PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur lebih sering terjadi pada
laki-laki daripada perempuan dengan umur di bawah 45 tahun dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan usia lanjut prevalensinya
cenderung lebih banyak lagi terjadi pada wanita
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui persentase angka kejadian implant failure pada operasi orthopedi di
RSUD Nganjuk
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya implan failure
3. Untuk mengetahui kelanjutan kesembuhan pasien
D. Manfaat Penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Fraktur
kontinuitas struktur tulang berupa retakan, pengisutan ataupun patahan yang lengkap
dengan fragmen tulang bergeser.
B. Epidermiologi fraktur
1. Frekuensi
Fraktur lebih sering terjadi pada laki laki daripada perempuan dengan umur
dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka yang
disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak dilakukan oleh laki
laki menjadi penyebab tingginya risiko fraktur. Sedangkan pada orang tua, perempuan
lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan
meningkatnya insidens osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada
menopause.
Tahun 2001, di Amerika Serikat terdapat lebih dari 135.000 kasus cedera yang
disebabkan olahraga papan selancar dan skuter. Dimana kasus cedera terbanyak adalah
fraktur 39% yang sebagian besar penderitanya laki laki dengan umur di bawah 15
tahun.27 Di Indonesia, jumlah kasus fraktur yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas
4 kali lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
2. Waktu dan tempat
Di negara maju, masalah patah tulang pangkal paha atau tulang panggul
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendapat perhatian serius karena
dampak yang ditimbulkan bisa mengakibatkan ketidakmampuan penderita dalam
beraktivitas. Menurut penelitian Institut Kedokteran Garvan tahun 2000 di Australia
setiap tahun diperkirakan 20.000 wanita mengalami keretakan tulang panggul dan dalam
setahun satu diantaranya akan meninggal karena komplikasi.
Di negara negara Afrika kasus fraktur lebih banyak terjadi pada wanita karena
peristiwa terjatuh berhubungan dengan penyakit Osteoporosis. Di Kamerun pada tahun
2003, perbandingan insidens fraktur pada kelompok umur 50 64 tahun yaitu, pria 4,2
per 100.000 penduduk, wanita 5,4 per 100.000 penduduk. Angka yang lebih tinggi di
Maroko pada tahun 2005 insidens fraktur pada pria 43,7 per 100.000 penduduk dan
wanita 52 per 100.000 penduduk. Di Indonesia jumlah kasus fraktur akibat kecelakaan
lalu lintas meningkat seiring pesatnya peningkatan jumlah pemakai kendaraan bermotor.
Berdasarkan laporan penelitian dari Depkes RI tahun 2000, di Rumah Sakit Dr. Hasan
Sadikin Bandung terdapat penderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas sebanyak 444
orang.
C. Kelainan Penyembuhan Fraktur
Tulang memperlihatkan kemudahan penyembuhan yang besar tetapi dapat terjadi
sejumlah penyulit atau terdapat kelainan dalam proses penyembuhan.
1. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas,
angulasi atau pergeseran.
2. Delayed Union
Keadaan ini umum terjadi dan disebabkan oleh banyak faktor, pada umumnya banyak
diantaranya mempunyai gambaran hiperemia dan dekalsifikasi yang terus menerus.
Faktor yang menyebabkan penyatuan tulang tertunda antara lain karena infeksi,
terdapat benda asing, fragmen tulang mati, imobilisasi yang tidak adekuat, distraksi,
avaskularitas, fraktur patologik, gangguan gizi dan metabolik.
3. Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang kadang
dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor faktor yang dapat menyebabkan
non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan
lebar dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.
D. Penatalaksanaan Fraktur
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian
fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi fraktur (setting tulang) berarti
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi
terbuka, traksi, atau reduksi tertutup dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode
tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap
sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah
jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan pendarahan.
Pada waktu yang lalu, patah tulang ditangani dengan teknik konservatif berupa
pemasangan gips. Hasil konservatif tersebut banyak menimbulkan masalah, berupa
ketidaknyamanan penderita, kekakuan sendi, dan disuse atrophy otot. Selain itu pada
awal operasi orthopaedi dengan fiksasi interna menimbulkan beberapa masalah berupa
nonunion, delayed union, metal fatique.
Pada tahun 1958, group Arbeitsgemeinschaft fr Osteosynthesefragen (AO) atau
The Association for the Study of Internal Fixation (ASIF) mempelajari secara mendalam
teknik pemasangan fiksasi internal yang rigid. Hasil pengkajian group AO tersebut
merupakan acuan para orthopaedist di dunia. Ada dua pokok dasar AO yaitu:
1. Tulang yang patah harus dikembalikan bentuknya seperti semula (anatomic
reduction)
2. Untuk mencapai penyembuhan tulang mutlak diperlukan stabilisasi yang rigid berupa
kompresi
Sistem kompresi diutamakan guna mendapatkan penyembuhan tulang secara
primer (primary bone healing). Primary bone healing adalah penyembuhan tulang dari
dalam medula tulang (endosteal) dan pembentukan osteon akibat kompresi antara dua
permukaan fragmen tulang. Pada sistem kompresi, pembentukan bayangan kallus di
daerah patah tidak akan terlihat pada x-ray.
Teknik AO berupa sayatan kutis-subkutis sepanjang plate yang akan dipasang dan
melakukan pembedahan pada otot yang menutupi tulang. Cara tersebut diperlukan untuk
mendapatkan lapangan operasi yang cukup luas dengan tujuan untuk melakukan reposisi
tulang secara anatomis.
Pada kasus dengan fragmen tulang berkeping-keping (comminutive) diperlukan
teknik lag screw guna mendapatkan bentuk anatomi fragmen yang patah dan
mendapatkan stabilisasi yang rigid dengan system kompresi.
Teknik konvensional itu menyebabkan banyak kerusakan pada jaringan sekitar
fragmen tulang yang patah baik kutissubkutis, otot dan pembuluh darah sekitar
periosteum yang semua itu akan menyebabkan komplikasi berupa delayed Upaya
Mandiri di Bidang Orthopaedi union atau non union. Untuk mencegah terjadinya
komplikasi tersebut pada kasus fraktur comminutive setelah dipasang lag screw, perlu
ditambah dengan cancellous bone graft (primary bone graft). Pada tahun 1997 Christian
Krettek et al menerbitkan hasil penelitiannya yang sudah dirintis sejak tahun 1990.
Krettek et al menciptakan teknik baru pemasangan fiksasi interna yang disebut teknik
Minimal Invasive Plate Osteosynthesis (MIPO). Teknik tersebut bertujuan untuk
memperbaiki kelemahan teknik konvensional. Prinsip dasar MIPO ialah:
1. Reposisi tulang yang patah tidak perlu mencapai bentuk se-anatomis mungkin
2. Fiksasi fragmen tidak perlu dengan lag screw, karena pada teknik MIPO tidak
memerlukan teknik stabilisasi yang rigid dengan cara kompresi.
Pemasangan plate pada tulang yang patah berfungsi sebagai biologic plate
(bridging plate). Tujuan teknik MIPO adalah memberikan kesempatan fragmen tulang
yang patah untuk sembuh secara sekunder (secondary bone healing). Proses
penyembuhan tersebut tidak berbeda dengan proses klasik pada pengobatan konservatif
(reposisi dan pemasangan immobilisasi dengan gips) yaitu proses penyembuhan harus
melewati tahapan berupa hematoma, proliterasi, osteoblast, pembentukan kallus,
konsolidasi, dan remodeling.
Pada teknik MIPO potensi untuk sembuh secara sekunder sangat besar, karena
dapat menghindari kerusakan jaringan kutis, subkutis, otot dan sistem vaskularisasi
sekitar periosteum di daerah patah. Hal tersebut dimungkinkan karena pada teknik MIPO
sayatan kutis-subkutis dan otot-otot dibuat seminimal mungkin dan pemasangan plate
dipasang menyusup melalui terowongan yang dibuat di bawah fasia otot dan di atas
periosteum tulang. Dengan teknik tersebut, mudah dimengerti kalau sistem vaskular di
daerah patah tulang terhindar dari kerusakan.
Kerusakan sistem vaskuler di daerah tulang yang patah setelah dilakukan operasi
dengan sistem konvensional atau sistem MIPO telah dibuktikan oleh Krettek et al pada
eksperimennya pada tulang femur dari kadaver yang semasa hidupnya telah dilakukan
operasi pemasangan plate dan screw secara konvensional dan secara MIPO. Dari hasil
eksperimen tersebut didapatkan dari 10 kadaver yang dioperasi dengan teknik MIPO
tidak satupun didapatkan kerusakan pada arteri perforantes. Pada 10 kadaver yang
dioperasi dengan teknik konvensional pada femurnya didapatkan 80% kerusakan pada
arteri perforantes sedangkan pada irisan longitudinal tulang femur didapat vaskularisasi
di daerah medula tulang pada sistem MIPO semuanya terlihat baik. Vaskularisasi pada
periosteum pada teknik MIPO 100% masih baik sedangkan pada teknik konvensional
hanya 40% vaskularisasi periosteum yang dapat dinyatakan baik. Dewasa ini teknik
MIPO telah berkembang di seluruh dunia, implant yang digunakan masih implant
konvensional dari AO seperti:
1. Dynamic Hip Screw (DHS) digunakan untuk fiksasi interna pada fraktur
subtrokhanter femur
System (LISS). Sistemnya berupa plate dengan screw yang digabung menjadi satu
kesatuan dengan teknik interlock antara plate dengan screw.
Melihat fungsinya, LISS dapat digolongkan sebagai periartikular plate yang
sangat bermanfaat sebagai implant pilihan utama dalam mengatasi fraktur comminutive
di daerah persendian besar seperti fraktur suprakondiler femur, interkondiler femur,
fraktur comminutive, tibia plateau, apalagi bila garis frakturnya berada 3 cm di atas
permukaan sendi. Untuk tulang panjang seperti femur dan tibia, implant konvensional
berupa broad plate dan narrow plate dikembangkan menjadi interlock plate. RS Dr. Cipto
Mangunkusumo/FKUI sejak tahun 1999 telah melakukan operasi secara rutin dengan
teknik MIPO. Untuk mengatasi fraktur di daerah sendi digunakan implant lokal yang
disebut clover plate (plate daun waru) yang termasuk golongan periarticular plate.
Implant lokal dengan teknik pemasangan MIPO banyak memberikan keuntungan
diantaranya dapat mengurangi biaya operasi dan sangat membantu untuk mengikuti
perkembangan kemajuan operasi orthopaedi di dunia dewasa ini.
Beberapa contoh implant karena perkembangan tekhnik MIPO :
1. Plate and Screw
2. Interlock Plate
BAB III
OBJEK DAN METODE
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yang menggambarkan angka kejadian implant
failure berdasarkan usia, lokasi fraktur dan tahun.
B. Populasi
Semua pasien dengan close fracture atau open fracture yang telah dilakukan
pemasangan implant di RSUD Nganjuk periode 2010-2014.
C. Objek Penelitian
Pasien dengan diagnosis implant failure di RSUD Nganjuk periode 2010-2014
yang berjumlah 21
D. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua tempat, yaitu di RSUD Nganjuk dan rumah pasien.
Pada tanggal 21 desember 2014 11 januari 2015
E. Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengumpulan Data
Data tentang pasien dengan implant failure diperoleh dari data operasi orthopaedi di
ruang OK I, lalu indentitas pasien diperoleh dari data rekam medis dan kunjungan ke
rumah pasien.
2. Pengolahan Data
Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data dengan cara .
F. Definisi Operasional
1. Fraktur : Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang,
retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik yang ditentukan jenid dan luasnya trauma (Lukman, Nurma Ningsih.
2009), yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. (Price Sylvia
2.
Anderson. 2005)
Close Fraktur : fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat
fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia
3.
luar.
Open Fraktur : fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka
pada kulit dan jaringan lunak
4.
Implant Failure : Kegagalan pada pemasangan implant yang diakibatkan oleh berbagai
macam resiko, baik berupa trauma yang terjadi kembali, ketaatan yang tidak dilakukan
secara benar, infeksi, tehnik operasi yang tidak sesuai prosedur, serta keparahan fraktur
5.
6.
itu sendiri.
Kriteria pasien implant failure pada penelitian ini berdasarkan umur
- Anak-anak ialah pasien yang berumur <12 tahun di RSUD Nganjuk
- Remaja ialah pasien yang berumur antara 13-18 tahun di RSUD Nganjuk
- Dewasa muda merupakan pasien yang berumur antara 19-30 tahun di RSUD
Nganjuk
- Dewasa tua adalah pasien yang berumur antara 31-60 tahun di RSUD Nganjuk
- Lansia merupakan pasien yang telah mencapai umur >60 tahun di RSUD Nganjuk
Kriteria penyebab implant failure pada penelitian diantaranya
- Ketaatan pasien
Dimana pasien yang tidak rutin untuk melakukan control poli untuk merawat luka
-
7.
ekonomi.
Belum sembuh ialah suatu keadaan dimana struktur dan fungsi tubuh belum pulih
secara total setelah mengalami penyakit dan masih menjalani prosedur
penyembuhan.
Tidak sembuh merupakan keadaan tubuh tidak kembali seperti semula baik secara
struktur maupun fungsinya setelah mengalami penyakit dan pasien tidak hidup
produktif secara social dan ekonomi.
G. Alur Penelitian
PENCARIAN DATA:
DATA OK
DATA REKAM MEDIK
KESEMBUHAN
STATISTIK
SEBAB
Analisa Data
Kesimpulan