Anda di halaman 1dari 14

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ANATOMI, FISIOLOGI, PENGKAJIAN DAN DIAGNOSA


SISTEM INTEGUMEN

Abdul Hapip

Devy Fitria Arwan Anggraeni

Gitta Wulandari

Muhammad Saepulloh

Putri Lustiani

Risa Yuliana

Siti Syifa Fauziah

Yani Jayani

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BOGOR
2013
SISTEM INTEGUMEN

A. ANATOMI KULIT

1. Epidermis

Kulit melapisi seluruh tubuh Manusia. Kulit terdiri dari tiga lapisan, yaitu epidermis,
dermis, dan jaringan subkutan. Epidermis membentuk lapisan paling luar dengan ketebalan
sekitar 0,1 mm pada kelopak mata, hingga sekitar 1 mm pada telapak tangan dan kaki. Lapisan
eksternal sel-sel epitel berlapis ini terutama tersusun dari keratinosit.

Epidermis yang bersambung dengan membrane mukosa dan dinding saluran telinga
terdiri atas sel-sel hidup yang selalu membelah dan pada permukaannya ditutupi oleh sel-sel mati
yang asalnya lebih dalam pada dermis tetapi kemudian terdorong ke atas oleh sel-sel yang baru
tumbuh dan lebih berdiferensiasi yang berada dibawahnya. Lapisan eksternal ini hampir
seluruhnya akan diganti setiap 3 hingga 4 minggu sekali. Sel-sel mati mengandung sejumlah
besar keratin yaitu protein fibrous insolubel yang membentuk barier paling luar kulit dan
memiliki kemampuan untuk mengusir mikroorganisme patogen serta mencegah kehilangan
cairan yang berlebihan dari tubuh. Keratin merupakan unsur utama yang mengeraskan rambut
dan kuku.

Epidermis terdiri dari 5 lapisan, yaitu:

1. Stratum korneum

Selnya sudah mati dan tidak mempunyai inti sel (inti selnya sudah mati) dan mengandung
zat keratin.

2. Stratum lusidum

Selnya berbentuk pipih, bedanya dengan stratum granulosum ialah sel-selnya sudah
banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar.
Lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan terlihat seperti
suatu pita yang bening, batas-batas sel sudah tidak begitu terliat.
3. Stratum granulosum

Stratum ini terdiri dari sel-sel pipih seperti kumparan. Sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3
lapis yang sejajar dengan permukaan kulit. Dalam sitoplasma terdapat butir-butir yang disebut
keratohialin yang merupakan fase dalam pembentukan keratin oleh banyak butir-butir stratum
granulosum.

4. Stratum spinosum/stratum akantosum

Lapisan ini merupakan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8
lapisan. Sel-selnya disebut spinosum karena jika dilihat dibawah mikroskop sel-selnya terdiri
dari sel yang bentuknya polygonal (banyak sudut) dan mempunyai tanduk (spina). Disebut
akantosum karena sel-selnya berduri. Ternyata spina atau tanduk tersebut adalah hubungan
antara sel yang lain yang disebut intercellular bridges atau jembatan interseluler.

5. Stratum basal/germinativum

Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian basal. Stratum germinativum
menggantikan sel-sel yang diatasnya dan merupakan sel-sel induk. Bentuknya silindris dengan
inti yang lonjong. Di dalamnya terdapat butir-butir yang halus disebut butir melanin warna. Sel
tersebut disusun seperti pagar (palisade) di bagian bawah sel tersebut terdapat suatu membrane
yang disebut membrane basalis.

Melanosit merupakan sel-sel khusus epidermis yang terutama terlibat dalam produksi
pigmen melanin yang mewarnai kulit dan rambut. Semakin banyak melanin, semakin gelap
warnanya. Sebagian besar orang yang berkulit gelap dan bagian-bagian kulit yang berwarna
gelap pada orang yang berkulit cerah (mis. puting susu) mengandung pigmen ini dalam jumlah
yang lebih banyak. Warna kulit yang normal bergantung pada ras dan bervariasi dari merah
muda yang cerah hingga cokelat. Penyakit sistemik akan mempengaruhi pula warna kulit.
Sebagai contoh, kulit akan tampak kebiruan bila terjadi oksigenasi darah yang tidak mencukupi,
berwarna kuning-hijau pada penderita ikterus, atau merah atau terlihat flushing bila terjadi
inflamasi atau demam.

Produksi melanin dikontrol oleh hormone yang disekresikan dari hipotalamus otak dan
dinamakan MSH (melanocyte stimulating hormone). Melanin diyakini dapat menyerap cahaya
ultraviolet dan dengan demikian akan melindungi seseorang terhadap efek pancaran cahaya
ultraviolet dalam sinar matahari yang berbahaya.

Ada dua jenis sel lainnya yang lazim terdapat dalam epidermis: sel-sel Merkel dan
Langerhans. Fungsi sel Merkel belum dipahami dengan jelas, tetapi diperkirakan berperan dalam
lintasan neuroendokrin epidermis. Sel Langerhans diyakini mempunyai peranan yang signifikan
dalam respon antigen-antigen kutaneus.

Persambungan (junction) epidermis dan dermis adalah daerah dengan banyak penonjolan
(undulasi) serta alur yang dinamakan rete ridges. Daerah pertemuan ini mengikat epidermis pada
dermis dan memungkinkan pertukaran bebas nutrient yang essensial di antara kedua lapisan
tersebut. Antar-jalinan (interlocking) antara dermis dan epidermis menghasilkan kerutan pada
permukaan kulit. Pada ujung-ujung jari tangan, kerutan-kerutan ini dinamakan sidik jari
(fingerprints). Barangkali sidik jari merupakan ciri individual seseorang yang paling khas dan
hamper tidak pernah berubah.

2. Dermis

Dermis membentuk bagian terbesar kulit dengan memberikan kekuatan dan struktur kulit.
Lapisan ini tersusun dari dua lapisan: papilaris dan retikularis. Lapisan papilaris dermis berada
langsung di bawah epidermis dan tersusun terutama dari sel-sel fibroblast yang dapat
menghasilkan salah satu bentuk kolagen, yaitu suatu komponen dari jaringan ikat. Lapisan
retikularis terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen serta berkas-berkas
serabut elastik. Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar
keringat serta sebasea, dan akar rambut. Dermis sering disebut sebagai “kulit sejati.”

6. Jaringan subkutan

Jaringan subkutan atau hipodermis merupakan lapisan kulit yang paling dalam. Lapisan
ini terutama berupa jaringan adiposa yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur
internal seperti otot dan tulang. Jaringan ini memungkinkan mobilitas kulit, perubahan kontur
tubuh dan penyekatan panas tubuh. Lemak atau gajih akan bertumpuk dan tersebar menurut jenis
kelamin seseorang, dan secara parsial menyebabkan perbedaan bentuk tubuh laki-laki dan
perempuan.
7. Rambut

Rambut, suatu pertumbuhan ke luar dari kulit, rambut terdapat di seluruh tubuh kecuali
pada telapak tangan dan kaki. Rambut terdiri atas akar rambut yang terbentuk dalam dermis dan
batang rambut yang menjulur ke luar dari dalam kulit. Rambut tumbuh dalam sebuah rongga
yang dinamakan folikel rambut. Folikel rambut akan mengalami siklus pertumbuhan dan
istirahat. Kecepatan pertumbuhan rambut bervariasi, pertumbuhan rambut janggut berlangsung
paling cepat dan kecepatan pertumbuhan ini diikuti oleh rambut pada kulit kepala, aksila, paha
serta alis mata. Fase pertumbuhan atau anagen, dapat berlangsung sampai selama 6 tahun untuk
rambut kulit kepala, sementara fase istirahat atau telogen kurang lebih selama 4 bulan.

Rambut pada berbagai bagian tubuh memiliki fungsi yang bermacam-macam. Rambut
pada bagian mata (alis dan bulu mata), hidung dan telinga menyaring debu, kutu-kutu kecil dan
kotoran yang terbawa oleh udara. Rambut pada kulit berfungsi sebagai penyekat panas pada
binatang. Fungsi ini ditingkatkan pada cuaca dingin atau keadaan ketakutan dengan terjadi
piloereksi (rambut yang “ujungnya berdiri tegak”) akibat kontraksi muskulus erektor pili yang
halus yang melekat pada folikel rambut.

8. Kuku

Kuku, merupakan lempeng keratin yang keras dan transparan pada permukaan dorsal
ujung distal jari-jari tangan dan kaki. Kuku tumbuh dari akarnya yang terletak di bawah lapisan
tipis kulit yang dinamakan kutikula. Kuku akan melindungi jari-jari tangan dan kaki dengan
menjaga fungsi sensoriknya yang sangat berkembang serta meningkatkan fungsi-fungsi halus
tertentu seperti fungsi mengangkat benda-benda kecil. Pembaruan total kuku jari tangan
memerlukan waktu sekitar 170 hari, sedangkan kuku jari kaki membutuhkan waktu 12 hingga 18
bulan.

9. Kelenjar sebasea

Kelenjar sebasea berkaitan dengan folikel rambut. Saluran ke luar (duktus) kelenjar
sebasea akan mengosongkan sekret minyaknya ke dalam ruangan antara folikel rambut dan
batang rambut. Untuk setiap lembar rambut terdapat sebuah kelenjar sebasea yang sekretnya
akan melumasi rambut dan membuat rambut menjadi lunak dan lentur.
10. Kelenjar keringat

Kelenjar keringat ditemukan pada kulit sebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar ini
terutama terdapat pada telapak tangan dan kaki. Hanya glans penis, bagian tepi bibir (margo
labium oris), telinga luar dan dasar kuku yang tidak mengandung kelenjar keringat. Kelenjar
keringat dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi dua kategori yaitu: kelenjar ekrin dan
apokrin. Kelenjar ekrin ditemukan pada semua daerah kulit. Saluran keluarnya bermuara
langsung ke permukaan kulit. Kelenjar apokrin berukuran lebih besar, dan berbeda dengan
kelenjar ekrin, sekret kelenjar ini mengandung fragmen sel-sel sekretorik. Kelenjar apokrin
terdapat di daerah aksila, anus, skrotum, dan labia mayora. Kelenjar apokrin akan lebih aktif
pada masa pubertas. Pada wanita, kelenjar apokrin membesar dan pembesaran ini akan
berkurang pada setiap siklus haid. Kelenjar apokrin yang khusus dinamakan kelenjar seruminosa
dijumpai pada telinga luar tempat kelenjar tersebut memproduksi serumen (wax).

Sekret yang encer seperti air yang disebut keringat atau peluh dihasilkan oleh bagian
basal yang berbentuk seperti kumparan pada kelenjar ekrin dan dilepaskan ke dalam saluran
keluarnya yang sempit. Keringat terutama tersusun dari air dan mengandung sekitar separuh dari
kandungan garam dalam plasma darah. Keringat dilepas dari kelenjar ekrin sebagai reaksi
terhadap kenaikan suhu sekitarnya dan kenaikan suhu tubuh. Pengeluaran keringat yang
berlebihan pada telapak tangan dan kaki, aksila, dahi, dan daerah-daerah lainnya dapat terjadi
sebagai reaksi terhadap rasa nyeri serta stress.

B. FISIOLOGI KULIT

Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain menjalin kelangsungan
hidup secara umum, yaitu:

a. Perlindungan

Kulit yang menutupi sebagian besar tubuh memiliki ketebalan sekitar 1 atau 2 mm saja,
padahal kulit memberikan perlindungan yang sangat efektif terhadap invasi bakteri dan benda
asing lainnya. Kulit telapak tangan dan kaki yang menebal memberikan perlindungan terhadap
pengaruh trauma yang terus-menerus terjadi di daerah tersebut.
Bagian stratum korneum epidermis merupakan barrier yang paling efektif terhadap
berbagai faktor lingkungan seperti zat-zat kimia, sinar matahari, virus, fungus, gigitan serangga,
luka karena gesekan angin dan trauma.

Lapisan dermis kulit memberikan kekuatan mekanis dan keuletan lewat jaringan ikat
fibrosa dan serabut kolagennya. Serabut elastik dan kolagen yang saling berjalin dengan
epidermis memungkinkan kulit untuk berperilaku sebagai satu unit. Dermis tersusun dari jalinan
vaskuler, akar rambut tubuh, dan kelenjar peluh serta sebasea. Karena epidermis bersifat
avaskuler, dermis merupakan barrier transportasi yang efisien terhadap substansi yang dapat
menembus stratum korneum dan epidermis. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi fungsi
protektif kulit mencakup usia kulit, daerah kulit yang terlibat dan status vaskuler.

b. Sensibilitas

Ujung-ujung reseptor serabut saraf pada kulit memungkinkan tubuh untuk memantau
secara terus-menerus keadaan lingkungan disekitarnya. Fungsi utama reseptor pada kulit adalah
untuk mengindera suhu, rasa nyeri, sentuhan yang ringan dan tekanan (atau sentuhan yang berat).
Berbagai ujung saraf bertanggung jawab untuk bereaksi terhadap setiap stimuli yang berbeda.
Meskipun tersebar di seluruh tubuh, ujung-ujung saraf lebih terkonsentrasi pada sebagian daerah
dibandingkan bagian lainnya. Sebagai contoh, ujung-ujung jari tangan jauh lebih terinervasi
ketimbang kulit pada bagian punggung tangan.

c. Keseimbangan air

Stratum korneum memiliki kemampuan untuk menyerap air dan dengan demikian akan
mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dari bagian internal tubuh dan
mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan. Bila kulit mengalami kerusakan,
misalnya pada luka bakar, cairan dan elektrolit dalam jumlah yang besar dapat hilang dengan
cepat sehingga bisa terjadi kolaps sirkulasi, syok serta kematian.

Di lain pihak, kulit tidak sepenuhnya impermeabel terhadap air. Sejumlah kecil air akan
mengalami evaporasi secara terus-menerus dari permukaan kulit. Evaporasi ini yang dinamakan
perspirasi tidak kasatmata (insensible perspiration) berjumlah kurang-lebih 600 ml per hari untuk
orang dewasa yang normal. Kehilangan air yang tidak kasatmata bervariasi menurut suhu tubuh.
Pada penderita demam, kehilangan ini dapat meningkat. Ketika terendam dalam air, kulit dapat
menimbun air sampai tiga hingga empat kali berat normalnya. Contoh keadaan ini yang lazim
dijumpai adalah pembengkakan kulit sesudah mandi berendam untuk waktu yang lama.

d. Pengaturan suhu

Tiga proses fisik yang penting terlibat dalam kehilangan panas dari tubuh ke lingkungan.
Proses pertama, yaitu radiasi, merupakan pemindahan panas ke benda lain yang suhunya lebih
rendah dan berada pada suatu jarak tertentu. Proses kedua, yang dinamakan konduksi, merupakan
pemindahan panas dari tubuh ke benda lain yang lebih dingin yang bersentuhan dengan tubuh.
Panas yang dipindahkan lewat konduksi ke udara yang melingkupi tubuh akan dihilangkan
melalui proses ketiga, yaitu konveksi, yang terdiri atas pergerakan massa molekul udara hangat
yang meninggalkan tubuh.

Dalam kondisi normal, produk panas dari metabolisme akan diimbangi oleh kehilangan
panas, dan suhu internal tubuh akan dipertahankan agar tetap konstan pada suhu ± 37ºC.
kecepatan hilangnya panas tergantung terutama pada suhu permukaan kulit yang ditentukan oleh
aliran darah kulit. Dalam kondisi yang normal, jumlah total darah yang beredar lewat kulit
sebanyak ± 450 ml/menit, atau antara 10 dan 20 kali jumlah darah yang diperlukan untuk
memberikan metabolit serta oksigen yang dibutuhkan. Peningkatan aliran darah ke dalam kulit
akan menyebabkan lebih banyak panas yang di alirkan ke kulit dan meningkatkan laju
kehilangan panas dari tubuh. Di lain pihak, penurunan aliran darah kulit akan menurunkan suhu
tubuh dan membantu menyimpan panas untuk tubuh. Kalau suhu tubuh mulai menurun, seperti
yang terjadi pada hawa dingin, pembuluh darah kulit akan mengalami kontriksi sehingga
kehilangan panas dari tubuh berkurang.

Pengeluaran keringat merupakan proses lainnya yang digunakan tubuh untuk mengatur
laju kehilangan panas. Pengeluaran keringat atau perspirasi tidak akan terjadi sebelum suhu
internal tubuh melampaui 37ºC tanpa tergantung pada suhu kulit.

e. Produksi vitamin

Kulit yang terpajan sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk
mensintesis vitamin D (kolekalsiferol). Vitamin D merupakan unsur essensial untuk mencegah
penyakit riketsia, suatu keadaan yang terjadi akibat defisiensi vitamin D, kalsium serta fosfor
dan yang menyebabkan deformitas tulang.
f. Fungsi respon imun

Hasil-hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa beberapa sel dermal (sel-sel


Langerhans, interleukin-1 yang memproduksi keratinosit, dan subkelompok limfosit-T)
merupakan komponen penting dalam sistem imun. Penelitian yang masih berlangsung harus
mendefinisikan lebih jelas peranan sel-sel dermal ini dlaam fungsi imun.

C. PENGKAJIAN UMUM SISTEM INTEGUMEN

1. Riwayat Kesehatan

Pada saat merawat pasien dengan gangguan dermatologik, perawat mendapatkan


informasi penting melalui riwayat kesehatan pasien dan observasi langsung. Dalam banyak
kasus, pasien atau keluarganya merasa lebih nyaman berbicara dengan perawat dan
menyampaikan informasi penting yang mungkin disimpannya atau lupa disampaikan ketika
berbicara dengan dokter atau petugas kesehatan yang lain.

Selama wawancara riwayat kesehatan, ajukan pertanyaan tentang riwayat alergi kulit,
reaksi alergik terhadap makanan, obat serta zat kimia, masalah kulit sebelumnya dan riwayat
kanker kulit. Nama-nama kosmetika, sabun, sampo atau produk hygiene personal lainnya juga
harus ditanyakan jika terdapat masalah kulit yang terjadi setelah memakai produk tersebut.
Riwayat kesehatan akan berisi informasi spesifik mengenai awitan, tanda dan gejala, lokasi, dan
durasi nyeri, gatal-gatal, ruam atau gangguan rasa nyaman lainnya yang dialami pasien.
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat disampaikan pada pasien saat menanyakan riwayat kesehatan:

 Kapan anda pertama kalinya mengetahui masalah kulit ini (demikian pula selidiki durasi
dan intensitasnya)?
 Apakah masalah tersebut pernah terjadi sebelumnya?
 Apakah ada gejala yang lain?
 Di mana tempat yang pertama kali terkena?
 Bagaimana ruam atau lesi tersebut terlihat ketika muncul untuk pertama kalinya?
 Di mana dan berapa cepar penyebarannya?
 Apakah terdapat rasa gatal, terbakar, kesemutan atau seperti ada yang merayap?
 Apakah terdapat gangguan kemampuan untuk merasa?
 Apakah masalah tersebut menjadi bertambah parah pada waktu atau musim tertentu?
 Apakah anda dapat menjelaskan bagaimana kelainan tersebut berawal?
 Apakah anda memiliki riwayat hay fever, asma, biduran, ekzema atau alergi?
 Apakah ada diantara anggota keluarga anda yang mengalami masalah kulit atau ruam?
 Apakah erupsi kulit tersebut muncul sesudah makan makanan tertentu?
 Apakah baru-baru ini anda mulai mengkonsumsi alkohol?
 Apakah ada hubungan antara kejadian tertentu dan episode ruam atau lesi?
 Obat-obat apa yang sedang anada gunakan?
 Obat oles (krim, salep, lotion) apakah yang anda pakai untuk mengobati lesi tersebut
(termasuk obat-obat yang dapat dibeli bebas di toko obat)?
 Produk kosmetik atau preparat perawatan kulit apa yang anda gunakan?
 Apa pekerjaan anda?
 Apakah pada lingkungan di sekitar anda terdapat faktor-faktor (tanaman, hewan, zat-zat
kimia, infeksi) yang dapat mencetuskan masalah ini? Apakah ada sesuatu yang baru atau
perubahan apa pun dalam lingkungan tersebut?
 Apakah ada sesuatu yang ketika mengenai kulit anda menyebabkan terjadinya ruam?
 Apakah ada yang ingin anda ceritakan mengenai masalah ini?

11. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi dan palpasi merupakan prosedur utama yang digunakan dalam memeriksa kulit,
dan pemeriksaan ini memerlukan ruangan yang terang dan hangat. Penlight dapat digunakan
untuk menyinari lesi. Pasien dapat melepaskan seluruh pakaiannya dan diselimuti dengan benar.
Sarung tangan harus selalu dipakai ketika melakukan pemeriksaan kulit.

Tampilan umum kulit dikaji dengan mengamati warna, suhu, kelembaban, kekeringan,
tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas, mobilitas dan kondisi rabut serta kuku. Turgor
kulit, edema yang mungkin terjadi dan elastisitas kulit harus dinilai dengan palpasi.

a. Mengkaji pasien dengan kulit gelap

Dalam memeriksa pasien yang berkulit gelap, cahaya ruangan harus baik dan
pemeriksaan dilakukan terhadap kulit serta dasar kuku disamping mulut. Lesi dapat berwarna
hitam, ungu, atau abu-abu dan bukannya berwarna merah atau cokelat kekuningan seperti yang
terlihat pada pasien yang berkulit cerah.
a) Eritema

Karena adanya kecenderungan pada kulit yang gelap untuk berwarna kelabu kebiruan
ketika terdapat reaksi inflamasi, eritema (kemerahan pada kulit yang disebabkan oleh kongesti
kapiler) mungkin sulit terdeteksi. Untuk menentukan inflamasi yang mungkin terdapat, kulit
dipalpasi agar bertambahnya kehangatan atau kelicinan (edema) atau kekerasan pada kulit dapat
diketahui. Kelenjar limfe di sekitarnya juga harus dipalpasi.

b) Ruam

Pada kasus-kasus pruritus (gatal-gatal), kepada pasien harus diminta untuk menunjukkan
bagian tubuh yang terasa gatal. Kemudian kulit diregangkan dengan hati-hati untuk mengurangi
tonus kemerahan dan membuat ruam tersebut menghilang. Perbedaan tekstur kulit dinilai dengan
menggerakkan ujung-ujung jari tangan yang menyentuh secara ringan pada permukaan kulit.
Biasanya bagian tepi ruam dapat teraba. Mulut dan telinga pasien harus turut diperiksa. (kadang-
kadang rubeola atau campak akan menimbulkan ruam berwarna merah pada ujung telinga).

c) Sianosis

Bila seorang pasien yang berkulit gelap mengalami syok, kulit biasanya berwarna kelabu.
Untuk mendeteksi sianosis, daerah di sekitar mulut serta bibir dan daerah tulang pipi serta daun
telinga harus diamati. Indikator lainnya adalah kulit yang basah dan dingin, denyut nadi yang
cepat dan lembut, dan respirasi yang cepat serta dangkal. Ketika dilakukan pemeriksaan
konjungtiva palpebra untuk menemukan petekie (bintik-bintik halus berwarna merah akibat
keluarnya darah), tanda ini tidak boleh dikelirukan dengan endapan melanin yang normal.

d) Perubahan warna

Perubahan warna kulit pada orang yang berkulit gelap dapat diketahui dan biasanya
menimbulkan distress pada pasiennya. Sebagai contoh, hipopigmentasi (kehilangan atau
berkurangnya warna kulit) yang dapat disebabkan oleh vitiligo (suatu keadaan yang ditandai oleh
penghancuran melanosit pada daerah kulit yang terbatas atau luas) dapat menimbulkan
keprihatinan yang lebih besar pada orang yang berkulit gelap karena lesi tersebut lebih mudah
terlihat. Hiperpigmentasi (peningkatan warna) dapat timbul sesudah terjadi penyakit atau cedera
pada kulit.

g. Mengkaji lesi kulit

Lesi kulit merupakan karakteristik yang paling menonjol pada kelainan dermatologik.
Lesi pada kulit memiliki ukuran, bentuk serta penyebab yang beragam, dan diklasifikasikan
menurut penampakan serta asalnya. Lesi kulit dapat diuraikan sebagai lesi primer atau lesi
sekunder. Lesi primer merupakan lesi inisial dan karakteristik penyakit itu sendiri. Lesi sekunder
terjadi akibat sebab-sebab eksternal, seperti garukan, trauma, infeksi atau perubahan yang
disebabkan oleh kesembuhan luka.

Pengkajian pendahuluan terhadap erupsi atau lesi harus membantu mengenali tipe
dermatosis (keadaan kulit yang abnormal) dan menunjukkan apakah lesi tersebut primer atau
sekunder. Pada saat yang sama, distribusi anatomi erupsi harus dicatat karena beberapa penyakit
tertentu cenderung mengenai lokasi tubuh tertentu dan tersebar dengan corak serta bentuk yang
khas. Untuk menentukan luas distribusi regional, bagian sisi kiri dan kanan tubuh harus
dibandingkan sementara warna dan bentuk lesi dicatat. Sesudah observasi dilaksanakan, lesi
dipalpasi untuk menentukan tekstur, bentuk serta tepinya, dan untuk melihat apakah lesi tersebut
teraba lunak atau berisi cairan, atau teraba keras dan terfiksasi pada jaringan di sekitarnya.

Sebuah penggaris dapat digunakan untuk mengukur besar lesi sehingga setiap
pembesaran lebih lanjut dapat dibandingkan dengan ukuran awalnya. Keadaan dermatosis
tersebut kemudian dicatat pada catatan kesehatan pasien, catatan ini harus dijelaskan secara rinci
dengan terminologi yang tepat.

Sesudah distribusi lesi yang khas ditentukan, informasi berikut harus diperoleh dan
dijelaskan secara rinci:

 Bagaimana warna lesi tersebut?


 Apakah terdapat kemerahan, panas, nyeri atau pembengkakan?
 Berapa besar daerah kulit yang terkena? Di mana lokasinya?
 Apakah erupsi tersebut berbentuk makula, papula, skuama, lesi dengan eksudasi, diskrit
atau konfluen?
 Bagaimana distribusi lesi: simetris, linier, sirkuler?
h. Mengkaji vaskularitas dan hidrasi

Perubahan vaskuler mencakup lokasi, distribusi, warna, ukuran dan adanya pulsasi.
Perubahan vaskuler yang lazim ditemukan adalah petekie, ekimosis, telangiektasis, angioma dan
venous stars. Kelembaban kulit, suhu, dan tekstur kulit dinilai terutama dengan cara palpasi.
Elastisitas (turgor) kulit yang menurun pada proses penuaan yang normal dapat menjadi salah
satu faktor untuk menilai status hidrasi seorang pasien.

i. Mengkaji kuku dan rambut

Kuku. Inspeksi singkat pada kuku mencakup observasi untuk melihat konfigurasi, warna
dan konsistensi. Banyak perubahan pada kuku atau dasar kuku (nailbed) yang mencerminkan
kelainan lokal atau sistemik yang sedang berlangsung atau yang terjadi akibat peristiwa di masa
lalu. Alur transversal yang dinamakan garis-garis Beau pada kuku dapat mencerminkan retardasi
pertumbuhan matriks kuku yang terjadi sekunder akibat sakit yang berat atau yang lebih sering
lagi akibat trauma lokal. Penonjolan, hipertrofi dan berbagai perubahan lainnya dapat pula terjadi
pada trauma lokal. Paronikia, suatu inflamasi kulit disekitar kuku, biasanya akan disertai gejala
nyeri tekan dan eritema. Sudut antara kuku yang normal dan pangkalnya (basis unguium) adalah
160º. Ketika dipalpasi, pangkal kuku biasanya teraba keras. Clubbing (jari tabuh) terlihat sebagai
pelurusan sudut yang normal (menjadi 180º atau lebih) dan pelunakan pada pangkal kuku.
Pelunakan pada pangkal kuku. pelunakan ini akan terasa seperti spons ketika dipalpasi.

Rambut. Pengkajian rambut dilaksanakan dengan cara inspeksi dan palpasi. Sarung
tangan harus dikenakan dan ruang pemeriksaan harus memiliki penerangan yang baik. Sibak
rambut pasien agar kondisi kulit yang ada di baliknya dapat dilihat dengan mudah, kemudian
perawat harus mencatat warna, tekstur serta distribusinya. Setiap lesi yang abnormal, gejala
gatal-gatal, inflamasi atau tanda-tanda infestasi parasit (tuma atau kutu) harus dicatat. Warna
dan tekstur. Warna rambut yang alami berkisar dari putih hingga hitam. Warna rambut mulai
berubah menjadi kelabu (beruban) ketika seseorang menjadi tua, dan perubahan ini pertama kali
terlihat dalam dekade usia ketiga ketika hilangnya melanin terjadi. Walaupun demikian, rambut
orang muda tidak jarang sudah beruban karena sifat herediter keluarga. Tekstur rambut kulit
kepala berkisar dari halus hingga tebal, ulet hingga mudah patah, berminyak hingga kering, dan
lurus, berombak atau keriting. Distribusi. Distribusi rambut tumbuh bervariasi menurut
lokasinya. Rambut yang tumbuh diseluruh badan memiliki tekstur yang halus kecuali rambut di
daerah aksila dan pubis yang kasar serta tumbuh pada usia pubertas. Distribusi rambut pada laki-
laki memiliki bentuk wajik yang meluas sampai daerah umbilikus. Rambut pubis wanita
menyerupai bentuk segitiga terbalik. Jika pola distribusi yang ditemukan tampak lebih khas dari
jenis kelamin yang berlawanan, penyelidikan lebih lanjut harus dilakukan karena hal ini mungkin
menunjukkan masalah endokrin. Laki-laki cenderung memiliki rambut pada wajah dan badan
yang lebih banyak ketimbang wanita. Kerontokan rambut, alopeias, dapat terjadi di seluruh
tubuh atau terbatas pada suatu daerah tertentu. Kerontokan rambut. Penyebab kerontokan rambut
yang paling sering adalah kebotakan tipe pria yang mengenai lebih dari separuh populasi laki-
laki dan diyakini ada kaitannya dengan hereditas, penuaan serta kadar hormon androgen.
Androgen diperlukan untuk terjadinya kebotakan pola-pria. Pola kerontokan rambut tersebut
dimulai dengan surutnya garis rambut di daerah frontotemporal dan kemudian berlanjut dengan
penipisan gradual serta kehilangan total rambut pada puncak kepala. Perubahan lainnya.
Distribusi rambut pola-pria yang dinamakan hirsutisme (peningkatan rambut tubuh) dapat
terlihat pada sebagian wanita pada saat menopause ketika hormon estrogen tidak lagi diproduksi
oleh ovarium. Pada wanita yang mengalami hirsutisme, rambut yang berlebihan dapat tumbuh di
daerah wajah, dada, bahu dan pubis.

D. Diagnosa Keperawatan (Brunner & Suddarth, 2002)

1. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan pada
fungsi barier kulit
12. Nyeri dan rasa gatal yang berhubungan dengan lesi kulit
13. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan pruritus
14. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus
15. Kurang pengetahuan tentang program terapi

Anda mungkin juga menyukai