Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GAWAT DARURAT

BIDANG MEDICAL BEDAH

“CEDERA KEPALA”

Pembimbing :

Su’udi, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :
1. Lisa Romadhony (P27820517007)
2. Annisa Agustina (P27820517010)
3. Nita Ernawati (P27820517011)
4. Dinda Ika Rahayu (P27820517013)
5. Fery Hidayah (P27820517017)
6. Risa Fitria Mahadhika (P27820517025)
7. Fitriana Nur Umami (P27820517031)
8. Dwi Maya Novitasari (P27820517036)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI DIII KEPERAWATAN TUBAN

Jln. Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 2 Tuban


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Cedera otak meliputi trauma kepala, tengkorak, dan otak. Cedera otak
merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia
produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di Indonesia,
kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari
jumlah di atas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari
100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala tersebut.
Di negara berkembang seperti Indonesia, perkembangan ekonomi dan industri
memberikan dampak frekuensi cedera kepala cenderung semakin meningkat 1,2.
Distribusi kasus cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia produktif
antara 15–44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan
perempuan. Penyebab cedera kepala terbanyak adalah akibat kecelakaan lalu lintas,
disusul dengan jatuh (terutama pada anak-anak). Cedera kepala berperan pada hampir
separuh dari seluruh kematian akibat trauma. Karena itu, sudah saatnya seluruh
fasilitas kesehatan yang ada, khususnya Rumah Sakit sebagai layanan terdepan
pelayanan kesehatan, dapat melakukan penanganan yang optimal bagi penderita
cedera kepala.
Penanganan yang kurang tepat pada pasien cidera kepala akan berdampak fatal
dan bahkan sampai pada kematian. Dalam pengambilan diagnose keperawatanpun
haruslah tepat sehingga pasien dapat ditolong dengan cepat dan tepat.

2.1 TUJUAN
Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada kasus cedera kepala
Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengkajian kegawatdaruratan pada kasus cedera kepala
b. Mengetahui diagnosa pada kasus cedera kepala
c. Mengetahui perencanaan kegawatdaruratan pada kasus cedera kepala
d. Mengetahui implementasi kegawatdaruratan pada kasus cedera kepala
e. Mengetahui evaluasi kegawatdaruratan pada kasus cedera kepala
BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1. DEFINISI
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008).
Sedangkan menurut pedoman penanggulangan gawat darurat EMS 119 Jakarta
(2008), trauma atau cedera kepala (brain injury) adalah salah satu bentuk trauma yang
dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik,
intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian dari
gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan fungsi otak.
Trauma kepala atau cedera kepala merupakan trauma mengenai otak yang
dapat mengakibatkan perubahan fisik, intelektual, emosional dan sosial. (Black,
1997).
Trauma kepala adalah benturan pada kepala yang disebabkan oleh tenaga dari
luar yang mengakibatkan berkurang atau terganggunya status kesadaran dan
perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik dan atau fungsi emosional.

2.2. ETIOLOGI
Penyebab cedera kepala antara lain :
a. Kecelakaan mobil
b. Perkelahian
c. Jatuh
d. Cedera olahraga
(Elizabeth J. Corwin, 2009)

2.3. MANIFESTASI KLINIS


Tanda dan gejala pada cedera kepala menurut Elizabeth J. Corwin (2009) sebagai
berikut :
- Pada cedera otak, kesadaran seringkali menurun
- Pola nafas menjadi abnormal secara progresif
- Respon pupil mungkin tidak ada atau secara progresif mengalami deteriorasi
- Sakit kepala dapat terjadi dengan segera atau terjadi bersama peningkatan tekanan
intrakranial
- Muntah dapat terjadi akibat peningkatan tekanan intrakranial
- Perubahan perilaku, kognitif dan fisik pada gerakan motorik dan berbicara dapat
terjadi dengan kejadian segera atau secara lambat.

2.4 PATOFISIOLOGI
Otak dapat dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan
aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bahan bakar metabolisme
otak tidak boleh kurang dari 20mg%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan
glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
gula plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi
serebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusah memenui kebutuhan


oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menebabkan dilatasi pembuluh
darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau keruskan otak akan terjadi penimbunan
asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis
metabolik.

Dalam keadaan normal serebral blood flow (CBF) adalah 50-60


ml/menit/100gr, jaringan otak, yang merupakan 15% dari cardiac output. Trauma
kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sepuncuk aktifitas atypical-
myocardial, perybahan tekanan vaskuler dan odem paru. Perubahan otonom pada
fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan distitmia, febrilasi atrium
dan vebtrikel dan, takikardi.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengarui tekanan veskuler, dimana


penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi.
Pengaruh persyarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan
arteriol otak tidak begitu besar. (Musliha, 2010)

Berdasarkan GCS, cedera kepala atau otak dapat di bagi menjadi tiga gradasi, yaitu :
1. Cedera kepala ringan atau cedera otak ringan, bila GCS: 13-15

2. Cedera kepala sedang atau cedera otak sedang, bila GCS: 9-12

3. Cedera kepala berat atau cedera otak berat, bila GCS : </= 8

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala meliputi :
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontrass)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikel, dan perubahan
jaringan otak.
2. MRI
Digunakan sama dengan CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

3. Cerebral angiography
Menunjukan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak sekunder
menjadi edema, perdarahan, dan trauma.

4. Serial EEG
Dapat melihat perkambangan gelombang patologis.

5. Sinar X
Mendeteksi perubahan struktur tulang( fraktur), perubahan struktur garis ( perdarahan/
edema ), fregmen tulang.

6. BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.

7. PET
Mendeteksi perubahan aktifitas metabolisme otak.

8. CSS
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarakhnoid.
9. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intrakranial.

10. Screen toxicology


Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran.

11. Rongten thoraks 2 arah ( PA/AP dan lateral )


Rongten thoraks menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area pleural.

12. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup)


Analisa gas darah adalah salah satu tes diagnostik untuk menetukan status respirasi.
Status respirasi yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status
oksigenansi dan status asam basa.

2.6 KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi yaitu :
- Perdarahan di dalam otak, yang disebut hematoma intraserebral, dapat meyertai
cedera kepala yang tertutup yang berat, atau lebih sering cedera kepala terbuka. Pada
perdarahan otak, tekanan intrakranial meningkat, dan sel neuron dan vaskuler
tertekan. Ini adalah jenis cedera otak sekunder. Pada hematoma, kesadaran dapat
menurun dengan segera, atau dapat menurun setelahnya ketika hematom meluas dan
edema interstisial memburuk.
- Perubahan perilaku dan defisit kognitif dapat terjadi dan tetap ada.
(Elizabeth J. Corwin, 2009)

2.7 PENATALAKSANAAN
Cedera otak ringan dan sedang biasanya diterapi dengan observasi dan tirah baring.
- Mungkin diperlukan ligasi pembuluh darah yang pecah melalui pembedahan
(pengeluaran benda asing dan sel yang mati) terutama pada cedera kepala terbuka
- Dekompresi melalui pengeboran lubang di dalam otak, yang disebut burr hole
mungkin diperlukan
- Mungkin dibutuhkan ventilasi mekanik.
- Antibiotik diperlukan untuk cedera kepala terbuka guna mencegah infeksi.
- Metode untuk menurunkan tekanan intrakranial dapat mencakup pemberian diuretik
dan obat anti inflamasi.
(Elizabeth J. Corwin, 2009)

2.8 PATHWAY
BAB III

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“CIDERA KEPALA”

3.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN


A. BIODATA PASIEN
- Jenis Kelamin : dapat terjadi pada wanita maupun pria
- Umur : dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa
- Pekerjaan : mempengaruhi aktivitas, bahkan dapat menjadi
penyebab COB

B. BIODATA PENANGGUNGJAWAB
Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan
alamat.

C. PENGKAJIAN PRIMER
Adapun data pengkajian primer menurut Rab, Tabrani. 2007 :
1) Airway : Ada tidaknya sumbatan jalan nafas
2) Breathing : Ada tidaknya dispnea, takipnea, bradipnea, sesak, kedalaman
nafas
3) Circulation : Ada tidaknya peningkatan tekanan darah, takikardia,
bradikardia, sianosis, capillarefil.
4) Disability : Ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan
refleks, pupil anisokor, nilai GCS.
5) Exposure : Pemeriksaan seluruh tubuh terhadap adanya jejas/perdarahan.

D. PENGKAJIAN SEKUNDER
Data pengkajian secara umum tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera
dan mungkin diperlukan oleh cedera tambahan pada organ-organ vital (Marilyn, E
Doengoes. 2000)
1. Keluhan utama
2. Alergi terhadap obat
3. Medikasi
4. Last meal
5. Event of injury
6. Pengalaman pembedahan
7. Riwayat penyakit sekarang
8. Riwayat penyakit dahulu

E. PEMEIKSAAN FISIK (Head to Toe)


1. Kepala
2. Leher
3. Dada
4. Abdomen
5. Ekstremitas
6. Kulit/integumen
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
3.3 PERENCANAAN KEPERAWATAN
3.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan( Setiadi, 2012).
Implementasi merupakan tahap proses keperawatan dimana perawat memberikan
intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien. ( Potter,
Perry,2009)

3.5 EVALUASI KEPERAWATAN


Evaluasi keperawatan merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi klien( Potter, Perry,2009)
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak( Hidayat, A,Aziz.Alimul,2007)
Dapus imple dan eval
Setiadi.2012. KonsepdanPenulisanAsuhanKeperawatan.Yogyakarta :GrahaIlmu
Potter, Perry. 2009. Fundamental of Nursing 7 th edition.
Hidayat, A.AzizAlimul. 2007. PengantarKonsepDasarKeperawatan.
Jakarta :SalembaMedika

Anda mungkin juga menyukai