Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

“Formulasi Sediaan Steril Salep Mata Tetrasiklin Hidroklorida”

Dosen Pengampu: Hervianti Nurfitria Nugrahani, M.Farm., Apt.

Kelompok 3

1. Suci Amalia (18330041)


2. Thanty Zullyta Rizki (18330050)
3. Afifah Abid Hanun (18330053)
4. Auliya Niasya El Haq (18330054)
5. Tasya Aulia Rahma (18330059)
6. Dian Lianti (18330070)
7. Eka Kurniawati S. (18330071)

PROGRAM STUDI FARMASI S1

FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

2020

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-
Nya lah dan karunia-Nya penulisan makalah ini dapat selesai dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah yang berjudul “Sediaan
Salep Mata Tetrasiklin Hidroklorida”.

Makalah ini disusun secara khusus dan sistemika untuk memenuhi tugas dari
Mata Kuliah “Teknologi Sediaan Steril”. Substansi yang terdapat dalam makalah ini
berasal dari beberapa referensi buku dan literatur-literatur lain. Sistematika
penyusunan makalah ini terbentuk melalui kerangka yang berdasarkan acuan atau
sumber dari buku maupun literatur-literatur lainnya.

Makalah yang berjudul “Sediaan Salep Mata Tetrasiklin Hidroklorida” ini


dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran bagi mahasiswa, dosen atau masyarakat
umum dan juga sebagai bahan pembanding dengan makalah lain yang secara
substansial mempunyai kesamaan. Tentunya dari konstruksi yang ada dalam makalah
ini yang merupakan tugas mata kuliah “Teknologi Sediaan Steril” banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, penulis berharap diberikan kritikan yang membangun
kepada para pembaca.

Jakarta, 12 Desember 2020

                                                                                                        
  Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................ii

Daftar Isi.................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 2

1.3 Tujuan................................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sediaan Obat...................................................................................................... 3


2.2 Faktor-Faktor yang Diperhatikan untuk Membuat Sediaan Salep Mata .......... 4
2.3 Macam-Macam Sterilisasi Sediaan Salep Mata................................................ 6
2.5 Kemasan ........................................................................................................... 12
2.6 Praformulasi Sediaan Salep Mata ..................................................................... 13
2.6.1 Zat Aktif ........................................................................................................ 13
1. Tetrasiklin Hidroklorida............................................................................. 13
2.6.2 Eksipien/Bahan Tambahan............................................................................. 14
1. Paraffin Cair............................................................................................... 14
2. Adeps Lanae............................................................................................... 14
3. Vaselinum Flavum..................................................................................... 15
4. Setil Alkohol.............................................................................................. 15

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Formula............................................................................................................. 17
3.2 Metode Pembuatan............................................................................................ 20

iii
3.3 Evaluasi............................................................................................................. 20
BAB IV PENUTUPAN
4.1 Kesimpulan........................................................................................................ 22
Daftar Pustaka....................................................................................................... 24

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat biasanya dipakai pada mata untuk maksud efek lokal pada
pengobatan bagian permukaan mata atau pada bagian dalamnya. Karena
kapasitas mata untuk menahan atau menyimpan cairan dan salep terbatas,
pada umumnya obat mata diberikan dalam volume kecil. Preparat cairan
sering diberikan dalam bentuk sediaan tetes dan salep dengan
mengoleskan salep yang tipis pada pelupuk mata (Ansel, 2008).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV yang dimaksud dengan salep
mata adalah salep yang digunakan pada mata, sedangkan menurut BP
1993, salep mata adalah sediaan semisolida steril yang mempunyai
penampilan homogen dan ditujukan untuk pengobatan konjungtiva. Salep
mata digunakan untuk tujuan terapeutik dan diagnostik, dapat
mengandung satu atau lebih zat aktif (kortikosteroid, antimikroba
(antibakteri dan antivirus), antiinflamasi nonsteroid dan midriatik) yang
terlarut atau terdispersi dalam basis yang sesuai (Voight, 1994). Salep
mata dapat mengandung satu atau lebih zat aktif yang terlarut atau
terdispersi dalam basis yang sesuai. Basis yang umum digunakan adalah
lanolin, vaselin, dan parafin liquidum serta dapat mengandung bahan
pembantu yang cocok seperti anti oksidan, zat penstabil, dan pengawet.
Salep mata adalah salep steril untuk pengobatan mata dengan
menggunakan dasar salep yang cocok. Salep mata berbeda dengan salep
dermatologi, salep mata harus steril. Apakah dibuat dari bahan-bahan yang
sudah steril dalam keadaan bebas hama sepenuhnya atau disterilkan
sesudah pembuatan. Salep mata harus memenuhi uji sterilitas sebagaimana
tertera pada kompedia resmi. Sterilitas merupakan syarat yang paling
penting. Larutan mata yang dibuat dapat membawa banyak
mikroorganisme, yang paling berbahaya adalah Pseudomonas aeruginosa.

1
Infeksi mata dari organisme ini dapat menyebabkan kebutaan, ini
khususnya berbahaya untuk penggunaan produk-produk nonsteril pada
mata saat kornea terkena. Bahan partikulat dapat mengiritasi mata
menghasilkan ketidaknyamanan pada pasien. Salep mata memberikan arti
lain dimana obat dapat mempertahankan kontak dengan mata dan jaringan
di sekelilingnya tanpa tercuci oleh cairan air mata.
Salep mata memberikan keuntungan dimana waktu kontaknya lebih
lama dan bioavaibilitasnya dan letal obat lebih besar meski dengan onset
yang lebih lambat dan waktu untuk mencapai absorbsi lebih lama. Ssatu
kekurangan dari penggunaan salep mata adalah salep akan mengganggu
pandangan kecuali digunakan selama waktu tidur.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana merancang formula salep mata?
2. Bagaimana merancang metode pembuatan salep mata?
3. Bagaimana merancang evaluasi salep mata?

1.3 Tujuan
1. Untuk memahami formula sediaan steril salep mata.
2. Untuk memahami metode pembuatan sediaan salep mata.
3. Untuk memahami evaluasi sediaan salep mata.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sediaan Salep Mata


Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau
terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (Anief, 2000).
Salep mata adalah salep yang digunakan pada mata. Pada pembuatan
salep mata harus diberikan perhatian khusus. Sediaan dibuat dari
bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat
serta memenuhi syarat uji sterilitas (Anonim, 1995). Bila bahan
tertentu yang digunakan dalam formulasi salap mata tidak dapat
disterilkan dengan cara biasa, maka dapat digunakan bahan yang
memenuhi syarat uji sterilitas dengan pembuatan secara aseptik. Salap
mata mengandung bahan atau campuran bahan yang sesuai untuk
mecegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin
masuk secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu aplikasi
penggunaan, kecuali dinyatakan lain dalam monografi, atau
formulanya sendiri sudah bersifat bakteriostatik (Goeswin).
Obat biasanya dipakai untuk mata untuk maksud efek lokal
pada pengobatan bagian permukaan mata atau pada bagian dalamnya.
Yang paling sering digunakan adalah larutan dalam air, tapi bisa juga
dalam bentuk suspensi, cairan bukan air dan salep mata. Berbeda
dengan salep dermatologi, syarat salep mata yang baik yaitu:
 Steril
 Bebas hama/bakteri
 Tidak mengiritasi mata
 Difusi bahan obat ke seluruh mata yang dibasahi karena sekresi
cairan mata.

3
 Dasar salep harus mempunyai titik lebur/titik leleh mendekati suhu
tubuh (Ansel,1989).

2.2 Faktor yang diperhatikan untuk membuat sediaan salep mata


a. Kejernihan
Larutan mata adalah larutan bebas dari partikel asing dan
jernih secara normal diperoleh dengan filtrasi. Tentunya,
pentingnya peralatan filtrasi agar jernih dan tercuci baik
sehingga bahan-bahan partikulat tidak dikontribusikan untuk
larutan dengan desain peralatan untuk menghilangkannya.
Pengerjaan penampilan untuk larutan dalam lingkungan yang
bersih, penggunaan LAF dan harus tidak tertumpah
memberikan kebersihan untuk penyiapan larutan jernih bebas
dari partikel asing. Dalam beberapa permasalahan, kejernihan
dan sterilisasi dilakukan dalam langkah filtrasi yang sama. Ini
penting untuk menyadari bahwa larutan jernih sama fungsinya
untuk pembersihan wadah dan tutup. Keduanya, wadah dan
tutup harus bersih, steril dan tak tertumpahkan. Wadah atau
tutup tidak membawa partikel dalam larutan selama kontak
lama dalam penyimpanan. Normalnya dilakukan tes sterilisasi.
b. Stabilitas
Stabilitas obat dalam larutan seperti produk mata tergantung
sifat kimia bahan obat, pH produk, metode penyiapan
(khususnya penggunaan suhu), zat tambahan larutan dan tipe
pengemasan. Obat seperti pilokarpin dan fisostigmin aktif dan
cocok pada mata pada pH 6,8. Namun demikian pH stabilitas
kimia (atau ketidakstabilan) dapat diukur dalam beberapa hari
atau bulan. Dengan obat ini, bahan kehilangan stabilitas kimia
kurang dari 1 tahun. Sebaliknya pada pH 5 kedua obat stabil
dalam beberapa tahun.

4
c. Buffer dan pH
Idealnya, sediaan mata sebaiknya diformulasi pada pH yang
ekuivalen dengan cairan air mata yaitu 7,4. dan prkteknya
jarang dicapai. Mayoritas bahan aktif dalam optalmology
adalah garam basa lemah dan paling stabil pada pH asam. Ini
umumnya dapat dibuat dalam suspensi kortikosteroid tidak
larut. Suspensi biasanya paling stabil pada pH asam pH
optimum umumnya menginginkan kompromi pada formulator.
pH diseleksi jadi optimum untuk stabil. Sistem dapar diseleksi
agar mempunyai kapasitas adekuat untuk memperoleh pH
dengan range stabilitas untuk durasi umur produk. Kapasitas
buffer adalah kunci utama situasi ini.
d. Tonisitas
Tonisitas berarti tekanan osmotik yang diberikan oleh garam-
garam dalam larutan berair. Larutan mata adalah isotonik
dengan larutan lain ketikamagnitude sifat koligatif larutan
adfalah sama. Larutan mata dipertimbangkan isotonik ketika
tonisitasnya sama dengan 0,9 % larutan NaCl Sebenarnya
mata lebih toleran terhadap variasi tonisitas dari suatu waktu
yang diusulkan. Mata biasanya dapat mentoleransi larutan
sama untuk range 0,5 % – 1,8 % NaCl intraokuler. Namun
demikian ini tidak dibutuhkan ketika stabilitas produk
dipertimbangkan
e. Viskositas
USP mengizinkan penggunaan peningkat viskositas untuk
memperpanjang waktu kontak dalam mata dan untuk absorpsi
obat dan aktivitasnya. Bahan-bahan seperti metil selulose,
polivinil alkohol dan hidroksil metil selulose ditambahkan
secara berkala untuk meningkatkan viskositas. Investigator
telah mempelajari efek peningkatan viskositas pada waktu

5
kontak dalam mata. Umumnya viskositas meningkat dari 25 –
50 cps range signifikan meningkatkan lama kontak dalam
mata.
f. Bahan Tambahan
Penggunaan bahan tambahan dalam larutan mata dibolehkan,
namun pemilihannya dalam jumlah tertentu. Antioksidan,
khususnya natrium bisulfit atau metasulfit, digunakan dalam
konsentrasi sampai 0,3 %, khususnya dalam larutan yang
mengandung garam epinefrin. Antioksidan lain seperti asam
askobat atau asetilsistein dapat digunakan. Antioksidan ini
berefek sebagai penstabil untuk meminimalkan oksidasi
epinefrin. Penggunaan surfaktan dalam sediaan mata dibatasi
hal yang sama. Surfaktan nonionik, keluar toksis kecil seperti
bahan campuran digunakan dalam konsentrasi
rendahkhususnya suspensi steroid dan berhubungan dengan
kejernihan larutan. Surfaktan jarang digunakan sebagai
kosolven untuk meningkatkan kelarutan. Penggunaan
surfaktan, khususnya beberapa konsentrasi signifikan,
sebaiknya dengan karakteristik bahan-bahan. Surfaktan
nonionik, khususnya dapat bereaksi dengan adsorpsi dengan
komponen pengawet antimikroba dan inaktif sistem pengawet.
Benzalkonium klorida dalam range 0,01 – 0,02 % dengan
toksisitas faktor pembatas konsentrasi, sebagai pengawet
digunakan dalam jumlah besar larutan dengan suspensi
sediaan mata.

2.3. Macam-macam Sterilisasi


1. Sterilisasi Uap
Adalah proses sterilisasi thermal yang menggunakan uap
jenuh dibawah tekanan selama 15 menit pada suhu 121o.

6
Kecuali dinyatakan lain, berlangsung di suatu bejana yang
disebut otoklaf, dan mungkin merupakan proses sterilisasi
paling banyak dilakukan.
Alat : Disebut otoklaf, yaitu suatu panci logam yang kuat
dengan tutup yang berat, mempunyai lubang tempat
mengeluarkan uap air beserta krannya, termometer, pengatur
tekanan udara, klep pengaman.
Cara kerja :
Otoklaf dipanaskan, ventilasi dibuka untuk membiarkan udara
keluar. Pengusiran udara pada otoklaf berdinding dua, uap air
masuk dari bagian atas dan udara keluar dari bagian bawah
yang dapat ditunjukkan pada gelembung yang keluar dari
ujung pipa karet dalam air. Setelah udara bersih, bahan yang
akan disterilkan dimasukkan sebelum air mendidih, tutup
otoklaf dan dikunci, ventilasi ditutup dan suhu serta tekanan
akan naik sesuai dengan yang dikehendaki. Atur klep
pengaman supaya tekanan stabil. Setelah sterilisasi selesai,
otoklaf dibiarkan dingin hingga tekanannya sama dengan
tekanan atmosfir. Cara sterilisasi ini lebih efektif dibanding
dengan pemanasan basah yang lain, karena suhunya lebih
tinggi.
Bahan / alat yang dapat disterilkan : Alat pembalut, kertas
saring, alat gelas ( buret, labu ukur ) dan banyak obat-obat
tertentu.

2. Sterilisasi Panas Kering


Sterilisasi cara ini menggunakan suatu siklus Oven modern
yang dilengkapi udara yang dipanaskan dan disaring. Rentang
suhu khas yang dapat diterima di dalam bejana sterilisasi

7
kosong adalah lebih kurang 15o, jika alat sterilisasi beroperasi
pada suhu tidak kurang dari 250⁰C.
Alat : Oven yaitu lemari pengering dengan dinding ganda,
dilengkapi dengan termometer dan lubang tempat keluar
masuknya udara, dipanaskan dari bawah dengan gas atau
listrik.
Bahan / alat yang dapat disterilkan dengan cara kering Alat-
alat dari gelas (gelas kimia, gelas ukur, pipet ukur, erlemeyer,
botol-botol, corong), bahan obat yang tahan pemanasan tinggi
(minyak lemak, vaselin).
Ciri-ciri pemanasan kering :
- Yang dipanaskan adalah udara kering.
- Proses pembunuhan mikroba berdasarkan oksidasi O2 udara.
- Suhu yang digunakan lebih tinggi, kira-kira 150⁰. Satu gram
udara pada suhu 100⁰, jika didinginkan menjadi 99⁰ hanya
membebaskan 0,237 kalori.
- Waktu yang diperlukan lebih lama, antara 1 jam sampai 2
jam, kecuali pemijaran.
- Digunakan untuk sterilisasi bahan obat / alat yang tahan
pemanasan tinggi.

3. Sterilisasi gas
Bahan aktif yang digunakan adalah gas etilen oksida yang
dinetralkan dengan gas inert, tetapi keburukan gas etilen
oksida ini adalah sangat mudah terbakar, bersifat mutagenik,
kemungkinan meninggalkan residu toksik di dalam bahan
yang disterilkan, terutama yang mengandung ion klorida.
Pemilihan untuk menggunakan sterilisasi gas ini sebagai
alternatif dari sterilisasi termal, jika bahan yang akan
disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada sterilisasi

8
uap atau panas kering. Proses sterilisasinya berlangsung di
dalam bejana bertekanan yang didesain seperti pada otoklaf
dengan modifikasi tertentu. Salah satu keterbatasan utama
dari proses sterilisasi dengan gas etilen oksida adalah
terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk berdifusi sampai
ke daerah yang paling dalam dari produk yang disterilkan.

4. Sterilisasi dengan radiasi ion


Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi
radioaktif dari radioisotop (radiasi gamma) dan radiasi berkas
elektron. Digunakan isotop radio aktif, misalnya Cobalt 60.
Pada kedua jenis ini, dosis yang menghasilkan derajat
jaminan sterilitas yang diperlukan harus ditetapkan
sedemikian rupa hingga dalam rentang satuan dosis minimum
dan maksimum, sifat bahan yang disterilkan dapat diterima.
Walaupun berdasarkan pengalaman dipilih dosis 2,5 megarad
(Mrad) radiasi yang diserap, tetapi dalam beberapa hal,
diinginkan dan dapat diterima penggunaan dosis yang lebih
rendah untuk peralatan, bahan obat dan bentuk sediaan akhir.
Cara ini dilakukan jika bahan yang disterilkan tidak tahan
terhadap sterilisasi panas dan khawatir tentang keamanan
etilen oksida. Keunggulan sterilisasi ini adalah reaktivitas
kimia rendah, residu rendah yang dapat diukur serta variabel
yang dikendalikan lebih sedikit.

5. Sterilisasi dengan penyaringan


Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan
dengan penyaringan menggunakan bahan yang dapat
menahan mikroba, hingga mikroba yang dikandungnya dapat
dipisahkan secara fisika. Perangkat penyaring umumnya

9
terdiri dari suatu matriks berpori bertutup kedap atau
dirangkaikan pada wadah yang tidak permeable. Efektivitas
penyaring media atau penyaring subtrat tergantung pada
ukuran pori matriks, daya adsorpsi bakteri dari matriks dan
mekanisme pengayakan. Penyaring yang melepas serat,
terutama yang mengandung asbes harus dihindari
penggunaannya kecuali tidak ada penyaringan alternatif lain
yang mungkin bisa digunakan. Ukuran porositas minimal
membran matriks tersebut berkisar 0,2 mm – 0,45 mm
tergantung pada bakteri apa yang hendak disaring. Penyaring
yang tersedia saat ini adalah selulosa asetat, selulosa nitrat,
flourokarbonat, polimer akrilik, polikarbonat, poliester,
polivinil klorida, vinil nilon, potef dan juga membran logam.
Larutan disaring melalui penyaring bakteri steril, diisikan ke
dalam wadah steril, kemudian ditutup kedap menurut teknik
aseptik.
Keuntungan cara ini :
- Digunakan untuk bahan obat yang tidak tahan pemanasan
tetapi larut dalam air.
- Dapat dilakukan dengan cepat, terutama untuk pembuatan
kecil-kecilan.
- Semua mikroba hidup atau mati dapat disaring dari larutan,
virus jumlahnya dikurangi.
- Penyaring dapat bersifat adsorpsi, sebagian besar virus dapat
diadsorpsi
Kerugian cara ini :
- Masih diperlukan zat bakterisida.
- Hanya dapat digunakan untuk pembawa berair, tidak dapat
digunakan untuk pembawa minyak.

10
- Beberapa jenis penyaring dapat mengadsorpsi bahan obat,
terutama kalau kadarnya kecil.
- Beberapa penyaring sukar dicuci : porselin, Keiselguhr.
- Beberapa penyaring bersifat alkalis (Seitz filter) dan
penyaring dari asbes melepaskan asbes ke dalam larutan.
- Filtrat yang diperoleh belum bebas dari virus.
Cara-cara menyaring. Ada 2 cara untuk menyaring, yaitu :
- Dengan tekanan positip : larutan dalam penyaring ditekan
dengan tekanan yang lebih besar dari udara luar.
- Dengan tekanan negatip : larutan dalam penyaring diisap
(penampung di vakumkan). Udara yang dipakai untuk itu
harus udara bersih, biasanya digunakan gas nitrogen (N2)
yang dialirkan melalui kapas berlemak dalam tabung gelas
atau platina yang dipanaskan.
Pembersihan penyaring bakteri :
- Dengan menyedot air bersih berlawanan dengan cara
penyaringan atau larutan HCl panas lalu dibilas.
- Memasak dalam larutan Na-karbonat 2 % lalu dibilas (protein
akan hancur, karena pH 8,5).
- Penyaring bakteri disterilkan dengan cara pemanasan kering,
pemijaran, otoklaf atau secara kimiawi.
6. Sterilisasi dengan cara aseptic
Proses ini untuk mencegah masuknya mikroba hidup ke
dalam komponen steril atau komponen yang melewati proses
antara yang mengakibatkan produk setengah jadi atau produk
ruahan atau komponennya bebas dari mikroba hidup. Cara
sterilisasi dengan menggunakan teknik yang dapat
memperkecil kemungkinan terjadi cemaran/ kontaminasi
dengan mikroba hingga seminimal mungkin. Digunakan

11
untuk bahan obat yang tidak dapat disterilkan dengan cara
pemanasan atau dengan cara penyaringan.
Caranya :
- Bahan obat: memenuhi syarat p.i, tidak disterilkan.
- Zat pembawa: disterilkan tersendiri dahulu.
- pembantu: disterilkan tersendiri.
- Alat-alat: disterilkan dengan cara yang cocok.
- Ruang kerja: bersih, bebas debu, dan angin, disterilkan
dengan sinar u.v atau cara lain yang sesuai.
Kemudian bahan obat, zat pembawa, zat pembantu disimpan
secara aseptic dalam ruang aseptic hingga terbentuk obat /
larutan injeksi dan dimasukkan ke dalam wadah secara
aseptic. Pemilihan cara sterilisasi harus mempertimbangkan
beberapa hal seperti berikut:
- Stabilitas : sifat kimia, sifat fisika, khasiat, serat, struktur
bahan obat tidak boleh mengalami perubahan setelah proses
sterilisasi.
- Efektivitas : cara sterilisasi yang dipilih akan memberikan
hasil maksimal dengan proses yang sederhana, cepat dan
biaya murah.
- Waktu : lamanya penyeterilan ditentukan oleh bentuk zat,
jenis zat, sifat zat dan kecepatan tercapainya suhu
penyeterilan yang merata.

2.4. Kemasan
Salep mata disimpan dalam tube steril. Kemasan sediaan salep
mata tidak boleh lebih dari 5gram (TPC, p.167) Untuk sediaan
semisolid yang digunakan pada mata, tube plastik terbukti tidak
sesuai karena tube plastik tidak dapat dilipat sehingga
menyebabkan udara dapat masuk ke dalam tube setelah

12
penggunaan sediaan. Karena hal tersebut, tube timah masih sering
digunakan untuk mengemas salep mata, walaupun telah mulai
digantikan oleh collapsible tube (tube yang dapat dilipat) yang
terbuat dari plastik, foil logam dan kertas yang
dilaminasi. Collapsible tubes harus terbuat dari logam atau plastik
yang sesuai. Tube, dengan kapasitas tidak boleh melebihi 5 g,
harus dicocokkan dengan pipa yang ukurannya sesuai untuk
memfasilitasi pemakaian salep tanpa terjadinya kontaminasi. Tube
salep mata harus sedapat mungkin terbebas dari kontaminan, dan
kecuali produk akan disterilisasi dengan radiasi ionisasi, tube juga
harus disterilisasi sebelum digunakan. Spesifikasi tube logam
tercantum dalam The British Standard 1967 : 4230. Standar ini
menspesifikasikan bahwa tube harus terbuat dari aluminium,
timah, atau campuran timah.

2.5. Praformulasi
2.5.1. Zat Aktif
1. Tetrasiklin Hidroklorida
 Rumus molekul : C22H24N2O8.HCl
 BM : 444.43
 Sinonim : Tetracyclini Hydrochloridum
 PH : 3-7
 Pemerian : serbuk hablur, kuning; tidak
berbau; agak higroskopis. Stabil di udara
tetapi pada pemaparan terhadap cahaya
matahari yang kuat dalam udara lembab
menjadi gelap. Dalam larutan dengan pH
lebih kecil dari 2 potensi berkurang dan
cepat rusak dalam larutan alkali hidroksida.

13
 Kelarutan : larut dalam air, dalam larutan
alkali hidroksida dan dalam larutan
karbonat; sukar larut dalam etanol; praktis
tidak larut dalam kloroform dan dalam eter.
 Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat,
tidak tembus cahaya.
2. Eksipien/Bahan Tambahan
1. Paraffin cair
 Sinonim : Mineral oil, paraffinum liquidum
 Pemerian : cairan kental, transparan, tidak
berflouroresensi, tidak berwarna, hampir
tidak mempunyai rasa
 Kelarutan : praktis tidak larut dalam air
dalam etanol (95%) P;larut dalam kloroform
P dan dalam eter P
 Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik,
terlindung dari cahaya
 Fungsi : sebagai zat tambahan/oculentum
simplex
2. Adeps lanae
 Sinonim : lanolin, cera lanae
 Pemerian : massa seperti lemak, lengket,
wana kuning; bau khas.
 Kelarutan : tidak larut dalam air; dapat
bercampur dengan air lebih kurang 2 kali
beratnya; agak sukar larut dalam etanol
dingin; lebih larut dalam etanol panas;
mudah larut dalam eter, dan dalam
kloroform.

14
 Titik lebur : antara 38°- 44°
 Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik,
sebaiknya pada suhu kamar terkendali
 Fungsi : sebagai zat tambahan/oculentum
simplex, untuk memfasilitasi pencampuran
air
3. Vaselin flavum

 Sinonim : petrolatum
 Pemerian : massa seperti lemak, kekuningan
hingga hampir lemah; berfluoresensi sangat
lemah walaupun setelah melebur. Dalam
lapisan tipis transparan. Tidak atau hampir
tidak berbau dan berasa
 Kelarutan : tidak larut dalam air; sukar larut
dalam benzena, dalam karbon disulfida, dan
dalam minyak terpentin; larut dalam eter,
dalam heksana, dan umumnya dalam
minyak lemak dan minyak atsiri; praktis
tidak larut dalam etanol dingin dan etanol
panas dan dalam etanol mutlak dingin
 Penyimpanan: dalam wadah tertutup baik
 Fungsi: emollient, sebagai zat
tambahan/oculentum simplex.
4. Setil Alkohol

 Rumus molekul : CH3(CH2)14 CH2OH


 Sinonim : Alcoholum Cetylicum
 Pemerian : serpihan putih licin, granul, atau
kubus, putih; bau khas lemah; rasa lemah

15
 Kelarutan : tidak larut dalam air; larut dalam
etanol dan dalam eter, kelarutan bertambah
dengan naiknya suhu
 Titik lebur : antara 45° dan 50°C
 Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
 Fungsi : sebagai zat tambahan/oculentum
simplex, untuk memfasilitasi pencampuran
air unuk menghasilkan emulsi minyak
dalam air

16
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Formula
Obat salep mata Tetrasiklin Hidroklorida tiap gram mengandung :
R/¿ Chlortetracyclini Hydrochloridum 10 mg

Oculentum Simplex ad 1 gram

Bahan Perhitungan Keterangan


Tetrasikli Tetracyclini HCl = Pemerian: Serbuk hablur, kuning, rasa pahit,
n HCl 0,01 g x 5,25 g = amfoter
0,052 gram Kelarutan: Larut dalam 10 bagian air dan dalam
100 bagian etanol 95% P, Larut dalam air jika
dibiarkan akan keruh karena pengendapan
tetrasiklin, praktis tidak larut dalam kloroform P,
dalam eter P, dalam aseton P, dan dalam larutan
alkali hidroksida dan dalam larutan alkali karbonat.
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat,
terlindung dari cahaya, jika dalam udara lembab
terkena sinar matahari warna menjadi gelap, larutan
dengan pH tidak lebih dari 2. Rusak pada pH 7 atau
lebih.
Kegunaan: Zat aktif
Stabilitas: Akan terhidrolisis dalam larutan alkali
dan menjadi kabur, sebaiknya stabil di udara dan
menjadi gelap jika terpapar cahaya yang kuat
Incomp: Tetrasiklin mempunyai potensi untuk
rusak atau adanya asam kuat.
Sterilisasi: Disterilkan dengan radiasi sinar gamma
Paraffin Paraffin cair = 40% x Pemerian: Cairan kental, transparan, tidak

17
cair 10 gram = 4 gram berfluoresensi, tidak berwarna, hampir tidak
berbau, hampir tidak mempunyai rasa.
Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air dan dalam
etanol (95 %) P, larut dalam kloroform P dan dalam
eter P.
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat,
Kegunaan: Sebagai basis
Adeps Adeps lanae = 6% x Pemerian: Cairan jernih, tidak berwarna, odourless,
lanae 10 gram = 0,6 gram tidak berasa
Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air, agak sukar
larut dalam etanol, mudah larut dalam kloroform P
dan eter P
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik,
terlindung dari cahaya, di tempat sejuk dan kering.
Kegunaan: Sebagai basis
Kestabilan : Dapat mengalami autooksidasi selama
penyimpanan untuk menghambat proses ini dapat
ditambah BFIT sebagai antioksidan
Incomp : Lanolin dapat mengandung prooksidan
yang dapat mengandung bahan aktif.
Sterilisasi : Oven pada suhu 150oC selama 1 jam,
salep mata steril yang mengandung lanolin dapat
disterilkan dengan cara filtrasi atau disinari dengan
radiasi
Vaselin 5,15 gram Pemerian : Massa lunak, lengket, kuning, bening,
flavum sifat ini tetap setelah zat dilebur dan dibiarkan
hingga dingin tanpa diaduk, berfluoresensi lemah.
Jika dicairkan tidak berbau, hampir tidak berasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dan dalam
etanol (95 %) P, larut dalam kloroform P, dalam

18
eter P dan dalam eter minyak tanah, larutan kadang-
kadanag teropalesensi lemah
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai basis
Kestabilan : Kebanyakan masalah stabilitas terjadi
karena sejumlah kecil larutan dengan pemaparan
cahaya, kotoran ini teroksidasi yang dapat merupah
petrolatum dan menciptakan bau yang tidak sedap.
Incomp : Bahan inert yang memiliki beberapa sifat
incomp
Jarak lebur : 38,56 – 38,60oC
Sterilisasi : Oven pada suhu 150oC selama 1 jam
Setil Setil alcohol = 2,5% x
Alkohol 10 gram = 0,25 gram

Perhitungan dan Penimbangan


- Dibuat 5 gram salep mata Tetrasiklin Hidroklorida
- Sterilisasi Bahan dengan penimbangan dilebihkan 100%
- Oculentum Simplex 1 g
- Oculentum simplex terdiri dari:
 Setil alcohol = 2,5% x 10 gram = 0,25 gram
 Adeps lanae = 6% x 10 gram = 0,6 gram
 Paraffin cair = 40% x 10 gram = 4 gram
 Vaselin kuning ad 100% = 10 gram – (0,25 + 0,6 + 4) gram = 5,15
gram
 Penimbangan setelah diseterilkan, basis dilebihkan
 Akan dibuat salep sebanyak 5 gram dengan volume berlebih = 5 g +
5% x 5 gram = 5,25 gram
 Tetracyclini HCl = 0,01 g x 5,25 g = 0,052 gram
 Sediaan basis yang harus di timbang = 5,25 – 0,052 = 5,198 g

19
 Diseterilkan dengan cara sterilisasi D

1.2 Metode pembuatan


1. Siapkan alat dan bahan
2. Timbang masing-masing bahan
3. Sterilkan alat dan bahan di grey area
4. Pembuatan salep mata dilakukan di daerah aseptis (di laf)
5. Campur bahan pembantu yang berupa fase minyak (adeps lanae) dan
parafin cair, gerus hingga homogen
6. Tambahkan fase cair (vaselin flavum + setil alkohol)
7. Lakukan dalam laf
8. Tambahkan zat aktif (tetrasiklin hcl) ke dalam mortir, gerus sambil
ditambahkan basis salep, gerus lagi hingga homogen
9. Tuang kedalam wadah sedikit demi sedikit
10. Lakukan evaluasi sediaan

1.3 Evaluasi Sediaan Salep Mata


Proses pembuatan sediaan salep mata melalui cara aseptis. Semua alat, basis
serta zat aktif menurut teori mengalami proses sterilisasi, hanya saja pada
pelaksanaan praktikum, karena ketidaksediaan alat, kami tidak melakukan sterilisasi
zat aktif Tetrasiklin HCl dengan sinar gamma
Evaluasi sediaan yang dapat dilakukan adalah dilihat secara organoleptis
penampilan fisik sediaan salep kelompok kami homogen, dan warna sediaan berupa
kuning cerah. Hanya saja pada saat pelaksanaan pembuatan basis salep, terjadi
pengurangan basis, dikarenakan banyak basis salep yang bersisa di wadah dan kassa
untuk melakukan sterilisasi.
1. Uji Kebocoran Salep Mata
Pilih 10 tube salep mata, dengan segel khusus jika disebutkan. Bersihkan dan
keringkan baik-baik permukaan luar tiap tube dengan kain penyerap. Letakkan
tube pada posisi horizontal di atas lembaran kertas penyerap, dalam oven dengan

20
suhu yang diatur pada 60 + 30 C selama 8 jam. Tidak boleh terjadi kebocoran
yang berarti selama atau setelah pengujian selesai (abaikan bekas salep yang
diperkirakan berasal dari bagian luar dimana terdapat lipatan dari tube atau
bagian luar dari ulir tutup tube). Jika terdapat kebocoran pada satu tube tapi tidak
lebih dari satu; ulangi pekerjaan dengan tambahan 20 tube salep. Persyaratan ini
memenuhi jika tidak ada satupun dari 10 tube uji pertama dan kebocoran yang
diamati tidak lebih dari satu dari 30 tube yang diuji.
2. Uji Partikulat
Keluarkan isi dari 10 tube salep. Pertama-tama lebur dalam cawan Petri datar dan
kemudian biarkan memadat lalu diamati di bawah mikroskop tenaga rendah yang
dilengkapi dengan micrometer lensa mata untuk partikel yang berukuran 50 μm
atau lebih besar dalam beberapa dimensi. Syarat-syaratnya diterima jika jumlah
total dari partikel logam dalam seluruh 10 tube tidak lebih dari 50 dan jika tidka
lebih dari satu tube ditemukan mengandung delapan partikel yang sama.

3. Uji Sterilisasi
Uji untuk sterilisasi produk seperti salep mata telah dipermudah dengan
penggunaan steril membran bacteria-retaining (yang mempunyai porositas 0,45
atau 0,22 μm yang umumnya digunakan). Untuk salep yang larut dalam
isopropyl miristat (pelarut yang digunakan tes official untuk sterilisasi), sampel
dilarutkan dalam pelarut tes steril. Untuk salep yang tidak larut dalam isopropyl
miristat disuspensikan dalam pembawa cairan yang cocok yang mengandung
bahan pendispersi dan uji dengan Prosedur Umum Konvensional.

BAB IV

PENUTUP

21
4.1.Kesimpulan
Untuk membuat sediaan salep mata Tetrasiklin Hidroklorida dengan
bobot 5gram dapat menggunakan formula sebagai berikut :
- Sterilisasi Bahan dengan penimbangan dilebihkan 100%
- Oculentum Simplex 1 g, terdiri dari:
1. Setil alcohol = 2,5% x 10 gram = 0,25 gram
2. Adeps lanae = 6% x 10 gram = 0,6 gram
3. Paraffin cair = 40% x 10 gram = 4 gram
4. Vaselin kuning ad 100% = 10 gram – (0,25 + 0,6 + 4) gram = 5,15
gram
5. Penimbangan setelah diseterilkan, basis dilebihkan
6. Akan dibuat salep sebanyak 5gram dengan volume berlebih = 5 g +
5% x 5 gram = 5,25 gram
7. Tetracyclini HCl = 0,01 g x 5,25 g = 0,052 gram
8. Sediaan basis yang harus di timbang = 5,25 – 0,052 = 5,198 g

Sediaan mata umumnya dapat memberikan bioavailabilitas lebih besar


daripada sediaan larutan dalam air yang ekuivalen. Hal ini disebabkan karena
waktu kontak yang lebih lama sehingga jumlah obat yang diabsorbsi lebih
tinggi. Salep mata dapat mengganggu penglihatan, kecuali jika digunakan saat
akan tidur (Remington Pharmaceutical Science)
Maka dari itu diperlukan ketelitian serta kedisipinan dalam pembuatan
sediaan salep mata agar menjaga sterilitas dari sediaan tersebut yang mana
digunakan pada daerah yang sensitive dan menghindarkan dari efek yang
tidak di inginkan.
Keuntungan utama suatu salep mata terhadap larutan untuk mata
adalah penambah waktu hubungan anatara obat dengan obat dengan mata, dua
sampai empat kali lebih besar apabila dipakai salep dibandingkan jika dipakai
larutan garam. Satu kekurangan bagi pengggunaan salep mata adalah

22
kaburnya pandangan yang terjadi begitu dasar salep meleleh dan menyebar
melalui lensa kontak.

23
DAFTAR PUSTAKA
- A.R Gennaro.1990. Renntiton’s Pharmacetical Science the edition 18th.
Pennsylvania: Mack Publishing Company.

- Abate, M. and Abel, S. K., 2006, Remington: The Science and Practice of
Pharmacy 21st Edition, Lippincott Williams and Wilkins, 772, University of
The Sciences, Philadelphia.

- Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta :


Universitas Indonesia (UI-Press).

- Arief, M.2000. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gadjah


Mada University press.

- McEvoy, G. K. 2004. AHFS Drug Information Versi Elektronik. American


Society of Health-System Pharmacists : Wisconsin Avenue.

- Sudjadi dan Abdul. 2008. Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press. Hal 48-56.

- Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

- Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia

- Tjay, T. H., dan K. Raharja. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan,


dan Efek-Efek Sampingnya Edisi Keenam. Jakarta : Elex Media Komputindo.

- Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi ke-5. Yogyakarta :


Gadjah Mada University Press.

24

Anda mungkin juga menyukai