D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Kelompok 6
Anggota : Kalsum
St. Lenny Lidya Mulya
Nursarfida sweet
A. Definisi
Trauma capitis adalah bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam
menghasilkan keseimbangan aktivitas fisik, intelektual, emosi, sosial atau sebagai gangguan
traumatik yang dapat menimbulkan perubahan pada fungsi otak. (Black, 1997)
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau
otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.
(Suriadi, 2003
B. Etiologi
1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
3. Cedera akibat kekerasan
C. Patofisiologi :
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan Oksigen dan Glukosa dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar
metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan
glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala – gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses
metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat,
hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob.
Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.Dalam keadaan normal cerebal blood flow (CBF)
adalah 50–60 ml/menit/100gr jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial,
perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah
perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persarafan
simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar
(Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 1998)
F. Penatalaksanaan
1. Penaganan terhadap 5B yaitu :
1) Breathing : Bebaskan obstruksi, suction, intubasi, trakeostomi
2) Blood : Monitor TD, pemeriksaan Hb, leukosit
3) Brain : Ukur GCS
4) Bladder : Kosongkan bladder karena urine yang penuh dan merangsang mengedan.
5) Bower : Kosongkan dengan alasan dapat meningkatkan TIK
A. Pengkajian:
1. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesehatan, letargi, Hemiparase, quadrepelgia, Ataksia cara berjalan tak
tegap, Masalah dalam keseimbangan, Cedera (trauma) ortopedi, Kehilangan tonus otot, otot
spastic.
2. Sirkulasi
Gejala : Perubahan darah atau normal (hipertensi), Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,
takikardia yang diselingi bradikardia disritmia).
3. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung depresi dan impulsif.
4. Eliminasi
Gejala : Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gngguan fungsi.
5. Makanan/ cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), Gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
6. Neurosensoris
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus
kehilangan pendengaran, fingking, baal pada ekstremitas.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, Perubahan status mental, Perubahan pupil
(respon terhadap cahaya, simetri, Wajah tidak simetris, Genggaman lemah, tidak seimbang,
Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah, Apraksia, hemiparese, Quadreplegia
7. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya koma.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri yang hebat, gelisah tidak
bisa beristirahat, merintih.
8. Keamanan
Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/ dislokasi, Gangguan penglihatan, Gangguan kognitif, Gangguan rentang
gerak, tonus otot hilang, kekutan secara umum mengalami paralisis, Demam, gangguan dalam
regulasi suhu tubuh
Intervensi :
1) Pantau frekuensi, irama kedalaman perbafasan. Catat ketidak teraturan pernafasan.
Rasional: Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal umumnya mengikuti
cedera otak.
2) Catat kompetensi refleks menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan nafas
sendiri. Pasang jalan nafas sesuai indikasi.
Rasional: Kemampuan mobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk memelihara jalan
nafas. Kehilangan refleks menelan atau batuk menandakan perlunya jalan nafas buatan atau
intubasi.
3) Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi.
Rasional: Untuk memudahkan ekspansi paru/ ventilasi paru dan menurunkan adanya
kemungkinan lidah batu yang menyumbat jalan nafas.
4) Anjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam yang efektif jika pasien sadar.
Rasional: Mencegah atau menurunkan atelektasis.
5) Auskultasi suara nafas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara-suara tambahan
yang tidak normal (seperti ronchi, mengi).
Rasional: Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti atau
obstruksi jalan nafas yang membahayakan oksigenasi serebral dan menandakan terjadinya
infeksi paru (umumnya merupakan komplikasi dari cedera kepala).
DX III :
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi/ interpasi trauma atau defisit
neurologis.
Tujuan :
Pasien melakukan kembali/ mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi persepsi.
Intervensi :
1) Evaluasi/ pantau secara teratur perubahan orientasi kemampuan berbicara. Dalam perasaan
efektif sensorik dan proses pikir.
Rasional: Fungsi serebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dulu oleh adanya gangguan
sirkulasi, oksigenasi kerusakan dapat terjadi saat trauma awal akibat dari pembengkakan atau
pendarahan.
2) Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan panas, dingin, benda tajam/ tumpul terhadap
gerakan dan letak tubuh. Perhatikan adanya masalah penglihatan atau sensasi yang lain.
Rasional: Informasi penting untuk keamanan pasien. Semua sistem sensorik dapat terpengaruh
dengan adanya perubahan yang melibatkan peningkatan atau penurunan sensivitas atau
kehilangan sensasi/ kemampuan untuk menerima dan merespons sesuai pada simulasi.
Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang kranial dan otak. Klasifikasi cedera kepala
meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala terbuka yang diakibatkan oleh mekanisme
cedera yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera perlambatan (deselerasi).
Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral, laserasi atau hemorragi.
Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala menyebabkan berkurangnya kemampuan
autoregulasi pang pada akhirnya menyebabkan terjadinya hiperemia (peningkatan volume darah
dan PTIK). Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya cedera fokal serta cedera otak
menyebar yang berkaitan dengan kerusakan otak menyeluruh.
Komplikasi dari trauma kepala adalah hemorragi, infeksi, odema dan herniasi. Penatalaksanaan
pada pasien dengan trauma kepala adalah dilakukan observasi dalam 24 jam, tirah baring, jika
pasien muntah harus dipuasakan terlebih dahulu dan kolaborasi untuk pemberian program terapi
serta tindakan pembedahan.
Pengkajian :
1. Aktivitas/ Istirahat
2. Sirkulasi
3. Integritas Ego dan Eliminasi
4. Makanan/ cairan
5. Neurosensoris
6. Nyeri/ Kenyamanan
7. Keamanan
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
2. Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada
pusat pernafasan otak).
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi/ interpasi trauma atau defisit
neurologis.
4. Perubahan Proses Pikir Berhubungan Dengan Perubahan Fisiologis
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth (2001). Keperawatan medical bedah edisi 8. vol 2. EGC Jakarta.
Boughman Diane. E (2001). Buku saku keperawatan medical bedah. EGC : Jakarta.
Evelyn C. Peace (1998). Anatomo fisiologi untuk paramedic. PT Gramedia: Jakarta.
Marlyn Doenges (1993). Rencana asuhan keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian pasien. EGC :Jakarta.
Syaifudin (1997). Anatomi fisiologi. EGC : Jakarta.
Guyton& hall (1997). Buku ajar fisiologi kedoteran . EGC : Jakarta.