Anda di halaman 1dari 13

Fraktur Terbuka pada Regio Cruris Dextra

George Christiano Foni (102011421)


Maria Aprilla Weking (102012402)
Taridha Vania Christy Emmanuella (102013409)
Andres Vidianto Salim (102014048)
Ery Lione Nanulaitta (102014052)
Panji Dewantoro (102014118)
Dinda Puspita Dewi (102014166)
Abitita Hartien Tahun (102014184)
Nur Salsabilla (102014243)
Kelompok : A3
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510, Tlp : 5666952
Email: andresvidiantosalim@yahoo.com

Pendahuluan
Fraktur atau biasa disebut patah tulang merupakan suatu permasalahan yang biasanya
sering terjadi pada masyarakat, baik pada orang usia lanjut, maupun pada orang yang masih
muda. Makalah ini ditulis dengan tujuan agar kita dapat lebih memahami tentang apa itu
definisi dari fraktur, khususnya mengenai fraktur terbuka. Melalui makalah ini, dapat juga
diketahui bagaimana patofisiologi fraktur, jenis-jenis fraktur selain fraktur terbuka,
komplikasi dari fraktur terbuka, sampai ke proses penanganan fraktur terbuka.

Anamnesis
Hal pertama yang ditanyakan pada saat anamnesis ialah identitas pasien. Identitas pasien
yang ditanyakan adalah nama lengkap, usia, status pernikahan, pekerjaan, alamat, agama,
suku bangsa, tempat tanggal lahir, jenis kelamin dan pendidikan terakhir. Setelah kita
mendapatkan data identitas pasien, kita akan mulai bertanya tentang penyakit pasien.
Keluhan utama pasien adalah sesuatu yang membawa pasien datang ke dokter. Didalam
kasus ini, keluhan utama pasien adalah pasien mengalami luka terbuka pada kaki kanan
setelah mengalami kecelakaan lalu lintas 1 jam yang lalu. Kemudian tanyakan riwayat
penyakit sekarang kepada pasien. Kita dapat menanyakan bagaimana pasien bisa mengalami

1
fraktur, apa sajakah pertolongan atau pengobatan yang telah didapat pasien, dan tanyakan
juga bagaimana hasil dari pengobatan yang telah didapat pasien.
Untuk riwayat penyakit dahulu, tanyakan riwayat penyakit apa sajakah yang sudah
pernah dialami oleh pasien dan tanyakan juga apabila pasien pernah mengalami trauma atau
melakukan pembedahan. Tanyakan juga riwayat penyakit pada keluarga pasien, terutama
penyakit-penyakit yang bersifat herediter dan menular, misalnya apakah di keluarga pasien
ada yang menderita penyakit diabetes mellitus, atau pernah mengalami penyakit pada tulang.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai penting untuk memperkuat temuan-temuan dalam
anamnesis. Teknik pemeriksaan dilakukan dengan melakukan inspeksi, palpasi, pemeriksaan
gerakan, dan pemeriksaan trauma di tempat lain. 1,2
Secara umum (generalisata) perlu diperhatikan keadaan umum pasien, kemudian periksa
ekstremitas bagian tubuh lainnya dari atas dan bawah serta bagian punggung. 1,2
Secara lokal, selain melakukan inspeksi, palpasi, pemeriksaan gerakan dan trauma di
tempat lain, perlu dilakukan pengukuran bagian yang penting untuk membuat kesimpulan
kelainan apakah ada pembengkakan atau atrofi, serta memeriksa adanya selisih panjang. 1,2
Untuk inspeksi dilakukan dengan mencari deformitas, terdiri dari penonjolan abnormal,
angulasi, rotasi dan pemendekan. Periksa apakah terjadi functio laesa, lihat pula ukuran
panjang tulang dengan membandingkan yang kanan dan kiri. Pada palpasi dilakukan
pemeriksaan adakah nyeri tekan. Pada pemeriksaan gerakan (move), dilakukan untuk mencari
krepitasi yang terasa bila fraktur digerakkan, memeriksa nyeri pada gerakan aktif atau pasif,
dan memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan yang tidak mampu digerakan, dan
range of motion (derajat ruang lingkup gerakan sendi), serta memeriksa kekuatan sendi. 1,2
Berdasarkan skenario, hasil pemeriksaan fisik yaitu tungkai pada regio cruris dextra 1/3
tengah bagian ventral tampak luka terbuka, ukuran 10x2 cm, tepi luka tidak rata, sudut luka
tumpul, tampak jembatan jaringan, tidak tampak adanya perdarahan aktif, tampak adanya
penonjolan fragmen tulang, extremitas bawah kanan terlihat adanya deformitas dan lebih
memendek.

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan peninjang dapat dilakukan radiografi pada dua bidang (cari lusemso
dan diskontinuitas pada korteks tulang). Dapat dilakukan tomografi, CTscan, MRI (jarang),

2
ultrasonografi dan scan tulang dengan radioisotop. (Scan tulang terutama berguna ketika
radiografi/CT scan memberikan hasil negatif pada kecurigaan fraktur secara klinis). 3

Pemeriksaan Radiologi
Bila secara klinis diduga terdapat fraktur, maka harus dibuat 2 foto tulang yang
bersangkutan. Sebaiknya dibuat foto antero-posterior (AP) dan lateral. Bila kedua proyeksi
tidak dapat dibuat karena keadaan pasien yang tidak mengizinkan, maka dibuat dua proyeksi
yang tegak lurus satu sama lain. Perlu diingat bahwa bila hanya 1 proyeksi yang dibuat, ada
kemungkinan fraktur tidak dapat dilihat. Adakala diperlukan proyeksi khusus, misalnya
proyeksi aksial, bila ada fraktur pada femur proksimal atau humerus proksimal. 4
Hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan foto rontgen adalah memeriksa apakah
terdapat fraktur, dan dimana lokasi frakturnya; apa tipe frakturnya dan bagaimana kedudukan
fragmennya; bagaimana struktur tulang, apakah biasa atau bersifat patologik; kemudian
diperiksa, bila dekat persendian apakah ada dislokasi, fraktur epifisis, dan pelebaran sela
sendi karena efusi ke dalam rongga sendi. 4

Working Diagnosis
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, maka didapatkan
diagnosa kondisi pasien adalah terdapat fraktur terbuka (Compound Fracture) pada Os Tibia
dextra 1/3 tengah bagian ventral.

Epidemiologi
Fraktur tulang panjang yang paling sering terjadi adalah fraktur pada tibia. Pusat
Nasional Kesehatan di luar negeri melaporkan bahwa fraktur ini berjumlah ± 77.000 orang,
dan ada di 569.000 rumah sakit tiap hari /tahunnya. Pada fraktur tibia, dapat terjadi fraktur
pada bagian diafisis, kondiler, dan pergelangan kaki. 5
Terjadinya fraktur akan berpengaruh besar terhadap aktifitas penderita khususnya yang
berhubungan dengan gerak dan fungsi anggota yang mengalami cedera akibat fraktur.
Berbagai tingkat gangguan akan terjadi sebagai suatu dampak dari jaringan yang cedera, baik
yang disebabkan karena patah tulangnya maupun dikarenakan kerusakan jaringan lunak
disekitar fraktur atau karena luka bekas infeksi saat dilakukan pembedahan. Akibatnya
adanya cedera akan terlihat adanya tanda-tanda radang meliputi dolor (rasa nyeri), kalor
(suhu yang meningkat), tumor (bengkak), rubor (warna merah), dan function laesa (fungsi
yang terganggu). Tingkat gangguan akibat terjadinya fraktur seperti diatas dapat digolongkan

3
ke dalam berbagai fase atau tingkat dari impairment atau sebatas kelemahan misalnya:
adanya nyeri, bengkak yang mengenai sampai menyebabkan keterbatasan Lingkup Gerak
Sendi (LGS), dan terjadi kelemahan otot. 6
Dampak lebih lanjut adalah adanya suatu bentuk functional limitation atau fungsi yang
terbatas, misalnya fungsi dari tungkai untuk berdiri dan berjalan menjadi berkurang atau
bahkan hilang dalam kurun waktu tertentu. Disamping itu akan
timbul permasalahan berupa disabilitas atau ketidakmampuan melakukan kegiatan tertentu
seperti perawatan diri, berpakaian, mandi, ke toilet, dan sebagainya. 6
Dalam kasus ini peran Fisioterapi dibutuhkan guna menangani dan mengantisipasi
timbulnya gangguan gerak fungsional. Untuk mengatasi masalah tersebut, modalitas
fisioterapi yang digunakan adalah terapi latihan. Dalam penanganan permasalahan gerak dan
fungsi, fisioterapi bekerjasama dengan tim medis lain seperti Dokter, Perawat, Okupasi
terapi, Orthotik prostetik, dan Pekerja sosial Medis. 6

Etiologi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya fraktur disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap
terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak
melibatkan seluruh ketebalan tulang. 7
Fraktur tidak selalu disebabkan oleh trauma berat, terkadang trauma ringan dapat
menyebabkan fraktur bila tulang tersebut terkena suatu penyakit. Selain itu, trauma ringan
yang bersifat terus-menerus dapat pula menimbulkan fraktur. 4
Trauma dapat berupa trauma eksternal atau internal. Trauma eksternal, seperti tertabrak,
jatuh, dan lain sebagainya. Trauma internal adalah trauma yang didapat karena kontraksi otot
yang kuat dan terus mendadak seperti serangan epilepsi, tetanus renjatan listrik, dan
keracunan striknin. 4
Fraktur patologik merupakan fraktur yang terjadi pada tulang yang sebelumnya telah
mengalami proses patologik, misalnya tumor tulang primer atau sekunder, mieloma multiple,
kista tulang, osteomielitis, dan sebagainya. Trauma ringan saja sudah dapat menimbulkan
fraktur. 4
Fraktur stress disebabkan oleh trauma ringan tetapi bersifat terus-menerus, misalnya
fraktur march pada metatarsal, fraktur tibia pada penari balet, fraktur fibula pada pelari jarak
jauh, dan sebagainya. 4

4
Patofisiologi
Trauma yang dapat menyebabkan patah tulang dapat berupa trauma langsung, misalnya
benturan pada tungkai bawah menyebabkan patahnya tulang tibia dan dapat juga berupa
trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang
klavikula atau radius distal patah. Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma,
kekuatan, dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat akan
dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang (luka terbuka). 6
Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang
dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut, terjadi pendarahan, kerusakan tulang dan
jaringan sekitarnya. 6
Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanalis medullaris antara tepi tulang dibawah
periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat
sirkulasi jaringan nekrotik yang ditandai: vasodilatasi dari plasma dan leukosit. 6
Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk
memperbaiki cedera, tahap ini menunjukkan tahap awal dari penyembuhan tulang. 6
Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang
yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk ke
dalam pembuluh darah yang mensuplai darah pada organ-organ lain. 6
Hematom yang menyebabkan dilatasi kapiler otot, sehingga meningkatkan tekanan
kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskemia dan menyebabkan protein
plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang
terbentuk akan menekan ujung saraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan
Compartement Syndrome. 6
Tulang yang mengalami fraktur, jaringan lunak di sekitarnya mengalami kerusakan,
periostium terpisah dari tulang, terjadi pendarahan dan membentuk bekuan darah sehingga
terbentuk jaringan granulasi, sel osteogenik berdiferensiasi menjadi kondroblas dan
osteoblas. Terjadi pembentukan kalus disekitar lokasi fraktur dan kembali membentuk tulang
yang intak. 6
Untuk lebih menkhususkan fraktur pada tibia, biasanya diperlukan klasifikasi khusus.
Sistem klasifikasi yang sering digunakan pada fraktur terbuka adalah sistem Gustilo, di mana
fraktur dibagi mejadi tipe I, II, IIIa, IIIb, dan IIIc. 8
Tipe I, luka biasanya bersih dan panjangnya kurang dari 1 cm. Tipe II, panjang luka lebih
dari 1 cm dan tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas. Tipe IIIa, luka dengan kerusakan
jaringan yang luas, biasanya lebih dari 10 cm, dan mengenai periosteum. Fraktur seperti ini

5
dapat disertai komplikasi. Tipe IIIb, luka dengan tulang yang periosteumnya terangkat. Tipe
IIIc, fraktur dengan gangguan vaskular dan memerlukan penanganan terhadap vaskularnya
agar vaskularisasi tungkai dapat normal kembali. 8

Klasifikasi Fraktur
Fraktur transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang. Pada fraktur semacam ini, segmen-segmen tulang yang patah direposisi atau
direduksi kembali ke tempatnya semula, maka segmen-segmen itu akan stabil, dan
biasanya mudah dikontrol dengan bidai gips. 7
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadaptulang.
Fraktur ini tidak stabil dan sulit untuk diperbaiki. Fraktur spiral adalah fraktur yang timbul
akibat torsi pada ekstremitas. Yang menarik adalah bahwa jenis fraktur rendah energi ini
hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak, dan fraktur semacam ini cenderung
cepat sembuh dengan imobilisasi luar. 7
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan
terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur seperti ini sulit ditangani. Biasanya
satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit untuk menyembuh, dan
keadaan ini mungkin memerlukan pengobatan secara bedah. 7
Fraktur Kominutiva adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dengan
lebih dari dua fragmen tulang. 7
Fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk (akibat tubrukan) tulang ketiga
yang berada di antaranya, seperti satu vertebra dengan dua vertebra lainnya. Fraktur pada
korpus vertebra ini dapat didiagnosis dengan radiogram. Pandangan lateral dari tulang
punggung menunjukkan pengurangan tinggi vertical dan sedikit membentuk sudut pada satu
atau beberapa vertebra. Pada orang muda, fraktur kompresi dapat disertai pendarahan
retroperitoneal yang cukup berat. Seperti pada fraktur pelvis, pasien dapat secara cepat
menjadi syok hipovolemik dan meninggal jika tidak dilakukan pemeriksaan denyut nadi,
tekanan darah dan pernapasan secara akurat dan berulang dalam 24 sampai 48 jam pertama
setelah cedera. Ileus dan retensi urine dapat juga terjadi pada cedera ini. 7
Fraktur greenstick adalah fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak.
Korteks tulangnya sebagian masih utuh, demikian juga periosteum. Fraktur-fraktur ini akan
segera sembuh dan segera mengalami remodeling kebentuk dan fungsi normal. 7
Fraktur avulsi adalah fraktur yang memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi
tendon ataupun ligamen. Biasanya tidak ada pengobatan spesifik yang diperlukan. Namun,

6
bila diduga akan terjadi ketidakstabilan sendi atau hal-hal lain yang menyebabkan kecacatan,
maka perlu dilakukan pembedahan untuk membuang atau meletakkan kembali fragmen
tulang tersebut pada banyak kasus. 7
Catatan khusus harus dibuat untuk fraktur yang melibatkan sendi, terutama apabila
geometri sendi terganggu secara bermakna. Jika tidak ditangani secara tepat, cedera semacam
ini akan menyebabkan osteoarthritis pasca trauma yang progresif pada sendi yang cedera
tersebut. 7
Angulasi dan oposisi adalah dua istilah yang sering dipakai untuk menjelaskan fraktur
tulang panjang. Derajat dan arah angulasi dari posisi normal suatu tulang panjang dapat
menunjukkan derajat keparahan fraktur dan tipe penatalaksanaan yang harus diberikan.
Angulasi dijelaskan dengan memperkirakan derajat deviasi fragmen distal dari sumbu
longitudinal norma, menunjukkan arah apeks dari sudut tersebut. Oposisi menunjukkan
tingkat pergeseran fraktur dan permukaan asalnya dan dipakai untuk menjelaskan berapa
proporsi satu fragmen tulang patah yang menyentuh permukaan fragmen tulang lainnya. 7
Fragmen juga dapat dibedakan menjadi fragmen tertutup (simpel) dan terbuka
(gabungan) adalah istilah yang sering digunakkan untuk menjelaskan fraktur. Fraktur tertutup
atau simpel adalah fraktur dengan kulit yang tidak ditembus oleh fragmen tulang, sehingga
tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan. Fraktur terbuka atau gabungan adalah fraktur
dengan kulit ekstremitas yang terlibat telah ditembus. Konsep penting yang perlu
diperhatikan adalah apakah terjadi kontaminasi oleh lingkungan tempat terjadinya fraktur
tersebut. Fragmen fraktur dapat menembus kulit pada saat terjadinya cedera, terkontaminasi,
kemudian kembali hampir pada posisi semula. Pada keadaan semacam ini maka operasi
untuk irigasi, debridement, dan pemberian antibiotika secara intravena mungkin diperlukan
untuk mencegah terjadinya osteomielitis. Pada umumnya,operasi irigasi dan debridement
pada fraktur terbuka harus dilakukan dalam waktu 6 jam setelah terjadinya cedera untuk
mengurangi kemungkinan infeksi. 7

Penyembuhan Fraktur
Jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah
dari tulang, dan terjadi pendarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah
tersebut. Bekuan akan membentuk jaringan granulasi didalamnya dengan sel-sel pembentuk
tulang primitif (osteogenik) berdiferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas. Kondroblas
akan mensekresi fosfat, yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus)
disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus melebar dan meluas, bertemu dengan lapisan kalus

7
dari fragmen satunya, dan menyatu. Penyatuan dari kedua fragmen (penyembuhan fraktur)
terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan
meluas menyebrangi lokasi fraktur. Penyatuan tulang provisional ini akan menjalani
transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus tulang akan
mengalami remodeling untuk mengambil bentuk tulang yang utuh seperti bentuk osteoblas
tulang baru dan osteoklas akan menyingkirkan bagian yang rusak dan tulang semntara. 7
Jenis fraktur yang mungkin terjadi sangat bervariasi dan bergantung pada berbagai
faktor, misalnya besar/kuatnya tahun, trauma langsung/tidaklangsung, umur penderita, dan
lokasi fraktur. Bila trauma terjadi pada atau deka tpersendian, mungkin terdapat fraktur pada
tulang disertai dislokasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. 7

Gejala Klinis
Nyeri biasanya menyertai patah tulang traumatik dan cedera jaringan lunak. Spasme otot
dapat terjadi setelah patah tulang dan menimbulkan nyeri. Pada fraktur stres, nyeri biasanya
meyertai aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai
rasa nyeri. Posisi tulang atau ekstremitas yang tidak alami mungkin tampak jelas.
Pembengkakan di sekitar tempat fraktur akan menyertai proses inflamasi. 9
Gangguan sensasi atau kesemutan dapat terjadi, yang menandakan kerusakan saraf.
Denyut nadi bagian distal fraktur harus utuh dan sama dengan bagian nonfraktur. Hilangnya
denyut nadi di sebelah distal dapat menandakan sindrom kompartemen walaupun adanya
denyut nadi tidak menyingkirkan gangguan ini. Krepitus (suara gemeretak) dapat terdengar
saat tulang digerakkan karena ujung-ujung patahan tulang bergeser satu sama lain.

Komplikasi
Non-union, delayed union, atau mal-union tulang dapat terjadi, yang menimbulkan
deformitas atau hilangnya fungsi pada tulang yang terkena fraktur. 9
Sindrom kompartemen dapat terjadi. Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan
atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan edema di
daerah fraktur. Dengan pembengkakan interstisial yang intens, tekanan pada pembuluh darah
yang menyuplai daerah tersebut dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini
menimbulkan hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan kematian saraf yang mempersarafi
daerah tersebut. Biasanya timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat menggerakkan
jari tangan atau jari kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas yang
memiliki restriksi volume yang ketat, seperti lengan. Risiko terjadinya sindrom kompartemen

8
paling besar apabila terjadi trauma otot dengan patah tulang karena pembengkakan yang
terjadi akan hebat. 9
Pemasangan gips pada ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini atau terlalu ketat dapat
menyebabkan peningkatan tekanan di kompartemen ekstremitas,dan hilangnya fungsi secara
permanen atau hilangnya ekstremitas dapat terjadi. Gips harus segera dilepas dan kadang-
kadang kulit ekstremitas harus dirobek. Untuk memeriksa sindrom kompartemen, hal berikut
ini dievaluasi dengan sering pada tulang yang cedera atau digips: nyeri, pucat, parestesia, dan
paralisis. Denyut nadi mungkin teraba atau mungkin tidak. 9
Embolus lemak dapat timbul setelah patah tulang, terutama tulang panjang. Embolus
lemak dapat timbul akibat pajanan sumsum tulang, atau dapat terjadi akibat aktivasi sistem
saraf simpatis yang menimbulkan stimulasi mobilisas iasam lemak bebas setelah trauma.
Embolus lemak yang timbul setelah patah tulang panjang sering tersangkut di sirkulasi paru
dan dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas. 9

Penatalaksanaan Umum
Secara umum, yang harus dilakukan adalah mencari tanda-tanda syok/pendarahan dan
periksa ABC ( Airway, Breathing dan Circulation). Cari trauma pada tempat lain yang
berisiko (kepala dan tulang belakang, iga dan pneumotoraks, femoral, dan trauma pelvis). 1
Kemudian sesegera mungkin untuk menghilangkan rasa nyeri (opiat intravena, blok
saraf, gips, dan traksi). Buat akses intravena dengan baik dan kirim golongan darah dan
sampel untuk dicocokkan. Untuk fraktur terbuka (compound), dibutuhkan debridement,
antibiotik, dan profilaksis tetanus. 1
Untuk penatalaksanaan fraktur secara definitif, dapat dilakukan melalui beberapa
konsep dasar yang perlu untuk dipertimbangkan seperti rekognisi, reduksi fraktur,
imobilisasi, dan bagaimana cara mempertahankan dan mengembalikan fungsi tulang. 10
Rekognisi, yaitu menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kecelakaan dan selanjutnya
di rumah sakit dengan melakukan pengkajian terhadap riwayat kecelakaan, derajat keparahan,
jenis kekuatan yang berperan pada peristiwa yang terjadi, serta menentukan kemungkinan
adanya fraktur melalui pemeriksaan dan keluhan dari klien. 7
Fraktur harus segera diimobilisasi untuk memungkinkan pembentukan hematoma fraktur
dan meminimalkan kerusakan. Penyambungan kembali tulang ke posisi anatomis
(reduksi) penting dilakukan agar terjadi pemulihan posisi yang normal dan rentang gerak.
Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup). Apabila
diperlukan pembedahan untuk fiksasi (reduksi terbuka), pin atau sekrup dapat dipasang untuk

9
mempertahankan sambungan. Traksi dapat diperlukan untuk mempertahankan reduksi dan
menstimulus penyembuhan. 7
Imobilisasi jangka panjang setelah reduksi penting dilakukan agar terjadi pembentukan
kalus dan tulang baru. Imobilisasi jangka panjang biasanya dilakukan dengan pemasangan
gips atau penggunaan bidai. 7
Setelah itu, penting untuk dapat mempertahankan dan mengembalikan fungsi tulang
dengan cara mempertahankan reduksi dan imobilisasi, meninggikan daerah fraktur
untuk meminimalkan pembengkakan, memantau neuromuscular, mengontrol kecemasan dan
nyeri, latihan isometric dan setting otot, serta mencoba untuk kembali ke aktivitas semula
secara bertahap. 10
Untuk fraktur lengan atau tungkai (termasuk diafisis tibia), tindakan kedaruratan
dilakukan dengan pembidaian anggota gerak di atas dan di bawah bagian yang dicurigai
mengalami fraktur. Pembidaian bertujuan untuk imobilisasi. Kompres dingin untuk
mengurangi rasa nyeri dan edema. Elevasi anggota gerak tersebut untuk mengurangi rasa
nyeri dan edema. 8,11
Penanganan fraktur berat yang menyebabkan kehilangan darah meliputi penekanan
langsung untuk mengendalikan pendarahan. Penggantian cairan dengan memasang infus
secepat mungkin untuk mencegah syok hipovoemik. 8,11
Sesudah memastikan diagnosis fraktur, penanganan dimulai dengan reposisi. Reposisi
tertutup meliputi manipulasi manual, anestesi lokal (lidokain(xylocaine)), obat analgetik
(penyuntikan morfin IM), obat relaksan otot (diazepam (valium) IV) atau sedatif (midozolam
(versed)) untuk memudahkan peregangan otot yang diperlukan untuk meluruskan tulang yang
patah. 8,11
Kalau reposisi tertutup tidak memungkinkan dikerjakan maka tindakan reposisi terbuka
dengan pembedahan meliputi imobilisasi fraktur dengan bantuan paku, plat, atau skrup dan
pemasangan gips, terapi profilaksis tetanus, terapi profilaksis antibiotik, pembedahan untuk
memperbaiki kerusakan jaringan lunak, pembersihan dan debridement luka secara cermat,
fisioterapi sesudah gips dilepas untuk memulihkan mobilitas anggota gerak. 8,11
Kalau pemasangan bidai tidak berhasil mempertahankan reposisi, maka kita dapat
melakukan imobilisasi yang memerlukan traksi kulit atau skeletal dengan menggunakan
beban dan katrol. Tindakan ini meliputi pemasangan pembalut elastis dan tutup kulit domba
untuk memasang alat traksi kulit pasien (traksi kulit), pemasangan pen atau kawat pada ujung
tulang di sebelah distal fraktur yang kemudian disambung dengan beban untuk
memungkinkan traksi dalam waktu lama (traksi skeletal). 8,11

10
Untuk pertimbangan khusus, awasi timbulnya tanda-tanda syok pada pasien fraktur
terbuka tulang panjang yang parah, seperti fraktur terbuka femur. Pantau tanda-tanda vital
dan waspadai khususnya denyut nadi yang cepat, tekanan darah yang menurun, pasien yang
tampak pucat, serta kulit yang teraba dingin dan basah. Semua gejala ini dapat menunjukkan
bahwa pasien berada dalam kondisi syok. Beri infus cairan. Tentramkan kekhawatiran pasien
yang mungkin takut dan nyeri. Redakan rasa nyeri dengan analgetik bila perlu. Bantu pasien
menetapkan tujuan pemulihan yang realistis. 8,11
Jika fraktur memerlukan imobilisasi yang lama dengan pemasangan traksi, atur kembali
posisi tumbuh pasien dengan sering untuk meningkatkan kenyamanannya dan mencegah
ulkus dekubitus. Bantu pasien melakukan latihan otot untuk mencegah atrofi. Dorong pasien
agar mampu bernafas dalam dan batuk untuk menghindari pneumonia hipostatik. Anjurkan
pasien agar mau minum dengan cukup untuk mengatasi stasis urine dan kontisipasi. 8,11
Awasi kemungkinan timbul tanda-tanda batu ginjal (sakit pinggang, mual,muntah).
Lakukan perawatan gips yang baik dan sanggah anggota gerak yang digips dengan bantal.
Dorong dan bantu pasien untuk secepat mungkin mulai bergerak menurut kemampuannya.
Sesudah gips dibuka, rujuk pasien kepada petugas fisioterapi untuk memulihkan mobilitas
anggota gerak. 8,11

Pencegahan
Untuk pencegahan, pasien dapat dianjurkan untuk makan makanan yang kaya kalsium
dan vitamin D untuk meningkatkan kekuatan tulang dan menghindari tulang menjadi keropos
atau mudah patah bila mendapat tekanan. Usahakan agar menjadi aktif untuk mencegah
terjadinya fraktur dengan cara melakukan olahraga. Selain itu, kegiatan olahraga juga
dibutuhkan untuk menjaga agar tubuh tetap sehat. Kemudian harus mendapatkan paparan
sinar matahari yang cukup. 12
Konsumsi vitamin C harus ditingkatkan, karena vitamin C berperan penting dalam
penyembuhan luka, dan membantu menghasilkan protein kolagen yang penting untuk
pembentukan tulang yang sehat. Makanan yang kaya vitamin C adalah jeruk, semangka,
stroberi, brokoli, dan lain sebagainya. 12
Konsumsi vitamin K juga diperlukan karena selain membantu proses pembekuan darah,
vitamin K berperan penting dalam proses biokimiawi untuk mengikat kalsium ke tulang. Hal
ini juga diperlukan untuk pembentukan osteokalsin, protein tulang. Selain itu, vitamin K
membantu mempertahankan kalsium tubuh dengan mengurangi kehilangan kalsium yang

11
dibuang lewat urin. Vitamin K dapat ditemukan pada sayuran hijau dan minyak sayur (canola,
zaitun). 12

Prognosis
Prognosis dari fraktur tibia untuk kehidupan adalah bervariasi. Pada sisi fungsi kaki yang
cedera, kebanyakan pasien kembali ke performa semula, namun hal ini sangat tergantung dari
gambaran frakturnya, macam terapi yang dipilih, dan bagaimana respon tubuh terhadap
pengobatan. 8

Kesimpulan
Fraktur tulang panjang tersering adalah fraktur pada tibia. Fraktur pada tibia termasuk
luka kompleks, sehingga penanganannya juga tidak sederhana. Oleh karena itu, anamnesis,
pemeriksaan fisik lengkap, dan pemeriksaan radiologis diperlukan jika terjadi fraktur.
Penatalaksanaan fraktur tergantung dari kondisi frakturnya.

Daftar Pustaka

1. Mark HB, Fletcher AJ, Jones TV, Porter R. The merck manual of medical information
dictionary. 4th Ed. Pocket Books Reference; 2007.

2. Bickley LS. Anamnesis. Bates’ guide to physical examination and history taking. 10th Ed.
Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer Health; 2009.

3. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Erlangga; 2007.h.85.

4. Rasad S. Radiologi diagnostic. Edisi ke-2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2013.h.31-3.

5. Salminen ST, Bostman OM. Population based epidemiologic and morpholofic study of
femoral shaft fractures. Department of Orthopaedics and Traumatology, Helsinki
University Central Hospital, Finland; 2004. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10738433. Diakses tanggal 28 Maret 2016.

6. Anwar R, Tuson K, Khan SA. Tibial fracture. Classification and diagnosis in


orthopaedic trauma. Cambridge University Press; 2008.

7. Price SA, Wilsin LM. Patofisiologi konseo klinis proses-proses penyakit, Edisi ke-6.
Jakarta: EGC; 2006.h.1365-71.

8. Ronardy DH, editor. Buku ajar bedah David C Sabiston. Jakarta: EGC; 2006.h.370-90.

12
9. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.h.335-9.

10. Suratum, Heryati, Manurung S, Raenah DE. Klien gangguan sistem musculoskeletal.
Jakarta: EGC; 2008.h.148-52.

11. Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC; 2011.h.403-6.

12. Lawrence W, Gerard M. Fractures of the tibial current surgical diagnosis & treatment.
11th Ed. Mc Graw Hill Companies; 2013.

13

Anda mungkin juga menyukai