PENDAHULUAN
Kulit merupakan bagian tubuh manusia yang cukup sensitif terhadap berbagai macam
penyakit. Penyakit kulit bisa disebabkan oleh banyak faktor. Di antaranya, faktor lingkungan
dan kebiasaan hidup sehari-hari. Lingkungan yang sehat dan bersih akan membawa efek yang
baik bagi kulit. Demikian pula sebaliknya, lingkungan yang kotor akan menjadi sumber
munculnya berbagai macam penyakit. Penyakit yang dapat berkembang pada keadaan
lingkungan yang padat penduduk dan personal hygiene yang buruk antara lain; diare, disentri,
penyakit cacingan, malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD), scabies, dan bisa pula berupa
penyakit Necrotizing Fasciitis.1
Necrotizing Fasciitis adalah infeksi yang jarang yang melibatkan lapisan fasia dangkal
dan fasia dalam dari ekstremitas, perut, atau perineum. Necrotizing Fasciitis sering
mengakibatkan hilangnya anggota badan dan bahkan sampai bisa menyebabkan kematian,
yang mengakibatkan tingginya insiden morbiditas dan mortalitas.2
1
jumlah air di intraseluler.5 Infeksi dengan cepat menyebar dan sering muncul kurang dari 1
minggu setelah kejadian awal.6
Beberapa faktor predisposisi juga dapat berkontribusi untuk atau membuat pasien lebih
rentan terhadap Necrotizing Fasciitis. Penyalahgunaan obat IV, diabetes mellitus, penyakit hati
kronis, jenis infeksi (MRSA, polymicrobial, Strep A), hipertensi, iskemia dan imunosupresi
semua dapat menyebabkan morbiditas yang lebih tinggi dan kematian.3,7,8 Diagnosis dini,
debridemen bedah, dan terapi antibiotik spektrum luas adalah strategi pengobatan yang paling
efektif untuk mengurangi bakteri dan tingkat kematian yang terkait dengan kondisi ini.9
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis dan dermis. Epidermis merupakan
jaringan epitel yang berasal dari ektoderm, sedangkan dermis berupa jaringan ikat agak
padat yang berasal dari mesoderm. Di bawah dermis terdapat selapis jaringan ikat
longgar yaitu hipo-dermis, yang pada beberapa tempat terutama terdiri dari jaringan
lemak.9
1. Epidermis10
Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel berlapis gepeng
dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari jaringan epitel, tidak mempunyai
pembuluh darah maupun limf; oleh karenaitu semua nutrien dan oksigen diperoleh dari
kapiler pada lapisan dermis. Epitel berlapis gepeng pada epidermis ini tersusun oleh
banyak lapis sel yang disebut keratinosit. Sel-sel ini secara tetap diperbarui melalui
mitosis sel-sel dalam lapis basal yang secara berangsur digeser ke permukaan epitel.
Selama perjalanan-nya, sel-sel ini berdiferensiasi, membesar, dan mengumpulkan
filamen keratin dalam sitoplasmanya. Mendekati permukaan, sel-sel ini mati dan secara
tetap dilepaskan (terkelupas). Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai permukaan adalah
20 sampai 30 hari. Modifikasi struktur selama perjalanan ini disebut sitomorfosis dari
3
sel-sel epider-mis. Bentuknya yang berubah pada tingkat berbeda dalam epitel
memungkinkan pembagian dalam potongan histologik tegak lurus terhadap permukaan
kulit. Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu, dari dalam ke luar, stratum basal, stratum
spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum.
Stratum basal
Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel yang tersusun
berderet-deret di atas membran basal dan melekat pada dermis di bawahnya. Sel-selnya
kuboid atau silindris. Intinya besar, jika dibanding ukuran selnya, dan sitoplasmanya
basofilik. Pada lapisan ini biasanya terlihat gambaran mitotik sel, proliferasi selnya
berfungsi untuk regenerasi epitel. Sel-sel pada lapisan ini bermigrasi ke arah permukaan
untuk memasok sel-sel pada lapisan yang lebih superfisial. Pergerakan ini dipercepat oleh
adalah luka, dan regenerasinya dalam keadaan normal cepat.
Stratum spinosum
Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar berbentuk poligonal
dengan inti lonjong. Sitoplasmanya kebiruan. Bila dilakukan pengamatan dengan
pembesaran obyektif 45x, maka pada dinding sel yang berbatasan dengan sel di
4
sebelahnya akan terlihat taju-taju yang seolah-olah menghubungkan sel yang satu dengan
yang lainnya. Pada taju inilah terletak desmosom yang melekatkan sel-sel satu sama lain
pada lapisan ini. Semakin ke atas bentuk sel semakin gepeng.
Stratum granulosum
Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung banyak granula
basofilik yang disebut granula kerato-hialin, yang dengan mikroskop elektron ternyata
merupakan partikel amorf tanpa membran tetapi dikelilingi ribosom. Mikro-filamen
melekat pada permukaan granula.
Stratum lusidum
Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya, dan agak
eosinofilik. Tak ada inti maupun organel pada sel-sel lapisan ini. Walaupun ada sedikit
desmosom, tetapi pada lapisan ini adhesi kurang sehingga pada sajian seringkali tampak
garis celah yang memisahkan stratum korneum dari lapisan lain di bawahnya.
Stratum korneum
Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak berinti serta
sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Sel-sel yang paling permukaan merupa-kan sisik
zat tanduk yang terdehidrasi yang selalu terkelupas.
5
Sel-Sel Epidermis
Terdapat empat jenis sel epidermis, yaitu: keratinosit, melanosit, sel Langerhans, dan
sel Merkel.
Keratinosit
Keratinosit merupakan sel terbanyak (85-95%), berasal dari ektoderm permukaan.
Merupakan sel epitel yang mengalami keratinisasi, menghasilkan lapisan kedap air dan
perisai pelidung tubuh. Proses keratinisasi berlangsung 2-3 minggu mulai dari proliferasi
mitosis, diferensiasi, kematian sel, dan pengelupasan (deskuamasi). Pada tahap akhir
diferensiasi terjadi proses penuaan sel diikuti penebalan membran sel, kehilangan inti
organel lainnya. Keratinosit merupakan sel induk bagi sel epitel di atasnya dan derivat
kulit lain.
Melanosit
Melanosit meliputi 7-10% sel epidermis, merupakan sel kecil dengan cabang
dendritik panjang tipis dan berakhir pada keratinosit di stratum basal dan spinosum.
Terletak di antara sel pada stratum basal, folikel rambut dan sedikit dalam dermis.
Dengan pewarnaan rutin sulit dikenali. Dengan reagen DOPA (3,4-dihidroksi-
fenilalanin), melanosit akan terlihat hitam. Pembentukan melanin terjadi dalam
melanosom, salah satu organel sel melanosit yang mengandung asam amino tirosin dan
enzim tirosinase. Melalui serentetan reaksi, tirosin akan diubah menjadi melanin yang
berfungsi sebagai tirai penahan radiasi ultraviolet yang berbahaya.
Sel Langerhans
Sel Langerhans merupakan sel dendritik yang bentuknya ireguler, ditemukan
terutama di antara keratinosit dalam stratum spinosum. Tidak berwarna baik dengan HE.
Sel ini berperan dalam respon imun kulit, merupakan sel pembawa-antigen yang
merangsang reaksi hipersensitivitas tipe lambat pada kulit.
Sel Merkel
Jumlah sel jenis ini paling sedikit, berasal dari krista neuralis dan ditemukan pada
lapisan basal kulit tebal, folikel rambut, dan membran mukosa mulut. Merupakan sel
besar dengan cabang sitoplasma pendek. Serat saraf tak bermielin menembus membran
basal, melebar seperti cakram dan berakhir pada bagian bawah sel Merkel. Kemungkinan
badan Merkel ini merupakan mekano-reseptor atau reseptor rasa sentuh.
2. Dermis10
Dermis terdiri atas stratum papilaris dan stratum retikularis, batas antara kedua
lapisan tidak tegas, serat antaranya saling menjalin.
6
Stratum papilaris
Lapisan ini tersusun lebih longgar, ditandai oleh adanya papila dermis yang
2
jumlahnya bervariasi antara 50 250/mm . Jumlahnya terbanyak dan lebih dalam pada
daerah di mana tekanan paling besar, seperti pada telapak kaki. Sebagian besar papila
mengandung pembuluh-pembuluh kapiler yang memberi nutrisi pada epitel di atasnya.
Papila lainnya mengandung badan akhir saraf sensoris yaitu badan Meissner. Tepat di
bawah epidermis serat-serat kolagen tersusun rapat.
Stratum retikularis
Lapisan ini lebih tebal dan dalam. Berkas-berkas kolagen kasar dan sejumlah kecil
serat elastin membentuk jalinan yang padat ireguler. Pada bagian lebih dalam, jalinan
lebih terbuka, rongga-rongga di antaranya terisi jaringan lemak, kelenjar keringat dan
sebasea, serta folikel rambut. Serat otot polos juga ditemukan pada tempat-tempat
tertentu, seperti folikel rambut, skrotum, preputium, dan puting payudara. Pada kulit
wajah dan leher, serat otot skelet menyusupi jaringan ikat pada dermis. Otot-otot ini
berperan untuk ekspresi wajah. Lapisan retikular menyatu dengan hipodermis/fasia
superfisialis di bawahnya yaitu jaringan ikat longgar yang banyak mengandung sel
lemak.
Sel-sel dermis
Jumlah sel dalam dermis relatif sedikit. Sel-sel dermis merupakan sel-sel jaringan
ikat seperti fibroblas, sel lemak, sedikit makrofag dan sel mast.
3. Hipodermis10
Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis disebut hipodermis. Ia berupa
jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus terorientasi terutama sejajar
terhadap permukaan kulit, dengan beberapa di antaranya menyatu dengan yang dari
dermis. Pada daerah tertentu, seperti punggung tangan, lapis ini meungkinkan gerakan
kulit di atas struktur di bawahnya. Di daerah lain, serat-serat yang masuk ke dermis lebih
banyak dan kulit relatif sukar digerakkan. Sel-sel lemak lebih banyak daripada dalam
dermis. Jumlahnya tergantung jenis kelamin dan keadaan gizinya. Lemak subkutan
cenderung mengumpul di daerah tertentu. Tidak ada atau sedikit lemak ditemukan dalam
jaringan subkutan kelopak mata atau penis, namun di abdomen, paha, dan bokong, dapat
mencapai ketebalan 3 cm atau lebih. Lapisan lemak ini disebut pannikulus adiposus.
7
2.2 Fascia10
Fascia, adalah jaringan yang membungkus dan mengikat jaringan lunak. Fungsi fascia
yaitu mengelilingi otot, menyedikan tempat tambahan otot, memungkinkan struktur bergerak
satu sama lain dan menyediakan tempat peredaran darah dan saraf. Otot rangka merupakan
kumpulan fasciculus (berkas sel otot berbentuk silindris yang diikat oleh jaringan ikat).
Seluruh serat otot dihimpun menjadi satu oleh jaringan ikat yang disebut epimysium (fascia).
Setiap fasciculus dipisahkan oleh jaringan ikat perimysium. Di dalam fascicle, endomysium
mengelilingi 1 berkas sel otot.
Istilah Necrotizing Fasciitis (NF) menggambarkan infeksi kulit, jaringan lunak, dan otot
yang relatif jarang terjadi namun mengancam jiwa, yang cenderung berkembang secara
progresif dengan cepat melalui fasia, sehingga menyebabkan kerusakan fasia secara bertahap
yang mencapai 2 -3 cm.11
Necrotizing Fasciitis ditandai dengan nekrosis lapisan subkutan dan fasia yang terjadi
secara cepat. Dibagi menjadi 2 tipe, yaitu tipe 1 adalah infeksi polymicrobial yang disebabkan
oleh berbagai organisme termasuk anaerob fakultatif dan streptococci selain grup A. Tipe 2
disebabkan oleh bakteri kelompok A Betahemolitikum streptococci atau dalam kombinasi
dengan Staphylococus aureus atau Staphylococcus epidermidis. Nama lain Necrotizing
Fasciitis dikenal juga sebagai gangren streptokokus dan yang paling sering adalah Flesh Eating
Bacteria (bakteri pemakan daging).3,11
2.3.2 Epidemiologi
8
perut dan perineum.15 Necrotizing Fasciitis ekstremitas atas jarang terjadi dibandingkan
dengan ekstremitas bawah.16
2.3.3 Etiologi17
Infeksi bakteri awal pada Necrotizing Fasciitis biasanya adalah bakteri aerobik,
anaerobik, atau campuran. Necrotizing Fasciitis disebabkan oleh bakteri Streptococcus Grup
A, jenis patogen yang sama yang menyebabkan sakit tenggorokan dan impetigo.
1. Tipe I : Polymicrobal
Biasanya terjadi setelah trauma atau operasi. Gejala ini sering diduga sebagai Selulitis
tapi rasa sakit yang parah dan tosisitas sistemik mencerminkan luasnya jaringan nekrosis.
Biasanya disebabkan oleh Clostridial Myonecrosis dan gangren. Infeksi otot rangka
mungkin terkait dengan operasi atau trauma. Terjadinya secara spontan. Infeksi yang
disebabkan oleh bakteri ini bersifat lunak. Tetapi dalam beberapa kasus yang langka,
mereka dapat menyebabkan infeksi yang lebih berbahaya.
Penularan Necrotizing Fasciitis dapat terjadi ketika bakteri masuk melalui luka, seperti
dari gigitan serangga, luka bakar, atau luka sayat. Penularan dapat juga melalui:
1. Luka yang terkena air laut, ikan air laut mentah, atau tiram mentah, termasuk luka akibat
menangani hewan laut seperti kepiting.
2. Bekas operasi usus, atau pada usus yang luka akibat tumor atau luka tembak.
9
2.3.4 Manifestasi Klinis18
Gejala-gejala Necrotizing Fasciitis berikut dikumpulkan dari Center for Disease Control
and Prevention and the National Necrotizing Fasciitis Foundation.
1. Biasanya telah terjadi trauma ringan atau luka terbuka lainnya (luka tidak selalu
muncul terinfeksi)
2. Beberapa nyeri umumnya di area cedera. Belum tentu di tempat cedera, tetapi di
daerah atau ekstremitas tubuh yang sama.
3. Rasa sakit biasanya tidak proporsional terhadap cedera dan mungkin awalnya
dirasakan sebagai sesuatu yang mirip dengan tarikan otot, tetapi lebih dan lebih nyeri
lagi.
4. Seperti gejala flu mulai terjadi, seperti diare, demam, mual, bingung, pusing,
kelemahan, malaise.
5. Dehidrasi.
1. Tungkai atau daerah yang nyeri mulai mengalami bengkak, dan mungkin
menunjukkan ruam keunguan.
2. Tungkai mungkin mulai memiliki tanda besar gelap, yang akan menjadi lepuh berisi
cairan kehitaman.
3. Lukanya mulai nekrotik dengan bintik-bintik seperti sisik berwarna kebiruan, putih,
atau gelap.
3. Hilang kesadaran akan terjadi ketika tubuh menjadi terlalu lemah untuk melawan
infeksi ini.
10
Gambar 2.3 Gambaran Necrotizing Fasciitis
11
2.3.5 Patofisiologi19
Necrotizing Fasciitis disebabkan oleh bakteri Streptococcus Grup A, patogen yang sama
yang menyebabkan sakit tenggorokan dan impetigo. Strain yang kurang parah biasanya hidup
pada kulit. Infeksi awal biasanya adalah permukaan kulit yang menjadi tempat titik masuk
infeksi yaitu luka yang terbuka. Organisme menyebar dari subkutan, sepanjang jaringan fasia
luar dan dalam, didukung oleh enzim dari bakteri dan racun. Daerah yang terinfeksi akan mulai
menampakkan gejala seperti kemerahan, nyeri, pembengkakan, gatal, suhu tinggi dan
penurunan mobilitas.
Infeksi ini dapat menyebabkan pembuluh darah iskemia hingga terjadinya nekrosis
jaringan. Dalam beberapa kasus ketika infeksi telah menembus aliran darah, infeksi yang
berdekatan mungkin muncul. Karena darah beredar ke seluruh tubuh, infeksi juga dapat
menyerang bagian lain dari kulit tubuh dan mulai menghasilkan gejala yang sama. Toksin serta
enzim kemudian dihasilkan oleh bakteri yang menghancurkan jaringan dan fasia tubuh
sehingga jaringan menjadi gangren. Jaringan gangren berbahaya bagi kesehatan, jika dibiarkan
berada dalam tubuh untuk jangka waktu lama dapat menyebabkan kematian dalam waktu 24
jam.
2. Memiliki masalah kesehatan kronis seperti diabetes, kanker, atau gagal liver atau ginjal.
4. Baru/sedang terkena cacar air atau infeksi virus lainnya yang menyebabkan lecet-lecet.
5. Penggunaan obat steroid, yang dapat melemahkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Biopsi
Gold standard untuk mendeteksi infeksi necrotizing jaringan lunak adalah biopsi
jaringan yang diperoleh pada saat eksplorasi luka dan debridement. Adanya nekrosis
fasia dan myonecrosis adalah indikasi dari Necrotizing Fasciitis. Selain itu sebuah
12
prosedur diagnosis bed side yang dapat membantu adalah finger test, yaitu dengan
membuat sebuah sayatan 2 cm ke fasia profunda dibuat di bawah anestesi lokal, dan
tingkat fasia dangkal kemudian diperiksa. Kurangnya perdarahan, nanah berbau 'air
cucian' busuk, dan resistensi jaringan minimal untuk diseksi jari menunjukkan tes jari
positif, dan dianggap diagnostik Necrotizing Fasciitis. Pewarnaan gram jaringan yang
terkena dapat digunakan untuk diagnosis mikrobiologis pada Necrotizing Fasciitis.
Darah dan debridement jaringan juga harus dikirim untuk kultur.
Sinar X
Menampilkan adanya gelembung gas dibawah kulit.
CT Scan
Untuk mengetahui sumber infeksi, terutama abses yang mendalam.
MRI
Penebalan subkutan dengan peningkatan jumlah air di intraseluler pada MRI dapat
terlihat.
13
2.3.8 Penatalaksanaan Medis
Jika terkena luka pada kulit, gantilah pembalut luka sesering mungkin dan membiarkan
luka sedikit terbuka beberapa saat agar sirkulasi udara tetap ada sehingga tidak
mengakibatkan pembusukkan luka.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Necrotizing Fasciitis adalah suatu infeksi pada fascia yang dapat disebabkan oleh bakteri
baik gram positif maupun kombinasi antara gram positif, gram negatif serta bakteri anaerob.
Gejalanya umumnya berupa rasa nyeri, eritema, bula dan nekrosis, diagnosis ditegakkan
dengan diagnosis operatif berupa biopsi debridement. Prinsip penatalaksanaan Necrotizing
Fasciitis adalah operatif, antibiotik spektrum luas dan oksigenasi jaringan yang terinfeksi.
15
DAFTAR PUSTAKA
16
20. Cheng N-C, Tai H-C, Chang S-C, Chang C-H, Lai H-S. Necrotizing fasciitis in patients
with diabetes mellitus: clinical characteristics and risk factors for mortality. BMC
Infectious Diseases 2015; 15: 417. DOI: 10.1186/s12879-015-1144-0
21. Cheung JP, Fung B, Tang WM, Ip WY. A review of necrotising fasciitis in the extremities.
Hong Kong Med J. 2009; 15(1):44-52.
22. Lille ST, Sato TT, Engrav LH, Foy H, Jurkovich GJ. Necrotizing soft tissue infections:
obstacles in diagnosis. J Am Coll Surg (1996) 182:711.
23. 60. Zimbelman J, Palmer A, Todd J. Improved outcome of clindamycin compared with
beta-lactam antibiotic treatment for invasive Streptococcus pyogenes infection. Pediatr
Infect Dis J (1999) 18:1096.10.1097/00006454-199912000-00014
24. Irwin Katy, William English. 2013. The Diagnosis and Management of Necrotizing
Fasciitis. World Federation of Societies of Anaesthesiologists : Anaesthesia Tutorial of
The Week 298.
17