Anda di halaman 1dari 24

i

REFERAT

Attention Deficit Hyperactivity Disorder


(ADHD)

Oleh :

NAFIATUL MUASYARAH
4521112050

Pembimbing : Dr. Januarsari Triwaty, Sp.KJ, M.Kes

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BOSOWA
MAKASSAR
2022
ii

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama :Nafiatul Muasyarah

Nim :4521112050

Judul Referat :Attention Deficit Hyperactivity Disorder


(ADHD)

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada


bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Bosowa.

Makassar, Desember 2022

Pembimbing

Dr. Januarsari Triwaty, Sp.KJ, M.Kes


iii

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul i
Lembar Pengesahan ii
Daftar Isi iii

BAB I. PENDAHULUAN 1
A DefinisI 1
B Klasifikasi 2
C Epidemiologi 3
D Etiologi 4
E Gejala Klinis 6
F Diagnosis 7
G Diagnosis Banding 9
BAB II. TATALAKSANA 10
BAB III. PROGNOSIS 17
BAB IV. PENUTUP 19

DAFTAR PUSTAKA 20
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) merupakan


sekelompok masalah yang berkenaan dengan perhatian, konsentrasi,
impulsivitas, dan overaktivitas yang timbul selama awal masa kanak-
kanak dan muncul pada berbagai keadaan menandai suatu sindrom
tingkah laku. ADHD ditandai oleh rentan perhatian yang buruk yang tidak
sesuai dengan perkembangan atau ciri hiperaktivitas dan impulsivitas atau
keduanya yang tidak sesuai dengan usia.1

ADHD adalah gangguan neurobehavioral paling umum dari masa


kanak-kanak. ADHD merupakan salah satu kondisi yang paling umum dari
kesehatan kronis yang mempengaruhi anak usia sekolah. Gejala inti
ADHD yaitu :2

1. Inatensi (gangguan pemusatan perhatian)

Inatensi adalah bahwa sebagai individu penyandang gangguan ini


tampak mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya. Mereka
sangat mudah teralihkan oleh rangsangan yang tiba-tiba diterima oleh alat
inderanya atau oleh perasaan yang timbul pada saat itu. Dengan demikian
mereka hanya mampu mempertahankan suatu aktivitas atau tugas dalam
jangka waktu yang pendek, sehingga akan mempengaruhi proses
penerimaan informasi dari lingkungannya. 2

2. Hiperaktif (gangguan dengan aktivitas yang berlebihan)

Hiperaktivitas adalah suatu gerakan yang berlebihan melebihi


gerakan yang dilakukan secara umum anak seusianya. Biasanya sejak
2

bayi mereka banyak bergerak dan sulit untuk ditenangkan. Jika


dibandingkan dengan individu yang aktif tapi produktif, perilaku hiperaktif
tampak tidak bertujuan. Mereka tidak mampu mengontrol dan melakukan
koordinasi dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak dapat dibedakan
gerakan yang penting dan tidak penting. Gerakannya dilakukan terus
menerus tanpa lelah, sehingga kesulitan untuk memusatkan perhatian. 2

3. Impulsivitas (gangguan pengendalian diri)


Impulsifitas adalah suatu gangguan perilaku berupa tindakan yang
tidak disertai dengan pemikiran. Mereka sangat dikuasai oleh
perasaannya sehingga sangat cepat bereaksi. Mereka sulit untuk memberi
prioritas kegiatan, sulit untuk mempertimbangkan atau memikirkan terlebih
dahulu perilaku yang akan ditampilkannya. Perilaku ini biasanya
menyulitkan yang bersangkutan maupun lingkungannya. 2

B. Klasifikasi

Menurut American Psychiatric Association, sesuai dengan DSM-V,


ADHD dibedakan menjadi 3 subtipe, yaitu:3

1. ADHD tipe inatentif, sekurang-kurangnya terdapat enam dari Sembilan


gejala yang menetap selama 6 bulan atau lebih, dan sering muncul
pada saat aktivitas sekolah atau bermain. Gejala tersebut, antara lain: 3
a. Sering melakukan kesalahan dan tidak berhati-hati dalam tugas
sekolah, pekerjaan, atau aktivitas lain.
b. Mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian atau atensi
terhadap tugas atau aktivitas
c. Tidak tampak mendengarkan jika berbicara langsung
d. Gagal dalam menyelesaikan tugas atau kewajiban
e. Mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas
f. Menghindari tugas yang memerlukan usaha mental yang lama
(misalnya tugas sekolah)
g. Sering kehilangan sesuatu (misalnya alat tulis)
3

h. Mudah dialihkan perhatiannya oleh stimuli luar


i. sering lupa

2. ADHD tipe hiperaktif-impulsif, terdapat enam atau lebih gejala yang


menetap selama enam bulan.3
Gejala hiperaktif, yaitu:3
a. Sering terlihat gelisah dengan tangan dan kaki atau menggeliat di
tempat duduk.
b. Meninggalkan tempat duduk di kelas
c. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi
yang tidak tepat
d. Tidak dapat bermain atau beraktivitas dengan tenang
e. Sering “siap-siap pergi” atau bertindak seakan-akan “didorong” oleh
sebuah motor
f. Bicara berlebihan
Gejala impulsivitas, yaitu:3
a. Menjawab pertanyaan tanpa berpikir, sebelum pertanyaan selesai
b. Sulit untuk menunggu giliran atau mengantri
c. Sering memutus atau mengganggu orang lain (misalnya, memotong
percakapan atau permainan)

3. ADHD tipe kombinasi, adanya gejala yang termasuk dalam tipe


inatensi dan hiperaktif-impulsif yang menetap selama 6 bulan. 3

C. Epidemiologi

Prevalensi ADHD di dunia 3.2% prevalensi ini didapatkan dalam


ruang lingkup lingkungan sekolah. Beberapa literatur menunjukkan
berbagai macam variasi dari nilai prevalensi di dunia dengan kisaran
terendah 1% hingga kisaran tertinggi 20%.3
American Psychiatric Association menyatakan dalam Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-4) bahwa 5% anak memiliki
4

ADHD. Sekitar 11% anak usia 5-17 tahun (6.4 juta) telah didiagnosis
dengan ADHD pada tahun 2011. Persentasi anak dengan diagnosis
ADHD terus meningkat dari 7.8% pada tahun 2003 hingga 9.5% tahun
2007 dan 11% tahun 2011. Sedangkan perbandingan antara anak laki-laki
(13.2%) lebih banyak jika dibandingkan dengan anak perempuan (5,6%)
yang didiagnosis dengan ADHD.3
Namun, kurang dari 1 diantara 3 anak dengan ADHD menerima
pengobatan medis dan terapi perilaku. Selain itu juga, hanya setengah
dari anak usia prasekolah (4-5 tahun) dengan ADHD menerima terapi
perilaku, meskipun saat ini telah direkomendasikan sebagai pengobatan
lini pertama pada kelompok usia tersebut. ADHD dapat menyebabkan
masalah intelegensia. Di Indonesia, belum ada data secara nasional yang
membahas tentang masalah intelegensia. Namun masalah intelegensia
cukup tinggi prevalensinya, misalnya kasus anak dengan ADHD 12% dari
populasi anak tingkat sekolah dasar (SD). 3

D. Etiologi

Penyebab ADHD tidak diketahui. Faktor dugaan yang turut


berperan untuk ADHD mencakup pajanan toksik prenatal, prematuritas,
dan cedera mekanis prenatal pada sistem saraf janin. 4

1. Faktor Genetik

Bukti dasar genetik untuk ADHD mencakup concordance yang


lebih tinggi pada kembar monozigot dibandingkan dizigot dan 75% variasi
gejala ADHD di dalam populasi adalah karena faktor genetik. Saudara
kandung hiperaktif juga memiliki risiko kira-kira dua kali untuk memiliki
gangguan dibandingkan populasi umum. Saudara kandung tersebut dapat
mempunyai gejala hiperaktif yang menonjol sedangkan saudara kandung
yang lain dapat mempunyai gejala defisit atensi yang menonjol. Pada
5

biologis anak-anak dengan gangguan ini memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk ADHD dibandingkan orang tua adoptif. 4

2. Kerusakan otak

Diperkirakan bahwa beberapa anak yang menderita ADHD mengalami


kerusakan ringan pada sistem saraf pusat dan perkembangan otak
selama periode janin dan perinatal. Kerusakan otak yang dihipotesiskan
mungkin dapat disebabkan karena gangguan sirkulasi, toksik, metabolit,
mekanis, atau fisik pada otak selama bayi awal yang disebabkan oleh
infeksi, peradangan, dan trauma. Tanda-tanda neurologis nonfokal (halus)
ditemukan dengan angka yang lebih tinggi pada anak dengan ADHD
dibandingkan dengan populasi umum. 4

3. Faktor Neurofisiologis

Hubungan fisiologis adalah adanya berbagai pola elektroensefalogram


(EEG) abnormal nonspesifik yang tidak beraturan dibandingkan dengan
kontrol normal. Sejumlah studi menggunakan position emission
tomography (PET) menemukan berkurangnya sirkulasi darah otak serta
laju metabolic di area lobus frontalis anak-anak dengan ADHD
dibandingkan dengan kontrol. Pemindaian PET juga menunjukkan bahwa
remaja perempuan dengan gangguan ini memiliki metabolit glukosa yang
berkurang secara global dibandingkan dengan kontrol normal perempuan
dan laki-laki serta pada laki- laki dengan gangguan ini. Satu teori
menjelaskan temuan ini dengan menganggap bahwa lobus frontalis anak-
anak dengan ADHD melakukan mekanisme inhibisinya dengan tidak
adekuat pada struktur yang lebih rendah, suatu efek yang menghasilkan
disinhibisi.4

4. Faktor Psikososial

Peristiwa psikis yang memberikan stres, gangguan pada


6

keseimbangan keluarga, serta faktor pencetus ansietas lain turut berperan


di dalam mulainya atau berlanjutnya ADHD. Faktor prediposisi dapat
mencakup temperamen anak, faktor familial-genetik, dan tuntutan
masyarakat untuk patuh dengan cara perilaku atau berpenampilan dengan
cara yang rutin.4

E. Gejala Klinis

Ciri khas anak dengan gangguan ini yang paling sering disebutkan,
dalam urutan frekuensi, hiperaktivitas, hendaya motorik perspektual,
labilitas emosi, defisit koordinasi umum, iritabilitas (seringkali mudah
marah secara meledak, mudah dibuat menangis dan tertawa), impulsivitas
(bertindak sebelum berpikir, pergeseran tiba-tiba dalam aktivitas, kurang
teratur, melompat di kelas), defisit daya ingat dan berpikir,
ketidakmampuan belajar spesifik, defisit pendengaran dan bicara, serta
tanda neurologis ekuifokal dan ketidakteraturan EEG. 5
Kesulitan di sekolah, baik dalam belajar atau berperilaku, adalah
masalah lazim yang sering timbul bersama dengan ADHD; kesulitan ini
kadang-kadang datang akibat gangguan komunikasi atau gangguan
belajar yang ada atau akibat mudahteralih perhatian atau atensi yang
berfluktuasi, dan menghambat perolehan, retensi, dan penunjukan
pengetahuan. Kesulitan ini terutama diamati secara khusus pada tes
kelompok.5

F. Diagnosis

Untuk menemukan kriteria diagnosisnya, penting untuk mengetahui

gejala di bawah ini :5

1. Onsetnya sebelum usia 7 tahun (ADHD)


2. Sudah jelas nampak minimal selama 6 bulan
7

3. Harus pervasif (ada pada lebih dari 1 setting, misal : rumah, sekolah,
lingkungan sosial)
4. Menyebabkan gangguan fungsional yang signifikan
5. Tidak ada penyebab gangguan mental lainnya ( misal : gangguan
perkembangan pervasif, skizofrenia, gangguan psikotik lainnya, depresi
atau anxietas)
6. Morbiditas penyerta meliputi kegagalan akademis, perilaku antisosial,
delinquency/ kenakalan, dan peningkatan resiko kecelakaan lalulintas
pada remaja. Sebagai tambahan, dapat pula timbul pengaruh yang
dramatis di kehidupan keluarga

Kriteria diagnostik ADHD berdasarkan DSM-V ialah satu dari kriteria


(1) atau (2) berikut:5

1. Baik (1) atau (2):5


a. Gangguan pemusatan perhatian (inatensi): ≥ 6 gejala inatensi berikut
telah menetap selama sekurang- kurangnya 6 bulan bahkan sampai
tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat
perkembangan.
 Gejala gangguan pemusatan perhatian ialah sebagai berikut: Sering
gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detil dan tidak teliti
dalam mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan atau aktivitas
 Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian
terhadap
tugas atau aktivitas bermain.
 Sering tampak tidak mendengarkan apabila berbicara langsung.
 Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas
sekolah, pekerjaan sehari-hari, atau tugas ditempat kerja (bukan karena
perilaku
menentang atau tidak dapat mengikuti instruksi).
 Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas.
8

 Sering menghindari, membenci atau enggan untuk terlibat dalam tugas


yang memiliki usaha mental yang lama (seperti tugas di sekolah dan
pekerjaan rumah).
 Sering menghilangkan atau ketinggalan hal-hal yang perlu untuk tugas
 atau aktivitas (misalnya tugas sekolah, pensil, buku ataupun peralatan)
Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimulasi dari luar.
 Sering lupa dalam aktivitas sehari- hari.

b. Hiperaktivitas - impulsivitas: ≥6 gejala hiperaktivitas-impulsivitas berikut


ini telah menetap selama sekurang- kurangnya 6 bulan sampai tingkat
yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.
Gejala hiperaktivitas ialah sebagai berikut:
 Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau sering menggeliat-geliat di
tempat duduk.
 Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau di dalam situasi yang
diharapkan anak tetap duduk.
 Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang
tidak seharusnya.
 Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas waktu
luang secara tenang
 Sering dalam keadaan “siap bergerak/ pergi” (atau bertindak seperti
digerakkan oleh mesin).
 Sering bicara berlebihan.

Gejala impulsivitas ialah sebagai berikut:


 Tidak sabar, sering menjawab pertanyaan tanpa berpikir lebih dahulu
sebelum pertanyaan selesai.
 Sering sulit menunggu giliran.
 Sering menyela atau mengganggu orang lain sehingga menyebabkan
hambatan dalam lingkungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
9

2. Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatensi yang menyebabkan


hendaya terjadi sebelum usia 12 tahun. 5

3. Beberapa hendaya akibat gejala ada dalam dua atau lebih keadaan
misal, disekolah atau tempat kerja, dan di rumah). 5

4.Harus ada bukti jelas adanya hendaya didalam fungsi sosial,


akademik, atau pekerjaan yang secara klinis bermakna. 5

5.Gejala tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan


perkembangan pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain
serta tidak disebabkan oleh gangguan jiwa lain (missal gangguan
mood, gangguan ansietas, gangguan disosiatif, atau gangguan
kepribadian).5

G. Diagnosis Banding

Dalam praktik sehari-hari, ADHD sering kali memiliki gejala yang


tumpang tindih dengan autism spectrum disorder (ASD) dan
communication disorder - speech delayed. Pada penderita speech
delayed harus dipastikan ada tidaknya gangguan pendengaran, retardasi
mental atau kurang stimulasi. Persamaan ADHD dengan ASD ialah
adanya gangguan konsentrasi, tak mampu menunggu giliran, meminta
sesuatu dengan cara non-verbal, kurang peduli dengan lingkungan dan
bila marah sulit ditenangkan.6
10

BAB II

TATALAKSANA

GPPH merupakan gangguan yang bersifat heterogen dengan


manifestasi klinis beragam. Sampai saat ini belum ada satu jenis terapi
yang dapat diakui untuk menyembuhkan anak dengan GPPH secara total.
Berdasarkan National Institute of Mental Health, serta organisasi profesi
lainnya di dunia seperti American Academy of Child and Adolescent
Psychiatry (AACAP), penanganan anak dengan GPPH dilakukan dengan
pendekatan komprehensif berdasarkan prinsip pendekatan yang
multidisiplin dan multimodal.5

Tujuan utama penanganan anak dengan GPPH ialah:


1. Memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dalam menjalankan
fungsinya sehari-hari terutama dengan memper- baiki fungsi pengendalian
diri.
2. Memperbaiki pola adaptasi dan penyesuaian sosial anak sehingga
terbentuk kemampuan adaptasi yang lebih baik dan matang sesuai
dengan tingkat perkembangan anak. 5
11

Berdasarkan prinsip pendekatan yang multidisiplin dan multimodal ini


maka terapi yang diberikan dapat berupa obat,diet,latihan,terapi perilaku,
terapi kognitif dan latihan keterampilan sosial. juga psikoedukasi kepada
orang tua, pengasuh serta guru yang sehari-hari berhadapan dengan
anak tersebut.5

1. Medikamentosa:

Cara ini dapat mengontrol GPPH sampai 70-80%. Obat yang


merupakan pilihan pertama ialah obat golongan psikostimulan. Meskipun
disebut stimulan, pada dasarnya obat ini memiliki efek yang menenangkan
pada penderita GPPH. Yang termasuk stimulan antara lain: amphetamine,
dextroamphetamine dan derivatnya. Pemberian obat psiko-stimulan
dikatakan cukup efektif mengurangi gejala-gejala GPPH.Obat ini
memengaruhi sistem dopaminergik atau sirkuit noradrenergik korteks
lobus frontalis-subkortikal, meningkatkan kontrol inhibisi dan
memperlambat potensiasi antara stimulasi dan respon, sehingga
mengurangi gejala impulsif dan tidak dapat menyelesaikan tugas.5 Efek
sampingnya ialah penarikan diri dari lingkungan sosial, fokus yang
berlebih, iritabel, sakit kepala, cemas, sulit tidur, hilang nafsu makan,
sindrom Tourette, serta munculnya tic.5,7
12

Tabel. Obat dan Dosis ADHD8

2. Diet

Meta-analisis menemukan bahwa menghindari pewarna makanan


buatan dan bahan pengawet sintetik secara statistik bermanfaat
mencegah terjadinya gejala GPPH.Keseimbangan diet karbohidrat dan
asam amino (triptophan sebagai serotonin substrate) juga dapat menjadi
upaya lain.Belum ada bukti bahwa pemanis buatan seperti aspartam
memperburuk GPPH.5

3. Rehabilitasi medik

Mengembangkan kemampuan fungsional dan psikologis seorang


individu dan mekanismenya sehingga dapat mencapai kemandirian dan
menjalani hidup secara aktif.5
13

Penanganan rehabilitasi medik pada anak dengan GPPH:


a. Terapi okupasi
Terapi okupasi terdiri dari terapi relaksasi, terapi perilaku kognitif
(cognitive behavior therapy), terapi sensori integrasi, terapi snoezellen,
dan terapi musik. Terapi relaksasi adalah terapi yang menggunakan
kekuatan pikiran dan tubuh untuk mencapai suatu perasaan rileks.Terapi
relaksasi bertujuan untuk dapat mengontrol ansietas, stres, ketakutan dan
ketegangan, memperbaiki konsentrasi, meningkatkan kontrol diri,
meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri, serta meningkatkan
kreativitas. Terapi perilaku kognitif bertujuan untuk mengubah perilaku
seseorang dengan mengubah pemikiran dan persepsi terutama pola
berpikirnya. Terapi perilaku berfokus untuk mengurangi respon kebiasaan
(seperti marah, takut, dan sebagainya) dengan cara mengenal situasi atau
stimulus. Terapi ini melatih kemampuan berpikir, menggunakan pendapat
dan membuat keputusan, dengan fokus memperbaiki defisit memori,
konsentrasi dan atensi, persepsi, proses belajar, membuat rencana, serta
pertimbangan.5

Pada anak-anak, terapi ini memerlukan dukungan penuh dari orang tua
atau anggota keluarga lain. Intervensi pada terapi ini juga harus menarik
seperti menggunakan media gambar kartun, role play, menggunakan
bahasa menarik sesuai usianya, media latihan yang menyenangkan dan
penuh warna. Bentuk lain dari intervensi ini dapat juga berupa metode self
recording.5

Terapi sensori integrasi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan


proses sensoris dengan cara:5
1) Mengembangkan modulasi sensoris yang berhubungan dengan atensi
dan kontrol perilaku
2) Mengintegrasikan informasi sensoris untuk membentuk skema persepsi
baik sebagai dasar ketrampilan akademis, interaksi sosial dan
kemandirian fungsional.
14

3) Fokus terapi diarahkan untuk memunculkan motivasi intrinsik anak


untuk bermain interaktif dan bermakna.

Terapi sensori integrasi memberikan stimulasi sensori dan interaksi fisik


untuk dapat meningkatkan integrasi sensori dan peningkatan kemampuan
belajar dan perilaku.Terapi ini merupakan terapi modalitas yang kompleks
dan memerlukan.partisipasi aktif pasien dan bersifat individual melalui
aktivitas yang bertujuan melibatkan stimulasi sensorik untuk perbaikan
organisasi dan proses neurologis.5

Terapi snoezellen dilakukan untuk memengaruhi sistem saraf pusat


melalui pemberian rangsangan yang cukup pada sistem sensori primer
(penglihatan, pendengaran, peraba, perasa lidah, penciuman) dan juga
pada sistem sensori internal (vestibular dan proprioseptif). Dalam bahasa
Belanda kata snoezellen merupakan gabungan dari 2 kata, yaitu:
“snufflen” yang berarti eksplorasi aktif dan “doezelen” yang berarti
relaksasi atau pasif.5

Tujuan terapi snoezellen pada anak GPPH ialah: 5


1) Anak mampu konsentrasi dan atensi terhadap satu stimulus
2) Anak mampu rileks secara psikis sehingga mengurangi perilaku
impulsif
3) Anak mampu memberikan reaksi yang tepat terhadap lingkungan
4) Anak mampu melakukan kontak dengan orang lain
5) Anak punya rasa percaya diri
6) Anak mampu mengeksplorasi lingkungan
7) Anak mampu rileks secara fisik ditandai dengan penurunan muscle

tension

Ruangan snoezellen khusus dirancang untuk memberi stimulasi pada


berbagai sensasi, menggunakan efek lampu/cahaya, warna, musik,
wangi- wangian dan sebagainya.Kombinasi dari bahan berbeda pada
15

dinding dieksplorasi menggunakan sensasi taktil, dan pada lantai


disesuaikan untuk merangsang sensasi keseimbangan. Idealnya,
snoezellen merupakan terapi yang tidak diarahkan dan dapat bertahap
memberikan pengalaman multi sensorik atau fokus pada 1 sensorik saja,
secara sederhana melalui adaptasi terhadap lampu/cahaya, atmosfer,
suara, dan tekstur kepada kebutuhan spesifik pasien. Lingkungan
snoezellen memberikan stimulasi langsung dan tidak langsung dari
modalitas sensorik dan dapat digunakan secara individu atau
berkelompok untuk memberikan pendekatan sensorik. 5

Peralatannya disesuaikan dengan tiap-tiap anak GPPH: 5


1) Stimulasi visual: serat optik semprot, proyektor dengan gambar.
2) Stimulasi pendengaran (suara): kaset relaksasi, getaran suara dari
peralatan musik.
3) Olfaktori (bau): aroma terapi dapat mengurangi tingkat kecemasan.
4) Gustatori (rasa): setiap zat makanan menyediakan rasa yang berbeda
atau tekstur.
5) Stimulasi taktil (sentuhan): bantal dan kasur dengan vibrasi, kain
bertekstur.
6) Rangsangan proprioseptif dan vestibular (gerakan): kursi goyang,

rocking horses.

Terapi musik merupakan terapi efektif dan alat edukasi untuk anak
dengan GPPH sehingga dapat mempengaruhi perubahan keterampilan
yang penting pada gangguan belajar atau perilaku. Terapi musik
mencakup beberapa hal, yaitu:5
1) Keterampilan kognitif
Musik dapat menstimulasi dan memfokuskan atensi dan terutama untuk
orang yang tidak respon dengan intervensi lain. Seluruh intervensi
terapeutik akan terstruktur dengan musik, untuk mempertahankan atensi.
2) Keterampilan fisik
16

Terdapat bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa ritme eratur dapat


menstimulasi dan mengorganisasikan respon otot untuk menimbulkan
rasa rileks.
3) Keterampilan komunikasi
Efektif untuk menstimulasi dan memotivasi bicara, serta memberi ruang
untuk komunikasi non-verbal.
4) Keterampilan sosial
Memberi kesempatan untuk orang dengan disabilitas perkembangan
untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain.
5) Keterampilan emosional

Musik memberi kesempatan untuk mengekspresikan dan merasakan


berbagai emosi. Keinginan untuk berpartisipasi pada musik dapat
membantu untuk mengontrol emosi yang meledak-ledak, mengubah
mood, serta dapat mencapai efek positif dari harga diri.

b. Terapi psikologi

Psikoterapi yang diberikan pada penderita GPPH termasuk dalam


pelatihan kepada orang tua untuk memperbaiki lingkungan di sekitar
rumah dan sekolah. Terdapat berbagai pendekatan psikoterapi yang
dapat dilakukan oleh seorang psikolog; penggunaannya tergantung
kepada pasien dan simptomnya yang meliputi support groups, parent
training, dan social skills training.5
Memperbaiki lingkungan di sekitar rumah dan sekolah dapat
memperbaiki perilaku anak dengan GPPH, namun kendalanya ialah orang
tua dari anak GPPH memperlihatkan kekurangan yang sama terhadap diri
mereka sendiri, sehingga mereka tidak dapat cukup membantu anaknya
dengan kesulitannya. Intervensi pendidikan yang berbeda untuk orang tua
disebut sebagai parent management training. Teknik ini meliputi operant
conditioning yaitu sebuah aplikasi rewards untuk suatu perilaku yang baik
dan hukuman untuk perilaku yang buruk. 5
17

Manajemen di dalam kelas (edukasi kepada guru) dilakukan sama


dengan parent management training yaitu guru diajari tentang GPPH dan
teknik untuk memperbaiki perilaku yang diaplikasikan di ruangan kelas.
Strategi yang digunakan meliputi peningkatan penyusunan aktivitas di
kelas atau daily feedback.5

c. Terapi sosial medik


Penanganan GPPH dalam peran sosial medik difokuskan pada bantuan
perorangan dan keluarga yang kesulitan dalam penyesuaian diri dan
pelaksanaan fungsi- fungsi sosial diakibatkan oleh kondisi - kondisi yang
disfungsi.Terapi ini berkaitan dengan usaha untuk menjangkau dan
memanfaatkan sumber dalam pemecahan masalah social dengan tujuan
pelayanan untuk sosialisasi dan pengembangan, penyembuhan,
pemberian bantuan, rehabilitasi dan perlindungan sosial, serta pemberian
informasi dan nasehat.5

BAB III

PROGNOSIS

Perjalanan anak dengan ADHD bervariasi; ada yang mengalami


remisi, tetapi ada juga yang menetap. 5

1. Persisten atau menetap


18

Pada 40-50% kasus, gejala akan persisten hingga masa remaja atau
dewasa.Gejala akan lebih cenderung menetap jika terdapat riwayat
keluarga, peristiwa negatif dalam hidupnya, komorbiditas dengan gejala-
gejala perilaku, depresi dan gangguan cemas. Pada beberapa kasus,
hiperaktivitas akan menghilang, tetapi tetap mengalami inatensi dan
kesulitan mengontrol impuls (tidak hiperaktif, tetapi impulsif dan ceroboh).
Anak ini rentan dengan penyalahgunaan alkohol dan narkoba, kegagalan
di sekolah, sulit mempertahankan pekerjaan, serta cenderung melakukan
pelanggaran hukum.5

2. Remisi
Pada 50% kasus, gejalanya akan meringan atau menghilang pada
masa remaja atau dewasa muda. Biasanya remisi terjadi antara usia 12
hingga 20 tahun. Gejala yang pertama kali memudar ialah hiperaktivitas
dan yang paling terakhir ialah distractibility. 5

3. Remisi total
Anak yang mengalami remisi total akan memiliki masa remaja dan
dewasa yang produktif, hubungan interpersonal yang memuaskan, dan
memiliki gejala sisa yang sedikit.5

4. Remisi parsial
Pada masa dewasanya, anak dengan remisi parsial mudah menjadi
antisosial, mengalami gangguan mood, sulit mempertahankan pekerjaan,
mengalami kegagalan disekolah, melanggar hukum, dan menyalah
gunakan alkohol serta narkoba.5
19

BAB IV

PENUTUP

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) merupakan


sekelompok masalah yang berkenaan dengan perhatian, konsentrasi,
impulsivitas, dan overaktivitas yang timbul selama awal masa kanak-
20

kanak dan muncul pada berbagai keadaan menandai suatu sindrom


tingkah laku. American Psychiatric Association menyatakan dalam Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-5) bahwa 5% anak memiliki
ADHD.
Berdasarkan DSM-IV, ADHD dibedakan menjadi 3 subtipe, yaitu
tipe inatentif, tipe hiperaktif-impulsif, dan tipe kombinasi, yang memiliki
kriteria-kriteria khusus. Anak dengan ADHD biasanya menunjukkan gejala
inatensi dan mperhatian mudah dialihkan, impulsivitas, kelelahan motorik
dan hiperaktivitas, kesulitan merencanakan dan mengatur tugas, serta
labilitas emosi.
Diagnosis ADHD ditegakkan lebih berdasarkan anamnesis
dibandingkan dengan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan tambahan kurang
dibutuhkan dan hanya dikerjakan pada kondisi-kondisi tertentu.
Pengobatan anak dengan ADHD harus sesuai pada setiap individu,
ditujukan baik untuk karakteristik intrinsik lingkungan yang relevan.
Pendekatan tunggal terhadap penatalaksanaan ADHD tidak pernah
memberikan hasil yang memuaskan. Pengobatan termasuk penanganan
tingkah laku, pendidikan khusus, pengobatan dengan medikamentosa,
dan terapi tambahan. Obat- obatan stimulan, seperti methylphenidate dan
dextroamphetamine menjadi obat pilihan lini pertama dalam terapi
farmakologis ADHD.

DAFTAR PUSTAKA

1. Singh A, dkk. Overview of Attention Deficit Hyperactivity Disorder in


Young Children. Health Psychology Research. 2015. 3:2115.
2. Kliegman, dkk. Nelson Textbook of Pediatrics 20th Edition. 2015
21

3. Primadhani Widya S. Attention Deficit Hyperactivity Disorder:


Diagnosis dan Pendekatan Holistik. J Agromed Unila. 2015. 2(3):226-
231.
4. A Stacey, dkk. ADHD in Children and Youth : Part 1- Etiology,
Diagnosis, and Comorbidity. Canadian Pediatric Society. 2018
5. Sadock BJ, Sadock VA. Buku ajar psikiatri klinis. Edisi 2. EGC.
6. Susanto Bayu, dkk. Diagnosis dan Penanganan Rehabilitasi Medik
pada Anak dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Jurnal
Biomedik. 2016.
7. Maslim, Rusli, ed. Buku Saku PPDGJ III. Jakarta, 2013.
8. Banaschewski, Tobias, dkk. Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder.
Deutsches Ärzteblatt International. 2017.

Anda mungkin juga menyukai