Anda di halaman 1dari 31

Keperawatan Medikal Bedah III

Pengkajian Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal

KELOMPOK 5

Disusun oleh:

Meutia Supriati Aisah


Putri Lustiani
Wahyu Ramadhani

Tingkat II B

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG


PRODI KEPERAWATAN BOGOR
2013
i

Kata Pengantar

Dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Segala puji dan
syukur bagi Allah swt yang dengan rido-Nya kita dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik dan lancar. Sholawat dan salam tetap kami curahkan kepada junjungan kita nabi besar
Muhammad saw yang dengan do'a dan bimbingannya makalah ini dapat terselesaikan dengan
lancar.
Dalam makalah ini, penulis akan menguraikan tentang “Pengkajian Pada Gangguan
Sistem Muskuloskeletal” yang kami ambil dari berbagai sumber yang kami baca. Makalah ini
diharapkan bisa menambah wawasan dan pengetahuan yang selama ini kita cari. Berbagai
teknik dan intrik kami kemas dalam laporan ini, dan juga kami berharap bisa dimafaatkan
semaksimal mugkin.
Sebagai mahasiswa saya mengharapkan bimbingan, bantuan, saran dan dukungan dari
Bapak Ibu dosen serta pihak lain agar makalah ini bisa berhasil dan berguna bagi kita semua.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.

Bogor, Mei 2013

Penyusun
ii

Daftar Isi

Kata Pengantar.....................................................................................................................................i

Daftar Isi..............................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1

C. Tujuan.............................................................................................................................1

BAB II ISI............................................................................................................................................3

A. Definisi............................................................................................................................3

B. Tahap-tahap Keperawatan Perioperatif...........................................................................3

1. Tahap pre operatif.....................................................................................................3

2. Tahap Intra Operatif..............................................................................................12

3. Tahap Post Operatif................................................................................................22

BAB III PENUTUP..........................................................................................................................27

1. Kesimpulan................................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hapir
semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi
pasien. Maka tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak
berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya
terkait dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman
terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan
pembiusan. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan
pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi
keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun
psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang dialami
dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anstesi dan
perawat) di samping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif.
Ada 3 faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien, jenis
pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut faktor pasien
merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit tersebut tidakan pembedahan
adalah hal yang baik/benar. Tetapi bagi pasien sendiri pembedahan mungkin merupakan hal
yang paling mengerikan yang pernah mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka
sangatlah penting untuk melibatkan pasien dalam setiap langkah-langkah perioperatif.
Tindakan perawatan perioperatif yang berkesinambungan dan tepat akan sangat berpengaruh
terhadap suksesnya pembedahan dan kesembuhan pasien.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari perioperatif
2. Apa tahap-tahap dari perioperatif

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2

Diharapkan kami sebagai mahasiswa mampu memahami tentang adiksi secara


menyeluruh.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengertian peripoeratif

b. Memahamai Tahap perioperatif


3

BAB II
ISI
A. Definisi
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien.
Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman
pembedahan, yaitu preoperative phase, intraoperative phase dan post operative phase.
Masing- masing fase di mulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu
pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah dan masing-masing
mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas yan dilakukan oleh perawat
dengan menggunakan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan. Disamping
perawat kegiatan perioperatif ini juga memerlukan dukungan dari tim kesehatan lain yang
berkompeten dalam perawatan pasien sehingga kepuasan pasien dapat tercapai sebagai suatu
bentuk pelayanan prima.

B. Tahap-tahap Keperawatan Perioperatif


1. Tahap pre operatif
Tahap pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif.
Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini
disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-
tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap
berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan
psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.
1.1. Persiapan klien di unit perawatan

1.1.1 Persiapan Fisik

Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu:

a. Persiapan di unit perawatan


1. Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan
secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat
kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status
4

kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi
imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat
dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga
bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien
wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
2. Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat
kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan
keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi
buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan
mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling
sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak
bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien
dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
3. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan.
Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit
yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135
-145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 - 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 -
1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana
ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi.
Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal
mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi
harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam
jiwa.
4. Kebersihan lambung dan kolon.
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang
bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan
lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7
sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-
paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan
5

terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO
(segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat
dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
5. Pencukuran daerah operasi.
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada
daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan
luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran
sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran
(scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah
yang dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien
merasa lebih nyaman.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang
akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang
dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi,
uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain
terkait daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus
sebelum pembedahan.
6. Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang
kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang
dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan
membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu
memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan bantuan
pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
7. Pengosongan kandung kemih.
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter.
Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi
balance cairan.
8. Latihan Pra Operasi.
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat
penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri
6

daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan yang diberikan pada
pasien sebelum operasi antara lain:
a. Latihan nafas dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah
operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi
dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum.
b. Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat
bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami
rasa tidak nyaman pada tenggorokan.
c. latihan gerak sendi.
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah
operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk
mempercepat proses penyembuhan. Karena jika pasien selesai operasi dan segera bergerak
maka pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih
cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran
pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus.
Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan
menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan
juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya
dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot
maka pasien diminta melakukan secara mandiri. Status kesehatn fisik merupakan faktor yang
sangat penting bagi pasien yang akan mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik
akan mendukung dan mempengaruhi proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi
fisiologis dapat mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga faktor usis/penuaan dapat
mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena itu
sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan pembedahan/operasi.

1.1.2 Persiapan Penunjang


Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak meungkin
7

bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang
yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan
lain seperti ECG, dan lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter
melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter
bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan untuk
dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan apakan kondisi pasien
layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan berbagai macam
pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa
pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan
hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien
sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun
tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien).
Pemeriksaan penunjang antara lain:
a. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang
(daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan),
MRI (Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy,
Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG
(Electro Enchephalo Grafi), dll.
b. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksan darah : hemoglobin, angka leukosit,
limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan
globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT ,BT, ureum kretinin, BUN,
dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit terkaut dengan
kelainan darah.
c. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh
untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk
memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
d. Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD). Pemeriksaan KGD dilakukan untuk
mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD
biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya
jam 8 pagi)? dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).
8

1.1.3 Pemeriksaan Status Anastesi

Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk


keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan
pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai
sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan
adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American Society of
Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya
akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. Berikut adalah tabel
pemeriksaan ASA:
1. ASA grade I
Status fisik: Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal: penderita
dengan herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi muda yang sehat.
Mortality (%) : 0,05.
2. ASA grade II
Status fisik: Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan oleh
penyakit yang akan dibedah. Misal: penderita dengan obesitas, penderita dengan bronkitis
dan penderita dengan diabetes mellitus ringan yang akan mengalami appendiktomi Mortality
(%) : 0,4.
3. ASA grade III
Status fisik: Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes mellitus dengan
komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendisitis akut.
Mortality (%) : 4,5.
4. ASA grade IV
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak
selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau infark
miokard. Mortality (%) : 25.

5. ASA grade V
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak
selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau infark
miokard. Mortality (%) : 50.

1.1.4 Inform Consent


9

Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal


lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung
gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa
tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang
akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan
tindakan medis (pembedahan dan anastesi).

1.1.5. Persiapan Mental/Psikis

Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan
operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi
fisiknya. Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada
integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis
(Barbara C. Long). Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan/ketakutan
antara lain:
1. Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat
mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa
dibatalkan.
2. Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi
lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda. Berbagai alasan yang
dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain,
takut nyeri setelah pembedahan , takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak
berfungsi normal (body image), takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum
pasti), takut/cemas mengalami kondisi yang dama dengan orang lan yang mempunyai
penyakit yang sama, takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan
petugas, takut mati saat dibius/tidak sadar lagi, takut operasi gagal.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan adanya
perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-
gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan
pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering berkemih. Perawat perlu mengkaji
mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu
perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam
menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat
10

perkembangan pasien, faktor pendukung/support system.

1.1.6. Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan
berbagai cara:
1. Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien
sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang
akan dialami oleh pasi en selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dll.
Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien mejadi lebih
siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien
mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien.
2. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi
sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya:
jika pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan,
manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan tujuan
dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan dengan pemberian informasi yang
lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan mempersiapkan
mental pasien dengan baik
3. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang
segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa
bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.
4. Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain
karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
5. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti
valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien
dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi. Pada saat pasien telah berada di
ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan
diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada
pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk mengantar pasien samapi ke batas kamar
operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar
operasi.

1.1.7. Obat-Obatan Pre Medikasi


11

Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan
permedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang cukup.
Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam. Antibiotik
profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis yang
diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan operasi,
antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan
pasca beda 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain
sesuai indikasi pasien.

1.2. Persiapan Pasien Di Kamar Operasi


Persiapan operasi dilakukan terhadap pasien dimulai sejak pasien masuk ke ruang
perawatan sampai saat pasien berada di kamar operasi sebelum tindakan bedah dilakukan.
Persiapan di ruang serah terima diantaranya adalah prosedur administrasi, persiapan anastesi
dan kemudian prosedur drapping.
Di dalam kamar operasi persiapan yang harus dilakukan terhdap pasien yaitu berupa
tindakan drapping yaitu penutupan pasien dengan menggunakan peralatan alat tenun (disebut
duk) steril dan hanya bagian yang akan di incisi saja yang dibiarkan terbuka dengan
memberikan zat desinfektan seperti povide iodine 10% dan alkohol 70%.
1. Prinsip tindakan drapping adalah:
a. Seluruh anggota tim operasi harus bekerja sama dalam pelaksanaan prosedur
drapping.
b. Perawat yang bertindak sebagai instrumentator harus mengatahui dengan baik dan
benar prosedur dan prinsip-prinsip drapping.
c. Sebelum tindakan drapping dilakukan, harus yakin bahwa sarung tangan tang
digunakan steril dan tidak bocor.
d. Pada saat pelaksanaan tindakan drapping, perawat bertindak sebagai omloop harus
berdiri di belakang instrumentator untuk mencegah kontaminasi.
e. Gunakan duk klem pada setiap keadaaan dimana alat tenun mudah bergeser.
f.Drape yang terpasang tidak boleh dipindah-pindah sampai operasi selesai dan harus di
jaga kesterilannya.
g. Jumlah lapisan penutup yang baik minimal 2 lapis, satu lapis menggunkan kertas
water prof atau plastik steril dan lapisan selanjutnya menggunakan alat tenun steril.
2. Teknik Drapping :
12

a. Letakkan drape di tempat yang kering, lantai di sekitar meja operasi harus kering
b. Jangan memasang drape dengan tergesa-gesa, harus teliti dan memepertahankan
prinsip steril
c. Pertahankan jarak antara daerah steril dengan daerah non steril
d. Pegang drape sedikit mungkin
e. Jangan melintasi daerah meja operasi yang sudah terpasang drape/alat tenun steril
tanpa perlindungan gaun operasi.
f.Jaga kesterilan bagian depan gaun operasi, berdiri membelakangi daerah yang tidak
steril.
g. Jangan melempar drape terlalu tinggi saat memasang drape (hati-hati menyentuh
lampu operasi)
h. Jika alat tenun yang akan dipasang terkontaminasi. Maka perawat omloop bertugas
menyingkirkan alat tenun tersebut.
i. Hindari tangan yang sudah steril menyentuh daerah kulit pasien yang belum tertutup.
j. Setelah semua lapisan alat tenun terbentang dari kaki sampai bagian kepala meja
operasi, jangan menyentuh hal-hal yang tidak perlu.
k. Jika ragu-ragu terhdap kesterilan alat tenun, lebih baik alat tenun tersebut dianggap
terkontaminasi.

2. Tahap Intra Operatif


Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif.
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh
perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien
yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-
masalah fisik yang mengganggu pasien. Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan
muncul permasalahan baik fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu
keperawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh
pasien selama operasi, namun juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi
oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan
yang terintegrasi.
Untuk menghasilkan hasil terbaik bagi diri pasien, tentunya diperlukan tenaga
kesehatan yang kompeten dan kerja sama yang sinergis antara masing-masing anggota tim.
Secara umum anggota tim dalam prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi
13

pertama, ahli anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik dan
membaringkan pasien dalam posisi yang tepat di meja operasi, kedua ahli bedah dan asisten
yang melakukan scrub dan pembedahan dan yang ketiga adalah perawat intra operatif.
Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan
(well being) pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan koordinasi petugas
ruang operasi dan pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan aktivitas selama pembedahan.
Peran lain perawat di ruang operasi adalah sebagai RNFA (Registered Nurse First Assitant).
Peran sebagai RNFA ini sudah berlangsung dengan baik di negara-negara amerika utara dan
eropa. Namun demikian praktiknya di indonesia masih belum sepenuhnya tepat. Peran
perawat sebagai RNFA diantaranya meliputi penanganan jaringan, memberikan pemajanan
pada daerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan bedah dan pemberian hemostatis.
Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan, informasi mengenai
pasien harus dijelaskan pada ahli anastesi dan perawat anastesi, serta perawat bedah dan
dokter bedahnya. Selain itu segala macam perkembangan yang berkaitan dengan perawatan
pasien di unit perawatan pasca anastesi (PACU) seperti perdarahan, temuan yang tidak
diperkirakan, permasalahan cairan dan elektrolit, syok, kesulitan pernafasan harus dicatat,
didokumentasikan dan dikomunikasikan dengan staff PACU.

Persiapan yang harus dilakukan:


1. Prinsip-Prinsip Umum

a. Prinsip asepsis ruangan


Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha untuk agar dicapainya keadaan yang
memungkinkan terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat dikurangi atau ditiadakan, baik
secara kimiawi, tindakan mekanis atau tindakan fisik. Termasuk dalam cakupan tindakan
antisepsis adalah selain alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua implantat, alat-
alat yang dipakai personel operasi (sandal, celana, baju, masker, topi dan lain-lainnya) dan
juga cara membersihkan/melakukan desinfeksi dari kulit/tangan
b. Prinsip asepsis personel
Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu : Scrubbing (cuci
tangan steril), Gowning (teknik peggunaan gaun operasi), dan Gloving (teknik pemakaian
sarung tangan steril). Semua anggota tim operasi harus memahami konsep tersebut diatas
untuk dapat memberikan penatalaksanaan operasi secara asepsis dan antisepsis sehingga
menghilangkan atau meminimalkan angka kuman. Hal ini diperlukan untuk meghindarkan
14

bahaya infeksi yang muncul akibat kontaminasi selama prosedur pembedahan (infeksi
nosokomial).
Disamping sebagai cara pencegahan terhadap infeksi nosokomial, teknik-teknik
tersebut juga digunakan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan terhadap
bahaya yang didapatkan akibat prosedur tindakan. Bahaya yang dapat muncul diantranya
penularan berbagai penyakit yang ditularkan melalui cairan tubuh pasien (darah, cairan
peritoneum, dll) seperti HIV/AIDS, Hepatitis dll.
c. Prinsip asepsis pasien
Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan. Maksudnya adalah
dengan melakukan berbagai macam prosedur yang digunakan untuk membuat medan operasi
steril. Prosedur-prosedur itu antara lain adalah kebersihan pasien, desinfeksi lapangan operasi
dan tindakan drapping.
d. Prinsip asepsis instrumen
Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus benar-benar berada
dalam keadaan steril. Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah perawatan dan
sterilisasi alat, mempertahankan kesterilan alat pada saat pembedahan dengan menggunakan
teknik tanpa singgung dan menjaga agar tidak bersinggungan dengan benda-benda non steril.

2. Fungsi Keperawatan Intra Operatif


Selain sebagai kepala advokat pasien dalam kamar operasi yang menjamin kelancaran
jalannya operasi dan menjamin keselamatan pasien selama tindakan pembedahan. Secara
umum fungsi perawat di dalam kamar operasi seringkali dijelaskan dalam hubungan
aktivitas-aktivitas sirkulasi dan scrub (instrumentator). Perawat sirkulasi berperan mengatur
ruang operasi dan melindungi keselamatan dan kebutuhan pasien dengan memantau aktivitas
anggota tim bedah dan memeriksa kondisi di dalam ruang operasi.
Tanggung jawab utamanya meliputi memastikan kebersihan, suhu yang sesuai,
kelembapan, pencahayaan, menjaga peralatan tetap berfungsi dan ketersediaan berbagai
material yang dibutuhkan sebelum, selama dan sesudah operasi. Perawat sirkuler juga
memantau praktik asepsis untuk menghindari pelanggaran teknik asepsis sambil
mengkoordinasi perpindahan anggota tim yang berhubungan (tenaga medis, rontgen dan
petugas laboratorium). Perawat sirkuler juga memantau kondisi pasien selama prosedur
operasi untuk menjamin keselamatan pasien.
15

Aktivitas perawat sebagai scrub nurse termasuk melakukan desinfeksi lapangan


pembedahan dan drapping, mengatur meja steril, menyiapkan alat jahit, diatermi dan
peralatan khusus yang dibutuhkan untuk pembedahan. Selain itu perawat scrub juga
membantu dokter bedah selama prosedur pembedahan dengan melakukan tindakan-tindakan
yang diperlukan seperti mengantisipasi instrumen yang dibutuhkan, spon, kassa, drainage dan
peralatan lain serta terus mengawasi kondisi pasien ketika pasien dibawah pengaruh anastesi.
Saat luka ditutup perawat harus mengecek semua peralatan dan material untuk memastikan
bahwa semua jarum, kassa dan instrumen sudah dihitung lengkap.
Kedua fungsi tersebut membutuhkan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan perawat
tentang anatomi, perawatan jaringan dan prinsip asepsis, mengerti tentang tujuan
pembedahan, pemahaman dan kemampuan untuk mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan dan
untuk bekerja sebagai anggota tim yang terampil dan kemampuan untuk menangani segala
situasi kedaruratan di ruang operasi.

3. Aktivitas Keperawatan Secara Umum


Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal, yaitu:
a. Safety Management
Tindakan ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien selama
prosedur pembedahan. Tindakan yang dilakukan untuk jaminan keamanan diantaranya
adalah:
1. Pengaturan posisi pasien
Pengaturan posisi pasien bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada klien dan
memudahkan pembedahan. Perawat perioperatif mengerti bahwa berbagai posisi
operasi berkaitan dengan perubahan-perubahan fisiologis yang timbul bila pasien
ditempatkan pada posisi tertentu. Faktor penting yang harus diperhatikan ketika
mengatur posisi di ruang operasi adalah:
a. Daerah operasi
b. Usia
c. Berat badan pasien
d. Tipe anastesi
e. Nyeri : normalnya nyeri dialami oleh pasien yang mengalami gangguan
pergerakan, seperti artritis.
Posisi yang diberikan tidak boleh mengganggu sirkulasi, respirasi, tidak
16

melakukan penekanan yang berlebihan pada kulit dan tidak menutupi daerah
atau medan operasi.
Hal-hal yang dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan posisi pasien
meliputi:
a. Kesejajaran fungsional
Maksudnya adalah memberikan posisi yang tepat selama operasi. Operasi yang
berbeda akan membutuhkan posisi yang berbeda pula. Contoh:
a) Supine (dorsal recumbent): hernia, laparotomy, laparotomy eksplorasi,
appendiktomi, mastectomy atau pun reseksi usus.
b) Pronasi: operasi pada daerah punggung dan spinal. Misal : Lamninectomy
c) Trendelenburg: dengan menempatkan bagian usus diatas abdomen, sering
digunakan untuk operasi pada daerah abdomen bawah atau pelvis.
d) Lithotomy: posisi ini mengekspose area perineal dan rectal dan biasanya
digunakan untuk operasi vagina. Dilatasi dan kuretase dan pembedahan rectal
seperti : Hemmoiroidektomy
e) Lateral: digunakan untuk operasi ginjal, dada dan pinggul.
b. Pemajanan area pembedahan
Pemajanan daerah bedah maksudnya adalah daerah mana yang akan dilakukan
tindakan pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini perawat dapat mempersiapkan
daerah operasi dengan teknik drapping.
c. Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
Posisi pasien di meja operasi selama prosedur pembedahan harus dipertahankan
sedemikian rupa. Hal ini selain untuk mempermudah proses pembedahan juga sebagai bentuk
jaminan keselamatan pasien dengan memberikan posisi fisiologis dan mencegah terjadinya
injury.
2. Memasang alat grounding ke pasien
3. Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk menegakkan pasien
selama operasi sehingga pasien kooperatif.
4. Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap seperti : cairan infus,
oksigen, jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.

b. Monitoring Fisiologis
a. Pemantauan fisiologis yang dilakukan meliputi:
17

1) Melakukan balance cairan


Penghitungan balance cairan dilakuan untuk memenuhi kebutuhan cairan
pasien. Pemenuhan balance cairan dilakukan dengan cara menghitung jumlah cairan
yang masuk dan yang keluar (cek pada kantong kateter urine) kemudian melakukan
koreksi terhadap imbalance cairan yang terjadi. Misalnya dengan pemberian cairan
infus.
2) Memantau kondisi cardiopulmonal
Pemantaun kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinu untuk
melihat apakah kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan yang dilakukan
meliputi fungsi pernafasan, nadi dan tekanan darah, saturasi oksigen, perdarahan dll.
3) Pemantauan terhadap perubahan vital sign
Pemantauan tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi
klien masih dalam batas normal. Jika terjadi gangguan harus dilakukan intervensi
secepatnya.

c. Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar)


Dukungan psikologis yang dilakukan antara lain:
a) Memberikan dukungan emosional pada pasien
b) Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
c) Mengkaji status emosional klien
d) Mengkomunikasikan status emosional klien kepada tim kesehatan (jika
ada perubahan)
d. Pengaturan dan Koordinasi Nursing Care
Tindakan yang dilakukan antara lain:
a) Memanage keamanan fisik pasien
b) Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis

4. Tim Operasi
Setelah kita tahu tentang aktivitas keperawatan yang dilakukan di kamar operasi,
maka sekarang kita akan membahas anggota tim yang terlibat dalam operasi. Anggota tim
operasi secara umum dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu anggota tim steril dan anggota
tim non steril. Berikut adalah bagan anggota tim operasi.
a. Steril:
18

a) Ahli bedah
b) Asisten bedah
c) Perawat Instrumentator (Scub nurse)
b. Non Steril:
a) Ahli anastesi
b) Perawat anastesi
c) Circulating nurse
d) Teknisi (operator alat, ahli patologi dll.)

5. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada tahap intra operatif yang biasanya muncul adalah:
1) Resiko infeksi b.d prosedur invasif (luka incisi)
2) Resiko injury b,d kondisi lingkungan eksternal misal struktrur lingkungan,
pemajanan peralatan, instrumentasi dan penggunaan obat-obatan anastesi.

6. Implementasi Keperawatan
1) Memberikan dukungan emosional
Kesejahteraan emosional pasien harus dijaga selama operasi. Sebelum dianastesi
perawat bertanggung jawab untuk membuat pasien nyaman dan tidak cemas. Bila pasien
sadar atau bangun selama prosedur pembedahan. Perawat bertugas menjelaskan prosedur
tindakan yang dilakukan, memberikan dukungan psikologis dan menyakinkan pasien. Ketika
pasien sadar dari pengaruh anastesi, penjelasan dan pendidikan kesehatan perlu dilakukan.
Hal ini dilakukan terhadap semua pasien, terutama pada operasi dengan sistem anastesi lokal
maupun regional. Pemantauan kondisi pasien akan mempengaruhi kondisi fisik dan kerja
sama pasien.
2) Mengatur posisi yang sesuai untuk pasien
Posisi yang sesuai diperlukan untuk memudahkan pembedahan dan juga untuk
menjamin keamanan fisiologis pasien. Posisi yang diberikan pada saat pembedahan
disesuaikan dengan kondisi pasien. Lihat keterangan di atas.
3) Mempertahankan keadaan asepsis selam pembedahan
Perawat bertanggung jawab untuk mempertahankan keadaan asepsis selama operasi
berlangsung. Perawat bertanggung jawab terhadap kesterilan alat dan bahan yang diperlukan
dan juga bertanggung jawab terhdap seluruh anggota tim operasi dalam menerapkan prinsip
19

steril. Jika ada sesuatu yang diangggap tidak steril menyentuh daerah steril, maka instrumen
yang terkontaminasi harus segera diganti.
4) Menjaga kestabilan temperatur pasien
Temperatur di kamar operasi dipertahankan pada suhu standar kamar operasi dan
kelembapannya diatur untuk mengahmabat pertumbuhan bakteri. Pasien biasanya merasa
kedinginan di kamar operasi jika tidak diberik selimut yang sesuai. Kehilangan panas pada
pasien berasal dari kulit dan daerah yang terbuka untuk dilakukan operasi. Ketika jaringan
tidak tertutup kulit akan terekspose oleh udara, sehingga terjadi kehiilangan panas akan
berlebihan. Pasien harus dijaga sehangat mungkin untuk meminimalkan kehilangan panas
tanpa menyebabkan vasodilatasi yang justru menyebabkan bertambahnya perdarahan.
5) Memonitor terjadinya hipertermi malignan
Monitoring kejadian hipertermi maligan diperlukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi berupa kerusakan sistem saraf pusat atau bahkan kematian. Monitoring secara
kontinu diperlukan untuk menentukan tindakan pencegahan dan penanganan sedini mungkin
sehingga tidak menimbulkan komplikasi yang dapat merugikan pasien.
6) Membantu penutupan luka operasi
Langkah terakhir dalam prosedur pembedahan adalah penutupan luka operasi.
Penutupan luka dilakukan lapis demi lapis dengan menggunakan benag yang sesuai dengan
jenis jaringan. Penutupan kulit menggunakan benang bedah untuk mendekatkan tepi luka
sampai dengan terjadi penyembuhan luka operasi. Luka yang terkontaminasi dapat terbuka
seluruhnya atau sebagian saja. Ahli bedah memilih metode dan tipe jahitan atau penutupan
luka beedasarkan daerah operasi, ukuran dan dalamnya luka operasi serta usia dan kondisi
pasien. Setelah luka operasi dijahit kemudian dibalut dengan kassa steril untuk mencegah
kontaminasi luka, mengabsorpsi drainage, dan membantu penutupan incisi. Jika
penyembuhan luka terjadi tanpa komplikasi, jahitan biasanya bisa dibuka setelah 7 sampai
dengan 10 hari tergantung letak lukanya.
7) Membantu drainage
Drain ditempatkan pada luka operasi untuk mengalirkan darah, serum,debris dari
tempat operasi yang bila tidak dikeluarkan dapat memperlambat penyembuhan luka dan
menyebabkan terjadinya infeksi. Ada beberapa tipe drain bedah yang dipilih berdasarkan
ukuran luka. Perawat bertanggung jawab mengkaji bahwa drain berfungsi dengan baik.
Darain bisaasanya dicabut bila produk drain sudah berkurang dalam jumlah yang signifikan.
Dan bentuk produk sudah serous, tidak dalam bentuk darah lagi.
20

8) Memindahkan pasien dari ruang opersai ke ruang pemulihan/ICU


Sesudah operasi, tim operasi akan memberikan pasien pakain yang bersih, kemudian
memindahkan pasien dari meja operasi ke barankard. Selama pembedahan ini tim operasi
meghindari membawa pasien pasien tanpa pakaian, karena disamping memalukan bagi pasien
juga merupakan salah satu predisposisi terrjadinya kehilangan panas, infeksi respirasi dan
shock, mencegah luka operasi terkontaminasi serta kenyamanan pasien. Hindari juga
memindahkan pasien dengan tiba-tiba dan perubahan posisi yang terlalu sering yang
merupakan predisposisi terjadinya hipotensi. Perubahan posisi pada pasien harus dilakukan
secara bertahap, misalnya dari litotomi ke posisi horizontal kemudian kearah supinasi dan
lateral. Saat memindahkan pasien post operasi harus dilakukan ekstra hati-hati dan
mendapatkan bantuan yang adekuat dari staff. Sesudah memindahkan pasien ke barnkard,
pasien ditutup dengan selimut dan dipasang sabuk pengaman. Pengaman tempat tidur (side
rail) harus selalu dipasang untuk keamanan pasien, karena pasien biasanya akan mengalami
periode gelisah saat dipindahkan dari ruang operasi.

7. Komplikasi
1) Hipotensi, hipotermi dan hipertermi malignan. Hipotensi yeng terjadi selama
pembedahan, biasanya dilakukan dengan pemberian obat-obatan tertentu
(hipotensi di induksi). Hipotensi ini memang diinginkan untuk menurunkan
tekanan darah pasien dengan tujuan untuk menurunkan jumlah perdarahan pada
bagian yang dioperasi, sehingga menungkinkan operasi lebih cepat di lakukan
dengan jumlah perdarahan yang sedikit. Hipotensi yang disengaja ini biasanya
dilakukan melalui inhalasi atu suntikan medikasi yang mempengaruhi sistem saraf
simpatis dan otot polos perifer. Agen anastetik inhalasi yang biasa digunakan
adalah halotan.
Oleh karena adanya hipotensi diinduksi ini, maka perlu ke waspadaan perawat
untuk selalu memantau kondisi fisiologis pasien, terutama fungsi
kardiovaskulernya agar hipotensi yang tidak diinginkan tidak muncul, dan bila
muncul hipotensi yang sifatnya malhipotensi bisa segera ditangani dengan
penanganan yang adekuat.
2) Hipotermi
Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh dibawah 36,6 oC (normotermi : 36,6 -
37,5 oC). Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja dialami pasien sebagai
21

akibat suhu rendah di kamar operasi (25-26,6 oC), infus dengan cairan yang dingin,
inhalasi gas-gas dingin, kavitas atau luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang
menurun, usia lanjut atau obat-obatan yang digunakan (vasodilator, anastetik
umum, dan lain-lain).
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari hipotermi yang tidak
diinginkan adalah atur suhu ruangan kamar operasi pada suhu ideal (25 - 26,6 oC)
jangan lebih rendah dari suhu tersebut, caiaran intravena dan irigasi dibuat pada
suhu 37 oC, gaun operasi pasien dan selimut yang basah harus segera diganti
dengan gaun dan selimut yang kering. Penggunaann topi operasi juga dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya hipotermi. Penatalaksanaan pencegahan
hipotermi ini dilakukan tidak hanya pada saat periode intra operatif saja, namun
juga sampai saat pasca operatif.
3) Hipertermi Malignan
Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka
mortalitasnya sangat tinggi lebih dari 50%. Sehingga diperlukan penatalaksanaan
yang adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat gangguan otot yang disebabkan
oleh agen anastetik. Selama anastesi, agen anastesi inhalasi (halotan, enfluran) dan
relaksan otot (suksinilkolin) dapat memicu terjadinya hipertermi malignan.
Ketika diinduksi agen anastetik, kalsium di dalam kantong sarkoplasma akan
dilepaskan ke membran luar yang akan menyebabkan terjadinya kontraksi.? Secara
normal, tubuh akan melakukan mekanisme pemompaan untuk mengembalikan
kalsium ke dalam kantong sarkoplasma. Sehingga otot-otot akan kembali relaksasi.
Namun pada orang dengan hipertermi malignan, mekanisme ini tidak terjadi
sehingga otot akan terus berkontraksi dan tubuh akan mengalami
hipermetabolisme. Akibatnya akan terjadi hipertermi malignan dan kerusakan
sistem saraf pusat.
Untuk menghindari mortalitas, maka segera diberikan oksigen 100%, natrium
dantrolen, natrium bikarbonat dan agen relaksan otot. lakukan juga monitoring
terhadap kondisi pasien meliputi tanda-tanda vital, EKG, elektrolit dan analisa gas
darah.

3. Tahap Post Operatif


22

Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif. Selama
periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada keadaan
equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian
yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan
cepat, aman dan nyaman. Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan
mencegah masalah yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan
yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang memperlama
perawatan di rumah sakit atau membayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan
keperawatan post operatif sama pentingnya dengan prosedur pembedahan itu sendiri.

1.1. Tahapan Keperawatan Post Operatif


1. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery room).
Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan atau unit perawatan pasca
anastesi (PACU: post anasthesia care unit) memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus.
Pertimbangan itu diantaranya adalah letak insisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan.
Letak insisi bedah harus selalu dipertimbangkan setiap kali pasien pasca operatif dipidahkan.
Banyak luka ditutup dengan tegangan yang cukup tinggi, dan setiap upaya dilakukan untuk
mencegah regangan sutura lebih lanjut. Selain itu pasien diposisikan sehingga ia tidak
berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang drainase. Hipotensi arteri yang
serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu posisi ke posisi lainnya. Seperti posisi
litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi lateral ke posisi terlentang. Bahkan
memindahkan pasien yang telah dianastesi ke brankard dapat menimbulkan masalah
gangguan vaskuler juga. Untuk itu pasien harus dipindahkan secara perlahan dan cermat.
Segera setelah pasien dipindahkan ke barankard atau tempat tidur, gaun pasin yang basah
(karena darah atau cairan lainnnya) harus segera diganti dengan gaun yang kering untuk
menghindari kontaminasi. Selama perjalanan transportasi tersebut pasien diselimuti dan
diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus dipasang untuk mencegah
terjadi resiko injury. Selain hal tersebut diatas untuk mempertahankan keamanan dan
kenyamanan pasien. Selang dan peralatan drainase harus ditangani dengan cermat agar dapat
berfungsi dengan optimal.

2. Perawatan Post Anastesi Di Ruang Pemulihan (Recovery Room).


23

Setelah selesai tindakan pembedahan, paseien harus dirawat sementara di ruang pulih
sadar (recovery room : RR) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi
dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal perawatan).
PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan untuk
mempermudah akses bagi pasien untuk (1) perawat yang disiapkan dalam merawat pasca
operatif (perawat anastesi) (2) ahli anastesi dan ahli bedah (3) alat monitoring dan peralatan
khusus penunjang lainnya.
Alat monitoring yang terdapat di ruang ini digunakan untuk memberikan penilaian
terhadap kondisi pasien. Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu pernafasan :
oksigen, laringoskop, set trakheostomi, peralatan bronkhial, kateter nasal, ventilator mekanik
dan peralatan suction. Selain itu di ruang ini juga harus terdapat alat yang digunakan untuk
memantau status hemodinamika dan alat-alat untuk mengatasi permasalahan hemodinamika,
seperti : apparatus tekanan darah, peralatan parenteral, plasma ekspander, set intravena, set
pembuka jahitan, defibrilator, kateter vena, torniquet. Bahan-bahan balutan bedah, narkotika
dan medikasi kegawatdaruratan, set kateterisasi dan peralatan drainase.
Selain alat-alat tersebut diatas, pasien post operasi juga harus ditempatkan pada
tempat tidur khusus yang nyaman dan aman serta memudahkan akses bagi pasien, seperti:
pemindahan darurat. Dan dilengkapi dengan kelengkapan yang digunakan untuk
mempermudah perawatan. Seperti tiang infus, side rail, tempat tidur beroda, dan rak
penyimpanan catatan medis dan perawatan. Pasien tetap berada dalam PACU sampai pulih
sepenuhnya dari pegaruh anastesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi pernafasan adekuat,
saturasi oksigen minimal 95% dan tingkat kesadaran yang baik.

Kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan pasien untuk


dikeluarkan dari PACU adalah:

1. Fungsi pulmonal yang tidak terganggu


2. Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat

3. Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah

4. Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang

5. Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam


24

6. Mual dan muntah dalam control

7. Nyeri minimal

3. Transportasi Pasien Ke Ruang Rawat


Transportasi pasien bertujuan untuk mentransfer pasien menuju ruang rawat dengan
mempertahankan kondisi tetap stabil. Jika anda dapat tugas mentransfer pasien, pastikan
score post anastesi 7 atau 8 yang menunjukkan kondisi pasien sudah cukup stabil. Waspadai
hal-hal berikut : henti nafas, vomitus, aspirasi selama transportasi.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat transportasi klien :
a. Perencanaan
Pemindahan klien merupakan prosedur yang dipersiapkan semuanya dari sumber
daya manusia sampai dengan peralatannya.
b. Sumber daya manusia (ketenagaan).
Bukan sembarang orang yang bisa melakukan prosedur ini. Orang yang boleh
melakukan proses transfer pasien adalah orang yang bisa menangani keadaan
kegawatdaruratan yang mungkin terjadi sselama transportasi. Perhatikan juga
perbandingan ukuran tubuh pasien dan perawat. Harus seimbang.
c. Eguipment (peralatan)
Peralatan yang dipersipkan untuk keadaan darurat, misal : tabung oksigen, sampai
selimut tambahan untuk mencegah hipotermi harus dipersiapkan dengan lengkap dan
dalam kondisi siap pakai.
d. Prosedur
Untuk beberapa pasien setelah operasi harus ke bagian radiologi dulu dan sebagainya.
Sehingga hendaknya sekali jalan saja. Prosedur-prosedur pemindahan pasien dan
posisioning pasien harus benar-benar diperhatikan demi keamanan dan kenyamanan
pasien.
e. Passage (jalur lintasan)
Hendaknya memilih jalan yang aman, nyaman dan yang paling singkat. Ekstra
waspada terhadap kejadian lift yang macet dan sebagainya.

4. Perawatan Di Ruang Rawat


Ketika pasien sudah mencapai bangsal, maka hal yang harus kita lakukan, yaitu:
25

a. Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang, dan
komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung monitor kondisinya. Pemerikasaan
ini merupakan pemmeriksaan pertama yang dilakukan di bangsal setelah post operasi.
b. Manajemen Luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami perdarahan
abnormal. Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Manajemen
luka meliputi perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan.
c. Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk
efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan
mengeluarkan sekret dan lendir.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali.
Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan untuk
memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
e. Discharge Planning
Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien dan
keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan
kondis/penyakitnya post operasi.

1.2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada saat pasca operasi:
a. Impaired gas exchange r.t residual effect of anasthesia
b. Ineffective airway clearance r.t increased secretion
c. Pain r.t surgical incision and positioning during surgery
d. Impaired skin integerity r.t surgical woud, drains abd wound infection
e. Potensial injury r.t effect of anasthesia, sedation and immobility
f. Fluid volume deficit r.t fuid loss during surgery
g. Altered patterns of urinary elimation (decreased) r.t anasthesia agent and
immobility
h. Activity intolerance r.t surgery and prolonged bed rest
i. Selfcare deficit r.t surgical wound, pain adn treatment regimen
j. Knowledge deficit r.t lack of information about treatment regimen
26

1.3. Intervensi Keperwatan


Secara umum intervensi keperawatan yang diberikan kepada pasien psot
operasi meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Memastikan fungsi pernafasan yang optimal
2. Meningkatkan ekspansi paru
3. Menghilangkan ketidaknyamanan pasca operatif : nyeri
4. Menghilangkan kegelisahan
5. menghilangkan mual dan muntah
6. Menghilangakn distensi abdomen
7. Menghilangkan cegukan
8. Mempertahankan suhu tubuh normal
9. Menghindari cedera
10. Mempertahankan status nutrisi yang normal
11. Meningkantkan fungsi urinarious yang normal
12. Meningkatkan eliminasi usus
13. Pengaturan posisi
14. Ambulasi
15. Latihan di tempat tidur
27

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien.
Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman
pembedahan, yaitu preoperative phase, intraoperative phase dan post operative phase.
Masing- masing fase di mulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu
pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah dan masing-masing
mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas yan dilakukan oleh perawat
dengan menggunakan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan. Disamping
perawat kegiatan perioperatif ini juga memerlukan dukungan dari tim kesehatan lain yang
berkompeten dalam perawatan pasien sehingga kepuasan pasien dapat tercapai sebagai suatu
bentuk pelayanan prima.
DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Christantie, 2002, Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah :


Preoperatif Nursing, Tidak dipublikasikan, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai