan bakteri yang terlanjur

mencemari makanan, dan membasmi bakteri dalam makanan7.

Menjaga makanan agar tidak tercemar adalah dengan:7,10

1) Mencuci buah dan sayuran sebelum disajikan

2) Memisahkan makanan yang telah masak dari makanan mentah di setiap

tahap pemrosesan; dari tempat penyiapan, penyimpanan, gerai, hingga meja

makan

26
3) Mengambil makanan tidak dengan tangan tetapi menggunakan alat

4) Menutup makanan yang belum dikonsumsi

5) Mencegah serangga atau binatang lainnya memasuki ruangan tampat

makanan diproses

6) Menjaga kebersihan pribadi

7) Tidak bersin dan batuk di dekat makanan

8) Mengenakan pakaian pelindung

9) Membersihkan seluruh peralatan dengan cara yang benar

10) Segera membuang bahan makanan yang tidak segar dan telah membusuk

Mencegah pertumbuhan bakteri yang terlanjur berada dalam makanan

dengan cara:7

1) Menyimpan makanan yang berisiko tinggi pada temperatur yang dapat

menghambat pertumbuhan bakteri (di bawah 40o C dalam lemari es atau di atas

70oC dalam wajan pemanas)

2) Menyiapkan makanan secepat mungkin agar tidak terlalu lama berada dalam

wilayah berisiko (bahan makanan yang berisiko tinggi jangan pernah diletakkan

pada suhu ruangan)

3) Menggunakan bahan pengawet yang cocok dan tidak membahayakan

4) Tidak membiarkan makanan kering menjadi lembab

Membasmi bakteri dalam makanan mencakup upaya: 1) memasak

makanan dengan benar; memastikan temperatur pada bagian dalam makanan

mencapai suhu minimal 80oC; 2) memanaskan dengan cara pasteurisasi dan

sterilisasi.7

Selain itu, masih ada upaya pencegahan lain yaitu : a) tidak


menyimpan makanan yang bersifat asam dalam wajan yang berlapis logam
berat; b) tidak menyantap jamur liar, terutama jamur yang belum dikenal; dan

27
c) tidak menyantap bahan makanan yang dimasak setengah matang
(contohnya telur, daging sapi, daging unggas, dan ikan laut).7

2.13. Prognosis
Sebagian besar kasus keracunan makanan dapat sembuh tanpa bantuan

medis. Kematian jarang terjadi, kecuali pada orang dengan sistim kekebalan

tubuh yang rendah, pada usia tua dan anak-anak. Botulisme merupakan

bentuk keracunan makanan yang paling mematikan tetapi dengan perawatan

medis segera mempunyai prognosis yang baik, angka kematian di bawah 10%.

Tanpa perawatan medis mempunyai prognosis yang sangat buruk dengan

angka kematian yang tinggi5.

28
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Keracunan makanan adalah masalah serius dan sesungguhnya bukanlah


suatu fenomena baru. Keracunan makanan adalah penyakit yang terjadi
setelah mengkonsumsi makanan atau air yang terkontaminasi oleh bakteri
patogen dan/ atau toksin yang dihasilkan oleh bakteri, virus, parasit, dan
bahan beracun yang terbentuk akibat pembusukan makanan. Secara umum
penyebab keracunan makanan adalah bakteri, mikotoksin, virus, parasit, dan
racun alami. Penanganan segera terhadap keracunan penting dilakukan
untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Arisman, Dr. buku ajar ilmu gizi Keracunan Makanan, cetakan I, Jakarta
2009. http://emedicine.medscape.com/article/175569-overview
2. Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8 volume 2. Jakarta EGC
3. Anonymous. Foodborne illness. 2011. Available from :
http://www.wikimedia foundation,org. Accessed on 19th June 2022.
4. Gamarra RM, Manuel DM, Piper MH. Food poisoning. 2009.Available
from: http://emedicine.medscape.com. Accessed on 19rd June 2022
5. Anonymous. Food poisoning. 2011. Available from:
http://www.faqs.org/faqs/. Accessed on 19th June 2022.
6. Keracunan makanan. Institut Nasional Diabetes dan Penyakit
Pencernaan dan Ginjal. https://www.niddk.nih.gov/health-
information/digestive-diseases/food-poisoning?dkrd=/health-
information/digestive-diseases/foodborne-illnesses. Diakses pada 19
Juni 2022.
7. Arisman MB. Keracunan Makanan. Buku Ajar Ilmu Gizi. Edisi I. EGC.
Jakarta, 2008; hal. 1-151.
8. Haller A, Johnston C, Luten R, Singer J. Toxycology (Ingestion,
Inhalation Injuries, Envenomation). APLS: The Pediatric Emergency
Medicine Course. Second ed. American Academy of Pediatric, p. 129-
42.
9. Fleisher GR, Ludwig S. Toxicologic Emergencies. Textbook of Pediatric
Emergency Medicine. Sixth ed. Williams & Wilkins. 2010, p.1171-223.
10. Sekjend Jejaring Intelijen Pangan. Depkes. KLB Keracunan Pangan.
Food Watch. Sistim Keamanan Pangan Terpadu. 2005.

30

Anda mungkin juga menyukai