Anda di halaman 1dari 62

MAKALAH

KEPERAWATAN DASAR KLINIK (KDK)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.M DENGAN GANGGUAN


ELEMINASI FEKAL DENGAN DIAGNOSA HEMOROID

OLEH :
GENNA MEYLIA
1611313013
KELOMPOK J

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat-Nya
yang selalu dicurahkan kepada seluruh makhluk-Nya. Selawat serta salam dikirim
kepada Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillahirrabil’alamin dengan nikmat dan
hidayah-Nya, penulis telah dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Ny.M Dengan Gangguan Eliminasi Fekal Diagnosa
Hemoroid”.
Terima kasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Ibu Ns. Dewi
Murni, M.Kep dan Ibu Ns. Ilfa Khairina, M.Kep sebagai pembimbing saya yang
telah dengan telaten dan penuh kesabaran membimbing saya dalam menyusun
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka
saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan makalah ini.

Padang, 09 Februari 2021


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Eliminasi fekal dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan
fisiologis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme. Saat eliminasi
fekal terganggu, hal ini akan memperburuk keadaan pasien kritis yang
tentu juga akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas (Artha
dkk, 2018)
Hemoroid merupakan salah satu gangguan anorektal yang paling
umum terjadi dari seluruh gangguan klinis gastrointestinal. Penyakit
hemoroid menjadi masalah sosial ekonomi di seluruh dunia yang
berdampak besar pada penurunan kualitas hidup. Angka kejadian
hemoroid di Indonesia sebesar 12,5 juta orang dan diprediksi
meningkat menjadi 21,3 juta orang pada tahun 2030. Proporsi pasien
hemoroid perempuan lebih besar daripada laki-laki, yaitu sebesar
61,5% banding 38,5%. Tingginya prevalensi hemoroid dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kehamilan, konstipasi, usia,
dan jenis pekerjaan (Alif, 2020)

B. Rumusan masalah
 Apa konsep dasar kebutuhan eliminasi
 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
eliminasi fekal dengan diagnosa hemoroid?

C. Tujuan
 Mengetahui apa konsep dasar kebutuhan eliminasi
 Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan eliminasi fekal dengan diagnosa hemoroid
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar
1. Eliminasi Urine
a. Definisi
Eleminasi atau pembuangan urine normal adalah proses
pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi
b. Anatomi fisiologi
Proses pengeluaran ini sangat bergantung pada fungsi-fungsi organ
eleminasi seperti ginjal, ureter, kandung kemih atau bladder dan
uretra. Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urine
kemudian masuk ke ureter lalu mengalir ke bladder. Dalam bladder
urine ditampung sampai mencapai batas tetentu atau sampai timbul
keinginan berkemih, yang kemudian dikeluarkan melalui uretra
a) Ginjal
ginjal bentuknya seperti kacang, terdiri dari 2 bagian kanan dan
kiri. Produk buangan (limbah) hasil metabolisme yang
terkumpul dalam darah melewati arteri renalis kemudian
difiltrasi di ginjal. Sekitar 20 % - 25 % curah jantung
bersirkulasi setiap hari melalui ginjal. Setiap 1 ginjal
mengandung 1-4 juta nefron yang merupakan unit
pembentukan urine di Glomerulus.
b) Ureter
Panjang ureter dewasa 25-30 cm dan berdiameter1.25 cm.
Dinding ureter dibentuk dari 3 lapisan, yaitu lapisan dalam
membran mukosa, lapisan tengah otot polos yang mentransfor
urine melalui ureter dengan gerakan peristaltik yang distimulasi
oleh distensi urine dikandung kemih, lapisan luar jaringan
fibrosa menyokong ureter. Adanya obstruksi di ureter atau batu
ginjal, menimbulkan gerakan peristaltik yang kuat sehingga
mencoba mendorong dalam kandung kemih
c) Kandung kemih
Kandung kemih tempat penampung 400- 600 ml, namun
keinginan berkemih dirasakan pada saat kandung kemih terisi
urine pada orang dewasa 150 walaupun pengeluaran urine
normal 300 ml urine, letaknya di dasar panggul terdiri otot
yang dapat mengecil seperti balon
d) Uretra
Uretra merupakan saluran pembuangan urin keluar dari tubuh,
kontrol pengeluaran pada spinter eksterna yang dapat
dikendalikan oleh kesadaran kita. Dalam kondisi normal,aliran
urine yang mengalami turbulasi membuat urine bebas dari
bakteri, karena membran mukosa melapisi uretra mesekresi
lendir bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa
mencegah masuknya bakteri.
c. Faktor yang mempengaruhi
1) Pertumbuhan dan Perkembangan
Usia seseorang dan berat badan dapat mempengaruhi jumlah
pengeluaran urine. Normalnya bayi-anak ekskresi urine 400-
500 ml/hari, orang dewasa 1500-1600ml. Contoh: pada bayi-
anak berat badan 10 % orang dewasa mampu ekskresi 33%
lebih banyak dari orang dewasa, usia lanjut volume bladder
berkurang sehingga sering mengalami nokturia dan frekuensi
berkemih meningkat, demikian juga wanita hamil juga akan
lebih sering berkemih karena kandung kemih ditekan bagian
terendah janin.
2) Sosiokultural
Budaya masyarakat di mana sebagian masyarakat hanya dapat
miksi pada tempat tertutup dan sebaliknya ada masyarakat yang
dapat miksi pada lokasi terbuka. Contoh: masyarakat kita
kebanyakan berkemih di kamar mandi (dalam keadaan
tertutup) atau lokasi terbuka, sedangkan pada orang dalam
kondisi sakit harus miksi diatas tempat tidur, hal ini membuat
seseorang kadang menahan miksinya.
3) Psikologis
Pada keadaan cemas dan stress akan meninggalkan stimulasi
berkemih, sebagai upaya kompensasi. Contoh: seseorang yang
cemas dan stress maka mereka akan sering buang air kecil.
4) Kebiasaan atau Gaya Hidup Seseorang
Gaya hidup ada kaitannya dengan kebiasaan seseorang
berkemih. Contoh: seseorang yang biasa berkemih di toilet atau
di sungai atau di alam bebas, akan mengalami kesulitan kalau
berkemih diatas tempat tidur apalagi dengan menggunakan pot
urine/ pispot.
5) Aktivitas dan Tonus Otot
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot blanded, otot bomen,
dan pelvis untuk berkontraksi. Jika ada gangguan tonus, otot
dorongan untuk berkemih juga akan berkurang. Aktivitas dapat
meningkatkan kemampuan metabolism produksi urine secara
optimal.
6) Intake Cairan dan Makanan
Kebiasaan minum dan makan tertentu seperti kopi, teh, coklat,
(mengandung kafein) dan alkohol akan menghambat Anti
Diuretik Hormon (ADH), hal ini dapat meningkatkan
pembuangan dan ekresi urine.
7) Kondisi penyakit
Kondisi penyakit tertentu seperti pasien yang demam akan
terjadi penurunan produksi urine dan pola miksi, karena banyak
cairan yang dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan iritasi
organ kemih meninggalkan retensi urine.
8) Pembedahan
Tindakan pembedaan memicu sindrom adaptasi, sehingga
kelenjar hipofisis anterior melepas hormone ADH,
mengakibatkan meningkatkan reabsorsi air akhirnya
pengeluaran urine menurun. Penggunaan anastesi menurunkan
filtrasi glomerulus sehingga produksi urine menurun.
9) Pengobatan
Penggunaan terapi diuretik meningkatkan output urine,
antikolinergik, dan antihipertensi, sehingga menimbulkan
seseorang akan mengalami retensi urine
10) Pemeriksaan Dianogtik
Intravenous pylogram di mana pasien dibatasi intake sebelum
prosedur untuk mengurangi output urine. Cystocospy dapat
menimbulkan edema local pada uretra, spasme pada spinter
bledder sehingga dapat menimbulkan urine tertahan ( retensia
urine)
d. Masalah pada eliminasi urine
Ada beberapa masalah yang terjadi pada pasien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan eleminasi urine. Masalah tersebut antara
lain:
1) Retensi urine
Retensi urine adalah kondisi seseorang terjadi karena
penumpukan urine dalam bladder dan ketidakmampuan bladder
untuk mengosongkan kandung kemih. Penyebab distensi
bladder adalah urine yang terdapat dalam bladder melebihi 400
ml. Normalnya adalah 250 - 400 ml. Kondisi ini bisa
disebabkan oleh hipertropi prostat, pembedahan, otot destrusor
lemah dan lain-lain.
2) Inkontinensia Urine
Bila seseorang mengalami ketidakmampuan otot spinter
eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol
pengeluaran urine. Ada dua jenis inkontinensia: Pertama, stres
inkontinensia yaitu stres yang terjadi pada saat tekanan intra-
abdomen meningkat dan menyebabkan kompresi kandung
kemih. Contoh sebagian orang saat batuk atau tertawa akan
mengalami terkencing-kencing, hal tersebut bisa dikatakan
normal atau bisa terjadi pada lansia. Kedua, urge inkontinensia
yaitu inkontinensia yang terjadi saat klien terdesak ingin
berkemih atau tiba-tiba berkemih, hal ini terjadi akibat infeksi
saluran kemih bagian bawah atau spasme bladder, overdistensi,
peningkatan konsumsi kafein atau alkohol (Taylor,1989).
3) Enurisis
Enuresis adalah ketidaksanggupan menahan kemih
(mengompol) yang tidak disadari yang diakibatkan
ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter eksterna.
Biasanya terjadi pada anak-anak atau orang jompo. Faktor
penyebab takut keluar malam, kapasitas kandung kemih kurang
normal, infeksi dan lain-lain.
4) Perubahan Pola Berkemih
Dalam kaitannya dengan perubahan pola berkemih pada pasien
yang mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan eleminasi
urine, hal yang perlu dilakukan pengkajian pada perubahan
pola berkemih antara lain:
a) Frekuensi : Meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake
ciran yang meningkat, biasanya terjadi pada cystitis, stress,
dan wanita hamil.
b) Urgency : Perasaan ingin segera berkemih dan biasanya
terjadi pada anak-anak karena kemampuan spinter untuk
mengontrol berkurang.
c) Dysuria : Rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih
misalnya pada infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur
uretra.
d) Polyuria (Diuresis) : Produksi urine melebihi normal, tanpa
peningkatan intake cairan misalnya pada pasien DM.
e) Urinary Suppression : Keadaan di mana ginjal tidak
memproduksi urine secara tiba-tiba. Anuria (urine kurang
dari 100 ml/24 jam), olyguria (urine berkisar 100-500
ml/24 jam).
2. Eliminasi Fekal
a. Definisi
Eliminasi bowel/fekal/Buang Air Besar (BAB) atau disebut juga
defekasi merupakan proses normal tubuh yang penting bagi
kesehatan untuk mengeluarkan sampah dari tubuh. Sampah yang
dikeluarkan ini disebut feces atau stool. Eleminasi produk sisa
pencernaan yang teratur, hal ini penting untuk normal tubuh.
Fungsi usus tergantung pada keseimbangan berapa faktor, pola dan
kebiasaan eleminasi. Eleminasi bowel merupakan salah satu bentuk
aktivitas yang harus dilakukan oleh manusia Seseorang dapat
melakukan buang air besar sangatlah bersifat individual ada yang
satu kali atau lebih dalam satu hari, bahkan ada yang mengalami
gangguan yaitu hanya 3-4 kali dalam satu minggu atau beberapa
kali dalam sehari, perubahan eleminasi fekal dapat menyebabkan
masalah gastroinstestinal dan sistem tubuh lain, hal ini apa bila
dibiarkan dapat menjadi masalah seperti konstipasi, fecal imfaction
, hemoraid dan lain-lain
b. Anatomi fisiologi
Saluran pencernaan terdiri dari dua bagian, yaitu bagian atas terdiri
dari mulut, esophagus dan lambung dan bagian bawah terdiri dari
usus halus dan besar. Agar lebih jelas bagi peserta didik ikutilah
uraian tentang saluran bagian atas dan bawah berikut ini.
1) Saluran gastrointestinal bagian atas terdiri mulut, esophagus &
lambung Makanan yang masuk ke mulut kita dicerna secara
mekanik dan kimia, dengan bantuan gigi untuk mengunyah dan
memecah makanan. Saliva mencairkan dan melunakkan bolus
makanan sehingga mudah masuk esofogus menuju pada
lambung. Dalam lambung makanan disimpan sementara,
lambung melakukan ekresi asam hidroklorida (HCL), lendir,
enzim pepsin dan faktor intrinsik. HCL mempengaruhi
keasaman lambung dan keseimbangan asam-basa tubuh. Lendir
melindungi mukosa dari keasaman, aktivitas enzim dan
membantu mengubah makanan menjadi semi cair yang disebut
kimus (cbyme), lalu didorong ke usus halus.
2) Saluran gastrointestinal bagian bawah terdiri dari usus halus
dan besar.
3) Saluran gastrointestinal atas meliputi, usus halus terdiri dari
duodenum, jejenun, ileum, dengan diameter 2.5 cm dan
panjang 6 m. Kimus bercampur dengan empedu dan amilase.
Kebanyakan nutrisi dan elektolit diabsorsi duodenum dan
jejunum, sedang ileum mengabsorsi vitamin, zat besi dan
garam empedu. Fungsi eleum terganggu maka proses
pencernaan mengalami perubahan. Usus besar panjangnya 1.5
m merupakan organ utama dalam eleminasi fekal terdiri
cecum,colon dan rectum. Kimus yang tidak diabsorpsi masuk
sekum melalui katub ileosekal yang fungsinya katub ini untuk
regurgitasi dan kembalinya isi kolon ke usus halus. Kolon
mengabsorpsi air. nutrient, elektolit, proteksi, sekresi dan
eleminasi, sedangkan perubahan fungsi kolon bisa diare dan
kontraksi lambat. Gerakan peristaktik 3-4 kl/hr dan paling kuat
setelah makan. Rectum bagian akhir pada saluran pencernaan.
Panjangnya bayi 2.5 cm, anak 7.5-10 cm, dewasa 15 – 20 cm,
rektum tidak berisi feses sampai defekasi. Rektum dibangun
lipatan jaringan berisi sebuah arteri dan vena, bila vena distensi
akibat tekanan selama mengedan bisa terbentuk hemoraid yang
menyebabkan defekasi terasa nyeri.
4) Usus sendiri mesekresi mucus, potassium, bikarbonat dan
enzim, sekresi musin (ion karbonat) yang pengeluarannya
dirangsang oleh nervus parasimpatis.
5) Cbyme bergerak karena adanya peristaltik usus dan akan
berkumpul menjadi feses di usus besar. Gas yang dihasilkan
dalam proses pencernaan normalnya 400-700 ml/24 jam. Feses
terdiri atas 75% air dan 25% padat, bakteri yang umumnya
sudah mati, lepasan epithelium dari usus, sejumlah kecil zat
nitrogen.
c. Faktor yang mempengaruhi
1) Usia
Pada bayi sampai 2-3 tahun, lambung kecil, enzim kurang,
peristaltic usus cepat, neuromuskuler belum berkembang
normal sehingga mereka belum mampu mengontrol buang air
besar (diare/ inkontinensia). Pada usia lanjut, sistem GI sering
mengalami perubahan sehingga merusak proses pencernaan
dan eleminasi (Lueckenotte, 1994), Perubahan yang terjadi
yaitu gigi berkurang, enzim di saliva dan lambung berkurang,
peristaltik dan tonus abdomen berkurang, serta melambatnya
impuls saraf. Hal tersebut menyebabkan lansia berisiko
mengalami konstipasi. Lansia yang dirawat di rumah sakit
berisiko mengalami perubahan fungsi usus, dalam suatu
penelitian ditemukan bahwa 91% insiden diare atau konstipasi
dari 33 populasi, dengan usia rata-rata 76 tahun (Ross,1990).
2) Diet
Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu
mempertahankan pola peristaltik yang teratur dalam kolon,
sedangkan makanan berserat, berselulosa dan banyaknya
makanan penting untuk mendukung volume fekal. Makan
tinggi serat seperi buah apel, jeruk ,sayur kangkung, bayam,
mentimun, gandum, dan lain-lain. Contoh bila makanan yang
kita makan rendah serat menyebabkan peristalik lambat,
sehingga terjadi peningkatan penyerapan air di usus, hal ini
berakibat seseorang mengalami konstipasi. Demikian juga
seseorang dengan diet yang tidak teratur akan mengganggu
pola defekasi dan makanan yang mengandung gas: bawang,
kembang kol, dan kacang-kacangan. Laktosa, suatu bentuk
karbohirat sederhana yang ditemukan dalam susu: sulit dicerna
bagi sebagian orang, hal ini disebabkan intoleransi laktose yang
bisa mengakibatkan diare, distensi gas, dan kram.
3) Pemasukan Cairan
Asupan cairan yang cukup bisa mengencerkan isi usus dan
memudahkannya bergerak melalui kolon. Orang dewasa intake
cairan normalnya: 2000-3000 ml/hari(6-8 gelas) . Jika intake
cairan tidak adekuat atau pengeluaran yang berlebihan
(urin/muntah) tubuh akan kekurangan cairan, sehingga tubuh
akan menyerap cairan dari chyme sehingga faeces menjadi
keras, kering, dan feses sulit melewati pencernaan, hal ini bisa
menyebabkan seseorang mengalami konstipasi. Minuman
hangat dan jus buah bisa memperlunak feses dan meningkatkan
peristaltik.
4) Aktivitas
Seseorang dengan latihan fisik yang baik akan membantu
peristaltik meningkat, sementara imobilisasi menekan
mortilitas kolon. Ambulasi dini setelah klien menderita sakit
dianjurkan untuk meningkatkan dan mempertahankan
eleminasi normal. Contoh pada klien dengan keadaan berbaring
terus-menerus akan menurunkan peristaltik usus, sehingga
terjadi peningkatan penyerapan air, hal ini berdampak pada
klien yaitu konstipasi atau fecal imfaction. Melemaknya otot
dasar panggul, abdomen merusak kemampuan tekanan
abdomen dan mengotrol sfingter eksterna, sedangkan tonus otot
melemah atau hilang akibat penyakit yang lama atau penyakit
neurologis merusak transmisi saraf yang menyebabkan
gangguan eleminasi
5) Faktor Psikologik
Seseorang cemas, marah yang berlebihan akan meningkatkan
peristaltik usus, sehingga seseorang bisa menyebabkan diare.
Namun, ada pula seseorang dengan depresi, sistem saraf
otonom akan memperlambat impuls saraf dan peristaltik usus
menurun yang bisa menyebabkan konstipasi.
6) Kebiasaan Pribadi
Kebanyakan orang merasa lebih mudah dan nyaman defikasi di
kamar mandi sendiri. Kebiasaan seseorang dengan melatih pola
buang air besar (BAB) sejak kecil secara teratur maka sesorang
tersebut akan secara teratur pola defikasinya atau sebaliknya.
Individu yang sibuk, higiene toilet buruk, bentuk dan
penggunaan toilet bersama-sama, klien di RS dengan
penggunaan pispot, privasi kurang dan kondisi yang tidak
sesuai, hal ini dapat mengganggu kebiasaan dan perubahan
eleminasi yang dapat memulai siklus rasa tidak nyaman yang
hebat. Refleks gastrokolik adalah refleks yang paling mudah
distimulasi untukm nimbulkan defekasi setelah sarapan.
7) Posisi Selama Defekasi
Kebiasaan seseorang defikasi dengan posisi jongkok
memungkinkan tekanan intraabdomen dan otot pahanya,
sehingga memudahkan seseorang defikasi, pada kondisi
berbeda atau sakit maka seseorang tidak mampu
melakukannya, hal ini akan mempengaruhi kebiasaan
seseorang menahan BAB sehingga bisa menyebabkan
konstipasi atau fecal imfaction. Klien imobilisasi di tempat
tidur, posisi terlentang, defekasi seringkali dirasakan sulit.
Membantu klien ke posisi duduk pada pispot akan
meningkatkan kemampuan defekasi.
8) Nyeri
Secara normal seseorang defikasi tidak menimbulkan nyeri.
Contoh seseorang dengan pengalaman nyeri waktu BAB
seperti adanya hemoroid, fraktur ospubis, episiotomy akan
mengurangi keinginan untuk BAB guna menghindari rasa nyeri
yang akan timbul. Lamakelamaan, kondisi ini bisa
menyebabkan seseorang akhirnya terjadi konstipasi
9) Kehamilan
Seiring bertambahnya usia kehamilan dan ukuran fetus ,
tekanan diberikan pada rektum, hal ini bisa menyebabkan
obstruksi sementara yang mengganggu pengeluaran feses.
Konstipasi adalah masalah umum yang terjadi pada trimester
terakhir, sehingga wanita sering mengedan selama defekasi
yang dapat menyebabkan terbentuknya hemoroid yang
permanen.
10) Prosedur Diagnostik
Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostic biasanya
dipuasakan atau dilakukan klisma dahulu agar tidak dapat BAB
kecuali setelah makan. Tindakan ini dapat mengganggu pola
eleminasi sampai klien dapat makanan secara normal. Prosedur
pemeriksaan dengan menggunakan barium enema atau
endoskopi, biasanya menerima katartik dan enema. Barium
mengeras jika dibiarkan di saluran GI, hal ini bisa
menyebabkan feses mengeras dan terjadi konstipasi atau fecal
imfaction. Klien harus menerima katartik untuk meningkatkan
eleminasi barium setelah prosedur dilakukan, bila mengalami
kegagalan pengeluaran semua bariun maka klien perlu
dibersihkan dengan menggunakan enema.
11) Operasi dan Anastesi
Pemberian agens anastesi yang dihirup saat pembedahan akan
menghambat impuls saraf parasimpatis ke otot usus, sehingga
akan dapat menghentikan sementara waktu pergerakan usus
(ileus paralitik). Kondisi ini dapat berlangsung selama 24 – 48
jam. Apabila klien tetap tidak aktif atau tidak dapat makan
setelah pembedahan, kembalinya fungsi usus normal dapat
terhambat lebih lanjut. Klien dengan anestesi lokal atau
regional berisiko lebih kecil mengalami perubahan eleminasi.
12) Obat-obatan
Seseorang menggunakan laksatif dan katartik dapat
melunakkan feses dan meningkatkan peristaltik, akan tetapi
jika digunakan dalam waktu lama akan menyebabkan
penurunan tonus usus sehingga kurang responsisif lagi untuk
menstimulasi eliminasi fekal. Penggunaan laksatif berlebihan
dapat menyebabkan diare berat yang berakibat dehidrasi dan
kehilangan elektrolit. Minyak mineral untuk laksatif, bisa
menurunkan obsorpsi vitamin yang larut dalam lemak dan
kemanjuran kerja obat dalam GI.Obat-obatan seperti
disiklomin HCL (Bentyl) menekan gerakan peristaltik dan
mengobati diare. Seseorang dengan mengkonsumsi obat
analgesik, narkotik, morfin, kodein menekan gerakan
peristaltik yang menyebabkan konstipasi. Obat antikolinergik,
seperti atropin, glikopirolat (robinul) bisa menghambat sekresi
asam lambung dan menekan motilitas saluran GI bisa
menyebabkan konstipasi. Banyak obat antibiotik menyebabkan
diare dengan mengganggu flora bakteri normal dalam saluran
GI. Bila seseorang diare diberikan obat, kemudian diare
semakin parah dan kram abdomen, obat yang diberikan pada
klien mungkin perlu diubah.
13) Kondisi Patologi
Pada injuri spinal cord atau kepala dan gangguan mobilisasi,
dapat menurunkan stimulasi sensori untuk defekasi. Buruknya
fungsi spinal anal menyebabkan inkontinensia.
14) Irritans Makanan berbumbu atau pedas, toxin bakteri atau
racun dapat mengiritasi usus dan menyebabkan diare dan
banyak flatus

.
d. Masalah pada gangguan eliminasi fekal
1) Konstipasi
Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti
oleh pengeluaran feses yang lama atau keras, kering dan
disertai upaya mengedan saat defekasi.
2) Fecal impaction
Fecal Impaction atau impaksi feses akibat dari kontipasi yang
tidak diatasi. Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras,
mengendap di dalam rektum, hal ini tidak dapat dikeluarkan.
Feses yang keras di kolon dan lipatan sigmoid yang
diakibatkan oleh retensi dan akumulasi material feses yang
berkepanjangan.
3) Diare
Diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar dan
pengeluaran feses yang cair dan tidak terbentuk
(Lueckenotte,1994). Diare adalah gejala gangguan proses
pencernaan, absorpsi dan sekresi dalam saluran GI, akibatnya
cbyme melewati usus terlalu cepat, sehingga usus besar tidak
mempunyai waktu untuk menyerap air.
4) Inkontinensia feses
Inkontinensia feses adalah hilangnya kemampuan otot untuk
mengontrol pengeluaran feses dan gas dari anus. Kerusakan
spinter anus akibat kerusakan fungsi spinter atau persarafan di
daerah anus yang menyebabkan inkontinensia. Penyebabnya
penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spinter
anus eksternal, 60% usila inkontinensi.
5) Kembung
Kembung merupakan menumpuknya gas pada lumen intestinal
sehingga dinding usus meregang dan distensi, dapat disebabkan
karena konstipasi, penggunaan obat-obatan seperti barbiturate,
ansietas. Penurunan aktivitas intestinal, makan banyak
mengandung gas, pemecahan makanan oleh bakteri-bakteri dan
efek anastesi.
6) Hemoroid
Pembengkakan atau pelebaran vena pada dinding rectum (bisa
internal dan eksternal) akibat peningkatan tekanan didaerah
tersebut Penyebabnya adalah konstipasi kronis, kehamilan, dan
obisitas

3. Asuhan Keperawatan pasien dengan eliminasi urine dan fekal

a. pengkajian Eliminasi urine

1) Riwayat klien tentang pola berkemih, gejala dari perubahan


berkemih, dan faktor yang mempengaruhi berkemih
2) Pemeriksaan fisik
a) abdomen, pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena,
distensi bladder, pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness,
bissing usus
b) genetalia: wanita, inflamasi, nodul, lesi, adanya secret dari
meatus, kesadaran, antropi jaringan vagina, dan genetalia laki-
laki: kebersihan, adanya lesi, tenderness, adanya pembesaran
skrotum
3) Identifikasi Intake dan output cairan dalam (24 jam) yang meliputi
pemasukan minum dan infuse, NGT, dan pengeluaran perubahan
urine dari urinal, cateter bag, ainage ureternomy, karakter urine:
warna, kejernihan, bau, kepekatan.
4) Pemeriksaan diagnostic :
Pemeriksaan urine (urinalisis):
Warna: (jernih kekuningan),
Penampilan (N: jernih),
Bau (N: beraroma),
pH (N: 4,5-8,0),
Berat jenis (N: 1,005-1,030),
Glukosa (N: negatif),
Keton (N: negatif),
Kultur urine (N: kuman petogen negatif)

b. pengkajian eliminasi fekal

1) Riwayat Keperawatan Tanyakan pada pasien tentang kebiasaan


atau pola defikasi seperti frekuensi, waktunya, perilaku defikasi,
seperti penggunaan laksatif, kapan berakhir BAB, karakteristik
feses seperti: warna bau dan tekstur, diet yang biasa dimakan dan
yang dihindari, cairan yang di minum baik jenis maupun jumlah,
aktivitas yang dilakukan, penggunaan obatobatan, stres yang
berkepanjangan dan riwayat pembedahan dan penyakit.
2) Pemeriksaan Fisik Periksalah pasien pada abdomen apakah terjadi
distensi, simetris, gerakan peristaltik dan adanya massa pada perut,
sedangkan pada rectum dan anus meliputi tanda-tanda inflamasi,
perubahan warna, lesi fistula, hemorraid dan adanya massa.
3) Keadaan Feses Lakukan identifikasi feses meliputi konsistensi,
bentuk, bau, warna, jumlah dan unsur abnormal. Warna: bayi
(kuning), dewasa (coklat). Bau : khas, tergantung dari tipe
makanan. Konsistensi: padat, lunak. Frekuensi: tergantung
individunya, biasanya bayi (4-6 kali sehari), bayi PASI (1-3 kali
sehari), dewasa (1-3 kali per minggu). Jumlah: 150 gram sehari
(dewasa). Ukuran: tergantung diameter rectum.
4) Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostic Endoskopi,
protoksigmoidodkopi merupakan prosedur pemeriksaan dengan
memasukan alat ke dalam cerna bagian bawah untuk mengevaluasi
kolon dan sekum terhadap peradangan, perdarahan dan diare.
c. Nanda, NOC, NIC

Nanda NOC NIC


Retensi urin - Urinary Urinary Retention Care
Berhubungan dengan elimination Aktivitasnya:
Tekanan uretra - Urinary
tinggi,blockage, hambatan Contiunence - Monitor intake
reflek, spingter kuat dan output
- Monitor
DS: penggunaan obat
Setelah dilakukan antikolinergik
- Disuria tindakan keperawatan
- Bladder terasa penuh selama …. retensi - Monitor derajat
urin pasien teratasi distensi bladder
DO :
dengan kriteria hasil:
- Instruksikan
- Distensi bladder
- Kandung kemih pada pasien dan
- Terdapat urine residu
kosong secara keluarga untuk
- Inkontinensia tipe penuh mencatat output
luapan urine
- Tidak ada residu
- Urin output urine - Sediakan
sedikit/tidak ada >100-200 cc privacy untuk
- Intake cairan eliminasi
dalam rentang
- Stimulasi reflek
normal
Bladder dengan
- Bebas dari ISK
kompres dingin
- Tidak ada pada abdomen.
spasme - Kateterisaai jika
bladder perlu
- Monitor tanda
- Balance dan gejala ISK
cairan (panas,
seimbang hematuria,
perubahan bau
dan konsistensi
urine)
Diare - Bowl Diare Management
berhubungan dengan Elimination Aktivitasnya:
- psikologis: stress - Fluid Balance
- Kelola
dan cemas tinggi - Hidration pemeriksaan
- Situasional: efek kultur
dari medikasi, - Electrolit sensitivitas feses
kontaminasi, and Acid - Evaluasi
penyalah gunaan Base pengobatan
laksatif, penyalah Balance yang berefek
gunaan alkohol, Setelah dilakukan samping
radiasi, toksin, tindakan gastrointestinal
makanan per NGT keperawatan selama - Evaluasi
- Fisiologis: proses …. diare pasien jenis intake
infeksi, inflamasi, teratasi dengan makanan
iritasi, malabsorbsi, kriteria hasil: - Monitor
parasit kulit
- Tidak ada diare sekitar
DS: perianal
- Feses tidak ada
- Nyeri perut terhadap adanya
darah dan
- Urgensi iritasi dan
mukus
- Kejang perut ulserasi
DO: - Nyeri perut
- Ajarkan
tidak ada
- Lebih dari 3 x BAB pada keluarga
perhari - Pola penggunaan
- Bising usus BAB obat anti diare
hiperaktif normal
- Instruksikan
- Elektrolit pada pasien dan
normal keluarga untuk
mencatat
- Asam
basa warna, volume,
normal frekuensi dan
konsistensi feses
- Hidrasi
baik - Ajarkan
(membra pada
n
Pasien tehnik
mukosa
pengurangan
lembab,
stress jika perlu
tidak
- Kolaburasi jika
panas,
tanda dan gejala
vital
diare menetap
sign
normal, - Monitor hasil
hematok Lab (elektrolit
rit dan dan leukosit)
urin
output - Monitor turgor
dalam kulit, mukosa
batas oral sebagai
normal indikator
dehidrasi

- Konsultasi
dengan ahli gizi
untuk diet yang
tepat

Konstipasi - Bowel Manajemen konstipasi


berhubungan dengan Elimination Aktivitasnya:
- Fungsi:kelemahan - Hidration
otot abdominal, - Identifikasi
Aktivitas fisik tidak Setelah dilakukan faktor- faktor
mencukupi tindakan keperawatan yang
- Perilaku defekasi menyebabkan
selama …. Konstipasi konstipasi
tidak teratu pasien teratasi
- Perubahan lingkungan Monitor
dengan kriteria hasil:
- Toileting tidak tanda tanda
- Pola BAB
adekuat: posisi ruptur
dalam batas
defekasi, privasi bowel/peritonitis
normal
- Jelaskan
- Psikologis: depresi, - Feses lunak penyebab dan
stress emosi, rasionalisasi
gangguan mental - Cairan dan tindakan pada
serat adekuat pasien
- Farmakologi: antasid,
- Aktivitas adekuat - Konsultasikan
antikolinergis,
dengan dokter
antikonvulsan,
- Hidrasi adekuat tentang
antidepresan, kalsium
peningkatan dan
karbonat,diuretik,
penurunan
besi, overdosis
bising usus
laksatif, NSAID,
- Kolaburasi jika
opiat, sedatif.
ada tanda dan
- Mekanis: gejala konstipasi
ketidakseimbangan yang menetap
elektrolit, hemoroid, - Jelaskan pada
gangguan neurologis, pasien manfaat
obesitas, obstruksi diet (cairan dan
pasca bedah, abses serat) terhadap
rektum, tumor eliminasi
- Jelaskan pada
- Fisiologis: perubahan klien
pola makan dan jenis konsekuensi
makanan, penurunan menggunakan
motilitas laxative dalam
gastrointestnal, waktu yang
dehidrasi, intake serat lama
dan cairan kurang, - Kolaburasi
perilaku makan yang dengan ahli gizi
buruk diet tinggi serat
DS: dan cairan
- Nyeri perut - Dorong
- Ketegangan perut peningkatan
- Anoreksia aktivitas
yang optimal
- Perasaan tekanan pada - Sediakan
rektum privacy dan
keamanan
- Nyeri kepala
selama BAB
- Peningkatan tekanan
abdominal

- Mual

- Defekasi dengan nyeri


DO:

- Feses dengan darah segar

e. Implementasi
Pencegahan, pengaturan posisi dan intervensi mandiri.
Tindakan mandiri : aktivitas perawat yang dilakukan atau yang
didasarkan pada kesimpulan sendiri dan bahan petunjuk dan perintah
tenaga kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi: tindakan yang dilaksanakan atas hasil keputusan
bersama dengan dokter dan petugas kesehatan lain.
f. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana ksehatan
pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
melibatkan pasien.
B. Membantu Klien BAB/BAK di Atas Tempat Tidur
Membantu menggunakan pispot
1. Definisi
Memberikan pispot untuk buang air kecil/besar pada pasien tirah
baring
2. Jenis pispot
a) Pispot biasa
b) Pispot fraktur
3. Tujuan
a) Memudahkan proses buang air besar dan kecil pada pasien tirah
baring
b) Menampung bahan
c) Mencuci perineum
d) Melatih usus dan kandung kemih
4. Perangkat alat
a) Sarung tangan sekali pakai (bersih)
b) Pispot bersih dengan penutup (2 pispot diperlukan apabila ingin
menampung bahan pemeriksaan juga)
c) Tissue toilet
d) Wadah penampung bahan pemeriksaan (optional)
e) Waslap
f) Handuk
g) Sprei pengangkut
h) Sabun
i) Air hangat di dalam sebuah jar
j) perlak
5. Prosedur
a) Periksa kebiasaan buang air besar yang normal pada pasien, pola
rutin, pengaruh jenis makanan tertentu terhadap buang air besar
dan masukan cairan yang normal
b) Periksa tindakan mobilitas pasien, tingkat bantuan yang
dibutuhkan., dan posisi yang dapat dilakukan pasien
c) Periksa apakah ada nyeri perut, hemoroid, atau iritasi kulit di
sekitar anus atau tidak
d) Cuci tangan dan pakai sarung tangan
e) Berikan privasi. Buka selimut atas secukupnya tetapi jangan
sampai memaparkan seluruh tubuh pasien
f) Hangatkan pispot dengan aliran air hangat selama beberapa detik
dan keringkan serta letakan dalam jangkauan anda
g) Posisikan ranjang pada ketinggian yang sesuai
h) Naikkan jeruji sampaing ranjang pada sisi yang berlawanan
i) Pada psien yang dapat menggerakkan ekstremitas bawahnya,
instruksikan untuk menkuk lututnya, berat badan bertumpu pada
punggung atau tungkai, lalu angkat bokong (dengan bantuan
batangan segitiga/trapeze bila ada)
j) Letakkan pispot biasa di bawah pasien dengan tepi lingkaran yang
halus di bawah bokong pasien. Bila menggunakan pispot fraktur,
letakkan dengan bagian tepi yang rendah dan datar di bawah
bokong pasien. Jika pasien tidak mampu bergerak, minta bantuan
dari perawat lain untuk mengangkat pasien ke atas pispot atau
posisikan pasien berbaring miring, letakkan pispot menempel
bokong dan posisikan pasien diatas pispot, kembali ke posisi
telentang
k) Tinggikan ranjang pasien ke posisi semi fowler (jika diizinkan)
atau tompang punggung pasien dengan bantal
l) Selimuti pasien dengan selimut ranjang dan biarkan pasien sendiri
dengan bel berada dalam jangkauannya. Naikkan jeruji sisi ranjang
m) Ketika menyingkirkan pispot, kembalikan ranjang ke posisi semula
ketika meletakkan pispot. Pegang pispot dengan benar, tarik
keluar, tutup, dan singkirkan
n) Jika pasien dapat melakukan sendiri, berikan tissue untuk
mengelap atau letakkan pispot kedua dan tuangkan air, sehingga
pasien dapat cebok sendiri
o) Jika pasien betul-betul tidak berdaya, lakukan perawatan perineum
dan anus
p) Berikan sabun dan air pada pasien untuk mencuci tangannya dan
keringkan tangan secara menyeluruh
q) Angkat pispot ke ruang pembuangan
r) Lepas sarung tangan dan cuci tangan
s) Posisikan pasien dengan nyaman, ganti sprei bila basah
t) Carar prosedurkan dan dokumentasikan
C. Memasang, Merawat, dan Melepas Kateter
 Memasang kateter
1. Definisi
Memasukkan kateter ke dalam kandungan kemih lewat uretra
dengan menggunakan teknik aseptik yang bertujuan untuk
mengosongkan kandung kemih.
2. Jenis kateter sesuai tujuannya
Kateterisasi intermiten
Tujuan
a) Menghilangkan distensi kandung kemih.
b) Untuk menilai sisa urine pasca pengosongan kandung kemih.
c) Mendapatkan bahan pemeriksaan steril.
d) Mengosongkan kandung kemih sebelum proses melahirkan
atau operasi abdomen.

Kateterisasi menetap (indwelling)


Tujuan
a) Memudahkan pengeluaran urine pada pasien inkontinensia.
b) Memudahkan drainse kandungan kemih kontinyu pasca
trauma/operasi pada saluran kemih atau operasi besar lainnya.
c) Untuk membidai uretra untuk mempercepat pemulihan pasca
operasi urologi.
d) Meredakan retensi urine akut atau kronis.
Mencegah kontak urine dengan insisi pasca-operasi
perineum.
3. Perangkat alat

Sebuah nampan berisi :


a) Senter/lampu gantung
b) Baskom berisi air hangat, sabun, waslap, pispot, handuk, dll
c) Sarung tangan sekali pakai
d) Nampan ginjal/piala ginjal
e) Larutan antiseptic
f) NaCl steril
g) Plester dan gunting (pada kateter retensi)
h) Wadah penampung bahan
i) Pelumas yang larut dalam air

Sebuah nampan berisi :


a) Sarung tangan steril
b) Kain steril/duk yang dilubangi
c) Mangkuk kecil
d) Kapas usap
e) Kateter (kateter dalam [indwelling] atau lurus dengan
ukuran yang sesuai)
f) Nampan ginjal
g) Forceps arteri
h) Forceps pemisah
i) Spuit steril – 20 mL dan air destilasi (pada kateter retensi)
4. Prosedur
a) Periksa instruksi dokter dan rencana asuhan keperawatan.
b) Identifikasi pasien dan periksa waktu terakhir pasien berkemih,
tingkat kesadaran, mobilitas, keterbatasan fisik, dan kondisi
patologis, mis: pembesaran prostat, distensi kandung kemih,
dll.
c) Jelaskan prosedurnya pada pasien dengan penekanan apa yang
harus dilakukan pasien untuk dapat bekerjasama.
d) Minta bantuan bila dibutuhkan untuk menjaga posisi pasien.
e) Berikan privasi.
f) Cuci tangan.
g) Naikkan ranjang pada ketinggian yang sesuai untuk bekerja.
Berdiri pada sisi kanan pasien dan geser pasien ke dekat Anda.
h) Posisikan pasien:
1) Wanita : Telentang dengan lutut ditekuk, dan paha dalam
posisi rotasi eksternal.
2) Pria : Posisi telentang dengan paha sedikit diabduksi.
i) Cuci area perineum/alat kelamin dengan sabun dan air.
j) Atur cahaya lampu/senter agar dapat melihat meatus uretra
dengan jelas.
k) Buka nampan steril, tuangkan larutan antiseptic ke dalam
mangkuk, buka pembungkus luar kateter dan letakkan di atas
nampan bila masih dibungkus.
l) Buka pelumas, pencet dan buang tetesan pertama dan tuangkan
yang berikutnya di atas kasa steril yang terletak di atas nampan.
m) Pakai sarung tangan steril.
n) Tutupi area perineum.
o) Letakkan nampan steril di atas kain penutup di antara kedua
paha pasien.
p) Pada saat melakukan kateterisasi retensi, isi spuit dengan air
steril bila belum diisi sebelumnya, dan cek balon kateter
dengan cara mengembangkannya
Kempeskan balon dan pinggirkan kateter dengan spuit
terhubung pada kateter.
q) Buka botol steril penampung bahan dan penampung urine yang
steril yang sudah siap digunakan di atas nampan steril.
r) Lumasi ujung kateter secara bebas dan letakkan dalam nampan
steril untuk dapat digunakan.
s) Bersihkan meatus uretra dengan larutan antiseptik jika
direkomendasikan oleh institusi.
Wanita :
1) Dengan tangan yang tidak dominan, lebarkan labia secara
total dan perlahan dan paparkan meatus uretra. Pertahankan
posisi tangan selama prosedur dilakukan.
2) Dengan tangan yang dominan, ambil kapas usap yang
dicelup dalam larutan antiseptik dan bersihkan area
perineum mulai dari klitoris menuju anus dengan urutan
sebagi berikut-meatus, labia minor, lalu labia mayor.
Gunakan satu usapan untuk setiap usapan
3) Ulangi proses pembersihan dengan kapas usap yang
dicelupkan ke dalam NaCl 0,9% steril dengan urutan yang
sama.
Pria :
1) Genggam penis dengan tegas di bawah glans dengan tangan
yang tidak dominan. Tarik kulit penis dan tahan sampai
prosedur selesai dilakukan.
2) Dengan tangan yang dominan, ambil kapas usap steril yang
dicelupp dalam larutan antiseptik untuk membersihkan
meatus yang dilanjutkan dengan gerakan memutar ke luar
3) Gunakan sekali usapan setiap kali mengusap.
4) Ulangi proses pembersihan dengan menggunakan NaCl
steril dengan urutan yang sama.
t) Masukkan kateter sepanjang 15 sampai 25 cm pada pasien pria
dan 2,5 sampai 5 cm pada pasien wanita, sampai urine mengalir
ke luar. Jangan memaksa masuk kateter. Jika menemui
hambatan, puntir kateter dan tunggu sementara waktu untuk
spinkter bereaksasi. Instruksikan pasien untuk menarik napas
dalam ketika kateter dimasukkan
u) Tamping semua urine di dalam nampan ginjal steril. Jika
diperlukan, tamping bahan urine didalam wadah penampung
bahan.
v) Lepas kateter jika kateterisasi intermiten sudah selesai
dilakukan.
w) Jika dilakukan kateterisasi retensi, suntikkan air destilasi steril
untuk mengembangkan balon.
x) Tarik kateter keluar secara perlahan untuk memastikan
stabilitas.
y) Hubungkan kateter dengan kantung urine yang diikat ke
ranjang di bawah ketinggian kandung kemih.
z) Rekatkan selang ke paha dengan menggunakan plester.
Pastikan panjang yang adekuat untuk menghindari traksi
aa) Bersihkan dan simpan kembali alat serta lepas sarung tangan.
bb) Cuci tangan.
cc) Catat prosedur dan hasil pemantauan pada rekam medis pasien.
 Merawat kateter
1. Definisi
Membersihkan meatus uretra, kulit di sekitar lokasi pemasangan
kateter dan perineum untuk pasien tirah baring yang terpasang
kateter dalam/retensi
2. Tujuan
a) Memberikan kenyamanan pada pasien
b) Mengurangi kemungkinan timbulnya infeksisaluran kemih
3. Perangkat alat
 “Perangkat perawatan kateter” yang berisi :
a) Forseps arteri
b) Forseps ibu jari
c) Kapas bulat/kapas usap
d) Mangkuk untuk losion antiseptic dan air steril
 Sebuah nampan bersih berisi :
a) Waslap atau handuk bersih – 2
b) Air hangat dan sabun
c) Losion antiseptic
d) NaCl 0,9%
e) Perlak/alat tahan air dan sprei pengangkut
f) Salep antibiotik
g) Sarung tangan bersih
h) Sarung tangan steril
i) Duk
j) Nampan ginjal/piala ginjal
k) Plester dan gunting
4. Prosedur
a) Persiapkan perlatan dan perlengkapan yang diperlukan
b) Jelaskan prosedurnya pada pasien, berikan kesempatan untuk
melakukan perawatan sendiri bila memungkinkan
c) Berikan privasi
d) Cuci tangan
e) Atur posisi pasien
Wanita: Posisi telentang dengan lutut ditekuk
Pria: Posisi telentang
f) Letakkan alas tahan air/perlak dan sprei pengangkut di bawah
pasien
g) Selimuti pasien dengan hanya memaparkan area perineum
h) Pakai sarung tangan bersih
i) Lepaskan plester penahan agar selang kateter dapat bergerak
bebas

j) Paparkan meatus uretra (dengan tangan yang tidak dominan)


Wanita: Lebarkan labia secara perlahan untuk memaparkan
meatus uretra dan lokasi pemasangan kateter secara penuh.
Pertahankan posisi tangan sepanjang prosedur
Pria: Tarik kulit penis jika pasien belum disunat dan pegang
penis pada bagian batang penis tepat dibawah ginjal.
Pertahankan posisi tangan sepanjang prosedur
k) Periksa meatus uretra dan jaringan sekitarnya untuk melihat
apakah ada inflamasi, pembengkakak, dan sekret atau tidak.
Perhatikan jumlah , warna, bau, dan konsistensi sekret .
Tanyakan pasien apakah ia merasakan ada sensasi panas atau
tidak nyaman.

l) Bersihkan area perineum


Wanita:
o bersihkan labia mayora dengan sabun dan air. Gunakan
tangan yang tidak dominan untuk memisahkan labia
dan paha secara perlahan, dengan tangan yang dominan,
cuci lipatan-lipatan kulit dan lap dari arah perineum ke
anus. Ulangi pada sisi yang lain dengan menggunakan
sisi waslap yang lain.
o Lebarkan labia mayora dengan tangan yang tidak
dominan untuk memaparkan meatus uretra dan
orifisium vagina. Dengan tangan yang dominan,
bersihkan daerah sekitar labia minora klitoris, dan
orifisium vagina secara menyeluruh dengan sisi lain
waslap
Pria:
o Genggam batang penis secara lembut. Jika pasien
belum disunat tarik kulit penis. Jika pasien mengalami
ereksi, tunda prosedur
o Cuci ujung penis dan bagian meatus uretra terlebih
dahulu. Dengan menggunakan gerakan memutar,
bersihkan dari bagian meatus kemudian ke arah luar dan
ke bawah ke batang penis. Buang waslap dan ulangi
dengan menggunakan waslap baru yang bersih sampai
penis bersih
o Kembalikan kulit penis ke posisi awalnya
o Cuci batang penis dengan mengikutsertakan permukaan
bawah penis
m) Lepas sarung tangan bersih dan cuci tangan
n) Pakai sarung tangan steril
o) Bersihkan kateter dari meatus kea rah luar sepanjang kurang
lebih 3-5 cm dengan usapan NaCl
p) Ulangi langkha(O) dengan kapas usap yang dicelupkan dalam
air steril/NaCl 0,9%
q) Oleskan salpe antibiotik (bla diresepkan) pada meatus uretra
dan sepanjang 2,5 cm pada kateter dan pada bagian kateter
yang direkatkan
r) Posisikan pasien pada posisi aman dan nyaman
s) Lepas sarung tangan, buang peralatan yang sudah
terkontaminasi dan cuci tangan
t) Catat dan laporkan kondisi jaringan perineum, waktu
pelaksanaan prosedur, respons pasien dan kelainan yang
ditemukan
5. Perhatian khusus
Kateter harus diganti secara periodic sesuai peraturan institusi
 Melepas kateter
1. Tujuan
a) Merangsang fungsi normal kandung kemih
b) Mencegah trauma pada uretra
c) Mencegah infeksi
2. Perangkat alat
a) Spuit tanpa jarum
b) Sarung tangan bersih
c) Alas pelindung
d) Sabun, handuk, dan perlak
e) Wadah untuk pembuangan sampah
f) Urinoir atau pispot
g) Nampan ginjal
3. Prosedur
a) Cuci tangan dan pakai sarung tangan
b) Jika diperlukan pelatihan kandung kemih maka
 10 jam sebelum pelepasan kateter, klem kateter selama 3
jam
 Lepas klem dan alirkan urine selama 5 menit
 Klem kembali selama 3 jam dan alirkan selama 5 menit dua
kali lagi
c) Cuci tangan
d) Periksa instruksi dokter
e) Identifikasi pasien dan jelaskan prosedurnya
f) Berikan privasi dan posisikan pasien telentang
g) Singkap kain penutup untuk memaparkan kateter tetapi jangan
sampai memaparkan area perineum secara berlebihan
h) Letakkan alas pelingdung di bawah paha pasien
i) Kosongkan urine dalam selang ke dalam kantong urine
j) Lepas plester apapun yang merekatkan kateter pada tungkai
k) Masukkan ujung spuit kedalam pintu saluran balon dan
keluarkan semua udara atau cairan dari balon, umumnya 5 – 10
cc. Jangan memotong pintu saluran
l) Instruksikan pasien untuk menarik napas dalam bila
memungkinkan serta terik kateter secara lembut dan mulus saat
ekspirasi. Berhenti bila menemui hambatan dan periksa
kembali pintu saluran balon
m) Perhatikan sedimen, mucus atau darah apapun yang mungkin
menempel pada kateter. Bila diperlukan, kultur ujung kateter
dengan memotongnya menggunakan guntukng steril dan
letakkan pada wadah yang sesuai
n) Bersihkan area perineum pasiem atau berikan waslap basah
hangat pada pasien disertai instruksi untuk membersihkan diri
pasien sendiri
o) Lepas sarung tangan dan cuci tangan
p) Selimuti pasien dan posisikan secara nyaman
q) Instruksikan pasien untuk minum sesuai tolerangsi untuk
memanggil perawat bila akan berkemih
r) Catat waktu dan jumlah urine dari buang air kecil pertama.
Berikan pispot/urinoir setiap 2-4 jam
s) Jika pasien tidak dapat buang air kecil dalam 8 jam, lapor ke
dokter
4. Perhatian khusus
a) Instruksikan pasien untuk memberitahu perawat jka merasakan
adanya nyeri atau gejala infeksi kandung kemih setelah kateter
dilepas
b) Periksa apakah ada instruksi dokter untuk melakukan pelatihan
kandung kemih atau tidak
c) Tetap pantau pemasukan dan pengeluaran cairan selama paling
sedikit 24 jam setelah kateter dilepas
d) Jika pasien tidak buang air kecil dalam 8 jam setelah pelepasan
kateter, mungkin kateter(intermiten atau menetap, tergantung
dari instruksi dokter) perlu dipasang kembali
D. Memberikan Huknah Rendah dan Tinggi
1. Definisi
Suatu kegiatan yang dilakukan untuk membantu memenuhi kebutuhan
eliminasi fekal
2. Indikasi
Pasien yang tidak bisa BAB dan persiapan pembedahan
3. Tujuan
Melancarkan pengeluaran BAB dan mengosongkan feses supaya tidak
BAB saat operasi
4. Perangkat alat
a) Selimut
b) Irigator/slang karet
c) Canul klem rectal
d) Air hangat/ NaCl 0.9% (40,5-43,3 derajat Celcius) sebanyak 500 cc
untuk huknah rendah dan 1000 cc untuk huknah tinggi
e) Bengkok
f) Tissu
g) Vaselin
h) Pispot
i) Botol berisi air cebok
j) Handuk
k) Kertas kloset
l) Sarung tangan
m) Perlak
n) Sketsel
o) Standar infus
5. Prosedur
a) Menjelaskan pasien tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan
b) Mengatur posisi miring kiri (huknah rendah), miring kanan untuk
huknah tinggi
c) Menyiapkan lingkungan yang aman dan nyaman
d) Pasang sampiran
e) Perawat mencuci tangan
f) Perawat memakai sarung tangan
g) Menanggalkan pakaian bawah pasien dan melepaskan sprei kecil
lalu selimut dipasang
h) Meletakkan bengkok ke bawah pantat
i) Gantung irigatur pada standart infuse dengan ketinggian 15-20 cm
(klisma rendah) dan 45-50 cm (klisma tinggi) dari bokong pasien
j) Pasang kanul klem
k) Mengisi irigator dengan air hangat/Nacl 1000 cc klisma tinggi dan
500 cc klisma rendah
l) Dicoba dialirkan melalui kanule ke bengkok dan klem kembali
m) Mengolesi ujung kanule dengan slem/jelly
n) Memasukkan kanule ke dalam rektum dengan hati-hati dengan
arah menuju umbilicus (huknah rendah 7,5 cm dan huknah tinggi
10 cm)
o) Mengatur cairan perlahan-lahan kurang lebih 100 cc/menit
p) Klem selang karet bila cairan habis
q) Mengeluarkan kanule bila cairan irigator habis (atau bila pasien
merasa tidak bisa menahan lagi)
r) Menganjurkan pasien untuk menahan cairan sampai betul-betul
ingin BAB
s) Membantu pasien untuk BAB dengan menggunakan pispot atau ke
kamar mandi
t) Membersihkan daerah anus
u) Angkat pispot dan dan selimut ektra dan tutup
v) Kembalikan ke posisi semula.
w) Membereskan alat-alat
x) Sarung tangan dilepas
y) Perawat mencuci tangan
z) Observasi klien
aa) Catat tindakan yang dilakukan
E. Edukasi Mempertahankan Eliminasi Urin dan Fekal Normal

1. Memahami cara eliminasi yang normal.


2. Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup yang dapat
ditunjukkan dengan adanya kemampuan dalam merencanakan pola
makan, seperti makan dengan tinggi atau rendah serat (tergantung dari
tendensi diare/ konstipasi serta mampu minum 2000- 3000 ml).
3. Melakukan latihan secara teratur, seperti rentang gerak atau aktivitas
lain (jalan, berdiri, dan lain- lain).
4. Mempertahankan defekasi secara normal yang ditunjukkan dengan
kemampuan pasien dalam mengontrol defekasi tanpa bantuan obat/
enema, berpartisipasi dalam program latihan secara teratur, defekasi
tanpa harus mengedan.
5. Mempertahankan rasa nyaman yang ditunjukkan dengan kenyamanan
dalam kemampuan defekasi, tidak terjadi bleeding, tidak terjadi
inflamasi, dan lain- lain.
6. Mempertahankan integritas kulit yang ditunjukkan dengan keringnya
area perianal, tidak ada inflamasi atau ekskoriasi, keringnya kulit
sekitar stoma, dan lain- lain.
BAB III
LAPORAN KASUS

KASUS 4
Seorang mahasiswa perawat, Ners S, bertugas merawat salah seorang Ny.M Ny.
M perempuan usia 45 tahun dibangsal bedah. Ny.M masuk ke RS dua hari yang
lalu dengan keluhan utama benjolan pada anus. Ny.M didiagnosa Hemorrhoid
ekterna + interna grade III dan direncanakan akan dilakukan tindakan
hemoroidektomi.
Ners S kemudian melakukan pengkajian lebih dalam pada Ny.M ini, kemudian
mendapatkan data sebagai berikut:

 Dari anamnesa didapatkan data Ny.M mengatakan sejak kurang lebih 1


bulan ini, setiap buang air besar disertai dengan rasa nyeri dan darah
segar menetes di akhir BAB disertai dengan keluarnya benjolan dari
anusnya yang tidak dapat masuk dengan sendirinya. Ny.M seringkali
dalam seminggu buang air besarnya tidak teratur dan bila buang air besar
harus berlama-lama jongkok di kakus dan harus mengejan karena BAB
nya keras. Tidak ada demam, tidak ada mual, tidak ada muntah, tidak ada
nyeri perut, tidak ada nyeri ulu hati, tidak mengeluh nafsu makan
menurun dan tidak adapenurunan berat badan. 
 TTV TD 120/80 mmHg, N 84 x/menit, RR 20 x/menit, S 36,5oC
 Inspeksi daerah anus : Tampak benjolan arah jam 7 dan jam 9, hiperemi
(+), darah (-) 
 Dari hasil pemeriksaan darah didapatkan Hb 11 gr/dl, leukosit 7 103 /u
ASUHAN KEPERAWATAN
Inisial Ny.M : Ny.M
No.MR : 1234-56-7890
Ruang Rawat : Bangsal Bedah
Diagnosa : Hemoroid eksterna + interna
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
1) Keluhan utama
Ny.M datang melalui IGD RS Unand pada tanggal 7 februari 2021
pada pukul 14.00 WIB dengan keluhan nyeri dan adanya benjolan
pada anus
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 8 februari 2021 Ny.M
dalam keadaan sadar. Ny.M mengatakan sudah 1 bulan BAB
disertai dengan rasa nyeri dan adanya darah segar yang menetes.
Ny.M juga mengatakan terdapat benjolan pada anus yang tidak
dapat masuk dengan sendirinya, seringkali dalam seminggu tidak
BAB atau BAB tidak teratur. Bila BAB Ny.M harus mengejan
karena BAB nya keras. Ny.M mengatakan sudah 6 hari ini belum
ada BAB. Ny.M mengatakan nyeri dengan skala 6, seperti di tusuk
tusuk, dan Ny.M tampak meringis. Ny. M mengatakan ia cemas
terkait dengan operasi yang sudah dijadwalkan karena ia belum
pernah dioperasi sebelumnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Ny. M mengatakan bahwa ada salah satu anggota keluarganya
yaitu abangnya yang pernah mengalami penyakit yang sama. Ny.M
juga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit menahun
4) Riwayat kesehatan dahulu
Ny.M mengatakan belum pernah di rawat di rumah sakit dan tidak
mempunyai riwayat penyakit menahun seperti DM, Hipertensi,
ataupun alergi
b. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum : kompos mentis
 TTV : TD : 120/80mmHg, N: 84x/menit, RR:
20x/menit, S:36,5OC
 Kepala : simetris, tidak terdapat benjolan, rambut
bersih, sebaran rambut merata
 Mata : simetris kiri dan kanan, konjungtiva
anemis, sklera tidak ikterik, mata sedikit cekung
 Hidung : simetris kiri dan kanan, tidak terdapat
sekret, tidak ada polip, tidak ada pernafasan cuping hidung
 Mulut : mukosa mulut kering, bibir kering, mulut
bersih
 Telinga : simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan,
tidak ada cairan atau nanah
 Leher : tidak ada pembengkakan kelenjar getah
bening, tidak ada pembengkakan tiroid
 Dada
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada otot
bantu pernafasan
Palpasi : fremitus kiri dan kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikular
 Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : tidak ada pelebaran jantung
Auskultasi : irama jantung teratur (reguler)
 Abdomen
Inspeksi : distensi
Palpasi : perut keras, ada infaksi feses
Perkusi : redup
Auskultasi : bising usus tidak terdengar
 Ekstremitas : tidak terdapat edema, terpasang IVFD pada
tangan kiri, akral teraba dingin
 Genetalia : tidak terpasang kateter
 Anus :tampak benjolan arah jam 7 dan 9, hiperemi
(+), darah (-)
 Nyeri
P: Ny.M mengatakan nyeri karna adanya benjolan di anus
Q: Ny.M mengatakan nyeri yang perih dan seperti ditusuk
tusuk
R: Ny.M mengatakan merasakan nyeri di bagian anus
S: Ny.M mengatakan nyeri yang dirasakan berada di skala 6
T:Ny.M mengatakan nyeri terasa saat berubah posisi dan pada
saat BAB
c. Pemeriksaan penunjang
 Hb : 11 gr/Dl
 Leokosit : 7.103u

2. Diagnosa
No Data Subjektif Data Objektif Diagnosa
1  Ny.M mengatakan belum  Distensi Konstipasi b.d
BAB 6 dari 6 hari yang abdomen hemoroid
lalu  Ny.M
 Ny.M mengatakan saat tampak
BAB harus berlama-lama lemah
jongkok  Tampak
 Ny.M mengatakan harus benjolan
mengejan arah jam 7
 Ny.M mengatakan dan 9
fesesnya keras  Hiperemi (+)
2  P: Ny.M mengatakan  Ny.M Nyeri akut b.d
nyeri karna adanya tampak agen cidera
benjolan di anus meringis fisiologis
 Q: Ny.M mengatakan  Terdapat
nyeri yang perih dan benjolan
seperti ditusuk tusuk pada anus
 R: Ny.M mengatakan  Skala nyeri 6
merasakan nyeri di bagian
anus
 S: Ny.M mengatakan
nyeri yang dirasakan
berada di skala 6
 T:Ny.M mengatakan nyeri
saat melakukan aktivitas

3  Ny.M mengatakan cemas  Wajah Ny.M Ansietas b.d


dengan tindakan operasi tampak rencana operasi
yang dijadwalkan tegang
 Ny.M mengatakan belum  Ny.M
pernah operasi tampak
sebelumnya gelisah
 Mukosa
mulut kering
 Akral teraba
dingin

3. Intervensi
No Diagnosa SLKI SIKI
1 Konstipasi b.d Eliminasi fekal Manajemen
hemoroid (D.0049) (L.04033) eliminasi fekal
(I.04151)
Definisi: Setelah dilakukannya
Penurunan defekasi tindakan, diharapkan Aktivitas:
normal yang disertai membaik dengan  Monitor
pengeluaran feses sulit kriteria hasil: buang air
dan tidak tuntas serta  Keluhan defekasi besar
feses kering dan banyak lama dan sulit  Monitor
 Mengejan saat tanda dan
defekasi gejala
 Distensi abdomen konstipasi
 Konsistensi feses  Berikan air
 Frekuensi BAB hangat
setelah
makan
 Sediakan
makanan
tinggi serat
 Jelaskan
jenis
makanan
yang
membantu
meningkatka
n keteraturan
peristaltik
usus
 Anjurkan
mengonsums
i makanan
tinggi serat
2 Nyeri akut b.d agen Kontrol nyeri Manajemen
cidera fisiologis (L.08063) nyeri ( I.08238)
(D.0077)
Setelah dilakukannya Aktivitas:
Definisi: tindakan, diharapkan  Identifikasi
Pengalaman sensorik membaik dengan lokasi,
atau emosional yang kriteria hasil: karakteristik,
berkaitan dengan  Melaporkan nyeri durasi,
kerusakan jaringan aktual terkontrol frekuensi,
atau fungsional, dengan  Kemampuan kualitas,
onset mendadak atau mengenali intensitas
lambat dan berinteraksi penyebab nyeri nyeri
ringan hingga berat yang  Kemampuan  Identifikasi
berlangsung kurang dari menggunakan skala nyeri
3 bulan teknik non Berikan
farmakologis teknik non
 Keluhan nyeri farmakologii
s untuk
mengurangi
rasa nyeri
 Ajarkan
teknik non
farmakologis
untuk
mengurangi
rasa nyeri
 Kolaborasi
pemberian
analgetik
3 Ansietas b.d rencana Tingkat ansietas Persiapan
operasi (D.0080) (L.09093) pembedahan
(I.14573)
Definisi: Setelah dilakukannya
Kondisi emosi dan tindakan, diharapkan Aktivitas:
pengalaman subjektif membaik dengan  Identifikasi
individu terhadap objek kriteria hasil: kondisi
yang tidak jelas dan  Verbalisasi umum
spesifik akibat antisipasi khawatir akibat pasien
bahaya yang kondisi yang  Jelaskan
memungkinkan individu dihadapi tentang
melakukan tindakan  Perilaku gelisah prosedur,
menghadapi ancaman  Perilaku tegang waktu dan
lamanya
operasi
 Monitor
tekanan
darah, nadi,
pernafasan,
dan suhu

4. Implementasi dan Evaluasi


No Diagnosa Implementasi Evaluasi
1 Konstipasi b.d  Monitor buang air S:
hemoroid besar  Ny.M mengatakan
 Monitor tanda dan ia sudah BAB
gejala konstipasi tetapi tidak
 Berikan air hangat banyak dam masih
setelah makan keluar darah saat
 Sediakan makanan BAB
tinggi serat  Ny.M mengatakan
 Jelaskan jenis makanan ia sudah mengerti
yang membantu dan tau tentang
meningkatkan makanan yang
keteraturan peristaltik akan
usus dikonsumsinya
 Anjurkan  Ny.M
mengonsumsi mengonsumsi
makanan tinggi serat makanan tinggi
serat dari rumah
sakit
 Ny.M minum air
hangat setelah
makan
M:
 feses keras
 BAB 1 kali sehari
 berbentuk bulat
 kering
 berdarah
A: masalah teratasi
sebagian
R: setelah diberikan
pendidikan kesehatan
dan makanan tinggi
serat, Ny.M sudah
BAB Ny.M
T: 2 hari rawatan,
intervensi dilanjutkan
2 Nyeri akut  Identifikasi lokasi, S:
b.d agen karakteristik, durasi,  Ny.M mengatakan
cidera frekuensi, kualitas, nyeri karna
fisiologis intensitas nyeri adanya benjolan
 Identifikasi skala nyeri di anus
 Berikan teknik non  Ny.M mengatakan
farmakologiis untuk nyeri yang perih
mengurangi rasa nyeri dan seperti
 Ajarkan teknik non ditusuk tusuk
farmakologis untuk  Ny.M mengatakan
mengurangi rasa nyeri merasakan nyeri
Kolaborasi pemberian di bagian anus
analgetik  Ny.M mengatakan
nyeri yang
dirasakan berada
di skala 6
 Ny.M mengatakan
nyeri terasa saat
berubah posisi dan
pada saat BAB
M
 Tampak meringis
 Terdapat benjolan
pada anus
A : masalah belum
teratasi
R : setelah diajarkan
teknik nafas dalam,
terdapat perubahan
pada ekspresi wajah
dan akan
mempraktekannya
saat merasakan nyeri
T : 2 hari rawatan,
intervensi dilanjutkan
3 Ansietas b.d  Identifikasi kondisi S:
rencana umum pasien  Ny.M mengatakan
operasi  Jelaskan tentang cemas karena
prosedur, waktu dan belum pernah
lamanya operasi dioperasi
 Monitor tekanan darah, sebelumnya
nadi, pernafasan, dan  Ny.M menjadi
suhu tahu bagaimana
prosedur operasi
M:
 TD 120/80 mmHg
 N 84 x/menit
 RR 20 x/menit
 S 36,5oC
A : masalah teratasi
sebagian
R : setelah diberikan
penjelasan tentang
prosedur, waktu dan
lamanya operasi,
sudah terlihat
kecemasan berkurang
T : 2 hari rawatan,
intervensi dilanjutkan
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil pengkajian
yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien,
membuat data dasar tentang pasien, dan membuat catatan tentang
respons kesehatan pasien. Pengkajian komprehensif atau menyeluruh,
sistematis yang logis akan mengarah dan mendukung pada identifikasi
masalah-masalah pasien (Dinarti dkk, 2017)
Pengkajian pada kasus dengan diagnose hemoroid didapatkan data
pengkajian pada tanggal 8 februari 2021 Ny.M dalam keadaan sadar.
Ny.M mengatakan sudah 1 bulan BAB disertai dengan rasa nyeri dan
adanya darah segar yang menetes. Ny.M juga mengatakan terdapat
benjolan pada anus yang tidak dapat masuk dengan sendirinya,
seringkali dalam seminggu tidak BAB atau BAB tidak teratur. Bila
BAB Ny.M harus mengejan karena BAB nya keras. Ny.M mengatakan
sudah 6 hari ini belum ada BAB. Ny.M mengatakan nyeri dengan
skala 6, seperti di tusuk tusuk, dan Ny.M tampak meringis. Ny. M
mengatakan ia cemas terkait dengan operasi yang sudah dijadwalkan
karena ia belum pernah dioperasi sebelumnya.

B. Diagnosis
Diagnose kepeawatan adalah kebutuhan klinis mengenai seseorang,
keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang actual atau potensial. Diagnose keperawatan
merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan
keperawatan (Dinarti dkk, 2017).
Pada kasus didapatnya 3 diagnosa yaitu konstipasi, nyeri akut, dan
ansietas. Diagnose tersebut didapatkan dari adanya data objektif dan
subjektif.
C. Intervensi
Pada tahap intervensi, perawat membuat rencana tindakan keperawatan
untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasie.
Perencanaa keperawatan merupakan suaru rangkaian kegiatan
penentuanlangkah-langkah pemecahan masalah dan prioritasnya,
perumusan tujuan, rencana tindakan dan penilaian asuhan keperawatan
pada pasien berdasarkan analisis data dan diagnose (Dinarti dkk, 2017)

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Dinarti dkk, 2017)

E. Evaluasi
Evaluasi untuk membandingkan secara sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan
kenyataan yang ada pada klien, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya (Dinarti dkk, 2017)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hemoroid internal bergejala sering muncul dengan perdarahan merah
cerah tanpa rasa sakit, prolaps, kekotoran, jaringan mirip anggur yang
mengganggu, gatal, atau kombinasi gejala. Perdarahan biasanya terjadi
dengan garis-garis darah pada tinja dan jarang menyebabkan anemia.
Hemoroid eksternal bisa muncul mirip dengan hemoroid internal,
dengan pengecualian bisa menjadi nyeri, terutama saat trombosis.
Pasien yang berusia kurang dari 40 tahun dengan dugaan perdarahan
hemoroid tidak memerlukan evaluasi endoskopi jika mereka tidak
menunjukkan tanda bahaya (misalnya, penurunan berat badan, nyeri
perut, demam, tanda-tanda anemia), tidak memiliki riwayat pribadi
atau keluarga dengan kanker kolorektal atau inflamasi (Thimoty et al,
2018).
Proses keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan hemoriad
adalah pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
Diagnose yang diangkat dari kasus adalah konstipasi, nyeri akut dan
ansietas. Salah satu implementasi yang dilakukan adalah pemberian
pendidikan kesehatan tentang diet tinggi serat

B. Saran
Semoga hasil dari asuhan keperawatan ini dapat bermanfaat untuk
pembaca sebagai sumber informasi dan sebagai referensi dalam
pembuatan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnose
hemoroid.
DAFTAR PUSTAKA

Artha, R. A., Indra, R. L., & Rasyid, T. A. (2018). Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Eliminasi Fekal Pada Pasien Yang Dirawat Di Intensive
Care Unit (ICU). Jurnal Riset Kesehatan, 7(2), 97-105.
Bulechek, Gloria, 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi
Keenam. Indonesia: Elsevier.
Hermand, TH. 2017. Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta: Buku
Kedokteran Indonesia
Jacob, Annamma. 2014. Clinical Nursing Procedures Jilid Dua.
Tangerang: Binarupa Aksara.
Jacob, Annamma. 2014. Clinical Nursing Procedures Jilid Satu.
Tangerang: Binarupa Aksara.
Kasiati, Rosmalawati, & W, D. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia 1.
Kerjasama RSUP DR Mjamil. 2016, Prosedur Tindakan Keperawata.
Padang: Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.
Moorhead, Sue. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi
Kelima. Indonesia: Elsevier
Mott, T., Latimer, K., & Edwards, C. (2018). Hemorrhoids: diagnosis and
treatment options. American family physician, 97(3), 172-179.
Oktavia, Alif. 2020. Analisis Faktor Risiko Kejadian Hemoroid pada
Wanita, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Malang.
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Topik : Diet Tinggi Serat

Sasaran : Ny.M

Tempat : Bangsal Bedah RS Unand

Hari/Tanggal : Selasa, 9 Februari 2021

Waktu : 25 Menit

A. Tujuan Umum
Dengan diadakannya penyuluhan berupa diet tinggi serat diharapkan
Ny.M dapat mengerti, tahu, dan menerapkan diet tinggi serat.
B. Materi
Terlampir
C. Media
1. Media SAP
2. Leaflet
D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
3. Demonstrasi
E. Setting Tempat

: Ny.

: Pemateri
F. Kegiatan

No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta

1. 5 menit Pembukaan: Menjawab salam


 Memberi salam Mendengarkan
 Menjelaskan tujuan dan
penyuluhan memperhatikan
 Menyebutkan kontak
penelitian
 Menyebutkan materi atau
pokok

2 10 menit Fase kerja: Menyimak dan


menjelaskan materi penyuluhan memperhatikan
secara menyeluruh dan teratur
Materi:
 Pengertian diet tinggi serat
 Tujuan diet tinggi serat
 Menu-menu diet tinggi serat

3. 3 menit Terminasi: Merespon dan


Evaluasi menjawab
pertanyaan

4. 2 menit Penutup Menjawab salam


Materi Penyuluhan Diet Tinggi Serat
A. Pengertian 
Diet tinggi serat adalah konsumsi tinggi serat. Serat terdiri dari dua
golongan yaitu serat larut air dan tidak larut air. Serat tidak larut air dapat
melancarkan pencernaan sehingga mencegah konstipasi hemoroid,
sedangkan serat larut air dapat menurunkan kolesterol darah sehingga
dapat menurunkan kolesterol darah dan mengurangi resiko jantung
koroner.
B. Tujuan Diet
Untuk memberi makanan sesuai kebutuhan gizi yang tinggi serat
sehingga dapat merangsang peristaltik usus agar pencernaan di dalam
tubuh normal.
C. Syarat Diet :

 Energi 25-30 Kkal/kgBB per hari


 Protein 1-1.2 g/KgBB per hari
 Lemak 20 – 25% dari total energi
 Karbohidrat 50 - 65% dari total energi
 Vitamin dan mineral sesuai AKG
 Serat 30-50 gram per hari
 Air 30ml/kgBB atau 2-2,5 liter per hari
 Bentuk makanan sesuai dengan kondisi

D. Pengaturan Makanan
Bahan Dianjurkan
Makanan
Sumber Nasi, beras tumbuk, roti gandum, biskuit, mie,
Karbohidrat bihun, tepung yang dibuat bubur/pudding, sereal
Sumber Daging, ayam, telur, susu segar, susu full cream,
Protein yoghurt, keju, mayonaise, es krim, ikan, kerang,
Hewani udang, cumi, dan sumber laut lain
Sumber kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau dan
Protein olahannya seperti tempe dan tahu
Nabati
Sayuran daun singkong, daun pepaya, brokoli, jagung
muda, kacang panjang, dan buncis serta sayuran
lainnya.
Buah-buahan Jeruk, nanas, mangga, salak, pisang, pepaya,
sirsak, apel, anggur, belimbing, dan jambu biji.
Sumber Margarin, minyak, santan encer
Lemak
Minuman Sirup, air putih, teh, jelly, agar-agar
dan lain-lain
Bumbu Garam, gula, kunit, jahe, kunci, lengkuas, kencur,
terasi, daun salam

E. Contoh menu sehari


Pagi Siang Malam
Nasi Tim Nasi Tim Nasi Tim
Telur Dadar Semur Daging Ikan Panggang
Setup Wortel Tim Tahu Bumbu Tomat
The Manis Encer Sayur Bening Tumis Tempe
Pepaya Setup Buncis Pisang
Selingan Selingan Selingan
Buah Potong Snack Puding Susu Agar-agar
Daftar Pustaka
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tangerang. 2018. Diet Tinggi Serat. Berita
Kesehatan : Tangerang
Implementasi Prosedur Keterampilan Keperawatan

 Keterampilan : Mengajarkan Teknik Nafas Dalam


A. Definisi
suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan
stress sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap efek nyeri yang
dirasakan
B. Tujuan
untuk menghilangkan rasa nyeri
C. Prosedur pelaksanaan
1. Tahap pra interaksi
a. Mengidentifikasi status pasien
b. Mencuci tangan
c. Menyiapkan alat
d. Memberikan rasa aman dan nyaman
2. Tahap orientasi
a. Memberikan salam terapeutik
b. Validasi kondisi pasien
c. Menjaga privasi pasien
d. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan kepada
pasien
3. Tahap Kerja
a. Usahakan tetap rileks dan tenang
b. Ajarkan teknik nafas dalam dengan verbal tanpa di demonstrasikan
1) Menarik nafas dalam dari hidung dan ditahan selama 3 detik
2) Perlahan lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil
merileks kan badan
c. Ulangi sebanyak 3 kali
d. Ajarkan teknik nafas dalam dengan di demonstrasikan
e. Minta pasien mengulangi yang di ajarkan
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi subjektif dan objektif
b. Lakukan rencana tindak lanjut
c. Kontrak tindakan selanjutnya
d. Cuci tangan
5. Dokumentasi
Dokumentasikan intervensi yang di berikan

Anda mungkin juga menyukai