Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

KMB 1
TRAUMA KEPALA

Di Susun Oleh :
Ira puspitasari
221000414901040

PROGRAM STUDI NERS


UNIVERSITAS PRIMA NUSANTARA BUKIT TINGGI
2022/2023
A. Defenisi
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak, dan otak. Cedera kepala menjadi penyebab utama kematian
disabilitas pada usia muda. Penderita cedera kepala seringkali mengalami
edema serebri yaitu akumulasi kelebihan cairan di intraseluler atau
ekstraseluler ruang otak atau perdarahan intrakranial yang mengakibatkan
meningkatnya tekanan intrakranial.(Morton,2012)
Cedera kepala adalah trauma kepala dengan GCS 15 (sadar penuh)
tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing, nyeri kepala hematoma
abrasi dan laserasi (Mansjoer,2009). Menurut Brain Injury Assosiation of
America, Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan
fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
B. Etiologi
Penyebab cedera kepala dibagi menjadi cedera primer yaitu cedera yang terjadi akibat
benturan langsung maupun tidak langsung, dan cedera sekunder yaitu cedera yang
terjadi akibat cedera saraf melalui akson meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia,
hiperkapnea / hipotensi sistemik.
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang
timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema
otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan
perubahan neurokimiawi (Hickey,2003).
C. Fatopisiologi
Trauma yang disebabkan oleh benda tumpul dan benda tajam atau kecelakaan dapat
menyebabkan cedera kepala. Cedera otak primer adalah cedera otak yang terjadi
segera setelah trauma. Cedera kepala primer dapat menyebabkan kontusio dan
laserasi. Cedera erusakan sel otak sehingga menimbulkan gangguan autoregulasi.
Penurunan aliran darah ke otak menyebabkan penurunan suplai oksigen ke otak dan
terjadi gangguan metabolisme dan perfusi otak. Peningkatan rangsangan simpatis
menyebabkan peningkatan tahanan vaskuler sistematik dan peningkatan tekanan
darah. Penurunan tekanan pembuluh darah di daerah pulmonal mengakibatkan
peningkatan tekanan hidrolistik sehingga terjadi kebocoran cairan kapiler. Trauma
kepala dapat menyebabkan odeme dan hematoma pada serebral sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial. Sehingga pasien akan mengeluhkan
pusing serta nyeri hebat pada daerah kepala (Padila, 2012).
D. manifestasi klinis
1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah
cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah
laku.
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa
minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma
ringan.
2. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan
atau bahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit
neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran,
disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan
pergerakan.
3. Cedera kepala berat, Diane C (2002)
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area
tersebut.
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostic dari cedera (Andra dan Yessi, 2013) :
1) Pemeriksaan diagnostic
a. X ray/CT Scan
1. Hematom serebral
2. Edema serebral
3. Perdarahan intracranial
4. Fraktur tulang tengkorak
b. MMRI: dengan atau tanpa menggunakan kontras
c. Angiografi cerebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral
d. EEG: mermperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
2) Pemeriksaan laboratorium
a. AGD: PO2, PH, HCO2, : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi
(mempertahankan AGD dalam rentang normal untuk menjamin aliran
darah serebral adekuat) atau untuk melihat masalah oksigenasi yang
dapat meningkatkan TIK.
b. Elektrolit serum: cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan
regulasi natrium, retensi Na berakhir beberapa hari, diikuti dengan
dieresis Na, peningkatan letargi, konfusi dan kejang akibat
ketidakseimbangan elektrolit.
c. Hematologi: leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum.
d. CSS: menenetukan kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid
(warna, komposisi, tekanan).
e. Pemeriksaan toksilogi: mendeteksi obat yang mengakibatkan
penurunan kesadaran.
f. Kadar antikonvulsan darah: untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif mengatasi kejang
F. Penatalaksanaan
Beberapa penatalaksaan pada pasien cedera kepala (Tim Pusbankes, 2018).
a. Penatalaksanaan cedera kepala ringan
1. Obsevasi atau dirawat di Rumah Sakit
a. CT scan tidak ada
b. CT scan abnormal
c. Semua cedera tembus
d. Riwayat hilang kesadaran
e. Kesadaran menurun
f. Sakit kepala sedang-berat
g. Intoksikasi alcohol/obat-obatan18
h. Fraktur tengkorak
i. Rhinorea/otorea
j. Tidak ada keluarga dirumah
k. Amnesia
2. Rawat jalan Tidak memenuhi criteria rawat. Berikan pengertian
kemungkinan kembali ke RS jika memburuk dan berikan lembar
observasi
Lembar observasi : berisi mengenai kewaspadaan baik keluarga
maupun penderita cedera kepala ringan. Apabila dijumpai gejala-
gejala dibawah ini maka penderita harus segera dibawa ke RS:
1. Mengantuk berat atau sulit dibangunkan
2. Mual dan muntah
3. Kejang
4. Perdarahan atau keluar cairan dari hidung dan telinga
5. Sakit kepala hebat
6. Kelemahan pada lengan atau tungkai
7. Bingung atau perubahan tingkah laku
8. Gangguan penglihatan
9. Denyut nadi sangat lambat atau sangat cepat
10. Pernafasan tidak teratur
b. Penatalaksanaan cedera kepala sedang (GCS 9-13)
Penderita biasanya tampak kebingungan atau mengantuk, namun masih
mampu menuruti perintah-perintah.
Pemeriksaan awal:
1. Sama dengan untuk cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan darah
sederhana
2. Pemeriksaan CT scan kepala
3. Dirawat untuk observasi
c. Penatalaksanaan cedera kepala berat (GCS 3-8)
Penderita tidak mampu melakukan perintah-perintah sederhana karena
kesadarannya menurun.
a) Airway
1. Penderita dibaringkan dengan elevasi 20-30 untuk membantu
menurunkan tekanan intracranial
2. Pastikan jalan nafas korban aman, bersihkan jalan nafas dari
lender, darah atau kotoran, pasang pipa guedel dan siapkan untuk
intubasi endotrakeal, berikan oksigenasi 100% yang cukup untuk
menurunkan tekanan intracranial
3. Jangan banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera
servikal dapat disingkirkan
b) Sirkulasi
1. Berikan cairan secukupnya (Ringer Laktat/Ringer Asetat), untuk
resusitasi korban. Jangan memberikan cairan berlebih atau yang
mengandung Glukosa karena dapat menyebabkan odema otak.
2. Atasi hipotensi yang terjadi, yang biasanya merupakan petunjuk
adanya cedera di tempat lain yang tidak tampak.
3. Berikan transfuse darah jika Hb kurang dari 1
G. Pengkajian
1. ANAMNESA
Yaitu suatu proses tanya jawab atau komunikasi untuk mengajak klien dan
keluarga bertukar pikiran dan perasaan berisi
a. identitas klien
b. identitas penanggung jawab
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. keluhan utama
b. riwayat penyakit sekarang
c. riwayat penyakit keluarga riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
subjektif data-data ini sangat berarti karena dapat mengetahui Prakosa.
3. PENGKAJIAN PERSISTEM
a. Keadaan umum
b. tingkat kesadaran
c. TTV
d. sistem pernapasan
e. pemeriksaan fisik
H. intervensi keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
1 Resiko perfusi serebral tidak efektif Setelah dilakukan Tindakan keperawatan -identifikasi penyebab peningkatan tik
selama 2x 24 jam, maka ferfusi serebral -monitor tanda/gejala ,peningkatan TIK
meningkat dengan kriteria hasil: -monitor status pernafasan
-tingkat kesadaran meningkat -monitorintake dan output cairan
-tik menurun -monitor cairan serebrospinalis
Sakit kepala menurun Teraupetik:
-nilai rata-rata tekana darah dan -minimalkan stimulus dengan
kesadaran membaik menyediakan lingkungan yang tenang
-berikan pososi semipowlwr
-cegah terjadinya kejang
-pertahankan suhu tubuh
Kolaborasi
-kolaborasi pemberian diuretic osmos,
jika perlu
2 Bersihkan jalan nafastidak efektif Setelah dilakukan Tindakan keperawatan -monitor pola nafas
selama 2x24 jam maka bersihkan jalan -monitor bunyi nafas tambahan
nafas meningkat dengan kriteria hasil: terupetik:
-produksi sputum menurun -pertahankan kepatenan jalan nafas
-dispnea menurun dengan head tilt dan chin lift
-frekuensi nafas membaik -posisikan semi powler
-pola nafas membaik -berikan minum air hangat
-lakukan penghisapan lender kurang dari
15 detik
-lakukan hiperoksigenasi endotrakeal
-berikan oksigen
Kolaborasi
-kolaborasi pemberian
bronkodilator,ekspekttoran,mukolitik jika
perlu
3 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Tindakan keperawatan -monitor frekuensi irama, kedalama dan
selam 1x24 jam diharapkan pola upaya nafas
nafasmembaik dengan kriteria hasil: -monitor pola nafas
-prekuensi nafas membaik -monitor adanya produksi sputum
-dispenea membaik -Monitor adanya summbatan jalan nafas
Pemanjangan fase ekspirasi membaik -Palpasi kesimetrisan ekspansasi paru
-auskultasi bunyi nafas
-Monitor saturasi oksigen
Teraupetik
-atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
-Dokumenyasi hasil pemantauan
edukasi
-jelaskan tujuan pemantauan
-informasikan hasil pemantauan jika perlu

4 Resiko perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan Tindakan keperwatan -monitor status kardiopulmonal
selam 2x 24 jam, maka perfusi perifer -Monitor status cairan
meningkat dengan kriteria hasil -Monitor tingkat kesadaran dan respon
-oenyembuhan luka meningkat pupil
-denyut nadi perifer meningkat -Periksa Riwayat alergi
-edem perifer Teraupetik
-berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
-persiapkan intubasi dan ventilasi
mekanis, jika perlu
-pasan IV
-pasan kateter urin untuk menilai produksi
urine
Kolaborasi
-kolaborasi pemberian IV
-kolaborasi pmebriantranfusi darah jika
perlu

5 Resiko gangguan integritas Setalah dilakukan ntrevensi keperawatan -ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
kulit/jaringan selama 2x24 jam, maka integritas kulit -lakukan pemijatan pada area penonjolan
dan jaringan meningkat dengan kriteria tulang
hasil -Gunakan produk berbahan ringan/alami
-perfusi jaringan meningkat daedukasi hipoalergik pada kulit sensitive
-kerusakan jaringan menurun edukasi
-hematom menurun -anjurkan menggunkan pelembab
-anjurkan minum air yang cukup
-Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
-anjurkan meningkatkan asupan sayuran
dan buah

DAFTAR PUSTAKA
- https://www.studocu.com/id/document/politeknik-kesehatan-kementerian-kesehatan-palembang/eg-
d3-keperawatan/lp-trauma-kepala/30842889
- file:///C:/Users/ACER/Downloads/YOZI_EKA_SAPUTRA.pdf
- SDKI edisi 1 cetakan III (revisi)2017
- SLKI edisi 1 cetakan II 2019
- SIKI edisi1 cetakan II2018
-

Anda mungkin juga menyukai