Anda di halaman 1dari 14

Refleksi Kasus Oktober 2023

“Skabies”

Disusun Oleh:
Chayrunisa
N 111 22 145

PEMBIMBING KLINIK
dr. Diany nurdin, M.kes., Sp.D.V.E., FINSDV., FAADV

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU

PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023
STATUS PASIEN

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RSUD UNDATA PALU

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.Farha Almahfali
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 56 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status pernikahan : Menikah
Pekerjaan : URT
Pendidikan : SMP
Alamat : Jl.Sulawesi No.32
Tgl pemeriksaan : 7 september 2023

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : bintik-bintik kedua kaki dan perut

Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke RSUD Undata dengan keluhan


bintik-bintik sejak 5 bulan yang lalu. Awalnya berupa bintik-bintik kemerahan
sebesar ujung jarum pentul dirasakan berawal dari bagian kaki kemudian
menyebar ke perut. Keluhan gatal dirasakan semakin hebat terutama pada
malam hari dan menyebabkan pasien sulit beristirahat. Rasa gatal yang
dirasakan membuat pasien menggaruk kulit hingga timbul luka akibat garukan
yang sudah lama. Sebelumnya pasien pernah memberi obat oles pada bagian
kulit yang gatal namun tidak kunjung sembuh. Pasien mengaku tidak pernah
menyetrika baju sebelum menggunakannya. Tidak ada riwayat gatal-gatal
sebelumnya. Pasien juga tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan dan
obat-obatan.

1
Riwayat penyakit dahulu : Pasien memiliki riwayat jantung.

Riwayat keluarga : keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa seperti


pasien yaitu cucu perempuan pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Generalisata
Keadaan umum : Sakit Ringan
Kesadaran : Kompos mentis
Status gizi : Baik
b. Vital Sign
Tekanan darah : tidak lakukan pemeriksaan
Nadi : tidak lakukan pemeriksaan
Suhu : tidak lakukan pemeriksaan
Respirasi : tidak lakukan pemeriksaan
c. Status Dermatologis
Lokalisasi :
1. Kepala : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
2. Leher : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK).
3. Dada : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK).
4. Punggung : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK).
5. Perut : tampak beberapa papul eritema yang
membentuk susunan linar disertai nodul merah kecokelatan dan
krusta.
6. Genitalia : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
7. Inguinal : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
8. Bokong : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK)
9. Ekstremitas atas : Tidak terdapat ujud kelainan kulit (UKK).
10. Ekstremitas bawah : regio anterior dan posterior tampak beberapa
papul eritema yang membentuk susunan linar disertai nodul merah
kecokelatan dan krusta.

2
IV. GAMBAR

Gambar 1. Regio abdominal tampak beberapa papul eritema yang membentuk


susunan linar disertai nodul merah.

Gambar 2. Regio pedia tampak beberapa papul disertai nodul merah kecoklatan
dan krusta.

V. RESUME
Pasien Wanita usia 56 tahun datang ke RSUD Undata dengan keluhan
bintik-bintik yang dialami sejak 5 bulan yang lalu. Awalnya berupa bintik-
bintik dengan ukuran sebesar ujung jarum pentul yang dirasakan berawal dari
bagian kaki kemudian menyebar ke perut. Gatalnya semakin hebat ketika
malam hari. Riwayat pemberian obat oles pada bagian kulit yang mengalami

3
pruritus. Riwayat kebiasan pasien tidak pernah menyetrika baju sebelum
menggunakannya.
Pada pemeriksaan fisik status dermatologis didapatkan hasil, pada
regio abdomen didapatkan tampak beberapa papul eritema yang membentuk
susunan linar disertai nodul merah kecokelatan dan krusta dan pada regio
ekstremitas lower didapatkan hasil regio anterior dan posterior tampak
beberapa papul eritema yang membentuk susunan linar disertai nodul merah
kecokelatan dan krusta.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Skabies

VII. DIAGNOSIS BANDING


Dermatitis atopic
Dermatitis kontak alergi
Urtikaria Papular

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


uji tinta burrow, uji tetrasiklin topical, uji kerokan kulit dan
dermoskopi. Namun tidak dilakukan
IX. PENATALAKSANAAN
a. Non Medikamentosa
 Menjaga higiene individu dan lingkungan
 Dekontaminasi pakaian dan alas tidur dengan mencuci pada suhu
60°C atau disimpan dalam kantung plastik tertutup selama beberapa
hari. Karpet, kasur, bantal, tempat duduk terbuat dari bahan busa
atau berbulu perlu dijemur di bawah terik matahari setelah dilakukan
penyedotan debu
 Selalu menyetrika pakaian ketika sebelum dipakai
 Tidak membiasakan penggunaan pakaian yang belum disetrika
ataupun berulang-ulang

4
b. Medikamentosa
 Cefadroxil 2x500mg
 Permethrin 5% salep 30g krim dioleskan ke seluruh tubuh
pada malam hari selama 8-14 jam, setiap hari.

X. PROGNOSIS
a. Qua ad vitam : ad bonam
b. Qua ad fungtionam : ad bonam
c. Qua ad sanationam : ad bonam
d. Qua ad cosmetikam : ad bonam

5
PEMBAHASAN

Pasien datang ke RSUD Undata dengan keluhan gatal-gatal sejak 5 bulan


yang lalu. Awalnya berupa bintik-bintik kemerahan sebesar ujung jarum pentul
dirasakan berawal dari bagian kaki kemudian menyebar ke perut. Keluhan gatal
dirasakan semakin hebat terutama pada malam hari dan menyebabkan pasien sulit
beristirahat. Rasa gatal yang dirasakan membuat pasien menggaruk kulit hingga
timbul luka akibat garukan yang sudah lama. Sebelumnya pasien pernah memberi
obat oles pada bagian kulit yang gatal namun tidak kunjung sembuh. Pasien
mengaku tidak pernah menyetrika baju sebelum menggunakannya. Tidak ada
riwayat gatal-gatal sebelumnya. Pasien juga tidak memiliki riwayat alergi
terhadap makanan dan obat-obatan.
Dari hasil pemeriksaan fisik distribusi generalisata pada regio cervikal,
thorakalis anterior superior, abdomen, brachialis dextra sinistra, dan gluteus.
Dengan efloresensi papul eritema bentuk linear, nodul merah kecoklatan dan
krusta.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan kasus
ini di diagnosis dengan skabies.
Scabies adalah infestasi kulit tungau, Sarcoptes scabiei, yang
bermanifestasi sebagai erupsi kulit yang gatal dan dapat ditularkan secara
langsung melalui kontak orang ke orang dan secara tidak langsung melalui seprai,
pakaian, atau bahan kain lainnya. Infeksi skabies sangat umum terjadi di
lingkungan padat penduduk seperti panti asuhan dan sekolah berasrama.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa skabies merupakan salah
satu penyakit yang paling terabaikan di dunia (Widaty, 2022).

Gambar 1. Sarcoptes scabiei (Gunning, 2019)

6
Diperkirakan 130 juta orang di seluruh dunia terinfeksi kudis pada waktu
tertentu. Perkiraan ini didukung oleh tingginya jumlah kasus yang dilaporkan di
seluruh dunia setiap tahunnya, mencapai 300 juta kasus. Analisis cross-sectional
pada Global Burden of Disease Study tahun 2015 menemukan bahwa Indonesia
merupakan salah satu dari lima negara dengan beban skabies terbesar, diikuti
oleh Tiongkok, Timor-Leste, Vanuatu, dan Fiji. Prevalensi skabies bervariasi
antara 0,2 hingga 71% di setiap negara (Widaty, 2022).
Di Indonesia, laporan Kementerian Kesehatan pada tahun 2011
mengungkapkan bahwa 2,9% dari 69.15.315 orang, terinfeksi skabies. Pada tahun
2012, proporsinya meningkat menjadi 3,6%. Skabies lebih sering ditemukan pada
anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa. Laporan dari pusat kesehatan
masyarakat atau ‘Puskesmas’ di seluruh Indonesia menemukan bahwa skabies
merupakan penyakit kulit ketiga yang paling banyak ditemukan. Prevalensinya
berkisar antara 5,6% hingga 12,9%. Pada tahun 2012, jumlah kasus skabies di
salah satu panti asuhan dan pesantren di Jakarta Timur sebesar 51,6% dan di
Jakarta Selatan sebesar 68% pada tahun berikutnya (Widaty, 2022).

Gambar 2. Faktor resiko Skabies Berkusta (Sunderkotter, 2021)


Diagnosis scabies dapat ditegakkan berdasarkan kriteria IACS dengan
memenuhi salah satu dari tiga tingkat kepastian: scabies terkonfirmasi, klinis atau
dugaan scabies, setelah di diagnosis scabies dapat ditentukan termasuk dalam
grade berapa dengan melihat letak lokasi lesi (Welch, 2021)
Diagnosis skabies yang terkonfirmasi dapat ditegakkan melalui
identifikasi tungau skabies (tahap dewasa atau imatur), telur (ovum) atau butiran

7
feses (scybala). Hal ini dapat dicapai melalui visualisasi definitif terhadap: (i)
tungau atau produk tungau melalui pemeriksaan mikroskopis sampel kulit
(subkategori A1); (ii) tungau atau produk tungau menggunakan perangkat non-
invasif dengan pembesaran tinggi (A2); atau (iii) tungau menggunakan
dermoskopi (A3) (Engelman, 2020).
A. Terkonfimasi Scabies
1. Mikroskopi
Pendekatan yang paling umum digunakan untuk memastikan
diagnosis skabies adalah dengan memvisualisasikan tungau, telur atau
butiran feses melalui mikroskop optik (cahaya) pada bahan yang diambil
dari kulit yang mengalami lesi. Keakuratan mikroskop bergantung pada
keahlian operator. Walaupun tes positif mengkonfirmasi diagnosis skabies,
tes negatif tidak mengecualikan hal tersebut, karena mikroskop sering kali
negatif pada pasien dengan diagnosis skabies secara klinis (Engelman,
2020).
2. Pencitraan berdaya tinggi
Perangkat pencitraan berdaya tinggi adalah alat yang
memungkinkan visualisasi tungau kudis secara non-invasif dan mendetail
secara in vivo. Perangkat ini memungkinkan pembesaran minimal 9 × 70
(seringkali jauh lebih tinggi) dan mencakup videodermoskopi,
videomikroskopi berbiaya rendah, dan mikroskop confocal reflektansi
(Engelman, 2020).
3. Dermoskopi
Dermoskopi dapat memastikan diagnosis skabies melalui
identifikasi tungau, untuk memenuhi tingkat diagnostik skabies yang
terkonfirmasi, tungau harus divisualisasikan secara pasti. Jika hanya liang
yang terlihat, diagnosis skabies klinis dapat ditegakkan (Zhang, 2021).
B. Skabies klinis dan dugaan skabies
Diagnosis skabies klinis (tingkat B) atau dugaan skabies (tingkat
C) bergantung pada penilaian klinis, termasuk gambaran riwayat pasien
dan pemeriksaan kulit. Jika gambaran ini memenuhi kriteria yang
dianggap cukup spesifik untuk skabies, diagnosis skabies klinis dapat

8
ditegakkan. Jika gambaran ini kurang spesifik, diagnosis dugaan skabies
dapat ditegakkan.
1. History Features

Gambar 3. Definitions for contact history for scabies transmission (Engelman,


2020).
2. Examination features
a. Burrow
b. Male genital lesions
c. Typical Lesions
d. Atypical Lesions
e. Typical distribution
f. Atypical distribution

Gambar 3. Summary of 2020 International Alliance for the Control of Scabies


criteria for the diagnosis of scabies (Welch 2021)

9
Gambar 4. Clinical grading scale to guide the management of crusted scabies
(Welch, 2021)

Gambar 5. Typical distribution of scabies lesions. (a) Children aged > 2 years and
adults. (b) Infants aged < 2 years (Engelman, 2020)

10
Gambar 3. Treatment Pharmacologic (Gunning, 2019)

Gambar 4. Treatment Scabies (Widaty, 2022)

Diagnosis Banding Scabies antara lain, Contact dermatitis Eczema


Folliculitis Impetigo Insect bites (mosquitoes, fleas, bedbugs) Irritant dermatitis
Tinea (Gunning, 2019)
Pasien tersebut memiliki keluarga yang menderita penyakit yang sama
yaitu pada cucu perempuannya. Dalam upaya preventif, perlu dilakukan edukasi

11
pada pasien tentang penyakit scabies, perjalanan penyakit, penularan, cara
eradikasi tungau scabies, menjaga hygiene pribadi, dan tata cara pengolesan obat.
Rasa gatal terkadang tetap berlangsung walaupun kulit sudah bersih. Pengobatan
dilakukan pada orang serumah dan orang di sekitar pasien yang berhubungan
(Menaldi, 2019).

Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau dewasa, telur dan


produknya, mudah diaplikasikan, nontoksik, tidak mengiritasi, aman untuk semua
umur, dan terjangkau biayanya. Pengobatan skabies yang bervariasi dapat berupa
topikal maupun oral. Krim obat resep biasanya digunakan untuk mengobati kudis.
Krim yang paling banyak digunakan adalah permetrin 5%.(Meyersburg., 2020)
Permethrin adalah obat topikal yang digunakan untuk mengobati infeksi kulit
skabies yang disebabkan oleh Tungau (mite) Sarcoptes scabiei. Permethrin
merupakan obat golongan Pyrethrin yang bekerja dengan cara membunuh tungau
beserta telurnya. pengobatan topikal pilihan di Eropa untuk kudis, tanpa
memandang usia. Namun, resistensi tungau terhadap permetrin di negara-negara
maju dilaporkan sejak tahin1999 dan penelitian in-vivo(Meyersburg., 2020).

12
DAFTAR PUSTAKA

Widaty, S. et al. Scabies: update on treatment and efforts for prevention and
control in highly endemic settings. Review. JDIC. 2022;16(2):244-251.

Sunderkotter, C. et al. Scabies: Epidemiology, Diagnosis, and Treatment.


Deutsches Ärzteblatt International. Dtsch Arztebl Int. 2021;118:695–704

Welch, E. et al. Recent advances in understanding and treating scabies. Faculty


Review. 2021;10(28):1-8

Engelman, D. et al. The 2020 International Alliance for the Control of Scabies
Consensus Criteria for the Diagnosis of Scabies. British Journal of
Dermatology. 2020; 183:808-820.

Zhang, W, L. et al. Scabies Evaluated by Dermoscopy and Fluorescence


Microscopy: A Case Report. International Journal of Dermatology and
Venereology. 2021;4(4):260-262.

Gunning, K. et al. Lice and Scabies: Treatment Update. American Family


Physican. 2019;99(10):635-642.

Meyersburg, D., Kaiser, A., & Bauer, J. W. (2022). Loss of efficacy of topical 5%
permethrin for treating scabies: an Austrian single-center study. Journal of
Dermatological Treatment, 33(2), 774-777.

Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi
ke 7. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2019.

Anda mungkin juga menyukai