Anda di halaman 1dari 94

LAPORAN TUTORIAL SISTEM KEDOKTERAN TROPIS CASE 9

“LEPROSY”

Kelompok 14

Tutor: Sandy Faizal, DR., M.K.M

Nama NPM
1. Bunga Rachma 10100119011
2. Neng Salma Arina Azmi 10100119035

3. Muhammad Rifky Dzikrillah 10100119041


10100119053
4. Utami Muliawati Suherlan
10100119055
5. Raihan Saparizki
6. Jini Surya Aditia 10100119129
7. Harisha Auliya Yasyfa 10100119145
8. Zahra Shafa Qamilla 10100119165

9. Sassty Julya Hidayat 10100119203

Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Bandung

Jl. Hariangbanga No. 2 Tamansari – Bandung

Telp: (022) 4203368 | Fax: (022) 423121


Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena hanya atas berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan tutorial dengan kasus ke Sembilan Leprosy. Laporan
ini kami susun dalam rangka untuk memenuhi salah satu tugas tutorial dalam Sistem Tropical
Medicine.

Pada kesempatan ini kami semua juga ingin mengucapkan terimakasih kepada tutor kelompok
14 atas bimbingannya, serta saran-sarannya. Tidak lupa terhadap teman–teman satu kelompok atas
kerjasamanya.

Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini masih jauh dari kesempurnaaan, baik dari segi
penyajian maupun dari segi penyusunannya. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari para pembaca guna penyempurnaan laporan tutorial ini pada masa
yang akan datang.

Akhir kata penulis mengucapkan semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan penulis sendiri khususnya.

Bandung, 14 Juni 2022

Kelompok 14

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
REVIEW CASE 3
BAB I BASIC SCIENCE 5
1.1 Anatomi Ulnar nerve 5
1.2 Histologi Kulit 8
1.3 Efloresensi 13
1.4 Mikrobiologi 25
BAB II CLINICAL SCIENCE 37
2.1 Leprosy 37
2.2 Treatment 65
2.3 Prevention 72
2.4 Pemeriksaan 75
2.5 Patomekanisme 90
2.6 BHP 92
2.7 IIMC 92

2
REVIEW CASE

CC: Anda adalah mahasiswa kedokteran tahun ketiga di bagian dermato-venereologi. Anda
bertemu dengan seorang pasien berusia 25 tahun, H, yang mengeluh adanya white patch di
sekitar left elbow lebih dari 3 tahun dan 6 bulan terakhir kadang-kadang merasa numbness di
tangan kirinya.

Dia tidak pernah merasa itchy pada lesinya. Ia lahir dan menghabiskan masa kecilnya di
Tangerang (kampung kusta, endemic kusta). Ayahnya adalah pasien RS Sitanala (RS
Kusta) selama 1 tahun. Pak M memiliki seorang istri dan seorang putra berusia 2 tahun.

Physical examination: Consciousness General appearance Vital Sign compos mentis, mildly
ill Vital signs (BP normal, PR normal, RR normal, T: normal), General examination dalam
batas normal

Dermatological exam:
At regio left elbow: 5 cm diameter well defined hypo pigmented patch and anesthetic.

Neurological exam: tenderness dan enlargement di ulnar nerve and hypesthesia of his left
hand.

Temuan laboratorium dalam batas normal, Pemeriksaan histopatologi dari lesi kulit
menunjukkan nerve fibrils pada dermis dan granuloma dengan sel giant Langhan.

Dilakukan apusan kulit dari lesi kulit, daun telinga kiri dan kanan dan tidak ditemukan basil
tahan asam.

Treatment:
Tn M. diobati dengan rifampisin 600 mg sebulan sekali dan dapson 100 mg daily. Kasus
ini dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten. Pasien diharapkan untuk menemui dokter
pada bulan berikutnya, tetapi dia tidak muncul. Dua bulan kemudian, dia datang dengan
rasa sakit di siku dengan kaku dan mati rasa di tangan kirinya.

3
Pemeriksaan neurologis: tenderness, pembesaran nervus ulnaris kiri dan hipestesia
tangan kiri.  inflamasi saraf tepi (neuritis)

Tn. H didiagnosis dengan Morbus Hansen tipe tuberkuloid lose treatment dan neuritis
(tipe reaksi 1).

Tn M menerima steroid untuk keluhannya dan advise to immobilize his left arm. Setelah
beberapa minggu rasa sakitnya berkurang, tetapi dia merasa numbness pada jari keempat dan
kelimanya. Dia diminta untuk melakukan exercise pada jari-jarinya untuk menghindari
kontraktur/ kekakuan. Istri dan anaknya dalam keadaan sehat dan tidak ada kelainan kulit.
Pak M mendapat MDT-PB sebanyak 6 dosis dan steroid neuritis selain olahraga untuk
menjaga fungsi tangan kirinya.

4
BAB I

BASIC SCIENCE

1.1 ANATOMI ULNAR NERVE

Berasal dari percabangan spinalnerve 🡪 ulnar nerve 🡪 axillary anterior 🡪 triceps (head of
triceps) 🡪 medial intermuscular septum 🡪 Medial epicondyle & medial olecranon 🡪 supply
elbow dan menuju ke forearm

5
Ulnar Nerve Pada Forearm

articular branch 🡪muscular branch ( supply ½ otot yaitu Flexor carpi Ulnaris & flexor
digitorum profondus) 🡪 muncul secara superficial pada pergelangan tangan 🡪 retinoculum
flexor 🡪 canal guyon 🡪 hands 🡪 palmar & dorsal cutaneous branch

Ulnar Nerve Pada Tangan

1.2 HISTOLOGI KULIT

Kulit terdiri atas epidermis yang merupakan lapisan epithelial yang berasal dari ectodermal,
dermis yang merupakan lapisan jaringan ikat mesodermal, dan jaringan subkutan atau

6
hypodermis yang merupakan lapisan jaringan ikat longgar yang biasanya terdiri atas lemak.
Fungsi dari kulit adalah untuk proteksi, sensori, thermoregulasi, metabolik dan sinyal seksual.

Epidermis

Epidermis membentuk perbedaan utama :

1. Kulit tebal (telapak tangan & kaki) : 400 to 1400 μm (1.4 mm)
2. Kulit tipis (other) : 75 to 150 μm
Lapisan epidermis terdiri dari sel

• Stratified squamous keratinized epithelium (keratinocyte)


• Melanocyte
• Antigen-presenting Langerhans cells
• Tactile epithelial cells (Markel cell)
Selain itu, epidermis memiliki 5 lapisan dari bagian dermis hingga ke lapisan terluar yang
terdiri dari

1. Stratum basalis :

● Lapisan tunggal sel kuboid atau kolumnar basofilik , progenitor cell (regenerasi kulit ;
Epidermis manusia diperbarui setiap 15-30 hari, tergantung pada usia, wilayah tubuh,
dan faktor lainnya)
● Keratin sitoskeletal yang terdapat di keratinosit sel-sel bergerak ke atas dan jumlah
serta jenis filamen keratin meningkat sampai mereka mewakili setengah dari total
protein dalam keratinosit superfisial.
● Melanosit – S. spinosum

7
● Merkel cell mekanoreseptor untuk merasakan sentuhan lembut., Mereka berlimpah di
kulit yang sangat sensitif seperti ujung jari dan di dasar beberapa folikel rambut.
2. Stratum spinosum :

● Lapisan paling tebal


● Terdiri dari sel-sel polihedral, sintesis keratin
● Disini terdapat zona kombinasi antara lapisan lapisan basal dan spinosa yang disebut
stratum germinativum
● Langerhans cell : Sel penyaji antigen yang disebut sel Langerhans, berasal dari
monosit, mewakili 2% -8% sel di epidermis dan biasanya paling jelas terlihat di
lapisan spinosus.
3. Granular layer :

Terdiri dari 3-5 sel poligonal gepeng yang mengalami differensiasi (skin’s barrier
against water loss & barrier to penetration by most foreign materials.)

4. Stratum lucidum :

hanya pada kulit tebal, Inti dan organel telah hilang, dan sitoplasma hampir
seluruhnya terdiri dari filamen keratin yang dikemas dalam matriks padat elektron.

5. Stratum corneum :

terdiri dari 15-20 lapis sel gepeng berkeratin, squames mati yang sebagian besar terdiri dari
keratin.

8
Perbedaan antara kulit tebal dan tipis berada pada lapisan lucidum

Melanocyte

• Merupakan penentu warna kulit


• Mensintesis melanin
• Mensintesis eumelanin yang merupakan pigmen hitam kecoklatan
• Memiliki badan sel bulat yang hemidesmosom dengan lamina basal, dan tidak
desmosom dengan keratinosit yang bersebelahan
• Terdiri atas juluran dendritik yang [anjang dan irreguler dari melanosit yang
bercabang ke dalam epidermis lalu berlajan diantara sel-sel lapisan basal dan lapisan
spinosa dan berakhir dengan invaginasi 5-10 keratinosit yang bersebelahan
• Secara unstruktural : sel pucat, mitokondria kecil, sisterna pendek RER

Langerhans cell

Dermis

9
• Terdapat saraf dan Pembuluh darah (difusi nutrisi ke epidermis)
• Dermis mengandung dua sublapisan dengan batas yang tidak jelas
• The thin papillary layer terdiri dari jaringan ikat longgar, dengan serat kolagen tipe
I dan III, fibroblas dan tersebar sel mast, sel dendritik, dan leukosit.
• Reticular layer (much thicker) : terdiri dari jaringan ikat padat tidak teratur
(terutama berkas kolagen tipe I), dengan lebih banyak serat dan lebih sedikit sel
daripada lapisan papiler. jaringan serat elastis
• Dermis juga kaya akan persarafan.
• Serabut saraf aferen sensorik membentuk jaringan di dermis papiler dan di sekitar
folikel rambut. Serabut saraf sensori yang terdapat di kulit yaitu
• Merkel cells yang merupakan tonic receptor untuk sentuhan halus yang lama dan
untuk merasakan tekstur benda
• Free nerve ending akan merespon terhadap suhu yang tinggi dan renda, nyeri, gatal
dan juga merupakan reseptor taktil
• Meissner corpuscle yang menginisiasi impuls ketika ada sentuhan halus atau stimulus
frekuensi rendah terhadap kulit yang akan merubah bentuknya sementara
• Pacinian corpuscle akan merasakan dari sentuhan kasar, tekanan, dan getaran
• Krause end bulbs akan merasakan getaran dengan frekuensi rendah
• Rufini corpuscle akan terstimulus ketika ada stretch atau twisting terhadap kulit

Subcutaneous

Terdiri atas jaringan ikat longgar yang menghubungkan kulit dengan organ sekitar secara
longgar, sehingga masih adanya pergerakan kulit diatas organ tersebut. Subkutan terdiri atas
10
adipocyte yang berbeda berdasarkan body region, dan ukurannya pun bergantung dari status
gizi seseorang.

FUNGSI KULIT
• Protection. kulit mengurangi efek negatif dan berbahaya dari sinar ultraviolet. Kulit
juga mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh dan mengurangi
kehilangan air dari tubuh, mencegah dehidrasi.

• Sensation. memiliki reseptor sensorik yang dapat mendeteksi panas, dingin, sentuhan,
tekanan, dan rasa sakit.

• Temperature regulation. Kulit memainkan peran utama dalam mengatur suhu tubuh
melalui modulasi aliran darah melalui kulit dan aktivitas kelenjar keringat.

• Vitamin D production. Saat terkena sinar ultraviolet, kulit menghasilkan molekul


yang dapat diubah menjadi vitamin D, pengatur penting homeostasis kalsium.

• Excretion. Sejumlah kecil wasted product dikeluarkan melalui kulit dan kelenjar

1.3 EFLORESENSI

1. Primary Skin Lesions


Basic lesion that develop in the beginning of skin disease.
Skin lesion that develop in normal skin without any pre-existing skin lesion.

Terminolo Morphology Diamet Example


gy er
Macule Circumscribed, flat discoloration. <0.5 Hypopigmented : Vitiligo
cm

Patch >0.5
cm
11
Hypopigmented : Leprosy

Brown : Becker’s nevus

Blue : Ink (tattoo)

12
Papule Solid, elevated lesion. <0.5 Red : Drug
Flesh eruptions
colored : Granuloma
cm annulare

Plaque >0.5
cm

Brown : Nevi

13
Red : Cherry angioma

Pustule Circumscribed cavity filled with <0.5 Herpes simple


pus and free fluid. cm

14
Folliculitis

Impetigo

Nodul Circumscribed, elevated, solid >0.5 SCC


lesion. cm

Hemangioma

15
Neurofibromatosis

Vesicle Circumscribed collection of free <0.5 Vesicle : Erythema multiforme


fluid. cm
Bullae Vesicle : >0.5
cm

Chickenpox
Bullae :

Bullae : Lupus erythematosus

Wheals Firm, edematous plaque resulting Any Angioedema


(Hive) from infiltration of the dermis size
16
with fluid. Lasts <24h.

Urticaria pigmentosa

2. Secondary Skin Lesions


Skin lesion that develop during the evolutionary process of skin disease or are created by
scratching or infection. 

Termino Morphology Example


logy

17
Scales Excess dead epidermal cells
that are produced by abnormal
keratinization.

18
Crust Collection of dried serum and
cellular debris.

Erosion Focal loss of epidermis (do


not penetrate below
dermoepidermal junction).
Heal without scarring.

19
Ulcer Focal loss of epidermis and
dermis.
Heal with scarring.

Fissure Linear loss of epidermis and


dermis with sharply defined.

20
Atrophy Depression in the skin
resulting from thinning of the
epipdermis or dermis.

Scar Abnormal formation of


connective tisse implying
dermal damage.
After injury or surgery scars
are initially thick and pink,
but with time become white
and atrophic.

21
3. Special Skin Lesions

22
1.4 Mikrobiologi

Mycobacterium Leprae

• Mycobacterium adalah genus basil gram positif yang semuanya menunjukkan

karakteristik pewarnaan tahan asam.

• Ada lebih dari 200 spesies Mycobacterium, termasuk banyak yang saprofit.

• Leprosy bacilli adalah bakteri berbentuk slightly curved rod- like dengan ukuran 5×

0.5 μm dengan pointed, rounded or club-shaped ends, non sporing.

23
• M. leprae adalah Gram-positif termasuk acid fast tetapi kurang tahan asam daripada

Mycobacterium tuberculosis

Mycobacterium Leprae

• Mycobacterium leprae juga dikenal sebagai Hansen’s bacillus, adalah bakteri

penyebab leprosy (Hansen’s disease).

• Mycobacterium leprae, penyebab leprosy, adalah basil tahan asam yang tidak tumbuh

dalam artificial medium atau kultur jaringan selama beberapa generasi.

24
Characteristics

• Obligate intracellular pathogen

• Gram negative bacteria

• Aerobic bacillus (rod-shape bacteria)

• Acid fast, but less strongly acid fast than Mycobacterium tuberculosis.

• Berbentuk straight or slightly curved

• Berukuran 1-8 µm in length and 0.2-0.5 µm in diameter

• With pointed, rounded or club-shaped ends

• Non sporing

• Non motile

• Tunggal dlm parallel bundle & globular masses

• Tumbuh di suhu 37

25
Structure

o Capsule

§ Capsular lipis (surface glycolipids)

Ø Phthicerol dimycocerosates (PDIM)

Ø Phenolic glycolipid-1 (PGL-1)

Ø PIM phosphatidylinositol mannoside

§ Protecs bacteria-lysosomal enzymes & metabolites

o Cytoplasm

§ Storage Granule

§ DNA

§ RNA

o Cell Wall

§ 20 nm thick

§ Consist of cross linked peptidoglycan attached to arabinogalactan

primer

26
§ Outer layer

Ø Mycolid acids

Ø LAM (Lipoarabinomannan)

Ø Lipopolisakarida & lipopolisakarida protein complexes

Ø Electron lucent

§ Inner layer

Ø Peptidoglycan

Ø Electron dense

o Cell Membrane

§ Responsible for molecules into and out membrane

§ Fosfolipid

§ Protein MMP-1 & MMP-2

Virulence Factors

o Mycolic acids (long-chain fatty acids) + uramyl dipeptide (from

peptidoglycan) berfungsi granuloma formation; phospholipids induce caseous

necrosis.

27
o LAM berfungsi menghambat maturasi phagosom & induksi sel proinflamasi.

o PGL-1 + laminin-binding protein berfungsi memfasilitasi invasi ke schwan

cell & binding ke basal lamina peripheral nerve axon units > cell injury and

demyelination of peripheral nerves Invasi & demyelinasi peripheral sensory

nerves > local anesthesia and other changes in the skin depending on the

location and degree of immune response.

• This lipid is specific to M. leprae and is the best-studied virulence

factor of M.

Transmission

• M. leprae tidak terlalu menular

• Penularan lebih sering terjadi di antara kontak serumah

• Penularan diyakini terjadi melalui inhalasi organisme menular

• Penularan melalui gigitan serangga dan inokulasi melalui kulit yang rusak (atau utuh)

tidak dikecualikan

• Orang yang terinfeksi dianggap melepaskan organisme dari selaput lendir hidung,

terutama jika ada ulserasi

• M. leprae dapat bertahan hidup dalam sekret hidung selama lebih dari 36 jam

• Infeksi ulang dapat menyebabkan kasus kusta pada orang tua

Disease
28
• Variabilitas individu dalam tingkat respons imun bertanggung jawab atas dua bentuk

utama leprosy dengan spektrum penyakit di antaranya.

• Tuberculoid leprosy (representing high resistance): sedikit M leprae yang terlihat

pada lesi, dengan well-formed granulomas, abundant CD4+ T cells, extensive

epithelioid cells, giant cells, and lymphocytic infiltration.

• Lepromatous leprosy (representing low resistance): lack of CD4+ T cells, numerous

CD8+ T cells, foamy macrophages, and dense infiltration with leprosy bacilli.

• Leprosy diklasifikasikan menjadi 6 kelompok menurut klasifikasi Ridley dan Jopling

yang dimodifikasi. Kelompok-kelompok tersebut adalah T (Tuberculoid Polar), BT

(Boderline Tuberculoid), MB (Mid Borderline), LI (Lepromatous Indeterminate), BL

(Borderline Lepromatous), LL (Lepromatous Polar).

Patogenesis

Karena M. leprae belum pernah dikultur in vitro, tampaknya M.leprae menjadi patogen

intraseluler obligat yang membutuhkan lingkungan host macrophage untuk bertahan hidup

dan berkembang biak. Basil melawan degradasi intraseluler oleh makrofag, mungkin dengan

keluar dari fagosom ke dalam sitoplasma, dan terakumulasi ke tingkat yang tinggi (10 10

basil/g jaringan) pada kusta lepromatosa. Kerusakan saraf perifer tampaknya dimediasi oleh

host immune response terhadap antigen basiler. Kusta tuberkuloid ditandai dengan granuloma

yang sembuh sendiri yang hanya mengandung sedikit, jika ada, acid-fast bacilli.

29
30
Sign & Symptom

• Incubation period: few weeks-5 years but. Bisa selama 20 years or even more u/

terjadi. Symptom bertahan biasanya selama 1 tahun.

• Tuberkuloid: macules or large, flattened plaques di wajah, trunk, limbs yg elevasi,

tepi eritem, bag tengah kering, pucat, tidak berambut, anesthetic lesion.

§ Penyakit lambat > dgn bukti simultan dari perkembangan dan

penyembuhan yang lambat.

§ Krn sedikit > tidak menular.

• Lepromatous: lesi kulit infiltratif, luas, simetris, dan difus, terut. pd wajah, dgn

penebalan looser skin pd bibir, dahi dan telinga.

§ Neuropati perifer > deformitas/nonhealing painless ulcers.

§ Organisme menyebar scr sistemik, dgn keterlibatan sistem

retikuloendotelial

Tiga tanda diagnostik utama penyakit kusta adalah (cardinal signs) :

• Ketidakmampuan untuk merasakan touch, heat and/or pain di daerah yang terkena.

• Pembesaran dan/atau tenderness saraf perifer yang diasosiasikan dengan sensory loss

and/or paralysis.
31
• Menemukan non-cultivable bacilli pada apusan kulit yang diambil dari daerah yang

terkena.

Diagnosis

• Smears: diagnosis bakteriologis mudah pada kusta lepromatosa di mana basil

berlimpah tetapi mungkin sulit pada kasus tuberkuloid. Namun kehilangan sensorik

selalu ada pada lesi kulit tuberkuloid meskipun mungkin tidak ditemukan pada

makula lepromatosa yang bagaimanapun mengandung basil tahan asam.

§ Diagnosis terdiri dari demonstrasi basil tahan asam pada lesi. Hal ini

ditunjukkan dalam “slit-skin smear” atau dalam biopsi kulit.

§ Scrapings dgn surgical blade dari skin/nasal mucosa/biopsy earlobe

skin (dari lesinya > smeared on slide > stained by the Ziehl-Neelsen

technique

• Skin testing (Lepromin test) is of no diagnostic value in leprosy.


32
• PCR: Recently PCR for defection of M. leprae DNA in environmental and clinical

samples has been standardised.

• Kusta terutama merupakan diagnosis klinis yang dikonfirmasi dengan menunjukkan

BTA pada scraping yang diwarnai dari jaringan yang terinfeksi, terutama mukosa

hidung atau cuping telinga. Karena M leprae lebih sensitif terhadap dekolorisasi

daripada MTB, varian dari prosedur tahan asam standar (pewarnaan Fite) harus

digunakan untuk menghindari hasil negatif palsu. Demonstrasi BTA mudah dicapai

pada kusta lepromatosa karena biasanya terdapat sejumlah besar bakteri. Kusta

tuberkuloid dikonfirmasi oleh gambaran histologis dari biopsi kulit full-thickness dan

mudah-mudahan beberapa AFB.

Treatment

• Rejimen pengobatan berbeda untuk pasien dengan beberapa lesi kulit BTA positif

(multibasiler) dan yang sulit dideteksi AFB (paucibacillary).

• Untuk penyakit multibasiler, dapson dan klofazimin dikombinasikan dengan dosis

rifampisin bulanan selama satu tahun.

• Untuk kusta paucibacillary dapson dikombinasikan dengan rifampisin bulanan

biasanya menyembuhkan penyakit bila diberikan selama 6 bulan.

Prevention

• Pencegahan kusta melibatkan pengenalan dan pengobatan pasien menular dan

diagnosis dini penyakit dalam kontak dekat.

33
34
BAB II

CLINICAL SCIENCE

2.1LEPROSY

Definisi

Penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae terutama menyerang

kulit, saluran pernapasan atas, segmen anterior mata, segmen superfisial saraf perifer, dan

testis. (Richard)

Penyakit granulomatosa kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae yang

ditandai dengan infeksi kulit, saraf dan kerusakan imunologis terkait. Kerusakan saraf 

ulserasi berulang dan kelumpuhan yang mempengaruhi tangan, kaki, dan mata. (Manson)

Epidemiologi

1. Distribusi di Indonesia secara Geografi

- Indonesia merupakan peringkat ketiga di dunia setelah India dan Brazil, dengan jumlah

Penderita Kusta baru pada tahun 2017 mencapai 15.910 Penderita Kusta. Eliminasi Kusta

telah dicapai di 24 provinsi dan 142 Kab/Kota.

2. Distribusi Penderita Kusta di Indonesia Menurut Waktu

- Angka prevalensi dan penemuan penderita baru Kusta cenderung statis tiap tahunnya.

35
3. Distribusi Penderita Kusta Menurut Faktor Manusia

a. Etnik atau Suku

 Di Myanmar Kusta lepromatosa lebih sering pada etnik Burma dibanding etnik India.

 Di Malaysia Kusta lepromatosa lebih banyak pada etnik Cina dibanding etnik Melayu

atau India. Data menurut etnik/suku di Indonesia belum tersedia karena keterbatasan

studi yang berkaitan.

b. Faktor Sosial Ekonomi

 Dengan peningkatan sosial ekonomi  kejadian Kusta sangat cepat menurun bahkan

hilang.

c. Distribusi Menurut Usia


36
 Terjadi pada semua usia dari bayi sampai usia lanjut (3 minggu- >70 tahun).

 >> usia muda dan produktif.

d. Distribusi Menurut Jenis Kelamin

 Sebagian besar negara di dunia menunjukkan laki-laki > perempuan.

 Di Indonesia, proporsi laki-laki dan perempuan relatif seimbang.

Etiologi

 Mycobacterium leprae adalah basil tahan asam yang sangat mirip dengan Mycobacterium

tuberculosis.

 Target M. Leprae:

- Sel Schwann saraf perifer adalah target klasik untuk M. leprae

- Invasi dan multiplikasi M. leprae pada sel endotel limfatik dan vaskular dermal mungkin

memainkan peran utama dalam penyebaran hematogen basil.

- M. leprae menginvasi saraf perifer melalui pembuluh darah (dan mungkin limfatik)

perineurium, mendapatkan akses ke kompartemen endoneurial.

- Kolonisasi sel endotel oleh M. leprae dapat menyebabkan iskemia saraf, berkontribusi

terhadap neuritis perifer

Transmisi

37
 Paling umum: melalui nasorespiratory. Terutama, Sekresi dari mukosa hidung pasien

lepromatosa yang tidak diobati mengandung banyak basil lepra dan deskuamasi kulit

hidung

 Pengangkutan M. leprae oleh subyek sehat di mukosa hidung juga dapat berperan dalam

penularan penyakit leprosy

 Kontak kulit-ke-kulit langsung atau fomites

 Penularan melalui ASI atau infeksi transplasenta

 Banyak bukti untuk transmisi lepra melalui transplasental

Faktor Risiko

 Kontak Dekat: Kontak langsung dengan penderita kusta sangat meningkatkan

kemungkinan terkena penyakit ini dibandingkan dengan populasi lainnya

 Paparan Armadillo: Di AS bagian selatan, galur M. leprae berasal dari armadillo

Meskipun tidak sepenuhnya dipahami bagaimana bakteri ditularkan dari armadillo ke

manusia, prosedur pengetikan molekuler telah membuktikan transfer hewan ke manusia.

 Usia: Anggota masyarakat yang lebih tua lebih rentan terhadap risiko tertular leprosy

 Pengaruh Genetik: lokus kerentanan pada kromosom 6 (HLA-DR) dan 10, dan

polimorfisme pada interleukin (IL)-10, tumor necrosis factor-α (TNF-α), dan gen reseptor

seperti Toll dapat mempengaruhi perkembangan leprosy, bentuk penyakit, dan risiko

reaksi.

 Imunosupresi: Setelah penekanan sistem kekebalan, ada peningkatan kemungkinan

tertular infeksi ini. Perkembangan kusta biasanya terjadi setelah transplantasi organ padat,

kemoterapi, infeksi HIV, atau setelah pemberian agen untuk gejala rematik.
38
Klasifikasi

 SISTEM RIDLEY–JOPLING

Diturunkan dari kriteria klinis dan histopatologi, sering digunakan untuk mengklasifikasikan

bentuk Leprosy

1. Intermediete

39
○ Lesi paling awal

○ Makula berbatas tidak jelas

○ Hipopigmentasi ringan pada kulit gelap

○ Sedikit eritematosa pada kulit yang lebih terang.

○ Tekstur, jumlah rambut, sensasi, dan keringat pada lesi hanya sedikit berubah.

Histopatologi:

○ Menunjukkan fokus eksudat seluler inflamasi, terutama di sekitar serabut saraf

pleksus dermal (peradangan paravaskular perineural), yang sebagian besar terdiri dari

limfosit dan histiosit, dengan atau tanpa AFB

○ Lesi dapat sembuh sendiri, tetap tidak berubah untuk waktu yang lama, atau

berkembang menjadi bentuk leprosy lainnya tergantung respon imun host

○ Tahap ini dapat bertahan hingga berbulan-bulan

40
2. Tuberkuloid (TT)

o Satu/beberapa macula/ plaques dengan batas jelas

o Sensasi pada lesi terganggu, dan rambut berkurang/ tidak ada.

o Keterlibatan serabut saraf otonom sering ditandai dan menghasilkan lesi kering

dengan kecenderungan bersisik karena hilangnya keringat.

o Saraf kulit dan batang saraf perifer sering membesar di daerah lesi

Histopatologi:

41
o Bagian kulit menunjukkan granuloma sel epiteloid (transformasi histiosit menjadi

kelompok sel epiteloid, yang bergabung membentuk giant cells dan dikelilingi oleh

zona limfosit) yang menyerang saraf dan seringkali epidermis

o Granulomatosa cords mengikuti garis bundel neurovaskular

o AFB jarang terjadi dan paling sering ditemukan pada saraf, dermis papiler, atau otot

arrectores pilorum.

3. Borderline Tuberkuloid (BT)

o Lesi BT mirip dengan TT tetapi lebih banyak dan besar, dengan batas yang kurang

jelas. 

Histopatologi: granuloma yang terbentuk dengan baik dengan sedikit AFB,

42
4. Borderline Border (BB)

o Sangat tidak stabil secara imunologis.

o Lesi kulit makula atau papula atau seperti plak atau bahkan kombinasi.

o Lesi yang lebih besar mungkin memiliki tampilan geografis dan beberapa lesi

memiliki batas luar yang tidak jelas dengan batas dalam anestesi yang terdefinisi

dengan baik ('punched-out').

Histopatologi:

○ Menunjukkan ciri-ciri antara leprosy lepromatosa dan tuberkuloid.

○ Reaksi inflamasi terlihat pada lapisan superfisial dermis, terdiri dari sel bulat kecil,

histiosit dan gumpalan sel epiteloid tetapi tanpa giant cell.

5. Borderline Lepromatous (BL)

o Plak yang tersebar luas, seringkali dengan central clearing yang khas, dan nodul

Histopatologi: BL hampir anergik dengan banyak AFB dalam histiosit dan saraf

6. Lepromatous Leprosy (LL)

o Dapat terjadi selama bertahun-tahun sebelum diagnosis


43
o Lesi (macula, papula, nodul, dan plaques) menginfiltrasi hampir seluruh kulit, dengan

eksudat seluler terberat di daerah yang lebih dingin, seperti telinga, wajah tengah, dan

permukaan ekstensor paha dan lengan bawah

o Kerusakan saraf berkembang perlahan tapi tanpa henti

o Ada insensitivitas tangan dan kaki

o Hilangnya beberapa rambut tubuh (misalnya, alis) pada tahap selanjutnya.

o Area lain yang terlibat adalah saluran pernapasan bagian atas dari mukosa hidung ke

laring, mata, kelenjar getah bening, dan testis.

Histopatologi:

○ Makrofag menginfiltrasi dermis tetapi meninggalkan subepidermal clear zone

○ Histiosit berbentuk gelendong, poligonal dan berbusa

o AFB berlimpah di saraf, makrofag, dinding pembuluh darah, dan otot arrectores

pilorum, dengan banyak AFB dalam gumpalan dan globi

44
WHO CLASSIFICATION

PB: Skin smear: (-) untuk Acid Fast Bacili, gangguan saraf hanya 1,

hipopigmentasi/eritema, distribusi asimetris, mati rasa jelas

MB: Skin smear: (+) untuk Acid Fast Bacili, gangguan saraf lebih dari 1. distribusi lebih

simetris, mati rasa tidak jelas

Reactional Leprosy

45
 TYPE I: REVERSAL REACTIONS. The polar forms of leprosy tidak mengalami

perubahan gambaran klinis dan histopatologis. Borderline groups tidak stabil dan

dapat bergerak melintasi spektrum di kedua arah dengan peningkatan (upgrading) atau

penurunan (downgrading) status kekebalan pasien. Reaksi tipe 1 berhubungan dengan

aktivasi imunitas seluler terhadap antigen M. leprae, menyebabkan peradangan pada

kulit dan saraf. Tanpa pengobatan, jalur untuk T1R berlangsung kira-kira beberapa

bulan. Penelitian lebih lanjut telah menunjukkan bahwa reaksi ini tampaknya muncul

dari perkembangan kekebalan sel secara bebas serta hipersensitivitas yang terhambat

terhadap antigen M. leprae. Dengan demikian, mungkin ada dua jenis borderline

reaction:

○ Reaksi peningkatan(upgrading) ditandai dengan peningkatan imunitas yang

diperantarai sel dan terjadi pada pasien tipe borderline lepromatous (BL) pada

pengobatan yang meningkatkan atau beralih ke tipe tuberkuloid.

- Secara histologis, upgrading reaction menunjukkan peningkatan

limfosit, edema pada lesi, nekrosis pada bagian tengah dan penurunan

Lepra Bacili.

○ Reaksi downgrade ditandai dengan penurunan imunitas seluler dan terlihat

pada tipe borderline tuberkuloid (BT) yang downgrade atau bergeser ke tipe

lepromatosa.

- Secara histologis, lesi menunjukkan pemencaran dan penyebaran

granuloma dan peningkatan presence basil lepra.

 TIPE II: ERITEMA NODOSUM LEPROSUM (ENL). ENL terjadi pada pasien

lepromatosa setelah pengobatan. Hal ini ditandai dengan tender cutaneous nodules,

demam, iridosiklitis, sinovitis dan keterlibatan kelenjar getah bening.


46
○ Secara histologis, lesi pada ENL menunjukkan infiltrasi oleh neutrofil dan

eosinofil dan menonjolnya vaskulitis. Peradangan sering meluas jauh ke dalam

lemak subkutan menyebabkan panniculitis. Bacillary load meningkat.

Amiloidosis sekunder dapat terjadi setelah serangan berulang ENL pada

leprosy.

Pathogenesis

47
Pathophysiologi

48
Manifestasi Klinis

 Makula hipopigmentasi atau eritematosa pada kulit.

 Nodul pada wajah atau infiltrat pada cuping telinga.

 Berkurang/hilangnya sensasi rasa, nyeri, atau suhu pada lesi kulit.

 Rasa kesemutan pada daerah tangan dan kaki.

 Nyeri pada saraf

 Luka (termasuk luka bakar) yang tidak terasa nyeri pada tangan atau kaki

Leprosy mempengaruhi saraf campuran perifer dan saraf kulit. Saraf perifer yang

paling umum terkena  tibialis posterior, ulnaris, median, poplitea lateral, saraf

wajah dan radial.

49
Saraf Perifer

Manifestasi klinis kerusakan saraf perifer dapat digolongkan menjadi gangguan sensorik,

gangguan motorik dan gangguan otonom. Ketiga gangguan ini dapat terjadi pada saraf perifer

di ekstremitas maupun saraf kranial. Neuropati perifer paling sering bermanifestasi sebagai :

mononeuropati, polineuropati atau mononeuropati multipleks. Saraf perifer yang sering

terkena : N.ulnaris, N.radialis, N.medianus, N. poplitea lateralis, N. tibialis posterior, N.

fasialis, N. trigeminus serta N.auricularis magnus.

Mata

50
Bagian anterior mata  kornea, iris dan lensa semuanya dapat langsung diinflitrasi oleh M.

Leprae.

Lagosphthalmos : kegagalan penutupan kelopak mata karena kerusakan saraf wajah

menyebabkan paparan keratitis dan predisposisi utama korea.

Mucous Membranes

Mucous membrane terlibat dalam penyakit lepromatosa penyakit kusta, terutama pada

saluran pernapasan bagian atas. Hidung  mimisan dan hidung tersumbat

Bones

Perubahan tulang yang luas di tangan dan kaki

Sistem Retikuloendotelial

Pembesaran kelenjar getah bening dapat terjadi dan kadang 1/lebih kelenjar menjadi bengkak

dan meradang sebagai bagian dari reaksi kusta atau lebih umum sebagai respons terhdap

infeksi sekunder

Testis

51
Infertilitas dan ginekomastia dapat terjadi akibat invasi testis oleh M. Leprae dan

mengakibatkan atrofi testis pada lepromatosa leprosy

Ginjal

Keterlibatan ginjal pada kusta lepromatosa jarang terjadi, tetapimungkin kurang terdiagnosis

Diagnosis

Tanda kardinal (min.1) :

1. Lesi hipopigmentasi/eritema dengan berkurang/hilangnya sensasi

2. Pembesaran/penebalan saraf perifer dan gangguan fungsi sensorik/motor/autonomy

3. (+) BTA skin smear

Anamnesis

1. Identitas

2. Riwayat penyakit sekarang (tanda kardinal)

- Keluhan utama

- Keluhan lain : kesemutan, rontok alis, bulu mata, rambut, suara sengau, penebalan

cuping telinga, demam

- Riwayat kontak

- Faktor pencetus reaksi kusta (kalau ada) : infeksi, stres, kehamilan

52
3. Komplikasi: ulkus, nyeri saraf, sulit menutup mata, lemah tangan/kaki, jari seperti

cakar, pseudomutilasi.

4. Diagnosis banding

5. Riwayat pengobatan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi:

1. Inspeksi: Lesi kulit

2. Palpasi

- Kelainan kulit: nodus, infiltrat, jaringan parut, ulkus, khususnya pada tangan dan kaki.

- Kelainan saraf: pemeriksaan saraf tepi (pembesaran, konsistensi, nyeri tekan, dan

nyeri spontan).

3. Tes fungsi saraf

- Tes sensoris: rasa raba, nyeri, dan suhu

- Tes motoris: voluntary muscle test (VMT)

53
- Tes otonom

Ø Pemeriksaan saraf tepi

- Pemeriksaan dilakukan pada saraf-saraf yang sering terlibat dalam penyakit kusta

- Pemeriksaan palpasi saraf tepi dilakukan dengan tekanan ringan tidak menyakiti

pasien

- Pada saat mempalpasi identifikasi penebalan atau pembesaran, saraf kiri dan kanan

sama besar atau berbeda, ada nyeri atau tidak pada saraf. Saat melakukan palpasi

perhatikan mimik pasien. Ada tiga saraf yang wajib diraba : ulnaris, peroneus

communis dan tibialis posterior.

Tanda-Tanda Suspek Kusta

Pada kulit, yaitu:

- Bercak kulit yang eritema atau hipopigmentasi (gambaran yang paling sering

ditemukan), datar atau menimbul, dapat disertai dengan tidak gatal dan mengkilap

atau kering bersisik.

- Adanya kelainan kulit yang tidak berkeringat (anhidrosis) dan atau alis mata tidak

berambut (madarosis).

- Bengkak atau penebalan pada wajah dan cuping telinga.

- Timbul lepuh atau luka tanpa rasa nyeri pada tangan dan kaki.

Pada saraf, yaitu:

- Nyeri tekan dan/atau spontan pada saraf.

- Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk, dan nyeri pada anggota gerak.

- Kelemahan anggota gerak dan/atau kelopak mata.

54
- Adanya disabilitas (deformitas).

- Luka (ulkus) yang sulit sembuh.

Alur Diagnosis

55
Diagnosis Banding

Diagnosis Banding Bercak eritema

1. Psoriasis

2. Tinea circinata

3. Dermatitis seboroik

Bercak putih

1. Vitiligo

2. Pitiriasis versikolor

3. Pitiriasis alba

Nodul

1. Neurofibromatosis
56
2. Sarkoma Kaposi

3. Veruka vulgaris

Management

Multi Drug Therapy (MDt)

MDT adalah kombinasi dua atau lebih obat anti Kusta, salah satunya Rifampisin sebagai anti

Kusta yang bersifat bakterisidal kuat sedangkan obat anti Kusta lain bersifat bakteriostatik.

MDT tersedia dalam bentuk 4 macam blister MDT sesuai dengan kelompok umur

(Pausibasiler (PB) dewasa, dan Multibasiler (MB) dewasa, PB anak dan MB anak).

Pengobatan Kusta dengan MDT bertujuan untuk:

a. memutuskan mata rantai penularan

b. mencegah resistensi obat

c. meningkatkan keteraturan berobat

d. mencegah terjadinya disabilitas atau mencegah bertambahnya disabilitas yang sudah

ada sebelum pengobatan

57
Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan yang direkomendasikan oleh WHO,

sebagai berikut:

a. Penderita Kusta Tipe Pausibasiler (PB)

Pengobatan Tipe PB diberikan dosis berdasarkan golongan umur sesuai tabel di samping.

Pemberian satu blister untuk 28 hari sehingga dibutuhkan 6 blister yang dapat diminum

selama 6–9 bulan.

58
b. Penderita Kusta Tipe Multibasiler (MB)

Pengobatan Tipe MB diberikan dosis berdasarkan golongan umur sesuai tabel di samping.

Pemberian satu blister untuk 28 hari sehingga dibutuhkan 12 blister yang dapat diminum

selama 12-18 bulan.

59
Efek samping MDT

60
Pengobatan pada Penderita Kusta dengan Keadaan Khusus

a. Hamil dan menyusui: regimen MDT aman untuk ibu hamil/menyusui dan anaknya

b. Tuberkulosis: bila seseorang menderita Tuberkulosis (TB) dan Kusta, maka

pengobatan antituberkulosis dan MDT dapat diberikan bersamaan, dengan dosis

Rifampisin sesuai dosis untuk Tuberkulosis:

- untuk penderita TB yang menderita Kusta tipe PB untuk pengobatan Kusta cukup

ditambahkan Dapson 100 mg, untuk penderita TB yang menderita Kusta tipe MB

Pengobatan Kusta cukup dengan Dapson dan Klofazimin

a. Untuk Penderita Kusta PB yang alergi terhadap Dapson, Dapson dapat diganti dengan

Klofazimin.

b. Untuk Penderita Kusta MB yang alergi terhadap dapson, pengobatan hanya dengan

dua macam obat saja, yaitu Rifampisin dan Klofazimin

c. Penderita Kusta yang tidak dapat minum Dapson (contoh Sindrom Dapson/SD)

Penderita Kusta MB melanjutkan terapi dengan Rifampisin dan Klofazimin saja

sampai memenuhi regimen 12 bulan.

d. Penderita Kusta yang tidak dapat minum Rifampisin mereka mendapat regimen 24

bulan sebagai berikut:

- Klofazimin 50 mg ditambah 2 dari obat berikut-Ofloksasin 400 mg atau Minosiklin

100 mg atau Klaritomisin 50 mg, setiap hari - untuk 6 bulan.

- kemudian dilanjutkan dengan Klofazimin 50 mg ditambah Ofloksasin 400 mg atau

Minosiklin 100 mg, setiap hari selama 18 bulan.

g. Penderita Kusta yang menolak minum Klofazimin

61
MDT MB 12 bulan tapi Klofazimin diganti Ofloksasin 400 mg per hari atau Minosiklin 100

mg per hari atau Rifampisin 600 mg per bulan, Ofloksasin 400 mg per bulan dan Minosiklin

100 mg per bulan, selama 24 bulan.

Jenis Reaksi Jenis reaksi sesuai proses terjadinya dibedakan atas 2 tipe yaitu reaksi tipe 1 dan

reaksi tipe 2 yang masing-masing derajatnya dibagi menjadi reaksi ringan dan reaksi berat.

Penanganan Reaksi Kusta

- Penanganan Untuk Reaksi Ringan

1) Berobat jalan, istirahat dirumah.

2) Pemberian analgetik/antipiretik, obat penenang bila perlu.

3) Mencari dan menghilangkan faktor pencetus.

4) Jika dalam pengobatan, MDT tetap diberikan dengan dosis tidak diubah.

62
- Penanganan Untuk Reaksi Berat

1) Mobilisasi lokal/istirahat di rumah.

2) Pemberian analgesik, sedatif.

3) Mencari dan menghilangkan faktor pencetus.

4) Jika dalam pengobatan, MDT tetap diberikan dengan dosis tidak berubah.

5) Reaksi tipe 1 dan tipe 2 berat diobati dengan prednison sesuai skema.

6) Bila ada indikasi rawat inap Penderita Kusta dikirim ke rumah sakit.

7) Reaksi tipe 2 berat berulang diobati dengan prednison dan Klofazimin

Komplikasi

- Kerusakan mataContohnya: Iridocyclitis merupakan penyebab penting kebutaan

pada kusta dan harus segera diobati dengan midriatik dan steroid topical.

- Kerusakan saraf Paralisis (sendi yang terkena otot lumpuh harus tetap bergerak

untuk mencegah deformitas fleksi tetap), akibat kerusakan saraf secara terus menerus

dan menjadi permanes akan menyebabkan kelumpuhan pada otot.

- Kerusakan ginjal jika infeksi sudah masuk ke aliran darah

- Infertilitas pada penderita pria, infertilitas dan impotensi dapat terjadi karena

disebabkan oleh infeksi bakteri yang dapat menurunkan hormone testosterone dan

produksi sperma

- Komplikasi penyakit kusta adalah hal yang serius, karena sifatnya bisa permanen dan

sebabkan kecacatan seumur hidup.

Prognosis

63
Prognosis leprosy/kusta tergantung pada beberapa factor, yaitu:

- Stadium penyakit saat diagnosis

- Inisiasi pengobatan dini

- Pengobatan

- Kepatuhan terhadap alergi

Dimulainya Multi Drug Therapy (MDT) dengan tepat waktu setelah onset awal, kusta

umumnya dapat disembuhkan. Perawatan MDT dapat mencegah deformitas yang luas

dan kecacatan neurologis.

Prevention

Upaya pemutusan mata rantai penularan penyakit kusta dapat dilakukan melalui:

1. Pengobatan MDT pada pasien kusta

2. Vaksinasi BCG

2.2 TREATMENT

Treatment Kusta / Leprosy

PB: Rifampisin dan dapsone untuk 6 bulan

MB: Rifampisin, dapsone, dan clofazimine untuk 12 bulan

- hindari pengobatan monotherapy untuk mencegah resistansi

64
Rifampicine

 Macrocyclic antibiotic

 MOA: interaksi dengan beta sub-unit mycobacterial DNA-deppendent RNA

Polymerase 🡪menghambat transkripsi RNA

 Efek: Baktericidal

 Indikasi: first line TB, infeksi intasel& extracel mycobacterium, infeksi gram positive

& negative, Leprosy, Brucellosis.

 kontraindikasi : hipsen thd rifampisin

 dose: 600mg 1x sebulan yang dikombinasikan denga anti-leprosy lain

Dapsone

 Gol: Antileprotic

 MOA: berkompetisi dengan para-aminobenzoic acid yang merupakan aktif site

dihydropteroate synthase pada organisme yg rentan 🡪 inhibit sintesis dihydrofolic

acid

 Efek: Bakteriostatik

 Indikasi: leprosy, dermatitis herpetiformis, propilaxys pneumonia, acne vulgaris

(topical)
65
 Kontraindikasi: hipsen to dapsone

 Dose: PB Lepro🡪 100mg/d u/6 bulan (adult), 50mg u/6 bulan (child) : MB Lepro 🡪

100mg/d u/12 bulan (adult), 50mg/d u/12 bulan (child)

 Farmakokinetik

> Abs: rapid & complete at GI,bioavaibilitas >86% dengan time to peak plasma 2-8

jam

> distr: seluruh jaringan tubuh dan cairan tubuh, retain di kulit, otot, ginjal dan liver,

cros plasenta, bbb, asi. Vol:1,5L/kg. protein plasma binding 70-90%

> metabs: liver

> Excretion: urin, feses dalam jumlah kecil,

 side effect: dapsone hypersensitivity=exfoliatie dermatitis, fever, da hepatitis dan

biasanya terjadi setelah 4-6minggu pengobatan. Mild anemia hemolytic,

 half life 10-80 jam

 sintets sulphone, sama dengan obat sulphonamide yang targer nya adalah

dihydropteroate synthase (key enzyme in bacteria)

 sangat berguna jika dikombinasikan dengan rifampisin

 mencegah kasus rifampicin-resistant organism

Clofazimine

 pewarna aminophenazone dengan moa belum sepenuhnya dijelaskan dan mungkin

multifactorial

 sangat berguna jika dikombinasikan denngan dapsone dan rifampicine

66
 side effect: hiperpigmentasi yang bisa hilang dalam waktu 6-12 bulan setelah

penghentian obat. Efek GI

 dosis tinggu (200-300mg) digunakan untuk mengendalikan reaksi ENL berulang

(imunomodulator)

Ofloxacine

 antibiotic fluoroquinolone

 long half-life dan diberikan single dose

 side effect: nausea, diare, other GI Complaint, dan skin rash. Cns complaint:

insomnia, headache, dizziness, nervousness dan hallucinations

Minocycline

 satu-satunya jenis grup tetracycline yang secara signifikan dapat melawan bakter

m.leprosy (bactericidal)

 side effect: GI upset, photosensitivity, dan dizziness

 kontraindikasi: anak-anak dan ibu hamil

Other

 clarythomycine yang dikombinasi dengan minocycline= highly bactericidal rifabutin

dan variasi fluoroquinolone= active against

PENANGANAN REAKSI

67
Dilakukan oeh tenaga kesehatan yang terdiri dari dokter dan tenaga kesehatan lain yang

terlatih dalam penanganan kusta.

Penderita kusta mengalami reaksi berat 🡪 perlu pengisian form evaluasi pengobatan reaksi

berat yang diisi rutin 1-2 minggu u/ evaluasi kondisi penderita kusta

68
69
MENCEGAH KONTRAKTUR

Melakukan beberapa gerakan spesifik: menggenggam, cengkeram, menjepit dll

BAGAIMANA MANAGEMENT PASIEN IMMOBILE

70
2.3 PREVENTION

A. Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan dilakukan dengan berbagai upaya kepada masyarakat sehingga mereka

mau dan mampu meningkatkan dan memelihara kesehatan mereka sendiri. Sasaran promosi

kesehatan dalam kegiatan Penanggulangan Kusta yaitu Penderita Kusta, keluarga, masyarakat

termasuk tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh publik,organisasi

kemasyarakatan, dan kader, tenaga kesehatan, penentu kebijakan dan pemangku kepentingan.

Promosi Kesehatan dilaksanakan dalam bentuk:

Memberikan informasi tentang tanda dan gejala dini Kusta, serta teknis kegiatan

Penanggulangan Kusta. Informasi tersebut dapat berupa pedoman, petunjuk teknis, leaflet,

poster, spanduk, banner, penyuluhan, dan lain-lain. Mempengaruhi individu, keluarga, dan

masyarakat untuk penghapusan stigma dan menghilangkan diskriminasi pada Penderita Kusta

dan orang yang pernah mengalami Kusta, melalui kampanye, iklan layanan masyarakat, film

pendek, pertunjukkan tradisional, dan lain-lain. Mempengaruhi pemangku kepentingan

terkait untuk memperoleh dukungan kebijakan Penanggulangan Kusta, khususnya

penghapusan stigma dan diskriminasi, serta pembiayaan, yang dapat dilakukan melalui

peraturan perundang-perundangan, advokasi, seminar, dan lain-lain. Membantu individu,

keluarga, dan masyarakat untuk berperan aktif dalam penemuan dan tata laksana Penderita

Kusta, pelaksanaan Kemoprofilaksis, dan kegiatan penelitian dan pengembangan.

B. Surveilans Kusta

Kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi tentang

Penderita Kusta dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya penularan Kusta untuk

71
memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan penanggulangan secara

efektif dan efisien.

Sasaran Surveilans Kusta sebagai berikut:

 kelompok orang yang sedang dalam pengobatan Kusta

 kelompok masyarakat di wilayah setempat sebagai kelompok yang memiliki resiko

penularan Kusta

 kelompok orang yang telah menyelesaikan pengobatan Kusta

 kelompok orang yang diduga mengalami resistensi obat antimikrobial Kusta

Kegiatan Surveilans Kusta dilaksanakan melalui:

1) Pengumpulan Data

Dilakukan dalam bentuk penemuan Penderita aktif dan pasif. Penemuan secara aktif

dilakukan oleh tenaga kesehatan dan masyarakat melalui:

 Pemeriksaan kontak

 Rapid Village Survey

 Kegiatan partisipasi masyarakat dalam Penanggulangan Kusta melalui Desa Sahabat

Kusta, dan Kelompok Sobat Kusta yang berbasis masyarakat.

Penemuan secara pasif adalah pengumpulan data berdasarkan kedatangan Penderita Kusta ke

Puskesmas/sarana kesehatan lainnya atas kemauan sendiri karena mengenali tanda Kusta atau

datang untuk konsultasi permasalahan kesehatan lainnya.

2) Pengolahan Data

Data dari fasilitas pelayanan kesehatan, masyarakat, dan sumber data lainnya diolah dan

selanjutnya divalidasi secara berkala.

3) Analisis Data
72
Analisis data dilakukan secara deskriptif dan/atau analitik menurut orang, tempat, dan waktu.

4) Diseminasi Informasi

Hasil analisis dibuat dalam bentuk laporan dan/atau presentasi. ditujukan kepada seluruh

stakeholder yang terkait, yaitu jajaran kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi, dan

masyarakat. Informasi akan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan dan perencanaan

pencegahan pengendalian Kusta dan evaluasi program.

C. Kemoprofilaksis Kusta

Kemoprofilaksis Kusta adalah pemberian obat yang ditujukan untuk pencegahan Kusta.

Kemoprofilaksis Kusta dilakukan pada penduduk yang memenuhi kriteria dan persyaratan

sebagai berikut:

 penduduk yang menetap paling singkat 3 bulan pada daerah yang memiliki Penderita

Kusta

 berusia lebih dari 2 tahun

 tidak dalam terapi rifampisin dalam kurun 2 tahun terakhir

 tidak sedang dirawat di rumah sakit

 tidak memiliki kelainan fungsi ginjal dan hati

 bukan suspek tuberkulosis

 bukan suspek Kusta atau terdiagnosis Kusta

 bukan lanjut usia dengan gangguan kognitif

Pemberian Kemoprofilaksis Kusta dilaksanakan 1 kali dan dapat diulang kembali setelah 2

tahun dari pemberian sebelumnya apabila di antara kontak serumah/kontak tetangga/kontak

73
sosial ditemukan lagi Penderita Kusta baru. Kemoprofilaksis Kusta yang diberikan oleh

petugas kesehatan wajib diminum langsung di depan petugas pada saat diberikan.

Rifampicin is the drug of choice.

Vaksinasi

BCG saat lahir efektif dalam mengurangi risiko leprosy Oleh karena itu, penggunaannya

sebagai tindakan pencegahan harus dipertahankan. Uji coba diperlukan pada vaksin baru dan

yang sudah ada, termasuk studi tentang LepVax, subunit baru vaksin saat ini dalam studi

tahap 1A.Percobaan juga diperlukan pada efek dari kombinasi imunoprofilaksis pasca

pajanan dan kemoprofilaksis. GDG merekomendasikan bahwa setiap Vaksin TB dievaluasi

untuk pencegahan penyakit mikobakteri lain seperti kusta dan Buruli ulcer. -WHO

2.4 PEMERIKSAAN

2.4.1 Numbness

74
“Numbness" digunakan oleh pasien untuk menggambarkan berbagai gejala, termasuk

hilangnya sensasi, sensasi abnormal, dan kelemahan atau paralisis. Namun, numbness

sebenarnya adalah hilangnya sensasi, baik sebagian (hipestesia) atau total (anestesi).

Numbness melibatkan 3 modalitas sensorik utama dengan derajat yang sama atau berbeda:

1. Light touch

2. Pain and temperature sensation

3. Position and vibration sensation

Numbness sering disertai dengan tingling (pins-and-needles) yang tidak berhubungan dengan

stimulus sensorik (parestesia).

Manifestasi lain numbness:

- nyeri,

- kelemahan ekstremitas, dan

- disfungsi saraf kranial nonsensorik) juga dapat muncul tergantung pada penyebabnya.

Adverse effects of chronic numbness:

• Difficulty walking and driving

• Increased risk of falls

 Pathophysiology of Numbness

Anatomy

Area pemrosesan sensorik di dalam otak terhubung dengan saraf kranial atau jalur sensorik

spinal cord. Serabut sensorik yang keluar dari medula spinalis bergabung  membentuk

dorsal nerve roots. 30 dorsarl sensory roots bergabung dengan akar ventral motorik yang
75
sesuai  spinal nerves. Cabang cervical dan lumbosacral spinal nerves bergabung lebih distal

 membentuk pleksus  bercabang menjadi nerve trunks. Saraf interkostal tidak

membentuk pleksus; saraf ini sesuai dengan segmen origin di spinal cord. Istilah saraf perifer

mengacu pada bagian saraf distal ke nerve root dan pleksus. Spinal cord dibagi menjadi

segmen-segmen fungsional yang sesuai dengan perlekatan pasangan spinal nerve roots. Area

kulit yang disuplai sebagian besar oleh saraf tulang belakang tertentu adalah dermatom yang

sesuai dengan segmen tulang belakang tersebut

 Mechanisms

Numbness dapat terjadi dari disfungsi di mana saja di sepanjang jalur dari reseptor sensorik

termasuk korteks serebral.

Mekanisme umum:

- Ischemia (eg, brain infarction, spinal cord infarction, vasculitis)

- Demyelinating disorders (eg, multiple sclerosis, Guillaian-Barre syndrome)

76
- Mechanical nerve compression (eg, by tumors or a herniated disk [nucleus pulposus],

in carpal tunnel syndroms

- Infections (eg, HIV, leprosy)

- Toxins or drugs (eg, heavy metals, certain chemotherapy drugs

- Metabolic disorders (eg, diabetes, chronic kidney disease, thiamin deficiency, vitamin

B12 deficiency)

- Immune-mediated disorders (eg, postinfectious inflammation, such as transverse

myelitis

- Degenerative disorders (eg, hereditary neuropathies)

 Penyebab numbness

77
78
 Diagnosis Numbness

Evaluation of Numbness

• Distribusi numbness  untuk melokalisasi bagian sistem saraf yang terlibat.

• Gambaran klinis  khususnya tingkat onset, gejala dan tanda neurologis terkait, dan

simetri

History

• The location of numbness

• Associated neurologic symptoms (eg, paresis, dysesthesias, sphincter dysfunction

such as incontinence or retention, dysphasia, visual loss, diplopia, dysphagia,

cognitive decline)

Review of systems:

• Back and/or neck pain: Osteoarthritis- or RA-associated herniated disk or spinal cord

compression

• Fever and/or rash: Infectious neuropathy, infectious radiculopathy, brain infection, or

rheumatic disorders

• Headache: Brain tumor, stroke, or encephalopathy

• Joint pain: Rheumatic disorders

• Undernutrition: Vitamin B12 deficiency

• Excessive intake of high-mercury seafood: Polyneuropathy

Past medical history:

• Diabetes or chronic kidney disease: Polyneuropathy

79
• Infections such as HIV, syphilis, or Lyme disease: Infectious peripheral neuropathy or

brain infection

• CAD, atrial fibrillation, atherosclerosis, or smoking: Stroke

• Osteoarthritis or RA: Radiculopathy

Physical examination:

• Pemeriksaan neurologis lengkap, menekankan lokasi dan wilayah neurologis defisit

dalam fungsi refleks, motorik, dan sensorik.

• Secara umum, tes refleks adalah pemeriksaan yang paling objektif, dan tes sensorik

adalah yang paling subjektif; seringkali, area kehilangan sensorik tidak dapat

ditentukan secara tepat.

 Differential Diagnosis Numbness

80
81
2.4.2 Ulnar Nerve Examination

Ulnar nerve runs posteriorly in the ulnar groove between the medial epicondyle and the

olecranon process.

82
Palpate the olecranon process and press over the epicondyles for tenderness (Fig. 16-24). The

sensitive ulnar nerve can be palpated posteriorly between the olecranon process and the

medial epicondyle.

Observe the contours of the palm, namely the thenar and hypothenar eminences. Thenar

atrophy occurs in median nerve compression from carpal tunnel syndrome (sensitivity 82% to

99%)65; in ulnar nerve compression, there is hypothenar atrophy.

83
Hypothenar atrophy suggests an ulnar nerve disorder

Test finger abduction (C8, T1, ulnar nerve).

Weak finger abduction occurs in ulnar nerve disorders.

2.4.3 Neurological Examination pada Pasien Leprosy

 Neurological exam

- Mental Status

- Cranial Nerves : CN I – CN XII

- Motor system / Motorik

- Sensory System /Sensorik

- Reflex

84
 Sensory sistem

- Pain & temperature

- Position

- Light touch

- Sensation

 Peripheral Nerve Function Assesment

Pemeriksaan untuk enlargement dan loss of function untuk mendeteksi

deterioration (kemunduran)

1. Palpasi secara perlahan untuk memeriksa adanya enlargement dan

tenderness

85
2. Pain : Menggunakan tusuk gigi atau alat lain yang memiliki ujung tumpul

dan runcing. Pasien menutup mata dan dikenalkan sebelum diperiksa (satu

kali pakai)

3. Temperature : Menggunakan 2 test tubes berisi air dingin & panas atau

tunning fork

4. Light touch : Menggunakan kapas, lalu sentuh secara halus, minta pasien

merespon Ketika terasa, bandingkan kedua sisi

5. Vibration : Menggunakan low pitch tunning fork di bony prominence

6. Propioception & Sensations : Stereogenosis, Graoesthesia, Two-point

discrimination

2.4.4 Slit Skin Smear

- Scrapping fluid dari pinched blood-free skin pada kedalaman 2-4 mm

- Insisi menggunakan disposable scalpel blade

- Direkomendasikan : 2-4 lokasi, setidaknya 1 pada skin lesion, dan dari routine sites :

earlobes

- ‘Sebagian besar pasien Leprosy memiliki hasil negative pada slit-skin smear’ –

Manson
86
Prosedur :

• Initial skin smears dari 6 “routine sites” termasuk earlobes, elbows, dan knees serta

beberaoa typical lesions dari pasien

• Slide : precleaned 70% alcohol, acetone

• Slide : Air dried

1. Kulit dibersihkan/cleansed dengan 70% alkohol lalu dikeringkan di dengan kapas atau

dibiarkan mongering

2. Lipatan kulit yg relative avascular, dicubit atau mild clamping, atau di tekan sdikit

(bisa terhambat gloves)

3. Bisa dilakukan anastesi lokal, sebenarnya cubitan salah satunya bertujuan untuk

anastesi

4. Insisi dengan Panjang 3-5 mm dan kedalaman 2-3 mm di area tadi, menggunakan

single-edge razor blade atau scalpel #15 Bard-Parker blade

5. Tekanan/cubitan dipertahankan untuk menjaga avascularity area tersebut. Sedikit

darah tidak mengganggu hasil/interpretasi pembacaan

6. Sebelum blade dikeluarkan, inner surface pada luka sayatan ‘scrapped’ dengan blade

dari sudut kanan insisi. Selama scrapping, tissue fluidm dermal tissue akan terambil

87
7. Lalu usapkan pada sudah dilabeli, moderately thick smear, smear dilakukan secara

sirkular 5-7 mm dari luar ke dalam

Staining (Ziehl-nielson staining):

1. Letakkan slide pada staining rack, beri 10% formalin selama 15 menit untuk fiksasi

2. Basuh/rinse dengan air mengalir

3. Tetesi primary stain : Carbol fuchsin biarkan selama 20 menit

4. Buang primary stain di slide dan basuh dengan air mengalir

5. Decolorize dengan alcohol 1%-2% alcohol selama 1 menit

6. Basuh dengan air mengalir

7. Tetesi counterstain : Methylene blue selama 1 menit

8. Basuh dengan air mengalir dan biarkan kering

Microscopic Exam :

88
1. Pembesaran 100x dengan oil immersion objective

2. Reporting bacterial index

2.5 PATOMEKANISME

89
90
2.6 BHP

 Menjelaskan tentang penyakit kepada pasien

 Melakukan konselling terhadap pasien dan keluarga mengenai pencegahan penularan

 Memberikan motivasi pasien dari segi psikologis

 Mengedukasi mengenai pengobatan dan harus teratur melakukan follow up

 Mengedukasi mengenai pengobatan bila tidak teratur kemungkinan akan terjadi

komplikasi

2.7 IIMC

 Diriwayatkan dari Sahabat Anas -radliyallahu anhu- bahwa Nabi Muhammad SAW

berdoa: “Ya Allah, aku berlindung padamu dari kusta, gila, dan penyakit-penyakit

buruk”. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad sahih.

Hadis ini memberitahukan kepada kita bahwa Nabi Muhammad juga pernah

mengajarkan doa agar terhindar dari penyakit kusta. Hal ini juga menunjukkan bahwa

penyakit kusta juga sudah dikenal di zaman Nabi Muhammad. Nabi Mengajarkan

agar umatnya menghindarkan diri penyakit kusta, salah satunya dengan berdoa agar

terhindar dari penyakit kusta.

91
DAFTAR PUSTAKA

1. Gray’s Anatomy 4th Edition

2. Moore’s Clinical Oriented Anatomy 7th Edition

3. Junquiera Basic Histology

4. Fitzpatrick’s Dermatology

5. Thomas Clinical Dermatology

6. Carol Soutor Clinical Dermatology

7. NCBI : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470464/

8. Shimizu’s Textbook Dermatology

9. Patrick R. Murray’s Basic Medical Microbiology

10. Essesntial of Medical Microbiology, 4th edition

11. Sherris’s Medical Microbiology, 7th edition

12. Jawetz’s Medical Microbiology, 27th edition

13. Manson's Tropical Infectious Diseases

14. Richard Guerrant - Tropical Infectious Diseases-Elsevier (2011)

15. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559307/

16. Numbness - Neurologic Disorders - MSD Manual Professional Edition

(msdmanuals.com)

17. Bates Guide to Physical Examination and History Taking 12th Edition

18. https://www.aafp.org/afp/2010/0401/p887.html

19. https://www.hrsa.gov/hansens-disease/diagnosis/skin-smears.html

20. https://www.cdc.gov/leprosy/health-care-workers/laboratory-diagnostics.html

92
93

Anda mungkin juga menyukai