Anda di halaman 1dari 17

1

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN LAPORAN KASUS


FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2023
UNIVERSITAS BOSOWA

CUTANEOUS LARVA MIGRAN


(CREEPING ERUPTION)

Disusun Oleh :

Ajeng Maulidya Nur


4522112006

Pembimbing : dr. Fadlina Zainuddin, Sp.KK, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BOSOWA
MAKASSAR
2022
ii

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Ajeng Maulidya Nur

Nim : 4521112027

Judul : Cutaneous Larva Migrans

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka Kepaniteraan


Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Bosowa.

Makassar, 7 Januari 2023

Pembimbing

dr. Fadlina Zainuddin, Sp.KK, M.Kes


1

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nurul Aini Fitra P.


Usia : 21 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Tanjung Bira
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum menikah
Pekerjaan : Mahasiswa
Tanggal Pemeriksaan : 07 Januari 2023
Poli : Kulit dan Kelamin
No. RM :-
Diagnosis Masuk : Cutaneus Larva Migran

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Ruam panjang kemerahan dan gatal di punggung kaki kiri dan ibu jarari
kaki kanan

Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang wanita usia 21 tahun diantar oleh ibunya ke poliklinik RSUD


Labuang Baji Makassar dengan keluhan ruam panjang kemerahan dan
gatal di punggung kaki kanan dan kiri. Keluhan sudah dirasakan sejak
kurang lebih 2 minggu yang lalu. Awal mulanya diawali bentol kemerahan
yang kemudian bertambah luas dan seperti membentuk terowongan
berkelok-kelok. Selain itu pasien juga mengeluhkan gatal setelah timbul
2

ruam tersebut. Pasien berobat sendiri yaitu cetirisin, methyl prednisolon,


dexamethasone, gentamicin.
Pasien mengaku sebulan yang lalu, mengunjungi pantai dan tidak
menggunakan alas kaki selain kos kaki.
Pasien tidak mengeluhkan demam, tidak ada nyeri ataupun tergigit
serangga atau hewan kecil lainnya.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum pasien baik dan status generalis dalam batas normal

Status Dermatologi

Lokasi : Dorsalis Pedis Medialis Sinistra dan Metatarsal Medialis Dextra

Effloresensi : Multiple papul eritem serpigenousa berbatas tegas, timbul,


dengan panjang +/- 6 cm dan lebar +/- 2 mm.

Gambar 1. Effloresensi Pasien

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
3

E. DIAGNOSIS KERJA
Cutaneous Larva Migrans

F. PENATALAKSANAAN

1) Terapi : ethyl chloride spray

2) Sistemik : Albendazole 400 mg/hari selama 7 hari

Natrium Diclofenac 50 mg 2x1 selama 5 hari

3) Topikal : Albendazole 400 mg tab 2, desoximetazone cr 10 gr, vaseline


alb 30 gr  da in pot (pagi)

G. PROGNOSIS

Cutaneous tidak mengancam kehidupan, umumnya sembuh dengan


terapi antihelminthes.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Cutaneous larva migran atau creeping eruption adalah erupsi dikulit


berbentuk penjalaran serpiginosa, sebagai reaksi hipersensitivitas kulit
terhadap invasi larva cacing tambang atau nematodes 1. Kelainan kulit
berupa peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menmbul
dan progresif yang disebabkan oleh larva cacing tambang yang
berasal dari feses anjing maupun kucing2. Umumnya mampu
menginvasi kulit dikaki, tangan, bokong, atau abdomen1,2.

Gambar. 1. Cutaneous Larva Migrans,3.

B. EPIDEMIOLOGI

Insidens di Amerika Serikat (pantai Florida, Texas, dan New Jersey)


tercatat 6.7% dari 13.300 wisatawan mengalami CLM setelah
berkunjung ke daerah tropis. Hampir disemua negara beriklim tropis
dan subtropis, misalnya amerika tengah dan amerika selatan, Karibia,
Afrika, Australia dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, banyak
ditemukan CLM. Pada invasi ini tidak terdapat perbedaan ras, usia
5

maupun jenis kelamin. Belum pernah dilaporkan kematian akibat CLM.


Invasi CLM yang bertahan lama dan tidak diobati dapat menyebabkan
infeksi sekunder akibat garukan walaupun jarang, namun dapat
menyebabkan selulitis1.

C. ETIOPATOGENESIS

Penyebab utama dari Cutaneous larva migrans adalah larva


cacing tambang dari kucing dan anjing (Ancylostoma braziliense,
Ancylostoma coninum, dan Ancylostoma ceylanicum). Penyebab lain
yang juga memungkinkan, yaitu larva Uncinaria stenocephala dan
Bunostomum phlebotomum. Manusia dapat terinfeksi dengan cara
larva filariform menembus kulit. Pada sebagian besar spesies, larva
tidak dapat berkembang lebih lanjut di tubuh manusia dan bermigrasi
tanpa tujuan di epidermis4.
Cutaneous larva migrans diperoleh dari kontak langsung antara
kulit dengan tanah yang terkontaminasi, dengan kaki, bokong, dan
paha menjadi area yang paling sering terkena." Cacing tambang
dewasa hidup di usus anjing dan kucing, meletakkan telur di feses
yang akan menetas dan berkembang menjadi larva.
Telur pada tinja menetas di permukaan tanah dalam waktu 1 hari
dan berkembang menjadi larva infektif tahap ke tiga setelah sekitar 1
minggu. Larva dapat bertahan hidup selama beberapa bulan jika tidak
terkena matahari langsung dan berada dalam lingkungan yang hangat
dan lembab. kemudian jika terjadi kenaikan suhu, maka larva akan
mencari pejamunya, setelah menempel pada manusia, larva merayap
disekitar kulit untuk tempat penetrasi yang sesuai. akhirnya larva
menembus ke lapisan korneum epidermis.
6

Gambar 2. Siklus hidup cacing tambang2.

D. GAMBARAN KLINIS DAN DIAGNOSIS

Anamnesis:

 Keluhan adanya ruam panjang kemerahan berbentuk berkelok-


kelok
 Gatal dan tidak nyaman pada daerah ruam
 Riwayat bepergian ke pantai atau pesisir
 Riwayat tidak menggunakan alas kaki yang keras/ sendal
 Tidak ada riwayat demam, tergigit serangga maupun alergi

Pemeriksaan klinis:

 Masuknya larva ke kulit menyebakan rasa gatal dan panas


 Lesi kulit biasanya muncul pada hari ke 1-5 setelah pajanan
 Papul, lesi berkelok-kelok, diameter 2-3 mm, kemerahan. Papul
erimatous menjalar seperti benang berkelok-kelok, polikistik,
serpiginosa, menimbul dan membentuk terowongan (burrow)
mencapai panjang beberapa cm.
 Gatal hebat pada malam hari
7

Gambar 2. Manifestasi Klinis 2

Pemeriksaan penunjang
1. Histopatologi
Histopatologi yang dilakukan adalan dengan biposi. Biopsi daerah yang
terkena menunjukkan larva di epidermis atau di bawahnya dikelilingi oleh
infiltrat eosinofilik. Dermatitis spingiotik dengan vesikel yang mengandung
neutrofil dan eosinofil juga dapat ditemukan10.

Gambar 3. Histopatologi Cutaneous Larva Migrans10


2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis
dan tidak direkomendasikan. Secara teoritis, pada pemeriksaan
laboratorium, eusinofil mungkin ditemukan namun tidak spesifik.
8

E. PENATALAKSANAAN

Terapi lini pertama untuk mematikan larva dengan cryotherapy


yakni menggunakan CO2 snow (dry ice) dengan penekanan selama 45
detik sampai 1 menit, dua hari berturur-turut. Selain itu, dapat juga
dilakukan dengan menggunakan nitrogen liquid dan penyemprotan
kloretil sepanjang lesi.. Selain itu dapat pula diberikan Ivermektin dan
albendazol oral telah menjadi pengobatan lini pertama pada CLM
karena tiabendazol tidak lagi dipasarkan dan dengan demikian tidak
tersedia di seluruh dunia. Ivermektin merupakan derivat sintetik dari
kelas antiparasit avermectins.
Dosis tunggal ivermektin oral (200 µg/kg berat badan) dapat
ditoleransi dengan baik, membunuh larva secara efektif dan
menghilangkan rasa gatal dengan cepat. Angka kesembuhan dengan
dosis tunggal berkisar 94% sampai 100%. Dalam hal kegagalan
pengobatan, dosis kedua biasanya dapat memberikan kesembuhan.
Dosis tunggal ivermektin oral lebih efektif daripada dosisTunggal
albendazol oral, tetapi pengoatan berulang dengan albendazol oral dapat
dilakukan sebagai alternatif yang baik di negara-negara di mana
ivermektin tidak tersedia.
Albendazol, suatu obat anti parasit generasi ketiga, juga efektif dan
dapat ditoleransi dengan baik. Albendazol oral dalam dosis optimal, yaitu
400-800 mg setiap hari yang diberikan selama 3 hari menunjukkan
tingkat kesembuhan yang sangat baik, dengan angka kesembuhan
mencapai 92-100%. Karena dosis tunggal albendazol memiliki efikasi
yang rendah, maka albendazol dengan regimen 3 hari biasanya lebih
direkomendasikan.
9

F. DIAGNOSIS BANDING

1) Skabies

Gambar 5. Skabies

Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan


sensitisasi terhadap Sarcoptes var hominis dan produknya. Cardinal
sign untuk skabies yaitu ada pruritus nokturnal dan biasanya terdapat
terowongan pada tempat predileksi1.

2) Dermatitis Kontak Alergi

Gambar 6. Dermatitis Kontak Alergi


10

Dermatitis kontak alergi yang diperantarai oleh reaksi hipersensitivitas


tipe lambat yipe IV dan menyebabkan kulit menjadi gatal, melepuh,
kering dan pecah-pecah. Kulit yang lebih terang bisa menjadi merah,
dan kulit yang lebih gelap bisa menjadi coklat tua, ungu atau abu-abu.
Reaksi ini biasanya terjadi dalam beberapa jam atau hari setelah
terpapar iritasi atau llergen. Gejala dapat mempengaruhi bagian tubuh
mana pun tetapi paling sering tangan, kaki dan wajah4.

3) Insect Bite

Gambar 7. Insect bite1.

reaksi gigitan serangga berakitan dengan reaksi hipersensitivitas. gejala


yang dapat ditimbulkan bervariasi seperti eritema, nodus nodus, bulla,
edema, prurigo, urtika papular, urtika. lesi awal dapat menyerupai varicella
stadium awal, eksoriasi neurotik, pitiriasi likenoides, dan lainnya.
11

BAB III

KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

A. KOMPLIKASI
Pada kondisi sistemik, gejala yang muncul antara lain eosinofilia
perifer (sindroma Loeffler), infiltrat pulmonal migratori, dan peningkatan
kadar immunoglobulin E, namun kondisi ini jarang ditemui2.

B. PROGNOSIS

Cutaneous Larva Migrans tidak mengancam kehidupan, umumnya


sebuh dengan terapi antihelminth.

C. PENCEGAHAN DAN EDUKASI

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah maupun


edukasi terhadap kejadian cutaneous larva migrans, antara lain:
1. Mencegah bagian tubuh untuk berkontak langsung dengan tanah
atau pasir yang terkontaminasi
2. Saat menjemur, pastikan handuk atau pakaian tidak menyentuh
tanah
3. Melakukan pengobatan secara teratur terhadap anjing dan kucing
dengan anti helmintik
4. Hewan dilarang untuk berada di wilayah pantai ataupun taman
bermain
5. Menutup lubang-lubang pasir dengan plastik dan mencegah binatang
untuk defekasi di lubang tersebut
6. Menggunakan alas kaki saat berjalan di pantai
7. Menggunakan kursi atau matras saat berjemur
12

8. Berbaring di pasir yang tersapu gelombang air lebih baik daripada


berbaring di pasir yang kering
CLM termasuk ke dalam golongan self- limiting disease. Pada
akhirnya, larva akan mati di epidermis setelah beberapa minggu atau
bulan. Hal ini disebabkan karena larva tidak dapat menyelesaikan siklus
hidupnya pada manusia. Lesi tanpa komplikasi yang tidak diobati akan
sembuh dalam 4-8 minggu, tetapi pengobatan farmakologi dapat
memperpendek perjalanan penyakit9.
13

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Cutaneous larva migrans yang disebabkan cacing tambang adalah


suatu penyakit kulit akibat parasit yang disebabkan oleh migrasi dari larva
cacing tambang binatang pada epidermis kulit manusia. Larva ini tidak
mampu melakukan penetrasi membrana basalis dari kulit manusia,
sehingga mereka tidak mampu berkembang dan melanjutkan siklus
hidupnya. Penularan terjadi ketika kulit terbuka berkontak dengan tanah
yang terkontaminasi. Gejala klinis berupa papula kecil berwarna
kemerahan yang diikuti degan jalur kemerahan, berbentuk garis, sedikit
menonjol menjalar pada kulit. Obat pilihan pada penyakit ini yaitu
ivermektin dalam dosis tunggal atau albendazol dalam dosis berulang.
Terdapat beberapa upaya untuk mencegah kejadian penyakit ini,
utamanya adalah menghindari kontak dengan tanah yang terkontaminasi
cacing tambang.
14

DAFTAR PUSTAKA

1. Linuwih S.M Dr.dr. Sp.KK(K),Sri.dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.


Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.2021
2. Woff, Klaus, Allen Johnson, Richard. Disease due to Microbacterial
Agent, In Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 9' ed. The
McGraw Hill Companien, Inc 2019; 387
3. Sewon kang, Masayuki amagai, Anna L., Alexander H., David J., Amy
J., JeffreyS., 2019. Fitzpatrick Dermatology.New York: McGraw-Hill
Education
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia
(PERDOSKI).Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI; 2017
5. Vano-Galvan S, Gil-Mosquera M, Truchuelo M, Jaén P. Cutaneous
larva migrans: a case report. Cases Journal. 2019; 2:112.
6. CDC. 2022. Zoonotic Hookworm. Tersaji dalam (Online)
https://www.cdc.gov/parasites/zoonotichookworm/biology.html

7. NCBI. Cutaneous Larva Migrans. Tersaji dalam (online).


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507706
8. Brankin, Bejamin. 2017. Cutaneous Larva Migrans. (online Journal)
https://www.researchgate.net/publication/312302631_Cutaneous_Larv
a_Migrans
9. Nareswar, Shinta. 2015. Cutaneous Larva Migrans yang disebabkan
cacing tambang.. Tersaji dalam juke..kedokteran.unila.ac.id
15

10. David, Abhinav. 2021. A case report of asymptomatic cutaneous larva


migrans. Tersaji dalam http://dx.doi.org/10.18203/issn.2455-
4529.IntJResDermatol20213353.

Anda mungkin juga menyukai