Anda di halaman 1dari 45

CLINICAL SCIENCE SESSION

* Kepaniteraan Klinik Senior/G1A220107/Maret 2021

** Pembimbing : dr. Riadi Ali, Sp.B (K) Onk

Tumor Kulit

Oleh:

Andini Agustina*

G1A220107

Pembimbing:

dr. Riadi Ali, Sp.B (K) Onk **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021
LEMBAR PENGESAHAN

CLINICAL SCIENCE SESSION

*Kepaniteraan Klinik Senior/G1A220107/Andini Agustina

Tumor Kulit

**Pembimbing : dr. Riadi Ali, SpB (K) Onk

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021

Jambi, Maret 2021

Pembimbing,

dr. Riadi Ali, SpB (K) Onk

KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga
penulis dapat menyelesaikan CSS yang berjudul “Tumor Kulit”

Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada


kepada dr. Riadi Ali, SpB(K)ONK sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis selama di kepaniteraan klinik bagian bedah
RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi.

Penulis menyadari bahwa CSS ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak. Semoga tulisan ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Jambi, Maret 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Kulit merupakan organ tubuh paling luar yang melindungi tubuh manusia dari
lingkungan hidup sekitar. Kulit adalah organ terbesar dan organ yang paling
kompleks dari tubuh. Meskipun kulit pada dasarnya berfungsi sebagai pelindung
untuk berinteraksi dengan lingkungan. Kulit juga melindungi terhadap agen paling
berbahaya seperti bahan kimia (yang impermeabilitas terhadap epidermis), radiasi
matahari (dengan membentuk pigmentasi), agen infeksi (melalui immunosurveillance
efficient) dan deformitas fisik (pertahanan dermis).1

Kulit terbagi atas dua lapisan utama, yaitu epidermis sebagai lapisan paling
luar dan dermis. Sedangkan subkutis atau jaringan lemak terletak dibawah dermis. 1
Seperti organ tubuh lain pada umumnya, kulit juga terdiri tersusun dari jutaan sel.
Normalnya, sel-sel di dalam tubuh akan membelah lebih cepat pada masa
pertumbuhan, sedangkan pada masa dewasa sel akan lebih banyak membelah untuk
menggantikan sel-sel yang mati atau untuk memperbaiki kerusakan jaringan. Sel
kanker terjadi akibat kerusakan dari DNA. Sel kanker akan terus tumbuh dan
membelah menjadi sel yang abnormal dan juga dapat meluas ke jaringan yang normal
atau metastasis.2

Berdasarkan beberapa penelitian, orang kulit putih yang lebih banyak


menderita kanker kulit. Hal tersebut diprediksikan sebagai akibat seringnya terkena
(banyak terpajan) cahaya matahari. Jenis tumor ganas kulit yang banyak ditemukan
diseluruh dunia ialah karsinoma sel basal (basalioma), karsinoma sel skuamosa, yang
tergolong non melanoma dan melanoma maligna. Karsinoma sel basal adalah paling
umum. 75% kanker kulit adalah kanker sel basal diikuti oleh Karsinoma sel
skuamosa. Sedangkan, Melanoma adalah yang paling jarang dijumpai tetapi
menyebabkan paling banyak kematian. Menurut WHO, sebanyak 160.000 orang
menghidapi melanoma setiap tahun dan sebanyak 48.000 kematian dilaporkan setiap

1
2

tahun. Di Indonesia penderita kanker kulit terbilang sangat sedikit dibandingkan ke-3
negara tersebut, namun demikian kanker kulit perlu dipahami karena selain
menyebabkan kecacatan (merusak penampilan) juga pada stadium lanjut dapat
berakibat fatal.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit

2.1.1 Anatomi Kulit

Kulit adalah lapisan atau jaringan yang menyelimuti seluruh tubuh dan
melindungi tubuh dari bahaya yang datang dari luar. Kulit atau sistem integumen
merupakan organ tubuh manusia yang paling besar karena fungsinya sebagai
pembungkus seluruh tubuh manusia. Kulit juga merupakan organ tubuh yang terletak
paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia.2

Luas permukaan kulit manusia dewasa sebesar 1,5 – 2 m 2, dengan berat


sekitar 3 kg dan berperan sebagai lapisan pelindung tubuh terhadap pengaruh dari
luar, baik pengaruh fisik maupun kimia. Meskipun kulit relatif permeable terhadap
senyawa-senyawa kimia, namun dalam keadaan tertentu kulit dapat ditembus oleh
senyawa obat atau bahan berbahaya yang dapat menimbulkan efek terapeutik atau
efek toksik yang bersifat lokal atau sistemik. Selain itu kulit juga merupakan sawar
(barrier) fisiologik yang penting karena mampu menahan penembusan gas, cair,
maupun padat, baik yang berasal dari lingkungan luar tubuh maupun komponen
mikroorganisme.3 Kulit merupakan organ yang tersusun dari 4 jaringan dasar:4

1. Kulit mempunyai berbagai jenis epitel, terutama epitel berlapis gepeng dengan
lapisan tanduk. Penbuluh darah pada dermisnya dilapisi oleh endotel. Kelenjar-
kelenjar kulit merupakan kelenjar epitelial.

2. Terdapat beberapa jenis jaringan ikat, seperti serat-serat kolagen dan elastin, dan
sel-sel lemak pada dermis.

3
4

3. Jaringan otot dapat ditemukan pada dermis. Contoh, jaringan otot polos, yaitu otot
penegak rambut (m. arrector pili) dan pada dinding pembuluh darah, sedangkan
jaringan otot bercorak terdapat pada otot-otot ekspresi wajah.

4. Jaringan saraf sebagai reseptor sensoris yang dapat ditemukan pada kulit berupa
ujung saraf bebas dan berbagai badan akhir saraf. Contoh, badan Meissner dan badan
Pacini.

Secara umum, kulit terdiri atas 3 lapisan utama yaitu, epidermis, dermis, dan
hypodermis/subkutis.

Gambar 2.1 Anatomi kulit

1. Epidermis

Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel berlapis
gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu, dari dalam ke
5

luar yaitu stratum basal, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan
stratum korneum.4

Gambar 2.2 Anatomi Epidermis

a. Stratum basal

Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel yang tersusun
berderet-deret di atas membran basal dan melekat pada dermis di bawahnya. Sel-
selnya kuboid atau silindris. Intinya besar.

b. Stratum spinosum

Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar berbentuk
poligonal dengan inti lonjong. Sitoplasmanya kebiruan. Bila dilakukan pengamatan
dengan pembesaran obyektif 45x, maka pada dinding sel yang berbatasan dengan sel
di sebelahnya akan terlihat taju-taju yang seolah-olah menghubungkan sel yang satu
dengan yang lainnya. Semakin ke atas bentuk sel semakin gepeng.

c. Stratum granulosum
6

Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung banyak granula
basofilik yang disebut granula keratohialin, yang dengan mikroskop elektron ternyata
merupakan partikel amorf tanpa membran tetapi dikelilingi ribosom. Mikrofilamen
melekat pada permukaan granula.

d. Stratum lusidum

Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya, dan
agak eosinofilik. Tak ada inti maupun organel. pada sel-sel lapisan ini. Walaupun ada
sedikit desmosom, tetapi pada lapisan ini adhesi kurang sehingga pada sajian
seringkali tampak garis celah yang memisahkan stratum korneum dari lapisan lain di
bawahnya.

e. Stratum korneum (lapis tanduk)

Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak berinti
serta sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Selsel yang paling permukaan
merupakan sisik zat tanduk yang terdehidrasi yang selalu terkelupas. Lapisan
epidermis bersifat translusent, hal ini memungkinkan sebagian cahaya melewatinya.
Epidermis tidak mengandung pembuluh darah namun mendapatkan oksigen dan
nutrisi dari lapisan dibawahnya. Epidermis tersusun oleh epitel skuamous dan
mengandung 4 tipe sel utama. Sekitar 90% sel epidermis adalah sel keratinosit (tipe
1). Keratinosit ini memproduksi protein keratin yang menyebabkan kedap air
(waterproof) dan melindungi kulit dan jaringan sekitar. Sel melanosit (tipe 2) yang
memproduksi melanin, berjumlah sekitar 8% dari sel epidermis. Melanin adalah
pigmen coklat-hitam mempunyai peranan untuk warna kulit dan absorbsi sinar ultra
violet (UV). Tipe ketiga sel dalam epidermis adalah sel Langerhans. Sel-sel ini
berasal dari sumsum tulang dan mograsi ke epidermis. Dalam respon system imunitas
sel Langerhans berinteraksi dengan sel darah putih (helper T cell) dan mudah dirusak
oleh radiasi sinar UV. Tipe keempat adalah sel Merkel yang berlokasi di lapisan
paling dalam (stratum basale) dilekatkan ke keratinosit oleh desmosome. Sel merkel
7

berhubungan dengan ujung saraf sensoris dan berfungsi dalam sensasi perabaan
(sensation of touch).

2. Dermis

Dermis merupakan lapisan kulit kedua, mengandung pembuluh darah, nervus,


folikel rambut, dan kelenjar keringat. Lapisan ini dibentuk oleh jaringan penghubung
(connective tissue) yang mengandung kolagen dan jaringan ikat elastis dan juga
terdapat dalam jumlah yang kecil fibroblast, makrofag, dan adiposit. Dermis sangat
tebal ditelapak tangan dan kaki dan sangat tipis dipalpebra, penis dan skrotum.
Bagian paling superfisial disebut stratum papilaris dan yang dalam adalah stratum
reticular. Ujung saraf terhadap suhu panas terletak dibagian pertengahan dan
superfisial dermis.5 Dermis terdiri atas stratum papilaris dan stratum retikularis, batas
antara kedua lapisan tidak tegas, serat antaranya saling menjalin.4

a. Stratum papilaris

Lapisan ini tersusun lebih longgar, ditandai oleh adanya papila dermis yang
jumlahnya bervariasi antara 50–250/mm2. Jumlahnya terbanyak dan lebih dalam pada
daerah di mana tekanan paling besar, seperti pada telapak kaki. Sebagian besar papila
mengandung pembuluh-pembuluh kapiler yang memberi nutrisi pada epitel di
atasnya. Papila lainnya mengandung badan akhir saraf sensoris yaitu badan Meissner.
Tepat di bawah epidermis serat- serat kolagen tersusun rapat.

b. Stratum retikularis

Lapisan ini lebih tebal dan dalam. Berkas-berkas kolagen kasar dan sejumlah
kecil serat elastin membentuk jalinan yang padat ireguler. Pada bagian lebih dalam,
jalinan lebih terbuka, rongga-rongga di antaranya terisi jaringan lemak, kelenjar
keringat dan sebasea, serta folikel rambut. Serat otot polos juga ditemukan pada
tempat-tempat tertentu, seperti folikel rambut, skrotum, preputium, dan puting
payudara. Pada kulit wajah dan leher, serat otot skelet menyusupi jaringan ikat pada
8

dermis. Otot-otot ini berperan untuk ekspresi wajah. Lapisan retikular menyatu
dengan hipodermis/fasia superfisialis di bawahnya yaitu jaringan ikat longgar yang
banyak mengandung sel lemak.

3. Hipodermis atau subkutis

Tebalnya bervariasi dari setiap individu. Lapisan ini mengandung pembuluh


darah besar dibentuk oleh sel-sel adiposa. Lapisan ini juga mengandung ujung saraf
yang disebut korpus pacini yang sensitive terhadap penekanan. Ujung saraf terhadap
suhu dingin terletak dibawah dermis. Hipodermis terletak diatas otot dan tulang,
dimana semua struktur kulit diletakkan oleh connective tissue (stratum reticular) ke
organ sekitar.

2.1.2 Fungsi Kulit

Fungsi kulit antara lain: proteksi, absorbsi, eksresi, pengindera sensoris,


pengaturan suhu tubuh, pembentukan pigmen, serta ekspresi emosi. Namun secara
umum fungsi kulit adalah:6

1. Fungsi Proteksi

Kulit menjaga tubuh dari gangguan fisik, kimia, suhu, sinar ultraviolet dan
mikroorganisme. Proteksi terhadap gangguan fisik dan mekanis dilaksanakan oleh
stratum korneum pada telapak tangan dan telapak kaki dan proses keratinisasi
berperan sebagai barier mekanis. Serabut elastis dan kolagen menyebabkan adanya
elastisitas kulit dan lapisan lemak pada sub kutis juga sebagai barier terhadap
tekanan. Proteksi terhadap gangguan kimia dilaksanakan oleh stratum korneum yang
impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air serta adanya keasaman kulit.
Proteksi tehadap radiasi dan sinar ultraviolet dilaksanakan oleh melanosit, ketebalan
stratum korneum dan asam uroleanat yang dijumpai pada keringat.
9

2. Fungsi Ekskresi

Kelenjar kulit mengeluarkan zat dan sisa metabolisme seperti Na, Cl, urea,
asam urat, amonia. Kelenjar sebasea menghasilkan sebum yang berguna untuk
menekan evaporasi air yang berlebihan. Kelenjar keringat mengeluarkan keringat
beserta garam-garamnya.

3. Fungsi Absorbsi

Fungsi absorbsi dimungkinkan dengan adanya permeabilitas kulit. Absorbsi


berlangsung melalui celah antar sel, menembus epidermis atau melalui muara saluran
kelenjar. Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan atau benda- benda padat,
tetapi larutan yang mudah menguap akan mudah diabsorpsi. Kemampuan absorbsi
dipengaruhi oleh ketebalan kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme, umur, trauma
pada kulit dan jenis vehikulum.

4. Fungsi Keratinisasi

Keratinisasi adalah proses diferensiasi sel-sel stratum basale menjadi sel-sel


yang berubah bentuk dan berpindah ke lapisan atas menjadi sel-sel yang makin
gepeng dan akhirnya mengalami deskuamasi. Proses keratinisasi ini berlangsung 14-
21 hari dan memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.

5. Fungsi Pembentukan Pigmen

Pembentukan pigmen kulit dilaksanakan oleh sel melanosit yang ada di


stratum basale. Proses pembentukan melanin terjadi didalam melanosom yang
terdapat dalam melanosit dan kemudian melalui dendrit-dendritnya membawa
melanosom ke sel keratinosit, jaringan sekitarnya bahkan sampai ke dermis. Warna
kulit ditentukan oleh jumlah, tipe, ukuran, distribusi pigmen, ketebalan kulit, reduksi
Hb, oksi Hb dan karoten.
10

6. Fungsi Termoregulasi

Pengaturan regulasi panas dilaksanakan oleh sekresi kelenjar keringat,


kemampuan pembuluh darah untuk berkontraksi dan vaskularisasi kulit yang banyak
pada dermis. Panas tubuh keluar melalui kulit dengan cara radiasi, konveksi,
konduksi dan evaporasi.

7. Fungsi Pembentukan Vitamin D

Pembentukan Vitamin D berlangsung pada stratum spinosum dan stratum


basale yaitu dengan mengubah 7 dehidro kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet
B. Walaupun didapat pembentukan vitamin D ditubuh tapi kebutuhan ini belum
cukup sehingga perlu pemberian vitamin D dari luar.

8. Fungsi Persepsi

Fungsi persepsi dimungkinkan dengan adanya saraf sensori di dermis dan sub
kutis. Persepsi yang dapat diterima kulit adalah perabaan, tekanan, panas, dingin dan
rasa sakit. Persepsi raba terletak pada badan taktil Meisnier yang berada di papila
dermis dan Merkel Ranvier di epidermis. Persepsi tekana oleh badan Vater Paccini di
epidermis, rasa panas oleh badan Ruffini di dermis dan sub kutis, rasa dingin oleh
badan Krause dan rasa sakit oleh “ free nerve ending”. Saraf-saraf sensorik lebih
banyak jumlahnya di daerah erotik.

9. Peran dalam imunologi kulit

Pada kulit didapat apa yang disebut SALT (Skin Associated Lymphoid
Tissue) yang terdiri dari sel Langerhans, keratinosit, saluran limfatik kulit dan sel
endotel kapiler khusus yang memiliki reseptor khusus untuk menarik sel limfosit T
kedalam epidermis. Sel Langerhans berfungsi sebagai antigen presenting cell yang
membawa antigen ke sel limfatik dalam reaksi alergi kontak. Sel keratinosit
11

memproduksi cairan yang mengandung protein yang akan berikatan dengan antigen
yang masuk ke epidermis untuk membentuk antigen kompleks yang potensial.
Keratinosit juga memproduksi Limphokine Like Activity seperti Epidermal
Thymocyte Activating Factor (ETAF) yang identik dengan IL-1 dan berbagai fungsi
lain. SALT juga sangat penting untuk memonitor sel-sel ganas yang timbul akibat
radiasi UV, zat kimia maupun oleh virus onkogenik. Sampai saat ini peranan SALT
masih terus diselidiki.

2.2 Epidemiologi

Keganasan pada kulit secara umum dibagi menjadi 2 jenis : melanoma


maligna yang merupakan keganasan yang berasal dari melanosit, dan kanker kulit
non-melanoma yang berasal dari sel basal (karsinoma sel basal) atau keratinosit
suprabasal (karsinoma sel skuamosa). Karsinoma Sel Basal menempati urutan
pertama, diikuti Karsinoma Sel Skuamosa, dan Melanoma Maligna pada urutan
ketiga. Walaupun jumlah insiden Melanoma Maligna lebih kecil dibanding
Karsinoma Sel Basal dan Karsinoma Sel Skuamosa, angka kematian yang
disebabkannya cenderung lebih besar yaitu menyebabkan 75% kematian akibat
kanker kulit. Di Australia, yang merupakan salah satu negara dengan insiden kanker
kulit tertinggi di dunia, dilaporkan terjadi insiden kanker kulit empat kali lipat lebih
tinggi dibanding Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada. Melanoma merupakan jenis
kanker kulit dengan insiden tertinggi pada umur 15-44 tahun di Australia. 5 Peran
radiasi ultraviolet (UV) pada keganasan kulit tampak jelas ditunjukkan oleh fakta
bahwa keganasan kulit yang sering kali timbul terutam apada bagian kulit yang
seringkali timbul terutama pada bagian kulit yang sering terpapar oleh sinar matahari,
khususnya pada orang-orang kulit putih dan yang mempunyai pekerjaan diluar
rumah/gedung.7
12

2.3 Tumor Kulit

1. Karsinoma Sel Basal (Basal cell carcinoma; BCC)

Karsinoma sel basal (Basal cell carcinoma; BCC) adalah kanker ganas kulit
tersering, (75% dari semua kanker kulit nonmelanoma) dan diperkirakan setiap
tahunnya ditemukan 500.000 kasus baru diseluruh dunia. Kanker kulit ini bersifat
destruktif, dan invasi setempat, serta sangat jarang metastasis. Insiden pada laki- laki
lebih tinggi daripada perempuan (4:1), biasanya timbul pada usia diatas 50 tahun, dan
90% diderita oleh kulit putih atau Caucasian. BCC lebih dari 80% berlokasi di kepala
dan leher (30% di hidung). Terjadinya kanker ini jelas berhubungan dengan paparan
kronis radiasi ultraviolet (UV) dari sinar matahari, namun yang tidak terpapar juga
beresiko.

A. Faktor Resiko dan Etiologi

Penyebab pasti dari karsinoma ini masih belum diketahui walaupun diyakini
terdapat beberapa factor predisposisi. Paparan terhadap radiasi ultraviolet B dari sinar
matahari merupakan faktor penyebab utama dari pathogenesis karsinoma sel basal.
Ultraviolet B diyakini memegang peranan yang lebih besar dibanding ultraviolet A
yang menginduksi mutasi pada gen penekan tumor. Radiasi UVB merusak DNA,
yang mengarah pada perubahan genetik dan neoplasma. Mutasi imbas UV pada gen
penekan tumor p53 telah ditemukan pada sekitar 50% kasus BCC. Namun, tepatnya
hubungan antara resiko terjadinya karsinoma sel basal dengan jumlah, lama, dan pola
paparan dari radiasi sinar ultraviolet masih belum jelas. Sumber UV lain memegang
peranan untuk terjadinya BCC adalah ultraviolet light therapy dan tanning booth.8

Kulit putih, rambut merah, dan pirang, mata biru atau hijau merupakan faktor-
faktor resiko untuk terjadinya karsinoma sel basal. Riwayat keluarga kanker kulit
juga merupakan faktor prediktif untuk terjadinya pertumbuhan karsinoma sel basal.
Radiasi ion (x-ray untuk terapi wajah), diet tinggi kalori khususunya lemak, konsumsi
13

vitamin yang rendah, zat-zat kimia, dan arsenic. Beberapa kondisi genetic
dihubungkan dengan resiko terjadinya pertumbuhan karsinoma sel basal. Termasuk
diantaranya albinisme, xeroderma pigmentosa, sindrom bazex, dan sindrom nevoid
karsinoa sel basal (Gorlin’s Syndrome).8

Imunosupresi juga telah dihubungkan dengan peningkatan resiko BCC. Oleh


karenanya resipien dari transplantasi organ/stem cell memiliki resiko lebih tinggi
untuk terkena karsinoma sel basal. Disamping itu resiko juga meningkat pada orang
yang belum pernah menderita kanker kulit non-melanoma.8

B. Manifestasi Klinis

Adanya lesi yang tidak sembuh harus meningkatkan kecurigaan kanker kulit.
BCC biasanya berkembang pada area kepala dan leher yang terkena sinar matahari
tetapi dapat terjadi di bagian tubuh mana saja. Gambaran yang umum terlihat meliputi
translusensi, ulcerasi, telangiektasis, dan adanya rolled border. Karakteristik dapat
bervariasi untuk subtipe klinis yang berbeda, yang meliputi BCC nodular, superfisial,
morfeaform, dan BCC berpigmen serta fibroepithelioma of Pinkus (FEP). Lokasi
anatomi BCC dapat mendukung pengembangan subtipe tertentu.

Gambaran histopatologis agak berbeda pada tiap subtipe, tetapi sebagian besar
BCC memiliki beberapa karakteristik histologis yang sama. Sel-sel basal ganas
memiliki inti yang besar dan sitoplasma yang relatif sedikit. Meskipun nukleinya
besar, sel-sel tersebut mungkin tidak tampak atipikal. Biasanya, angka mitosis tidak
ada. Seringkali, terdapat retraksi mirip celah dari stroma dari pulau- pulau tumor,
menciptakan peritumoral lacunae yang membantu dalam diagnosis histopatologis.
Bentuk BCC yang paling umum adalah nodular diikuti oleh superfisial dan kemudian
morfeaform. Nodular dan morfeaform paling sering ditemukan di kepala dan leher,
dan superfisial paling sering ditemukan di daerah batang.9,10
14

C. Klinikopatologi Karsinoma Sel Basal/ Basal Cell Carsinoma (BCC)

1. Basal Cell Carsinoma Nodular

Basal Cell Carsinoma nodular adalah subtipe klinis BCC yang paling umum.
Umumnya memiliki gambaran nodul bulat, seperti tanduk (pearly) dan papulae
berwarna seperti daging dengan telangiektasis. Jika melebar lesi ini umunya
membentuk ulkus di sentral, pinggiran menonjol dan tepi bertanduk dengan
telangiektaksis.

Umumnya berlokasi di wajah walaupun badan dan ekstremitas juga dapat


terkena. Terjadi paling sering pada area kepala dan leher yang terkena sinar matahari
dan muncul sebagai papula atau nodul yang tembus cahaya. Biasanya ada
telangiektasis dan rolled border. Lesi yang lebih besar dengan nekrosis sentral disebut
dengan ulkus rodent. Diagnosis banding Basal Cell Carsinoma nodular meliputi
nevus intradermal yang mengalami trauma, keratosis seboroik yang teriritasi, dan
melanoma amelanotik. Basal Cell Carsinoma nodular ditandai oleh nodul sel basofilik
besar dan retraksi stroma. Istilah Basal Cell Carsinoma mikronodular digunakan
untuk menggambarkan tumor dengan beberapa nodul mikroskopis lebih kecil dari 15
μm.

Gambar 2.3 Basal Cell Carsinoma nodular dan ulkus rodent


15

2. Basal Cell Carsinoma Berpigmen

Basal Cell Carsinoma berpigmen adalah varian dari nodular karsinoma sel
basal yang jarang terjadi. Tipe ini memiliki tampilan berupa macula coklat sampai
hitam, sering sulit dibedakan dengan melanoma. Basal Cell Carsinoma berpigmen
tampak sebagai papula hiperpigmentasi dan tembus cahaya, kadang disertai tepi
menonjol dengan telangiektaksis, gambaran ini membedakan dari melanoma.
Diagnosis banding meliputi melanoma nodular dan keratosis seboroik. Sekitar
75% BCC mengandung melanosit, tetapi hanya 25% yang mengandung melanin
dalam jumlah besar. Melanosit diselingi antara sel-sel tumor dan mengandung banyak
butiran melanin di sitoplasma dan dendritnya. Meskipun sel-sel tumor mengandung
sedikit melanin, banyak melanophage mengisi stroma yang mengelilingi tumor.8

Gambar 2.4 Basal Cell Carsinoma Berpigmen

3. Basal Cell Carsinoma superfisial

Basal Cell Carsinoma superfisial paling sering terjadi pada trunkus dan
muncul sebagai patch eritematosa dengan batas tegas dan multicentris. Terkadang
ditemukan scar didalam patch. Tumor ini menyebar secaran superficial dan dan
melibatkan area yang luas. Diagnosis banding meliputi Karsinoma Sel Skuamosa,
keratosis lichenoid, dan dermatitis nummular. Suatu patch terisolasi dari "eksim"
yang tidak respon terhadap pengobatan menimbulkan kecurigaan untuk Basal Cell
Carsinoma superfisial.8
16

Gambar 2.5 Basal Cell Carsinoma superfisial

4. Basal Cell Carsinoma Morpheaform

Basal Cell Carsinoma Morpheaform (sclerosis) adalah varian pertumbuhan


agresif dari Basal Cell Carsinoma dengan penampilan klinis dan histologis yang
berbeda. Lesi ini memiliki penampilan putih gading dan menyerupai bekas luka atau
lesi kecil morfea. Dengan demikian, penampilan jaringan parut tanpa adanya trauma
atau prosedur pembedahan sebelumnya atau penampilan jaringan parut yang muncul
secara atipikal di lokasi lesi kulit yang sebelumnya dirawat memberi petunjuk kepada
dokter tentang kemungkinan Basal Cell Carsinoma morpheaform dan perlunya
biopsi. Basal Cell Carsinoma morpheaform terdiri dari untaian sel tumor yang
tertanam di dalam stroma fibrosa yang padat. Sel tumor adalah kolom yang padat, dan
dalam beberapa kasus, hanya satu atau dua sel tebal yang terikat dalam stroma
berserat yang dikolagenasikan secara padat. Untaian tumor meluas ke dalam dermis.
Kanker seringkali lebih besar dari yang ditunjukkan oleh penampilan klinis. Basal
Cell Carsinoma Morpheaform berulang juga dapat menunjukkan pita infiltrasi dan
sarang sel kanker yang tertanam di dalam stroma fibrosa bekas luka yang padat.9
17

Gambar 2.6 Basal Cell Carsinoma Morpheaform

D. Prosedur Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik (gejala


klinis), dan pemeriksaan histopatologis. Keluhan umumnya adalah lesi seperti tahi
lalat yang membesar, dapat pula lesi tersebut berupa bobrok yang tidak sembuh.
Gambaran klasik dikenal sebagai ulkus rodent yaitu ulkus yang tepinya tidak rata,
warna kehitaman dengan perifer tampak hiperplasia (meninggi) dan disentral ulkus.8

Dari anamnesis terdapat kelainan kulit terutama dimuka yang sudah


berlangsung lama berupa benjolan kecil, tahi lalat, luka yang sukar sembuh, lambat
menjadi besar dan mudah berdarah. Tidak ada rasa gatal / sakit. Pada pemeriksaan
fisik terlihat papul / ulkus dapat berwarna seperti warna kulit atau hiperpigmentasi.
Pada palpasi teraba indurasi. Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
regional. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan histopatologi yaitu dengan
dilakukan biopsi. Pada setiap kelainan kulit yang tersangka Basal Cell Carsinoma
harus dilakukan biopsi.9

E. Stadium
18

Gambar 2.7 Klasifikasi Tumor Primer (T) untuk Karsinoma Sel Basal

Gambar 2.8 Pengelompokan Stadium TNM Karsinoma Sel Basal kulit

F. Tatalaksana

Tujuan karsinoma sel basal yaitu kesembuhan dengan hasil kosmetik yang
baik karena umumnya karsinoma sel basal terdapat pada wajah. Terapi dapat bersifat
preventif dan kuratif. Banyak metode pengobatan karsinoma sel basal yaitu: 4

1. Preventif

Oleh karena sinar matahari predisposisi utama untuk terjadi kanker kulit maka
perlu diketahui perlindungan kulit terhadap sinar matahari, terutama bagi orang-orang
yang sering melakukan aktifitas diluar rumah dengan cara memakai sunscreens (tabir
surya) selama terpajan sinar matahari. Penggunaan tabir surya untuk kegiatan diluar
rumah diperlukan tabir surya dengan SPF yang lebih tinggi(>15-30).
19

Adanya hubungan antara terbentuknya berbagai radikal bebas antara lain


akibat sinar UV pada beberapa jenis kanker kulit, telah banyak dilaporkan.
Pemakaian antioksidan dapat berfungsi untuk menetralkan kerusakan atau
mempertahankan fungsi dari serangan radikal bebas. Telah banyak bukti bahwa
terpaparnya jaringan dengan radikal bebas dapat mengakibatkan berbagai gejala
klinik atau penyakit yang cukup serius. Akibat reaksi oksidatif radikal bebas di DNA
menimbulkan mutasi yang akhirnya menyebabkan kanker. Diantara antioksidan
tersebut adalah ; betakaroten, vitamin E, dan vitamin C.9

2. Kuratif

Bedah eksisi atau bedah skalpel pada KSB dini memberikan tingkat sembuhan
yang tinggi dan merupakan terapi utama. Dianjurkan batas sayatan adalah 0,5-1 cm
diluar induransi. Pada kasus rekuren batas sayatan yang dianjurkan 10 mm oleh
karena rerata kuratif jelek. Radiasi dapat diberikan pada daerah yang sulit dicapai
dengan operasi atau pasca operasi yang tidak bebas tumor.8

2. Karsinoma Sel Skuamosa/Skuamosa Cell Carsinoma (SCC)

Karsinoma sel skuamosa adalah tumor paling banyak kedua yang biasanya
muncul di tempat yang terpapar sinar matahari pada orang dewasa yang lebih tua.
Tumor ini memiliki insiden yang lebih tinggi pada pria daripada pada wanita. Lebih
dari 100.000 kasus baru ditemukan di seluruh dunia. Insiden diperkirakan 20-25%
dari karsinoma sel basal dan merupakan 25% dari seluruh keganasan kulit.

A. Faktor Resiko dan Etiologi

Karsinoma Sel Skuamosa bersifat multifaktor. Lingkungan maupun pejamu,


keduanya merupakan faktor penting dalam perkembangan penyakit Karsinoma Sel
Skuamosa. Faktor pejamu meliputi usia,pigmentasi, status imunitas, dan adanya
kelainan genetik misalnya pada xeroderma pigmentosum, mutasi tumor supresor p53
yang menjadikan sel tumor resisten terhadap apoptosis, overekspresi onkogen H-ras,
20

dan disfungsi telomer.11 Insidens meningkat tajam pada usia di atas 40 tahun, lebih
banyak menyerang individu berkulit terang, kondisi imunosupresi misalnya pada
resipien transplantasi organ dan pengobatan imunosupresan.8

Faktor lingkungan yang paling berperan pada etiologi Karsinoma Sel


Skuamosa adalah akumulasi pajanan sinar ultraviolet. Ultraviolet A dan B berbahaya
bagi kulit, namun sinar ultraviolet B (UVB) dengan panjang gelombang (200-320
nm) lebih bersifat karsinogenik. Radiasi UVB menyebabkan terbentuk ikatan kovalen
antar pirimidin dan pembentukan mutagen. Akumulasi pajanan sinar ultraviolet dapat
menyebabkan akumulasi mutasi genetik keratinosit sehingga muncul sel yang
potensial ganas. Faktor lain yang berperan antara lain lesi prakanker (aktinik keratosis
dan penyakit Bowen), infeksi virus Human Papilloma, radiasi ion, jaringan parut,
dermatosis kronik, luka bakar, merokok, dan pajanan bahan kimia yang bersifat
karsinogen misalnya: arsen atau coal-tar.8

Gambar 2.9 Etiologi dan pathogenesis Karsinoma Sel Skuamosa


21

B. Klinikopatologi

1. Karsinoma sel skuamosa kulit in situ.

Terbatas pada epidermis dan terjadi pada berbagai lesi kulit yang telah ada
sebelumnya seperti solar keratosis, kronis radiasi keratosis, hidrokarbon keratosis,
arsenikal keratosis, kornu kutanea, penyakit Bowen dan eritroplasia Queyrat.
Karsinoma sel skuamosa kulit insitu ini dapat menetap di epidermis dalam jangka
waktu lama dan tak dapat diprediksi, dapat menembus lapisan basal sampai ke dermis
dan selanjutnya bermetastase melalui saluran getah bening regional. Distribusi
biasanya terisolasi tapi dapat multipel. Biasanya pada area yang terekspos seperti
kepala terutama yang botak, pipi, hidung, bibir bawah, telinga, area periaurikular,
punggung tangan, lengan bawah, badan dan tulang kering.

Gambar 2.10 Squamous Cell Carcinoma in situ


22

2. Karsinoma sel skuamosa kulit invasif

Karsinoma sel skuamosa kulit invasif dapat berkembang dari karsinoma sel
skuamosa kulit insitu dan dapat juga dari kulit normal, walaupun jarang. Karsinoma
sel skuamosa kulit yang dini baik yang muncul pada karsinoma insitu, lesi pramaligna
atau kulit yang normal, biasanya adalah berupa nodul kecil dengan batas yang tidak
jelas, berwarna sama dengan warna kulit atau agak sedikit eritema. Permukaannya
mula - mula lembut kemudian berkembang menjadi verukosa atau papilamatosa.
Ulserasi biasanya timbul di dekat pusat dari tumor, dapat terjadi cepat atau lambat,
sering sebelum tumor berdiameter 1 – 2 cm. Permukaan tumor mungkin granular dan
mudah berdarah, sedangkan pinggir ulkus biasanya meninggi dan mengeras, dapat
dijumpai adanya krusta. Distribusi biasanya terisolasi tapi dapat juga multipel,
terutama pada daerah genital, badan, kaki dan wajah yang awalnya berkembang dari
Bowen disease. Secara histologi, karsinoma sel skuamosa invasive berdasarkan
diferensiasainya dikelompokkan pada :

1. Diferensiasi baik (well differentiated) : keratininsasi >75%

2. Diferensiasi sedang (moderate differentiated): keratininsasi 25-75%

3. Diferensiasi buruk (poorly differentiated): keratininsasi <25%

Menurut Broder’s classification differensiasi karsinoma sel skuamosa dikelompokkan


menjadi 4 grade yakni:

a) Grade 1: keratinisasi >75%


b) Grade 2: keratinisasi 50-75%
c) Grade 3: keratinisasi 25-50%
d) Grade 4: keratinisasi <25%
23

C. Manifestasi Klinis

Karsinoma sel skuamosa in situ tampak sebagai plak bersisik yang jelas,
berwarna merah beberapa tampaknya muncul dalam hubungannya dengan keratosis
aktinik sebelumnya. Secara mikroskopis, karsinoma sel skuamosa in situ ditandai
oleh sel-sel yang sangat atipikal di semua tingkat epidermis, dengan nuclear crowding
dan disorganisasi. Karsinoma sel skuamosa invasif yang lebih lanjut adalah nodular,
seringkali berupa lesi bersisik yang mungkin mengalami ulserasi. Tumor tersebut
menunjukkan derajat diferensiasi yang bervariasi, mulai dari tumor dengan sel-sel
yang tersusun dalam lobulus teratur yang memperlihatkan keratinisasi luas hingga
neoplasma yang terdiri dari sel yang sangat anaplastik dengan fokus nekrosis dan
keratinisasi sel tunggal yang gagal (diskeratosis).10

D. Staging

Staging adalah proses untuk menentukan keberadaan dan perkembangan suatu kanker
dalam tubuh. Terdapat 3 macam staging kanker, yakni:

1. Staging klinis: untuk menentukan kanker berdasarkan pemeriksaan fisis,


pemeriksaan imaging, dan biopsi.

2. Staging patologik: hanya dilakukan pada pasien yang menjalani pembedahan


untuk mengangkat tumor atau mengeksplorasi perluasan kanker. Tipe staging ini
merupakan kombinasi hasil staging klinis dan hasil pembedahan.

3. Restaging: untuk menentukan perluasan kanker yang rekuren setelah pengobatan.


Staging kanker dapat membantu dokter dalam menentukan pilihan terapi yang tepat,
memprediksi prognosis, dan bermanfaat untuk penelitian. Elemen yang biasanya
dipakai pada sistem staging kanker adalah sebagai berikut:

1. Lokasi tumor primer dan tipe selnya

2. Ukuran tumor dan/atau perluasannya


24

3. Keterlibatan KGB regional

4. Adanya metastasis jauh,

Untuk kepentingan staging, National Comprehensive Cancer Network (NCCN)


membagi KSS menjadi risiko rendah dan tinggi untuk metastasis, seperti yang
tertera:10

Gambar 2.11 Pembagian KSS

Pasien dengan karsinoma sel skuamosa/kanker kulit lainnya tanpa ada metastasis
regional atau metastasis jauh secara klinis, radiologis, atau patologis dikelompokkkan
menjadi:

a) Stadium 1 : lesi ≤ 2 cm
b) Stadium 2 : lesi ≥ 2 cm tapi terdapat 2 atau lebih high-risk features
c) Stadium 3 : secara klinis, histologis, atau radiologis terdapat pembesaran
KGB dengan ukuran ≤ 3 cm, terdapat ekstensi ketulang misal maksila,
mandibula,orbita, atau tulang temporal
25

d) Stadium 4 : invasi langsung ke perineural dasar tengkorak atau axial skeleton,


terdapat 2 atau lebih KGB, dan terdapat KGB dengan ukuran ≥ 3 cm atau
metastasi jauh

E. Diagnosis

Diagnosis KSS ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis,


danpemeriksaan penunjang. Biopsi kulit harus dilakukan pada lesi yang dicurigai.
Diagnosis selalu ditegakkan dengan pemeriksaan biopsi.3 Alur penegakkan diagnosis
KSS berdasarkan NCCN tahun 2013 tercantum pada Gambar 1 dan 2.

Gambar 2.12 Diagnosa KSS

F. Tatalaksana
26

Prinsip penanganan karsinoma sel skuamosa kulit adalah sebagai berikut: 5

1. Pembedahan

Pembedahan merupakan tindakan pilihan utama dan bisa dipergunakan baik


terhadap lesi yang kecil maupun yang besar. Pembedahan harus dilakukan dengan
pembiusan total karena pembiusan lokal dapat terjadi penyeberangan dari sel-sel
tumor mengikuti ujung jarum suntik yang dipergunakan. Pembedahan yang dilakukan
sebagai terapi dari karsinoma sel skuamosa kulit adalah eksisi luas dengan batas
irisan dari tepi tumor sebesar 2 cm atau lebih dalam 2 cm. Ada beberapa ahli yang
mengatakan bila diameter terpanjang tumor tersebut < 2 cm maka irisan cukup 1 cm
dari tepi tumor, sedangkan bila diameter terpanjang dari tumor tersebut > 2 cm maka
dianjurkan untuk melakukan irisan 2 cm atau lebih. Penanganan terhadap luka pasca
eksisi dapat dilakukan penutupan primer, hanya dianjurkan jangan melakukan
pembebasan jaringan subkutis bila luka lebar tapi disarankan untuk melakukan tandur
kulit. Hal ini untuk mengurangi terjadinya skar ataupun sikatrik yang dapat
merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya kekambuhan. Keuntungan tindakan
pembedahan antara lain:

- Dapat dilakukan pada tumor yang kecil maupun besar

- Dapat dilakukan pada kasus yang residif

- Jaringan bawah kulit yang terkena dapat sekaligus dieksisi

Kerugian dari pembedahan adalah:

• Tidak dapat dilakukan pada penderita dengan kontraindikasi operasi


(gangguan fungsi ginjal, hepar dan jantung).

• Lokasi tumor yang bila dilakukan eksisi dapat menimbulkan problem baru
(seperti palpebra) dan jarak eksisi dari tepi tumor yang tidak dapat optimal.
27

2. Radioterapi

Radioterapi pada penderita karsinoma sel skuamosa kulit dianjurkan diberikan


pada penderita yang lesi tumornya terletak pada daerah yang sulit (sekitar mata, bibir
dan hidung) bila dilakukan pembedahan ataupun pada penderita yang sudah
dilakukan eksisi dan tidak dapat melakukan irisan pada jarak 2 cm dari tumor dan
penderita sudah tua. Dosis total yang dianjurkan adalah 4000 – 4500 rad, yang
diberikan 300 rad/hari berturut – turut sampai 5 hari atau minggu dan lama pemberia
adalah 2 – 3 minggu. Kesembuhan karsinoma sel skuamosa kulit setelah radioterapi
jika ukuran tumor < 1 cm, 1 – 5 cm 76 %, dan jika > 5 cm 56 %.

3. Sitostatika

Modalitas terapi ini dianjurkan sebagai suatu terapi tambahan dan terutama untuk
kasus dengan adanya metastase jauh, juga pada penderita dengan lesi pada tempat
sulit untuk melakukan eksisi 2 cm dari tepi tumor. Adapun yang dipergunakan untuk
terapi ini adalah Bleomysin dengan dosis 15 mg/m2 luas permukaan badan (lpb),
dapat dikombinasi dengan Metotrexat 30 mg/m2 atau dikombinasi dengan
Cisplatinum 60 mg/m2 dan Metotrexat 30 mg/m2 hari kedua, serta diulang tiap 3
minggu. Berreta menganjurkan pemberian Adriamycine dengan dosis 50 mg/m2 lpb
dan Cisplatinum dengan dosis 75 mg/m2 lpb (CP) dengan pemberian setiap 3 minggu
sekali atau siklofosfamid 500 mg/m2 hari kedua, Vinkristin 1,5 mg/m2 lpb hari ke-1,
8, dan 15, Adriamicin 50 mg/m2 hari kedua, dan Dakarbasin 250 mg/m2 hari ke-1
sampai ke-5 (CYDAVIC) serta diulang tiap 3 minggu. Pada stadium lanjut dan tak
bisa dioperasi maka modalitas terapi yang lebih baik adalah kombinasi antara
sitostatika Karboplatin (turunan Cisplatin) 50 mg/m2 pada hari ke-1 – 4, minggu ke
1,2,5, dan 6 (hari ke 1 dan 2) diikuti radioterapi mulai minggu ke 3, 6 7,2 Gy dengan
2,1 Gy perhari.

3. Melanoma Maligna
28

Adalah tumor ganas kulit yang berasal dari sel melanosit dengan gambaran
berupa lesi kehitam-hitaman pada kulit. Penyebabnya belum diketahui, sering terjadi
pada usia 30 sampai 60 tahun. Frekuensi sama pada pria maupun wanita. Berbagai
faktor yang diperkirakan sebagai faktor penting dalam mekanisme karsinogenesis
keganasan adalah sebagai berikut

1. Faktor genetik.

Adalah keluarga yang menderita keganasan ini meningkatkan risiko 200 kali
terjangkitnya Melanoma Maligna. Ditemukan Melanoma Maligna familial pada 8%
kasus baru. Terjadinya Melanoma Maligna juga dihubungkan dengan terjadinya
keganasan lainnya misalnya retinoblastoma dan beberapa sindroma keganasan dalam
keluarga.

2. Melanocytic nevi

Keadaan ini dapat timbul berhubungan dengan kelainan genetik atau dengan
lingkungan tertentu. Jumlah nevi yang ditemukan berkaitan dengan jumlah paparan
sinar matahari pada masa kanak-kanak dan adanya defek genetik tertentu. Sejumlah
30 - 90% Melanoma Maligna terjadi dari nevi yang sudah ada sebelumnya.

3. Faktor biologik

Trauma yang berkepanjangan merupakan risiko terjadinya keganasan ini,


misalnya pada iritasi akibat ikat pinggang. Keadaan biologik lainnya yang
mempengaruhi adalah berkurangnya ketahanan imunologik, misalnya pada penderita
pengangkatan ginjal dan juga M. Hodgkin akan meningkatkan kejadian Melanoma
Maligna. Perubahan keadaan hormonal juga meningkatkan kejadian Melanoma
Maligna dan juga meningkatkan kekambuhan setelah pengobatan pada penderita
Melanoma Maligna.

4. Faktor lingkungan
29

Paparan sinar UV dari matahari merupakan faktor penting yang dikaitkan dengan
peningkatan terjadinya Melanoma Maligna, terutama bila terjadi sun burn yang
berulang pada orang yang berpigmen rendah. Gejala dan tanda-tanda spesifik
ditemukan pada Melanoma Maligna yang telah dikenal secara luas, adalah sebagai
berikut (ABCD dari Melanoma Maligna)

- A-Symetry, yaitu bentuk tumor yang tidak simetris.

- B-order irregularity, yaitu garis batas yang tidak teratur.

- C-olour variation, dari yang tidak berwarna sampai hitam pekat dalam
satulesi.

- D-iameter tumor lebih besar dari6 mm.

A. Gambaran Klinik

Terdapat 4 jenis Melanoma Maligna. Keempat jenis Melanoma Maligna tersebut


terdiri atas:

1. Superficial spreading melanoma (SSM)

Merupakan jenis yang terbanyak dari melanoma (70%) di Indonesia merupakan


jenis kedua terbanyak.Pada umumnya timbul dari nervus atau pada kulit normal (de
novo). Berupa plak archiformis berukuran 0,5 - 3 cm dengan tepi meninggi dan
ireguler. Pada permukaannya terdapat campuran dari bermacam-macam warna,
seperti coklat,abu-abu, biru, hitam dan sering kemerahan. Meluas secara radial. Pada
umumnya lesi mempunyai ukuran 2 cm dalam waktu 1 tahun, untuk melanjutkan
tumbuh secara vertikal dan berkembang menjadi nodula biru kehitaman. Dapat
mengalami regresi spontan dengan meninggalkan bercak hipopigmentasi.
Predileksinya pada wanita dijumpai di tungkai bawah, sedangkan pada pria di badan
dan leher.
30

Gambar 2.13 Superficial spreading melanoma

A. Epidermis :

- Melanosit berbentuk epiteloid, dapat tersusun sendiri-sendiri atau berkelompok

- Pada umumnya sel-sel tersebut tidak menunjukkan bentuk yang pleomorfik.


B. Dermis :

- Sarang-sarang tumor yang padat dengan melanosit berbentuk epiteloid yang


besar serta berkromatin atipik.

- Di dalam sel-selt ersebut erdapat butir-butir melanin.

- Kadang-kadang dapat ditemukan melanosit berbentuk kumparan (spindle) dan


sel-sel radang.

2. Nodular Melanoma (NM)


31

Merupakan jenis melanoma kedua terbanyak (15-30%) sifatnya lebih agresif.


Di Indonesia ini merupakan jenis yang tersering. Timbul pada kulit normal (de novo)
dan jarang dari suatu nevus. Berupa nodul berbentuk setengah bola (dome shaped),
atau polipoid dan eksofitik, berwarna coklat kemerahana tau biru sampai kehitaman.
Pertumbuhannya secara vertikal (invasif). Dapat mengalami ulserasi, perdarahan, dan
timbul lesi satelit. Metastasis limfogen dan hematogen, dapat timbul sejak awal
terutama dijumpai pada pria dengan predileksi dipunggung. Perbandingan antara pria
dan wanita 2 :1.

Gambar 2.14 Nodular Melanoma

Epidermis : - Melanosit berbentuk epiteloid dan kumparan atau campuran kedua


bentuk tersebut, dapat ditemukan pada daerah dermo-epidermal.

Dermis: - Sejak semula sel-sel tersebut mempunyai kemampuan untuk meluas secara
vertikal. Menginvasi lapisan retikularis dermis, pembuluh darah dan subkutis.

Gambar 2.15 Nodular Melanoma Epidermis dan Dermis


32

2. Lentigo Maligna Melanoma (LMM)

Merupakan kelainan yang jarang ditemukan (4-10%).Pertumbuhan vertikal,


sangat lambat dengan lokasi terbanyak di daerah muka yang terpapar sinar matahari.
Timbul dari Hutchinson's freckle yang terdapat pada muka (pipi, pelipis) atau pada
bagian lain tubuh terutama daerah yang terkena sinar matahari. Berupa makula coklat
sampai kehitaman, berukuran beberapa sentimeter dengan tepi tidak teratur. Meluas
secara lambat pada bagian tepi lesi (radial).

Gambar 2.16 Lentigo Maligna Melanoma

Pada permukaan dapat dijumpai adanya bercak-bercak yang berwarna lebih


gelap (hitam) atau biru, tersebar secara tidak teratur. Dapat berkembang menjadi
nodul biru kehitaman yang invasif dan agak hiperkeratotik. Terutama terdapat pada
wanita usia lanjut. Perbandingan antara pria dan wanita l :2-3.
33

Gambar 2.17 Lentigo Maligna Melanoma

a. Epidermis :

Melanosit atifik sepanjang membrana basalis, berbentuk pleomorfik dengan inti


yang atipik, Sel-sel yang sering dijumpai berbentuk kumparan (spindleshaped
melanocyt).

b. Dermis:

Infiltrasi limfosit dan makrofage yang mengandung melanin. Kadang-kadang


pada tempat tertentu ditemukan sarang-sarang tumor.

4. Acral Lentiginous Melanoma (ALM)

Palmar-Plantar-Subungual Melanoma (PPSM) Pada umumnya timbul pada kulit


normal (de novo).Berupa nodul dengan warna yang bervariasi dan pada
permukaannya dapat timbul papula, nodul serta ulserasi. Kadang-kadang lesinya tidak
mengandung pigmen (amelanoticm elanoma). Predileksinya : pada telapak kaki,
tumit, telapak tangan, dasar kuku, terutama ibu jari kaki dan tangan. Merupakan tipe
yang banyak dijumpai pada orang negro dan bangsa lain yang tinggal pada daerah
tropik. Di Afrika, plantar melanoma dijumpai pada 70% kasus. Acral Lentinginous
Melanoma (ALM) merupakan jenis yang lebih banyak ditemukan pada penderita
kulit berwarna (35- 60%).Menyerupai gambaran Melanoma Maligna, SSM, atau
campuran keduanya.
34

Gambar 2.18 Acral Lentiginous Melanoma

C. Klasifikasi Klinik

Sampai saat ini digunakan Stadium Klinik (dengan beberapa modifikasi) sebagai
klasifikasi standar Melanoma Maligna, terdiri atas 3 stadium

A. Stadium I : Melanoma Maligna lokal tanpa metastasis jauh atauke


kelenjar limfe regional.

Termasuk stadium I :

Melanoma primer yang belum diobati atau telah dilakukan biopsi eksisi.
Melanoma rekuren lokal yang berada dalam jarak 4 sentimeter dari lesi primer.
Melanoma primer multipel.

B. Stadium II : Sudah terjadi metastasis yang terbatas pada kelenjar limfe


regional.

Termasuk Stadium II :
35

Melanoma primer yang mengadakan metastasis secara simultan. Melanoma


primer yang terkontrol dan kemudian terjadi metastasis. Melanoma rekuren lokal
dengan metastasis. Metastasis in-transit yang berada di luar jarak 4 sentimeter dari
lesi primer. Melanoma primer yang tidak diketahui dengan metastasis.

C. Stadium III : Melanomad iseminata, dimana sudah terjadi metastasis jauh.

Termasuk Stadium III :

Bila sudah terjadi metastasis ke alat- alat dalam dan atau subkutan. Pada kira-
kira 25-30% penderita Melanoma Maligna sudah menunjukkan adanya metastasis ke
kelenjar limfe regional, walaupun secara klinik belum teraba pembesaran kelenjar
limfe. Hal ini menerangkan bahwa untuk menentukan prognosis dan tindakan
pengobatannya tidak cukup hanya didasarkan pada klasifikasi Stadium Klinik saja,
tetapi perlu disertai dan ditentukan berdasarkan histologik.

Klasifikasi Tingkat Invasi Menurut Clark :

Clark (1969) membagi Melanoma Maligna menurut invasinya didalam lapisan


kulit atas lima tingkat 3,4,5,6,9

Tingkat I : Sel melanoma terletak di atas membrana basalis epidermis


(melanoma in situ : intraepidermal). Sangat jarang dan tidak membahayakan.

Tingkat II : Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan papilarisdermis


(dermis bagiansuperfisial).

Tingkat III : Invasi sel melanoma sampai dengan perbatasan antara lapisan
papilaris dan lapisan retikularis dermis. Sel melanoma mengisi papiladermis.

Tingkat IV : Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan retikularis dermis.

Tingkat V : Invasi sel melanoma sampai dengan jaringansubkutan.


36

C. Diagnosis

Diagnosa pasti ditegakkan dengan Biopsi dengan mengangkat semua


pertumbuhan yang mencurigakan. Apabila jaringan terlalu besar untuk diangkat,
maka cukup diangkat contoh jaringannya saja.

D.Tatalaksana

Penatalaksanaan pada Melanoma Maligna meliputi :

A. Eksisi bedah.
Dilakukan pada melanoma stadium I dan IL Zitelli dkk. Menyarankan untuk
mengambil sampai 1,5 cm diluar tepi lesinya, kecuali bila dilakukan Moh's
microsurgery. Pada melanoma yang terdapat pada kuku dianjurkan untuk dilakukan
amputasi pada seluruh jari yang terkena.
B. Elective Lymph Node Dessection (ELND)

Dilakukan pada melanoma stadium III, dimana telah terdapat metastase ke


kelenjar lymph. Hal ini dibuktikan dengan terabanya pembesaran kelenjar lymph.
ELND masih merupakan terapi yang kontroversial. Cara yang lebih dianjurkan adalah
dengan intraoperative lymphatic mapping.

C. Interferon a 2b

Dapat digunakan sebagai terapi adjuvan pada melanoma yang berukuran lebih
dari 4 mm, tetapi harus dipertimbangkan tingkat toksisitasnya yang masih tinggi.
Tujuan terapi ini diharapkan dapat menghambat metastasis yang lebih jauh lagi.

D. Kemoterapi
37

Dikatakan tidak terlalu bermanfaat pada terapi melanoma. Jenis kemoterapi yang
paling efektif adalah dacarbazine (DTIC = Dimethyl Triazone Imidazole
Carboxamide Decarbazine).

E. Kemoterapi Perfusi

Cara ini bertujuan untuk menciptakan suasana hipertermis dan oksigenasi


pada pembuluh-pembuluh darah pada sel tumor dan membatasi distribusi kemoterapi
dengan menggunakan torniquet.Cara ini diharapkan dapat menggantikan amputasi
sebagai suatu terapi.

F. Terapi Radiasi

Digunakan hanya sebagai terapi simptomatis pada melanoma dengan


metastasis ke tulang dan susunan syaraf pusat (SSP). Meskipun demikian hasilnya
tidak begitu memuaskan.

Tanpa pengobatan, kebanyakan melanoma akan bermetastase dan


mengakibatkan kematian pasien. Saat ini, karena diagnosis klinik yang dini, lebih dari
80% melanoma diterapi dengan bedah eksisi sederhana dan dengan edukasi yang
lebih baik mengenai tanda-tanda kinik melanoma, angka kesembuhannya menjadi
95%.

E.Stadium Klinis

Klasifikasi dari karsinoma sel skuamosa kulit mempergunakan sistem TNM


dari UICC, yaitu : T untuk besar tumor primer, dibagi atas :

Tx keadaan awal, tumor sulit dijumpai

Tis karsinoma insitu, sel-sel tumor belum menginfiltrasi lapisan papilaris


dermis T0 tumor primer tidak ditemukan
38

T1 diameter tumor terbesar < 2 cm, terletak superfisial atau di lapisan


epidermis atau tumbuh exofitik

T2 diameter tumor terbesar 2 – 5 cm atau sudah ada infiltrasi minimal ke


dermis

T3 diameter tumor terbesar > 5 cm atau sudah ada infiltrasi ke dalam dermis

T4 tumor yang sudah mengenai unsur lain : fascia, otot, tulang rawan, tulang

Diameter dari tumor juga berpengaruh terhadap timbulnya metastase dan


terjadinya kekambuhan karena pada lesi yang luas umumnya gambaran
differensiasinya moderat dan buruk kemungkinannya terjadinya kekambuhan menjadi
lebih besar.

N untuk limfonodi yang terkena dibagi atas:

Nx keadaan awal dari penyebaran ke limfonodi regional sulit diketahui N0


tidak dijumpai kelenjar limfe regional yang membesar

N1 ada pembesaran kelenjar limfe regional

N2 ada pembesaran kelenjar limfe regional >3 cm but ≤6 cm

N2a pembesaran kelenjar limfe single ipsilateral, >3 cm but ≤6 cm N2b


pembesaran kelenjar limfe multipel ipsilateral, >3 cm but ≤6 cm

N2c pembesaran kelenjar limfe bilateral, kontralateral ipsilateral, >3 cm but


≤6 cm

N3 pembesaran kelenjar limfe >6 cm M untuk metastase jauh yang


terjadi:

Mx keadaan awal untuk mengetahui metastase sulit M0 tidak ada


metastase jauh
39

M1 ada metastase jauh pada organ lain (paru, tulang, hepar, otak, pleura)
Metastase karsinoma sel skuamosa kulit yang sebelumnya normal yaitu 3%,
mukokutan metastase 11 %, skar luka bakar atau adanya lesi sebelumnya metastase
10 – 30 %. Sedangkan proses terjadinya metastase dari sakit selang 1 bulan 2,5 %, 6
bulan 40 %, 1 tahun 70%.

Stadium klinis berdasarkan TNM yaitu:

Stadium I = T1N0M0

Stadium II = T2 – T3 N0M0

Stadium III = T4N0M0 atau any TN1M0 Stadium IV = Any T Any N dan
M1

Stadium klinis ini berpengaruh terhadap kekambuhan karsinoma sel skuamosa


kulit karena pada stadium yang lebih tinggi sudah terjadi metastase pada kelenjar
limfe regional ataupun T dari tumor yang lebih besar atau sudah infiltrasi lebih
dalam. Pertumbuhan sel kanker juga dikarenakan zeta chain TCR (T cell receptor)
yang hilang. Makin banyak zeta chain yang hilang maka makin agresif atau makin
tinggi stadiumnya.
BAB III

KESIMPULAN

Kulit adalah organ terbesar dan organ yang paling kompleks dari tubuh.
Meskipun kulit pada dasarnya berfungsi sebagai pelindung untuk berinteraksi dengan
lingkungan. Kulit secara anatomi terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan epidermis yang
paling terluar, dibawahnya terdapat lapisan dermis, dan lapisan hypodermis/subkutis
yang banyak mengandung jaringan lemak. Kulit memiliki banyak fungsi diantaranya
sebagai fungsi proteksi terhadap gangguan fisik, kimia, sinar ultraviolet, dan
mikroorganisme, fungsi sekresi, fungsi absorbs, fungsi keratinisasi, fungsi
pembentukan pigmen, fungsi termotegulasi, fungsi pembentukan vitamin D, fungsi
persepsi dan berperan terhadap imunologi tubuh.

Keganasan kulit adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh berubahnya


sifat-sifat penyusun sel kulit yang normal menjadi ganas, dimana sel-sel akan terus
membelah menjadi bentuk yang abnormal secara tidak terkontrol akibat kerusakan
DNA. Kanker kulit diakibatkan oleh banyak faktor diantaranya paparan sinar
matahari, merokok, virus, dan adanya riwayat keluarga. Keganasan pada kulit dapat
berupa tumor pra maligna atau prakanker dan tumor ganas atau kanker. Jenis tumor
ganas kulit yang banyak ditemukan diseluruh dunia ialah karsinoma sel basal
(basalioma), karsinoma sel skuamosa, yang tergolong non melanoma dan melanoma
maligna. Karsinoma sel basal adalah paling umum. 75% kanker kulit adalah kanser
sel basal diikuti oleh Karsinoma sel skuamosa. Sedangkan, Melanoma adalah yang
paling jarang dijumpai tetapi menyebabkan paling banyak kematian.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Hendaria MP, Maliawan S, Pusat U, Denpasar S, Skuamosa KS. Kanker kulit.


Kanker Kulit. 2013;1–17.

2. Syaifudin, Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan, (Jakarta:


Salemba Medika, 2009), 393

3. Kalangi, SJR. Histofisiologi Kulit. Jurnal Biomedik (JBM), Volume 5, Nomor


3, Suplemen, November 2013, hlm. S12-20

4. Suyatno, Pasaribu ET. Bedah Onkologi. Diagnosis Dan Terapi Edisi Ke-2.
2014. Jakarta: Sagung seto.

5. Kumar, V, Abul KA, Jon CA. Robbins Basic Pathology 10th Edition.
Philadelphia: Elsevier.2017; p900-8

6. Widiawaty, A. Rihatmadja R, Djurvan A. Metode Pemeriksaan pada Sistem


TNM untuk Karsinoma Sel Skuamosa Kulit. JIK, Jilid 10, Nomor 1, Maret 2016, Hal.
5-16.

7. Buljan Marija, Bulana Vedrana, and Sandra Stanic. Variation in Clinical


Presentation of Basal Cell Carcinoma. University Department of Dermatology and
Venereology Zagreb Croatia, 2008, p 25-30.

8. Suyatno, Pasaribu ET. Bedah Onkologi. Diagnosis Dan Terapi Edisi Ke-2. 2014.
Jakarta: Sagung seto.

9. Kumar, V, Abul KA, Jon CA. Robbins Basic Pathology 10th Edition.
Philadelphia: Elsevier.2017; p900-8

10. Widiawaty, A. Rihatmadja R, Djurvan A. Metode Pemeriksaan pada Sistem


TNM untuk Karsinoma Sel Skuamosa Kulit. JIK, Jilid 10, Nomor 1, Maret 2016, Hal.
5-16.

41
42

11. Syaifudin, Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan, (Jakarta:


Salemba Medika, 2009), 393

Anda mungkin juga menyukai