Fraktur geriatrik
RESKI AMALIA
4521112020
Supervisor
dr. Nur Rahmansyah Sp.OT (K)
Pendahuluan
Penyakit muskuloskeletal merupakan salah satu masalah yang sering ditemui diberbagai
pusat kesehatan diseluruh dunia. Salah satu masalah muskuloskeletal pada tulang yang dapat
menimbulkan disabilitas ialah fraktur yaitu terputusnya kontinuitas struktur dari tulang.
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik
yang bersifat total maupun parsial. Keadaan ini akan mengganggu fungsi dari organ tulang sebagai
penyanggah tubuh dan dapat menyebabkan terjadinya disabilitas.
Etiologi
Kelompok lansia berisiko Fraktur geriatrik dapat disebabkan oleh mekanisme
lebih tinggi untuk terjadinya fraktur high impact maupun low impact. Fraktur high-impact biasanya
oleh karena proses penuaan yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor dan cedera
dialami yang menyebabkan saat berolahraga, namun fraktur low impact yang paling sering
penurunan fungsi fisiologik tubuh,
salah satunya ialah penurunan terjadi pada kelompok lansia dan memiliki angka mortalitas
kepadatan dan kualitas tulang. Selain paling tinggi.
itu, kelompok lansia memiliki risiko Fraktur low impact paling sering terjadi disebabkan
jatuh yang lebih tinggi dibandingkan oleh karena keadaan osteoporosis dengan mekanisme jatuh.
kelompok usia lainnya, yang
meningkatkan risiko terjadinya
fraktur.
Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya fraktur geriatrik ialah usia >75 tahun, jenis kelamin, status ekonomi
rendah, merokok, konsumsi alkohol berlebihan, IMT, riwayat fraktur sebelumnya, penyakit
kormorbid dan medikasinya, serta anemia.
Dalam hal jenis kelamin, perempuan lebih berisiko mengalami fraktur terutama yang
dengan paparan estrogen kurang seperti menopause dini dan amenorea. Status sosioekonomi
rendah mungkin menyangkut asupan gizi yang buruk, termasuk kurangnya kadar kalsium serta
vitamin K dan D pada pasien lansia. IMT yang tinggi merupakan faktor risiko pada fraktur
ekstremitas inferior sedangkan IMT rendah merupakan faktor risiko terhadap terjadinya fraktur
geriatrik namun bersifat protektif terhadap fraktur ekstremitas inferior.
Proses menua juga mengakibatkan perubahan kontrol postural
anamnesis pasien dengan fraktur, keluhan utama yang biasanya didapatkan ialah
• nyeri dan ketidakmampuan menggunakan anggota gerak tubuhnya disertai riwayat trauma. Baik trauma langsung
maupun trauma tidak langsung, keduanya dapat menyebabkan fraktur. Nyeri yang dirasakan pasien biasanya
terlokalisir dan nyeri akan bertambah bila bagian tubuh tersebut digerakkan.
• pembengkakan
• Deformitas
• kelainan gerak
• krepitasi
Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan beberapa keadaan bahaya yang harus segera
ditangani sebelum melakukan pemeriksaan status lokalis, yaitu adanya syok, anemia atau perdarahan,
kerusakan organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga
toraks, panggul, dan abdomen, serta terdapat faktor predisposisi lainnya seperti fraktur patologik.
Pemeriksaan status lokalis terdiri dari inspeksi (look), palpasi (feel), dan pergerakan (move).
Bila didapatkan gangguan neurologic = memengaruhi sistem saraf (kelainan motorik maupun sensorik).
Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur geriatrik ialah pasien mendapatkan manfaat dari stabilisasi pembedahan
terhadap fraktur yang dialami; semakin cepat pasien menjalani operasi, semakin kecil risiko
terjadinya penyakit iatrogenic.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal bermanfaat Penanganan pasien harus terdiri atas evaluasi
untuk menstabilkan keadaan pasien awal yang cepat serta resusitasi fungsi vital, penangan
yang mencakup pertolongan pertama trauma dan identifikasi keadaan yang dapat
pada pasien dengan fraktur. menyebabkan kematian. Penilaian klinis dilakukan
sebelum menilai fraktur itu sendiri, apakah luka itu luka
tembus tulang, adanya trauma pembuluh darah/saraf
Fungsi vital pasien harus dinilai
secara tepat dan efisien yang meliputi atau adanya trauma alat-alat dalam yang lain.
Pemberian medikamentosa untuk tatalaksana
• airway, nyeri ialah parasetamol 500mg hingga dosis maksimal
• breathing, 3000mg per hari. Bila respon tidak adekuat dapat
• circulation, ditambahkan dengan kodein 10mg. Langkah selanjutnya
ialah dengan menggunakan NSAID seperti ibuprofen
• disability, dan
400mg, 3 kali sehari. Pada keadaan nyeri berat
• exposure. (terutama bila terdapat osteoporosis), kalsitonin 50-100
IU dapat diberikan subkutan malam hari.
Penatalaksanaan
antikoagulan perlu dihentikan dahulu agar perdarahan luka operasi terkendali. Setelah operasi,
antikoagulan dapat diberikan hingga 2-4 minggu atau bila pasien sudah dapat mobilisasi.
Penatalaksanaan
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip pengobatan menggunakan empat (4R),
yaitu: recognition, reduction, retention, dan rehabilitation.
• Recognition meliputi diagnosis dan penilaian fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologik. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan, dan
komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
• Reduction fraktur bila perlu, restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima. Pada
fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah
komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari.
• Retention meliputi imobilisasi fraktur dan rehabilitation untuk mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
• Rehabilitation.
Penatalaksanaan fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint. sedangkan
penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan
open reduction internal fixation (ORIF) maupun open reduction and external fixation (OREF).
Reposisi bertujuan untuk mengembalikan fragmen ke posisi anatomi. Teknik reposisi terdiri
dari reposisi tertutup dan terbuka.
• Reposisi tertutup dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau traksi kulit dan skeletal sedangkan
• Reposisi terbuka dilakukan pada pasien yang telah mengalami gagal reposisi tertutup, fragmen
bergeser, mobilisasi dini, fraktur multipel, dan fraktur patologik.
• Imobilisasi/fiksasi bertujuan untuk mempertahankan posisi fragmen pasca reposisi sampai terjadi
union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan (shortening), fraktur unstable, serta
kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar.
Kesimpulan
Kelompok lansia berisiko lebih tinggi untuk terjadinya fraktur. Fraktur trunkus inferior yang
paling umum didapatkan pada kelompok lansia. Diagnosis fraktur geriatrik ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Perlu diperhatikan adanya syok, anemia
atau pendarahan, kerusakan pada organ lain, dan faktor predisposisi misalnya pada fraktur
patologik. Selain itu penyakit komorbid seperti diabetes melitus, hipertensi, dan anemia turut
memengaruhi kejadian fraktur geriatrik. Penanganan yang menyeluruh dan kerjasama tim dokter
diperlukan dalam menangani fraktur geriatrik guna meningkatkan quality of life dari pasien dan
mencegah terjadinya disabilitas.
THANK YOU