Anda di halaman 1dari 19

Fraktur Tertutup

Samuel Wosangara Billy

NIM : 102012152, Kelompok: E7

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2012, Jl. Arjuna Utara No.6
Jakarta 11510, Telp : 021-56942061, Fax : 021-563173, E-mail : samuelwosangara@gmail.com

Skenario

Seorang perempuan berusia 60 tahun, dibawa keluarganya ke UGD RS dengan keluhan nyeri
pada lengan bawah sebelah kanan, setelah jatuh terduduk di kamar mandi dengan posisi
tangannya menahan berat tubuhnya 2 jam yang lalu. Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital
dalam batas normal. Tampak adanya edema dan deformitas pada regio antebrachii dextra 1/3
distal. Pada palpasi, teraba adanya penonjolan fragmen tulang pada bagian dorsal os radius 1/3
distal, nyeri tekan (+), tidak dapat digerakkan.

Pendahuluan

Latar Belakang

Dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dalam kehidupan manusia, alat gerak tubuh
yang melibatkan kerja sama dari tulang, sendi, saraf, dan otot merupakan hal yang sangat
dibutuhkan untuk mendukung dan membantu aktivitas. Akan tetapi, dalam menjalankan aktivitas
sehari-hari, gangguang-gangguan terhadap alat gerak tubuh tersebut juga sering terjadi.

Gangguan yang tidak asing lagi ditemui terhadap alat gerak tubuh melibatkan tulang
adalah terjadinya fraktur pada tulang. Fraktur sendiri adalah terputusnya keutuhan tulang yang
umumnya disebabkan akibat trauma. Fraktur tulang ini digolongkan sesuai jenis dan arah garis
fraktur.

1|Page
Rumusan Masalah

Dalam skenario yang dibahas dalam karya ilmiah ini, terdapat suatu masalah. Masalah
yang terdapat dalam karya ilmiah ini adalah adanya seorang perempuan berusia 60 tahun
mengalami nyeri pada lengan bawah sebeblah kanan setelah jatuh terduduk dengan posisi
tangannya menahan berat tubuhnya. Pada pemeriksaan fisik, tanda - tanda vital nomal. Pada
perempuan ini juga tampak adanya edema dan deformitas pada regio antebrachii dextra 1/3
distal. Dan pada palpasi teraba adanya penonjolan fragmen tulang pada bagian dorsal os radius
1/3 distal, nyeri tekan (+) dan tidak dapat digerakkan.

Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memberikan evaluasi yang membuat
pembaca karya ilmiah ini mengetahui mengenai apa itu fraktur berdasarkan jenisnya dan proses
mekanismenya, serta mengetahuinya melalui amnanesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, dan diagnosa. Karya ilmiah ini juga memberikan evaluasi mengenai terapi,
prognosis, komplikasi, dan pencegahan sehingga dapat memberikan pelajaran yang berguna dan
menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari.

2|Page
Analisa Masalah

Kalsifikasi Fraktur
Rumusan
types of bone fractures

Masalah h.2 Amnanesis

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis

Patofisiologi

Terapi

Komplikasi

Pencegahan

Prognosis

Hipotesis

Masalah yang dialami perempuan tersebut dapat diakibatkan oleh faktor usia.

3|Page
Isi

Fraktur

Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang atau patahnya tulang. Fraktur bisa bersifat
patahan sebagian atau patahan utuh pada tulang yang paling sering disebabkan oleh trauma.
Fraktur sering terjadi pada anak-anak. Fraktur bisa mengkhawatirkan jika terjadi kerusakan pada
lempeng pertumbuhan, yaitu area tulang tempat pertumbuhan terjadi karena kerusakan pada area
ini bisa menyebabkan pertumbuhan yang tidak teratur atau pemendekan tulang. Fraktur juga bisa
melibatkan jaringan otot, saraf, dan pembuluh darah di sekitarnya. Namun tulang anak - anak
lebih mudah pulih setelah fraktur dibandingkan tulang orang dewasa. Tulang anak - anak juga
memiliki lebih banyak pembuluh darah serta lapisan pelindung yang lebih tebal dan kuat yang
mengandung lebih banyak sel-sel pembentuk tulang daripada tulang dewasa.1

Beberapa fraktur dapat terjadi setelah trauma minimal atau tekanan ringan apabila tulang
lemah atau tulang sendi sudah ada kelainan. Hal ini disebut sebagai fraktur patologis. Fraktur
patologis sering terjadi pada lansia yang mengalami osteoporosis atau individu yang mengalami
tumor tulang, infeksi, atau penyakit lain.1

Sedangkan beberapa fraktur lainnya dapat terjadi akibat fraktur stres yang terjadi pada
tulang normal akibat stres tingkat rendah yang berkepanjangan atau berulang. Fraktur stres juga
disebut sebagai fraktur keletihan (fatigue fracture). Fraktur stres paling sering terjadi pada
individu yang melakukan olahraga daya tahan seperti pelari jarak jauh.1

Gejala klinis fraktur adalah didapatkan adanya riwayat trauma, hilangnya fungsi, tanda –
tanda inflamasi yang berupa nyeri akut dan berat, pembengkakan local, merah / perubahan
warna, dan panas pada daerah tulang yang patah. Selain itu ditandai juga dengan deformitas,
dapat berupa angulasi, rotasi, atau pemendekan, serta krepitasi. Apabila fraktur terjadi pada
ekstremitas atau persendian, maka akan ditemui keterbatasan LGS (lingkup gerak sendi),
pseudoartrosis dan gerakan abnormal. Selain itu ada juga tanda – tanda yang tidak pasti, yakni
oedem, nyeri (nyeri gerak dan nyeri sumbu), dan memar.2

4|Page
Kalsifikasi Fraktur

Fraktur pada tulang terdapat 4 jenis yaitu fraktur tertutup, terbuka, complete, dan
incomplete. Namun terdapat juga beberapa jenis khusus fraktur berdasarkan bentuk garis patah,
jumlah garis patah, dan bergeser atau tidaknya bergeser.3

I. Fraktur tertutup atau fraktur sederhana tidak merusak atau menembus kulit diatasnya.

II. Fraktur terbuka adalah fraktur yang merusak atau menembus kulit diatasnya, sehingga
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.

III. Fraktur komplit adalah fraktur tulang dimana terjadi fraktur pada seluruh garis tengah
tulang dan biasanya mengalami pergeseran

IV. Fraktur tidak lengkap adalah fraktur dimana tempat terjadinya fraktur hanya terjadi
pada sebagian dari garis tengah tulang.

Gambar 1. Jenis-Jenis Fraktur4

Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma, fraktur
dapat dibagi menjadi 5 antara lain:3

5|Page
I. Garis patah melintang : trauma angulasi atau langsung

II. Garis patah oblique : trauma angulasi

III. Garis patah spiral : trauma rotasi

IV. Fraktur kompresi : trauma aksial-fleksi pada tulang spongiosa

V. Fraktur Avulsi : trauma tarikan atau traksi otot pada tulang

Gambar 2. Jenis-Jenis Fraktur Berdasarkan Bentuk Garis Patah Tulang3

6|Page
Berdasarkan jumlah garis patah fraktur dapat dibagi menjadi 3 antara lain:3

I. Fraktur kominutif

Garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.

II. Fraktur segmental

Garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan. Bila dua garis patah disebut pula
fraktur bifokal.

III. Fraktur multipel

Garis patah yang terjadi lebih dari satu, tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya.

Gambar 3. Jenis-Jenis Fraktur Berdasarkan Jumlah Garis Patah3

7|Page
Berdasarkan bergeser atau tidak bergeser, fraktur dibedakan menjadi fraktur undisplace
atau fraktur yang tidak bergeser, dimana garis patah komplit namun kedua fragmen tidak
bergeser. Sedangkan fraktur displace atau fraktur bergeser terjadi pergeseran fragmen-fragmen
fraktur yang juga disebut sebagai dislokasi fragmen.3

Anamnesis

Anamnesis adalah suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan
antara seorang dokter dengan pasiennya, yang mempunyai tujuan untuk mengetahui kondisi
pasien dan untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan medisnya. Jenis anamnesis
yang dapat dilakukan ialah autoanamnesis dan alloanamnesis. Autoanamnesis dapat dilakukan
jika pasien berada dalam keadaan sadar. Sedangkan bila pasien tidak sadar, maka dapat
dilakukan alloanamnesis yang menyertakan kerabat terdekatnya yang mengikuti perjalanan
penyakitnya.5

Anamnesis sendiri terdiri dari beberapa pertanyaan yang dapat mengarahkan kita untuk
dapat mendiagnosa penyakit apa yang diderita oleh pasien. Pertanyaan tersebut meliputi:6

a. Identitas
Menanyakan nama, umur, dan jenis kelamin pemberi informasi (misalnya adalah pasien,
keluarga, dll)
b. Keluhan utama
Pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang dihadapi yang
membawanya untuk datang berobat ke dokter. Berdasarkan skenario7, diketahui bahwa
keluhan utama pasien adalah nyeri pada lengan bawah sebelah kanannya setelah jatuh di
kamar mandi 2 jam yang lalu.
c. Riwayat penyakit sekarang (RPS)
Menjelaskan penyakit berdasarkan kualitas, kuantitas, latar belakang, waktu (kapan
penyakitnya dirasakan, faktor – faktor apa yang membuat penyakitnya membaik /
memburuk, apakah keluhan konstan / hilang timbul. Informasi harus dalam susunan yang
kronologis, termasuk test diagnostic yang dilakukan sebelum kunjungan pasien). Riwayat
penyakit dan pemeriksaan apakah ada demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia,

8|Page
mual, muntah, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada
skenario didapatkan status lokalis region femur dekstra tampak adanya edema, hematom,
deformitas, posisi abduksi dan sedikit eksorotasi, palpasi teraba fragmen tulang, terdapat
nyeri tekan dan terdapat nyeri gerak.
d. Riwayat penyakit dahulu (RPD)
Pernahkah pasien mengalami gejala yang sama sebelumnya.
e. Riwayat keluarga
Menanyakan umur, status anggota keluarga (hidup/meninggal), dan apakah ada masalah
kesehatan pada anggota keluarga.
f. Riwayat psychosocial (sosial)

Stressor (lingkungan kerja / sekolah, tempat tinggal), faktor resiko gaya hidup (makan –
makanan sembarangan / tidak.

Dalam melakukan anamnesis riwayat penyakit sekarang, hal yang perlu ditanyakan pada
pasien yang datang dengan keluhan pada ekstremitasnya adalah:

- Riwayat penyebab, seperti menanyakan bagaimana kejadiannya sehingga mengalami


keluhan utama
- Sejak kapan terjadinya
- Dimana letak traumanya
- Gerakan apa saja yang tidak dapat dilakukan setelah kejadian terjadi
- Apakah ada tempat lain yang mengalami nyeri
- Bagaimana kesadarannya ketika kejadian sedang terjadi
- Gejala lain yang muncul seperti demam, bengkak, dan lain-lain
- Keluhan lain yang dirasakan pasien

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis
memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat

9|Page
dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan
diagnosis dan perencanaan perawatan pasien. Pemeriksaan fisik keadaan umum di mulai dengan
pengukuran tanda-tanda vital yang meliputi nadi, suhu tubuh, tekanan darah, dan pernapasan.
Namun pada melakukan pemeriksaan fisik untuk mendiagnosa fraktur, diperlukan juga
pemeriksaan status lokalis.7

Pada saat melakukan pemeriksaan status lokalis, yang perlu dilakukan adalah look, feel, dan
move. Ketika melakukan look atau melihat, kita dapat mendapatkan apakah adanya deformitas
dan fungsio laesa. Sedangkan ketika melakukan feel kita bisa melihat apakah terdapat nyeri tekan
dan nyeri sumbu. Dan yang terakhir ketika melakukan move, kita dapat melihat apakah ada
krepitasi, nyeri ketika digerakkan, memeriksa seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, dan
gerakan yang tidak normal.3

Berdasarkan skenario yang terdapat pada karya ilmiah ini, pada pemeriksaan fisik didapatkan
bahwa pasien perempuan berusia 60 tahun ini memiliki tanda-tanda vital yang normal,
kesadarannya compos mentis, keadaan umumnya sakit berat, mengalami deformitas pada regio
antebrachii dextra, edema, nyeri tekan, penonjolan fragmen tulang, dan tidak dapat digerakkan.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang dapat membantu dokter untuk


menyingkirkan diagnosis pembanding, untuk menegakkan diagnosis, maupun untuk memilih
terapi yang tepat untuk dijalankan oleh pasien. Dalam memilih pemeriksaan penunjang, dokter
haruslah bijaksana dan haruslah mempertimbangkan berbagai faktor yang terlibat, selain itu
pemeriksaan penunjang yang akan di jalankan oleh pasien haruslah informative untuk dokter
tersebut. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan oleh pasien tersebut adalah
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi antara lain:2,8

I. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang mungkin dapat dilakukan pada fraktur adalah analisa
cairan sendi, dan BMD untuk mengetahui faktor resiko terjadinya fraktur.

10 | P a g e
II. Pemeriksaan radiologi

 Roentgen
Foto roentgen harus memenuhi beberapa syarat antara lain adalah:
 Letak patah tulang di pertengahan foto dan sinar harus menembus tempat
secara tegak lurus
 Dibuat 2 lembar foto dengan arah yang saling tegak lurus
 Pada tulang panjang, persendian proksimal dan distal harus turut difoto
 Bila sanksi, buat foto anggota gerak yang sehat sebagai pembanding
 Bila tidak diperoleh kepastian adanya kelainan, seperti fisura, sebaiknya foto
diulang setelah satu minggu karena daerah yang retak akan mengalami
hyperemia sehingga terlihat sebagai dekalsifikasi

 CT scan.
Pemeriksaan khusus seperti CT scan kadang diperlukan misalnya dalam hal patah
tulang vertebra dengan gejala neurologis. CT scan biasanya penting untuk
memahami posisi semua fragmen fraktur pada fraktur intraartikular kompleks.

 MRI
MRI digunakan untuk mengevaluasi jaringan lunak, fraktur akut, fraktur trauma,
cedera medulla spinalis, dan patologi intraartikular. MRI sekarang umum
digunakan untuk mendiagnosis fraktur akut yang tidak terbaca di film polos.
 Arteriografi
Arteriografi penting dilakukan untuk mengevaluasi dan memastikan tidak ada
sendi yang rusak.

Diagnosa

Diagnosa pada skenario yang terdapat pada karya ilmiah dapat dibagi menjadi working
diagnosis dan differential diagnosis.

11 | P a g e
Working Diagnosis

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan terhadap pasien
pada skenario, diduga bahwa pada tubuh pasien terdapat adanya fraktur tertutup antebrachii
dextra distal 1/3. Jenis fraktur yang dialami pasien adalah fraktur tertutup, dimana fraktur ini
terjadi dan tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit.
Fraktur dapat terjadi pada semua bagian tubuh dan salah satunya adalah fraktur antebrachii 1/3
distal yaitu suatu patah yang mengenai 1/3 bagian bawah tulang tulang tangan.3

Differential Diagnosis

Pada skenario yang terdapat pada karya ilmiah ini, sebelum ditemukan working
diagnosis, terdapat differential diagnosis yang diantaranya adalah colles fraktur, smith’s fraktur,
galeazzi fraktur dislokasi, dan barton fraktur.

I. Colles fraktur adalah fraktur atau patah yang terjadi pada metafisis distal radius.
Kebanyakan dijumpai pada penderita-penderita wanita > umur 50 tahun, karena tulang
pada wanita > 50 tahun mengalami osteoporosis post menopause. Biasanya colles fraktur
ini dialami oleh penderita jatuh terpeleset dan sedang tangan berusaha menahan badan
dalam posisi terbuka dan pronasi. Gejala klinik pada colles fraktur pada inspeksi bentuk
khas yang dapat dilihat seperti sendok makan. Gejala-gejala yang lain seperti lazimnya
gejala patah tulang yaitu adanya pembengkakan, nyeri tekan, dan nyeri gerak.
Pengobatan pada colles fraktur tanpa adanya dislokasi hanya diperlukan immobilisasi
dengan pemasangan gips sirkular below elbow selama 4 minggu. Sedangkan pada fraktur
colles yang disertai dislokasi diperlukan tindakan reposisi tertutup. Pada reposisi tertutup
dapat dilakukan dengan tindakan lokal anestesi atau dengan anestesi umum.3

II. Smith’s fraktur merupakan fraktur yang lebih jarang terjadi dibandingkan colles
fraktur. Smith’s fraktur ini banyak dijumpai pada penderita laki-laki muda. Smith’s
fraktur ini biasanya dialami oleh penderita jatuh, tangan menahan badan, sedang posisi
tangan dalam volar fleksi pada pergelangan tangan, pronasi. Garis patah biasanya
transversal, namun kadang-kadang intraartikular. Pengobatan yang dilakukan pada
smith’s fraktur adalah dilakukannya reposisi dalam anestesi lokal atau anestesi umum.
Setelah itu dimobilisasi dalam gips sirkulasi di bawah siku selama 4-6 minggu.3

12 | P a g e
III. Galeazzi fraktur dislokasi adalah fraktur radius 1/3 distal disertai dislokasi sendi radio
ulnar distal. Radius-ulna dihubungkan oleh jaringan yang kuat yaitu membran interosseus
sehingga apabila terjadi salah satu tulang yang patah, dan tulang yang patah tersebut
dislokasi, pasti disertai dislokasi sendi yang berdekatan. Fraktur ini biasanya terjadi pada
anak-anak muda laki-laki akibat jatuh dengan tangan terbuka menahan badan dan terjadi
pula rotasi. Hal ini menyebabkan patah pada radius 1/3 distal dan fragmen distal-
proksimal mengadakan angulasi ke anterior. Gejala klinik pada fraktur ini adalah adanya
tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Pada pergelangan angan dapat
diraba tonjolan ujung distal ulna. Terapi yang dapat dilakukan pada fraktur ini adalah
dilakukannya reposisi tertutup. Bila hasilnya baik, maka dilakukan immobilisasi dengan
gips sirkular di atas siku, dipertahankan selama 4-6 minggu. Jika hasil reposisi kurang
baik, maka diperlukan tindakan operasi reposisi terbuka dengan internal fiksasi.3

IV. Barton fraktur adalah fraktur yang terjadi akibat terjatuh dengan tangan terentang.
Fraktur oblique intraartikular ini mengenai tepi dorsal radius bagian distal. Terkadang hal
ini juga ada kaitannya dengan dislokasi persendian pergelangan tangan. Bila fraktur
mengenai permukaan volar radius bagian distal, fraktur ini disebut sebagai kebalikan
fraktur barton.3

Patofisiologi

Ketika tulang patah atau fraktur akan mengakibatkan terpajannya sum-sum tulang atau
pengaktifan saraf simpatis yang mengakibatkan tekanan dalam sum-sum tulang, sehingga
merangsang pengeluaran katekolamin yang yang akan merangsang pembebasan asam lemak
kedalam sirkulasi yang menyuplai oragan, terutama organ paru sehingga paru akan terjadi
penyumbatan oleh lemak tersebut maka akan terjadi emboli dan menimbulkan distress atau
kegagalan pernafasan. Trauma yang menyebabkan fraktur (terbuka atau tertutup) yang
mengakibatkan perdarahan terjadi disekitar tulang yang patah dan kedalam jaringan lunak
disekitar tulang tersebut dan terjadi perdarahan masif yang bila tidak segera ditangani akan
menyebabkan perdarahan hebat, terutama pada fraktur terbuka (shock hypopolemik).9

13 | P a g e
Perdarahan masif pada fraktur tertutup akan meningkatkan tekanan dalam suatu ruang
diantara tepi tulang yang fraktur sehingga menyebabkan oedema yang akan menekan pembuluh
darah dan saraf disekitar tulang yang fraktur sehingga terjadi sindrom kompartemen. Dengan
adanya sindrom kompartemen, warna jaringan menjadi pucat, sianosis, nadi lemah, mati rasa,
dan nyeri hebat. Perdarahan masif ini juga dapat menyebabkan terjadinya hematoma pada tulang
yang fraktur yang akan menjadi bekuan fibrin yang berfungsi sebagai jalan untuk melekatnya
sel-sel baru. Aktivitas osteoblas segera teransang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut
sebagai kalus. Bekuan fibrin direabsorbsi sel-sel tulang baru secara perlahan dan mengalami
remodeling atau pembentukan tulang sejati. Tulang sejati ini nanti akan menggantikan kalus dan
secara perlahan-lahan mengalami kalsifikasi menjadi tulang yang matur.9

Namun secara fisiologis, tulang mempunyai kemampuan untuk menyambung sendiri


setelah patah tulang. Proses penyambungan tulang pada setiap individu berbeda-beda. Faktor-
faktor yang mempengaruhi penyambungan tulang adalah usia pasien, jenis fraktur, lokasi fraktur,
suplai darah, dan kondisi medis yang menyertainya.9

Terapi

Pada kasus fraktur, pasien akan merasakan sakit terutama jika fraktur hebat. Terkadang
rasa sakit tersebut tidak tertahankan sehingga perlu dibantu dengan obat-obatan analgesic seperti
dari golongan NSAID. Pada trauma berat, sangat mungkin untuk diberikan obat analgesic
golongan opioid. Selain itu untuk membantu mempercepat pemulihan tulang dibantu dengan
banyak mengkonsumsi kalsium dan vitamin D baik dari makanan maupun suplemen tambahan.10

Pengobatan pada fraktur dibagi menjadi dua yaitu terapi konsevatif atau operatif. Tujuan
dari terapi ini adalah untuk mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu
sesingkat mungkin.3

14 | P a g e
I. Terapi konservatif

 Proteksi
Untuk fraktur dengan kedudukan yang baik.

 Imobilisasi saja tanpa reposisi


Pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan
kedudukan yang baik.

 Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips


Melakukan reposisi dengan anestesi umum atau anestesi lokal dengan
menyintikkan obat anestesi dalam hematoma fraktur. Fragmen distal
dikembalikan pada kedudukan semula terhadap fragmen proksimal dan
dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips.

 Traksi
Traksi dapat digunakan pada fraktur untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi
hingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak
dapat dipakai traksi kulit. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban
<5kg, untuk anak-anak waktu dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai
sebagai traksi definitif, bilaman tidak dapat diteruskan dengan imobilisasi
gips. Untuk orang dewasa, traksi definitif harus traksi skeletal berupa
balanced traction.

II. Terapi operatif

 Reposisi terbuka dan fiksasi interna


 Reposisi tertutup dan fiksasi eksterna
 Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikut fiksasi interna
 Excisional arthroplasty
 Eksisi fragmen dan pemasangan endoprostesis

15 | P a g e
Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur dapat muncul pada saat penyembuhan
fraktur, komplikasi yang muncul dini, dan komplikasi lanjut.3

I. Komplikasi penyembuhan fraktur

 Malunion
Fraktur sembuh dengan deformitas (angulasi, perpendekan, atau rotasi).
 Delayed union
Fraktur sembuh dalam jangkat waktu yang lebih dari normal
 Nonunion
Fraktur yang tidak menyambung yang juga disebut sebagai psuedartrosis.
Disebubt nonunion bila tidak menyambung dalam waktu 20 minggu. Pada fraktur
dengan kehilangan fragmen sehingga ujung-ujung tulang berjauhan, maka dari
awal sudah potensial menjadi nonunion dan boleh diberlakukan sebagai nonunion.

II. Komplikasi dini

 Compartment syndrome
 Lesi medula spinalis atau saraf perifer
 Emboli lemak

III. Komplikasi lanjut

 Kekakuan sendi / kontraktur


 Diuse atrofi otot-otot
 Malunion
 Nonunion / infected nonunion
 Gangguan pertumbuhan (fraktur epifisis)
 Osteoporosis post trauma

16 | P a g e
Pencegahan

Pencegahan agar tidak terjadinya fraktur adalah dengan menjaga atau berhati-hati dan
waspada ketika melakukan aktivitas serta mengkomsumsi sumber-sumber kalsium, antara lain:11

 Kalsium, dapat membantu dalam memperkuat pembentukan tulang, membuat tulang jadi
padat dan tulang tetap sehat seiring kita bertambah usia. Kalsium adalah mineral yang
penting dalam hidup.
 Vitamin K, berperan banyak dalam berbagai fungsi tubuh, tetapi penelitian ilmiah telah
menghubungkan nutrisi penting ini dengan kesehatan tulang. Studi yang berlangsung saat
ini mengindikasi bahwa vitamin K dapat mencegah penyerapan kembali dan masuknya
makanan secara cukup, dimana hal ini penting untuk mencegah kerapuhan tulang.
 Vitamin D, selalu memainkan peranan penting dalam membangun dan melindungi
tulang. Vitamin D membantu daya serap kalsium, dan memiliki kandungan vitamin D
rendah memiliki tingkat kepadatan tulang yang rendah. Mereka juga memiliki
kecenderungan akan tulang rapuh seiring bertambahnya umur. Vitamin D secara alami
bisa diperoleh di dalam makanan tertentu saja (misal minyak ikan cod), tetapi juga dapat
memperolehnya dari sinar matahari, dan banyak makanan yang sudah diperkuat dengan
nutrisi.
 Magnesium, memiliki banyak fungsi bagi tubuh, dan salah satunya adalah untuk
membuat tulang tetap kuat (50% dari tubuh magnesium ditemukan dalam tulang).
Memakan berbagai makanan dapat membantu untuk menjamin magnesium masuk ke
tubuh secara cukup. Wanita diatas 30 tahun harus memenuhi sekitar 320mg magnesium
setiap hari, sedangkan pria sekitar 400-420mg. Jumlah tersebut mudah didapatkan dengan
mengkonsumsi, kacang-kacangan seperti almond, kacang kedelai, gandum, dan sayuran
yang berwarna gelap seperti bayam.

Prognosis

Prognosis tergantung pada jenis dan lokasi fraktur antebrachii, usia dan status kesehatan
individu serta adanya cedera secara bersamaan. Pada individu-individu di atas usia 60 dengan
fraktur antebrachii tertutup memiliki tingkat kematian 17%. Tingkat non-union adalah sekitar
17 | P a g e
1%. Masalah permanen dengan gaya berjalan mungkin terjadi, dan kecacatan/deformitas dapat
diakibatkan dari cedera lain yang berkelanjutan pada saat fraktur.9

Penutup

Kesimpulan

Berdasarkan skenario yang terdapat dalam karya ilmiah ini, dengan melakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan terhadap pasien, didapatkan bahwa pasien
mengalami fraktur pada regio antebrachii dextra 1/3 distal. Dalam penanganan fraktur perlu
diperhatikan prinsip reposisi dan imobilisasi supaya fungsi bagian yang patah dapat
menyambung kembali dan berfungsi dengan baik dan tidak terjadi komplikasi.

Daftar Pustaka

1. Corwin EJ. Sistem muskoskeletal. Buku Saku Patofisiologi. 3rd ed. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC; 2009.h. 335-52
2. Sabiston DC. Sabiston Textbook of Sugery : the biological basis of modern surgical
practice. 19th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier; 2012.p.441, 480–91
3. Sapardan S, Simbardjo D. Orthopaedi. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tangerang:
Binarupa Aksara; 2010.h. 457-83
4. Tambayang J. Gangguan fungsi muskoskeletal. Patofisiologi Untuk Keperawatan.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2000.h.124-5
5. Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta:
Interna Publishing. 2009.h.25-7.
6. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. At a Glance. Jakarta; Erlangga. 2005.h.12-
52.
7. Berman A, Snyder S, Kozer B, Erb G. Pengkajian kesehatan pada orang dewasa. Buku
Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2009.h. 56-61

18 | P a g e
8. Ekayuda I. Trauma skelet. In: Sjahriar Rasad. Radiologi diagnostik. 2nd ed. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2011.h.31–2
9. Klippel JH. Primer on the rheumatic disease. Gout, Epidemiology, Pathology and
Pathogenesis. 12th ed. Atlanta: Arthritis Foundation; 2008.p. 307-24
10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 4th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. Hal. 904-6.

11. Freddy PW, Sulistia Gan. Analgesik antipiretik analgesik anti-inflamasi dan obat
gangguan sendi lainnya. Farmakologi. 5th ed. Jakarta: FKUI; 2007.h.230-46.

19 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai