Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA TN.

R DENGAN CEDERA KEPALA


BERAT (CKB)DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT

RSUD CIAWI BOGOR

Di susun oleh:

Abdul Hapip

Listiana Afrianti

Muhammad Saepulloh

Nurul Hidayati

Putri Lustiani

Rio Kurniawan

Ririn Rindiyani

Siti Sumartinah

TINGKAT III

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BOGOR

2014
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat sehat
yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dengan judul “Asuhan keperawatan gawat darurat pada Tn R dengan cedera kepala berat
di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Ciawi”
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk menyelessaikan tugas mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat.
Akhir kata penulis mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat kesalahan atau kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
penulis. Untuk itu harapan penulis agar pembaca makalah ini dapat memberikan
bimbingan, kritik maupun saran yang sifatnya membangun.
Semoga Allah SWT selalu memberkati dan melimpahkan rahmat serta karunia-
Nya kepada Bapak/Ibu dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Bogor, Mei 2014

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Tarwoto (2007), Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari
fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstisial dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala (cedera kraniosecebral)
merupakan salah satu penyebab utama kecacatan dan kematian. Di RSUPN
Ciptomangunkusumo Jakarta tahun 1992, dari 1281 orang yang dirawat dengan kasus
cedera kepala, lebih dari 50% cedera kepala disebabkan karena kecelakaan lalulintas,
selebihnya disebabkan karena factor lain seperti, terjatuh, terpukul, kecelakaan industri
dll (Daniel, dalam Tarwoto 2007)
Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke
rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan
penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya, Maka dari itu, penulis tertarik untuk
mengambil kasus kelolaan kelompok dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. R
dengan Cedera Kepala Berat di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Ciawi”.
B. Rumusan Masalah
1. Seperti apa konsep dasar cedera kepala ?
2. Seperti apa konsep dasar asuhan keperawatan cedera kepala ?
3. Seperti apa asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera
kepala
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengatahui konsep dasar cedera kepala
b. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan cedera kepala
c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh kekuatan
eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan
kognitif, fungsi fisik, fungsi tingkah laku dan emosional ( Wahyu Widagdo, 2008 )
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstisial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Tarwoto, 2007)
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma tumpul maupun
trauma tajam. Deficit neurologist terjadi kat=rena robeknya substansi alba, iskemia dan
pegaruh masa karena hemoragik serta edema serebral disekitar jaringan otak. (Fransisca,
2008)
B. ETIOLOGI
Cedera kepala dapat disebabkan karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh,
kecelakaan industri, kecelakan olahraga, luka pada persalinan.
 

C. PATOFISIOLOGI
Adanya cedera kepala dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan struktur, misalnya
kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan , edema, dan gangguan
biokimia otak seperti penurunan adenosine tripospat dalam mitokondria, perubahan
permeabilitas vaskuler.

Patofisiologi cedera kepala dapat digolongkan menjadi dua proses yaitu cedera kepala
otak primer dan cedera kepala otak sekunder. Cedera kepala otak primer merupakan suatu proses
biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak
cedera jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera primer misalnya adanya
hipoksia, iskemia, perdarahan.
Perdarahan serebral menimbulkan hematom, misalnya pada epidural hematom yaitu
berkumpulnya darah antara lapisan periosteum tengkorak dengan durameter, subdural hematom
diakibatkan berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan subaranoid dan
intraserebral hematom adalah berkumpulnya darah pada jaringan serebral.

Kematian pada cedera kepala banyak disebabkan karena hipotensi gangguan pada
autoregulasi. Ketika terjadi gangguan autoregulasi akan menimbulkan hipoperfusi jaringan
serebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak, karena otak sangat sensitif terhadap oksigen
dan glukosa.

D. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum tanda dan gejala pada cedera kepala meliputi ada atau tidaknya fraktur
tengkorak, tingkat kesadaran dan kerusakan jaringan otak.

1. Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak dapat melukai pembuluh darah dan syaraf-syaraf otak, merobek
durameter yang mengakibatkan perebesan cairan serebrospenalis. Jika terjadi fraktur
tengkorak kemungkinan yang terjadi adalah :
a. Keluarnya cairan serebrospinalis atau cairan lain dari hidung dan telinga
b. Kerusakan syaraf cranial
c. Perdarahan dibelakang membrane tympani
d. Ekimosis pada periorbital

Jika terjadi frkatur basiler, kemungkinan adanya gangguan pada syaraf cranial dan
kerusakan bagian dalam telinga. Sehingga kemungkinan tanda dan gejalanya :
ppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp
Perubahan tajam pengelihatan karena kerusakan nerveus optikus
qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
Kehilangan pendengaran karena kerusakan pada nerveus auditorius
rrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr
Dilatasi pupil dan hilangnya kemampuan pergerakan beberapa otot mata karena
kerusakan nerveus okulomotorius
sssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssss
Paresisi wajah karena kerusakan nerveus fasialis
ttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttt
Vertigo karena kerusakan otot dalam telinga bagian dalam otolith dalam telinga
bagian dalam
uuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
Nistagmus karena kerusakan pada sistem vestigular
vvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvv
Warna kebiruan dibelakang telinga diatas mastoid
2. Kesadaran
Tingkat kesadaran pasien tergantung dari uberat ringannya cedera kepala, ada
atau tidaknya amnesia retrograt, mual dan muntah
3. Kerusakan jaringan otak
Manifestasi klinik kerusakan jaringan otak bervariasi tergantung dari cedera
kepala. Untuk melihat adanya kerusakan cedera kepala perlu dilakukan pemeriksaan CT-
Scan atau MRI

E. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan kerusakan jaringan otak
a. Komusio serebri (Geger Otak) : Gangguan fungsi neurologik ringan tanpa adanya
kerusakan struktur otak, terjadi hilangnya kesadaran kurang dari 10 menit atau
tanpa disertai amnesia retrograde, mual, muntah, nteri kepala.
b. kontusia serebri (memar) : Gangguan fungsi neurologik disertai kerusakan
jaringan otak tetapi kontinuitas otak masih utuh, hilangnya kesadaran lebih dari
10 menit
c. Laserasio serebri : gangguan fungsi neurologik disertai kerusakan otak yang berat
dengan fraktur tengkorak terbuka. Masa otak terkelupas ke luar dari rongga
intracranial.
2. Berdasarkan berat ringannya cedera kepala
a. cedera kepala ringan : Jika GCS antara 13-15 dapat terjadi kehilangan kesadaran
kurang dari 30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematom.
b. cedera kepala sedang : jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30
menit sampai 24 jam, dapat disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan
c. cedera kepala berat : jika GCS antara antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24
jam, biasanya disertai kontusio, laserasi atau adanya hematom, edema serebral
F. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan umum :
a. Monitor respirasi : bebaskan jalan napas, monitor keadaan ventilasi, periksa
AGD, berikan oksigen jika perlu
b. Monitor tekana intracranial
c. Atasi syok bila ada
d. Kontrol tanda vital
e. Keseimbangan cairan dan elektrolit

2. Operasi
Dilakukan untuk mengeluarkan darah pada intraserebral, debridemen luka,
kranioplasti, prosedur shunting pada hidrosepalus, kraniotomi.

3. Pengobatan
a. iuretik : untuk mengurangi edema serebral misalnya manitol 20%, furosemid
b. Antikonvulsan : untuk mengehentikan kejang misalnya dengan dilantin, tegretol,
valium
c. Kortikosteroid : untuk menghambat pembentukan edema misalnya dengan
dexametason
d. Antagonis histamin : mencegah terjadinya iritasi lambung karena hipersekresi
akibat efek trauma kepala misalnya dengan cemetidin, ranitidine
e. Antibiotik jika terjadi luka yang besar
G. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku, No. RM, alamat, Diagnosa medis, tanggal masuk,
tanggal pengkajian dan penanggung jawab.

b. Keluhan utama : adalah keluhan yang dirasakan klien sehingga ia perlu meminta
pertolongan atau keluhan yang paling klien rasakan saat ini, misal pusing/nyeri.

c. Riwayat kesehatan sekarang.


Menanyakan tentang perjalanan penyakit, misal apa penyebabnya, kapan
terjadinya, bagaimana kejadiannya, sadar atau tidak pada saat kejadian, bila
pingsan berapa lama waktunya, apakah ada mual, muntah, pusing, nyeri, apakah
ada perdarahan di kepala, hidung, dan telinga, lihat apakah ada perubahan pola
napas, adakah luka terbuka atau tertutup dan lokasinya, nilai GCSnya, adakah
fraktur tulang, periksa tanda-tanda vital terutama tekanan darah. Tanyakan apa
yang sudah dilakukan dalam pertolongan pertamanya, siapa yang menolongnya,
dan obat apa yang sudah diberikan.

d. Riwayat kesehatan terdahulu


Menanyakan tentang penyakit terdahulu yang pernah dialami oleh klien, terutama
yang berhubungan dengan penyakitnya sekarang ini, misalnya apakah pernah
menga lami trauma seperti sekarang ini, bila ya ; kapan waktunya/sudah berapa
lama, sebera pa berat sakitnya, dirawat inap atau rawat jalan.

e. Riwayat kesehatan keluarga.


Menanyakan tentang kesehatan anggota keluarga klien, seperti adakah yang
mempunyai penyakit menular, penyakit keturunan, dan penyakit seperti yang
dialami oleh klien saat ini. Bila ada anggota keluarga yang meningga tanyakan
penyebabnya kematiannya. Buatlah genogram dalam 3 generasi.
f. Pemeriksaan fisik
1). Tanda-tanda vital : meliputi kesadaran, tekanan dara, nadi, pernapasan, suhu,
berat badan, dan tinggi badan.
2). Kepala : adakah benjolan atau edema, luka/bekas luka, kesimetrisan
tengkorak, dan bentuk kepala.
3). Mata : perhatikan ada/tidak edema/hematom pada palpebra, konjungtiva
anemis/tidak, skelera apakah ada ikterik/tidak, ada iritasi atau
perdarahan/tidak, pupil isokor/anisokor, reflek pupil pada cahaya, pergerakan
bola mata simetris/asimetris, distribusi alis mata, hitung frekuensi mengedip.
Periksa visus/ketajaman penglihatan.
4). Rongga hidung :
Periksa septum hidung di tengah atau tidak, ada benda, asing, secret hidung,
jernih/purulent, perdarahan, peradangan mukosa, polip. Periksa juga concha
nasalis media dan inferior.
5). Telinga (daun telinga, liang telinga, dan membrane tympani):
Canalis bersih/tidak, adakah serumen atau nanah. Membran tympani
memantul kan cahaya politzer pada penyinaran lampu senter, adakah perforasi
membrane tympani.
Fungsi pendengaran ; test Rinne, Weber, dan Schwabach.

6). Hygiene rongga mulut, gigi-geligi, tonsil dan pharyng.


Bau mulut, radang mukosa (stomatitis), aphtae (sariawan). Bentuk
labio/palato/ gnato schizis. Gigi-geligi ; adanya makanan, karang gigi, sisa
akar gigi yang tanggal, perdarahan, benda asing (gigi palsu), gusi ada radang
atau tidak.
Tonsil ; posisi tonsil, ada peradangan atau tidak.
Pharyng ; dinding belakang oroparing apakah ada peradangan/tidak.

7). Leher :
Apakah ada pembesaran kelenjar getah bening. Kelenjar tyroid lihat bentuk
dan besarnya, adakah bunyi bruit tyroid. Ukur JVP ada tekanan/tidak, posisi
trakea deviasi atau ditengah.

8). Thoraks dan fungsi pernapasan.


Amati bentuk thoraks, apakah biasa/normal, ataukah ada kelainan bentuk.
Adakah benjolan/masa, vokal fremitus, kesimetrisan, adakah lesi/bekas luka,
pada perkusi bunyi sonor/redup. Pada auskultasi adakah stridor inspirasi/
ekspirasi, hitung frekuensi pernapasan, adakah cyanosis pada bibir hidung,
pernapasan cuping hidung.

9). Jantung
(a). Inspeksi : mencari ictus cordis, normalnya berada di ICS 5 pada linea
medio clavikularis kiri selebar 1 cm.
(b).Palpasi : raba ictus cordis, dirasakan kekuatan pukulan vntrikel kiri.
Hitung frekuensi jantung/ Heart rate.
(c). Perkusi : tentukan batas-batas jantung, terdengar pekak, adakah
pembesaran jantung.
(d).Auskultasi : dengarkan bunyi jantung pada empat katup dari BJ I – BJ IV
adakah suara bising jantung/murmur, iramanya, frekuensinya .

10). Abdomen .
(a). Inspeksi : lihat bentuk perut datar/membuncit/membusung, umbilus
menonjol atau tidak, amati bendungan pembuluh vena, adakah
benjolan/masa.
(b).Auskultasi : dengarkan suara peristaltic usus, normalnya 5 – 35 X/menit.
(c). Palpasi : tanyakan pakah ada perut yang sakit tanpa sentuhan, bila ada
bagian sakit tersebut diperiksa terakhir, adakah benjolan/masa, adakah
pembesaran hepar, limpa/lien, palpasi titik Mc Burney.
(d).Perkusi : suara apakah tympani/pekak diperkusi pada ke 4 kwadran.
11). Lengan dan tungkai
 Pemeriksaan edema ada atau tidak.
 Menilai rentang gerak (ROM). Diperiksa kesimetrisan lengan dan tungkai
panjang dan besarnya antara kiri dan kanan.
 Uji kekuatan otot ; periksa tonus otot, trofi otot bandingkan kiri dan kanan.
 Menilai reflek-reflek fisiologik ; diperiksa reflek tendon biceps, triceps,lutut ,
achiles.
 Mencari reflek patologik babinski.
 Mencari tanda-tanda khusus seperti, clumbing of the finger (ujung-ujung jari
seperti ujung tongkak gendering.

12). Kulit : periksa turgor kulit, warna kulit, tekstur kulit, lesi, kering/lembab,
periksa tanda-tanda dehidrasi.

13). Pemeriksaan genitalia dan payudara (untuk wanita).

14). Uji saraf cranial.


(a). N. I / N. Olfactorius – penghiduan ; diperiksa dengan bau-bau, wangi-wangi
an dan pasien menyebutkan dengan mata tertutup.
(b).N II/ N. Optikus : periksa ketajaman penglihatan/visus dengan mengguna kan
optotype snellen atau jari dengan jarak 6 meter dari pasien.
(c). N. III / N. oculomotorius.
(d).N. IV / N. Trochlearis.
(e). N. VI / N. abduscens.
i. Diperiksa bersama dengan menilai kemampuan pergerakan bola mata ke
segala arah, diameter pupil, reflek cahaya dan reflek akomodasi.
ii. N. VI ; paling sensitive terhadap kenaikan TIK, ia akan mengalami
ganggu an paling awal, bola mata tidak melirik ke lateral.

(f). N. V / N. Trigeminus ; berfungsi sensorik dan motorik.


i. Sensorik : diperiksa pada permukaan kulit wajah bagian dahi, pipi, dan
rahang bawah dengan goresan kapas dan mata klien tertutup.

ii. Motorik : diperiksa kemampuan menggitnya ; rabalah kedua tonus


muskulus masseter saat menggit.

(g). N. VII / N. Fasialis :


i. Fungsi motorik ; diperiksa kemampuan mengangkat alis, mengerutkan
dahi, mencucurkan bibir, tersenyum, meringis (memperlihatkan gigi-gigi
depan), bersiul, dan menggembungkan pipi.

ii. Fungsi sensorik ; diperiksa rasa pengecapan pada permukaan lidah yang
dijulurkan ( gula, garam, asam).

(h).N. VIII / N.Vestibulo acusticus.


i. Fungsi keseimbangan dengan test Romberg ; klien berdiri tegak dengan
mata tertutup, bila klien terhuyung-huyung dan jatuh berarti alat
keseimbangan tidak baik, disebut test Romberg positif.

ii. Fungsi pendengaran dengan test Rinne, test Schwabach, dan test Weber

(i). N. IX / N. Glosopharyngeus dan N X / N. Vagus.


i. Diperiksa letak uvula di tengah atau deviasi dan kemampuan menelan
klien.

(j). N. XI / N. Accesoris ; diperiksa dengan kemampuan mengangkat bahu kiri


dan kanan ( kontraksi M. Trapezeus) dan gerakan kepala.
(k).N. XII / N. Hypoglossus ; diperiksa dengan kemampuan menjulurkan lidah
dengan posisi lurus, gerakan lidah dengan mendorong pipi kiri dan kanan dari
arah dalam.
g. Pemeriksaan penunjang.
1). Foto kranium AP/Lat : untuk melihat apakah fraktur tulang tengkorak,
perdarahan, edema, dan peningkatan TIK.
2). CT Scan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kerusakan alairan darah
otak sekunder edema serebri, hematom.
b. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan kerusakan neuromuscular,
control mekanisme ventilasi, komplikasi pada paru-paru.
c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan terapi diuretic, pembatasan
cairan.
d. Resiko injuri berhubungan dengan kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan
fungsi motorik, kejang.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan neuromuskuler, terapi
bedrest, immobilisasi.

3. Rencana Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kerusakan alairan darah
otak sekunder edema serebri, hematom.
1). Data pendukung :
a). Penurunan kesadaran
b). Perubahan tanda vital
c). Perubahan pola nafas, bradikardi
d). Nyeri kepala
e). Mual dan muntah
f). Kelemahan motorik
g). Kerusakan pada nervus cranial III, IV, VI, VII, VIII
h). Refleks fatologis
i). Perubahan nilai AGD
j). Hasilmpemeriksaan CT Scan adanya edema serebri, hematom.
k). Pandangan kabur.
2). Kriteria Hasil:
a). Tingkat kesadaran komposmentis: orientasi orang, tempat dan memori
baik.
b). Tekanan ferfusi serebral > 60 mmHg, tekanan intracranial < 15 mmHg
c). Fungsi sensori utuh atau normal.

Rencana tindakan Rasional

1. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS.  Tingkat kesadaran merupakan indikator


terbaik adanya perubahan neurologi.
2. Kaji pupil, ukuran, respon terhadap  Mengetahui fungsi N.II dan III.
cahaya, gerakan mata
3. Kaji reflek kornea dan reflek gag.  Menurunnya refleks kornea dan refleks
gag, indikasi kerusaka pada batang otak.
4. Evaluasi keadaan motorik dan sensori  Gangguan motorik dan sensori dapat
pasien. terjadi akibat edema otak.
5. Monitor tanda vital setiap 1 jam.  Adanya perubahan tanda vital seperti
respirasi menunjukkan kerusakan pada

6. Observasi adanya edema periorbita, batang otak.

ekomosis diatas  Indikasi adanya fraktur basilar.

osteomastoid,rhinorrea, otorrea.
7. Pertahankan kepala, tempat tidur 30-
45 derajat dengan posisi leher tidak  Memfasilitasi drainasi vena dari otak.
menekuk.
8. Anjurkan pasien unyuk tidak
menekuk lututnya / fleksi, batuk,
bersin, feses yang keras.  Dapat meningkatkan tekanan intracranial.
9. Pertahankan suhu normal.

 Suhu tubuh yang meningkat akan


10. Monitor kejang dan berikan obat meningkatkan aliran darah ke otak
kejang. sehingga meningkatkan TIK.
 Kejang dapat terjadi akibat iritasi serebral
11. Lakukan aktivitas keperawatan dan keadaan kejang memerlukan banyak
aktivitas pasien seminimal mungkin. oksigen.
12. Pertahankan kepatenan jalan nafas,  Meminimalkan stimulus sehingga
suction jika perlu, berikan oksigen menurunkan TIK.
100% sebelum suction dan suction  Mempertahankan adekuatnya oksigen,
tidak lebih dari 15 detik. suction dapat meningkatkan TIK.
13. Monitor AGD, PaCO2 antara 35-45
mmHg dan PaO2 >80 mmHg.

 Karbondioksida menimbulkan
vasodilatasi, adekuatnya oksigen sangat
14. Berikan obat sesuai program dan
penting dalam mempertahankan
monitor efek samping.
metabolisme otak.
 Mencegah komplikasi lebih dini.

b. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan kerusakan neuromuscular,


control mekanisme ventilasi, komplikasi pada paru-paru.
1). Data pendukung :
a). Pasien mengeluh sesak napas atau kesulitan bernafas.
b). Frekuensi pernafasan lebih dari 20x permenit.
c). Pola nafas tidak teratur.
d). Adanya cuping hidung.
e). Kelemahan otot-otot pernafasan.
f). Perubahan nilai AGD.

2). Kriteria hasil :


a). Pasien dapat menunjukkan pola nafas yang efektif : frekuensi < 20x
permenit, irama dan keadaaan normal.
b). Fungsi paru-paru normal : Tidal volume > 7-10 ml/kg, vital capasiti > 12-
15 ml/kg.

Rencana tindakkan Rasional

1. Kaji frkuensi nafas, kedalaman,  Pernafasan yang tidak teratur seperti


irama setiap 1-2 jam. apnea, pernafasan cepat atau lambat
kemungkinan adanya gangguan pada
pusat pernafasan pada otak.
2. Auskultasi bunyi nafas setiap 1-2  Salah satu komplikasi cedera kepala
jam. adalah adanya gangguan pada paru-
paru.
3. Pertahankan kebersihan jalan napas,  Mempertahankan adekuatnya suplay
suction jika perlu, berikan oksigen oksigen ke otak.
sebelum suction.
4. Berikan posisi semi fowler.  Memaksimalkan ekspansi paru.

5. Monitor AGD.  Mempertahankan kadar PaO2 dan


PaCO2 dalam batas normal.

6. Berikan oksigen sesuai program.  Meningkatkan suplay ke otak.

c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan terapi diuretic, pembatasan


cairan.
1). Data Pendukung :
a). Adanya pembatasan cairan.
b). Penggunaa obat-obat dieuretik.
c). Tertdapat tanada-tanda kurang cairan : Haus, turgor kulit kurang, mata
cekung, kulit kering, mukosa mulut kering.
d). Ht meningkat.
e). Urine lebih pekat, Bj urine meningkat dan produksi berkurang.
f). Tekanan darah dibawah batas normal, nadi meningkat.
g). Intake dan output cairan tidak seimbang.
h). Penurunan BB.

2). Kriteria Hasil :


a). Pasien dapat mempertahankan fungsi hemodinamik : tekanan darah
systole dalam batas normal, denyut jantung teratur.
b). Terjadi keseimbangan cairan dan elektrolit : Berat badab stabil, intake dan
output cairan seimbang, tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi.

Rencana tindakkan Rasional

1. Monitor intake dan output cairan.  Menngetahui keseimbangan cairan,


penanganan lebih dini. Jika output urine
< 30 ml/jam, Bj urine > 1. 025 indikasi
kekurangan cairan.
 Hematokrit yang meningkat berarti
cairan lebih pekat.
2. Monitor hasil laboratorium, elektrolit,
 Indikator kekurangan cairan.
hematokrit.
3. Monitor tanda-tanda dehidrasi : banyak
minum, kulit kering, turgor kulit kurang,
kelemahan, berta badan yang menurun.
4. Berikan cairan peengganti melalui oral
atau parenteral.  Mengganti cairan yang hilang.
d. Resiko injuri berhubungan dengan kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan
fungsi motorik, kejang.
1). Data pendukung :
a). Kerusakan persepsi, orientasi kurang.
b). Kesadaran menurun.
c). Gangguan fungsi motorik.
d). Kejang.

Rencana tindakkan Rasional

1. Sediakan alat-alat untuk penanganan  Aktivitas kejang dapat menimbulkan


kejang, misalnya obat-obatan, suction. injur/cedera.
2. Jaga kenyamanan lingkungan, tidak
berisik.  Banyak stimulus meningkatkan rasa
3. Tempatkan barang-barang berbahaya frustasi pasien.
tidak dekat dengan pasien seperti kaca,  Menghindari trauma akibat benda-
gelas, larutan antiseptik. benda di sekelilingnya.
4. Gunakan tempat tidur dengan
penghalang dan roda tempat tidur  Mencegah terjadinya trauma.
dalam keadaaan terkunci.
5. Jangan tinggalkan pasien sendirian
dalam keadaan kejang.  Penanganan lebih cepat dan mencegah
terjadinya trauma.

e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan neuromuskuler, terapi


bedrest, immobilisasi.
1). Data pendukung :
a). Paresis/ plegia.
b). Pasien bedrest.
c). Kontraktur.
d). Atropi.
e). Kekeuatan otot kurang normal.
f). Ketidakmampuan melakukan ADL.

2). Kriteria hasil :


a). Mempertahankan pergeraan sendi secara maksimal.
b). Terbebas dari kontraktur, atropi.
c). Integritas kulit utuh.
d). Kekuatan otot maksimal.

Rencana tindakkan Rasional

1. Kaji kembali kemampuan dan keadaan  Mengidentifikasi masalah uama


secara fungsional pada kerusakan yang terjadinya gangguan mobilitas fisik.
terjadi.
2. Monitor fungsi motorik dan sensorik  Menentukan kemampuan mobilisasi.
setiap hari.
3. Lakukan latihan ROM secara pasif  Mencegah terjadinya kontraktur.
setiap 4 jam.
4. Ganti posisi setiap 2 jam sekali.
 Penekanan yang terus –menerus
menimbulkan iritasi dn dekubitus.
5. Gunakan bed board, food board.
6. Koordinasikan aktivitas dengan ahli  Mencegah kontraktur.

fisioterapi.  Kolaborasi penanganan fisioterapi.

7. Observasi keadaan kulit seperti adanya


kemerahan, lecet pada saat merubah  Mencegah secara dini terjadinya
posisi atau memandikan. dekubitus.
8. Lakukan pemijatan / masage pada
bagian tulang yang menonjol seperti  Mencegah terjadinya dekubitus.
pada koksigis, skapula, tumit, siku.
BAB III
TINJAUAN KASUS

I. Pengkajian
A. Primer
1. Persiapan
a. APD
b. Kesadaran klien soporocoma
c. Terdapat tanda-tanda cedera cervical di tandai dengan adanya jejas di
wajah dan dada
d. Memasang colar neck karena tampak adanya tanda-tanda cedera cervical

2. Airway
a. Tidak tampak adanya sumbatan jalan napas
b. Tidak tampak sekret di rongga mulut
c. Dapat di rasakan pernafasan dari hidung saat inspirasi dan ekspirasi
d. Tidak terdengar suara napas seperti gargling, snoring dan stridor

3. Breathing
a. Tampak frekuensi napas 22 kali per menit (Tachypnea)
b. Tidak tampak menggunakan otot bantu saat respirasi
c. Tampak pola napas teratur
d. Suara napas terdengar wheezing di seluruh lapang paru
e. Tampak adanya jejas di dada

4. Circulation
a. Tekanan darah 120/80 mmHg
b. Heart rate 96 kali per menit
c. Teraba nadi kapiler
d. Kesadaran soporocoma

23
e. Akral teraba dingin
f. Tampak adanya perdarahan di kaki sebelah kanan

5. Disabillity
a. Penilaian GCS berjumlah 7 dengan penjelasan:
1) Respon motoric 4 yaitu saat klien diberi rangsang nyeri klien fleksi
menjauh
2) Respon verbal 2 yaitu klien bisa bersuara tetapi tidak jelas apa
artinya
3) Respon Eye 1 yaitu klien tidak membuka mata walaupun diberikan
rangsang nyeri
b. Saat kedua mata disinari cahaya, pupil kedua mata mengecil, dan saat
cahaya di jauhkan dari mata, pupil membasar dengan diameter 3 mm.

6. Exposure dan Environment Control


a. Turgor kulit tampak cepat kembali seperti semula setelah di cubit/di
angkat
b. Terdapat cedera pada kepala dan fraktur terbuka tibia fibula dekstra

B. Sekunder
1. Identitas
a. Nama : Tn. R
b. Umur : 16 Tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Kp. Indah Sari
e. Agama : Islam
f. Pekerjaan : Belum bekerja
g. Status Perkawinan : Belum Menikah
h. No. RM : 470099
i. Diagnosa Medis : Cedera Kepala Berat
j. Tanggal Masuk : 17 Mei 2014 jam 01:21

24
k. Tanggal Pengkajian : 17 Mei 2014 Jam 01:25

2. Keluhan Utama

Saat di kaji saksi mata mengatakan, klien tabrakan dan tidak sadar

3. Riwayat Kesehatan sekarang (kronologis kejadian)

Berdasarkan hasil pengkajian dari saksi mata, saksi mengatakan bahwa


saksi adalah teman dari korban (Tn. H) yang menabrak Tn. R. Saksi
mengatakan sedang di bonceng Tn. H menggunakan motor untuk membeli
gorengan, Tn. H mengendarai motor dengan kecepatan yang tinggi, Tn. R
yang sedang mengendari motor akan nyebrang jalan dan Tn. R tertabrak
lalu jatuh dari motor dan kepala membentur aspal. Kejadian terjadi sekitar
jam 01.00. Lalu Tn. R dan korban lain di bawa ke IGD RSUD ciawi dan
tiba sekitar pukul 01.21.

Pada saat tiba di IGD klien (Tn. R) sudah tidak sadar dan terdapat luka
terbuka pada tibia fibula sebelah kanan. Terdapat memar di kepala, wajah,
dada, tangan sebelah kanan dan kaki sebelah kiri. Terdapat resiko fraktur
servikal.

4. Riwayat Kesehatan Dahulu

Berdasarkan keterangan keluarga klien, klien sebelumnya tidak pernah


mengalami kejadian seperti sekarang dan klien tidak memiliki penyakit
kronis.

5. Riwayat Kesehatan keluarga

Berdasarkan keterangan keluarga klien, di dalam keluarga tidak memiliki


penyakit keturunan seperti asma, darah tinggi, diabetes.

6. Pemeriksaan fisik

25
a. Tingkat kesadaran
1) Kualitatif : Soporo Coma
2) Kuantitatif :
a) Respon Motorik : 4
b) Respon Verbal : 2
c) Respon Membuka Mata : _1__+

b. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan darah : 120/80 mmHg
2) Suhu : 36,50C
3) Nadi : 96 kali permenit
4) Respirasi : 22 kali permenit

C. Pemeriksaan fisik

1) Kepala

Bentuk kepala oval, simetris antara kanan dan kiri. Terdapat memar
di wajah, dan luka di dahi sebelah kanan. Rambut tampak berwarna
hitam dan terdapat darah di rambut, kulit kepala terdapat darah
kering.

2) Mata

Konjungtiva tampak berwarna putih (pucat), seklera tampak berwarna


putih, pupil kanan dan kiri isokor dengan diameter 3 mm. tampak
bengkak memar pada mata sebelah kiri

3) Hidung

Mukosa hidung tampak lembab dan tidak mengeluarkan darah,


tampak terpasang nasal kanul pada hidung 4 liter

4) Mulut

26
Mukosa bibir tampak kering, lidah tampak sedikit kotor, tampak
terdapat luka dan darah kering di bibir.

5) Thorak

Bentuk dada tampak simetris sebelah kiri dan kanan, tampak jejas di
dada atas, respirasi 22 kali per menit, pola napas tampak teratur,
terdengar suara napas wheezing diseluruh lapang paru, nafas cuping
hidung tanpa otot bantu.

6) Jantung

Terdengar bunyi jantung pekak, terdengar suara jantung S1 dan S2 dan


tidak ada bunyi tambahan. Heart rate 96 kali per menit.

7) Abdomen

Perut tampak datar, umbilicus tampak tidak menonjol, tidak tampak


jejas dan lesi, terdengar suara bising usus 12 kali per menit, terdengar
tympani saat diperkusi.

8) Ekstremitas

Ekstremitas atas kiri tidak terdapat luka dan di pasang infus RL 20


tetes per menit, ekstremitas kanan atas terdapat luka dan memar-
memar. Ekstremitas bawah kanan terdapat patah/fraktur di tibia fibula.
Ekstremitas bawah kiri terdapat luka-luka.

D. Uji Saraf Kranial

1. Nervus I/ N. Olfactorius – penghiduan: klien tidak dapat diperiksa


karena dalam keadaan soporocoma
2. Nervus II/ N. Optikus: klien tidak dapat diperiksa karena dalam
keadaan soporocoma
3. Nervus III / N. oculomotorius: klien tidak dapat diperiksa karena
dalam keadaan soporocoma

27
4. N. IV / N. Trochlearis: klien tidak dapat diperiksa karena dalam
keadaan soporocoma
5. N. VI / N. abduscens: Klien tidak mampu menggerakkan bola mata,
diameter pupil 3 mm. tidak ada reflek cahaya.
6. N. V / N. Trigeminus:
a. Sensorik: tidak ada respon sensorik saat di goresi kapas pada
permukaan kulit wajah bagian dahi, pipi, dan rahang bawah
dengan goresan kapas dan mata klien tertutup.
b. Motorik: tidak ada respon motorik di tandai dengan tidak mampu
menggigit
7. N. VI / N. Abdusen: bola mata tidak melirik ke lateral.
8. N. VII / N. Fasialis:
a. Fungsi motoric: Klien tidak dapat diperiksa kemampuan
mengangkat alis, mengerutkan dahi, mencucurkan bibir,
tersenyum, meringis (memperlihatkan gigi-gigi depan), bersiul,
dan menggembungkan pipi karena dalam keadaan spoorcoma
b. Fungsi sensorik: klien tidak dapat diperiksa rasa pengecapan
9. N. VIII / N.Vestibulo acusticus: Tidak dapat di periksa fungsi
keseimbangan dan fungsi pendengaran dengan test Rinne, test
Schwabach, dan test Weber
10. N. IX / N. Glosopharyngeus dan N X / N. Vagus.
Tidak dapat diperiksa
11. N. XI / N. Accesoris
Tidak dapat diperiksa.
12. N. XII / N. Hypoglossus
Tidak dapat diperiksa.

E. Data Penunjang

1. Labolatorium (Tanggal 17 Mei 2014)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi

28
Darah rutin

Hemoglobin 14,3 13.0-16.0 g/dl

Hematokrit 43 40-54 %

Leukosit 18900* 4000-10000/ul

Trombosit 247000 15.0000-450000/ul

Clotting Time 11’30” 6-11 menit

Bleeding Time 2’10” 1-6 menit

Gol. Darah B A/B/AB/0

Rhesus +/POS* Positif

Kimia

SGOT 38* 0-37 U/L

SGPT 23 0-40 U/L

Ureum 20.2 10.0-50.0 mg/dL

Creatinin 0.92 0.60 – 1.30 mg/dL

Elektrolit

Natrium 124* 135-145 mEq/L

Kalium 3.8 3.5-5.3 mEq/L

Chlorida 108* 95-106 mg/dL

Glukosa Sewaktu 213* 80-120 mg/dL

2. CT SCAN

CT Scan Kepala irisan axial tanpa kontras.

29
- Tampak lesi hyperdens abnormal berdensitas darah didaerah
frontotemporaparietal kiri bentuk crescent setebal 0,9 Cm yang mendorong
ventrikel lateralis kekanan

- Sulci dan gyri normal

- Defferensiasi white and gray matter baik

- Tampak deviasi midline structure sejauh 0,8 cm

- Pons dan cerebellum baik

- Tulang-tulang baik

- Sinus paranasalis dan mastoid kanan dan kiri baik

Kesimpulan : Subdural hemorrhage di daerah fron otemporoparietal (kiri)


yang menyebabkan deviasi midline sejauh 0,8 cm

Foto Cervical AP / Lateral :

- Alignment baik, trabeculasi tulang normal

- Curve melurus

- Pedicle dan spatium intervertebralis normal

- Tak tampak garis fraktur

Kesimpulan : Paracervical Muscle spasme

Foto Cruris dextra AP/Lateral :

- Celah dan permukaan sendi normal

- Tampak fraktur multiple disertai angulasi pada 1/3 tengah tibia fibula

- Tampak soft tissue swelling di daerah lesi

Kesan : Fraktur Multiple disertai angulasi pada 1/3 tengah tibia fibula

F. Terapi

30
1) Obat parenteral diberikan melaluii IV

a) RL 20 tetes per menit

b) Ranitidin

c) Citikolin

d) Ketorolac

e) Ondansentron

f) Ceftriaxon

31
II. ANALISA DATA

No. Data Senjang Etiologi Masalah


1. DS: Saksi mengatakan klien Trauma Perubahan perfusi
tidak sadar jaringan serebral
Trauma Kapitis berhubungan dengan
DO: peningkatan
- Tekanan darah intracranial
Perdarahan kecil
120/80 mmHg
jaringan otak
- Heart rate 96 kali per
menit
- Teraba nadi kapiler
Edema Jaringan otak
- Kesadaran
soporocoma
Peningkatan Tekanan
- GCS = 7
Intrakranial
- Akral teraba dingin
- Tampak adanya
Perubahan Perfusi
perdarahan di kaki
Jarinagn Cerebral
sebelah kanan

2 DS :- Trauma Resiko injuri


berhubungan dengan

DO : Trauma Kapitis penurunan kesadaran

- Tingkat kesadaran
soporocoma
Perdarahan kecil
- Klien tampak gelisah
- Tampak kaki sebelah jaringan otak
kanan patah

Edema Jaringan otak

32
Peningkatan Tekanan
Intrakranial

Perubahan Perfusi
Jarinagn Cerebral

Supali O2 ke jaringan
serebral berkurang
(iskemik)

Defisit neurologis
Motorik-sensori

Resiko injury

33
III. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1 Perubahan perfusi jaringan Klien tidak Setelah dilakukan 1. pantau/catat status 1. Mengkaji adanya
serebral berhubungan menunjukan intervensi, diharapkan neorologis secara kecenderungan pada tingkat
dengan peningkatan peningkatan klien mampu : teratur dan kesadaran dan pontensial
intracranial tekanan 1.kien akan mengatakan bandingkan dengan peningkatan TIK dan
Ditandai dengan: intrakranial tidak sakit kepala dan nilai standar bermanfaat dalam menentukan
- Tekanan darah merasa nyaman lokasi, perluasan dan
120/80 mmHg 2. mencegah cedera perkembangan dan kerusakan
- Heart rate 96 kali 3. GCS batas normal SSP
per menit 4. pupil membaik 2. Pantau Tekanan darah 2. Normalnya , auto regulasi
- Teraba nadi kapiler mempertahankan aliran darah
- Kesadaran otot yang konstan saat ada
soporocoma 3. Evaluasi Keadaan fluktuasi tekanan darah systemic
- GCS = 7 pupil, catat ukuran, 3. reaksi pupil diatur oleh saraf
- Akral teraba dingin ketajaman, kesamaan cranial okulomotor dan berguna
- Tampak adanya antara kiri dan kanan untuk menetukan apakah batang
perdarahan di kaki dan reaksinya otak masih baik.
sebelah kanan terhadap cahaya

4. Gangguan penglihatan, yang


4. Kaji perubahan pada 5. dapat di akibatkan oleh
penglihatan, seperti kerusakan mikroskopik pada
adanya penglihatan otak, mempunyai konsekuensi
yang kabur, ganda, terhadap keamanan dan juga

34
lapang pandang akan mempengaruhi pilihan
menyempit dan intervensi
kedalaman persepsi.

5. catat ada/ tidaknya


6. Penurunan refleks menandakan
refleks-refleks seperti
adanya kerusakan pada tingkat
refleks menelan,
otak tengah atau batang otak
batuk, babinski dan
yang sangat berpengaruh
sebagainya.
langsung terhadap keamanan
6. Pantau suhu dan atur
pasien.
suhu lingkungan
7. Demam dapat mencerminkan
sesuai indikasi
kerusakan pada hipotalamus.
7. Pantau pemasukan
peningkatan kebutuhan
dan pemgeluaran
metabolisme dan konsumsi
cairan, catat turgor
oksigen terjadi (terutama saat
kulit dan keadaan
demam dan menggigil) yang
membran mukosa
selanjutnya dapat menyebabkan
peningkatan TIK.
8. Bermanfaat sebagai indicator
dari cairan total tubuh yang
Kolaborasi
terintegrasi dengan perfusi
8. tinggikan kepala
jaringan. iskemia/trauma
pasien 15-45 derajat
serebral dapat mengakibatkan
sesuai indikasi
diabetes insipidus atau SIADH.
9. berikan tambahan

35
oksigen sesuai
indikasi 9. Meningkatkan aliran balik vena
10. Batasi cairan sesuai dari kepala, sehingga akan
indikasi. Berikan mengurangi kongesti, dan
cairan melalui IV edema atau resiko terjadinya
dengan alat kontrol peningkatan TIK.
10. Menurunkan hipoksemia, yang
mana dapat meningkatkan
vasodilatasi dan volume darah
cerebral yang meningkatkan
TIK
11. Pembatasan cairan mungkin
diperlukan untuk menurunkan
edema cerebral; meminimalkan
fluktuasi aliran vaskuler,
tekanan darah dan TIK

2 Resiko injuri berhubungan Injuri terkontrol Setelah dilakukannya 1. Sediakan lingkungan 1. Menciptkan rasa aman
dengan penurunan intervensi, diharapkan yang aman 2. Mengurangi resiko injuri
kesadaran klien mampu : 2. Hindari lingkungan 3. Menghindari jatuh
S: - 1. Terbebas dari yang berbahaya 4. Supaya pasien aman
O: cedera 3. Pasang side rail
- Tingkat kesadaran 2. Mampu tempat tidur
soporocoma menjelaskan cara 4. Anjurkan keluarga
- Klien tampak atau metode untuk menemani

36
gelisah untuk mencegah pasien
- Tampak kaki injuri
sebelah kanan
patah

37
IMPLEMENTASI

Tanggal Jam No. Implementasi Evaluasi Paraf


dx
17 Mei 01.30 1 1. Memantau/mencatat status S: (tidak ada respon verbal)
2014 neorologis secara teratur dan
bandingkan dengan nilai standar
O:
- Tingkat kesadaran soporocoma dengan
GCS berjumlah 7: M 4, V 2, E 1
2. Memantau Tekanan darah
- Tekanan darah 120/80
- Klien tampak terpasang infuse RL (20
3. Mengevaluasi Keadaan pupil, Tpm)
catat ukuran, ketajaman,
- Tampak Hidung terpasang Kanul oksigen
kesamaan antara kiri dan kanan
dan reaksinya terhadap cahaya (4 liter/menit)
- Tampak Pupil kedua mata mengecil saat

4. Mengkaji perubahan pada diberi cahaya, pupil membesar dengan


penglihatan, seperti adanya diameter 3 mm
penglihatan yang kabur, ganda, - Tidak ada reflek menelan dan batuk,
lapang pandang menyempit dan
kedalaman persepsi. terdapat reflek babinski hanya pada telapak
5. Mencatat ada/ tidaknya refleks- kaki sebelah kiri
refleks seperti refleks menelan, - Suhu 36.60C

38
batuk, babinski dan sebagainya.
6. Memantau suhu dan atur suhu A: Masalah belum teratasi
lingkungan sesuai indikasi
P: Lanjutkan Intervensi

Kolaborasi
7. Memberikan tambahan oksigen
sesuai indikasi (O2 3 Liter per
menit)
8. Membatasi cairan sesuai
indikasi. Berikan cairan melalui
IV dengan alat kontrol (RL 20
tpm)
9. Therapy

- Memberikan therapy Injeksi


IV Ranitidin 50
- Memberikan Therapy Injeksi
IV Ondansentron
- Memberikan therapy Injeksi
IV Keterolak
- Memberikan therapy Kalnex
500
- Memberikan therapy Takelin

39
500 mg (5 ampul)
02.30 - Memberikan injeksi ATS 15
unit/ml
- Memberikan manitol 150 ml/
IV (infus)

17 Mei 01.40 2 1. Menyediakan lingkungan yang S: (Tidak ada respon verbal)


2014 aman
2. Menghindari lingkungan yang O:
berbahaya - Kesadaran klien soporcoma dengan GCS
3. Memasang side rail tempat tidur berjumlah 7: M 4, V 2, E 1
4. Menganjurkan keluarga untuk - Tampak terpasang side rail tempat tidur
menemani pasien - Tampak tidak ada barang-barang berbahaya
diatas tempat tidur
- Tampak lingkungan aman
- Tampak klien ditemani oleh saksi mata

40
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi

41
Catatan Perkembangan

Tanggal Jam No. Catatan Perkembangan Paraf


dx
17 Mei 07.30 1 S: (tidak ada respon verbal)
2014
O:
- Tingkat kesadaran delirium dengan GCS berjumlah 7: M 4, V 2, E 1
- Tekanan darah 120/80
- Klien tampak terpasang infuse RL (20 Tpm)
- Tampak Hidung terpasang Kanul oksigen (4 liter/menit)
- Tampak Pupil kedua mata mengecil saat diberi cahaya, pupil membesar dengan
diameter 3 mm
- Tidak ada reflek menelan dan batuk, terdapat reflek babinski hanya pada
telapak kaki sebelah kiri
- Suhu 36.20C
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
I:
1. Pantau/mencatat status neorologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai
standar

42
2. Pantau Tekanan darah
3. evaluasi Keadaan pupil, catat ukuran, ketajaman, kesamaan antara kiri dan kanan
dan reaksinya terhadap cahaya
4. Pantau suhu dan atur suhu lingkungan sesuai indikasi
5. Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian therapy

- Kolaborasi dalam tindakan pembedahan

- Kolaborasi dalam pemeriksaan CT-Scan

- Kolaborasi dalam pemeriksaan Foto Cruris dextra AP/lateral

- Kolaborasi dalam pemeriksaan Foto Cervical AP/Lateral


- Kolaborasi dalam pemeriksaan Foto thorax AP

E : Kesadaran klien delirium dengan GCS berjumlah 7: M 4, V 2, E 1

2 S: (Tidak ada respon verbal)

O: - Kesadaran delirium dengan GCS berjumlah 7: M 4, V 2, E 1


- Tampak terpasang side rail tempat tidur

43
- Tampak tidak ada barang-barang berbahaya diatas tempat tidur
- Tampak lingkungan aman
- Tampak klien ditemani oleh keluarga

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi
I:
1. sediakan lingkungan yang aman
2. hindari lingkungan yang berbahaya
3. anjurkan keluarga untuk menemani pasien
E : Kesadaran klien delirium dengan GCS berjumlah 7: M 4, V 2, E 1, tampak klien
ditemani atau dijaga oleh keluarga

44
Daftar Pustaka

Wahyu Widagdo dkk .2008. Asuhan Keperawatan pada klien dengan ganguan sistem persyarafan. Jakarta: Trans Info Media

Tarwoto, dkk. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: CV Sagung Seto

Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Doengoes, Marelyn dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

45

Anda mungkin juga menyukai