Anda di halaman 1dari 24

ANATOMI DAN FISIOLOGI PENCERNAAN PADA MANUSIA

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Retno Susilowati, M.Si

Disusun oleh :
Kelompok 7 Biologi C 2019
Alyatul Faizah (19620059)
Ardhito Pratama Putra (19620068)

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Anatomi Dan Fisiologi
Pencernaan Pada Manusia” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dibuatnya makalah ini
guna memenuhi tugas mata kuliah Anatomi Fisiologi Manusia. Kami mengucapkan
terimakasih kepada Ibu Prof. Dr. Retno Susilowati, M.Si selaku dosen pengampu kami di mata
kuliah Bioinformatika. Kami ucapkan pula terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
memberikan dukungan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa ada banyak sekali kekurangan yang terdapat pada makalah ini
sehingga kami beharap untuk dibukakan pintu maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan.
Oleh karena itu kami menerima kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penulisan
makalah kami kedepannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii

BAB I: PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1

1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................................... 1

BAB II: PEMBAHASAN .................................................................................................. 2

2.1 Sistem Pencernaan pada Manusia ............................................................................ 2

2.1.1 Organ Pencernaan Pada Manusia ............................................................ 2

2.1.2 Mekanisme Pencernaan Makanan pada Manusia .................................. 7

2.1.3 Kelenjar dan Enzim Pencernaan .............................................................. 8

2.1.4 Kelenjar dan Hormon Pencernaan ........................................................... 9

2.2 Gastritis ..................................................................................................................... 12

2.2.1 Varian Gastritis ........................................................................................ 12

2.2.2 Gejala Gastritis ......................................................................................... 14

2.2.3 Faktor Resiko ............................................................................................ 15

2.2.4 Cara Pengobatan ...................................................................................... 17

2.2.5 Cara Pencegahan ...................................................................................... 18

BAB III: PENUTUP ........................................................................................................ 19

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 19

3.2 Saran ......................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 20

iii
BAB I: PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia memerlukan makanan untuk kelangsungan hidupnya. Makanan diperlukan
untuk menghasilkan energi. Untuk dapat menghasilkan energi makanan perlu untuk dicerna
terlebih dahulu, sehingga makanan perlu untuk dicerna. Proses memecahkan susunan kimia
besar dan rumit yang ada disuatu makanan disebut dengan pencernaan (Kurniasih, 2018).
Sistem pencernaan berfungsi untuk memindahkan nutrient dari makanan ke tubuh. Sari-
sari makanan ini akan digunakan sebagai sumber energi bagi tubuh untuk melakukan berbagai
proses metabolism. Sistem pencernaan disusun oleh berbagai organ yang terlibat di dalamnya
yaitu rongga mulut, gigi, lidah, faring, esofagus, lambung, usus 12 jari, ujus halus, usus besar,
rectum dan anus. Berbagai proses pencernaan dan reaksi kimia dipermudah dengan berbagai
enzim pencernaan yang terdapat pada lambung, usus, maupun pankreas. Selain itu juga ada
organ yang berfungsi mengeluargan secret seperti kelenjar ludah, pankreas, hati dan kantong
empedu.pankreans menghasilkan enzim protease dan hormone insulin yang membantu
metabolism glukosa. Kelenzar ludah menghasilkan ludah atau saliva yang mengandung
berbagai enzim yang umumnya berfungsi untuk memecah pati. Hati mensekresikan garam
empedu melalui kantong empedu sebagai hasil metabolism racun, darah dan zat-zat lainnya.
Allah berfirman dalam Q.S Al-Hijr ayat 21 yang
Artinya: “Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami
tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.”
Maksud ayat ini ialah Allah tidak akan menurunkan/menciptakan sesuatu melainkan
sesuai dengan kepentingan-kepentingannya. Berbagai organ pada tubuh manusia memiliki
struktur yang berbeda beda sesuai dengan fungsi yang dilakukannya. Misalnya mengenai
organ-organ yang ada di dalam tubuh manusia. pada sistem pencernaan manusia usus memiliki
ukuran yang sangat panjang di tubuh manusia karena berfungsi untuk memaksimalkan
penyerapan nutrisi dari makanan yang kita makan. Makalah ini akan menyajikan tentang
bagaimana mekanisme sistem pencernaan pada manusia bekerja.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah bagaimana sistem pencernaan pada manusia
bekerja?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui mekanisme kerja dari sistem
pencernaan pada manusia.
1
BAB II: PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Pencernaan pada Manusia
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal adalah sistem organ dalam yang
menerima makanan, mencernanya menjadi energi dan nutrien, serta mengeluarkan sisa proses
tersebut (Irianto, 2012). Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan nutrien, air, dan
elektrolit dari makanan yang kita telan ke dalam lingkungan internal tubuh. Makanan yang
ditelan merupakan sumber energi atau bahan bakar yang esensial. Bahan bakar tersebut
digunakan oleh sel untuk melaksanakan berbagai aktivitas yang memerlukan energi, misalnya
transpor aktif, kontraksi, sintesis, dan sekresi.
2.1.1 Organ Pencernaan Pada Manusia

(Campbell et al, 2020)


Sitem pencernaan manusia terkoordinasi dari kerja beberapa organ. Organ-organ yang bekerja
membentuk sistem pencernaan pada manusia adalah sebagai berikut:
a. Rongga mulut

Mescher, A. L. (2013)

2
Mulut berfungsi sebagai tempat masuknya makanan dan minuman. Mulut dilapisi oleh
membrane mukisa seperti epitelium skuamosa yang berisikan kelenjar sekresi mucus. Pada
mulut terdapat palatum yang membentuk langit-langit mulut diantaranya, palatum durum
atau langit-langit keras terletak pada bagian arterior, pada posterior terdapat palatum mole
atau langit-langit lunak. Pada mulut juga terdapat uvula yang merupakan suatu otot yang
melengkung yang ditutupi membean mukosa dan berada pada ujung paltum mole (Azizah
dkk, 2021).

Mulut juga dilengkapi oleh beberapa organ aksesori yaitu gigi, lidah dan kelenjar ludah .
Berdasarkan fungsinya ada tiga macam gigi yaitu gigi seri untuk memotong makanan, gigi
taring untuk mengoyak daging dan gigi geraham untuk mengunyah makanan. Gigi anak-
anak terdiri dari 4 seri atas, dan 4 seri bawah. Taring kanan 1 kiri 1 atas, dan kanan 1 kiri 1
bawah, geraham atas dua kanan kiri dan geraham bawah dua kanan kiri. Pada orang dewasa
bertambah gigi geraham belakang 3 buah kanan kiri atas bawah (Kurniasih, 2018).

3
Mescher, A. L. (2013)
Lidah berfungsi mengatur letak makanan di dalam mulut mencampur makanan, membantu
proses menelan dan sebagai indera pengecap. Pada kelenjar ludah akan menghasilkan
ludah. Selengkapnya akan dibahas pada kelenjar pencernaan.
b. Tenggorokan (Faring)
Merupakan organ yang menghubungkan antara mulut dengan kerongkongan. Di dalam
faring terdapat tonsil atau sering disebut dengan amandel. Amandel merupakan kelenjar
limfe yng mengandung kelenjar limfosit, yang bertujuan untuk melindungi tubuh dari
infeksi. Faring terletak pada rongga mulut bagian belakang dan rongga hidung. Arteri yang
memperdarahi faring disebut arteri fasialis (Azizah dkk, 2021).
c. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan atau esofagus merupakan tabung berotot yang merupakan tempat
dilewatinya makanan dari mulut menuju lambung. Esofagus memiliki panjang antara 2.5
cm dengan lebar 2 cm. Esofagus terletak antara medium toraks, di depan kolum vertebrata
yang berdada sekitar di belakng trakea dan jantung. Esofagus pada bagian atas berhubungan
dengan faring sedangkan pada bagian bawah baerhubungan dengan diafragma (Azizah dkk,
2021).

4
Gerakan peristaltic yang terjadi dalam kerongkongan seperti gerakan memutar menyempit
melebar bergelombang dan meremas-remas sehingga makanan yang masuk bisa sampai ke
lambung. Esofagus terdiri dari 3 bagian: bagian atas terdiri dari otot rangka, bagian tengah
terdiri dari otot rangka dan otot halus dan bagian bawag terdiri dari otot halus (Azizah dkk,
2021).
d. Lambung

Mescher, A. L. (2013)
Lambung adalah saluran pencernaan berotot dan beronggga yang bentuknya seperti j yang
terletak pada epigastric, umbilical dan hipokondriak kiri rongg abdomen. Ukuran lambung
sangat berbeda sesuai dengan jumlah makanan yang ada di dalam lambung antara 1,5 liter
atau lebih (Azizah dkk, 2021). Lambung dibagi menjadi tiga bagian sebagai berikut:
1. Kardiak, merupakan bagian lambung pertama sebagai tempat masuknya mkanan dari
esofagus.
2. Fundus, adalah bagian tengah yang bertujuan untuk menampung makanan dan proses
pencernaan
3. Pilorus, bagian terakhir dari penampungan makanan dan jalam keluar makanan ke usus
halus.
e. Usus halus
Merupakan bagian yang terletak di antara lambung dengan usus besar, antara sfingter
pilorus dengan katup ileosekal. Panjang dari usus kecil antara 5 meter, yang dikelilingi oleh
usus besar (Azizah dkk, 2021). Usus halus terdiri dari tiga bagian:

5
1. Usus duabelas jari: usus ini memiliki panjang sekitar 25 cm dan mengelilingi kepala
pankreas. Usus halusterletak setelah lambung dan yang berdekatan dengan usus kosong
atau jejenum. Usus ini merupakan usus yang paling pendek dari usus halus. Usus halus
mempunyai dua muara yaitu muara pankreas dan kantung empedu. Proses yang terjadi
pada usus dua belas jari adalah lambung mengirimkan makanan ke usus halus ke
duodenum melalui sfingter pilorus sesuai dengan kapasitas usus, jika di duodenum
sudah penuh, maka usus akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti
mengirimkan makanan.
2. Usus kosong (jejunum): merupakan usus yang terletak pada bagian tengah usus,
jejenum memiliki panjang antara 2.5m. Pada usus kosong terdapat yang namany jonjot
atau villi dan membrane mucus.
3. Usus penyerapan (ileum): merupakan bagian tempat perkumpulan akhir, ileum
memiliki panjang 3 m. Usus ini mempunyai katup ileosekal yang berfungsi untuk
mencegah regurgitasi dan mencegah terjadinya proses aliran balik dari ileum ke sekum.
f. Usus besar (colon)

Mescher, A. L. (2013)
Usus besar adalah lanjutan dari usus halus yang mempunyai umbai cacing yang sering
disebut dengan apendiks. Usus besar mempunyai panjng antara 1.3 meter dari sekum di foss
iliaka kanan sampai dengan rectum dan sluran anus di pelvis. Lebar lumen usus besar lebih
besar dari pada usus halus sekitat 6,5 cm. Usus besar terdiri dari: kolon asenden, kolon
desenden, sekum, kolon transversum, kolon sigmoid, rectum dan anus.

6
1. Sekum: adalah bagian pada panggal usus besar dan merupakan tempat buntu pada
bagian inferiornya dan merupakan sambungan dengan kolon asenden. Apendiks
veriformis merupakan bagian buntu pada ujungny. Sekum memiliki panjang antar 8-9
cm yang mempunyai banyak jaringan limfoid.
2. Kolon asenden: kolon asenden merupakan kolon yang keatas dari sekum menuju ke
hati, panjang 20-25 cm. Kolon meembentuk garis yang melengkung tajam membentuk
kolon trasversum.
3. Kolon trasversum: merupakan kolon yang melintang pada bagian abdomen pada
duodenum dan lambung yang menuju area limpa. Panjangnya 40-50 cm Pada kolon
ini akan membentuk kolon desenden.
4. Kolon desecenden : Usus besar yng menurun dengan panjang rta-rata 25cm.
5. Kolon sigmoid merupakan kolon yang berbentuk huruf S yang menuju bawah
membentuk rectum, panajng 40-45cm.
g. Rektum dan Anus
Rectum adalah bagian dari kolom yang melebar, panjang dari rectum antara 13 cm. bagin
ujung rectum berbatasan dengan kolon sigmoid dan saluran anus.
2.1.2 Mekanisme Pencernaan Makanan pada Manusia
Proses pencernaan makanan pada manusia terdiri dari pencernaan mekanik atau fisika,
dan pencernaan kimiawi. Pencernaan mekanik adalah pencernaan yang dibantu dengan gigi
dan lidah di dalam mulut. Sedangkan pencernaan kimiawi merupakan proses penghancuran
makanan menjadi semakin halus menggunakan enzim. Pada pencernaan ini makanan diubah
menjadi nutrisi-nutrisi sederhana untuk membantu penyerapan lebih mudah pada tubuh.
Pencernaan kimiawi dalam tubuh berlangsung mulai dari mulut lambung dan usus halus.
(Kurniasih, 2018).

7
2.1.3 Kelenjar dan Enzim Pencernaan

Mescher, A. L. (2013)
Kelenjar ludah merupakan cairan yang encer yang mengandung enzim dan cairan kental
yang mengandung mukus. Pencernaan yang dibantu oleh enzim disebut pencernaan kimiawi.
Selain itu, kelenjar ludah memiliki banyak fungsi diantaranya melarutkan makanan secara
kimiawi, melembabkan, melumasi makanan dan lain sebagainya. Terdapat 3 kelenjar ludah
diantaranya kelenjar parotid, submaksilar dan sublingual.
Kelenjar parotis, yang berada di pipi dekat telinga, adalah kelenjar asinar bercabang
dengan bagian sekresi yang hanya terdiri atas sel-sel serosa di sekeliling lumen yang sangat
kecil. Sel serosa mengandung granula sekretori dengan sejumlah besar α-amilase yang
memulai hidrolisis karbohidrat dan protein kaya prolin dengan sifat pelindung antimikroba dan
lainnya.
Kelenjar submandibula adalah kelenjar tubuloasinar bercabang dengan bagian sekresi
yang mengandung sel-sel mukosa dan serosa. Sel serosa dari unit-unit campuran sebagian besar
dalam kelompok berbentuk bulan sabit perifer disebut serous demilunes, agregat terbentuk
setidaknya sebagian secara artifak ketika sel-sel mukosa yang berdekatan membengkak selama
persiapan jaringan rutin. Lipatan membran basal dan lateral di sel serosa menambah luas
permukaan pengangkut ion dan mempermudah transpor elektrolit dan air. Selain α-amilase dan
protein yang kaya-prolin, sel serosa kelenjar submandibular menyekresikan enzim lain,
termasuk lisozim yang menghidrolisis sejumlah besar tipe dinding bakteri.
Kelenjar sublingual, seperti kelenjar submandibula, adalah kelenjar tubuloasinar
bercabang yang terdiri atas sel- sel serosa dan mukosa. Pada kelenjar ini sel mukosa

8
mendominasi, dengan sel serosa yang hanya terdapat di demilun pada tubulus mukosa. Produk
saliva utama adalah mukus, tetapi sel demilun serosa di kelenjar ini menyekresi amilase dan
lisozim.
Enzim-Enzim pancreas
1. Amilopsin (amilase pankreas): enzim yang mengubah zat tepung (amilum) menjadi
gula yang lebih sederhana (maltosa)
2. Steapsin (lipase pankreas): mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol
3. Tripsinogen: mengubah protein dan peptonmenjadi dipeptida dan asam amin
Enzim pencernaan di Usus
1. Aminopeptidase: berperan memecah ikatan peptida di samping asam amino Nterminal
pada polipeptida dan oligopeptida, selanjutnya oleh dipeptidase akan membebaskan
asam aminonya
2. Disakaridase dan oligosakaridase: memecah molekul glukosa dari oligosakarida dan
disakarida
3. Fosfatase: melepaskan fosfat dari senyawa heksosa fosfat, glisero-fosfat dan nukleotida
4. Polinukleotidase: memecah asam nukleat menjadi nukleotida
5. Nukleosidase: bekerja pada nukleosida yang mengandung guanin dan hipoxantin
6. Fosfolipase: bekerja pada fosfolipid sehingga dihasilkan gliserol, asam lemak, asam
fosfat, dan kolin
Enzim pencernaan di Lambung
1. Pepsin, adalah suatu enzim yang berguna untuk memecah molekul protein menjadi
molekul yang lebih kecil yaitu pepton dan proteosa. Enzim ini dihasilkan di dalam
lambung.
2. Lipase, Enzim ini merupakan katalis pada reaksi pemecahan molekul lipid dengan cara
hidrolisis. Enzim lipase bekerja secara optimal pada pH antara 5,5 sampai 7,5 dan
dengan demikian dalam lambung tidak bekerja secara efektif dan optimal.
3. Renin, Enzim renin sangat penting dalam pencernaan makanan pada bayi, yang terdapat
dalam susu. Enzim ini berfungsi untuk mengkoagulasi susu.

2.1.4 Kelenjar dan Hormon Pencernaan


a. Pankreas

9
Mescher, A. L. (2013)
Pankreas adalah kelenjar campuran eksokrin-endokrin yang menghasilkan enzim
pencernaan dan hormon. Enzim digestif dihasilkan oleh sel bagan eksokrin dan hormon
disintesis oleh kelompok sel epitel endokrin yang dikenal sebagai pulau Langerhans. Sel pulau
pankreas penghasil-hormon utama paling mudah diidentifikasi dan dipelajari dengan
imunosito-kimiawi:
1. Sel a atau A terutama menyekresi glukagon dan biasanya terletak dibagian perifer.
2. Sel b atau B menghasilkan insulin (L. insula, pulau pankreas), berada sentral di pulau
pankreas dan merupakan tipe sel terbanyak.
3. Sel d atau D, yang menyekresi somatostatin, tersebar dan lebih sedikit.
Sekresi eksokrin pankreas diatur terutama melalui dua hormon polipeptida yang
dihasilkan oleh enteroendokrin sel-sel usus kecil:
• Cholecystokinin (CCK) merangsang eksositosis zimogen dan enzim dari sel asinar
pankreas.
• Sekretin mempromosikan air dan sekresi HCO3 - oleh sel duktus.

b. Hati

10
Mescher, A. L. (2013)
Kelenjar hati adalah organ tubuh dengan kelenjar eksokrin berupa kantung empedu yang
menghasilkan empedu. Cairan empedu adalah cairan berwarna kuning kecokelatan yang
dihasilkan oleh sel hati. Cairan empedu mengandung: Air, Garam empedu, Bilirubin, dan
kolesterol. Fungsi dari cairan empedu adalah Pembuangan sisa metabolisme perombakan
eritrosit, Pembuangan kolestrol berlebih, Pengemulsi lemak.

11
2.2 Gastritis
Gastritis atau maag merupakan inflamasi / peradangan bagian dalam dinding mukosa
lambung yang ditandai dengan regenerasi sel jaringan pada lambung yang terhambat,
menipisnya sel epitel lambung, dan tergantinya jaringan kelenjar lambung dengan jaringan ikat.
Gastritis dapat memiliki gejala umum yang tidak khusus hanya pada gastritis saja, seperti rasa
sakit pada bagian atas lambung hingga tidak memiliki gejala sama sekali (asymptomatic).
Gejala lain yang mungkin terasa adalah rasa mual dan muntah, kembung, kehilangan nafsu
makan, hingga asam lambung. Gastritis dapat menimbulkan komplikasi lebih lanjut apabila
dibiarkan seperti pendarahan dalam lambung, tukak lambung (kerusakan lapisan mukosa,
submukosa, hingga jaringan otot lambung), atau memicu tumor pada lambung (Azer, 2022).
2.2.1 Varian Gastritis
Klasifikasi dari gastritis didasarkan oleh jangka waktu (akut / kronis), mekanisme infeksi,
wilayah infeksi dalam tubuh, dan secara histologis (Azer, 2022). Gastritis akut merupakan
inflamasi / peradangan akut darj mukosa lambung akibat suatu iritan yang kuat. Iritan ini
seringkali berupa konsumsi obat obatan tertentu dari golongan obat anti inflamasi non-steroid
(non-steroid anti-inflammatory drug), tertelannya senyawa kimia dalam lambung, konsumsi
makanan berkualitas buruk, atau akibat konsumsi makanan / minuman tercemar H. pyreli.
(Ivashkin, 2021). Gastritis akut dapat dibagi lebih lanjut menjadi gastritis catarrhalis, gastritis
fibrinosa, gastritis corrosiva, dan gastritis phlegmonosa berdasarkan bagaimana penyakit
gastritis terjadi (Ivashkin, 2021).
• Gastritis catarrhalis / gastritis sederhana seringkali terjadi akibat keracunan makanan atau
malnutrisi. Gastritis ini dicirikan dengan adanya leukosit pada mukosa lambung, kerusakan
pada epitel lambung, dan peradangan disertai hyperemia (terlalu banyak darah pada
pembuluh darah lambung) (Ivashkin, 2021).
• Gastritis fibrinosa / gastritis difteri terjadi pada pasien dengan keracunan senyawa asam,
raksa (ii) klorida, atau infeksi lambung yang parah. Gastritis ini biasa diiringi dengan adanya
inflamasi akibat difteri pada bagian mukosa lambung (Ivashkin, 2021).

Gastritis corrosive, dengan titik titik hitam nekrosis.

12
• Gastritis corrosiva / gastritis senyawa beracun / gastritis nekrotik terjadi akibat masukkanya
senyawa asam konsentrasi tinggi, alkali, atau bubuk logam berat ke dalam lambung.
Gastritis korosif ini biasa dicirikan dengan adanya nekrosis dari jaringan di dalam lambung
(Ivashkin, 2021).
• Gastritis phlegmonosa terjadi akibat luka atau komplikasi yang muncul karena infeksi,
keberadaan borok, atau kanker pada lambung. Gastritis ini biasa dicirikan dengan rusak dan
bernanahnya dinding lambung dan keberadaan nanah di lapisan mukosa lambung (Ivashkin,
2021).

Sementara itu, gastritis kronis merupakan bentuk parah dari gastritis yang bersifat
progesif, dimana peradangan atau inflamasi pada lambung terjadi seumur hidup dan dengan
tingkat tingkat keparahan tertentu (Sipponen, 2015). Gastritis kronis dapat muncul sebagai
gastritis atrofik atau gastritis non-atrofik, dimana pada gastritis atrofik terjadi peradangan dan
kerusakan parah pada mukosa lambung yang diikuti oleh hilangnya sel kelenjar pada lambung.
Sel kelenjar lambung ini terganti oleh jaringan ikat fibrosa yang mengakibatkan berkurangnya
sekresi senyawa lambung, memicu masalah pencernaan lebih lanjut (Shah, 2021).

Gastritis kronis atrofik, tampak mukosa lambung mengalami kerusakan dan berlubang.
Gastritis kronis dalam sistem klasifikasi Houston dapat dibagi menjadi tiga tipe, A, B, C,
yang ditentukan oleh penyebab gastritis kronis (Shah, 2021). Pada gastritis A (autoimun),
gastritis kronis ditandai dengan pembentukan antibodi pada dinding dalam lambung akibat
kemunculan struktur sel protein bersifat antigen (Azer, 2022). Gastritis tipe A biasa diiringi
dengan anemia megaloblastik, dipicu oleh kekurangan B12 karena lambung yang tidak bekerja
sempurna akibat gastritis atrofik (Annibale, 2003).

13
Pylorus di sebelah kiri dari lambung (Gray, 1918)
Gastritis tipe.B (bacterial) merupakan gastritis kronis yang dipicu oleh infeksi bakteri
Helicobacter pylori (Azer, 2022). Gastritis ini sering terjadi pada bagian antrum dari pylorus,
yakni sebuah saluran antara lambung dengan duodenum (Blaser, 1988).
Gastritis tipe C (chemical), disebut juga gastritis refluks, merupakan tipe gastritis kronis
yang diakibatkan oleh masuknya lysolecithin ataupun senyawa asam empedu (bile acid)
kedalam perut (Shah, 2021). Hal ini bisa diakibatkan oleh mengalirnya kembali asam empedu
beserta asam lambung ke esofagus sebelum tertelan kembali kedalam lambung (Azer, 2022).

Lokasi berbagai bentuk gastritis kronis (dari kiri ke kanan), gastritis tipe A (autoimun /
antral gastritis), gastritis tipe B (bacterial), gastritis C (chemical-toxic / pangastritis).
2.2.2 Gejala Gastritis
Gejala dari gastritis dapat bervariasi tergantung pada macam dari gastritis yang dijangkit
oleh penderita, walaupun terdapat pula pasien gastritis yang bersifat asimtomatik atau tidak
menunjukkan gejala apapun (Azer, 2022). Gejala yang umum ditemui mirip dengan penyakit
tukak lambung, dimana terasa adanya sakit atau tidak nyaman pada bagian perut atas, mual,
muntah, rasa sakit, susah pencernaan, flatulensi, hingga anorexia (Fang, 2018).

14
Pada gastritis korosif dapat ditemui pendarahan dalam lambung yang memicu feses
berwarna gelap akibat darah (Fang, 2018). Dapat pula ditemui gejala pucat dan badan terasa
lesu akibat anemia yang dipicu oleh kekurangan darah (Azer, 2022). Anemia (lebih tepatnya
anemia megaloblastik) juga dapat muncul sebagai dampak kesulitan penyerapan zat besi, yang
diakibatkan oleh defisiensi vitamin B12 karena menurunnya kemampuan lambung oleh
gastritis kronis (Azer, 2022; Annibale, 2003).
Pada gastritis yang disebabkan oleh gejala autoimun, gejala gastritis dapat ditandai
dengan komplikasi penyakit autoimun yang lain, juga dengan tiroiditis dan diabetes tipe 1
(Azer, 2022)
2.2.3 Faktor Resiko
Faktor faktor resiko yang berkaitan dengan penyakit gastritis adalah umur, jenis kelamin,
riwayat konsumsi makanan peningkat asam lambung, stress psikis, dan riwayat konsumsi obat
pemicu iritasi lambung (Murjayanah, 2011). Sementara itu kondisi jamban, perilaku yang
meningkatkan resiko tertular Helicobacter pylori, dan kondisi ekonomi tidak berhubungan
dengan kejadian gastritis (Murjayanah, 2011). Gaya hidup tidak sehat seperti konsumsi rokok
dan alkohol juga meningkatkan resiko gastritis.
Penyakit gastritis dapat menyerang dari semua tingkat usia dan paling sering menyerang
usia produktif (Hartati, 2014). Pada usia produktif seseorang sangat rentan mengalami gejala
gastritis karena tingkat kesibukan, tingkat stres, serta gaya hidup yang buruk membuat pola
makan menjadi tidak tepat, serta stres yang mudah terjadi akibat pengaruh faktor-faktor
lingkungan. Walaupun gastritis dapat menyerang segala usia tapi mencapai puncaknya pada
usia lebih dari 40 tahun (Hadi, 2002).
Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan gastritis, yang
menunjukkan bahwa perempuan lebih berpeluang terkena gastritis daripada laki- laki (Pratiwi,
2013). Hal ini disebabkan pola makan kurang baik yang memiliki kecenderungan berbeda pada
masing-masing jenis kelamin terhadap pola makan. Berdasarkan jenis kelamin, wanita sering
diet terlalu ketat, karena takut gemuk, makan tidak beraturan, disamping itu wanita lebih
emosional dibandingkan pria sehingga wanita lebih sering terkena penyakit gastritis (Ronald,
1996).
Penyimpangan kebiasaan makan, cara makan serta konsumsi jenis makanan yang tidak
sehat dapat menyebabkan gastritis. Faktor penyimpangan makanan merupakan titik awal yang
memengaruhi terjadinya perubahan dinding lambung. Hal ini didukung oleh penelitian yang

15
mengemukakan ada hubungan antara pola makan, jenis makanan dengan dengan timbulnya
gastritis (Rahma, 2013).
Peningkatan produksi cairan lambung dapat dirangsang oleh konsumsi makanan atau
minuman. Cuka, cabai, kopi, alkohol, serta makanan lain yang bersifat merangsang juga dapat
mendorong timbulnya kondisi tersebut (Misnadiarly, 2015). Mengonsumsi makanan yang
berisiko, salah satunya makanan yang pedas dan asam secara berlebihan akan merangsang
sistem pencernaan, terutama lambung dan usus saat berkontraksi. Konsumsi makan tersebut
lebih dari satu kali dalam seminggu secara berlanjut akan menyebabkan iritasi pada lambung
yang disebut gastritis.
Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga
menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung. Orang yang
mengidap penyakit gastritis mempunyai asam lambung yang sensitif. Kafein di dalam kopi bisa
mempercepat proses terbentuknya asam lambung. Hal ini membuat produksi gas dalam
lambung berlebih dan membuat perut terasa kembung (Rahma, 2013).
Adanya stres dan tekanan emosional yang berlebihan pada seseorang merupakan salah
satu faktor penyakit maag atau gastritis (Aminudin, 2013). Keadaan psikis ini ikut ambil andil
dalam meningkatkan produksi asam lambung. Sering cemas, khawatir dan emosi-emosi negatif
lain bisa mengakibatkan produksi asam lambung meningkat dan terserang gastritis (Susanto,
2015).
Konsumsi obat-obatan kimia (asetaminofen (aspirin), steroid kortikosteroid), digitalis
merupakan salah satu faktor penyebab gastritis. Asetaminofen dan kortikosteroid dapat
mengakibatkan iritasi pada mukosa lambung, NSAID (non-steroid anti inflammation drugs)
dan kortikosteroid menghambat sintesis prostaglandin sehingga sekresi HCL meningkat dan
menyebabkan suasana lambung menjadi sangat asam sehingga menimbulkan iritasi mukosa
lambung (Suratun, 2015). Aspirin dapat menurunkan substansi pelindung dalam lambung yaitu
prostraglandin (Aminudin, 2013).
Konsumsi alkohol dalam jumlah sedikit akan merangsang produksi asam lambung
berlebih, nafsu makan berkurang dan mual (Wiarto, 2013). Hal tersebut merupakan gejala dari
penyakit gastritis. Alkohol dalam jumlah yang banyak dapat merusak mukosa lambung
(Rahma, 2013).
Sementara itu, nikotin dalam rokok akan mengerutkan dan melukai pembuluh darah pada
dinding lambung. Iritasi ini memicu lambung memproduksi asam lebih banyak dan lebih sering
dari biasanya. Nikotin juga memperlambat mekanisme kerja sel pelindung dalam
mengeluarkan sekresi getah yang berguna untuk melindungi dinding dari serangan asam
16
lambung. Jika sel pelindung tidak mampu lagi menjalankan fungsinya dengan baik, maka akan
timbul gejala dari penyakit gastritis.
Penyebab paling umum dari gastritis
adalah infeksi bakteri Heliocobacter pylori
(Azer, 2022). Sementara itu, 60-70% dari
penderita gastritis yang tidak disebabkan oleh
infeksi H. pylori ditemui memiliki riwayat
penyakit lambung lain seperti dyspepsia,
penyakit refluks gastroesofagus (mengalirnya
kembali isi pencernaan dari lambung ke
esofagus), hingga heartburn (nyeri dada akibat asam lambung di esofagus) (Azer, 2022).
Gastritis yang disebabkan oleh infeksi H. pylori terjadi akibat bakteri berbentuk spiral ini
1) menembus lapisan mukosa lambung dan menempel di sel epitel lambung, untuk kemudian
2) mengubah urea menjadi ammonia, menetralisir lingkungan asam lambung. Hal ini diikuti
oleh 3) infeksi pada bagian epitel yang mengakibatkan 4) kerusakan membran mukosa,
inflamasi dan kematian sel epitel, dan ulserasi / pemborokan pada dalam lambung (Diaconu,
2017).
2.2.4 Cara Pengobatan
Pengobatan gastritis secara etiologis (untuk menghilangkan penyebab penyakit) dapat
dilakukan melalui protokol eradikasi bakteri Helicobacter pylori (Ivashkin, 2021). Protokol ini
juga dapat digunakan pada pasien dengan gastritis atrofik untuk mencegah berlanjutnya atrofi
pada lambung (Shah, 2021). Protokol ini memiliki kesuksesan rendah akibat resistensi
antibiotik dari bakteri Helicobacter pylori atau karena pasien yang melanggar batasan makanan
doktor.
Protokol penghilangan bakteri H. pylori dapat dilakukan dengan menggunakan 2 atau 3
jenis antibiotik yang mengandung bismuth atau menginhibisi pompa proton bakteri supaya
mencapai tingkat pembunuhan bakteri yang cukup dan mengurangi jumlah kegagalan prosedur
akibat resistensi antibiotik (Gatta, 2013).
Pasien dengan gastritis kronis, baik atrofi ataupun non-atrofi, diobati dengan pemberian
bismuth subsitrate yang bertujuan untuk melindungi membrane mukosa lambung dari
kerusakan lebih lanjut (Ivashkin, 2021). Sementara itu pasien gastritis kronis dengan gejala
dyspepsia ataupun penyakit dyspepsia diberikan obat inhibitor pompa proton atau rebamipide
sebagai metode pengobatan simtomatik (Ivashkin, 2021).

17
Pasien dengan gastritis yang bersifat erosif (merusak jaringan kelenjar lambung)
diberikan obat bersifat inhibitor pompa proton ataupun rebamipide, disertai penggunaan obat
anti-inflamasi non-steroid, dengan tujuan untuk menyembuhkan kerusakan yang ada pada
lambung (Ivashkin, 2021).
Kelompok obat obatan yang digunakan dalam pengobatan gastritis adalah kelompok obat
inhibitor pompa proton seperti omeprazol dan esomeprazole, kelompok obat inhibitor reseptor
H2-histamin seperti famotidine, dan obat obat lain seperti antacid dan pirenzepine (Ivashkin,
2021).
Selain penggunaan obat dan antibiotik, gastritis juga dapat diobati melalui endoskopi.
Pada pasien gastritis kronis dilakukan prosedur endoscopic mucosal resection (EMR) dimana
pasien dibius, kemudian dicari keberadaan dysplasia (pertumbuhan abnormal pada dalam
lambung) pada pasien melalui endoskopi dari anus atau mulut (Ivashkin, 2021; Shah, 2021).
Kemudian dilakukan prosedur penyedotan pada dysplasia, diikuti pemotongan melalui
penggunaan tali kawat tipis yang dialiri listrik (Ivashkin, 2021; Shah, 2021).
2.2.5 Cara Pencegahan
Secara umum, mencegah terjangkit gastritis dapat dicapai dengan menghindari penyebab
penyebab gastritis. Lebih lanjut, pencegahan gastritis dapat dilakukan dengan melakukan
praktik hidup bersih dan mencuci tangan untuk mencegah infeksi Helicobacter pylori dari feses
atau makanan terkontaminasi (Azer, 2022). Selain itu. perilaku hidup bersih juga dapat
mencegah infeksi lambung dari bakteri lain yang dapat memicu iritasi di lambung dan
mengakibatkan gastritis.
Perlu dihindari pula makanan yang dapat memicu iritasi bila dikonsumsi, alkohol atau
senyawa kimia rekreatif lainnya. Hal ini untuk mencegah iritasi lambung yang bisa memicu
gastritis, dan mencegah infeksi lambung atau penyakit pencernaan lain yang dapat memicu
iritasi lambung dan gastritis. Bagi individu dengan daya imun tubuh lemah, perlu dikonsumsi
makanan dan vitamin yang membantu produksi antibodi tubuh supaya mencegah kemungkinan
infeksi pada lambung yang bisa berkembang menjadi gastritis kronis.

18
BAB III: PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem pencernaan manusia bekerja melalui sistem pencernaan mekanik, yakni gigi dan
lidah, dan pencernaan kimiawi, enzim enzim yang ada di mulut, lambung, dan enzim enzim
hasil produksi pankreas. Setelah makanan dihancurkan oleh pencernaan mekanik dan
dihaluskan menjadi nutrisi nutrisi sederhana oleh pencernaan kimiawi, nutrisi dari makanan
kemudian diserap pada usus halus, dan sisa sisa yang tidak tercerna ditampung di usus besar
untuk diserap kandungan airnya dan dibusukkan. Sisa ini kemudian menjadi feses dan
ditampung pada rectum.
3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan bagi pengamatan adalah perlu diperhatikan lebih lanjut peran
peran organ pencernaan dalam sistem pencernaan tubuh.

19
DAFTAR PUSTAKA

Aminudin. 2013. Mengenal dan Menanggulangi Penyakit Perut. CV Putra Setia : Bandung
Annibale, B., Capurso, G., Lahner, E., Passi, S., Ricci, R., Maggio, F., & Delle Fave, G. (2003).
Concomitant alterations in intragastric pH and ascorbic acid concentration in patients
with Helicobacter pylori gastritis and associated iron deficiency anaemia. Gut, 52(4),
496-501.
Azer, S. A., & Akhondi, H. (2022). Gastritis. StatPearls. StatPearls Publishing.
Azizah, M., Lely, N., Windahandayani, V. Y., Suryani, K., & Surani, V. (2021). Anatomi
Fisiologi Sistem Pencernaan Pada Manusia.Yayasan Cendikia Muslim
Blaser, M. J. (1988). Type B gastritis, aging, and Campylobacter pylori. Archives of Internal
Medicine, 148(5), 1021-1022.
Diaconu, S., Predescu, A., Moldoveanu, A., Pop, C. S., & Fierbințeanu-Braticevici, C. (2017).
Helicobacter pylori infection: old and new. Journal of medicine and life, 10(2), 112.
Fang, J. Y., Du, Y. Q., Liu, W. Z., Ren, J. L., Li, Y. Q., Chen, X. Y., ... & Lv, B. (2018).
Chinese consensus on chronic gastritis (2017, Shanghai). Journal of Digestive
Diseases, 19(4), 182-203.
Gatta, L., Vakil, N., Vaira, D., & Scarpignato, C. (2013). Global eradication rates for
Helicobacter pylori infection: systematic review and meta-analysis of sequential
therapy. Bmj, 347.
Gray, H., & Lewis, W. H. (1918). Anatomy of the human body. Lea & Febiger. Philadephia,
PA.
Hadi, S. 2002, Gastroenterologi. Bandung: P.T. ALUMNI.
Hartati, S. 2014. Hubungan Pola Makan Dengan Resiko Gastritis Pada Mahasiswa Yang
Menjalani Sistem KBK. JOM PSIK, Vol.1 No. 2
Ivashkin, V.T., Maev, I. V. Lapina, T. L., Fedorov, E. D., Sheptulin, A. A., Trukhmanov, A.
S., … & Tsukanov, V. V. (2021). Klinicheskie rekomendatsii Rossiyskoy
gastroenterologicheskoy assotsiatsii I assotsiatsii “Endoskopicheskoye obshchestvo
RENDO” po diagnostike I lecheniyu gastrita, duodenita. Российский журнал
гастроэнтерологии, гепатологии, колопроктологии, 31(4), 70-99.
Kurniasih, T. (2018). Sistem Organ Manusia.Yogyakarta: Deepublish.
Mescher, A. L. (2013). Junqueira's basic histology: text and atlas (Vol. 12). 13th ed. New
York: McGraw-Hill Medical.

20
Misnadiarly. 2015. Mengenal Penyakit Organ Cerna: Gastritis (Dyspepsia atau Maag) Infeksi
Mycobacteria pada Ulcer Gastrointestinal. Populer Obor : Jakarta
Murjayanah, H. (2011). Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian
Gastritis. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Pratiwi, W. 2013. Hubungan Pola Makan Dengan Gastritis Pada Remaja Di Pondok
Pesantren DAAR El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang. Jakarta: Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehata UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Rahma, M. 2013. Faktor Risiko Kejadian Gastritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Kampir
Kabupaten Gowa. Makassar: Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin Makassar.
Ronald, H.S. 1996. Pedoman Perawatan Dan Pengobatan Berbagai Penyakit. Bandung: Pionir
Jaya
Shah, S. C., Piazuelo, M. B., Kuipers, E. J., & Li, D. (2021). AGA clinical practice update on
the diagnosis and management of atrophic gastritis: expert
review. Gastroenterology, 161(4), 1325-1332.
Sipponen, P., & Maaroos, H. I. (2015). Chronic gastritis. Scandinavian journal of
gastroenterology, 50(6), 657-667.
Suratun & Lusianah. 2015. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal.
Jakarta: Trans Info Media.
Susanto, T. 2015. Terapi Air Putih Mengobati Berbagai Macam Penyakit. Yogyakarta: Cahaya
Atma
Urry, L. A., Cain, M. L., Wasserman, S. A., Minorsky, P. V., & Reece, J. B. (2020). Campbell,
Neil A., Biology : Twelfth edition. New York, NY : Pearson.
Wiarto, G. 2013. Budaya Hidup Sehat. Yogyakarta: Gosyen Publishing

21

Anda mungkin juga menyukai