Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PRAKTEK PROFESI KONSEP DASAR KEPERAWATAN

“KEBUTUHAN INTEGRITAS KULIT”

OLEH:

ULFA MAWADDAH NINGSIH

2041312007

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-

NYA, terutama nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga penyusun dapat

mengerjakan makalah studi kasus Asuhan Keperawatan Pada Tn. Z dengan Gangguan

Integritas Kulit. Kemudian solawat beriring salam tidak lupa kita ucapkan untuk nabi

Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-quran dan

sunnah untuk keselamatan umat di dunia dan akhirat kelak.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah praktek keperawatan

dasar klinik di program studi profesi keperawatan Universitas Andalas. Untuk itu,

penyusun menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penulisan makalah

ini, maka dari itu penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi

kesempurnaan makalah ini.

Padang, September 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Melitus merupakan satu dari sekian masalah kesehatan di dunia yang
perlu diwaspadai. Hal ini dikarenakan jumlah penderita diabetes melitus dari
tahun ke tahun selalu meningkat. Pada tahun 2015, sekitar 415 juta orang
dewasa menderita diabetes melitus, dimana angka tersebut mengalami
peningkatan 4 kali lipat dari 108 juta kasus di tahun 1980an. Apabila tidak ada
tindakan untuk pencegahan maka angka ini akan terus meningkat tanpa adanya
penurunan. Diperkirakan pada tahun 2040 angka tersebut akan terus meningkat
menjadi 642 juta penderita (IDF Atlas, 2015).

Dampak yang paling serius dan paling ditakuti dari penyakit dibetes melitus ini
adalah komplikasi kaki ulkus diabetik. Ulkus kaki diabetik merupakan penyakit
kaki pada penderita diabetes melitus yang disebabkan oleh penyakit vaskuler
perifer atau neuropati. Tidak hanya berdampak pada kesehatan, penyakit ini
juga berdampak pada ekonomi masyarakat, yang mana biaya perawatan dan
pengobatan untuk penyakit ini tidaklah murah.

Oleh karena itu peran perawat sangat penting dalam pemberian asuhan
keperawatan gangguan integritas kulit pada pasien Diabetes Melitus. Asuhan
keperawatan yang professional dapat diberikan melalui pendekatan proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan,
pembuatan intervensi, melaksanakan impelementasi keperawatan, dan
mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada Tn. Z dengan Diabetes Melitus Tipe II
yang mengalami gangguan integritas kulit?

C. Tujuan
1. Mengetahui konsep teoritis kulit
2. Mengetahui konsep teoritis luka
3. Mengetahui konsep teoritis diabetes melitus tipe II
4. Mengetahui asuhan keperawatan teoritis pada Tn. Z dengan Diabetes
Melitus Tipe II yang mengalami gangguan integritas kulit
5. Mampu menegakkan asuhan keperawatan pada Tn. Z dengan Diabetes
Melitus Tipe II yang mengalami gangguan integritas kulit?
BAB II
KONSEP DASAR TEORITIS
A. Konsep Kulit
1. Definisi Kulit
Kulit adalah organ terbesar dalam tubuh manusia, Normalnya kulit orang
dewasa mempunyai luas 2 dan berat sekitar 15% dari berat badan.
Kulit merupakan organ tubuh yang berada paling luar untuk membatasi
lingkungan dalam tubuh dan lingkungan luar. Kulit adalah organ yang
esensial serta vital sehingga merupakan cermin dari kehidupan dan
kesehatan seseorang. Kulit sangat elastis, kompleks, sensitive, bervariasi
dari keadaan iklim, umur, ras, dan tergantung pada lokasi tubuh manusia
sehingga warna kulit manusia ada yang berwarna pirang, terang dan hitam
(Evelyn, 2009).

Kulit menjadi benteng pertahanan pertama tubuh dari ancaman yang


berasal dari luar seperti virus, bakteri, dan kuman. Kulit merupakan
lapisan jaringan yang terdapat di seluruh permukaan tubuh manusia. Pada
permukaan kulit terdapat kelenjer keringat yang berfungsi untuk
mengekskresi zat sisa yang dikeluarkan lewat pori-pori berupa keringat.
Kulit juga merupakan salah satu dari panca indera manusia yaitu peraba,
di seluruh permukaan kulit terdapat banyak syaraf peraba (James, 2016).
2. Anatomi dan Fisiologi Kulit
Menurut Menurut Eveline Pearce dalam Aziz (2012), kulit dibagi menjadi
tiga lapisan :
a. Epidermis
Lapisan tipis yang berada terluar kulit dan berhubungan langsung
dengan dunia luar. Epidermis tersusun dari epitelium yang berlapis
dan terdiri dari sejumlah lapisan sel yang tersusun dari dua lapisan
yang tampak (lapisan keratonosit dan zona melanosit). Lapisaxn
keratonosit merupakan lapisan paling luar yang tersusun dari tiga
lapisan sel yang membentuk epidermis, antara lain:
1) Stratum korneum : sel datar, tipis, seperti sisik dan selalu
dilepaskan.
2) Stratum lusidum : mempunyai batas yang tegas namun tidak ada
intinya.
3) Stratum granulosum: selapis sel yang jelas tampak berisi inti serta
granulosum.

Zona melanosit berada dibawah lapisan keratonosit yang terdiri dari


dua lapis sel epitel, yaitu :

1) Sel berduri : terdapat fibril halus yang menyambungkan satu sel


dengan sel lain.
2) Sel basal : selalu memproduksi sel epidermis yang baru.

Tipe sel yang terdapat di epidermis adalah keratinosit, melanosit,


merkel, dan sel langerhans.
b. Dermis
Lapisan kulit yang tersusun dari makrofag, sel mast, limfosit, dan
fibroblas. Lapisan dermis lebih tebal dibanding epidermis, sekitar 1-4
mm yang berada dibawah epidermis serta berisi ikatan kolagen dan
serat yang elastis untuk menyokong epidermis. Lapisan dermis juga
terdapat limfatik kulit, vaskular serta jaringan saraf. Lapisan dermis
terbagi jadi dua bagian antaranya papila dermis yang mengandung
lebih banyak kolagen, pembuluh darah, elastin yang langsung
berhubungan dengan lapisan epidermis serta kelenjer keringat dan
retikular dermis mengandung jaringan ikat yang lebih tebal, sel
fibrosa, sel histiosit, pembuluh getah bening, saraf, kelenjer sebasea,
sel lemak, dan otot penegak rambut . Lapisan sermis membentuk suatu
jaringan kompleks serbatu sensorik yang sensitif pada sentuhan, nyeri,
dan suhu. Terdapat empat tipe dari sensasi, yaitu: sentuhan, nyeri,
panas dan dingin (Linuwih, 2007).
c. Lapisan Subkutan
Lapisan subkutan adalah lapisan khusus dari jaringan penghubung
yang mengandung lemak sehingga disebut juga dengan lapisan
adiposa. Fungsi lapisan ini adalah sebagai simpanan lemak, pencegah
terhadap trauma, serta pengaturan suhu.

3. Fungsi Kulit
Menurut Alimul (2009), fungsi kulit adalah antara lain :
a. Perlindungan atau proteksi
Perlindungan pertama bagi kulit supaya terhindar dari bakteria adalah
lapisan epidermis. Kulit merupakan organ tubuh yang berada paling
luar sehingga efektif untuk melindungi tubuh dari invasi
bakteri,trauma, panas, benda asing, radiasi, dan zat kimia.
b. Homeostatis dan keseimbangan cairan
Lapisan paling luar dari luar epidermis yaitu stratum korneum
berfungsi untuk mengabsorbsi air dan mencegah pengeluaran cairan
dan elektrolit dari dalam tubuh. Sementara itu kulit sebagai media
pengeluaran keringat melalui evaposai.
c. Menyimpan lemak
Lapisan kulit paling bawah merupakan lemak subkutan. Lapisan
lemak subkutan merupakan lapisan yang kaya akan lemak.
d. Sintesis vitamin D
Apabila lapisan kulit manusia terpapar sinar ultraviolet atau sinar
matahari, maka akan diserap oleh kulit dan meneruskan ke prekusor
sehingga diubah menjadi vitamin D. Vitamin D berguna dalam
perkembangan dan pertumbuhan tulang.
e. Menghasilkan bau dan penyamaran
Bau berfungsi untuk pertahanan. Bau juga bertujuan sebagai pembeda
dari manusia lain. Pigmen di dalam kulit dapat mengikuti perubahan
warna disekitar.
f. Sensasi
Lapisan kulit yang mempunyai banyak reseptor adalah dermis,
stimulus yang berasal dari luar akan diterima reseptor yang sesuai
dengan jenisnya. Ujung pada reseptor akan selalu memonitor kondisi
di lingkungan. Fungsi dari reseptor adalah untuk mendeteksi suhu,
sentuhan, nyeri, serta tekanan untuk diteruskan ke susunan saraf pusat.
g. Pengaturan temperatur darah
Pembuluh darah pada kulit yang bervasodilatasi dan vasokonstriksi
dapat menimbulkan kulit terasa hangat atau dingin sehingga
temperatur tubuh dipertahankan sekitar 37 derajat celcius. Saat
keadaan lingkungan panas, tubuh akan mengeluarkan keringat
dengan banyak yang berguna untuk melembabkan dan mendinginkan
badan.

4. Mikrobiologi Kulit
Kulit manusia tidak steril atau tidak bebas bakteri. Kulit yang steril
didapatkan hanya saat setelah lahir dan dalam waktu yang singkat. Hal ini
dikarenakan permukaan kulit mengandung banyak nutrisi untuk
pertumbuhan organisme, seperti lemak, bahan yang mengandung nitrogen,
mineral yang merupakan hasil proses keratinisasi atau hasil apendiks kulit.
Untuk hubungannya dengan manusia, bakteri dapat menjadi parasit yang
menimbulkan penyakit atau komensal yang merupakan flora normal.

5. Perawatan Kulit
Kulit merupakan organ yang aktif guna untuk melindungi dari berbagai
bakteri, trauma, sekresi, eksresi, pengatur temperatur dan sensasi sehingga
diperlukannya perawatan yang adekuat dalam mempertahankan fungsi
kulit. Tujuan dari perawatan kulit supaya klien memiliki kulit yang utuh,
bebas dari bau badan, sehingga klien dapat mempertahankan rentang
gerak dan merasa nyaman.

6. Kerusakan Integritas Kulit


Menurut Setiadi (2008), kerusakan integritas kulit adalah kerusakan pada
epidermis dan atau dermis. Faktor yang dapat menyebabkan kerusakan
pada integritas kulit seperti faktor eksternal antaranya faktor mekanik
(daya gesek, tekanan, imobilisasi) sedangkan faktor internalnya seperti
gangguan metabolisme, gangguan neuropati, gangguan sensasi seperti
contohnya diabetes melitus. Sementara itu (Hastuti, 2013) mengatakan,
faktor risiko utama penyebab terjadinya kerusakan integritas pada kulit
antara lain: kelembaban kulit, status gizi, umur, perfusi dan oksigenasi.
Faktor lain dapat juga berupa mobilisasi dan lamanya hari rawat di rumah
sakit. Tanda-tanda yang sering muncul pada kerusakan integritas kulit
seperti adanya luka, perubahan tekstur pada kulit, kelembaban pada kulitt,
serta perubahan warna pada kulit.

Kerusakan integritas dapat berawal dari luka. Luka diartikan sebagai


cedera pada fisik sehingga menyebabkan kerusakan kulit ataupun pada
membran mukosa. Jenis luka yang paling umum mengakibatkan
kerusakan integritas kulit adalag luka trauma seperti tidak sengaja dibuat
oleh diri sendiri, insisi bedah, dan jenis ulkus. Ulkus ekstrenal merupakan
kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh peluruhan jaringan inflamasi
yang telah mati atau tidak lagi berkembang (Maryuni, 2015). Kerusakan
integritas kulit apabila dibiarkan tanpa ada perawatan yang khusus dapat
berkembang menjadi luka dekubitus.

Menurut Rosdahi (2015), upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah


kerusakan kulit seperti:
a. Perlindungan kulit, membran mukosa
Dapat dilakukan dengan cara memperhatikan kebersihan serta
kelembaban kulit secara cermat dan memberi bantalan pada daerah
yang menonjol.
b. Teknik penurunan menurunkan tekanan dengan cara mengubah posisi
klien setiap dua jam sekali, meninggikan kepala 30 derajat untuk
menghindari gesekan jika klien dirawat.

1. Etiologi Kerusakan Integritas Kulit


Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2017), tanda
dan gejala gangguan integritas kulit sebagai berikut :
a. Nyeri merupakan keadaan yang subjektif dimana seseorang
memerlihatkan rasa tidak nyaman secara verbal maupun non
verbal ataupun keduanya. Nyeri dibagi menjadi dua yaitu nyeri
berkaitan dengan gangguan jaringan, dengan berintesitas ringan
sampai berat yang berlangsung kurang dari tiga bulan.
Sedangkan nyeri kronis adalah pengalaman sensorik yang
berkaitan dengan gangguan jaringan fungsional, berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung lebih dari tiga bulan.
b. Perdarahan merupakan suatu keadaan dimana terjadinya
kehilangan darah baik internal maupun ekternal.
c. Kemerahan adalah sebuah kondisi kulit yang ditandai dengan
kemerahan atau ruam.
d. Hematoma adalah kumpulan darah yang terlokalisasi dibawah
jaringan. Hematoma menunjukkan pembengkakan, perubahan
warna, sensasi, serta kehangatan atau massa yang tampak
kebiru-biruan.
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada gangguan integritas
kulit adalah:
a. Pemeriksaan fisik
- Inspeksi dalam hal ini denevarsi kulit menyebabkan
prduktivitas keringat menurun, sehingga kulit kaki kering,
pecah, rabut kaki/jari, kalus, claw toe
- Palpasi seperti kulit kering, pecah-pecah, kusi arteri dingin,
pulsasi (-)
b. Pemeriksaan Hb, produksi cairan luka, Leukosit, Koagulasi,
Protein dan Glukosa
B. Konsep Luka
1. Definisi
Luka adalah suatu istilah dimana hilang atau rusaknya sebagian dari
jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma dari benda
tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik,
atau gigitan dari hewan (R. Sjamsuhidajat dan Wim De Jong, 2004).

2. Jenis-jenis luka
Menurut Alimut (2008) luka terbagi atas kedalaman dan luasnya, antara
lain:
 Stadium I
Luka superficial yang merupakan luka pada bagian epdermis kulit.
 Stadium II
Luka partial tickness yang merupakan hilangnya lapisan kulit
bagian epidermis atau bagian atas dari lapisan dermis.
 Stadium III
Luka full tickness yang merupakan hilangnya kulit secara
keseluruhan yang menyebabkan kerusakan atau nekrosis jaringan
pada bagian subkutan yang bisa meluas sampai ke bawah tetapi
tidak melawati bagian dasar kulit.
 Stadium IV
Luka full thicness yang merupakan luka yang telah mencapai
lapisa otot, tendon hingga tulang dengan adanya destruksi atau
kerusakan yang lebih luas.

Sedangkan luka berdasarkan tingkat kontaminasinya adalah sebagai


berikut :
 Luka bersih: luka bedah yang tidak terinfeksi, tidak terjadinya
proses peradangan. Umumnya menghasilkan luka yang tertutup.
Kemungkinan terjadinya infeksi hanya sekitar 1-5%.
 Luka bersih yang terkontaminasi: luka akibat pembedahan yang
mana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan
seseorang dalam kondisi terkontrol, dan kontaminasi tidak selalu
terjadi.
 Luka terkontaminasi: termasuk jenis luka terbuka, segar, luka
akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan yang besar
dengan teknik aseptik pada kategori ini termasuk insisi yang akut,
inflamasi non-purulen.
 Luka kotor atau infeksi: luka yang teradi pada lingkungan yang
sudah terkontaminasi oleh mikroorganisme, termasuk juga luka
akibat pembedahan ditempat yang tidak steril.

3. Etiologi
Menurut Alimul (2008) berdasarkan penyebabnya, luka dibagi menjadi
dua yaitu :
a. Luka Mekanik
1) Luka sayat yang terjadi akibat benda tajam, dimana pinggiran
lukanya kelihatan rapi.
2) Luka memar yang terjadi akibat cedera pada jaringan dibawah kulit
akibat benturan benda tumpul.
3) Luka robek yang terjadi akibat terkena mesin atau benda asing
yang lain sehingga menyebabkan robeknya jaringan yang dalam.
4) Luka tusuk yang kecil dibagian luar akan tetapi besar dibagian
dalamnya.
5) Luka tembak dari peluru, bagian tepi luka tampak berwarna
kehitam-hitaman.
6) Luka gigitan yang tidak jelas bentukna pada bagian luka
7) Luka terkikis yang terjadi pada bagian luka dan tidak sampai
kedalam pembuluh darah

b. Luka Nonmekanik yang terdiri atas luka akibat zat kimia, termik,
radiasi, atau akibat sengatan listrik.

4. Manifestasi Klinis
Menurut Alimul (2008) beberapa masalah yang dapat terjadi dalam
proses penyembuhan luka adalah antara lain:
a. Pendarahan yang ditandai dengan keluarnya darah disertai
perubahan tanda-tanda vital seperti kenaikan denyut nadi, kenaikan
frekuensi napas, penurunan tekanan darah, kondisi tubuh melemah,
haus yang berkepanjangan, serta keadaan kulit yang dingin serta
lembab.
b. Infeksi dengan tanda-tandanya seperti kulit kemerahan, kenaikan
suhu tubuh, rasa nyeri dan timbulnya bengkak, jaringan disekitar
luka meneras serta adana kenaikan leukosit saat pemeriksaan darah.
c. Dehiscene merupakan pecahnya sebagian luka atau keseluruhan
yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kegemukan,
kurangannya asupan nutrisi, serta terjadinya trauma.
d. Eviceration yaitu menonjolnya organ tubuh bagian dalam ke arah
luar melalui luka yang dialami.

5. Proses Penyembuhan Luka


Menurut (R.Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 2004) proses penyembuhan
luka adalah antara lain:
a. Fase inflamasi
Berlangsung semenjak luka terjadi sampai perkiraan hari kelima.
Pembuluh darah yang terputus pada luka dapat menyebabkan
pendarahan sehingga tubuh akan berusaha menghentikannya
dengan cara vasokon-striksi, pengerutan pembuluh ujung yang
putus dan reaksi hemotasis. Terjadinya hemotasis dikarenakan
trombosit keluar dari pembuluh darah dan saling lengket dengan
jala fibrin sehingga membekukan darah yang keluar dari pembuluh
darah. Jaringan ikat menghasilkan serotonin histamin yang
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadinya eksudasi,
penyebukan sel radang disertai vasodilatasi setempat yang dapat
menyebabkan edema dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinis
reaksi radang menjadi sangat jelas dimana warna kemerahan karena
kapiler melebar (rubor), rasa hangat (kalor), nyeri (dolor), dan
pembengkakan (tumor).
b. Fase proliferasi
Pada fase ini terjadi proses prolifirasi fibroblast, yang berlangsung
dari akhir fase inflamasi diperkirakan sampai akhir minggu ketiga.
Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum diferensiasi dan
menghasilkan ukopolisakarida, asam aminoglosin serta prolin yang
merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan
antar tepi luka.
c. Fase penyudahan
Fase ini terjadinya proses pematangan yang teridiri dari penyerapan
kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya
gravitasi sehingga perumpamaan kembali jaringan yang baru
dibentuk. Fase ini dapat berlangsung selama berulan-bulan dan
dapat dinyatakan berakhir jika semua tanda infeksi sudah tidak ada.
C. Konsep Diabetes Melitus
1. Pengertian
Diabetes Melitus Tipe II merupakan gangguan metabolik yang ditandai
dengan hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa dalam darah) akibat hormon
insulin yang kurang, insulin yang menurun atau keduanya (kowalak, dkk.
2016 ). Diabetes melitus tipe II merupakan penyebab dari hiperglikemi.
Pada kasus diabetes melitus, gula menumpuk dalam darah sehingga gagal
masuk kedalam sel. Kegagalan tersebut terjadi akibat kurangnya jumlah
hormon insulin atau cacat fungsi. Hormon insulin adalah hormon yang
membantu untuk masuknya gula darah (WHO, 2016).

2. Etiologi
Mekanisme yang dapat menyebabkan resistensi insuline dan gangguan pada
sekresi insuline yang dialami penderita diabetis melitus tipe II masih belum
diketahui. Faktor genetik diperkirakan menjadi faktor dan peran penting
dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu juga terdapat faktor -
faktor risiko lain yang menjadi pemicu seseorang menderita diabetes
melitus tipe II. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Obesitas
Obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin dari dalam sel target
seluruh tubuh sehingga insulin yang tersedia menjadi kurang efektif
untuk meningkatkan efek metabolik
b. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada rentang usia diatas 65
tahun
c. Gestasional
Diabetes melitus tipe II dengan kehamilan merupakan kehamilan yang
normal dan di sertai dengan peningkatan insulin resistensi (ibu hamil
yang gagal mempertahankan euglycemia). Dalam keadaan ini,
seseorang mengalami diabetes sementara selama masa kehamilan,
umumnya pada trimester kedua atau ketiga (Brunner & suddarth, 2015).

3. Patofisiologi
Terdapat dua masalah yang utama pada penderita Diabetes Melitus Tipe II
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan tetap berkaitan pada reseptor khusus yang meskipun kadar insulin
tinggi dalam darah tetapi tetap membuat glukosa tidak dapat masuki sel
sehingga glukosa dalam sel akan berkurang. Mekanisme seperti ini dikenal
sebagai resistensi insulin. Dalam mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebih maka jumlah insulin yang
disekresikan harus ditingkatkan. Namun jika sel-sel beta tidak mampu
untuk mengimbangi, maka kadar glukosa dalam darah akan meningkat
sehingga terjadilah Diabetes Melitus tipe II. Meskipun gangguan sekresi
insulin merupakan ciri khas Diabetes Melitus tipe II, akan tetapi masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat sehingga dapat mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya, oleh sebab
itu ketoasidosis diabetik tidak dapat terjadi pada Diabetes Melitus tipe II
(Bruner & suddarth, 2015).

4. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddart (2015), manifestasi klinis DM Tipe II adalah
sebagai berikut:

a. Poliuri
Produksi insulin yang kurang untuk mengangkut glukosa melalui
membran didalam sel dapat menyebabkan hiperglikemia sehingga
serum plasma darah mengalami peningkatan atau hiperosmolariti
sehingga menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau
cairan intravaskuler sehingga aliran darah ke ginjal meningkat yang
merupakan akibat dari hiperosmolaritas sehingga terjadi lah diuresis
osmotic.
b. Polidipsi
Difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler yang meningkat
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga sel menjadi
dehidrasi. Akibat dari dehidrasi sel, mulut menjadi lebih kering
sehingga sensor haus menjadi aktif dan menyebabkan seseorang
menjadi haus terus menerus dan selalu minum ingin.
c. Poliphagi
Terjadi karena menurunnya kadar insulin sehingga glukosa tidak dapat
masuk ke dalam sel maka produksi energi menurun, penurunan energi
dapat menstimulasi rasa lapar sehingga seseorang akan lebih banyak
makan.
d. Penurunan berat badan terjadi karena glukosa tidak dapat di transport
kedalam sel sehingga sel kekurangan cairan dan tidak bisa melakukan
metabolisme, akibatnya sel akan menciut dan seluruh jaringan terutama
bagian otot mengalami atrofi dan penurunan secara otomatis.
e. Malaise atau kelemahan
f. Kesemutan, lemas dan mata kabur
5. WOC

6. Penatalaksanaan

Diabetes Melitus apabila tidak ditangani dengan baik maka akan


menimbulkan berbagai penyakit serius dan diperlukan kerjasama dari
semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Supaya tujuan tersebut
tercapai maka dilakukan berbagai usaha sebagai berikut :

a. Diet
Tujuan diet adalah untuk membantu pasien memperbaiki kebiasaan
makan sehingga dapat mengontrol metabolik yang lebih baik, cara yang
dilakukan aalah sebagai berikut :
1) Mempertahankan kadar glukosa dalam darah supaya mendekati
nilai normal dengan cara menyeimbangkan asupan makanan dengan
memberikan insulin
2) Mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum dalam batas
normal
3) Memberi cukup energi agar bisa mempertahankan atau mencapai
berat badan yang normal
4) Menghindari ataupun menangani komplikasi akut pada pasien yang
menggunakan insulin seperti hipoglikemia
5) Meningkatkan derajat kesehatan secara menyeluruh melalui gizi
yang optimal, dengan syarat diet: energi yang cukup untuk
mencapai dan mempertahankan berat badan yang normal,
kebutuhan protein yang normal yaitu sekitar 10-15% dari
kebutuhan energi total, kebutuhan lemak yang sedang yaitu sekitar
10-15% dari kebutuhan energi total, kebutuhan karbohidrat yaitu
sekitar 60-70%, mengkonsumsi gula alternatif dalam jumlah yang
terbatas, asupan serat yang dianjurkan 25g/hari dengan
mengutamakan serat larut dalam air yang terdapat dalam sayur dan
buah 7.
b. Latihan Jasmani
Pada penderita DM tipe II yang obesitas, latihan jasmani dan
penatalaksanaan di dapat memperbaiki metabolisme glukosa dalam
darah serta menghilangkan lemak dalam tubuh. Latihan yang digabung
dengan penurunan berat badan dapat memperbaiki sensitivitas insulin
dan menurunkan kebutuhan penderita terhadap insulin atau obat
hipoglikemia oral. Sehingga toleransi glukosa dapat kembali menjadi
normal. Penderita DM tipe II yang tidak menggunakan insulin mungkin
tidak memerlukan makanan ekstra sebelum melakukan latihan.
c. Obat Hipoglikemik seperti sulfonilurea dan insulin
d. Penyuluhan
Pendidikan atau penyuluhan bagi pasien diabetes meliputi pengetahuan
dan keterampilan yang tujuannya untuk menunjang perubahan perilaku
sehingga meningkatkan pemahaman penderita akan penyakitnya,
sehingga dapat mencapai keadaan sehat yang optimal dan penyesuaian
keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik (Bare & Suzanne,
2002).

D. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian yang bisa dilakukan pada masalah gangguan integritas kulit
antara lain (Miller, 2012)
a. Identitas klien
Pada saat pengkajian, identitas yang perlu ada yaitu nama atau inisial,
usia, jenis kelamin, agama, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan,
alasan masuk ke rumah sakit.
b. Riwayat kesehatan saat ini
Termasuk didalamnya riwayat trauma, alergi pada kulit, dan semua
keluhan seperti gatal, luka, ulkus, ruam ataupun lecet.
c. Aktivitas sehari-hari
Dalam melakukan pengkajian terhadap aktivitas sehari-hari, yang
perlu ditanyakan adalah : kapan dan seberapa sering berjemur atau
berada dibawah sinar matahari? Bagaimana dalam mengelola mandi
sehari-hari? Seberapa sering mandi dalam sehari? Apakah
menggunakan sabun setiap mandi? Apa jenis sabun yang digunakan?
Apakah menggunakan lotion kulit, krim ataupun salep?
d. Pemeriksaan fisik
Pengkajian keperawatan menurut Doengoes (2001), adalah antara lain:
a. Aktivitas atau istrahat
Tanda: Lemah, lesu, letih, susah bergerak atau berjalan, kram
pada otot, tonus otot yang menurun. Tachicardi dan tachipnea
pada keadaan istrahat, Letargi, disorientasi, dan koma
b. Sirkulasi
Tanda: ada riwayat hipertensi, infark miokard akut, kesemutan
pada ekstremitas atas atau bawah dan tachicardia. Perubahan
tekanan darah postural seperti hipertensi, nadi yang menurun.
c. Neurosensori
Tanda: pusing, gangguan pada penglihatan, disorientasi seperti
mengantuk, lifargi, stuport atau koma jika tahap lanjut.
d. Nyeri atau kenyamanan
Gejala: Abdomen yang nyeri (skala sedang berat), wajah meringis
dengan palpitasi: tampak sangat berhati–hati
e. Keamanan
Gejala: Kulit kering, gatal, ulkus pada kulit, demam diaphoresis,
menurunnya kekuatan imun, parastesiaparalysis otot termasuk otot
– otot pernapasan.

1) Rambut : perhatikan kondisi rambut (mudah rontok, kusam,


tekstur)
2) Kepala : perhatikan kebersihan kulit kepala, apakah ada lesi
dan nyeri tekan
3) Mata : simetrtis kiri dan kanan, konjungtiva ananemis, sclera
aninterik
4) Hidung : keadaan membran mukosa adakah septum deviasi
5) Mulut : mukosa mulut, kelembaban, adanya lesi
6) Telinga : kesimetrisan, adanya lesi, adanya serumen atau tidak
7) Kulit : perhatikan kondisi kulit (kelembaban, tekstur, dan
turgor), adanya luka atau lesi
Untuk kebersihan kulit meliputi keadaan kulit, apakah adanya
pigmentasi karena warna kulit yang abnormal bisa disebabkan
melanin pada kulit. Seperti warna coklat menunjukan penyakit
Adison atau tumor hipofisis, warna biru kemerahan menunjukan
polistemia, warna merah menunjukan alergi, hipertermi, atau
inflamasi local dan warna biru menunjukan kecemasan ataupun
kedinginan. Sedangkan warna kuning menunjukan ikterus yang
dapat menyertai penyakit hati, hemolisis sel darah merah, obstruksi
saluran empedu.
8) Tangan kaki: perhatikan adanya luka, umumnya luka terdapat pada
kaki
9) Kuku : perhatikan panjang atau tidak
10) Tubuh secara umum : perhatikan kondisi dan kebersihan badan
secara umum serta kelainan pada kulit klien.

e. Pemeriksaan Penunjang
1) kadar glukosa darah
- gula darah sewaktu/random >200 mg/dl
- gula darah puasa > 140 mg
- gula darah 2 jam PP > 200 mg/dl
2) aseton plasma: hasil ( +) mencolok
3) Aseton lemak bebas: peningkatan lipid dan kolestrol
4) osmolaritas serum ( >330 osm/l)
5) urinalisis: proteinuria, ketonuria, dan glukosuria

2. Diagnosis keperawatan
Diagnosis yang mungkin muncul yaitu risiko kerusakan integritas kulit,
kerusakan itegritas kulit, kerusakan integritas jaringan, dan risiko infeksi.
a. Risiko kerusakan integritas kulit, rentan terhadap kerusakan epidermis
atau dermis sehingga dapat mengganggu kesehatan. Faktor risiko
terjadinya diagnosis ini terbagi menjadi faktor internal dan eksternal.
Faktor internalnya berupa gangguan metabolisme, gangguan sensasi,
gangguan pada sirkulasi, gangguan pada turgor kulit dan nutrisi yang
tidak adekuat. Sedangkan faktor ekstrenalnya berupa cedera kimiawi,
hipertermi, faktor mekanik, kelembaban, terapi radiasi.
b. Kerusakan integritas kulit, merupakan kerusakan terhadap terhadap
epidermis dan atau dermis. Batasan karakteristik berupa benda asing
menusuk permukaan kulit. Faktor risiko terjadinya diagnosis ini
terbagi menjadi faktor internal dan eksternal.
c. Risiko infeksi adalah rentan terhadap invasi dan multiplikasi
organisme patogenik yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan.
Faktor risikonya berupa kurangnya pengetahuan supaya terhindar dari
pemajanan patogen, malnutrisi, obesitas, prosedur invasif, penyakit
kronis, gangguan integritas kulit, penurunan hb, dan vaksinasi tidak
adekuat.
d. Kerusakan integritas jaringan merupakan cedera pada membran
mukosa, kornea, sistem integumen, otot, tendon, kartilago, tulang,
kapsul sendi dan atau ligamen. Faktor yang berhubungan berupa agens
cedera kimiawi, faktor mekanik, gangguan metabolisme, hambatan
mobilitas fisik, prosedur bedah, terapi radiasi dan usia ekstrem
(NANDA, 2015).
3. Intervensi Keperawatan
No NANDA NOC NIC

1. Risiko gangguan  Tissue Integrity : Skin Pressure Management


integritas and Mucous
Membranes
Kulit
 Status Nutrisi Tissue  Anjurkan pasien

Perfusion:perifer untuk menggunakan

 Dialiysis Access pakaian longgar


Faktor-faktor risiko:
Integrity  Hindari kerutan kain
Eksternal : atau alas pada
 Setelah dilakukan
- Hipertermia atau tindakan keperawatan tempat tidur

selama…. Gangguan  Jaga kebersihan


hipotermia
integritas kulit tidak kulit agar selalu
- Substansi kimia terjadi dengan criteria bersih dan kering

hasil:  Mobilisasi pasien


- Kelembaban udara
 Bisa (rutin ubah posisi
- Faktor mekanik pasien) setiap dua
mempertahankan
(misalnya : alat yang ntegritas kulit yang jam sekali
baik  Monitor kulit jika
dapat menimbulkan luka,
 Melaporkan adanya kemerahan
tekanan, restraint)
adanya gangguan  Oleskan lotion
- Immobilitas fisik sensasi atau nyeri ataupun baby oil
pada kulit yang pada derah yang
- Radiasi
mengalami tertekan
- Usia yang ekstrim gangguan  Monitor aktivitas

- Kelembaban kulit  Menunjukkan dan mobilisasi pada


pemahaman klien
- Obat-obatan
didalam proses  Monitor status
- Ekskresi dan sekresi perbaikan kulit dan nutrisi klien
mencegah  Memandikan klien
Internal : terjadinya cedera dengan sabun dan
yang berulang air hangat
- Perubahan status
 Mampu  Kaji lingkungan dan
metabolik melindungi kulit peralatan yang dapat

- Tulang yang menonjol serta menyebabkan


mempertahankan tekanan pada klien
- Defisit imunologi
kelembaban pada  Gunakan pengkajian
berhubungan dengan
kulit dan untuk memonitor
perkembangan
perawatan yang faktor risiko klien
- Perubahan pada sensasi alami (Braden Scale, Skala
 Status nutrisi yang Norton)
- Perubahan pada status
adekuat  Inspeksi kulit
nutrisi (obesitas atau  Sensasi dan warna terutama pada tulang
kulit yang normal yang menonjol dan
kekurusan)
titik tekanan ketika
- Perubahan pigmentasi
menguubah posisi
- Perubahan sirkulasi pasien.
 Jaga kebersihan alat
- Perubahan turgor kulit
tenun klien
(elastisitas pada kulit)  Kolaborasi dengan

- Psikogenik ahli gizi untuk


pemberian diet
tinggi protein,
mineral dan vitamin
 Monitor serum
albumin serta
transferin

2. Kerusakan integritas  Tissue Integrity : Skin Pressure Management


kulit and Mucous
Membranes
 Wound Healing :
berhubungan dengan :  Anjurkan pasien
primer dan sekunder
untuk menggunakan
Eksternal :  Setelah dilakukan
pakaian longgar
- Hipertermia ataupun tindakan keperawatan
 Hindari kerutan kain
selama (.....)
hipotermia atau alas pada
kerusakan integritas
tempat tidur
- Substansi kimia kulit pasien teratasi
 Jaga kebersihan
dengan kriteria hasil:
- Kelembaban kulit agar selalu
1. Integritas kulit
bersih dan kering
- Faktor mekanik (misalnya yang baik bisa
 Mobilisasi pasien
: dipertahankan
(rutin ubah posisi
alat yang dapat (sensasi, elastisitas,
pasien) setiap dua
temperatur, hidrasi,
menimbulkan luka, jam sekali
pigmentasi)
 Monitor kulit jika
tekanan, restraint) 2. Tidak adanya
adanya kemerahan
luka/lesi pada kulit
- Immobilitas fisik  Oleskan lotion
3. Perfusi jaringan
ataupun baby oil
- Radiasi baik
pada derah yang
4. Menunjukkan
- Usia yang ekstrim tertekan
pemahaman yang
- Kelembaban kulit  Monitor aktivitas
cukup baik dalam
dan mobilisasi pada
- Obat-obatan proses perbaikan
klien
kulit
 Monitor status
dan mencegah nutrisi klien
Internal :
terjadinya cedera  Memandikan klien
- Perubahan status berulang
dengan sabun dan

metabolik  Mampu untuk air hangat


melindungi kulit  Kaji lingkungan dan
- Tonjolan pada tulang
serta peralatan yang dapat
- Defisit imunologi mempertahankan menyebabkan
berhubungan dengan kelembaban kulit tekanan pada klien
dan perawatan  Observasi pada luka
dengan perkembangan
alami : lokasi, dimensi,
- Perubahan pada sensasi  Menunjukkan kedalaman pada

- Perubahan status nutrisi terjadinya proses luka, karakteristik,


penyembuhan luka warna, cairan,
(obesitas atau kekurusan)
granulasi, jaringan
- Perubahan status pada nekrotik, tanda
cairan infeksi lokal,
formasi traktus
- Perubahan pada
 Ajarkan pada
pigmentasi
keluarga mengenai
- Perubahan sirkulasi luka dan perawatan

- Perubahan turgor kulit luka


 Kolaburasi dengan
(elastisitas kulit)
ahli gizi pemberian
diet TKTP dan
vitamin
DO:
 Cegah untuk
- Gangguan pada bagian kontaminasi feses
tubuh klien dan urin

- Kerusakan pada lapisan  Lakukan tehnik

kulit perawatan pada luka


dengan teknik steril
(dermis)
 Berikan posisi yang
- Gangguan pada dapat mengurangi
permukaan kulit tekanan pada luka

(epidermis)
3. Risiko infeksi  Immune Status  Pertahankan teknik
 Knowledge : yang aseptif
Infection Control  Batasi pengunjung
Faktor-faktor risiko :  Risk control bila di perlukan

- Prosedur Infasif  Setelah dilakukan  Cuci tangan setiap


tindakan keperawatan sebelum dan
- Kerusakan pada jaringan
selama (.....) klien sesudah tindakan
- Malnutrisi tidak mengalami apapun
infeksi dengan criteria  Gunakan baju,
- Peningkatan paparan
hasil: sarung tangan
Lingkungan yang patogen  Klien bebas dari sebagai alat

- Imonusupresi tanda dan gejala pelindung


infeksi  Ganti letak IV dan
- Tidak adekuatnya
 Menunjukkan dressing sesuai
pertahanan
kemampuan untuk dengan petunjuk
sekunder (penurunan Hb, mencegah  Gunakan kateter
timbulnya infeksi yang intermiten
Leukopenia, penekanan
 Jumlah leukosit untuk menurunkan
respon inflamasi) dalam batas normal infeksi pada kandung
 Menunjukkan kencing
- Penyakit yang kronik
perilaku hidup  Tingkatkan intake
- Pertahan primer yang sehat nutrisi
tidak  Status imun,  Berikan terapi
adekuat (kerusakan kulit, gastrointestinal, antibiotik sesuai
genitourinaria order
trauma jaringan, gangguan
dalam batas normal  Monitor adanya
peristaltik) tanda dan gejala
infeksi sistemik dan
local
 Pertahankan teknik
isolasi
 Inspeksi pada kulit
dan membran
mukosa terhadap
kemerahan, panas,
dan drainase
 Monitor jika adanya
luka
 Dorong masukan
cairan
 Dorong klien
istirahat
 Ajarkan klien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Kaji suhu badan
pada pasien
neutropenia setiap 4
jam

4. Implementasi Keperawatan
Rencana intervensi terkait kerusakan integritas kulit dapat dilakukan
berupa mandi, perawatan kulit, manajemen medikasi sesuai order,
manajemen pruritus, serta manajemen nutrisi. Kagiatan yang dapat
dilakukan untuk intervensi mandi adalah menyediakan peralatan mandi,
kaji suhu, kaji untuk kebersihan perineal, memberi pelembab pada kulit,
memonitor keadaan kulit dan kemampuan klien saat mandi.
Intervensi inovasi yang dapat dilakukan pada klien integritas kulit
adalah perawatan pada kulit secara rutin. Perawatan ini dapat dilakukan
dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap kulit seperti adanya luka
ataupun lecet. Perawatan dilakukan dengan cara inspeksi keadaan kulit,
pembersihan kulit dilalukan dengan menggunakan air hangat dan sabun
serta memberi minyak zaitun sebagai pelembab kulit. Persiapan alat dan
bahannya antara lain: handscoon, baskom, air hangat, sabun, minyak
zaitun atau baby oil, pengalas, dan handuk. Persiapan dari klien adalah
berada pada posisi yang dirasa nyaman dan rileks (Yuko, 2014). Kegiatan
dilakukan sekitar 15 menit dan rutin setiap hari. Setelah intervesni
dilakukan tanyakan perasaan atau respon klien, mengingatkan jangan
menggaruk bagian yang gatal dengan kuku.
BAB III

STUDI KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN


A. Studi Kasus
Boni merupakan mahasiswa profesi keperawatan di salah satu universitas negri
kota Padang, Ners muda Boni melakukan pengkajian kepada pasien, Tn. Z umur
40 tahun mulai dirawat di ruang interne RS satu hari yang lalu dengan keluhan
utama luka yang tidak kunjung sembuh. Ners B melakukan pengkajian dan
mendapatkan data sebagai berikut:

a. Pasien mengatakan merasa malu karena lukanya berbau


b. Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit DM tipe 2 selama 10 tahun dan
rutin minum obat
c. Luka pasien terlihat memerah di kaki kanan dan mengeluarkan bau busuk.
Kulit area luka kotor.
d. Luka pasien dengan pus berukuran 4x6 cm dan dirasakan sakit
e. TTV pasien: Tekanan Darah 120 /80 mmHg, Frekuensi Nadi 83x/menit, RR:
20x/menit dan Suhu 37,5C
f. Pemeriksaan labor darah didapatkan Gula Darah Sewaktu 300 mg/dl, leukosit
10.000 mm3, Hb 11 gr%.

B. Asuhan Keperawatan

1. Data Klinis
Nama : Tn. Z No. Rek. Medis : 097653
Usia : 40 Tahun
Tinggi Badan : 165 cm BB: 70kg IMT: 25,7
LILA : 25
Suhu : 37,5 oC
Nadi : 83x/i
Tekanan Darah : 120/80mmHg

Riwayat Kesehatan Sekarang


Klien datang dengan keluhan utama luka yang tak kunjung sembuh, luka
memerah dan terasa nyeri. Terdapat pus dibagian luka, area disekitar luka tampak
kotor, ukuran luka 4x6 cm Waktu kedatangan Rabu, 16 September 2020 pukul
08.00 dengan kursi roda.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien menyatakan memiliki riwayat Diabetes Melitus tipe 2 selama 10 tahun
terakhir dan rutin minum obat. Riwayat perawatan di rumah sakit terakhir
Tanggal 7 juni 2020 dengan diagnosa medis Diabetes Mellitus tipe II.

Riwayat Kesehatan Keluarga

Klien mengatakan ibu beliau meninggal dengan diabetes juga. Tidak ada keluarga
lain yang memiliki penyakit diabetes, riwayat kanker, dan jantung, dan penyakit
keturunan lainnya.

POLA PERSEPSI DAN PENANGANAN KESEHATAN


Persepsi terhadap penyakit: pasien mengatakan merasa malu terhadap
penyakitnya, karena lukanya berbau. Klien tidak merokok, tidak mengkonsumsi
alcohol, tidak ada alergi obat, dan tidak mengkonsumsi obat selain resep dokter.
POLA NUTRISI / METABOLISME
Klien mendapatkan diit DM, tidak ada gangguan menelan, dan tidak ada
perubahan berat badan dalam 6 bulan terakhir.
POLA ELIMINASI
Klien tidak terpasang kateter urin, kebiasaan berkemil 6-7 x / hari. Kebiasaan
defakasi 1-2 x / hari.
POLA AKTIVITAS / OLAH RAGA
Kemampuan Perawatan Diri:
0 = Mandiri 2 = Bantuan dari orang lain 4 = tergantung/tdk mampu
1 = Dengan Alat Bantu 3 = Bantuan peralatan dan orang lain
Aktivitas 0 1 2 3 4

Makan/Minum 

Mandi 

Berpakaian/berdandan 

Toileting 

Mobilisasi di Tempat Tidur 

Berpindah 

Berjalan 

Menaiki Tangga 

Berbelanja 

Memasak 

Pemeliharaan rumah 

Keluhan Saat Beraktifitas : klien mengatakan sulit untuk berjalan dan berpindah
karena luka terasa nyeri dan membuat kaki klien kaku, namun masih bisa mandiri
POLA ISTIRAHAT TIDUR
Klien mengatakan tidur 6-7 jam / hari pada saat sebelum luka meradang. Saat ini
klien mengeluh sulit tidur (2-3 jam / hari) karena nyeri yang dirasakan di kaki.
Klien juga tidak nyaman karena bau dari lukanya.
POLA KOGNITIF –PERSEPSI
Klien dalam keadaan sadar, komunikasi sosial lancar, bahasa sehari-hari bahasa
minang. Tidak ada gangguan pendengaran dan penglihatan, tidak ada riwayat
vertigo.
Ketidak nyamanan / Nyeri: nyeri skala 6-7
P : nyeri karna luka yang tidak sembuh sejak 1 bulan yang lalu
Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : nyeri pada bagian luka, kaki kanan
S : 6-7
POLA PERAN HUBUNGAN
Klien seorang pegawai swasta di salah satu perusahaan di Kota Padang. Istri
klien seorang dosen di salah satu universitas swasta di Kota Padang. Klien
terdaftar sebagai peserta BPJS kelas III.
POLA SEKSUALITAS/REPRODUKSI
Tidak ada keluhan yang berkaitan dengan seksualitas / reproduksi.
POLA KOPING-TOLERANSI STRES
Keadaan emosi labil, klien tidak mau menerima kunjungan selain keluarga dekat,
klien tidak mengkonsumsi obat penghilang stress.
POLA KEYAKINAN-NILAI
Klien seorang muslim. Kebiasaan keagamaan tidak terkaji.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:
- Gula darah sewaktu 300 mg/dl N : <200 mg/dl
- Gula darah puasa 241 mg/dl N : <100 mg/dl
- Gula darah 2 jam PP 382 mg/dl N : <140 mg/dl
- Leukosit 10.000 N : 4000-10.000
- Hb 11 gr% N : 12-16 gr%
- Eritrosit 3,66 mg/dl N : 4,2-11 mg/dl
- Hematokrit 30,7 g/dl N : 38-47 g/dl
- MCV 78,5 g/dl N : 81,1-96,0 g/dl

Pemeriksaan fisik:
1) Rambut
Inspeksi :
 Terlihat tipis dan berminyak
 Kulit kepala tidak ada ketombe
 Tidak ada scar atau luka
Palpasi :
 Tidak ada benjolan di kepala pasien
2) Wajah
Inspeksi :
 Wajah terlihat simetris
 Tidak ada luka
Palpasi :
 Tidak adanya pembengkakan
3) Mata
Inspeksi :
 Terlihat simetris
 Sklera tidak ikterik
 Konjungtiva tidak anemis
 Tidak ada katarak
4) Telinga
Inspeksi :
 Kedua telinga terlihat simetris
 Tidak ada luka
 Telinga terlihat bersih
Palpasi :
 Tidak adanya benjolan di telinga pasien
5) Hidung
Inspeksi
 Tidak ada pernafasan cuping hidung
 Tidak adanya luka atau scar
 Tidak ada edema
Palpasi
 Tidak adanya pembengkakan sinus
6) Mulut dan bibir
Inspeksi
 Bibir terlihat kering dan pecah-pecah
 Tidak adanya sianosis
7) Leher
Inspeksi
 Tidak adanya scar ataupun luka
Palpasi
 Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
 Tidak adanya pembesaran pembesaran nodus limfe
 Nadi karotis teraba
 Tidak ada edema
8) Thoraks
Inspeksi
 Dada simetris
Perkusi
 Tidak adanya masa
Auskultasi
 Tidak ada suara tambahan
9) Abdomen
Inspeksi :
 Tidak adanya scar
 Abdomen tampak tidak membuncit
Palpasi :
 Tidak adanya massa atau benjolan
 Tidak ada nyeri tekan
Auskultasi :
 Bising usus normal
10) Ekstremitas
Inspeksi :
 Terdapat luka di bagian kaki kanan dengan pus 4x6 cm
C. ANALISA DATA

NO. DATA MASALAH


KEPERAWATAN
1. Data Subjektif : Nyeri akut b.d luka gangren
- Klien mengatakan terasa sakit pada
daerah tungkai kaki kanan yang
luka
- Klien mengatakan nyeri pada
bagian luka
P : nyeri karna luka yang tidak
sembuh sejak 1 bulan yang lalu
Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : nyeri pada bagian luka kaki
kanan
S : 6-7
T : hilang timbul dengan durasi 2-4
menit
Data Objektif :
- Klien tampak meringis dan
memegang kaki yang luka
- Kulit di sekitar luka tampak
memerah
2. Data Subjektif : Kerusakan integritas kulit b.d
- Pasien mengeluh luka yang tak status metabolik
kunjung sembuh
- Pasien merasa malu karna lukanya
berbau
- Pasien merasakan nyeri pada luka
Data Objektif
- Kulit sekitar luka tampak memerah
- Kulit area luka tampak kotor
- Terdapat pus pada luka berukuran
4x6 cm
3. Data Subjektif : Gangguan citra tubuh
- Klien mengatakan sedih dengan berhubungan dengan biofisika
kondisinya yang sekarang yang
tidak bisa lagi mencari nafkah
- Klien merasa malu dan tidak
menyukai kakinya yang luka dan
berbau tak sedap
- Klien sering membandingkan
dengan kondisi kakinya saat sehat
dulu
Data Objektif :
- Klien tampak selalu berusaha
menutup lukanya dengan kain dan
tidak mau melihat kakinya
- Klien juga terlihat lesu dan sering
tertunduk saat pengkajian
dilakukan.

4. Data Subjektif : Resiko ketidakstabilan kadar


Data Objektif : glukosa darah

D. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d luka gangrene
b. Kerusakan integritas kulit b.d status metabolik
c. Resiko infeksi b.d penyakit kronis diabetes mellitus

E. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Intervensi Keperawatan
Keperawatan NOC NIC

1. Nyeri akut b.d Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri


luka gangren Defenisi : Keparahan dari Defenisi : pengurangan atau
nyeri yang diamati atau reduksi nyeri pada sampai
dilaporkan. pada tingkat kenyamanan
Dipertahankan pada 3 yang dapat diterima oleh
Ditingkatkan pada 5 pasien
Aktifitas :
1. Lakukan pengkajian
Indikator:
nyeri secara komrehensif
1. Nyeri yang dilaporkan
yang meliputi lokasi,
2. Panjangnya episode nyeri karakteristik, durasi,
3. Ekspresi nyeri wajah frekuensi, kualitas,
4. Mengerang dan intensitas, beratnya nyeri
menangis dan faktor pencetus
5. Melaporkan bahwa nyeri 2. Berikan informasi
mengenai nyeri, seperti
berkurang
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
dirasakan, antisipasi dari
ketidaknyamanan
3. Dorong pasien untuk
memonitor nyeri dan
menangani nyerinya
dengan tepat
4. Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri
Berikan obat analgetic
dengan konsultasi pada
dokter, apabila nyeri
bertambah, menetap
atau memburuk.
2. Kerusakan Integritas Jaringan : Kulit Perawatan Luka
integritas kulit dan Membran Mukosa Defenisi : pencegahan
b.d status Defenisi : Keutuhan komplikasi luka dan
metabolik struktur dan fungsi peningkatan penyembuhan
fisiologis kulit dan selaput luka.
lender secara normal. Aktifitas :
Dipertahankan pada 2 1. Ukur luas luka yang
Ditingkatkan pada 5 sesuai
2. Berikan perawatan ulkus
Indikator : pada kulit yang
1. Tekstur diperlukan
2. Integritas kulit 3. Posisikan untuk
3. Lesi pada kulit menghindari
4. Pengelupasan kulit menempatkan
ketegangan pada luka
dengan tepat
4. Anjurkan pasien atau
anggota keluarga pada
prosedur perawatan luka
5. Anjurkan pasien untuk
mengenal tanda dan
gejala infkesi.

3 Gangguan citra Body image enhancement Body image enhancement


tubuh dipertahankan pada 3
berhubungan ditingkatkan pada 5 Aktivitas-aktivitas:
dengan biofisika 1. Observasi
Indikator: - Monitor frekuensi
Definisi : 1. Body image positif mengkritik dirinya
perubahan 2. Mampu
persepsi tentang mengidentifikasi 2. Keperawatan mandiri
penampilan, kekuatan personal  Kaji secara verbal
struktur, dan 3. Mendeskripsikan dan non verbal
fungsi fisik secara faktual respon klien
individu perubahan fungsi terhadap tubuhnya
tubuh  Dorong klien untuk
4. Mempertahankan mengungkapkan
interaksi sosial perasaannya
5.  Fasilitiasi kontak
dengan individu lain
dalam kelompok
kecil
 Identifikasi arti
pengurangan melalui
pemakaian alat bantu

3. Edukasi
Jelaskan tentang
pengobatan,
perawatan,
kemajuan, dan
prognosis penyakit

A. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

No Diagnosa Implementasi Evalusasi


Keperawatan

1 Nyeri akut berhubungan 1. Merencanakan S : Klien mengatakan nyeri


dengan luka gangreen strategi untuk
sudah sedikit berkurang
mengontrol nyeri
. 2. Memberitahu dengan skala nyeri 4
teknik relaksasi
yang efektif yaitu
teknik nafas dalam
3. Anjurkan istirahat O : Klien sudah tampak
yang adekuat
rileks dan tidak lagi
meringis

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

 Merencanakan
strategi untuk
mengontrol nyeri
 Memberitahu teknik
relaksasi yang
efektif yaitu teknik
nafas dalam
 Anjurkan istirahat
yang adekuat

2 Kerusakan integritas 1. Observasi pada S : Klien mengatakan


kulit berhubungan luka : lokasi,
apakah lukanya bisa
dengan status metabolik dimensi,
kedalaman pada sembuh?
luka, karakteristik,
warna, cairan,
granulasi, jaringan
nekrotik, tanda O : Luka tampak bersih dan
infeksi lokal,
formasi traktus dibalut kasa, sudah tidak
2. Melakukan ada pus yang keluar, dan
perawatan luka
3. Memperhatikan bau sudah agak sedikit
teknik septic dan berkurang
antiseptic
4. Mengukur tanda-
tanda vital
A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

 Melakukan
perawatan luka
 Memperhatikan
teknik septic dan
antiseptic
 Mengukur tanda-
tanda vital
3 Gangguan citra tubuh 1. Membantu klien S : Klien mengatakan malu
berhubungan dengan mengenal gangguan dengan kakinya yang
biofisika citra tubuhnya dan sekarang dan takut untuk
penyebab gangguan turun tempat tidur selama
citra tubuhnya dirumah sakit
2. Membantu klien
menyadari akibat
gangguan citra
tubuhnya saat ini O : Klien masih tampak
3. Mendiskusikan menutup luka kakinya
dengan klien cara dengan kain
meningkatkan citra
tubuhnya
4. Mendiskusikan A : Masalah belum teratasi
bersama klien cara
berfikir positif
P : Intervensi dilanjutkan

 Mendiskusikan
bersama klien cara
berfikir positif
 Mendiskusikan
dengan klien cara
meningkatkan citra
tubuhnya
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan yang dilakukan dengan
mengkaji klien secara keseluruhan melalui semua aspek, baik dari segi bio
psikososial dan spiritual. Hasil dari pengkajian mencakup keluhan utama,
riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan
keluarga, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada tahap
pengkajian tidak ada ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus.

Pada saat pengkajian, didapatkan data klien mengatakan terasa sakit pada
daerah tungkai kaki kanan yang luka. Luka pada kaki sejak 1 bulan yang lalu
dan semakin lama semakin membesar. Rasa sakit yang dialami klien seperti
tertusuk-tusuk dan hanya terasa pada kaki yang luka, skala nyeri yang dialami
klien yaitu 6-7, nyeri biasanya muncul secara tiba-tiba jika Tn. Z terlalu banyak
bergerak dengan durasi waktu terjadinya nyeri 3-5 menit. Klien tampak
meringis dan memegang daerah yang terasa nyeri, luka klien terlihat memerah
di kaki kanan dan mengeluarkan bau busuk, kulit area luka juga kotor, luka
pasien dengan pus berukuran 4x6 cm. Klien mengatakan sedih dengan
kondisinya yang sekarang karna tidak bisa lagi mencari nafkah, klien merasa
malu dan tidak menyukai kakinya yang luka dan berbau tak sedap, klien tampak
selalu berusaha menutup lukanya dengan kain dan tidak mau melihat kakinya
serta sering membandingkan dengan kondisi kakinya saat sehat dulu. Klien juga
terlihat lesu dan sering tertunduk saat pengkajian dilakukan.

B. Diagnosa, Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi


1. Nyeri aku:t berhubungan dengan cedera fisik (luka gangren)
Defenisi : pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan
berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau potensial. Diagnosa ini
diambil berhubungan dengan cedera fisik (luka gangren) karena nyeri yang
dialami klien dikarenakan luka pada kaki akibat penyakit DM yang diderita.
Diagnosa ini didukung oleh data yang diperoleh dari klien yaitu Klien
mengatakan terasa sakit pada daerah tungkai kaki kanan yang luka, luka
pada kaki sejak 3 bulan yang lalu dan semakin lama semakin membesar,
klien mengatakan nyeri yang dialami seperti tertusuk-tusuk dan hanya
terasa pada kaki yang luka, klien mengatakan skala nyeri 6-7, nyeri
biasanya muncul secara tiba-tiba jika terlalu banyak bergerak dengan durasi
waktu terjadinya nyeri 3-5 menit, Klien tampak meringis dan memegang
daerah yang terasa nyeri, luka klien terlihat memerah di tungkai kaki kanan,
luka pasien dengan pus berukuran 4x6 cm.

Diagnosa ini dijadikan diagnosa utama karena apabila nyeri tidak


diatasi maka klien akan terus merasa nyeri dan semua perencanaan
keperawatan untuk diagnosa yang lain tidak bisa dilaksanakan. Intervensi
yang dilakukan untuk diagnosa ini adalah melakukan pengkajian nyeri
secara komrehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas, beratnya nyeri dan faktor pencetus, gali pengetahuan
dan kepercayaan klien mengenai nyeri, berikan informasi mengenai nyeri,
seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan, antisipasi dari
ketidaknyamanan, dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani
nyerinya dengan tepat, ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri, dan
berikan obat analgetic dengan konsultasi pada dokter, apabila nyeri
bertambah, menetap atau memburuk.

Implementasi yang diberikan yaitu Merencanakan strategi untuk


mengontrol nyeri, memberitahu teknik relaksasi yang efektif yaitu teknik
nafas dalam, dan anjurkan istirahat yang adekuat. Evaluasi yang didapat
setelah melakukan tindakan keperawatan adalah klien mengatakan nyeri
sudah sedikit berkurang dengan skala nyeri 4, klien sudah tampak rileks.
Masalah belum teratasi dan intervensi dilanjutkan dengan merencanakan
strategi untuk mengontrol nyeri, memberitahu teknik relaksasi yang efektif
yaitu teknik nafas dalam dan anjurkan istirahat yang adekuat.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik


Defenisi : dimana keadaan individu berisiko mengalamai kerusakan
jaringan epidermis dan dermis pada lapisan kulit. Diagnosa ini diambil
berhubungan dengan perubahan status metabolik karena kerusakan
integritas kulitnya disebabkan oleh luka karena penyakit DM. Dimana DM
adalah penyakit gangguan metabolik. Diagnosa ini didukung oleh data yang
diperoleh dari klien yaitu klien mengatakan terdapat luka pada tungkai kaki
kanan, luka semakin lama semakin membesar, klien tampak lemah dan
meringis, tampak luka pada tungkai kaki kanan yang memerah dan
mengeluarkan pus, luka berukuran 4x6 cm, dan gula darah sewaktu 300
mg/dl.
Intervensi yang dilakukan untuk diagnosa ini adalah jaga kebersihan kulit
agar selalu bersih dan kering, hindari kerutan kain atau alas pada tempat
tidur, monitor kulit jika adanya kemerahan, monitor aktivitas dan mobilisasi
pada klien, monitor status nutrisi klien, observasi pada luka : lokasi,
dimensi, kedalaman pada luka, karakteristik, warna, cairan, granulasi,
jaringan nekrotik, tanda infeksi lokal, formasi traktus, mobilisasi pasien
(rutin ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali, oleskan lotion ataupun baby
oil pada derah yang tertekan,memandikan klien dengan sabun dan air
hangat, kaji lingkungan dan peralatan yang dapat menyebabkan tekanan
pada klien, cegah untuk kontaminasi feses dan urin, lakukan tehnik
perawatan pada luka dengan teknik steril, berikan posisi yang dapat
mengurangi tekanan pada luka, anjurkan pasien untuk menggunakan
pakaian longgar, ajarkan pada keluarga mengenai luka dan perawatan luka
dan kolaburasi dengan ahli gizi pemberian diet TKTP dan vitamin.

Implementasi yang diberikan yaitu observasi pada luka : lokasi, dimensi,


kedalaman pada luka, karakteristik, warna, cairan, granulasi, jaringan
nekrotik, tanda infeksi lokal, formasi traktus, melakukan perawatan luka,
memperhatikan teknik septic dan antiseptic, dan mengukur tanda-tanda
vital. Evaluasi yang didapat setelah melakukan tindakan keperawatan
adalah klien mengatakan apakah lukanya bisa sembuh?, luka tampak bersih
dan dibalut kasa, sudah tidak ada pus yang keluar, dan bau sudah agak
sedikit berkurang. Masalah belum teratasi dan intervensi dilanjutkan dengan
merencanakan strategi melakukan perawatan luka, memperhatikan teknik
septic dan antiseptic, mengukur tanda-tanda vital dan luka tidak kena air.

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisika


Definisi : perubahan persepsi tentang penampilan, struktur, dan fungsi fisik
individu. Diagnosa ini diam biambil berhubungan dengan biofisika
(penyakit kronis) yang mana pada kasus klien merasa malu karena keadaan
kakinya sekarang, dimana luka pada kaki klien itu disebabkan oleh penyakit
kronik yaitu diabetes melitus. Diagnosa ini didukung oleh data yang
diperoleh dari klien yaitu klien mengatakan sedih dengan kondisinya yang
sekarang yang tidak bisa lagi mencari nafkah, klien merasa malu dan tidak
menyukai kakinya yang luka dan berbau tak sedap, klien sering
membandingkan dengan kondisi kakinya saat sehat dulu, klien tampak
selalu berusaha menutup lukanya dengan kain dan tidak mau melihat
kakinya dan klien juga terlihat lesu dan sering tertunduk saat pengkajian
dilakukan.
Intervensi yang dilakukan untuk diagnosa ini adalah monitor frekuensi
mengkritik dirinya, kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap
tubuhnya, dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya, fasilitiasi
kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil, identifikasi arti
pengurangan melalui pemakaian alat bantu dan jelaskan tentang
pengobatan, perawatan, kemajuan, dan prognosis penyakit.

Implementasi yang diberikan yaitu membantu klien mengenal gangguan


citra tubuhnya dan penyebab gangguan citra tubuhnya, membantu klien
menyadari akibat gangguan citra tubuhnya saat ini, mendiskusikan dengan
klien cara meningkatkan citra tubuhnya dan mendiskusikan bersama klien
cara berfikir positif. Evaluasi yang didapat setelah melakukan tindakan
keperawatan adalah klien mengatakan malu dengan kakinya yang sekarang
dan takut untuk turun tempat tidur selama dirumah sakit, klien masih
tampak menutup luka kakinya dengan kain. Masalah belum teratasi dan
intervensi dilanjutkan dengan merencanakan strategi mendiskusikan
bersama klien cara berfikir positif dan mendiskusikan dengan klien cara
meningkatkan citra tubuhnya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diagnosa keperawatan yang diangkat dalam kasus ini adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik (luka gangren)
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisika

B. Saran
Pada kasus gangguan integritas kulit pada pasien diabetes melitus diharapkan
perawat dapat memberikan tindakan yang tepat seperti perawatan luka dengan
menggunakan prinsip steril agar luka pasien tidak terjadi infeksi dan semakin
menyebar. Hal ini dikarenakan gangguan integritas kulit dengan diabetes
melitus jika tidak diatasi dengan tepat akan menyebakan komplikasi luka
semakin menyebar dan menyebabkan jaringan disekitar luka menjadi mati
sehingga harus diamputasi.

DAFTAR PUSTAKA
Aziz, A, H. (2012), Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya: Health Books
Publishing

Brunner & Suddarth. (2015). Keperawatan Medikal bedah. Jakarta: EGC

Bustan. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta

Evelyn C, P. (2009). Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT


Gramedika Pustaka Utama.

Linuwih, S. (2009). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Keperawatan
UI

Miller, C. A. (2012). Nursing for Wellness in order Adults, 6 edition. Philadelphia:


Lipincott Williams & Wilkins

NANDA. 2015. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan klasifikasi 2015-2017, ahli


bahasa: Budi Anna Keliat, dkk. Jakarta: EGC

Rosdahi. (2015). Buku Ajar Keperawatan Dasar. Alih Bahasa Widiarti. vol 3, Ed 10.
Jakarta: EGC

Setiadi. (2008). Konsep dan Proses Keperawatan Klien. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Yuko, F. Ken, T. Mika, T. Iichiro. (2014). Beneficial Effects of Foot Care Nursing for
People: an Uncontrolled Before and After Intervention Study. Journal of
Advanced Nursing.

Anda mungkin juga menyukai