Anda di halaman 1dari 53

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA Makassar, 10 Oktober 2019

LAPORAN KELOMPOK PBL


MODUL 2
SKENARIO 4
“BLOK INDERA KHUSUS”

Tutor : Dr. dr. Nurelly Noro Waspodo, Sp.KK


Disusun oleh :
Kelompok 4
Muhammad Syukur 110 2017 0139
Mardika Intan Setya 110 2017 0060
Musdalifah 110 2017 0112
Andi Muhammad Taufik 110 2017 0176
Istiqamah 110 2017 0025
Andi Muhammad Arya 110 2017 0023
Tebi 110 2017 0020
Fadhillah 110 2017 0035
Asrapia Hubaisying 110 2017 0049
Nurafni 110 2017 0065
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan

hidayah-Nya sehingga laporan hasil PBL MODUL 2 dari kelompok 4 ini

dapat terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa kita ucapkan salam salawat

serta taslim kepada Nabi Muhammad SAW yang sudahn menyampaikan

petunjuk Allah SWT untuk kita semua, sebuah petunjuk paling benar yakni

syariah agama islam yang sempurna dan satu satunya karunia paling besar

kepada seluruh alam semesta.

Kami juga berterima kasih kepada tutor pembimbing kami yakni Dr.

dr. Nurelly Noro Waspodo, Sp.KK telah banyak membantu selama proses

PBL berlangsung. Dan kami juga mengucapkan permohonan maaf kepada

setiap pihak jika dalam proses PBL telah berbuat salah baik disengaja

maupun tidak disengaja.

Semoga Laporan hasil PBL MODUL 2 ini dan dapat bermanfaat bagi

setiap pihak yang telah membaca laporan ini dan khusunya bagi tim

penyusun sendiri. Diharapkan setelah membaca laporan ini dapat

memperluas pengetahuan pembaca mengenai.

Makassar, 10 Oktober 2019

Kelompok 4
Skenario 4 :

Laki-laki berusia 23 tahun datang ke poliklinik dengan kemerahan dan bintik

kecil warna merah pada wajah, sekitar bibir dan leher sejak sebulan yang

lalu. Keluhan tampak makin merah jika terkena sengatan matahari dan

kadang disertai gatal. Sudah berobat kepuskesmas dan diberi obat

tetrasiklin dan kloroquin dan keluhan sedikit berkurang. Pada pemeriksaan

fisis ditemukan papel, pustule dan plak eritema kedua pipi serta pelebaran

pembuluh darah di sekitar hidung. Keluhan makin hebat bila stess seiring

dengan bertambahnya usia penderita. Riwayat keluarga dengan keluhan

yang sama.

A. Kata sulit

1. Pustule : Vesikel yang berisi nanah, bila nanah mengendap

di bagian bawah vesikel disebut vesikel hipopion.

2. Papul : Penonjolan di atas permukaan kulit, sirkumskrip,

berdiameter lebih kecil dari ½ cm, dan berisikan zat padat.

3. Eritema : Kemerahan pada kulit yang disebabkan

pelebaran pembuluh darah kapiler yang reversible.

B. Kata kunci

1. Laki-laki 23 tahun

2. Kemerahan dan bintik kecil merah pada wajah sekitar bibir

dan leher

3. Sejak 1 bulan yang lalu

4. Bertambah merah jika terkena matahari


5. Kadang gatal

6. Riwayat pengobatan : tetracyklin dan kloroquin

7. Pemeriksaan fisis : papul, pustule, plaq eritema dan

pelebaran pembuluh darah

8. Gejala bertambah hebat saat stress dan bertambah umur

9. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama

C. Pertanyaan

1. Jelaskan Anatomi dan fisiologi serta histologi dari kulit !

2. Bagaimana patomekanisme papul, pustule dan eritema ?

3. Mengapa predileksinya hanya pada wajah, bibir dan

leher ?

4. Apa hubungan terkenanya sinar matahari pada

memberatnya gejala pada pasien ?

5. Apa hubungan stess dengan memberatnya gejala pada

pasien ?

6. Jelaskan faktor resiko penyebab gejala pada skenario !

7. Jelaskan langkah-langkah diagnosis dari skenario !

8. Jelaskan diferensial diagnosis pada skenario !


D. Jawaban

1. Anatomi dan fisiologi serta histologi dari kulit

Anatomi

Kulit adalah suatu pembungkus yang elastik yang melindungi

tubuh dari pengaruh lingkungan, kulit juga merupakan alat tubuh

terberat dan terluas ukurannya yaitu 15% dari berat tubuh manusia,

rata rata tebal kulit 1-2mm, kulit terbagi atas 3 lapisan pokok yaitu,

epidermis, dermis dan subkutan atau subkutis.1

a. Epidermis

Terbagi atas beberapa lapisan yaitu :1

 Stratum Basal

Lapisan basal atau germinativum, disebut stratum basal

karena sel-selnya terletak dibagian basal.Stratum germinativum

menggantikan sel-sel di atasnya dan merupakan sel-sel induk.1

 Stratum Spinosum

Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat

mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan.1

 Stratum granulosum

Stratum ini terdiri dari sel–sel pipih seperti kumparan. Sel–

sel tersebut hanya terdapat 2-3 lapis yang sejajar dengan

permukaan kulit.1

 Stratum lusidum
Langsung dibawah lapisan korneum, terdapat sel-sel

gepeng tanpa inti dengan protoplasma.1

 Stratum korneum

Stratum korneum memiliki sel yang sudah mati, tidak

mempunyai inti sel dan mengandung zat keratin.1

b. Dermis

Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan

epidermis dilapisi oleh membran basalis dan disebelah bawah

berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak jelas hanya yang

bisa dilihat sebagai tanda yaitu mulai terdapat sel lemak pada

bagian tersebut. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu bagian atas,

pars papilaris (stratum papilar) dan bagian bawah pars retikularis

(stratum retikularis).1

c. Subkutis

Subkutis terdiri dari kumpulan sel lemak dan di antara

gerombolan ini berjalan serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak

ini bentuknya bulat dengan inti yang terdesak ke pinggir, sehingga

membentuk seperti cincin. Lapisan lemak disebut penikulus

adiposus yang tebalnya tidak sama pada setiap tempat.Fungsi

penikulus adiposus adalah sebagai shock braker atau pegas bila

terdapat tekanan trauma mekanis pada kulit, isolator panas atau

untuk mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan

untuk kecantikan tubuh. Dibawah subkutis terdapat selaput otot


kemudian baru terdapat otot. Vaskularisasi kulit diatur oleh dua

pleksus, yaitu pleksus yang terletak dibagian atas dermis (pleksus

superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda).

Pleksus yang terdapat pada dermis bagian atas mengadakan

anastomosis di papil dermis, sedangkan pleksus yang di subkutis

dan di pars retikular juga mengadakan anastomosis, dibagian ini

pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan

pembuluh darah terdapat saluran getah bening.1

Histologi

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan

utama yaitu:2

1. Lapisan epidermis atau kutikel

2. Lapisan dermis (korium kutis vera, true skin)


3. Lapisan subkutis(hipodermis)

Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan

subkutis,subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan

adanya sel dan jaringan lemak.2

a. Lapisan epidermis

Terdiri atas : stratum korneum, stratum lusidum stratum

granulosm, stratum spinosum dan starum basale.2

 Stratum korneum (lapisan tanduk)

Adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas

beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan

protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).2

 Stratum lusidum

Terdapat langsung dibawah lapisan korneum, merupakan

lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang

berubah menjadi protein yang disebut eleidin. lapisan tersebut

tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.2

 Staratum granulosum (lapisan keratohialin)

Merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan

sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-

butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak

punya lapisan ini. Stratum granuloum juga tampak jelas di

telapak tangan dan kaki.2


 Stratum spinosum (staratum malphigi)

Atau disebut pula prickle cell layer (lapisan akanta) terdiri

atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang

besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis.

Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen,

dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat

dengan permukaan makin gepeng bentuknya. diantara sel-sel

spinosum terdapat jembatan-jembatan antar sel yang terdiri

atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar

jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang

disebut nodulus bizzozero. Diantara sel-sel spinosum

terdapat pula sel langerhans. Sel-sel stratum spinosum

mengandung banyak glikogen.2

 Staratum basale

Terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang

tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris

seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan

epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mengadakan

mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua

jenis sel yaitu:2

a. Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma

basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan

yang lain oleh jembatan antar sel.2


b. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell

merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma

basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen

(melanosomes).2

b. Lapisan Dermis

Adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal

daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan

fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel

rambut.secara garis besar dibagi dalam dua bagian yaitu:2

 Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi

ujung serabut saraf dan pembuluh darah.2

 Pars retikulare, yaitu bagian dibawahnya yang menonjol

kearah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut

penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin.

Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam

hialuronat dan kondroitin sulfat, dibagian ini terdat pula

fibroblas, membentuk ikatan (bundel) yang mengandung

hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda serabut bersifat

lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga

makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. serabut elastin

biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah

mengembang serta lebih elastis.2


c. Lapisan subkutis

Adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar

berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel

bulat, besar dengan inti terdesak ke pinggit sitoplasma lemak yang

bertambah.2

Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu

dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel

lemak disebut penikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan

makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh

darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama

bergantung pada lokalisasinya. Di abdomen dapat mencapai

ketebalan 3 cm, Di daerah kelopak mata dan penis sangar sedikit.

Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan.2

Vaskularisasi dikulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus

yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superfisial) dan yang

terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di dermis

bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus

yang disubkutis dan di pars retikulare juga mengadakan

anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar.

Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah

bening.2
Fisiologi

1. Fungsi Proteksi

Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis

atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan

kimiawi, misalnya zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan,

contohnya lisol, karbol, asam, alkali kuat lainnya; gangguan yang

bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra violet;

gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur.1

Hal diatas dimungkinkan karena adanya bantalan lemak,

tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang

yang berperanan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis. 1


Melanosit turut berperanan dalam melindungi kulit terhadap

pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi

rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang

impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air, disamping itu

terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat-zat

kimia dan kulit. Lapisan keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari

hasil ekskresi keringat dan sebum, keasaman kulit menyebabkan

pH kulit berkisar pada pH 5 - 6,5 sehingga merupakan

perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur.

Proses kreatinisasi juga berperan sebagai sawar (barrier) mekanis

karena sel-sel mati melepaskan diri secara teratur.1

2. Fungsi Absorbsi

Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air,larutan dan

benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah

diserap, begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap

oksigen dan karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut

mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi

kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban,

metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung

melalui celah antar sel, menembus sel-sel epidermis atau melalui

muara saluran kelenjar; tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel

epidermis daripada yang melalui muara kelenjar.1


3. Fungsi Ekskresi

Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak

beguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuhberupa NaCl, urea,

asam urat, dana amonia. Kelenjar lemak pada fetus atas pengaruh

hormon androgen dari ibunya memproduksi serum untuk

melindungi kulitnya terhadap cairan amonion, pada waktu lahir

dijumpai sebagai vernix caseosa. Sebum yang diproduksi

melindungi kulit karena lapisan sebum ini selain meminyaki kulit

juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak

menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat di kulit

menyebabkan keasaman kulit pada pH 5 - 6.5.1

4. Fungsi Persepsi

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan

subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-

badan ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan

oleh badan-badan krause yang terletak di dermis. Badan taktil

meissner terletak di papilla dermis berperan terhadap rabaan,

demikian pula badan markel ranvier yang terletak di epidermis.

Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan paccini di

epidemis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di

daerah yang erotik.1


5. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (Termoregulasi)

Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan

keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah

kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan

kulit mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus vaskuler

dipengaruhi oleh saraf simpatis. Pada bayi biasannya dinding

pembuluh darah belum terbentuk sempurna, sehingga terjadi

ekstravasasi cairan, karena itu kulit bayi tampak lebih edematosa

karena lebih banyak mengandung air dan Na.1

6. Fungsi pembentukan pigmen,

Sel pembentuk pigmen(melanosit), terletak di lapisan basal

dan sel ini berasal dari rigi saraf .perbandingan jumlah sel basal :

melanosit adalah 10 : 1. Jumlah melanosit dan jumlah serta

besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit

ras maupun individu. Pada pulasan H.E sel ini jernih berbentuk

bulat dan merupakan sel dendrit, disebut pula sebagai clear cell.

Melanosum dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan enzim

tirosinase, ion Cudan oksigen. Pajanan terhadap sinar matahari

mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke

epidermis melalui tangan-tangan dendrit sedangkan ke lapisan

kulit dibawahnya dibawa oleh sel melanofag(melanofor). Warna

kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan

juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb dan karoten.1


7. Fungsi pembentukan vit D

Dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol

dengan pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan tubuh akan

vitamin D tidak cukup hanya dari hal tersebut, sehingga pemberian

vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.1

Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi

karena adanya pembuluh darah, kelenjar keringat dan otot-otot di

bawah kulit.1

2. Patomekanisme papul, pustule dan eritema

Didalam tubuh terdapat sistem imun bawaan (non-spesifik)

melindungi permukaan epitel terhadap infeksi, trauma fisik atau

kimia. Di antara beberapa sistem deteksi, reseptor merespons

komponen dari mikroba, trauma kimia dan fisik, termasuk kerusakan

jaringan, dan sel apoptosis yang diinduksi oleh ultraviolet. Aktivasi

TLR(toll-like receptor) mengarah mengenali pola spesifik komponen

mikroba terutama dari patogen dan produksi sitokin dan kemokin

proinflamasi. Salah satunya yaitu TLR, TLR2, sangat diekspresikan

dalam kulit, yang berkorelasi dengan peningkatan aktivasi TLR2 ke

rangsangan ekstrinsik.3

Kemudian juga mengalami peningkatan ekspresi AMP

cathelicidin, dan kallikrein (KLK) 5, protease serin dominan yang

bertanggung jawab untuk memisahkan cathelicidin menjadi LL- 37,

bentuk peptida aktifnya. efek yang diinduksi LL-37, termasuk


kemotaksis leukosit, dan aktivasi NF-kB yang secara kolektif

berkorelasi dengan karakteristik atau menghasilkan eritema wajah,

telangiektase, dan papula dan pustula.jadi timbulnya

pustula,papul,dan eritema diawali dengan proses inflamasi dimana

terdapat mikroba yang akan merangsang mediator inflamasi

kemudian akan menimbulkan tanda dari inflamasi yaitu

kalor,dolor,rubor,dan tumor . selain itu juga terjadi infeksi sekunder

kemudian terjadi reaksi imunologi sehingga terbentuklah papul,

pustule dan eritema pada wajah .3

3. Predileksinya hanya pada wajah, bibir dan leher

Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada

folikel rambut dan melepas lipid yang dikenal sebagai sebum menuju

lumen. Sebum dikeluarkan ketika muskulus arrektor vili berkontraksi

menekan kelenjar sebasea sehingga sebum dikeluarkan ke folikel

rambut lalu kepermukaan kulit. Sebum tersebut merupakan

campuran dari trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolit. Sebum

berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan

memproteksi keratin. Hormone testosterone berhubungan dengan

peningkatan sebum. Kadar testosterone meningkat pada puberitas. 4

Selain itu karena pada daerah wajah dan leher lebih sering

terkena sinar matahari. Analisa ada kasus, penderita merasa

gejalanya lebih parah ketika terkena paparan sinar matahari.4


4. Hubungan terkenanya sinar matahari pada memberatnya gejala pada

pasien

 Sinar Matahari menyebabkan keluhan bertambah

Sinar matahari terdiri dari banyak spektrum dengan level

energy yang berbeda,mulai dari cosmic ray hingga panjang

gelombang radio. Semakin pendek gelombangnya, energy

cahaya makin tinggi. Urutan sinar dengan gelombang pendek

atau energy tinggi adalah Gammay ray; X-ray; sinar Ultraviolet

(UV) (290-400nm); Sinar tampak (400-700 nm); sinar Inframerah

(>700nm); Gelombang mikro; dan Gelombang radio.5

a. Radiasi Ultraviolet

Selain sinar Vacuum UV, spektrum UV terdiri dari tiga

pita utama, yaitu UVC, UVB, dan UVA.5

1) Radiasi Ultraviolet C

Sinar UVC, panjang gelombang 200 –290nm, juga

dikenal sebagai radiasi germisidal. Hanya sedikit radiasi

UVC dari matahari yang mencapai permukaan bumi karena

disaring oleh lapisan ozon di atmosfir. Kebanyakan UVC

yang mengenai kulit diserap oleh lapisan sel mati stratum

corneum.5
2) Radiasi Ultraviolet B

Dengan panjang gelombang antara 290 dan 320 nm,

sinar UVB paling aktif menyebabkan eritema, sehingga

disebut radiasi sunburn. Radiasi UVB yang mencapai

permukaan bumi paling intensif sejak jam 10 pagi hingga

hingga jam 3 sore. Paparan UVB berpenetrasi hanya ke

dalam epidermis dan berperan dalam sintesa vitamin D3 di

kulit.5

Namun keuntungan terapetik tidak seimbang, karena

UVB juga menginduksi kanker kulit, pengkeriputan kulit,

hiperplasia epidermal, elastosis, dan kerusakan kolagen .5

3) Radiasi Ultraviolet A

Panjang gelombang radiasi UVA berkisar dari 320

hingga 400 nm. Kini mulai diperhatikan efek merugikannya.5

Radiasi UVA berpenetrasi lebih dalam ke dalam kulit

dibanding UVB, maka mempunyai efek lebih besar pada

dermis dibanding pada epidermis, berupa kerusakan

histologis dan vaskular. Paparan UVA berikutnya dapat

menyebabkan kerusakan akut dan kronik lebih lanjut dan

lebih serius pada jaringan dibanding pada paparan UVB.

UVA menyebabkan sagging kulit, penebalan dermis dan

epidermis, dan peningkatan aktivitas elastase. UVA


dipercaya terlibat dalam penekanan sistem imun, misal

kerusakan DNA.5

 Efek Merugikan Sinar Matahari

Namun, sinar UVB dan sebagian UVA juga memiliki efek

merugikan jangka pendek dan jangka panjang, termasuk

kerusakan kulit yang meliputi keriput, respons inflamatori,

sunburn, imunitas rendah terhadap infeksi, gangguan lain kulit

hingga penuaan dini, erythema(terbakar sinar matahari), katarak,

dan terjadinya kanker kulit.5

Efek jangka pendek, pada kulit, berupa kerusakan

sementara epidermis yang disebut gejala sunburn. Keparahannya

berkisar dari sedikit eritema hingga nyeri terbakar dan

blisteringpada kasus yang lebih parah. Bila sejumlah besar kulit

telahterpengaruh, mungkin disertai menggigil, demam dan

muntah, dan kadang pruritus.5

Beberapa kemungkinan mekanisme kerusakan kulit oleh

sinar UV antara lain kerusakan kolagen, pembentukan radikal

bebas, pengaruh pada perbaikan DNA, dan penghambatan

sistem imun.5

Erythema yang dipicu UVA bersifat bifasik, menurun

segera setelah penghentian iradiasi tapi kemudian menaik hingga


maksimum pada 6 hingga 24 jam. Adapun erythema akibat UVB

atau UVC bersifat monofasik, yang maksimal antara 8 dan 24 jam

kemudian.5

Dengan paparan ringan, terjadi erythema dengan

selanjutnya terjadi pengelupasan lapisan tanduk (scalingdan

exfoliation/peeling). Nyeri dan demam tingkat rendah dapat

menyertai erythema.5

5. Hubungan stess dengan memberatnya gejala pada pasien

 Pengaruh stres terhadap peningkatan testosteron

Stres akan dialirkan ke organ tubuh melalui saraf otonom.

Organ yang antara lain dialiri stres adalah kelenjar hormon dan

terjadilah perubahan keseimbangan hormonal, yang selanjutnya

akan menimbulkan perubahan fungsional berbagai organ target.

Beberapa peneliti membuktikkan stres telah menyebabkan

perubahan neurotransmiter neurohormonal melalui berbagai

aksis. Hyphotalamic Pituitary Ovarial Axis (HPO). Hyphotalamic

Pituitari Adrenal Axis merupakan teori mekanisme yang paling

banyak diteliti.6

Pada kondisi stres akan merangsang hipotalamus melalui

aksis LHPA yang menyebabkan peningkatan androgen. Androgen

yang terpenting dalam stimulasi produksi sebum adalah

testosteron dan akan dirubah menjadi bentuk aktif yaitu 5α-


Dihidrotestosterone (DHT) oleh enzim type I-5α reductase.

Dihidrotestosterone (DHT) adalah androgen yang paling poten

dalam merangsang hiperproliferasi keratinosit.6

Terdapat konsep terbaru yang menjelaskan keterlibatan

neuromediator yang dilepaskan sebagai respon terhadap stres

yang merangsang bermacam-macam faktor neuroendokrin

mengaktifkan kelenjar sebasea pada tingkatan lokal maupun

sentral yang berperan pada timbulnya akne. Bermacam-macam

neuromediator dapat meningkatkan produksi sebum,

mempengaruhi produksi reaksi inflamasi seperti sitokin,

menyebabkan differensiasi dan proliferasi sebosit, dan juga

hypercornifikasi yang menyebabkan penyempitan dari lumen

folikel pilosebasea.6

6. Faktor resiko penyebab gejala pada skenario

 Patogenesis rosacea yang tepat masih belum jelas.7

 Insiden rosacea yang lebih tinggi pada beberapa kelompok etnis

menunjukkan komponen genetik pada kelainan. 7

 Pasien dengan rosacea telah meningkatkan ekspresi berbagai

gen yang mengakibatkan disregulasi dari sistem kekebalan tubuh

bawaan. 7
 Mikroorganisme (misalnya, Demodex folliculorum,

Staphylococcus epidermidis ) dapat berkontribusi untuk

pengembangan rosacea dengan merangsang sistem kekebalan

tubuh bawaan. 7

 Disregulasi neurogenik dapat berkontribusi pada gejala rosacea

seperti pembilasan dan pembakaran. 7

 Kulit pasien dengan rosacea telah meningkatkan kehilangan air

transepidermal dan penurunan hidrasi epidermal. 7

Faktor risiko dan / atau asosiasi7

Usia

 Rosacea paling sering terlihat pada orang dari usia 30 hingga

50 tahun

 Rhinophyma terlihat paling umum pada pria yang lebih tua dari

usia 40 tahun

Seks

 Rosacea lebih mungkin terjadi pada wanita daripada pria

 Pria lebih mungkin untuk berkembang menjadi penyakit lanjut,

khususnya rhinophyma
Genetika

 Riwayat keluarga ada hingga 30% dari kasus

 Studi kembar mengungkapkan 50% kontribusi genetik

 Studi genom telah gagal mengidentifikasi gen penyebab

Etnis / ras

 Ada prevalensi rosacea yang lebih tinggi pada orang keturunan

Celtic dan Eropa Utara; ni mungkin karena bias deteksi pada

kulit yang lebih terang

Faktor / asosiasi risiko lain

 Kerusakan dan paparan sinar matahari dianggap sebagai

faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan rosacea

 Paparan dingin dan konsumsi alkohol, makanan pedas, dan

minuman panas dikenal pemicu kemerahan dan dapat

memperburuk gejala rosacea, tetapi mereka tidak dianggap

pemicu untuk pengembangannya


7. Langkah-langkah diagnosis dari skenario

A. ANAMNESIS8,9,10

1. Tanyakan data pribadi pasien : nama, umur, alamat dan

pekerjaan

2. Tanyakan apa yang menyebabkan pasien datang ke dokter

(keluhan utama)

3. Tanyakan kapan kelainan kulit tersebut mulai muncul. Menggali

lebih dalam tentang onset, durasi kelainan tersebut, apakah

hilang timbul atau menetap, bagaimana gambaran lesi awalnya,

dimana lokasi awalnya, bagaimana perkembangan lesinya serta

distribusi lesi selanjutnya

4. Apakah disertai rasa panas pada lesi atau tidak, adakah demam

atau tidak

5. Tanyakan apakah disertai gatal atau tidak

6. Tanyakanlah apakah kelainan kulit ini ada hubungannya dengan

pekerjaan sebelumnya

7. Tanyakan apakah ada keluhan lain yang dirasakan oleh pasien.

Jika ada tanyakanlah :

- kapan mulai terjadi hal tersebut, apakah terjadi mendadak atau

tidak.

- apakah muncul bersamaan atau sesudahnya.

8. Tanyakan apakah pasien pernah mengalami keluhan yang sama

pada masa lalu


9. Tanyakan riwayat penyakit yang sama dalam lingkup keluarga

atau lingkungan sekitar tempat tinggal

10. Tanyakan adanya riwayat kontak dengan penderita penyakit

dengan gejala yang sama, riwayat kontak dengan serangga

ataupun tanaman

11. Tanyakan riwayat pengobatan yang pernah diterima dari dokter

dan obat yang dibeli sendiri oleh pasien tanpa resep dokter

B. PEMERIKSAAN FISIS KULIT8,9,10

a. Inspeksi

1. Inspeksi lokasi kelainan kulit tersebut : generalisata,

regional, universal, bilateral, unilateral

2. Menilai jenis effloresensi yang tempak : eritema,

hipopigmentasi, hiperpigmentasi, nodul, vesikel, bulla,

makula papula, skuama, urtika, ulkus, krusta

3. Menilai permukaan kulit yang terlihat : kering atau basah

4. Menilai bentuk dan gambaran kelainan kulit yang tamoak

pada pasien : teratur atau tidak teratur

5. Menilai ukuran dan distribusi kelainan kulit yang terlihat

pada pasien : miliar, lentikular, gutata, numular, plakat

6. Mengulangi pemeriksaan fisis kelainan kulit dengan

menggunakan kaca pembesar ( loop )


7. Mencatat kelainan kulit pada pasien dan lakukan

dokumentasi (pemotretan)

b. Palpasi

1. Palpasi kelainan kulit pasien

2. Posisikan kelainan kulit agar nampak dengan jelas oleh

pemeriksa

3. Self pracaution untuk pemeriksa perlu diperhatikan

memakai handschoen sesuai indikasi

4. Lakukan palpasi pada kelainan kulit/lesi pada pasien

apakah ada nodul, kista dan tumor, kemudian apakah

permukaannya kasar (verukosus) atau lembut,

kedalaman lesi kulit apakah lesi terletak pada bagian

epidermis, dermis dan subkutis, bedakan pula krusta

(serum yang mengering) dengan skuama, apakah ada

hiperkeratosis, eksokriasi, maserasi atau likenifikasi

5. Menilai kelainan kulit yang ada dan catat pada resume

pasien.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG8,9,10

a. Biopsi Kulit

Kegunaan biopsi kulit adalah melihat gambaran

histopatologik kulit, berupa ada tidaknya peradangan,

keganasan, dan berbagai patologi kulit lainnya. 8,9,10


b. Pemeriksaan dengan Lampu Wood

Lampu Wood’s merupakan salah satu alat bantu

diagnostik untuk eritrasma. Daerah yang terinfeksi

menunjukkan fluoresensi berwarna merah coral, akibat

adanya porfirin. Pemeriksaan mikroskopik langsung dengan

perwarnaan gram menunjukkan banyak bakteri batang

pendek gram positif di stratum korneum. 8,9,10

c. Pengambilan kerotan kulit


8. Diferensial diagnosis pada scenario

 FOLLIKULITIS

Follikulitis ialah peradangan yang terjadi pada bagian atas

folikel rambut yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, dan

tungau. Peradangannya dapat meluas sampai dalam selama

perpanjangan folikel rambut.11

Etiologi11

 Bakteri: S. aureus (Bockhart impetigo); Pseudomonas

aeruginosa (hot-tub); folikulitis gram negatif.

 Viral: Herpetic, moluskum kontagiosum.

 Jamur: Candida, Malassezia, dermatophytes.

 Lainnya: Sifilis, Demodex.

Faktor Resiko11

 Daerah pencukuran rambut seperti janggut, kumis, axilla,

tungkai, memudahkan infeksi folikel.

 Ekstraksi rambut seperti mencabut atau waxing.

 Oklusi dari bantalan rambut memfasilitasi pertumbuhan

mikroba.

 Penggunaan glukokortikoid topikal.

 Antibiotik sistemik meningkatkan pertumbuhan bakteri gram

negatif; diabetes mellitus; imunosupresi.


Manifestasi Klinik11

Papula folikular, pustula, erosi, atau kerak pada

infundibulum folikel.

Berikut adalah distribusi penyebaran follikulotis pada tubuh dari

wajah, jenggot, kulit kepala, leher, tungkai bawah, badan, dan pantat
Diagnosis11

Pemeriksaan laboratorium, antara lain :

 Pewarnaan Gram S. aureus: kokus gram positif

 Persiapan KoH. Dermatofita: hifa, spora. M. furfur: berbagai

bentuk ragi; Candida: bentuk miselia.

 Bakteri kultur. S. aureus, P. aeruginosa; folikulitis gram

negatif: Proteus, Klebsiella, Escherichia coli.

Prognosis11

Banyak jenis folikulitis infeksius cenderung kambuh atau

menjadi kronis kecuali jika kondisi predisposisi diperbaiki.

Penatalaksanaan11

Terapi Antimikroba. Folikulitis bakteri. Sebagian besar

akan menanggapi penisilin alami tetapi dapat mempertimbangkan

dikloksasilin, amoksisilin, sefalosporin primer dan klindamisin,

biasanya selama 7 hingga 10 hari. Pertimbangkan kultur untuk

organisme resisten. Minocycline, trimethoprim-sulfamethoxazole

dan quinolone mungkin diperlukan. Mungkin ada resistensi yang

lebih tinggi terhadap fery erythromycin. 11


 PERIORAL DERMATITIS

Dermatitis perioral (POD) adalah dermatitis wajah

papulopustular kronis. Ini sebagian besar terjadi pada wanita dan

anak-anak. [1] Gambaran klinis dan histologis dari lesi dermatitis

perioral mirip dengan rosacea. Pasien memerlukan perawatan

sistemik dan / atau topikal dan evaluasi faktor-faktor yang

mendasarinya. 11

Etiologi dan Faktor Resiko

 Obat-obatan: Banyak pasien menyalahgunakan sediaan

steroid topikal. Tidak ada korelasi yang jelas antara risiko

dermatitis perioral dan kekuatan steroid atau durasi

penyalahgunaan. Dermatitis perioral juga telah dilaporkan

setelah penggunaan steroid hidung dan inhaler steroid.11

 Kosmetik: Pasta gigi berfluorinasi seperti salep dan krim

perawatan kulit, terutama yang mengandung dasar

petrolatum atau parafin, dan wahana isopropil myristate

disarankan sebagai faktor penyebab. Dalam sebuah

penelitian di Australia, mengoleskan foundation selain

pelembab dan krim malam menghasilkan peningkatan risiko

13 kali lipat untuk dermatitis perioral. 11

 Faktor fisik : Sinar UV, panas. 11


 Faktor mikrobiologis: Bakteri spirilla fusiform, spesies

Candida, dan jamur lainnya.11

 Faktor-faktor lain-lain: Faktor-faktor hormon diduga karena

kemunduran pramenstruasi yang diamati. Kontrasepsi oral

dapat menjadi faktor.11

Manifestasi Klinik

 Durasi Lesi. Berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.

Gejala kulit dianggap sebagai cacat kosmetik; sesekali gatal

atau terbakar, perasaan tegang.11

 Lesi Kulit. Papulopustula eritematosa 1- hingga 2 mm pada

latar belakang eritematosa (Gbr. 1-12) dikelompokkan secara

tidak teratur, simetris. Lesi meningkat jumlahnya dengan

pertemuan sentral dan satelit (Gambar 1-13); plak konfluen

dapat muncul eksim dengan skala kecil. Tidak ada komedo. 11

 Distribusi. Awalnya perioral. di sekitar perbatasan vermilion

bibir. 11
(Gambar 1-12 dan 1-13) nasiolabial; kadang-kadang, di

daerah periorbital (Gbr. 1-14). Jarang, hanya periorbital.

Penatalaksanaan

 Topikal : Hindari glukokortikoid topikal; metronidazole, 0,75%

gel dua kali sehari atau 1% sekali sehari; eritromisin, gel 2%

diberikan dua kali sehari. 11

 Sistemik : Minocycline atau doksisiklin, 100 mg setiap hari

sampai bersih, kemudian 50 mg setiap hari selama 2 bulan

(hati-hati, doksisiklin adalah obat fotosensitisasi) atau

Tetrasiklin, 500 mg dua kali sehari sampai bersih, kemudian

500 mg setiap hari selama 1 bulan, kemudian 250 mg setiap

hari untuk satu bulan tambahan. 11


 ROSASEA

Rosacea adalah penyakit kulit yang menyerang wajah.

Kondisi ini ditandai dengan kulit menjadi kemerahan, timbul bintil

yang padat atau berisi nanah, dan pembuluh darah menjadi

tampak jelas, khususnya pada bagian hidung, pipi, dagu, serta

dahi. Dalam beberapa kasus, penderita rosacea juga dapat

merasakan sensasi terbakar pada mata. Kondisi ini umumnya

terjadi pada wanita berusia 30 tahun ke atas. Hingga saat ini,

rosacea tidak dapat diatasi sepenuhnya, namun pengobatan

dapat dilakukan untuk mengurangi gejala yang dialami. 12

\
Penyebab dan Faktor Risiko Rosacea

Penyebab penyakit rosacea belum diketahui secara pasti.

Namun beberapa kondisi yang diduga berkaitan dengan rosacea,

antara lain genetik, kelainan pembuluh darah, reaksi kulit terhadap

tungau yang tidak terlihat, reaksi tubuh terhadap infeksi bakteri H.

pylori, dan aktifnya molekul kulit yang disebut peptida atas

rangsangan beberapa faktor pemicu. Beberapa faktor yang

diduga dapat memicu terjadinya rosacea adalah: 12

 Stres.

 Pajanan sinar matahari atau angin.

 Udara dingin atau panas.

 Olahraga berat.

 Konsumsi makanan pedas, minuman panas, kafein, alkohol,

dan produk berbahan dasar susu.

 Kelembapan udara.

 Kebiasaan berendam di air hangat.

 Menopause.

 Obat-obatan seperti kortikosteroid dan amiodarone, serta

vitamin B6 dan vitamin B12 yang dikonsumsi dalam dosis

tinggi.
Gejala Rosacea

Gejala yang dialami penderita rosacea umumnya berbeda-

beda. Selain kulit kemerahan, dan muncul bintil padat atau berisi

nanah, gejala-gejala yang dapat menyertai rosacea adalah: 12

 Pembuluh darah di bawah kulit yang terlihat jelas.

 Penebalan kulit.

 Kemerahan pada kulit yang bersifat menetap.

 Kulit terasa gatal, perih, nyeri, dan muncul sensasi seperti

terbakar.

 Kulit kasar dan kering.

 Kulit yang kemerahan menjadi menonjol dan membentuk

plak.

 Wajah menjadi bengkak.

 Masalah pada mata, seperti mata bengkak, iritasi, kering, atau

kelopak mata yang memerah.

Rosacea dapat hilang timbul, dan bila gejala muncul dapat

bertahan selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. 12

Diagnosis dan Pengobatan Rosacea

Dokter umumnya dapat mengenali rosacea melalui gejala-

gejalanya yang tampak pada kulit si penderita. Jika dibutuhkan,

dokter akan menganjurkan pasien untuk menjalani sejumlah


pemeriksaan lanjutan, seperti pemeriksaan darah dan biopsi kulit,

guna menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit lain, seperti

eksim, lupus, atau psoriasis. 12

Rosacea merupakan penyakit yang tidak bisa

disembuhkan. Tujuan penanganan adalah untuk mengurangi

gejala-gejala yang dialami oleh penderita. Oleh karena itu,

pengobatan yang dilakukan bergantung terhadap beratnya

gejala. Beberapa obat dan produk perawatan kulit yang dapat

diberikan adalah: 12

 Tablet doxycycline dan isotretinoin dosis rendah atau krim

kulit yang mengandung metronidazole atau asam azelaic

untuk mengatasi bintil yang timbul. 12

 Obat clonidine dan beta blocker seperti bisoprolol terkadang

dapat mengurangi kemerahan pada kulit, namun

efektivitasnya belum jelas. 12

 Tabir surya dan pelembab untuk kulit sensitif dan kering.

 Obat tetes mata, seperti cyclosporine dan air mata buatan

untuk meringankan iritasi mata. 12

Hal lain yang perlu dilakukan guna mendukung

pengobatan dalam mengurangi gejala rosacea dan mencegah

gejala timbul kembali, antara lain:


 Mencari tahu apa yang memicu munculnya gejala dan

menghindarinya. 12

 Menggunakan produk perawatan untuk kulit sensitif.

 Mengoleskan tabir surya dengan SPF 30 atau lebih, dan

hindari paparan sinar matahari mulai dari jam 10 pagi sampai

dengan jam 4 sore, atau gunakan pelindung seperti topi dan

payung. 12

 Membersihkan wajah menggunakan air hangat dan

mengeringkannya, terutama sebelum menggunakan

kosmetik. 12

 Menjaga kebersihan kelopak mata dengan membersihkannya

menggunakan air hangat setiap hari dan hindari pemakaian

kosmetik pada mata. 12

Selain obat-obatan dan produk perawatan, dapat

dilakukan tindakan laser dan intense pulsed light (IPL) terhadap

pembuluh darah di bawah kulit yang nampak. Pembuluh darah

tersebut dapat mengerut sehingga menjadi tidak terlihat. 12

Operasi

Prosedur operasi biasanya diterapkan pada kasus

rosacea yang sudah menimbulkan komplikasi. Contohnya adalah

pembedahan untuk mengikis kulit yang mengalami penebalan

akibat rosacea. 12
Komplikasi Rosacea

Walaupun jarang, rosacea berpotensi menyebabkan

dampak permanen. Beberapa di antaranya adalah: 12

 Penebalan pada kulit wajah.

 Gangguan penglihatan.

 Pembengkakan hidung (rhinophyma).

Penebalan kulit pada wajah dan hidung dapat

dikonsultasikan kepada dokter bedah plastik, untuk

memperbaiki penampilan. Beberapa tindakan operasi seperti

mengangkat kelebihan jaringan atau mengubah bentuk hidung

dapat dilakukan. Selain itu, juga terdapat alat khusus untuk

mengikis kelebihan kulit dengan menggunakan teknik yang

dinamakan dermabrasi. 12

Di samping dampak pada fisik, penderita rosacea juga

dapat mengalami masalah psikologis terkait penampilan

mereka. 12

 ACNE VULGARIS

Akne vulgaris adalah suatu penyakit peradangan kronik

dari unit pilosebaseus disertai penyumbatan dari penimbunan

bahan keratin duktus kelenjar yang diatandai dengan adanya

komedo, papula, pustula, nodul, kista sering ditemukan pula skar


pada daerah predileksi seperti muka, bahu bagian atas dari

ekstremitas superior, dada dan punggung. 12

Epidemiologi

Kligman mengatakan bahwa tidak ada seorangpun (artinya

100%) yang sama sekali tidak pernah menderita acne

(Wasitaatmadja, 2007). Di Amerika Serikat saja,tercatat lebih dari

17 juta penduduk yang menderita acne setiap tahunnya, di mana

75hingga 95% di antaranya adalah usia remaja (Baumann dan

Keri, 2009).Pada suatu studi prevalensi acne yang dilakukan di

kota Palembang, dari 5204 sampel berusia 14-21 tahun,

didapatkan bahwa usia terbanyak adalah 15-16 tahun (Suryadi,

2008). Sedangkan berdasarkan sebuah penelitian retrospektif di

Taiwan,didapatkan data kejadian acne sebesar 83 % pada laki-


laki dan 87 % pada perempuan (Yu dkk., 2008). Acne derajat

ringan seringkali dijumpai saat lahir, yang kemungkinan

disebabkan karena stimulasi folikuler oleh androgen adrenal, dan

dapat berlanjut hingga periode neonatal. Namun, pada mayoritas

kasus, acne menjadi masalah yang signifikan sejak usia pubertas.

Kasus terbanyak dijumpai pada pertengahan hingga akhir remaja.

Setelah itu, insidennya menurun perlahan. Namun, pada wanita,

acne dapat menetap hingga dekade ketiga bahkan lebih. 12

Etiopatogenesis

Etiologi acne vulgaris belum jelas sepenuhnya.

Patogenesis acne adalah multifaktorial, namun telah diidentifikasi

empat teori sebagai etiopatogenesis acne. Keempat patogenesis

tersebut adalah hiperproliferasi epidermis folikuler, produksi

sebum yang berlebih, bakteri Propionibacterium acnes (P.acnes),

dan inflamasi. 12

- Hiperproliferasi epidermis folikuler

Mekanisme yang mendasari perubahan infundibulum

folikel masih belum jelas. Namun hipotesis yang menonjol adalah

defisiensi asam linoleat lokal pada folikel, pengaruh IL-1, dan

androgen, sebagai faktor utama yang terlibat dalam

hiperkeratinisasi folikel (Jappe, 2003). Sejak tahun 1986,

defisiensi asam linoleat merupakan faktor penting dalam etiologi

acne (Jappe, 2003). Downing dkk. menyatakan bahwa semakin


rendah konsentrasi asam linoleat, yang berkorelasi dengan

tingginya sekresi sebum, menyebabkan defisiensi lokalisata asam

lemak esensial pada epitel folikuler. Defisiensi ini kemudian

bertanggungjawab terhadap penurunan fungsi barrier epitel dan

hiperkeratosis folikuler, yang semakin memperparah acne

(Bauman dan Keri, 2009). Baru-baru ini, Zouboulis menyatakan

bahwa asam linoleat dapat meregulasi sekresi IL-8, dan

menyebabkan terjadi reaksi inflamasi (Jappe, 2003). IL-1 juga

berperan dalam terjadinya hiperproliferasi keratinosit. Jika

ditambahkan IL-1, keratinosit folikuler manusia menunjukkan

adanya hiperproliferasi dan pembentukan mikrokomedo

(Zaenglein dkk., 2008). Kelenjar sebasea adalah organ target

androgen, distimulasi untuk memproduksi sebum saat pubertas.

Kelenjar sebasea mewakili densitas reseptor androgen yang

berbanyak pada kulit manusia. Androgen yang paling penting

adalah testosteron, yang diubah menjadi dihidrotestrosteron

(DHT) oleh iso-enzim 5α reduktase tipe I (Jappe, 2003). Kulit

penderita acne menunjukkan peningkatan densitas reseptor

androgen dan aktivitas 5α reduktase yang lebih tinggi. DHT

adalah androgen poten yang berperan pada acne. Androgen

menyebabkan peningkatan ukuran kelenjar sebasea,

menstimulasi produksi sebum, serta menstimulasi proliferasi

keratinosit pada duktus kelenjar sebasea dan


acroinfundibulum.Hiperproliferasi epidermal folikuler

menyebabkan terbentuknya lesi primer acne, yaitu mikrokomedo.

Epitel folikel rambut bagian atas, infundibulum, menjadi

hiperkeratotik dan disertai peningkatan kohesi keratinosit.

Peningkatan sel dan kepekatannya menyebabkan sumbatan pada

ostium folikuler. Sumbatan ini menyebabkan terjadinya akumulasi

keratin, sebum dan bakteri pada folikel, yang kemudian

menyebabkan dilatasi pada folikel rambut bagian atas, dan terjadi

mikrokomedo. 12

- Produksi sebum berlebih Sebum disintesis oleh kelenjar sebasea

secara kontinu dan disekresikan ke permukaan kulit

melalui pori – pori folikel rambut. Sekresi sebum ini diatur secara

hormonal. Kelenjar sebasea terletak pada seluruh permukaan

tubuh, namun jumlah kelenjar yang terbanyak didapatkan pada

wajah, pungung, dada, dan bahu (Baumann dan Keri, 2009).

Fungsi sebum pada manusia tidak diketahui pasti. Diduga bahwa

sebum dapat mengurangi kehilangan air dari permukaan kulit dan

menjaga kulit tetap lembut dan halus (Nelson dan Thiboutot,

2008). Kelenjar sebasea mulai terbentuk pada minggu ke-13

hingga 16 kehidupan janin. Kelenjar sebasea mensekresikan lipid

melalui sekresi holokrin. Selanjutnya, kelenjar ini menjadi aktif

saat pubertas karena adanya peningkatan hormon

androgen,khususnya hormon testosteron, yang memicu produksi


sebum (Baumann dan Keri, 2009). Hormon androgen

menyebabkan peningkatan ukuran kelenjar

sebasea,menstimulasi produksi sebum, serta menstimulasi

proliferasi keratinosit pada duktus kelenjar sebasea dan

acroinfundibulum (Nelson dan Thiboutot, 2008 ; Zouboulis dkk.,

2005). Dihidrotestosteron (DHT) adalah androgen poten yang

berperan dalam terbentuknya acne. Enzim 17β6hidroksisteroid

dehidrogenase dan 5α6reduktase adalah enzim yang berperan

mengubah prekursor dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS)

menjadi DHT (Zaenglein dkk., 2008). Ketidakseimbangan antara

produksi dan kapasitas sekresi sebum akan menyebabkan

pembuntuan sebum pada folikel rambut (Baumann dan Keri,

2009). Selain itu, penderita acne memproduksi sebum yang lebih

banyak, jika dibandingkan dengan yang tidak menderita acne.

Salah satu komponen sebum yaitu trigliserida, berperan

penting dalam patogenesis acne. Flora normal unit

pilosebasea yaitu P. acne akan memecah trigliserida menjadi

asam lemak bebas. Asam lemak bebas ini akan menyebabkan

terjadinya lebih banyak kolonisasi P. acnes, memicu inflamasi,

dan selain itu juga bersifat komedogenik. 12

- Bakteri Propionibacterium acnes.

Acne bukan merupakan penyakit infeksi. Di antara

spesies bakteri yang mengkolonisasi kulit normal sebagai flora


normal, hanya bakteri yang mampu mengkolonisasi duktus

folikuler dan bermultiplikasi lah yang dapat bersifat patogenik

terhadap terjadinya acne. Hanya tiga spesies mikroorganisme

yang dapat diasosiasikan dengan perkembangan lesi acne, yaitu

propionibacteria, staphylococci koagulase negatif, dan jamur

Malassezia. Namun, setelah terapi antifungal, penderita acne

tidak menunjukkan perbaikan klinis, sehingga jamur dapat

dieksklusikan. Staphylococci juga dapat dieksklusikan,

mengingat terjadinya resistensi antibiotika pada kebanyakan

penderita pada minggu pertama terapi, dan jumlahnya yang

meningkat dengan cepat. Sehingga fokus ilmiah diarahkan ke

Propionibacteria(Jappe, 2003). Propionibacteria merupakan

bakteri gram positif, non motil, sel berbentuk batang yang

pleomorfik, yang memfermentasi gula untuk menghasilkan

asam propionat sebagai produk akhir pada proses

metabolismenya. Propionibacteria acnes merupakan

mikroorganisme penghuni predominan pada area kulit orang

dewasa yang kaya akan kelenjar sebasea. Pada kulit manusia,

Propionibacteria ditemukan sejak manusia lahir hingga

meninggal. Analisis bakteriologi dan produksi sebum pada area

tubuh multipel menunjukkan hubungan yang erat antara jumlah

P. acnes dengan produksi sebum (Jappe, 2003). Patogenisitas


Propionibacteria diduga disebabkan karena adanya dua hal,

yaitu :

1. Produksi enzim eksoseluler dan produk ekstraselulerbio aktif

lainnya, seperti protease, lipase, lecithinase, hyaluronat lipase,

neuramidase, phospatase, phospolipase, proteinase, dan RNase.

2. Interaksi mikroorganisme dengan sistem imun manusia. Pada

saat pubertas, jumlah P.acnes pada wajah dan pipi penderita

acne meningkat drastis, dan saat dewasa akan menunjukkan

jumlah yang konstan. Penelitian tentang DNA P.acnes yang

dilakukan oleh Miura dkk., menemukan bahwa pada penderita

acne berusia 10614 tahun didapatkan jumlah P.acnes di hidung

dan dahi yang lebih tinggi secara signifikan daripada non acne.

Namun pada penderita acne berusia lebih dari 15 tahun, tidak

didapatkan perbedaan jumlah P.acnes yang signifikan (Miura

dkk., 2010). Berdsarkan observasi yang dilakukan selama ini,

diduga P. acnes berperan secara tidak langsung dalam

patogenesis acne dengan merangsang komedo dan

menghasilkan substansi–substansi yang menyebabkan

terjadinya ruptur komedo, sehingga memulai respon inflamasi. 12

- Inflamasi

Beberapa hipotesis menyatakan peran P.acnes dalam

terbentuknya acne. Kerusakanjaringan kulit dapat merupakan

akibat dari enzim bakteri yang memiliki sifat degradasi, dan


mempengaruhi integritas sel epidermis kulit dan fungsi barier

dinding folikuler folikel sebaseus. Hal ini menyebabkan

pelepasan sitokin pro inflamasi dari keratinosit, yang akan

berdifusi ke dermis dan memicu inflamasi (Bruggemann, 2005).

Terdapat dua macam respon inflamasi yang terjadi, yaitu :

1. Rupturnya epitel komedo. Komedo yang mengandung

korneosit, rambut, sebum, dan campuran debris seluler akan

memasuki dermis, dan memicu erjadinya reaksi inflamasi.

2. Netrofil berakumulasi di sekeliling komedo yang intak

yangmana dinding epitelnya bersifat spongiotik. Hal ini

menyebabkan terjadinya kebocoran substansi yang dapat

berdifusi dari komedo. Pada saat ini, imunoglobulin seperti

IgG, dan komplemen seperti C3, dapat dideteksi pada pembuluh

darah di sekitar komedo. Adanya faktor kemotaktik dengan

berat molekul yang kecil, memungkinkan terjadinya difusi dari

folikel yang intak menuju ke dermis, sehingga akan menarik

netrofil. Setelah terjadi fagositosis, netrofil akan melepaskan

enzim lisosomal dan Reactive Oxygen Species (ROS),yang akan

menyebabkan kerusakan epitel folikuler, yang kemudian lebih

lanjut akan mengawali terjadinya inflamasi. Selain itu, diketahui

pula bahwa P. acnes merupakan aktivator komplemen jalur klasik

dan alternatif yang poten. Aktivasi komplemen akan


menyebabkan semakin banyaknya netrofil. Keseluruhan hal ini

akan menyebabkan terjadinya inflamasi. 12

Gejala Klinis Acne Vulgaris

Acne vulgaris ditandai dengan empat tipe dasar lesi :

komedo terbuka dan tertutup, papula, pustula dan lesi

nodulokistik. Satu atau lebih tipe lesi dapat mendominasi; bentuk

yang paling ringan yang paling sering terlihat pada awal usia

remaja, lesi terbatas pada komedo pada bagian tengah wajah.

Lesi dapat mengenai dada, punggung atas dan daerah deltoid.

Lesi yang mendominasi pada kening,terutama komedo tertutup

sering disebabkan oleh penggunaan sediaan minyak rambut

(acne pomade). Mengenai tubuh paling sering pada laki-laki. Lesi

sering menyembuh dengan eritema dan hiperpigmentasi pasca

radang sementara; sikatrik berlubang, atrofi atau hipertrofi dapat

ditemukan di sela-sela, tergantung keparahan, kedalaman dan

kronisitas proses (Darmstadt dan Al Lane dalam Nelson 999).

Acne dapat disertai rasa gatal, namun umumnya keluhan

penderita adalah keluhan estetika. Komedo adalah gejala

patognomonik bagi acne berupa papul miliar yang di tengahnya

mengandung sumbatan sebum, bila berwarna hitam mengandung

unsur melanin disebut komedo hitam atau komedo terbuka (black

comedo, open comedo). Sedang bila berwarna putih karena


letaknya lebih dalam sehingga tidak mengandung unsure melanin

disebut komedo putih atau komedo tertutup. 12

Diagnosis

Menurut penelitian William (2007) dan penelitian Magin dkk

(2006) diagnosis acne vulgaris dapat ditegakkan dengan

anamnesis dan pemeriksaan klinis. Keluhan penderita dapat

berupa gatal atau sakit, tetapi pada umumnya keluhan penderita

lebih bersifat kosmetik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan

komedo, baik komedo. terbuka maupun komedo tertutup. Adanya

komedo diperlukan untuk menegakkan diagnosis acne vulgaris .

Selain itu, dapat pula ditemukan papul, pustul, nodul, dan kista

pada daerah – daerah predileksi yang mempunyai banyak

kelenjar lemak. Pemeriksaan laboratorium bukan merupakan

indikasi untuk penderita acne vulgaris, kecuali jika dicurigai

adanya hiperandrogenis. 12

Penatalaksanaan Akne Vulgaris

Pengobatan akne dibagi menjadi medikamentosa dan non

medikamentosa lain. Medikamentosa terdiri dari :

a) Pengobatan topikal Pengobatan topikal dilakukan untuk

mencegah pembentukan komedo, menekan peradangan, dan

mempercepat penyembuhan lesi. Obat topikal terdiri atas: bahan

iritan yang dapat mengelupas kulit; antibiotika topikal yang dapat


mengurangi jumlah mikroba dalam folikel akne vulgaris seperti

Eritromycin dan Clindamycin anti peradangan topikal dan lainnya

seperti asam laktat 10% yang untuk menghambat pertumbuhan

jasad renik. Benzoil Peroksida memiliki efek anti bakterial yang

poten .Retinoid topikal akan menormalkan proses keratinasi epitel

folikuler, sehingga dapat mengurangi komedo dan menghambat

terbentuknya lesi baru. 12

b) Pengobatan sistemik Pengobatan sistemik ditujukan terutama

untuk menekan pertumbuhan jasad renik di samping juga

mengurangi reaksi radang, menekan produksi sebum, dan

mempengaruhi perkembangan hormonal. Golongan obat

sistemik. 12

Komplikasi

Semua tipe akne berpotensi meninggalkan sekuele.

Hampir semua lesi acne akan meninggalkan makula eritema yang

bersifat sementara setelah lesi sembuh. Pada warna kulit yang

lebih gelap, hiperpigmentasi post inflamasi dapat bertahan

berbulan- bulan setelah lesi acne sembuh. Acne juga dapat

menyebabkan terjadinya scar pada beberapa individu. Selain itu,

adanya acne juga menyebabkan dampak psikologis. Dikatakan

30–50% penderita acne mengalami gangguan psikiatrik karena

adanya akne.12
DAFTAR PUSTAKA

1. Tortora G, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 11th

ed. USA: John Wiley & Sons Inc; 2006. p. 145-70

2. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed.

Jakarta: EGC; 2007.

3. Barbara M.Rainer ,Sewon Kang, Anna.Chien , 2017,US National library

of medicine national institutes of health,

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5821167/#cit0006

4. Linuwih sri dkk, 2018. Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi 7, Jakarta :

badan penerbit FK UI

5. Electronic Theses & Dissertations.2016. Radiasi Sinar Matahari.

Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada :Jogjakarta

6. Savitri Kusumoningtyas, Dyah. 2012. HUBUNGAN ANTARA STRES

DENGAN TIMBULNYA AKNE VULGARIS PADA SISWA-SISWI KELAS III

SMAN 7 SURAKARTA. FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH SURAKARTA

7. Elsevier BV. 7 November 2018. Rosacea. Dikutip 09 Oktober 2019.

https://www.clinicalkey.com/#!/content/clinical_overview/67-s2.0-

70b341d8-88e7-411d-8671-84ccfb75f7c7

8. Cox N, Coulson IH. Diagnosis of Skin Diseases. In: Burns T,

Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook's Textbook of

Dermatology.Massachusetts: Blackwell Publishing; 2004. p. 5.1 - 5.10.


9. Budimulja U. Morfologi dan cara membuat diagnosis. In : Djuana A,

Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta :

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2011. p. 34-42.

10. Wolf K, Goldsmith LA, I.Katz S, A.Gilchrest B. Fitzpatrick's Dermatology

in General Medicine. Wolf K, Gilchrest BA, Paller AS, J.Leffel D, editors.

New York: Mc Graw; 2008.

11. Wolf Klauss. 2013. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical

Dermatology. Ed 7. Mc Graw Hill Edication. Hal 12 & 785

12. Afriyanti,Rizqun Nisa. 2015. Akne Vulgaris Pada Remaja. Jurnal

Kedokteran Unila

Anda mungkin juga menyukai