Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA KEPALA

Disusun Oleh : Kelompok 2


* Nuraenah * Wawan efendi
* Rohendi * Asep subhan
* Febi M R * Ahmad H
* Firman N * Fitri niurul S

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
CIMAHI
2021
LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA KEPALA

1. DEFINISI
Trauma atau cidra kepala otak adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma
tumpul maupun tajam ( Baticaca 2008 )
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada
kepala ( Suriadi & Rita Yuliani, 2001 )
Trauma atau cidra kepala adalah dikenal sebagai cedera otak gangguan fungsi normal
otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi
karena karena robeknya subtansia alba, iskemia dan pengaruh masa karena hemoragik serta
edema serebral disekitar jaringan otak ( Batticaca Fransisca, 2008, hal 96 )
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas ( arif
mansjoer,dkk)
Cedera kepala dapat bersifat terbuka ( menembus melalui dura meter ) atau tertutup
( trauma tumpul , tanpa penestrasi melalui dura. ( Elizabeth. J. Corwin )

2. ETIOLOGI
Penyebab cedera di bagi menjadi dua yaitu:
1. Cedera tertutup : kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh dan cedera olah raga
2. Cedera terbuka : peluru atau pisau
Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar , terutama pada pasien
dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai prognostic
yang besar, skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap dalam
kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan
meninggal atau vegetatif hanya 5-10 %. Sindrom pascakonkusi berhub ungan dengan
sindrom kronis nyeri kepala, keletihan , pusing, ketidakmampuan berkonsentrasi ,
iritabilitas dan perubahan kepribadian yang berkembang pada banyak pasien setelah
cedera kepala. Seringkali bertumpang tindih dengan gejala depresi ( Arif mansjoer,
dkk)

3.PATOFISIOLOGI
Cedera kepala dapat bersifat terbuka ( menembus melalui durameter ) atau tertutup
( trauma tumpul tanpa penestrasi menembus dura ) Cedera kepala terbuka memungkinkan
fatogen – fatogen lingkungan meliliki akses langsung ke otak. Patogen ini dapat
menyebabkan peradangan pada otak. Cedera juga dapat menyebabkan pendarahan.
Peradangan dan perdarahan dapat meningkatkan tekanan interakarnial. Akibat perdarahan
intrakarnial dimedulla yang mengakibatkan terjadinya muntah proyektil sehingga tidak terjadi
keseimbangan antar intake dan output. Selain itu peningkatan TIK juga dapat menyebabkan
terjadinya penurunan kesadaran dan aliran darah otak menurun. Jika aliran darah otak
menurun maka akan terjadi hipoksia terganggu dan menyebabkan ketidak seimbangan perfusi
jaringan serebral.
Perdarahan ekstrakranial dibagi menjadi 2 yaitu pendarahan terbuka dan tertutup.
Pendarahan terbuka dan tertutup. Pendarahan terbuka ( robek dan lecet ) merangsang lapisan
mediator histamine, bradikinin, prostalglandin yang merangsang stimulus nyeri kemudian
diteruskan nervus aferen ke spinoptalamus menuju ke korteks serebri sampai nervus eferen
sehingga akan timbul rasa nyeri. Jika pendarahan terbuka ( robek dan lecet ) mengalami
kontak dengan benda asing akan memudahkan terjadinya infeksi bakteri pathogen. Sedangkan
perdarahan tertutup hampir sama dengan perdarahan terbuka yaitu dapat menimbulkan rasa
nyeri pada kulit kapala
4. MANIFESTASI KLINIS
a. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
b. Kebingungan
c. Iritabel
d. Pucat
e. Mual dan muntah
f. Pusing kepala
g. Terdapat hematoma
h. Kecemasan
i. Sukar untuk dibangunkan
j. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrosfinal yang keluar dari hidung ( rhinorrea )
dan telinga ( otorrhea) bila faktur tulang temporal.

5. PENGKAJIAN
Wawancara
Pada pasien dengan cedera kepala wawancara dilakuakan kepada keluarga atas
kejadian yang di alami oleh klien, dengan pertanyaan terbuka dengan menanyakan
pertanyaan yang detail. Untuk melakukan wawancara langsung kepada klien tidak
mungkin di lakukan karena kondisi klien yang mengalami trauma kepala yang
kesadarannya tidak stabil maka dilakukan wawancaranya kepda keluarga atau orang
lain yang melihat kronologis kejadian kecelakaan di tempat .
A. Keluhan utama
Cedera kepala berat mempunyai keluhan atau gejala utama yang berbeda – beda
tergantung letak lesi dan luas lesi, keluhan utama yang timbul seperti nyeri, rasa bebal,
kekakuan pada leher atau punggung dan kelemahan pada ektermitas atas maupun
ektermitas bawah
B. Riwayat kesehatan yang lalu
Pasien dengan cedera medula spinalis bisa disebabkan oleh beberapa penyakit seperti
rematoid, artritis, pseudotripoparatiroid, spondilitis, osteoporosis maupun tumor ganas.
C. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian ini sangat penting dalam menentukan derajat kerusakan dan adanya
kehilangan fungsi neurologik. Media spinalis dapat mengalami cedera melalui
beberapa mekanisme , cedera primer meliputi satu atau lebih proses berikut dan gaya,
kompresi akut , benturan, destruksi, laserasi dan trauma tembak.
D. Pemeriksaan fisik
Pengkajian:
a). Aktivitas dan istirahat
- Adanya keluhan / kelelahan , kaku , hilang keseimbangan
- Kesadaran menurun, kelemahan/otot spasme
b). Sirkulasi
- Tekanan darah normal/berubah ( hypertensi), denyut nadi ( Bradikardi,
tachikardi,dystrimia)
c). Eliminasi
- Verbal tidak dapat menahan BAK dan BAB
- Bladder dan blowel incontinensia
d). Makanan dan cairan
- Mual dan muntah
- Muntah yang memancar /proyektif , masalah kesukaran menelan
e) Persyarafan/neurosensori
- Pusing, kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian
- Perubahan pada penglihatan
- Gangguan pengecapan dan penciuman
- Kesadaran menurun bisa sampai koma,perubahan status mental
f). Nyeri/kenyamanan
- Nyeri kepala yang bervariasi tekanan dan lokasi nyerinya, agak lama
- Wajah mengerut, respon menarik diri pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah
g). Pernafasan
- Perubahan pola nafas, stridor , ronchi
h). Keamanan
- Adanya riwayat kecelakaan
- Terdapat trauma .fraktur /distorsi, perubahan penglihatan, kulit
- Ketidak tahuan tentang keadaannya, kelemahan otot – otot , paradise, demam
j). Interaksi sosial
- Apasia motorik / sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang - ulang
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. X- ray/ CT Scan : Hematoama serebral, edema serebral, perdarahan intracranial,
fraktur tulang tengkorak
2. MRI : dengan/tanpa menggunakan kontras
3. Angiografi Serebral: menunjukan kelainan sirkulasi serebral
4. EEG : Memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
5. BAER ( Brain AuditoryEvoked Respon) : menentukan fungsi korteks dan batang
otak
6. PET ( Positron Emission Tomografi); menunjukan perubahan aktivitas
metabolisme pada otak
7. Pemeriksaan Laboratorium
a. AGD: PO2, pH, HCO3: Untuk mengkaji keadekuatan ventilasi
( mempertahankan AGD dalam rentang normal untuk menjamin aliran darah
serebral adekuat ) atau untuk melihat masalah oksigenisasi yang dapat
meningkatkan TIK
b. Elektrolit serum : cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi
natrium, retensi Na berakhir dapat beberapa hari, diikuti diuresis Na,
peningkatan letargi, konfusi dan kejang akibat ketidak seimbangan elektrolit
c. Hematologi : Leukosit , Hb,albumin, globulin, protein serum
d. CSS : Menentukan kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid ( warna,
komposisi, tekanan )
e. Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mengakibatkan penurunan
kesadaran.
f. Kadar antikonvulsan darah : untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup
efektif mengatsi kejang

7. PENCEGAHAN
Mengingat trauma kepala ringan bisa menimbulkan dampak yang serius , maka dianjurkan
melindungi kepala dengan sebaik – baiknya.Berikut hal – hal yang bisa dilakukan untuk
mencegah trauma kepala ringan:
 Kenakan alat pelindung diri saat bekerja dilingkungn yang beresiko terjadi kecelakaan
 Selalu kenakan helm saat berkendara dengan motor atau sepeda
 Kenaikan juga alat pelindumn kepala saat melakukan olah raga yang beresiko ,
membahayakan kepala. Seperti: bersepeda, Hoki dan judo.
 Jangan meletakan barang – baranng berat di atas lemari atau tempat tinggi lainnya
agar tidak menimpa
 Hindari perkelahian

8. PENATALAKSANAAN
1. Cedera kepala sedang ( GCS 9-12)
Kurang lebih 10% pasien dengan cedera kepala di IGD menderita cedera otak sedang.
Mereka umumnya masih mampu memenuhi perintah sederhana , namun biasanya
tampak bingung atau mengantuk dan dapat pula disertai dengan defisit neurologis
fokal seperti hemiparesis. Sebanyak 10-20% dari pasien cedera otak sedang
mengalami perburukan dan jatuh dalam koma. Untuk alasan tersebut maka
pemeriksaan neurologi secara berkala diharuskan dalam mengelola pasein ini.
Saat diterima di IGD dilakukan anamnesis singkat dan segera dilakukan stabilisasi
kardiopulmoner sebelumpemeriksaan neurologis dilaksanakan . CT Scan kepala harus
selalu dilakukan dan segera menghubungi ahli bedah saraf. Pasien harus dirawat
diruang perawatan intensif atau yang setara, dimana observasi ketat dan pemeriksaan
neurologis serial dilakukan selama 12-24 jampertama.Pemeriksaan CT Scan lanjutan
dalam 12-24 jam direkomendasikan bila hasil CT Scan awal abnormal atau terdapat
penurunan status neurologis pasien ( ATLS, 2008 )

2.Cedera kepala berat ( GCS < 8 )


Penderita ini biasanya disertai oleh cedera yang multiple, oleh karena itu disamping
kelainanserebral juga disertai kalinansistemik. Urutan tindakan menurut prioritas
adalah sebagai berikut:
a .Resusitasi jantung paru ( air way, breating, circulation = ABC )
Pasien dengan cedera kepala berat ini sering terjadi hipoksia, hipotensi dan
hiperkapnia akibat ganggua kardiopulmuner. Oleh karena itu tindakan pertama
adalah :
1. Jalan nafas ( Air way)
Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun kebelakang dengan posisi kepala
ekstensi , kalu perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal , bersihkan
sisa muntahan ,darah, lendir atau gigi palsu. Isi lambung dikosongkan melalui
pipa NGT untuk menghindarkan aspirasi muntahan

2. Pernafasan ( Breathing )
Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer.
Kelainan sentral adalah depresi cheyne stokes, ataksik dan central neurogik
hyperventilation. Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada, edema
paru,DIC, emboli paru, infeksi. Akibat dari gangguan pernafasan dapat terjadi
hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan dengan pemberian oksigen kemudian cari
dan atasi faktor penyebab kalau perlu memakai ventilator

3. Sirkulasi ( Circulation )
Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan
sekunder. Jarang hipotensi disebabkan oleh kelainan intrakranial. Kebanyakan
oleh faktor ekstra kranial yakni berupa hipovolemik akibat perdarahan luar
atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai tempo nadi jantung atau
pneumotoraks dan syok septik. Tindakannya adalah menghentikan sumber
perdarahan, perbaikan fungsi jantung dan mengaganti darah yang hilang
dengan plasma

b. Pemeriksaan fisik
Setelah ABC, dilakukan pemeriksaan fisik singkat meliputi kesadaran, pupil,
defisit fokal serebral dan cedera ekstrakranial . Hasil pemeriksaan fisik
pertama ini dicatat sebagai data dasar dan tindak lanjut, setiap perburukan dari
salah satu komponen diatas bisa diartikan sebagai adanya kerusakan sekunder
dan harus segera dicari dan menanggulangi penyebabnya.

c. Tekanan intra kranial ( TIK )


Peninggian TIK terjadi akibat edema cerebri , vasodilatasi , hematom intra
kranial atau hidrosefalus. Untuk mengukur turun naiknya TIK sebaiknya
dipasang monitor TIK. TIK yang normal adalah sekitar 0-15 mmHg , diatas 20
mmHg sudah harus diturunkan dengan urutan sebagai berikut:
1. Hiperventilasi
Setelah resusitasi ABC, dilakukan hiperventilasi dengan ventilasi yang
terkontrol, dengan sasaran tekanan CO2 ( Pco2)27-30 mmHg dimana
terjadi vasokontriksi yang diikuti berkurangnya aliran darah serebral.
Hiperventilasi dengan pCO2 sekitar 30 mmHg dipertahankan selama 48-
72 jam , lalu dicoba dilepas dengan mengurangi hiperventilasi , bila TIK
naik lagi hiperventilasi diteruskan lagi selama 24 – 48 jam . Bila TIK tidak
menurun dengan hiperventilasi periksa gas darah dan lakukan CT Scan
ulang untuk menyingkirkan hematom.

2. Drainase
Tindakan ini dilakukan bila hiperventilasi tidak berhasil. Untuk jangka
pendek dilakuakan drainase ventrikular, sedangkan untuk jangka panjang
dipasang ventrikulo peritoneal shunt,misalnya bila terjadi hidrocepalus

3. Terapi diuretik
a. Diuretik osmotik ( manitol 20%)
Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringan otak
normal melalui sawar otakn yang masih utuh pemberiannya harus
dihentikan . Cra pemberiannya : Bolus 0,5-1 gram/kg BB dalam 20
menit dilanjutkan 0,25-0,5 gram/kg BB setiap 6 jam selama 24-48 jam.
Monitor osmolalitas tidak melebihi 310 mOSm

b. Loop diuretik ( furocemid)


Furocemid dapat menurunkan TIK melalui efek menghambat
pembentukan cairan serebrospinal dan menarik cairan interstisial pada
edema sebri. Pemberiannya bersamaan manitol mempunyai efek
sinergik dan memperpanjang efek osmotik serum oleh manitol. Dosis
40 mg/hari/IV.

4. Terapi barbitural ( Fenobarbital )


Terapi ini diberikan pada kasus-kasus yang tidak responsif terhadap semua
jenis terapi yang tersebut diatas, Cara pemberiannya adalah bolus 10
mg/kg/BB /IV selama 0,5 jam dilanjutkan 2-3 mg/kg/BB/jam selama 3 jam
, lalu pertahankan pada kadar serum 3-4 mgdengan dosis sekitar 1 mg/kg
BB/ jam. Setelah TIK terkontrol 20 mmHg selama 24-48 jam dosis
diturunkan bertahap selama 3 hari.

5. Steroid
Berguna untuk mengurangi edema serebri pada tumor otak.Akan tetapi
manfaatnya pada cedera kepala tidak terbukti , oleh karena itu sekarang
tidak digunakan lagi pada kasus cedera kepala

6. Posisi tidur
Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi tidurnya
ditinggikan bagiak kepala sekitar 20-30, dengaan kepala dan dada pada
satu bidang, jangan posisi fleksi atau laterofleksi, supaya pembuluh vena
darah leher tidak terjepitsehingga drainase vena otak menjadi lancar.

d.Kesimbangan cairan elektrolit


Pada saat awal pemasukan cairan dikurangi untuk mencegah
bertambahnya edema serebri dengan jumlah cairan 1500-2000 ml/hari
diberikan parenteral, sebaiknya dengan cairan koloid seperti hydroxyethyl
starch, pada awalnya dapat dipakai cairan kristaloid seperti NACL 0,9 % atau
RL , jangan diberikan cairan yang mengandung glucosa oleh karena terjadi
keadaan hiperglikemia menambah edema cerebri. Keseimbangan cairan
tercapai bila tekanan darah stabil normal,yang akan takikardia kembali normal
dan volume urine normal urine normal > 30 ml/jam. Setelah 3-4 hari dapat
dimulai makanan peroral melalui pipa NGT. Pada keadaan tertentu dimana
terjadi gangguan keseimbangan cairan elektrolit , pemasukan cairan harus
disesuaikan misalnya pada pemberian obat diuretik, diabetes insipidus,
syndrome of inappropriate anti diuretichormone ( SIADH ). Dalam keadaan ini
perlu dipsntau kadar elektrolit, gulab darah , ureum kreatinin dan osmolalitas
darah

e. Nutrisi
Selama 3-4 hari dengan cairanparenteral pemberian cairan nutrisi peroral
melalui pipa NGT bisa dimulai,sebanyak 2000-3000 kalori/hari

f, Epilepsi atau kejang


Epilepsi yang terjadi dalam minggu pertama setelah traume disebiutearly
epilepsi dan yang trerjadi setelah minggu pertam disebut early epilepsi. Early
epilepsi lebih sering timbul pada anak –anak dari pada orang dewasa , kecuali
jika ada fraktur impresi, hematom atau pasien dengan amnesia post traumatik.

9. ANALISA DATA

N Data Etiologi Masalah


O Keperawatan
1. DS. Trauma
- Dispnea Pola nafas tidak
Metabolisme otak meningkat efektif
DO.
- Penggunaan otot bantu Kebutuhan oksigen meningkat
pernafasan
- Fase ekspirasi Hipoksia
memanjang
- Pola nafas abnormal Pola nafas tidak efektif
- Ventilasi semenit
menurun
- Tekanan ekspirasi
menurun
- Tekanan inspirasi
menurun

2. DS. - Aliran darah ke otak Resiko Perfusi Serebral


terganggu tidak efektif
DO.
-Monitor tanda vital Peningkatan TIK
- Monitor kesadaran
- Monitor GCS Gangguan fungsi otak

Disfungsi cerebral

Perfusi jaringan serebral tidak


efektif
3. DS. Trauma
- Klien mengeluh nyeri Nyeri akut
Do. Metabolisme otak meningkat
- Tampak meringis
- Gelisah Kebutuhan oksigen meningkat
- Frekwensi nadi
meningkat
- Sulit tidur Aliran darah ke otak
-Pola nafas berubah terganggu

Peningkatan TIK

Nyeri
4. DS. Disfungsi cerebral
- Dispnea Bersihan jalan nafas
- Sulit bicara Penurunan kesadaran tidak efektif
DO.
- Gelisah Penumpukan sikret
-Sianosis
-Frekwensi nafas berubah Bersihan jalan nafas tidak
-Pola nafas berubah efektif

12. DIAGNOSA KEPERAWATAN PRIORITAS

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan hipoksia


2. Resiko Perfusi Serebral tidak efektif berhubungan dengan aliran darah arteri atau
vena
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera ( fisik)
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas
13. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA
NO TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN

1 Setelah dilakukan intervensi Intervensi utama: Dengan memberikan tindakan


Pola nafas tidak keperawatan selama 1x24 jam * Pemantauan respirasi intervensi utama pemantauan
efektif berhubungan inspirasi dan ekspirasi ventilasi (I.01014) respirasi, inspirasi dan ekspirasi
dengan hipoksia adekuat/ meningkat dengan kriteria Observasi ventilasi menjadi adekuat atau
hasil: - Monitor frekwensi ,irama, meningkat

. - Ventilasi semenit meningkat kedalaman dan upaya nafas


- Tekanan ekspirasi meningkat - Monitor pola nafas
- Tekanan inspirasi meningkat -Monitor adanya sumbatan jalan
- Frekwensi nafas membaik nafas
- Kedalaman nafas membaik - Auskultasi bunyi nafas
- Monitor satu rasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil X ray thoraks
Terapeutik
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai k ondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
Pemantauan

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan
2. Resiko Perfusi Setelah dilakukan intervensi Intervensi utama: Dengan memberikan tindakan
Serebral tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam * Manajemen peningkatan intervensi utama manajemen
berhubungan keadekuatan aliran darah cerebral tekanan intrakarnial jalan nafas, kemampuan

dengan aliran darah meningkat dengan kriteria hasil: (I.06194) membersihkan sikret atau

arteri atau vena - Tingkat kesadaran meningkat Observasi obstruksi jalan nafas dapat
- Tekanan intra kranial menurun -Identifikasi penyebab dipertahankan.
- Gelisah menurun peningkatan TIK
- Kesadaran membaik -Monitor tanda /gejala
peningkatan TIK
-Monitor status pernafasan
- Monitor cairan serebro spinalis
( warna, konsistensi )

Terapeutik
- Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
-Berikan posisi semi fowler
- Cegah terjadinya kejang

Kolaborasi
- Kolanborasi pemberian sedasi
dan anti konvulsan jika perlu

3. Nyeri akut Intervensi utama: Dengan memberikan tindakan


berhubungan Setelah dilakukan tindakan intervensi * Manajemen Nyeri (I.08238) intervensi utama manajemen
keperawatan selama 1x24 jam nyeri nyeri pada pasien diharapkan rasa
dengan agen cedera berkurang dengan kriteria hasil: nyeri berkurang sehingga pasien
( fisik ) -Keluhan nyeri menurun Observasi menjadi rilek dan nyaman
-Meringis menurun -Identifikasi loksi, karakterisik,
-Sikap protektif menurun durasi ,frekwensi, kualitas ,
-Gelisah menurun intensitas nyeri
-Kesulitan tidur menurun -Identifikasi scala nyeri
-Berfokus pada diri sendiri menurun -Identifikasi respon nyeri non
-Anoreksia menurun verbal
Ketegangan otot menurun -Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri

Terapeutik
-Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah di
berikan
-Monitor efek samping
penggunaan analgesik
-Berikan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
-Fasilitasi istirahat dan tidur
-Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri

Edukasi
-Jelaskan strategi meredakan
nyeri
-Anjurkan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian analgetik
bila perlu
4. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan intervensi Intervensi utama: Dengan memberikan tindakan
tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam * Manajemen jalan nafas intervensi utama manajemen
berhubungan kemampuan membersihkan sikret ( I.01011) jalan nafas, kemampuan
atau obstruksi jalan nafas dapat membersihkan sikret atau
dengan spasme jalan dipertahankan dengan kriteria hasil: obstruksi jalan nafas dapat
nafas - Dispnea menurun Observasi dipertahankan.
- Sianosis menurun - Monitor pola nafas
- Gelisah menurun - Monitor bunyi nafas tambahan
- Frekwensi nafas membaik
- Pola nafas menbaik Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan
nafas dengan haed tilt dan
chin lift ( jaw thrust jika curiga
trauma cervikal )
- Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenisasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
- Keluarkan benda sumbatan
benda padat dengan forsep
MoGII
- Berikan oksigen jika perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,ekspektoran jika
perlu
13. DAFTAR PUSTAKA

Suriadi & Rita Yuliani, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I, Jakarta: CV Sagung Seto:

2001

Batticaca Fransisca B, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem

Persyarafan, Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer , Suzanne C,2001. Buku Keperawatan Medikal B edah EGC Jakatra

Arif Mnsnjoer, dkk, 2000. Kapita Selektab Kedokteran . Media Aesculpius, Jakarta

Brunner and Suddart 2001. Buku Ajar Medika Keperawatan Vol.3. EGC : Jakarta

www google/Askep tentang cidera kepala/com,akses 4 november 2013/19.20.com

Anda mungkin juga menyukai