Disusun Oleh :
Yushak Elzhadai SM
4521112031
Dosen Pembimbing :
dr. Alwi A. Mappiasse, Sp.KK., Ph.D., FINSDV, FAADV
Pembimbing
A. Kasus
Data Pasien
- Nama : An. Aqila
- Umur : 8 Tahun
- Tanggal Lahir : 20 Januari 2014
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Agama : Islam
- Status Pernikahan : Belum menikah
- Alamat : Jln Andi Tondro
- Pekerjaan : Siswa
- Tanggal masuk RS : 31 Juni 2022
- Ruangan : Poli Kulit-kelamin (RS.Pelamonia)
- No.RM : 70.67.70
Diagnosa Masuk : Skabies dengan infeksi sekunder
B. Anamnesis (Heteroanamnesis)
3. Status Dermatologis
4. Pemeriksaan Penunjang
- Kerokan kulit >>pemeriksaan mikroskopik
- Biopsi irisan (epidermal shave biopsy) >> mikroskopik dengan HE
- Dermoskopi >> dark brown triangular
- Burrow ink test
5. Resume
Pasien anak perempuan dibawa oleh ibunya datang ke Poli Kulit dan
Kelamin RS Pelamonia dengan keluhan muncul bintil bintil berisi cairan
dengan bercak kemerahan disertai gatal pada kedua kaki terutama pada
malam hari, keluhan dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Ibu pasien
mengatakan awalnya hanya gatal dan bentol bentol kemudian menjadi
bintil yang berisi cairan berwarna putih, lalu beberapa bintil yang digaruk
pecah dan menjadi luka. Pasien tidak memiliki riwayat alergi dan tidak ada
demam dan berdasarkan informasi dari ibu pasien, kakak dan adik pasien
juga mengalami keluhan yang sama sejak 1 bulan yang lalu, namun
sudah membaik. Riwayat pengobatan tidak ada.
Pada pemeriksaan status dermatologi didapatkan pada regio cruris
Efloresensi kulit : bercak eritema, pustul multipel dengan dasar eritema ,
erosi madidans, dan krusta.
6. Diagnosis Banding
a. Prurigo
b. Insect bite
c. Dermatitis atopi
d. Dermatitis kontak alergi
7. Diagnosis Kerja
Skabies dengan infeksi sekunder
8. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad fungtionam : bonam
Ad sanationam : bonam
9. Penatalaksaan
- Scabimite (permethrin 5%) cream/ 24 jam (dioleskan tipis tipis pada
malam hari)
- Amoksisilin 125 mg/8 jam/ hari/oral
- Cetirizine 2,5 mg/12 jam/oral
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Istilah Skabies adalah suatu penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi
parasit Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya, Secara harfiah skabies
berarti gatal pada kulit sehingga muncul aktivitas menggaruk kulit yang gatal
tersebut 1.
Skabies ditandai dengan gatal pada malam hari, mengenai sekelompok
orang, dengan tempat predileksi dilipatan kulit yang tipis, hangat dan
lembab1.
B. EPIDEMIOLOGI
Skabies adalah infeksi kulit yang dapat menyerang semua kelompok
umur, ras dan kelas sosial, sehingga terjadi penyebaran yang sangat luas.
Perkembangan penyakit ini dipengaruhi beberapa faktor antara lain higiene
yang buruk, keadaan sosial ekonomi yang rendah, kepadatan penghuni yang
tinggi, kurangnya pengetahuan, dan kesalahan dalam diagnosis serta
penatalaksanaan scabies2.
Skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung (kulit dan kulit)
misalnya berjabat tangan, tidur bersma serta hubungan seksual. Dapat pula
melalui kontak tidak langsung (melalui benda) misalnya pakaian, sprei,
handuk, bantal dan lain lain yang mungkin, sehingga trejadiannya biasanya
pada orang orang yang tinggal bersama, dan pada keadaan dimana orang
hidup dalam lingkungan yang sangat padat seperti di asrama, penjara
maupun di sekolah-sekolah1.
C. ETIOLOGI
Organisme penyebab Skabies adalah ektoparasit arthropoda kelas
arachnida, ordo ackharima, super family sarcoptes yang pada manusia
disebut sarcoptes scabiei, penemunya adalah ahli biologi Diacinto
Cestoni(1637-1718) 1. Ciri morfologi tungau skabies antara lain berukuran
0.2-0.5mm, berbentuk oval, cembung dan datar pada sisi perut (Chowsidow
2006). Tungau dewasa mempunyai empat pasang tungkai yang terletak pada
toraks. Toraks dan abdomen menyatu membentuk idiosoma, segmen
abdomen tidak ada atau tidak jelas 1,2.
D. PATOFISIOLOGI
Pada Skabies ditularkan melalui migrasi tungau betina yang telah dibuahi dari
satu orang ke orang lain yang dapat terjadi melalui kontak langsung maupun tidak
langsung. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum
korneum kulit dengan kecepatan 2-3 mm sehari sambil meletakkan 2-4 butir telur
sehari, hingga mencapai jumlah 40 hingga 50 telur. Telur-telur ini akan menetas
biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva dengan tiga pasang kaki. Larva
dapat tinggal di dalam terowongan maupun keluar ke permukaan kulit. Setelah 2-3
hari, larva akan berubah menjadi nimfa dan mempunyai 2 bentuk yaitu jantan atau
betina. Secara keseluruhan, siklus hidup skabies mulai dari telur hingga dewasa
memerlukan 8-12 hari. Literatur lain menyatakan bahwa hanya membutuhkan 10-17
hari untuk menciptakan tungau betina infeksius baru yang dapat bermigrasi ke
individu lain. Periode inkubasi pada orang tanpa paparan terhadap skabies
sebelumnya hingga akhirnya menimbulkan gejala berkisar antara 2-6 minggu1,4.
Kelainan kulit yang terjadi pada skabies tidak hanya disebabkan oleh
tungau skabies, tapi dapat pula diakibatkan oleh penderita sendiri yang
menggaruk kulit dengan hebat. Infestasi skabies menyebabkan sensitisasi,
baik akibat parasit itu sendiri, maupun akibat produk hasil sekresi maupun
ekskresi parasit. Sensitisasi terjadi dalam waktu sekitar 2-4 minggu, hingga
akhirnya menimbulkan rasa gatal yang semakin hebat dalam suhu panas dan
lembab 1,2.
E. GEJALA KLINIS
Gejala klinis utama berupa pruritus yang terutama dirasakan pasien pada
malam hari, disebabkan karena aktivitas tungau meningkat pada suhu kulit
yang lembab dan hangat. Rasa gatal timbul sekitar 1 bulan setelah infestasi
primer serta adanya infestasi kedua sebagai manifestasi respons imun
terhadap tungau maupun sekret yang dihasilkan dari terowongan di bawah
kulit. Lesi khas skabies adalah papul yang gatal sepanjang terowongan yang
berisi tungau. Lesi pada umumnya simetrik dengan daerah predileksi yaitu
pada sela jari tangan, fleksor siku dan lutut, pergelangan tangan, areola
mammae, umbilikus, penis, aksila, abdomen bagian bawah dan bokong 3.
Lesi patognomonik dari skabies adalah terowongan yang hampir tidak
terlihat oleh mata, berupa lesi yang agak meninggi, lurus atau berkelok-kelok
dan berwarna keabu-abuan. Pada ujung terowongan didapatkan vesikel atau
pustul terutama pada bayi dan anak-anak. Terowongan sering ditemukan
pada sela jari, pergelangan tangan bagian volar, siku dan penis. Pada
penderita yang datang berobat sering dijumpai lesi yang sudah mengalami
ekskoriasi, eksematisasi dan infeksi sekunder akibat garukan, hal ini
seringkali mengaburkan gambaran klinis 3.
Gambar 1. Papul eritema, pustule, krusta dan ekskoriasi pada skabies
F. DIAGNOSIS
G. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana Farmakoterapi
Pada skabies tanpa disertai infeksi sekunder dapat diberikan obat topical
selektif untuk menangani tungau penyebab scabies atau antiskabies, dapat
juga diberikan terapi sistemik dalam menangani gejala misalnya gatal atau
antipruritus. Namun pada scabies dengan infeksi sekunder perlu diberikan
pengobatan antibiotik.
1. Terapi topikal
Syarat obat yang ideal untuk pengobatan adalah :
- Harga murah dan dapat ditemukan dengan mudah Jenis obat topikal :
Tatalaksana non-farmakoterapi
1. Prurigo
Lesi pada kulit akibat garukan berualang karena rasa gatal yang dipicu
oleh rangsangan pruritogenik berupa papul dan nodul yang gatal,
predileksi pada bagian ekstensor ekstremitas.
2. Insect bite
Suatu reaksi peradangan kulit yang timbul karena gigitan serangga
Pada umumnya popular urtikaria terjadi akibat gigitan dansengatan seran
gga tetapi area lesinya hanya terbatas pada daerah gigitan dan serangga
saja.
Gambar 3. Lesi papular eritama multiple insect bite
3. Dermatitis atopi
Peradangan kulit berupa dermatitis yang kronis residitif. Pruritus
intens yang mengenai bagian tubuh teruma wajah (fase infantile) &
fleksural eksremitas (fase anak), riwayat atopic, dengan gambaran lesi
kulit berupa Eritema, papulovesikel.4
1. Djuanda, Adhi.. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ketujuh cetakan
keenam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta. 2019.
2. Salavastru.M.etall. 2017. European Guideline for the Management of
Scabies.J Eur Acad Dermatol Venereol. 1248-1253.
3. Bolognia Jean L, dkk. 2018. Dermatology Fourth Edition. US Government
:Elsevier.
4. Korycinska J, Dzika E, Lepczynska M, Kubiak K. Scabies: Clinicalmanifestations and
diagnosis. POAMED. 2015;112