Anda di halaman 1dari 60

A.

SKENARIO
Seorang wanita 20 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan gatal dan bercak
kemerahan disertai sisik pada daerah badan yang telah dialami sejak 2 minggu
yang lalu. Riwayat keluarga menderita penyakit yang sama tidak ada. Hasil
pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.
B. KALIMAT SULIT
-
C. KALIMAT KUNCI
1. Seorang wanita
2. Usia 20 tahun
3. Datang ke rumah sakit dengan keluhan gatal dan bercak kemerahan disertai
sisik pada daerah badan yang telah dialami sejak 2 minggu yang lalu.
4. Riwayat keluarga menderita penyakit yang sama tidak ada
5. Hasil pemeriksaan laboratorium dalam batas normal

D. PERTANYAAN
1. Jelaskan anatomi, fisiologi, histologi dari kulit!
2. Jelaskan penyakit – penyakit yang memiliki gejala gatal dan bercak
kemerahan!
3. Jelaskan komplikasi, pencegahan dan pengendalian penyakit pada radang
kulit!
4. Jelaskan patomekanisme gejala gatal dan skuama pada skenario!
5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis dari skenario!
6. Jelaskan DD dan DS!
7. Jelaskan penatalaksanaan pada skenario!
E. JAWABAN
1. Jelaskan anatomi, fisiologi, histologi dari kulit!
Jawab:
ANATOMI
ANATOMI KULIT SECARA HISTOPATOLOGIK
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu:
1. Lapisan epidermis atau kutikel
2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin)
3. Lapisan subkutis (hipodermis) Tidak ada garis tegas yang
memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya
jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak. 1

Gambar 1. Anatomi kulit


Sumber : Atlas anatomi Netter

 Lapisan epidermis
Terdiri atas : stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum,
stratum spinosum, dan stratum basale.1
1. Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit
yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel - sel
gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah
berubah menjadi keratin (zat tanduk).1
2. Stratum lusidum terdapat langsung dibawah lapisan
korneum,merupakan lapisan sel - sel gepeng tanpa inti dengan
protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut
eleidin, Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan
dan kaki.1
3. Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2
atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar
dan Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa
biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum granulosum
juga tampak jeias di telapak tangan dan kaki. 1
4. Stratum spinosum (stratum Malphigi) atau disebut pula
prickle cell layer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis
sel yang berbentuk poligonal yang besamya berbeda-beda
karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena
banyak mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah -
tengah. Sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng
bentuknya. Di antara sel - sel stratum spinosum terdapat
jembatan - jembatan antar sel {intercellular bridges) yang
terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan
antar jembatan - jembatan ini membentuk penebalan bulat
kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel
spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel - sel Stratum
spinosum mengandung banyak glikogen.1
5. Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus
(kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-
epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini
merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sef-sel
basal ini mengadakan mitosis dan berfungsl reproduktif.
Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu:
a) Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma
basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan
yang lain oleh jembatan antar sel.1
b) Sel pembentuk melanin(melanosit) atau clear cell
merupakan sel-sel berwarna muda. dengan sitoplasma
basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen
(melanosomes).1
 Lapisan dermis
adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada
epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat
dengan elemen - elemen selular dan folikel rambut. Secara garis
besar dibagi menjadi dua bagian yakni :
a) Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi
ujung serabut saraf dan pembuluh darah. 1
b) Pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke
arah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang
misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar (matriks)
lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan
kondroitin suflat, di bagian ini terdapat pula fibroblas.
membentuk ikatan (bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan
hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah
umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip
kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk
amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis. 1
 Lapisan subkutis
adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-
sel lemak di daiamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar,
dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah.
Sel - sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang
lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel - sel lemak disebut p-
yiikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini
terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening.
Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada
lokalisasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah
kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga
merupakan bantalan. Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus,
yaitu pleksus yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superfisial)
dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di
dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus
yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis,
di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan
dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening. 1

Gambar 2. Anatomi Kulit


Sumber : Atlas anatomi Netter

ADNEKSA KULIT
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar = kelenjar kulit, rambut, dan kuku.
1. Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas:
a) Kelenjar keringat (glandula sudorifera) Ada dua macam kelenjar
keringat, yaitu kelenjar ekrin yang kecil - kecil, terletak dangkal di
dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin yang lebih
besar, tertetak lebih dalam dan sekretnya lebih Kental. Kelenjar ekrin
telah dibentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan dan baru
berfungsi 40 minggu setelah kelahiran. Saluran kelenjar ini berbentuk
spiral dan bermuara langsung di permukaan kulit. Terdapat di seluruh
permukaan kulit dan terbanyak di telapak tangan dan kaki, dahi, dan
aksila. Sekresi bergantung padabeberapa faktor dan dipengaruhi oleh
saraf kolinergik. faktor panas. dan stres emosional. Kelenjar apokrin
dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksiia, areola mammae,
pubis, labia minora, dan saluran telinga luar. Fungsi apokrin pada
manusia belum jelas, pada waktu lahir kecil, tetapi pada pubertas
mulai besar dan mengeluarkan sekret. Keringat mengandung air,
elektrolit, asam laktat, dan glukosa, biasanya pH sekitar 4 - 6,8. 1
b) Kelenjar palit (glandula sebasea). Terletak di seluruh permukaan
kulit manusia kecuali di telapak tangan dan kaki. Kelenjar palit
disebut juga kelenjar holokrin karena tidak berlumen dan sekret
keienjar ini berasal dari dekomposisi sel-sel kelenjar. Kelenjar palit
biasanya terdapat disamping akar rambut dan muaranya terdapat pada
lumen akar rambut (folikel rambut). Sebum mengandung trigjiserida,
asam lemak bebas, skualen, wax ester. dan kolesterol. Sekresi
dipengauhi oleh hormon androgen. pada anak - anak jumlah kelenjar
palit sedikit, pada pubertas menjadi lebih besar dan banyak serta
mulai berfungsi secara aktif. 1
2. Kuku, adalah bagian terminal lapisan tanduk (stratum korneum) yang
menebal. Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku
(nail root), bagian yang terbuka diatas dasar jaringan lunak kulit pada
ujung jari tersebut badan kuku (nail plate), dan yang paling ujung adalah
bagian kuku yang bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengan
kecepatan tumbuh kira-kira 1 mm per minggu. Sisi kuku agak
mencekung membentuk alur kuku (naik groove). Kulit tipis yang
menutupi kuku di bagian proksimal disebut eponikium sedang kulit yang
ditutupi bagian kuku bebas disebut hiponikium. 1
3. Rambut, terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit (akar rambut)
dan bagian yang berada di luar kulit (batang rambut). Ada 2 macam tipe
rambut, yaitu lanugo yang merupakan rambut halus, tidak mengandung
pigmen dan terdapat pada bayi, dan rambut terminal yaitu rambut yang
lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai medula, dan terdapat
pada orang dewasa. Pada manusia dewasa selain rambut di kepala, juga
terdapat bulu mata, rambut ketiak, rambut kemaluan, kumis, dan janggut
yang pertumbuhannya dipengaruhi hormon seks (androgen). Rambut
halus di dahi dan badan lain disebut rambut velus. Rambut tumbuh
secara siklik, fase anagen (pertumbuhan) berlangsung 2-6 tahun dengan
kecepatan tumbuh kira-kira 0.35 mm per hari. Fase telogen (istirahat)
berlangsung beberapa bulan. Di antara kedua fase tersebut terdapat fase
katagen (involusi temporer). Pada satu saat 85% seluruh rambut menga
lami fase anagen dan 15% sisanya dalam fase telogen. Rambut normal
dan sehat berkilat, elastis dan tidak mudah patah, dan dapat menyerap air.
Komposisi rambut terdiri atas karbon 50 - 60%, hidrogen 6,36%,
nitrogen 17,14%, sulfur 5.0%, dan oksigen 20,80%. Rambut dapat
mudah dibentuk dengan mempengaruhi gugusan disulfida misalnya
dengan panas atau bahan kimia.1

HISTOLOGI
 Kulit sebagai organ
Kulit merupakan organ yang tersusun dari 4 jaringan dasar:
1) Kulit mempunyai berbagai jenis epitel, terutama epitel berlapis
gepeng dengan lapisan tanduk. Penbuluh darah pada dermisnya
dilapisi oleh endotel. Kelenjar-kelenjar kulit merupakan kelenjar
epitelial. 2
2) Terdapat beberapa jenis jaringan ikat, seperti serat-serat kolagen dan
elastin, dan sel-sel lemak pada dermis.2
3) Jaringan otot dapat ditemukan pada dermis. Contoh, jaringan otot
polos, yaitu otot penegak rambut (m. arrector pili) dan pada dinding
pembuluh darah, sedangkan jaringan otot bercorak terdapat pada otot-
otot ekspresi wajah.2
4) Jaringan saraf sebagai reseptor sensoris yang dapat ditemukan pada
kulit berupa ujung saraf bebas dan berbagai badan akhir saraf. Contoh,
badan Meissner dan badan Pacini.2
 Struktur kulit
Kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis dan dermis.
Epidermis merupakan jaringan epitel yang berasal dari ektoderm,
sedangkan dermis berupa jaringan ikat agak padat yang berasal dari
mesoderm. Di bawah dermis terdapat selapis jaringan ikat longgar yaitu
hipodermis, yang pada beberapa tempat terutama terdiri dari jaringan
lemak.2
 Epidermis
Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas
epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya
terdiri dari jaringan epitel, tidak mempunyai pembuluh darah
maupun limf; oleh karenaitu semua nutrien dan oksigen diperoleh
dari kapiler pada lapisan dermis. lapis basal yang secara berangsur
digeser ke permukaan epitel. Selama perjalanannya, sel-sel ini
berdiferensiasi, membesar, dan mengumpulkan filamen keratin
dalam sitoplasmanya. Mendekati permukaan, selsel ini mati dan
secara tetap dilepaskan (terkelupas). Waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai permukaan adalah 20 sampai 30 hari. Modifikasi struktur
selama perjalanan ini disebut sitomorfosis dari sel-sel epidermis.
Bentuknya yang berubah pada tingkat berbeda dalam epitel
memungkinkan pembagian dalam potongan histologik tegak lurus
terhadap permukaan kulit. Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu, dari
dalam ke luar, stratum basal, stratum spinosum, stratum granulosum,
stratum lusidum, dan stratum korneum. 2
1) Stratum basal (lapis basal, lapis benih)
Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel
yang tersusun berderet-deret di atas membran basal dan melekat
pada dermis di bawahnya. Selselnya kuboid atau silindris. Intinya
besar, jika dibanding ukuran selnya, dan sitoplasmanya basofilik.
Pada lapisan ini biasanya terlihat gambaran mitotik sel, proliferasi
selnya berfungsi untuk regenerasi epitel. Sel-sel pada lapisan ini
bermigrasi ke arah permukaan untuk memasok sel-sel pada lapisan
yang lebih superfisial. Pergerakan ini dipercepat oleh adalah luka,
dan regenerasinya dalam keadaan normal cepat. 2
2) Stratum spinosum (lapis taju)
Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar
berbentuk poligonal dengan inti lonjong. Sitoplasmanya kebiruan.
Bila dilakukan pengamatan dengan pembesaran obyektif 45x,
maka pada dinding sel yang berbatasan dengan sel di sebelahnya
akan terlihat taju-taju yang seolah-olah menghubungkan sel yang
satu dengan yang lainnya. Pada taju inilah terletak desmosom yang
melekatkan sel-sel satu sama lain pada lapisan ini. Semakin ke atas
bentuk sel semakin gepeng.2
3) Stratum granulosum (lapis berbutir)
Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung
banyak granula basofilik yang disebut granula keratohialin, yang
dengan mikroskop elektron ternyata merupakan partikel amorf
tanpa membran tetapi dikelilingi ribosom. Mikrofilamen melekat
pada permukaan granula.2
4) Stratum lusidum (lapis bening)
Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus
cahaya, dan agak eosinofilik. Tak ada inti maupun organel pada
sel-sel lapisan ini. Walaupun ada sedikit desmosom, tetapi pada
lapisan ini adhesi kurang sehingga pada sajian seringkali tampak
garis celah yang memisahkan stratum korneum dari lapisan lain di
bawahnya.2
5) Stratum korneum (lapis tanduk)
Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan
tidak berinti serta sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Selsel
yang paling permukaan merupa-kan sisik zat tanduk yang
terdehidrasi yang selalu terkelupas.2
Sel-sel epidermis Terdapat empat jenis sel epidermis, yaitu:
keratinosit, melanosit, sel Langerhans, dan sel Merkel. 2
Gambar 3. Histologi Epidermis
Sumber : Atlas histology Junqueira
 Dermis
1) Stratum papilaris
Lapisan ini tersusun lebih longgar, ditandai oleh adanya papila
dermis yang jumlahnya bervariasi antara 50 – 250/mm2 .
Jumlahnya terbanyak dan lebih dalam pada daerah di mana
tekanan paling besar, seperti pada telapak kaki. Sebagian besar
papila mengandung pembuluh-pembuluh kapiler yang memberi
nutrisi pada epitel di atasnya. Papila lainnya mengandung badan
akhir saraf sensoris yaitu badan Meissner. Tepat di bawah
epidermis serat-serat kolagen tersusun rapat.2
2) Stratum retikularis
Lapisan ini lebih tebal dan dalam. Berkas-berkas kolagen kasar
dan sejumlah kecil serat elastin membentuk jalinan yang padat
ireguler. Pada bagian lebih dalam, jalinan lebih terbuka, rongga-
rongga di antaranya terisi jaringan lemak, kelenjar keringat dan
sebasea, serta folikel rambut. Serat otot polos juga ditemukan
pada tempat-tempat tertentu, seperti folikel rambut, skrotum,
preputium, dan puting payudara. Pada kulit wajah dan leher,
serat otot skelet menyusupi jaringan ikat pada dermis. Otot-otot
ini berperan untuk ekspresi wajah. Lapisan retikular menyatu
dengan hipodermis/fasia superfisialis di bawahnya yaitu jaringan
ikat longgar yang banyak mengandung sel lemak. 2
Sel-sel dermis Jumlah sel dalam dermis relatif sedikit. Sel-sel
dermis merupakan sel-sel jaringan ikat seperti fibroblas, sel
lemak, sedikit makrofag dan sel mast. 2

Gambar 4. Histologi lapisan dermis


Sumber : Atlas histology Junqueira

 Hipodermis

Hipodermis Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis


dermis disebut hipodermis. Ia berupa jaringan ikat lebih longgar
dengan serat kolagen halus terorientasi terutama sejajar terhadap
permukaan kulit, dengan beberapa di antaranya menyatu dengan
yang dari dermis. Pada daerah tertentu, seperti punggung tangan,
lapis ini meungkinkan gerakan kulit di atas struktur di bawahnya. Di
daerah lain, serat-serat yang masuk ke dermis lebih banyak dan kulit
relatif sukar digerakkan. Sel-sel lemak lebih banyak daripada dalam
dermis. Jumlahnya tergantung jenis kelamin dan keadaan gizinya.
Lemak subkutan cenderung mengumpul di daerah tertentu. Tidak ada
atau sedikit lemak ditemukan dalam jaringan subkutan kelopak mata
atau penis, namun di abdomen, paha, dan bokong, dapat mencapai
ketebalan 3 cm atau lebih. Lapisan lemak ini disebut pannikulus
adiposus.2

 Rambut

Batang rambut merupakan struktur keratin keras yang dihasilkan oleh


bangunan epitelial berbentuk kantung yaitu folikel rambut. Pada ujung
basal folikel melebar melingkari papila pili terdiri atas jaringan ikat,
pembuluh darah dan saraf yang penting bagi kelangsungan hidup folikel
rambut; bagian yang melebar disebut bulbus pili. Sel-sel terdalam pada
bulbus, yang meliputi papila pili menghasilkan batang rambut yang akan
muncul ke permukaan kulit. Sel-sel yang membungkus bulbus
merupakan lanjutan sel-sel stratum basal dan spinosum epidermis kulit.
Sel-sel tersebut terusmenerus mengalami mitosis dan menghasilkan
berbagai selubung selular bagi rambut. Sel-sel papila memiliki sifat
induktif terhadap aktivitas folikel, dan nutrien dari kapilernya adalah
esensial untuk fungsi normalnya. Sel-sel epitel yang membungkus papila
dapat disamakan dengan sel-sel stratum basal pada epidermis, dan
mereka membentuk matriks rambut. Pada dasarnya proliferasinya
berfungsi menumbuhkan rambut.2

Folikel rambut dikelilingi pema-datan komponen fibrosa dermis. Di


antara komponen tersebut dengan epitel folikel terdapat membran vitrea
non-seluler, yang merupakan membran basal sangat tebal dari lapis luar
epitel folikel, yang disebut sarung akar rambut luar. Pada bagian bulbus
pili, sarung akar rambut luar ini hanya setebal satu sel sesuai stratum
basal epidermis. Mendekati permukaan kulit, tebalnya beberapa lapis sel
dan memiliki strata menyerupai epidermis kulit tipis. 2

Gambar 5. Histologi Rambut


Sumber : Atlas histology Junqueira

Lapis-lapis konsentris berikut dari folikel adalah sarung akar rambut


dalam, yang memiliki tiga komponen:
1) lapis Henle, selapis sel gepeng yang melekat erat pada sel-sel paling
dalam dari sarung akar rambut luar.2
2) lapis Huxley, terdiri atas dua atau tiga baris sel-sel gepeng.2
3) kutikula sarung akar rambut dalam, terdiri atas sel-sel pipih mirip
sisik tersusun mirip genteng dengan tepi bebasnya mengarah ke
bawah.2
 Medula rambut
Medula rambut terletak paling tengah, biasanya terlihat lebih
terang daripada bagian lain.2
 Korteks rambut
Korteks rambut merupakan bagian terbesar rambut,
mengandung beberapa lapisan konsentris yang terdiri atas sel
panjang terkeratinisasi. Melanin biasanya terjepit di antara dan di
dalam sel-sel ini, sehingga mewarnai rambut.2
 Kutikula rambut
Kutikula rambut merupakan bagian paling luar akar dan
batang rambut mengandung sel-sel paling tipis, mirip sisik, dengan
ujung bebas ke arah ujung distal. Sel-sel yang menyusun kutikula
rambut sangat pipih, saling berselisip, dan berhimpitan dengan sel-sel
kutikula sarung akar rambut dalam, sehingga sulit dibedakan satu
sama lain.2
 Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea atau kelenjar rambut merupakan kelenjar
holokrin yang terdapat pada seluruh kulit yang berambut. Hampir
semua kelenjar sebasea bermuara ke dalam folikel rambut kecuali
yang terdapat pada puting susu, kelopak mata, glans penis, klitoris,
dan labium minus. Kelenjar sebasea yang berhubungan dengan
folikel rambut biasanya terdapat pada sisi yang sama dengan otot
penegak rambut (m. arrector pili).2
 Kelenjar keringat
Kelenjar keringat ada dua jenis, yaitu kelenjar keringat
merokrin dan apokrin, yang berbeda cara sekresinya. Kelenjar
merokrin bergetah encer (banyak mengandung air), terdapat di
seluruh permukaan tubuh kecuali daerah yang berkuku; fungsinya
menggetahkan keringat yang berguna untuk ikut mengatur suhu
tubuh. Kelenjar apokrin hanya terdapat pada kulit daerah tertentu,
misalnya areola mamma, ketiak, sekitar dubur, kelopak mata, dan
labium mayus. Kelenjar ini bergetah kental dan baru berfungsi
setelah pubertas. Kelenjar bergetah lilin seperti kelenjar serumen dan
kelenjar Moll juga tergolong kelenjar ini. Baik kelenjar merokrin
maupun apokrin dilengkapi dengan sel mioepitel. 2

FISIOLOGI
Fisiologi Kulit
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis
tubuh. Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi,
absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan
pembentukan vitamin D. Kulit juga sebagai barier infeksi dan
memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan. 3
a. Fungsi proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai
berikut:
 Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan
zat kimia. 3
 Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit
dan dehidrasi, selain itu juga mencegah masuknya air dari
lingkungan luar tubuh melalui kulit.3
 Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan
rambut dari kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang
berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit. 3
 Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya.
Pada stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke
sel-sel di sekitarnya. Pigmen ini bertugas melindungi materi genetik
dari sinar matahari, sehingga materi genetik dapat tersimpan dengan
baik. Apabila terjadi gangguan pada proteksi oleh melanin, maka
dapat timbul keganasan.3
 Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif.
Yang pertama adalah sel Langerhans, yang merepresentasikan
antigen terhadap mikroba. Kemudian ada sel fagosit yang bertugas
memfagositosis mikroba yang masuk melewati keratin dan sel
Langerhans.3
b. Fungsi absorpsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-
lipid seperti vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan
karbon dioksida. Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida
dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi
respirasi. Selain itu beberapa material toksik dapat diserap seperti aseton,
CCl4, dan merkur. 3
Beberapa obat juga dirancang untuk larut lemak, seperti kortison,
sehingga mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di
tempat peradangan. 3
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit,
hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan
dapat berlangsung melalui celah antarsel atau melalui muara saluran
kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada
yang melalui muara kelenjar. 3
c. Fungsi ekskresi
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar
eksokrinnya, yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:
1) Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel
rambut dan melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju
lumen. Sebum dikeluarkan ketika muskulus arektor pili berkontraksi
menekan kelenjar sebasea sehingga sebum dikeluarkan ke folikel
rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum tersebut merupakan
campuran dari trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolit. Sebum
berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan
memproteksi keratin.3
2) Kelenjar keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air
dapat keluar dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari.
Seorang yang bekerja dalam ruangan mengekskresikan 200 mL
keringat tambahan, dan bagi orang yang aktif jumlahnya lebih
banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan panas, keringat juga
merupakan sarana untuk mengekskresikan garam, karbondioksida,
dan dua molekul organik hasil pemecahan protein yaitu amoniak dan
urea.Terdapat dua jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat
apokrin dan kelenjar keringat merokrin. 3
 Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila, payudara dan
pubis, serta aktif pada usia pubertas dan menghasilkan sekret
yang kental dan bau yang khas. Kelenjar keringat apokrin bekerja
ketika ada sinyal dari sistem saraf dan hormon sehingga sel-sel
mioepitel yang ada di sekeliling kelenjar berkontraksi dan
menekan kelenjar keringat apokrin. Akibatnya kelenjar keringat
apokrin melepaskan sekretnya ke folikel rambut lalu ke
permukaan luar.3
 Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di daerah telapak
tangan dan kaki. Sekretnya mengandung air, elektrolit, nutrien
organik, dan sampah metabolism. Kadar pH-nya berkisar 4,0−6,8
dan fungsi dari kelenjar keringat merokrin adalah mengatur
temperatur permukaan, mengekskresikan air dan elektrolit serta
melindungi dari agen asing dengan cara mempersulit perlekatan
agen asing dan menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil
dengan sifat antibiotik.3
d. Fungsi presepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di
dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan
Krause yang terletak di dermis, badan taktil Meissner terletak di papila
dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier
yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh
badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak
jumlahnya di daerah yang erotik.3
e. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
melalui dua cara: pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di
pembuluh kapiler. Pada saat suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan
keringat dalam jumlah banyak serta memperlebar pembuluh darah
(vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh.
Sebaliknya, pada saat suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih
sedikit keringat dan mempersempit pembuluh darah (vasokonstriksi)
sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh. 3
f. Fungsi pembentukan vitamin D
Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7
dihidroksi kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet. Enzim di hati dan
ginjal lalu memodifikasi prekursor dan menghasilkan kalsitriol, bentuk
vitamin D yang aktif. Calcitriol adalah hormon yang berperan dalam
mengabsorpsi kalsium makanan dari traktus gastrointestinal ke dalam
pembuluh darah darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit. 3

Walaupun tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri, namun belum


memenuhi kebutuhan tubuh secara keseluruhan sehingga pemberian
vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.Pada manusia kulit dapat pula
mengekspresikan emosi karena adanya pembuluh.3

2. Jelaskan penyakit – penyakit yang memiliki gejala gatal dan bercak


kemerahan!
Jawab:
Penyakit penyakit yang menyebabkan gatal dan kemerahan pada kulit
1. Pitiariasis Rosea
Erupsi kulit akut yang sembuh sendiri dimulai dengan sebuah lesi
inisial berbentuk eritema dan skuama halus.gejalanya ada ruam
terdiri eritema dan skuama halus dipinggir menyerupai flu termasuk
malese,nyeri kepala,nausea,demam dan arthralgia sebagian penderita
mengeluh gatal ringan.4
2. Psoriasis
Penyakit peradangan kronik yang ditandai oleh hiperproliferasi dan
inflamasi epidermis dengan gambaran morfologi,distribusi,serta
derajat keparahan penyakit yang bervariasi.Kelainan kuli terdiri dari
bercak-bercak eritema yang meninggi (Plak) dengan skuama
diatasnya. Lesi kulit pada psoriasis biasanya simetris dan dapat
disertai gejala subjektif seperti gatal dan rasa terbakar. 4
3. Parapsoriasi
Gejalanya umumnya tidak diserti keluhan (kadang-kadang gatal
ringan), kelainan kulit berupa eritema dan skuama dan terapinya
sukar.4
4. Dermatitis seroboik
Adalah kelainan kulit papuloskuamosa dengan prediksi didaerah
kaya kelenjar sebasea. Gejelanya dijumpai kemerahan perifolikuler
yang pada tahap lanjut menjadi plak eritematosa berkonfluensi.
Kadang kala disertai rasa gatal.4
5. Neurodermatitis sirkumskripta
Gejalanya penderita mengeluh rasa gtal dan lesi biasanya tunggal
pada awalnya berupa eritematosa.4
6. Urtikaria
Adalah reaksi vaskuler pada kulit ditandai adanya edema setempat
yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan,berwarna pucat
atau kemerahan dan disertai rasa gatal yang berat,rasa tersengat atau
tertusuk.4
7. Tinea korporis
Gejalanya penderita merasakan gatal dan kelainan berbatas atas
macam-macam effloresensi kulit. Kelainan kulit dilihat dalam klinik
merupakan lesi bulat atau lonjong,berbatas tegas terdiri atas
eritema,skuama,kadang kadang dengan vesikel dan papul ditepi
lesi.4

3. Jelaskan komplikasi, pencegahan dan pengendalian penyakit pada


radang kulit!
Jawab:
 KOMPLIKASI
1. Jika komplikasi di kepala, dapat menyebabkan 5:
 Kebotakan
 Radang folikel rambut 5
2. Jika komplikasi terjadi pada wajah, dapat menyebabkan 5:
 Bekas luka yang susah hilang
 Ruam wajah
 Komplikasi emosional (biasanya pada wanita yang mengalami
stress terkait kecantikannya)
 Radang kelenjar air mata
 Kesulitan dalam melihat bila terjadi di kelopak mata5
3. Jika komplikasi terjadi pada tubuh, dapat menyebabkan5 :
 Psoariasis :dapat menyebabkan komplikasi pada sendi
 Dapat terjadi penipisan kulit
 Jika sudah terjadi lesi pada kulit dan kurangnya hiegine pada
tangan, dapat menyebabkan infeksi yang baru
 Jika terjadi pada kemaluan, dapat menularkan penyakit tersebut
pada saat berhubungan kepada lawan jenis
 Perubahan warna kulit
 Kulit kering5
 PENCEGAHAN
Macam-macam personal hygiene menurut Isro’in dan Andarmoyo (2012)
diantaranya yaitu 5:
A. Perawatan kulit
Kulit yang bersih dan terpelihara dapat dapat terhindar dari berbagai
macam penyakit, gangguan atau kelainan-kelainan yang mungkin
terdapat di kulit serta menimbulkan perasaan senang dan kecantikan.
Pemeliharaan kulit dapat dilakukan dengan mandi paling sedikit 2 x
sehari dan berpakaian (Adam, 1978).5
1. Mandi
Mandi merupakan salah satu cara membersihkan kulit. Mandi
berguna untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada kulit,
menghilangkan bau keringat, merangsang peredaran darah dan
syaraf, melemaskan otot-otot, dan memberi kesegaran kepada
tubuh (Maryunani, 2013). 5
Maryunani (2013) menyebutkan bahwa mandi dengan air saja
tanpa sabun, membuat badan seseorang belum cukup bersih,
terlebih lagi air yang digunakan untuk mandi adalah air yang
kotor. Cara mandi yang baik dan benar yaitu meliputi5:
a) Seluruh badan disiram dengan air.5
b) Kemudian seluruh badan disabun dan digosok untuk
menghilangkan semua kotoran yang menempel di permukaan
kulit, terutama bagian yang lembab dan berlemak seperti pada
lipatan paha, sela-sela jari kaki, ketiak, lipatan telinga dan
muka.5
c) Setelah itu, disiram kembali hingga bekas sabun terbuang
bersih.5
d) Sebaiknya memakai sabun pribadi saat mandi.5
e) Mengeringkan seluruh permukaan tubuh dengan handuk yang
kering dan bersih serta pencucian handuk disarankan setiap
seminggu sekali.5

2. Pakaian
Pakaian berguna untuk melindungi kulit dari sengatan
matahari atau cuaca dingin dan kotoran yang berasal dari luar
seperti debu, lumpur dan sebagainya. Selain itu, pakaian juga
berfungsi untuk membantu mengatur suhu tubuh dan mencegah
masuknya bibit penyakit (Maryunani, 2013). 5
Pakaian banyak memberi pengaruh pada kulit seperti
menimbulkan pergeseran, tekanan dan menimbulkan pengaruh
terhadap panas atau hawa. Pakaian ketat dapat merusak kulit dan
pembendungan pada pembuluh darah (Adam, 1978). 5
Tata cara penggunaan dan pemeliharaan pakaian menurut
Maryunani (2013) diantaranya yaitu5 :
a) Memakai pakaian yang sesuai dengan ukuran tubuh. Pakaian
yang menunjang kesehatan yaitu pakaian yang cukup longgar
dipakai, sehingga pemakai dapat bergerak bebas. 5
b) Memakai pakaian yang dapat menyerap keringat untuk dapat
mengurangi terjadinya biang keringat.5
c) Pakaian yang dikenakan tidak boleh menimbulkan gatal-gatal.
d) Mengganti pakaian setelah mandi dan apabila pakaian kotor
atau basah karena baik karena keringat ataupun air. 5
e) Membedakan jenis pakaian, antara lain yaitu pakaian rumah,
pakaian sekolah atau kerja, pakaian keluar rumah, pakaian
tidur, pakaian pesta dan pakaian olahraga.5
f) Membersihkan pakaian dengan cara dicuci, dan diseterika
dengan baik dan rapi.5
g) Mencuci pakaian dengan air bersih dan sabun cuci (detergen)
yang dapat menghilangkan kotoran. 5
h) Tidak menumpuk pakaian basah, apabila pakaian tidak bisa
langsung dicuci. Sebaiknya pakaian digantung untuk
mencegah tumbuhnya jamur.5
i) Menjemur pakaian dengan sinar matahari dapat membunuh
hama penyakit.5

B. Perawatan kaki, tangan dan kuku


1. Perawatan kaki dan tangan
Perawatan kaki dan tangan yang baik dimulai dengan
menjaga kebersihan termasuk didalamnya membasuh dengan air
bersih, mencucinya dengan sabun serta mengeringkannya dengan
handuk bersih. Mencuci kaki sewaktu akan tidur adalah suatu
kebiasaan yang baik (Adam, 1978)5
Menggunakan sandal atau sepatu untuk menghindari kaki dari
kotoran atau terkena luka dan mencegah masuknya cacing
tambang ke dalam tubuh melalui kaki. Dengan memakai sepatu
dalam keadaan kering, serta mencuci sepatu karet secara teratur
agar tidak kotor atau menimbulkan bau tidak sedap (Maryunani,
2013).5
2. Perawatan kuku
Memotong ujung kuku sampai beberapa millimeter dari
tempat perlekatan antara kuku dan kulit yang disesuaikan dengan
bentuk ujung jari sedikitnya satu minggu sekali. Menggunakan
pemotong kuku atau gunting yang tajam . Mengikir tepi kuku
setelah dipotong agar menjadi rapi dan tidak tajam. Setelah
pemotongan selesai dilanjutkan dengan pencucian. Untuk
memperoleh hasil yang baik, kuku sebaiknya dicuci dengan air
hangat dan disikat. Kemudian tangan, kaki dan kuku dikeringkan
dengan lap atau handuk kering dan bersih.5
C. Perawatan rambut
Rambut berguna sebagai pelindung, keindahan dan menahan
panas (Adam, 1978). Rambut dapat menyebabkan penyakit yang
bisa ditimbulkan akibat dari kurangnya menjaga kebersihan dan
perawatan rambut.5
Isro’in dan Andarmoyo (2012), menyebutkan bahwa masalah
kesehatan dan kebersihan rambut yang umum ditemukan
diantaranya ketombe, tungau, kutu rambut, dan kehilangan
rambut (Alopecia).5
Cara pemeliharaan kesehatan rambut dapat dilakukan dengan
melakukan pencucian rambut, merapikan rambut dan memijat
pada waktu membersihkan rambut (Adam, 1978). Cara mencuci
rambut menurut Maryunani (2013) diantaranya yaitu 5:
1) Mencuci rambut dengan bahan pembersih atau sampo, paling
sedikit dua kali seminggu sacara teratur atau tergantung pada
kebutuhan dan keadaan.5
2) Rambut disiram dengan air bersih, setelah basah semua
(merata) kemudian digosok dengan menggunakan sampo dan
sebaiknya sambil dilakukan pemijatan pada seluruh kulit
kepala untuk meragsang persarafan pada kulit kepala
sehingga rambut tumbuh sehat dan normal.5
3) Bila rambut dirasa masih kurang bersih, gosok kembali
menggunakan sampo, setelah itu dibilas sampai rambut terasa
kesat.5
4) Kemudian rambut dikeringkan dengan handuk bersih dan
disisir. 5
D. Perawatan rongga mulut
Mulut dan organ tambahan didalamnya memiliki peranan
penting, sehingga hygiene mulut merupakan aspek yang sangat
penting dalam perawatan. Masalah kebersihan dan kesehatan gigi dan
mulut diantaranya karies gigi, penyakit periodonatal, karang gigi,
gingivitis dan periodontitis.5

E. Perawatan mata, telinga, dan hidung


Kurang menjaga kesehatan dan kebersihan higiene mata,
telinga dan hidung akan menyebabkan berbagai masalah kesehatan.
Salah satu masalah yang sering ditimbulkan adalah infeksi pada mata,
telinga dan hidung.5

 PENGENDALIAN
 Screening penyakit untuk orang yang bergejala. 5
 Promosi kesehatan.5
 Pola hidup bersih dan sehat.5
 Vaksinasi.5

4. Jelaskan patomekanisme gejala gatal dan skuama pada skenario!


Jawab:
Patomekanisme Gatal (pruritus)
Diketahui bahwa zat-zat kimia dan rangsangan fisik (mekanik) dapat
memicu terjadi pruritus. Stimulasi terhadap ujung saraf bebas yang terletak
di dekat junction dermoepidermal bertanggung jawab untuk sensasi ini.
Sinaps terjadi di akar dorsal korda spinalis (substansia grisea), bersinaps
dengan neuron kedua yang menyeberang ke tengah, lalu menuju traktus
spinotalamikus kontralateral hingga berakhir di thalamus. Dari
thalamus,terdapat neuron ketiga yang meneruskan rangsang hingga ke pusat
persepsidi korteks serebri.Sempat diduga bahwa pruritus memiliki fungsi
untuk menarik perhatian terhadap stimulus yang tidak terlalu berbahaya
(mild surface stimuli)sehingga diharapkan ada antisipasi untuk mencegah
sesuatu terjadi.6
Namun demikian, seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran dan
penemuan teknik Mikroneurografi (di mana potensial aksi serabut saraf C
dapat diukur menggunakan elektroda kaca yang sangat halus) berhasil
menemukan serabut saraf yang terspesiaslisasi untuk menghantarkan impuls
gatal, dan dengan demikian telah mengubah paradigma bahwa pruritus
merupakan stimulus nyeri dalam skala ringan. Saraf yang menghantarkan
sensasi gatal (dan geli,tickling sensation)merupakan saraf yang sama seperti
yang digunakan untuk menghantarkan rangsangnyeri. Saat ini telah
ditemukan serabut saraf yang khusus menghantarkan rangsang pruritus, baik
di sistem saraf perifer, maupun disistem saraf pusat.Ini merupakan serabut
saraf tipe C-tak termielinasi. Hal ini dibuktikan dengan fenomena
menghilangnya sensasi gatal dan geli ketika dilakukan blokade terhadap
penghantaran saraf nyeri dalam prosedur anestesi. 6
Namun demikian, telah ditemukan pula saraf yang hanya
menghantarkan sensasi pruritus. Setidaknya, sekitar 80% serabut saraf tipe C
adalah nosiseptor polimodal (merespons stimulus mekanik, panas, dan
kimiawi); sedangkan 20% sisanya merupakan nosiseptor mekano-
insensitif,yang tidak dirangsang oleh stimulus mekanik namun oleh stimulus
kimiawi.Dari 20% serabut saraf ini, 15% tidak merangsang gatal (disebut
dengan histamin negatif ), sedangkan hanya 5% yang histamine positif dan
merangsang gatal. Dengan demikian, histamine adalah pruritogen yang
paling banyak dipelajari saat ini. Selain dirangsang oleh pruritogen seperti
histamin, serabut saraf yang terakhir ini juga dirangsang oleh temperatur. 6
Mediator Penyebab Gatal pada Kulit
1) Histamin
Konsentrasi histamin yang rendah pada lapisan dermo-epidermal
menyebabkan sensasi gatal, namun injeksi yang lebih dalam (deeper
intracutaneus) menyebabkan nyeri. Histamin disintesis di dalam sel
mast dan tersimpan pada granula sel mast. Ketika terjadi reaksi
radang, sel mast terdegranulasi dan keluarlah histamin tersebut.
Histamin terdiri dari dua macam, H1 dan H2. Histamin yang
menyebabkan gatal adalah H1.6

2) Serotonin
Amina jenis ini ditemukan pada platelet tapi tidak terdapat pada sel
mast manusia. Serotonin dapat menyebabkan gatal melalui pelepasan
histamine dari sel mast dermal.6
3) Endopeptidase
Endopeptidase seperti tripsin atau papain dapat menyebabkan gatal.
Tripsin adalah komponen penting dari sel mast dermal dan
dilepaskan akibat aktivasi sel mast. Sel mast memperoleh triptase,
dari kerja proteinase-activated receptor-2 (PAR-2) pada terminal
saraf C yang berdekatan sehingga membangkitkan neuropeptida
pruritogenik dari terminal yang sama. Hal ini memperlihatkan
interaksi sistem imun dan sistem saraf dalam menyebabkan sensasi
gatal. Selain tripsin, reaksi inflamasi juga menghasilkan interleukin-2
(IL-2) yang ikut berperan dalam timbulnya gatal. 6
4) Neuropeptida
Substansi P yang terdapat pada terminal neuron C dilepaskan sebagai
akibat dari kerja triptase sel mast pada PAR-2 dan menyebabkan
gatal dengan baik dengan aksi langsung maupun memicu pelepasan
histamin oleh sel mast melalui reseptor NK-1. Dosis rendah dari
morphin menyebabkan gatal dan efeknya adalah pelepasan
prostaglandin dan degranulasi sel mast. Reseptor agonis opioid
adalah pada saraf tulang belakang atau ganglia dorsal karena dosis
rendah dari morphine dapat menyebakan gatal segmental. 6
5) Eicosanoid
Transformasi asam arakidonat (prostaglandin, leukotrin) memliki
peran yang kuat dalam mediator inflamasi tapi tidak secara langsung
menyebabkan gatal. Prostaglandin E (PGE) menyebabkan gatal
melalui mediator lain. Konsentrasi rendah PGE pada satu area kulit
menurunkan ambang batas timbulnya sensasi gatal akibat kerja
histamin pada area tersebut.6
Patomekanisme squama/sisik
Sel-sel hidup pada stratum basalis mengalami diferensiasi,
kemudian bergerak ke atas (stratum korneum) menjadi sel-sel mati
yang berisi keratin. Pada stratum korneum selsel tanduk
menghasilkan sel keratosit yang mengalami keratinisasi. Tapi karena
adanya suatu proses inflamasi sehingga menyebabkan proses dari
keratinisasi terganggu. Sel-sel tanduk yang telah mati mengalami
penumpukan kemudian menyebabkan terbentuknya skuama pada
kulit.6

5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis dari skenario!


Jawab:
a. Anamnesis
1) Identitas Pasien7
- Nama : -
- Usia : 20 tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
- Pekerjaan : -
- Status pernikahan : -
- Alamat : -
2) Riwayat Penyakit Sekarang7
- Keluhan Utama : Gatal dan bercak kemerahan disertai sisik
- Sejak kapan/onset : 2 minggu lalu
- Lokasi : badan
- Durasi/frekuensi : -
- Karakteristik : bercak kemerahan disertai sisik
- Progresi : -
- Skala nyeri (bila perlu) : -
- Yang memperparah : -
- Yang mengurangi : -
- Usaha yang dilakukan : -
- Obat dipakai saat ini : -
3) Riwayat penyakit dahulu7
- Penyakit relevan : -
- Tindakan bedah/terapi lain : -
4) Riwayat penyakit keluarga7 : -
Salah satu hal yang pertama kali penting ditanyakan adalah onset
penyakit dan riwayat keluarga, karena onset dini dan riwayat
keluarga berkaitan dengan tingginya ekstensi dan rekurensi penyakit.
Selain itu, tentukan apakah lesi merupakan bentuk akut atau kronis,
serta keluhan pada persendian, karena kemungkinan artritis
psoriatika pada asien dengan riwayat pembengkakan sendi sebelum
usia 40 tahun.7
5) Riwayat pribadi (relevan)7 : -
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Bantuan pemeriksaan dengan kaca pembesar dapat dilakukan.
Pemeriksaan ini mutlak dilakukan dalam ruangan yang cukup cahaya.
Pada inspeksi yang perlu diperiksa adalah sebagai berikut7:
- Lokasi dan penyebaran
- Warna
- Bentuk
- Batas
- Ukuran setiap jenis morfologi (efloresensi)
2) Palpasi
Pada palpasi yang perlu dinilai ataupun diperiksa adalah sebagai
berikut7:
- Perhatikan masing-masing jenis lesi
- Permukaan (rata, berbenjol-benjol, licin, halus, dan kasar)
- Konsistensi lesi (padat, lunak, dan kenyal)
- Ada nyeri atau tidak
- Perhatikan adanya tanda-tanda inflamasi : tumor (benjolan atau
pembengkakan), colour (warna kemerahan), dolor (nyeri), kalor
(panas), fungsiolesa (gangguan fungsi pada kulit misalnya
keringat yang berlebihan atau tidak berkeringat). 7

c. Pemeriksaan Penunjang : dalam batas normal7


1) Uji Klinis7
- Tanda Nikolsky
- Fenomena Tetesan Lilin (Kaarvetsvlek phenomen)
- Fenomena Kobner
- Pitting Nails
- Dermografisme
- White Dhermographism
- Darrier Sign
- Fenomena Button Hole
- Uji Fungsi saraf Motorik
- Pull Test
2) Uji Diagnosis dengan Alat 7
- Diaskopi
- Dermoskopi
- Uji Sensibilitas : Rasa Raba, Rasa Nyeri, Suhu
- Tes saraf Otonom
- Fenomena Auspitz
- Tzanck Smear
- Fluoresensi dengan lampu wood
- Uji Tempel
- Uji Tusuk
- Uji Aceto-White
3) Pemeriksaan Laboratorium7
- Pengambilan duh tubuh
- Pengambilan Pus
- Pemeriksaan KOH
4) Pemeriksaan Histopatologik7
- Memilih Lesi
- Biopsi Kulit

6. Jelaskan DD dan DS!


Jawab:
 PSORIASIS
PENDAHULUAN
Psoriasis sebelumnya dianggap sebagaipenyakit kulit yang tidak
istimewa, pada tahun1841 didefinisikan oleh Ferdinand von
Hebrasebagai suatu penyakit ku lit yang mempunyaikekhususan sendiri.
Bahkan saat ini psoriasisdikenal sebagai penyakit sistemik
berdasarkanpatogenesis autoimunologik dan genetik yangbermanifestasi
pada kulit, sendi serta terkaitsindrom metabolik. Perkembangan
pengetahuantersebut mengarahkan pengobatan psoriasisbersifat sistemik.
Penyakit ini tidak fatal namunberdampak negatif terhadap kehidupan
dimasyarakat, misalnya pertimbangan pekerjaandan hubungan sosial,
karena penampilankulitnya yang tidak menarik. Psoriasis
tidakmenduduki kelas penyakit terbanyak di manapundi dunia, namun
angka kesakitannya dapatdiperkirakan tinggi disebabkan pola
kesembuhandan kekambuhan yang beragam. Morbiditasmerupakan
masalah yang sangat penting bagipasien psoriasis. Berbagai faktor
psikologis dansosial sering dijumpai pasien, antara lain: malukarena kulit
yang mengelupas dan pecah-pecah,tidak nyaman karena gatal atau harga
obat yangmahal dengan berbagai efek samping. Berbagaialasan tersebut
menyebabkan menurunnyakualitas hidup seseorang bahkan
depresiberlebihan sampai keinginan bunuh diri. 7
Pengobatan psoriasis bertujuan menghambatproses peradangan
dan proliferasi epidermis,karena keterkaitannya dengan sindrom
metabolikmaka diperlukan pula penanganan kegemukan,diabetes
melitus, ganguan pola lipid dan hipertensi.Beragam jenis pengobatan
tersedia saat ini mulaidari topikal, sistemik sampai dengan terapi
spesifikbersasaran alur patogenesis psoriasis atau yangdikenal dengan
agen biologik. Penanganan holistikharus diterapkan dalam
penatalaksanaan psoriasismeliputi gangguan kulit, internal dan
psikologis.7
DEFINISI
Psoriasis adalah penyakit peradangankulit kronik dengan dasar
genetik yang kuatdengan karakteristik perubahan pertumbuhandan
diferensiasi sel epidermis disertai manifestasivaskuler, juga diduga
adanya pengaruh sistemsaraf. Patogenesis psoriasis digambarkan
dengangangguan biokimiawi, dan imunologik yangmenerbitkan
berbagai mediator perusak mekanismefisiologis kulit dan memengaruhi
gambaran klinis.Umumnya lesi berupa plak eritematosa
berskuamaberlapis berwama putih keperakan dengan batasyang tegas.
Letaknya dapat terlokalisir, misalnyapada siku, lutut atau kulit
kepala (skalp) ataumenyerang hampir 100% luas tubuhnya. 7
EPIDEMIOLOGI
Psoriasis menyebar diseluruh dunia tetapiprevalensi usia psoriasis
bervariasi di setiapwilayah. Prevalensi anak anak berkisar dari 0%
diTaiwan sampai dengan 2.1 % di ltali. Sedangkanpada dewasa di
Amerika Serikat 0.98% sampaidengan 8% ditemukan di Norwegia. Di
Indonesiapencatatan pernah dilakukan oleh sepuluh RSbesar dengan
angka prevalensi pada tahun 1996,1997, dan 1998 berturut-turut 0,62%;
0,59%, dan0,92%. Psoriasis terus mengalami peningkatanjumlah
kunjungan ke layanan kesehatan di banyakdaerah di Indonesia.
Remisi dialami oleh 17-55%kasus, dengan beragam tenggang waktu.7

ETIOPATOGENESIS
Hanseler dan Christopher pada tahun 1985membagi psoriasis
menjadi tipe 1 bila onsetkurang dari umur 40 tahun dan tipe 2 bila
onsetterjadi pada umur lebih dari 40 tahun. Tipe 1diketahui erat
kaitannya dengan faktor genetikdan berasosiasi dengan HLA-CW6,
HLA-DR7,HLA-813, dan HLA-BW57 dengan fenotip yanglebih parah
dibandingkan dengan psoriasis tipe2 yang kaitan familialnya lebih
rendah. Peranangenetik tercatat pada kembar monozigot 65-72%
sedangkan pada kembar dizigot 15-30%.Pasien dengan psoriasis artritis
yang mengalamipsoriasis tipe1 mempunyai riwayat psoriasispada
keluarganya 60% sedangkan padapsoriasis tipe 2 hanya 30%
(p=0.001 ).Sampai saat ini tidak ada pengertianyang kuat mengenai
patogenesis psoriasis,tetapi peranan autoimunitas dan genetik
dapatmerupakan akar yang dipakai dalam prinsip terapi.Mekanisme
peradangan kulit psonas1s cukupkompleks, yang melibatkan berbagai
sitokin,kemokin maupun faktor pertumbuhan yangmengakibatkan
gangguan regulasi keratinosit, sel-sel radang, dan pembuluh darah;
sehingga lesitampak menebal dan beskuama tebal berlapis.Aktivasi sel
T dalam pembuluh limfeterjadi setelah sel makrofag
penangkapantigen (antigen persenting ce///APC) melaluimajor
histocompatibility complex (MHC) mempresentasikan antigen tersangka
dan diikat olehke sel T naif. Pengikatan sel T terhadap
antigentersebut selain melalui reseptor sel T harusdilakukan pula oleh
ligan dan reseptor tambahanyang dikenal dengan kostimulasi. Setelah
sel Tteraktivasi sel ini berproliferasi menjadi sel T efektordan
memori kemudian masuk dalam sirkulasisistemik dan bermigrasi ke
kulit.7
Pada lesi plak dan darah pasien psoriasisdijumpai: sel Th1
CD4+, sel T sitoksik 1/Tc1CD8+ ,IFN-y, TNF-a, dan IL-12 adalah
produk yangditemukan pada kelompok penyakit yangdiperantarai
oleh sel Th-1 . Pada tahun 2003 dikenalIL-17 yang dihasilkan oleh
Th-17. IL-23 adalahsitokin dihasilkan sel dendrit bersifat
heterodimerterdiri atas p40 dan p19, p40 juga merupakanbagian dari
IL-12. Sitokin IL-17A. IL-17 F, IL-22, IL-21 dan TNFa adalah
mediatorturunan Th-17. Telahdibuktikan IL-17A mampu meningkatkan
ekspresikeratin 17 yang merupakan karakteristik psoriasis.lnjeksi
intradermal IL-23 dan IL-21 pada mencitmemicu proliferasi
keratinosit dan menghasilkangambaran hiperplasia epidermis yang
merupakanciri khas psoriasis, IL-22 dan IL-17A seperti jugakemokin
CCR6 dapat mestimulasi timbulnya reaksiperadangan psoriasis. 7
Dalam peristiwa interaksi imunologi tersebutretetan mediator
menentukan gambaran klinisantara lain: GMCSF (granulocyte
macrophagecolony stimulating factor), EGF, IL-1 , IL-6, IL-8,IL-12,
IL-17, IL-23, dan TNF-a. Akibat peristiwabanjirnya efek mediator
terjadi perubahanfisiologis kulit normal menjadi Keratinosit
akanberproliferasi lebih cepat, normal terjadi dalam311 jam, menjadi
36 jam dan produksi hariankeratinosit 28 kali lebih banyak dari
padaepidermis normal. Pembuluh darah menjadiberdilatasi, berkelok-
kelok, angiogenesis danhipermeabilitas vakular diperankan oleh
vascularendothelial growth factor (VEGF) dan Vascularpermaebility
factor (VPF) yang dikeluarkan olehkeratinosit. 7
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klasik berupa plak eritematosadiliputi skuama putih
disertai titik-titik perdarahanbila skuama dilepas, berukuran dari
seujungjarum sampai dengan plakat menutupi sebagianbesar area tubuh,
umumnya simetris. Penyakit inidapat menyerang kulit, kuku, mukosa
dan senditetapi tidak mengganggu rambut. Penampilanberupa infiltrat
eritematosa, eritema yang munculbervariasi dari yang sangat cerah ("
hot ' psoriasis)biasanya di i kuti gatal sampai merah pucat("cold'
psoriasis). Fenomena Koebner adalahperistiwa munculnya lesi psoriasis
setelah terjaditrauma maupun mikrotrauma pada kulit pasienpsoriasis.
Pada lidah dapat dijumpai plak putihberkonfigurasi mirip peta yang
disebut lidahgeografik. Fenotip psoriasis dapat berubah-ubah,spektrum
penyakit pada pasien yang sama dapatmenetap atau berubah, dari
asimtomatik sampaidengan generalisata (eritroderma). Stadium
akutsering dijumpai pada orang muda, tetapi dalamwaktu tidak terlalu
lama dapat berjalan kronikresidif. Keparahan memiliki gambaran klinik
danproses evolusi yang beragam, sehingga tidak adakesesuaian
klasifikasi variasi klinis.7
1. Psoriasis plakat
Kira-kira 90% pasien mengalami psoriasisvulgaris, dan biasanya
disebut psoriasis plakatkronik. Lesi ini biasanya dimulai dengan
makulaeritematosa berukuran kurang dari satu sentimeteratau papul
yang melebar ke arah pinggir danbergabung beberapa lesi menjadi
satu , berdiametersatu sampai beberapa sentimeter. Lingkaranput ih
pucat mengelilingi lesi psoriasis plakat yangdikenal dengan Woronoffs
ring . Dengan prosespelebaran lesi yang berjalan bertahap maka
bentuklesi dapat beragam seperti bentuk utama kurvalinier (psoriasis
girata), lesi mirip cincin (psoriasisanular), dan papul berskuama
pada mulut folikelpilosebaseus (psoriasis folikularis).
Psorasishiperkeratotik tebal berdiameter 2-5 cm disebutplak rupioid,
sedangkan plak hiperkeratotik tebalberbentuk cembung menyerupai
kulit tiramdisebut plak ostraseus. Umumnya dijumpai diskalp, siku, lutut,
punggung, lumbal dan retroaurikuler. Hampir 70% pasien mengeluh
gatal, rasaterbakar atau nyeri, terutama bila kulit kepalaterserang. Uji
Auspitz temyata tidak spesifik untukpsoriasis, karena uji positif dapat
dijumpai padadermatitis seboroik atau dermatitis kronis lainnya. 7
Psoriasis inversa ditandai dengan letak lesidi daerah
intertriginosa, tampak lembab daneritematosa. Bentuknya agak berbeda
denganpsoriasis plakat karena nyaris tidak berskuamadan merah merona,
mengkilap, berbatas tegas,sering kali mirip dengan ruam intertrigo,
misalnyainfeksi jamur. Lesi dijumpai di daerah aksila, fosaantekubital,
poplitea, lipat inguinal, inframamae,dan perineum. 7
2. Psoriasis gutata
Jenis ini khas pada dewasa muda, bila terjadipada anak sering
bersifat swasirna. Namunpada suatu penelitian epidemiologis 33%
kasusdengan psoriasis gutata akut pada anak akanberkembang menjadi
psoriasis plakat. Bentukspesifik yang dijumpai adalah lesi papul
eruptifberukuran 1 -10 mm berwarna merah salmon,menyebar diskret
secara sentripetal terutama dibadan, dapat mengenai ekstremitas dan
kepala.lnfeksi Streptokokus beta hemolitikus dalambentuk faringitis,
laringitis, atau tonsilitis seringmengawali munculnya psoriasis gutata
padapasien dengan predisposisi genetik.7
3. Psoriasis pustulosa
Bentuk ini merupakan manifestasi psoriasistetapi dapat pula
merupakan komplikasi lesiklasik dengan pencetus putus obat
kortikosteroidsistemik, infeksi, ataupun pengobatan topikalbersifat iritasi.
Psoriasis pustulosa jenis vonZumbusch terjadi bila pustul yang
muncul sangatparah dan menyerang seluruh tubuh, sering diikutidengan
gejala konstitusi. Keadaan ini bersifatsistemik dan mengancam jiwa.
Tampak kulit yangmerah, nyeri, meradang dengan pustul miliertersebar
di atasnya. Pustul terletak nonfolikuler,putih kekuningan, terasa nyeri,
dengan dasareritematosa. Pustul dapat bergabung membentuklake of
pustules, bila mengering dan krusta lepasmeninggalkan lapisan merah
terang. Perempuanlebih sering mengalami psoriasis pustulosa9:1 ,
dekade 4-5 kehidupan dan sebagian besarperokok (95%). Pustul
tersebut bersifat sterilsehingga tidak tepat diobati dengan antibiotik. 7
Psoriasis pustulosa lokalisata pada palmoplantar menyerang
daerah hipotenar dan tenar,sedangkan pada daerah plantar
mengenaisisi dalam telapak kaki atau dengan sisi tumit.Perjalanan lesi
kronis residif di mulai denganvesikel bening, vesikopustul, pustul
yangparah dan makulopapular keri ng cokelat.Bentuk kronik disebut
akrodermatitis kontinuasupurativa dari Hallopeau, ditandai denganpustul
yang muncul pada ujung jari tangan dankaki, bila mengering menjadi
skuama yangmeninggalkan lapisan merah kalau skuamadilepas.
Destruksi lempeng kuku dan osteolisisfalangs distal sering terjadi. Ben t
uk psoriasispustulosa palmoplantar mempunyai patogenesisberbeda
dengan psoriasis dan dianggap lebihmerupakan komorbiditas
dibandingkan denganbentuk psoriasis.7
4. Eritroderma
Keadaan ini dapat muncul secara bertahapatau akut dalam
perjalanan psoriasis plakat, dapatpula merupakan serangan pertama,
bahkan padaanak. Lesi jenis ini harus dibedakan menjadi duabentuk;
psoriasis universalis yaitu l esi psoriasisplakat (vulgaris) yang luas
hampir seluruh tubuh,tidak diikuti dengan gejala demam atau
menggigil,dapat disebabkan kegagalan terapi psoriasisvulgaris. Bentuk
kedua adalah bentuk yang lebihakut sebagai peristiwa mendadak
vasodilatasigeneralisata. Keadaan ini dapat dicetuskanantara lain oleh
infeksi, tar, obat atau putus obatkortikosteroid sistemik.
Kegawatdaruratan dapatterjadi disebabkan terganggunya sistem
panastubuh, payah jantung, kegagalan fungsi hati danginjal. Kulit
pasien tampak eritema difus biasanyadisertai dengan demam, mengigil
dan malese.Bentuk psoriasis pustulosa generalisata dapatkembali ke
bentuk psoriasis eritroderma. Keduanyamembutuhkan pengobatan segera
menenangkankeadaan akut serta nenurunkan peradangansistemik,
sehingga tidak mengancam jiwa.7
5. Psoriasis kuku
Keterlibatan kuku hampir dijumpai padasemua jenis psoriasis
meliputi 40-50% kasus,keterlibatan kuku meningkat seiring durasi
danekstensi penyakit. Kuku jari tangan berpeluanglebih sering terkena
dibandingkan dengan jarikaki. Lesi beragam, terbanyak yaitu 65%
kasusmerupakan sumur-sumur dangkal (pits). Bentuklainnya ialah kuku
berwarna kekuning-kuningandisebut yellowish dis-coloration atau oil
spots,kuku yang terlepas dari dasarnya (onikolisis),hiperkeratosis
subungual merupakan penebelankuku dengan hiperkeratotik, abnormali
tas lempengkuku berupa sumur-sumur kuku yang dalam
dapatmembentuk jembatan-jambatan mengakibatkankuku hancur
(crumbling) dan splinter haemorrhage. 7
Diagnosis psoriasis tidak sulit untuk bentuklesi spesifik, tetapi
gambaran khas ini dapatberubah setelah diobati. Perubahan lesi
psoriasissecara klinis maupun histopatologik membuatdiagnosis yang
tepat sulit ditegakkan. Penentuandiagnostik psoriasis sangat diperlukan
karenapengobatannya tidak sama dengan penyakitinflamasi lain ,
misalnya eksema, akan tertolongdengan pengobatan kortikosteroid
tetapi psoriasisdengan terapi ini akan berbahaya. 7
6. Psoriasis artritis
Psoriasis ini bermanifestasi pada sendisebanyak 30% kasus.
Psoriasis tidak selaludijumpai pada pemeriksaan kulit, tetapi
seringkalipasien datang pertama kali untuk keluhan sendi.Keluhan
pasien yang sering dijumpai adalah:artritis perifer, entesitis, tenosinovitis,
nyeri tulangbelakang, dan atralgia non spesifik, dengan gejalakekakuan
sendi pagi hari, nyeri sendi persisten,atau nyeri sendi fluktuatif bila
psoriasis kambuh.Keluhan pada sendi kecil maupun besar,
bilamengenai distal interfalangeal maka umumnyapasien juga
mengalami psoriasis kuku. Bilakeluhan ini terjadi sebaiknya pasien
segera dirujukuntuk penanganan yang lebih komprehensif
untukmengurangi komplikasi.7
HISTOPATOLOGIK
Pada pemeriksaan histopatologis psoriasisplakat yang matur
dijumpai tanda spesifik berupa:penebalan (akantosis) dengan elongasi
seragamdan penipisan epidermis di atas papila dermis. Masasel
epidermis meningkat 3-5 kali dan masih banyakdijumpai mitosis di atas
lapisan basal. Ujung reteridge berbentuk gada yang sering bertaut
denganrete ridge sekitarnya. Tampak hiperkeratosisdan parakeratosis
dengan penipisan ataumenghilangnya stratum granulosum.
Pembuluhdarah di papila dermis yang membengkak tampakmemanjang,
melebar dan berkelok-kelok. Padalesi awal di dermis bagian atas tepat
di bawahepidermis tampak pembuluh darah dermis yangjumlahnya lebih
banyak daripada kulit normal.lnfiltrat sel radang limfosit, makrofag, sel
dendritdan sel mast terdapat sekitar pembuluh darah.Pada psoriasis yang
matang dijumpai limfosit tidaksaja pada dermis tetapi juga epidermis.
Gambaranspesifik psoriasis adalah bermigrasinya sel radanggranulosit-
neutrofilik berasal dari ujung subsetkapiler dermal mencapai bagian atas
epidermisyaitu lapsan parakeratosis stratum korneum yangdisebut
mikroabses Munro atau pada lapisanspinosum yang disebut
spongioform pustules ofKogoj.7
FAKTOR PENCETUS
Faktor lingkungan jelas berpengaruh padapasien dengan
predisposisi genetik. Beberapa faktorpencetus kimiawi, mekanik dan
termal akan memicupsoriasis melalui mekanisme Koebner,
misalnyagarukan, aberasi superfisial, reaksi fototoksik,atau pembedahan.
Ketegangan emosional dapatmenjadi pencetus yang mungkin
diperantaraimekanisme neuroimunologis. Beberapa macamobat misalnya
beta-bloker, angiotensin-convertingenzyme inhibitors, antimalaria,
litium, nonsteroidantiinflamasi, gembfibrosil dan beberapa
antibiotik.Bakteri, virus, dan jamur juga merupakan faktorpembangkit
psoriasis. Endotoksin bakteri, berperansebagai superantigen dapat
mengakibatkan efekpatologik dengan aktivasi sel limfosit T,
makrofag,sel langerhans dan keratinosit. Penelitian
sekarangmenunjukkan bahwa superantigen streptokokusdapat memicu
ekspresi antigen limfosit kulit yangberperan dalam migrasi sel limfosit
T bermigrasi kekulit. Walaupun pada psoriasis plakat tidak
dapatdideteksi antigen streptokokus, beberapa antigenasing dan auto-
antigen dapat memicu interaksi APCdan limfosit T. Peristiwa
hipersensitivitas terhadapobat, imunisasi juga akan membangkitkan
aktivasisel T. Kegemukan, obesitas, diabetes melitusmaupun sindroma
metabolik dapat memperparahkondisi psoriasis. 7

KOMPLIKASI
Pasien dengan psoriasis memiliki angkamorbiditas dan mortalitas
yang meningkat terhadapgangguan kardiovaskuler terutama pada
pasienpsoriasis berat dan lama. Risiko infark miokardterutama sekali
terjadi pada pasien psoriasis mudausia yang menderita dalam jangka
waktu panjang.Pasien psoriasis juga mempunyai peningkatanrisiko
limfoma malignum. Gangguan emosionalyang diikuti masalah depresi
sehubungan denganmanifestasi klinis berdampak terhadap
menurunnyaharga diri, penolakan sosial, merasa malu, masalahseksual,
dan gangguan kemampuan profesional.Semuanya diperberat dengan
perasaan gatal dannyeri, dan keadaan ini menyebabkan
penurunankualitas hidup pasien. Komplikasi yang dapat terjadipada
pasien eritroderma adalah hipotermia danhipoalbuminemia sekunder
terhadap pengelupasankulit yang berlebihan juga dapat terjadi gagal
jantungdan pneumonia. Sebanyak 10-17% pasien denganpsoriasis
pustulosa generalisata (PPG) menderitaartralgia, mialgia dan lesi
mukosa.7

 PTIRIASIS ROSEA
DEFENISI
Pitiriasis rosea adalah erupsi kulit akut yang sembuh
sendiri,dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan
skuama halus. Kemudian disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil di
badan, lengan dan tungkai atas yang tersusun sesuai dengan lipatan
kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu.7

EPIDEMIOLOGI
Pitiriasis rosea didapati pada semua umur, terutama antara 15-
40 tahun, jarang pada usia kurang dari 2 tahun dan lebih dari 65
tahun. Rasio perempuan dan laki-laki adalah 1,5:1.7

ETIOLOGI
Etiologi belum diketahui, tetapi berdasarkan gambaran klinis
dan epidemiologi diduga infeksi sebagai penyebab. Berdasarkan
bukti ilmiah, diduga pitiriasis rosea merupakan eksantema virus yang
berhubungan dengan reaktivasi Human Herpes Virus (HHV)-7 dan
HHV-6.7
Erupsi menyerupai pitiriasis rosea dapat terjadi setelah
pemberian obat, misalnya bismuth, arsenic, barbiturate,
metiksipromazin, kaptropril, klonidin, interferon, ketotifen,
ergotamine, metronidazole, inhibitor tirosin kinase dan telah
dilaporkan setelah pemberian agen biologic, misalnya adalimumab.
Walaupun beberapa erupsi obat dapat menyerupai pitiriasis rosea,
tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa pitiriasis rosea
disebabkan oleh obat.7
Terdapat pula laporan erupsi meyerupai pitiriasis yag
ditimbulkan setelah vaksinasi difteri, cacar, pneumokokkus, virus
Hepatitis B, BCG, dan virus influenza H1N1.7
GEJALA KLINIS
Gejala klinis pada umumnya tidak terdapat. Pada sebagian
kecil pasien dapat terjadi gejala menyerupai flu termasuk malaise,
nyeri kepala, nausea, hilang nafsu makan, demam, atralgia. Sebagian
penderita mengeluh gatal ringan. Pitiriasis berarti skuama halus.
Penyakit mulai dengan lesi pertama (heraid patch) umumnya
dibadan, soliter, berbentuk oval dan anular, diameternya kira-kira
3cm. Ruam terdiri atas eritema dan skuama halus dipinggir.
Lamanya beberapa hari hingga beberapa minggu. 7
Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama,memberi
gambaran khas, sama dengan lesi pertama hanya lebih kecil,
susunannya sejajar dengan kosta sehingga menyerupai pohon cemara
terbalik. Lesi tersebut timbul serentak atau dalam beberapa hari.
Tempat predileksi pada batang tubuh, lengan atas bagian proksimal
dan tungkai atas, sehingga meyerupai pakaian renang perempuan
dahulu.7
Kecuali bentuk yang lazim berupa eritriskuama, pitiriasis rosea
dapat juga berbentuk urtika, vesikel dan papul, yang lebi sering
terdapat pada anak-anak.7
Lesi oral jarang terjadi. Dapat terjadi enantema dengan macula
dan plak hemoragik, bula pada lidah dan pipi atau lesi mirip ulkus
aftosa. Lesi akan sembuh bersamaan dengan penyembuhan lesi
kulit.7

Gambar 6. Pityriasis Rosea


Sumber : Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin

PROGNOSIS
Prognosis baik karena penyakit sembuh spontan, biasanya
dalam waktu 3 – 8 minggu. Beberapa kasus menetap sampai 3 bulan.
Dapat terjadi hipo atau hiperpigmentasi pasca-inflamasi sementara
yang biasanya hilang tanpa bekas. Pitiarisis rosea jarang kambuh,
tetapi dapat terjadi kekambuhan pada 2% kasus. 7
 Dermatitis Seboroik
DEFINISI
Dermatitis seboroik adalah kelainan papuloskuamosa yang sering
dijumpai dan bersifat kronis dapat mengenai bayi dan dewasa. Penyakit
ini secara khas didapatkan pada daerah tubuh yang memiliki folikel
sebasea dengan konsentrasi yang tinggi dan kelenjar sebasea yang aktif
seperti wajah, kulit kepala, telinga, tubuh bagian atas, dan daerah lipatan
(inguinal, inframammae dan aksila). Daerah yang lebih jarang terkena
termasuk interskapula, umbilikus, perineum dan lipatan anogenital. 7

EPIDEMIOLOGI
Dermatitis seboroik dibagi dalam dua kelompok usia, bentuk
infantil yang dapat sembuh sendiri terutama pada tiga bulan pertama
kehidupan dan bentuk dewasa yang kronis. Predominansi laki-laki
tampak pada semua usia, tanpa predileksi ras, atau transmisi horizontal.2
Karakteristik DS memiliki tren bimodal, dengan frekuensi puncak
pertama saat kelahiran dan yang kedua adalah pada dewasa usia antara
30 sampai 60 tahun.9 Prevalensinya diperkirakan 5%, tetapi insiden
seumur hidup termasuk tinggi secara signifikan. Dermatitis seboroik
yang ekstensif dan resisten terhadap terapi adalah suatu tanda kulit yang
penting untuk infeksi HIV, penyakit Parkinson dan gangguan mood.7

ETIOPATOGENESIS
Etiopatogenesis DS masih sebagian diketahui. Lipid kulit dan
spesies Malassezia adalah faktor etiologi yang paling banyak dipelajari.
Kelenjar sebasea pasien DS tidak lebih banyak dibandingkan dengan
individu sehat. Selain itu tidak didapatkan kelainan morfologi dan
ukuran kelenjar pada penderita DS dibandingkan dengan orang sehat.7
Tidak semua orang dengan hiperseborea mengalami DS, tetapi pasien
dengan DS dapat memiliki kuantitas sebum yang normal atau bahkan
kulit yang kering. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah sebum
bukanlah faktor penyebab terjadinya DS. 7
Pada sebum pasien DS, trigliserida dan kolesterol meningkat,
sementara skualan dan asam lemak bebas berkurang. Asam lemak bebas
yang diketahui memiliki efek antimikroba dibentuk dari trigliserida oleh
lipase bakteri, diproduksi oleh Corynebacterium acne dan Malassezia
yang merupakan flora residen. Asam lemak bebas dan radikal oksigen
reaktif dapat mengubah keseimbangan flora normal kulit. 7
Spesies Malassezia tidak dapat memproduksi asam lemak yang
penting untuk pertumbuhannya. Namun, ia menghasilkan lipase dan
fosfolipase yang akan memecah trigliserida menjadi asam lemak bebas.
Selanjutnya, spesies Malassezia menggunakan asam lemak jenuh dan
melepaskan asam lemak tak jenuh ke permukaan kulit. Akhirnya, spesies
ini menginduksi pelepasan sitokin proinflamasi (IL6 dan 8 dan tumor
necrosis factor α).7
Pada pasien AIDS, DS lebih sering terjadi dan berat. Pada pasien
AIDS, prevalensi DS berkisar antara 34% hingga 83% (pada populasi
umum prevalensinya hanya 3-5%). Pasien-pasien ini kebanyakan laki-
laki homoseksual atau biseksual dengan CD4+ <400/mm3. Mereka
menderita DS dengan peradangan dan deskuamasi yang lebih berat.
Selanjutnya pada pasien AIDS, beban Malassezia spp. lebih tinggi
daripada pada subyek sehat. Hal ini dapat terjadi karena pasien-pasien
tersebut memiliki defisiensi seluler spesifik terhadap Malassezia Spp.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Malassezia spp. Memiliki peranan
dalam patogenesis DS. Hal ini juga ditunjukkkan dari fakta bahwa
antimikotik oral efektif sebagai terapi DS. 7
Menurut beberapa literatur, DS lebih sering terjadi pada pasien
dengan penyakit Parkinson dan facial palsy. Terapi dengan L-dopa
hanya akan menurunkan sekresi sebum jika terdapat sekresi berlebihan,
tetapi tidak berdampak secara klinis pada sekresi kelenjar sebasea yang
normal. Namun beberapa studi yang dipublikasikan menyatakan bahwa
L-dopa menyebabkan perbaikan klinis pada DS.10 Peningkatan
genangan sebum pada kulit yang mengalami imobilitas mungkin penting
pada kasus ini.7
Lingkungan panas dan lembab serta keringat diketahui dapat
memperparah gejala DS, terutama gatal pada kulit kepala. Sinar matahari
dan iklim tropis dapat juga memperparah gejala DS. Sehingga temuan ini
mengarahkan bahwa kondisi iklim dapat mempengaruhi pertumbuhan
spesies Malassezia. Namun untuk klarifikasi lebih lanjut masih
diperlukan studi lebih spesifik.7

GEJALA KLINIS
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan
agak kekuningan, batasnya agak kurang tegas. D.S. yang ringan hanya
mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai
bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-
skuama yang halus dan kasar. Kelainan tersebut disebut pitriasis sika
(ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak disebut pitriasis steatoides
yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada
tempat tersebut mempunyai kecenderungan rotok, mulai di bagian vertex
dan frontal.7
Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang
berskuama dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas
ke dahi, glabela, telinga posaurikuler dan leher. Pada daerah dahi tersebut,
batasnya sering cembung.7
Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh
krusta-krusta yang kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-
skuama yang kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada
kulit kepala disebut cradle cap. 7
Pada daerah supraorbita, skuama-skuama halus dapat terlihat di alis
mata, kulit di bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak
skuama kekuningan, dapat terjadi pula blefaritis, yakni pinggir kelopak
mata merah disertai skuama-skuama halus.7
Gambar7. Dermatitis seboroik pada kulit kepala bayi
Sumber : Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin

Selain tempat-tempat tersebut D.S. juga dapat mengenai liang telinga luar,
lipatan nasolabial, daerah sterna, areola mame, lipatan di bawah mame pada
wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha, dan daerah anogenital. Pada
daerah pipi, hidung, dan dahi kelainan dapat berupa papul-papul.7
D.S. dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika meluas dapat
menjadi eritroderma, pada bayi disebut penyakit liener.7

Gambar 8. Dermatitis seboroik pada muka dan punggung


Sumber : Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari dermatitis seboroik antara lain psoriasis,
dermatitis atopik, tinea kapitis, rosasea, dan systemic lupus erythematous
(SLE).7

PROGNOSIS
Seperti telah dijelaskan pada sebagian kasus yang mempunyai faktor
konstitusi penyakit ini agak sukar disembuhkan, meskipun terkontrol.7
 TINEA KORPORIS
DEFINISI
Tinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit yang tidak
berambut (glabrous skin) kecuali telapak tangan, telapak kaki, dan lipat
paha (Verma dan Heffernan,2008). 7
Dermatofitosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur
dermatofita yaitu Epidermophyton, Mycrosporum dan Trycophyton.
Terdapat lebih dari 40 spesies dermatofita yang berbeda, yang
menginfeksi kulit dan salah satu penyakit yang disebabkan jamur
golongan dermatofita adalah tinea korporis (Verma dan Heffernan,2008).
7

ETIOLOGI
Dermatofitosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur
dermatofita yaitu Epidermophyton, Mycrosporum dan Trycophyton.
Terdapat lebih dari 40 spesies dermatofita yang berbeda, yang
menginfeksi kulit dan salah satu penyakit yang disebabkan jamur
golongan dermatofita adalah tinea korporis (Verma dan
Heffernan,2008).7

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi infeksi jamur superfisial di seluruh dunia diperkirakan
menyerang 20-25% populasi dunia dan merupakan salah satu bentuk
infeksi kulit tersering (Rezvani dan Sefidgar,2010). Penyakit ini tersebar
di seluruh dunia yang dapat menyerang semua ras dan kelompok umur
sehingga infeksi jamur superfisial ini relatif sering terkena pada negara
tropis (iklim panas dan kelembaban yang tinggi) dan sering terjadi
eksaserbasi (Havlickova et al,2008).7
Penyebab tinea korporis berbeda-beda di setiap negara, seperti di
Amerika Serikat penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum,
Trycophyton mentagrophytes, Microsporum canis dan Trycophyton
tonsurans. Di Afrika penyebab tersering tinea korporis adalah
Tricophyton rubrum dan Tricophyton mentagrophytes, sedangkan di
Eropa penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, sementara di
Asia penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, Tricophyton
mentagropytes dan Tricophyton violaceum (Verma dan Heffernan,2008).
7

Dilaporkan penyebab dermatofitosis yang dapat dibiakkan di


Jakarta adalah T. rubrum 57,6%, E. floccosum 17,5%, M. canis 9,2%,
T.mentagrophytes var. granulare 9,0%, M. gypseum 3,2%, T.
concentricum 0,5% (Made,2001).7
Di RSU Adam malik/Dokter Pirngadi Medan spesies jamur
penyebab adalah dermatofita yaitu: T.rubrum 43%, E.floccosum 12,1%,
T.mentagrophytes 4,4%, dan M.canis 2%,serta nondermatofita 18,5%,
ragi 19,1% (C. albicans 17,3%, Candida lain 1,8%) (Made,2001).7

GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis dimulai dengan lesi bulat atau lonjong dengan
tepi yang aktif dengan perkembangan kearah luar, bercak-bercak bisa
melebar dan akhirnya memberi gambaran yang polisiklik,arsinar,dan
sirsinar. Pada bagian pinggir ditemukan lesi yang aktif yang ditandai
dengan eritema, adanya papul atau vesikel, sedangkan pada bagian
tengah lesi relatif lebih tenang. Tinea korporis yang menahun, tanda-
tanda aktif menjadi hilang dan selanjutnya hanya meninggalkan daerah
hiperpigmentasi saja (Verma dan Heffernan,2008). Gejala subyektif
yaitu gatal, dan terutama jika berkeringat dan kadang-kadang terlihat
erosi dan krusta akibat garukan (Fransisca,2000).7
Tinea korporis biasanya terjadi setelah kontak dengan individu
atau dengan binatang piaraan yang terinfeksi, tetapi kadang terjadi
karena kontak dengan mamalia liar atau tanah yang terkontaminasi.
Penyebaran juga mungkin terjadi melalui benda misalnya pakaian,
perabot dan sebagainya (M.Goedadi dan H.Suwito,2001).7
Gambar 9. Gambar Penyakit Tinea Korporis pada Badan
Sumber : Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin

Gambar 10. Gambar Penyakit Tinea Korporis pada Lengan


Sumber : Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Selain dari gejala khas tinea korporis, diagnosis harus dibantu
dengan pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan mikroskopis,
kultur, pemeriksaan lampu wood, biopsi dan histopatologi, pemeriksaan
serologi, dan pemeriksaan dengan menggunakan PCR (Hay dan
Moore,2004). 7
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat
langsung dari kerokan kulit, kemudian sediaan dituangi larutan KOH
10%. Sesudah 15 menit atau sesudah dipanaskan dengan api kecil, dilihat
di bawah mikroskop. Pemeriksaan ini memberikan hasil positif hifa
ditemukan hifa (benang-benang) yang bersepta atau bercabang, selain itu
tampak juga spora berupa bola kecil sebesar 1-3μ (Hay dan
Moore,2004). 7
Kultur dilakukan dalam media agar sabaroud pada suhu kamar
(25-30⁰C),kemudian satu minggu dilihat dan dinilai apakah ada
pertumbuhan jamur. Spesies jamur dapat ditentukan melalui bentuk
7
koloni, bentuk hifa dan bentuk spora (Hay dan Moore,2004).
Pemeriksaan lampu wood adalah pemeriksaan yang
menggunakan sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 365 nm. Sinar
ini tidak dapat dilihat. Bila sinar ini diarahkan ke kulit yang mengalami
infeksi oleh jamur dermatofita tertentu, sinar ini akan berubah menjadi
dapat dilihat dengan memberi warna (fluoresensi). Beberapa jamur yang
memberikan fluoresensi yaitu M.canis, M.audouini, M.ferrugineum dan
T.schoenleinii. (Hay dan Moore2004).7

DIAGNOSA BANDING
Ada beberapa diagnosis banding tinea korporis, antara lain
eritema anulare sentrifugum, eksema numular, granuloma anulare,
psoriasis, dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, liken planus dan dermatitis
kontak (Verma dan Heffernan,2008).7

DIAGNOSA
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
laboratorium yaitu mikroskopis langsung dan kultur (Verma dan
Heffernan,2008).7

7. Jelaskan penatalaksanaan pada skenario!


Jawab:
1) Penatalaksanaan psoriasis
Penatalaksanaan psoriasis tergantung dari berbagai faktor yang
menyebabkan dan mempengaruhi tingkat keparahan penyakit itu sendiri.
Sangat penting untuk membatasi faktor pemicu kondisi ini, seperti
trauma fisik, infeksi, stres, perubahan musim dan iklim, konsumsi beta
blocker, klorokuin, alkohol, rokok, maupun sindrom metabolik (Diluvio
dkk., 2006; Fry dan Baker, 2007). Pasien psoriasis mengalami periode
remisi dan eksaserbasi secara bergantian sehingga praktisi dermatologis
harus memfokuskan terapi psoriasis sesuai dengan tingkat keparahan
penyakit saat muncul dengan tujuan berupa periode remisi yang lebih
lama dan meningkatkan kualitas hidup (Coimbra dkk., 2014).7
Mayoritas kasus psoriasis terdapat pada tiga kategori yaitu gutata,
pustular/eritrodermi, dan plak kronis, dimana kategori plak sejauh ini
paling sering ditemui. Psoriasis gutata seringkali dapat sembuh sendiri
dalam 6 – 12 minggu. Pada kasus yang ringan, seringkali pasien tidak
memerlukan terapi, namun jika lesi tersebar luas diseluruh tubuh, maka
fototerapi dengan UVB ditambah dengan terapi topikal (steroid dan
analog Vitamin D3) seringkali sangat efisien untuk mengobati lesi jenis
ini. Psoriasis pustular/eritrodermi seringkali diasosiasikan dengan gejala
sistemik, sehingga memerlukan terapi sistemik yang cepat. Obat yang
paling sering digunakan untuk tipe ini adalah asitretin. Terapi lain yang
dapat diberikan adalah siklosporin A, PUVA, UVB, metotreksat, agen
anti TNF dan pada beberapa kasus, dapat digunakan steroid sistemik
(Gudjonsson dan Elder, 2012).7
Kedua jenis psoriasis diatas berevolusi menjadi bentuk psoriasis
plak kronis. Pilihan terapi biasanya didasarkan pada keparahan penyakit.
Untuk psoriasis derajat ringan (<10% luas permukaan tubuh), dapat
digunakan terapi topikal seperti emolien, glukokortikoid, dan analog
vitamin D3 (lini pertama) atau asam salisilat, ditranol, tazarotene dan tar
(lini kedua), pilihan fototerapi dapat dipertimbangkan pada fase ini
(Gudjonsson dan Elder, 2012).7
Psoriasis derajat sedang (>10% luas permukaan tubuh), dapat
diberikan terapi topikal ditambah dengan fototerapi dan day treatment
center (Goeckerman yang dimodifikasi), dengan pertimbangan khusus
untuk memilih terapi sistemik. Fototerapi yang dapat dipilih antara lain
narrowband UVB (NB-UVB) dan broadband UVB (BB-UVB) sebagai
lini pertama dan psoralen dan UVA (PUVA), laser excimer serta
klimatoterapi sebagai lini kedua (Gudjonsson dan Elder, 2012).7
Psoriasis derajat berat (>30% luas permukaan tubuh) dapat
diterapi dengan semua pilihan yang ada, ditambah terapi sistemik seperti
metotreksat, asitretin, alefacept, etanercept, adalimumab, infliximab, dan
ustekinumab sebagai lini pertama dan fumaric acid ester (FAE),
siklosporin A, serta agen lain seperti hydroxyurea, 6-thioguanine,
cellcept, dan sulfasalazine sebagai lini kedua. Siklosporin A tidak
dianggap sebagai terapi sistemik lini pertama karena efek samping
jangka panjangnya, namun dalam tatalaksana jangka pendek terapi ini
sangat berguna untuk induksi remisi.7
2) Penatalaksanaan ptriasis rosea
Pengobatan bersifat simtomatik, untuk gatalnya diberikan sedatif,
sedangkan obat topikal dapat diberikan bedak asam salisilat yang
dibubuhi mentol 1/2 -1%. Kebanyakan pasien tidak memerlukan
pengobatan karena sifatnya yang asimptomatik. Penatalaksanaan pada
pasien yang datang berobat pertama kali7:
Antihistamin jika ada keluhan gatal.
Terapi UVB dapat diberikan pada kasus dengan peningkatan suberitem,
sebanyak 1-2 kali seminggu. Gejala klinis yang berat akan berkurang
namun tidak akan berpengaruh terhadap rasa gatal dan lamanya sakit.
Kunjungan berikutnya7:
Jika disertai dengan gatal hebat:
Selain obat-obat di atas diberikan pula prednison 5 mg. Diberikan 4 kali
1 tablet selama 3 hari, kemudian 3 kali 1 tablet selama 4 hari, kemudian
2 tablet setiap pagi selama 1-2 minggu, sampai gatalnya menghilang.
Eritromisin 250 mg, diberikan 2 kali sehari selama 2 minggu, telah
dicoba oleh beberapa penulis. Karena HHV-6 dan HHV-7 diduga
berperan dalam timbulnya pitiriasis rosea, pengobatan dengan antivirus
herpes mungkin memberikan manfaat. Akan tetapi asiklovir yang
merupakan drug of choice untuk virus herpes simpleks tidak efektif
terhadap HHV-6 dan HHV-7. Gancyclovirlah yang efektif HHV-6 dan
HHV-7, namun harganya mahal dan efek sampingnya juga banyak. Oleh
sebab itu untuk saat ini, pengobatan dengan antivirus herpes yang ada
tidak dibenarkan.5 Sejauh ini penyembuhan dengan agen antiviral tidak
memberikan dampak apa-apa.7

3. Penatalaksanaan Dermatitis Seboroik


Tujuan terapi DS tidak hanya untuk meredakan tanda dan gejalanya
tetapi juga untuk menghasilkan struktur dan fungsi kulit yang normal.
Dermatitis seboroik dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien secara
signifikan sehingga terapi bertujuan untuk memperbaiki gejala kulit serta
kualitas hidup.8
Sebuah panel konsensus 12 ahli dermatologi dari India, Korea Utara,
Taiwan, Malaysia, Vietnam, Singapura, Thailand, Filipina, Indonesia dan
Italia yang diadakan di Singapura pada tahun 2014 telah membuat
rekomendasi praktis untuk tatalaksana DS pada orang Asia. Paduan
tatalaksana DS dibagi menjadi tatalaksana pada DS skalp dan area berambut
(Lampiran 1) serta DS non skalp (Lampiran 2) serta dibedakan berdasarkan
kelompok usia dewasa (Lampiran 3 dan 4) dan bayi (Lampiran 5). 8

Terapi topikal
Terapi topikal bertujuan untuk mengatur produksi sebum, mengurangi
kolonisasi M. furfur pada kulit dan mengendalikan inflamasi. Tatalaksana
DS dengan obat-obatan topikal dibagi menjadi terapi skalp dan non skalp.
Sebuah studi epidemiologi multisenter transversal yang dilakukan pada 2159
pasien dengan DS pada wajah dan kulit kepala menunjukkan bahwa terapi
yang paling sering digunakan adalah steroid topikal (59,9%), anti jamur
imidazol (35,1%), topikal calcineurin inhibitor (TCI) (27,2%) bersamaan
dengan penggunaan produk pelembab atau emolien (30,7%). 8

Terapi dermatitis seboroik pada kulit kepala


Terapi topikal adalah pendekatan lini pertama pada terapi DS skalp. Terapi
topikal yang digunakan adalah substansi yang memiliki fungsi anti jamur,
pengatur sebum, keratolitik dan/atau anti inflamasi. Agen tersebut tersedia
dalam berbagai formulasi seperti krim, emulsi, foam, salep dan sampo.
Penggunaan sampo yang mengandung obat digunakan 2 sampai 3 kali
seminggu, didiamkan selama 5-10 menit, untuk optimalisasi efek anti jamur
dan keratolitiknya. Pilihan obat-obatan yang biasa digunakan dapat dilihat
pada lampiran 18.
Ketokonazol adalah anti jamur golongan azol yang bersifat fungistatik,
fungisidal dan anti inflamasi. Ia menghambat pertumbuhan jamur melalui
penghambatan lanosterol 14 dimetilase sehingga menghambat sintesis
ergosterol. Banyak studi menunjukkan efikasinya. Pada suatu studi terbuka
kelompok paralel acak menunjukkan efikasi sampo ketokonazol lebih baik
daripada 1% (p<0,001). Tujuh percobaan buta ganda, acak, terkontrol yang
menganalisis ulasan berbasis bukti menunjukkan hasil yang baik pada 88%
subyek yang diterapi dengan sampo atau krim ketokonazol.14,15 Studi buta
ganda acak terkontrol telah menunjukkan bahwa terapi kombinasi sampo
ketokonazol bergantian dengan sampo klobetasol propionat 0,05%
menunjukkan efikasi yang jrtlebih baik dibandingkan ketokonazol saja
(p<0,05). Profil keamanannya ketokonazol yang tinggi didukung oleh
beberapa studi berdasarkan sangat minimalnya penyerapan perkutan dan
potensi iritasi dan sensitisasi yang rendah. 8
Siklopiroksolamin adalah anti jamur berspektrum luas yang
merupakanderivat hidroksipiridon. Agen ini menghambat ambilan dan
penggunaan substansi yang diperlukan sintesis membran sel jamur dengan
mengubah permeabilitasnya. Siklopiroksolamin juga memiliki sifat anti
inflamasi karena menghambat pelepasan prostaglandin dan leukotrien.
Selanjutnya studi in vitro menunjukkan aktivitasnya dalam menghambat
pertumbuhan mikroorganisme gram positif dan negatif. Pada studi
multisenter, acak, terkontrol, buta ganda, 178 pasien mendapatkan 2 kali
atau sekali siklopiroksolamin 0,77% jel atau hanya zat pembawa. Pada akhir
studi, gejala membaik secara signifikan pada kelompok pasien yang diobati
dengan siklopiroksolamin dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<0.01). 8
Pyroctone olamine juga dikenal sebagai octopirox dan efektif untuk terapi
infeksi jamur. Pyroctone olamine adalah bahan aktif yang dapat meredakan
inflamasi kulit kepala dan menurunkan pembentukan skuama pada kulit
dengan penghambatan jamur. Pyroctone olamine secara fungsional dapat
mengganggu pembelahan sel ragi dan transfer material (inhibisi kanal
natrium kalium) dan juga menghambat pertumbuhan jamur. 8
Bisabolol atau Butyrospermum parkii biasa dikenal dengan nama shea
butter. Bahan ini memiliki sifat anti inflamasi sekaligus sifat anti jamur
sehingga sering digunakan dalam pengobatan dermatitis seboroik. Namun
bisabolol kurang begitu poten bila diberikan secara mono terapi sehingga
biasanya dikombinasikan dengan agen lain. 8

Glycyrrhetic acid memiliki sifat anti inflamasi, anti iritasi, anti alergi dan
antivirus. Pada suatu studi klinis perbandingan acak yang dilakukan pada 67
subyek yang terkena DS kulit kepala, diberikan sampo yang mengandung
Glycyrrhetic acid ditambah siklopiroksolamin dan zinc pyrithione. Setelah
pemberian 3 kali seminggu selama 2 minggu, subyek secara acak menerima
produk sekali seminggu selama 8 minggu atau sampo netral. Perbaikan
signifikan diamati selama masa terapi (p<0,0001) dengan penurunan gejala
gatal dan pengelupasan kulit) serta adanya Malassezia kulit. Selama fase
pemeliharaan, perbaikan bertahan hanya pada kelompok yang menerima
terapi pemeliharaan dengan perbedaan antar kelompok yang signifikan. 8
Asam salisilat adalah sejenis asam beta hidroksi yang dapat melepaskan
sisik keras dan tebal dari kulit kepala melalui aktivitas keratolitik sehingga
efektif untuk terapi DS.8
Tar memiliki sifat anti jamur dan anti inflamasi. Beberapa studi telah
menunjukkan kemampuannya mengurangi sebum. Aktivitas fungistatik in
vitro nampaknya sama dengan ketokonazol. Shampo tar digunakan secara
luas walaupun bukti yang menunjang efikasinya masih sangat minim. 8
Zinc pyrithione, anti jamur fungistatik yang bekerja dengan meningkatkan
kadar tembaga dalam sel jamur dan merusak ikatan protein besi sulfur
sehingga mengganggu metabolisme jamur. Malassezia yang menjadi target
didapatkan terutama pada infundibulum folikuler. Sementara agen ini
bekerja pada infundibulum folikuler kulit kepala serta bertahan pada folikel
rambut hingga 10 hari.8
Kortikosteroid (KS) bersifat anti inflamasi, imunosupresif dan
antiproliferasi sehingga dapat menghambat proliferasi keratinosit dan
fibroblas dan menyebabkan vasokonstriksi. Pemilihan kortikosteroid
berdasarkan tipe, lokasi, keparahan dan perluasan penyakit serta usia pasien.
Kortikosteroid dianggap sebagai pendekatan terapi lini pertama dan kedua
pada DS skalp/ kulit kepala dan non skalp/ kulit tidak berambut. Tujuan
utama pengobatan dengan kortikosteroid adalah mengontrol dengan cepat
tanda dan gejala DS, namun data terbatas. Relaps terjadi lebih cepat dan
lebih sering ketika menggunakan KS daripada agen anti jamur dan terapi
topikal non steroid lainnya.8
Penyerapan, efikasi dan toksisitas KS topikal bervariasi tergantung area
Yang diobati. Pada dewasa dengan DS skalp sedang – berat, dengan
keterlibatan yang difus, disertai rasa terbakar dan gatal, dapat digunakan KS
potensi sedang sampai kuat tunggal maupun kombinasi dengan agen non
steroid. Dermatitis seboroik pada wajah dapat diberikan KS potensi lemah
sampai sedang. Penggunaan zat pembawa yang tidak mengiritasi dan
melembabkan sangat disarankan. Setelah terjadi perbaikan, penggunaan KS
dapat diturunkan secara bertahap dan agen non steroid dapat ditambahkan
untuk mencegah rekurensi dan relaps (terapi pemeliharaan).8
Terapi dermatitis seboroik kulit tidak berambut
Pilihan terapi topikal tersedia untuk DS kulit tidak berambut derajat ringan
dan Beberapa agen telah dibahas dalam terapi dermatitis seboroik pada kulit
kepala. Pada dermatitis seboroik non skalpumumnya sediaan topikal yang
digunakan berbentuk krim, foam atau salep. 8
Pada sebuah studi acak terkontrol yang dilakukan pada 1162 pasien,
dilakukan evaluasi terhadap efikasi dan toleransi ketokonazol 2% krim dan
foamdengan zat pembawa krim dan foam yang diaplikasikan 2 kali sehari
selama 4 minggu. Perbaikan klinis tampak pada 56% kelompok yang
diberikan terapi dan 42% kelompok kontrol. Selanjutnya, ketokonazol dalam
bentuk foam maupun krim sama efektifnya dan dapat ditoleransi dengan
baik. Sedangkan studi mengenai efikasi siklopiroksolamin 1% dilakukan
secara acak dan buta ganda pada 129 pasien menunjukkan perbaikan pada 63%
kelompok yang diobati dibandingkan dengan 34% dari kelompok kontrol. 8
Pada suatu percobaan buta ganda, 72 pasien diberikan ketokonazol 2% krim
(n=63) atau hidrokortison 1% krim (n=36) selama 4 minggu. respon klinis
pada kelompok ketokonazol adalah 80,8% dan 94,4% pada kelompok
hidrokortison. Tidak ada perbedaan signifikan pada gejala kemerahan,
mengelupas, gatal dan papul antara kedua kelompok tersebut ketika skor
dijumlahkan pada minggu ke 2 dan ke 4 dibandingkan dengan skor awal.
Insiden efek samping pada kedua kelompok juga rendah. 8
Penghambat kalsineurin topikal memiliki sifat imunomodulator dan anti
inflamasi yang membuatnya berguna untuk terapi DS. Keduanya adalah
macrolide lactone yang menghambat enzim kalsineurin dan menekan
pelepasan sitokin proinflamasi. Pimekrolimus menghambat sintesis dan
pelepasan sitokin proinflamasi dari limfosit T dan degranulasi sel mast.
Takrolimus memodulasi respon T helper 2, menghambat transkripsi IL-2.8
Salep takrolimus 0,1% didapatkan sama efektifnya dengan salep
hidrokortison 1% pada terapi DS, membutuhkan aplikasi yang lebih sedikit
selama 12 minggu masa studi karena dapat menghilangkan gejala dan lebih
disukai pasien. Pada percobaan acak, krim pimekrolimus 1%
dibandingkandengan bethamethason 0,1% pada 20 pasien dengan DS yang
diminta menghentikan terapi ketika gejala sudah hilang. Pada hari ke 9,
semua pasien sudah menghentikan terapi. Dua obat tersebut sama efektifnya
dalam mengurangi gejala eritema, mengelupas dan gatal, tetapi masa remisi
yang lebih panjang tampak pada kelompok pimekrolimus. 8

Terapi sistemik
Penggunaan obat sistemik pada DS ditujukan pada kasus-kasus akut, area
keterlibatan luas, bentuk resisten, berhubungan dengan HIV dan kelainan
neurologis. Tujuan dari terapi sistemik adalah menurunkan gejala akut
sedangkan penggunaan terapi topikal sebagai pencegahan dan
pemeliharaan.8
Antijamur
Efek obat-obatan anti jamur adalah secara langsung melawan Malassezia dan
anti inflamasi. Anti jamur sistemik yang diindikasikan dalam terapi DS
adalah golongan triazol (itrakonazol dan flukonazol), diazol (ketokonazol)
dan allilamin (terbinafin). Azol dan terbinafin menghambat sintesis
ergosterol (suatu komponen kunci membran sel). Diazol dan triazol
menghambat enzim 14 α sterol dimetilase, yang menyebabkan akumulasi 14
α metil sterol menghasilkan penghambatan pertumbuhan jamur. Terbinafin
juga menghambat sintesis enzim skualan 2,3 epoksidase yang mempengaruhi
metabolisme ergosterol dan akumulasi skualan yang menyebabkan kematian
sel jamur. Terbinafin memiliki mekanisme tambahan seperti modulasi
neutrofil, efek scavenger pada reactiveoxygen species (ROS) dan modulasi
sekresi sebum.8
Ketokonazol adalah anti jamur sistemik pertama yang digunakan untuk
terapi DS, saat ini sudah tidak digunakan lagi karena sifat
hepatotoksisitasnya. Saat ini ketokonazol hanya digunakan secara topikal
saja. Itrakonazol saat ini dianggap sebagai pilihan pertama untuk terapi
sistemik DS baik kasus akut maupun relaps. Itrakonazol mengalami
metabolisme sitokrom P450 pada hati. Ia bersirkulasi di plasma sebagai
metabolit aktif. Obat yang dimetabolisme oleh sitokrom P450 berinteraksi
dengan obat-obatan yang lainnya sehingga dapat meningkatkan toksisitasnya
ataupun menurunkan efikasinya. Itrakonazol memiliki tingkat keamanan
yang baik pada dosis 200 mg/hari. Hepatotoksisitas, nyeri epigastrium,
gangguan irama jantung, hipokalemia, hipertrigliseridemia dan peningkatan
transaminase adalah efek samping yang paling sering dijumpai selama terapi
itrakonazol.8
Efikasi terapeutik itrakonazol didukung bukti bahwa agen ini disekresikan
bersama sebum pada stratum korneum dimana kolonisasi Malassezia berada.
Sifat molekulnya yang lipofilik menyebabkan agen tersebut lebih lama
berada pada kulit dan adneksanya bahkan setelah tidak lagi minum obat.
Studi yang dilakukan oleh Kose dan kawan-kawan pada 20 pasien DS
menunjukkan penurunan inflamasi dan perbaikan gejala DS setelah
pemberian itrakonazol sistemik pada dosis 200 mg/hari selama seminggu
diikuti pemberian obat dengan dosis 200 mg/hari untuk 2 hari pertama setiap
bulan pada 2 bulan berikutnya. Sedangkan efektivitas itrakonazol sebagai
terapi pemeliharaan dibuktikan dari studi oleh Caputo dan kawan-kawan
pada 160 pasien yang sudah diterapi 7 hari dengan itrakonazol dosis 200 mg
per hari. Selanjutnya diberikan dosis 200 mg/hari pada 2 hari pertama per
bulan selama 8 bulan. Tidak didapatkan rekurensi selama periode observasi.
Flukonazol memiliki karakteristik dapat diserap dengan baik oleh traktus
gastrointestinal tidak dipengaruhi oleh keasaman atau makanan. Flukonazol
secara signifikan meningkatkan konsentrasi plasma beberapa obat seperti
warfarin, siklosporin, takrolimus dan teofilin. Rifampisin menurunkan kadar
flukonazol dalam darah. Sebuah percobaan acak terkontrol yang
mengevaluasi efikasi terapi jangka pendek dengan flukonazol dan plasebo
pada 63 pasien dengan DS. Obat diberikan kepada 27 pasien dengan dosis
300 mg per minggu selama 2 minggu. perbaikan klinis signifikan dicapai
pada pasien dengan flukonazol pada akhir studi, sementara pasien dengan
plasebo tidak menunjukkan perbaikan. Ada juga percobaan lain yang
menggunakan dosis 200 mg/minggu selama 4 minggu. 8
Terbinafin adalah molekul lipofilik sehingga dapat tersimpan pada kulit
untuk memelihara konsentrasi efektif obat bahkan setelah terapi dihentikan.
Terbinafin memiliki profil farmakologi yang aman dan ditoleransi baik
dengan insiden efek samping yang rendah. Efek samping yang dapat terjadi
antara lain nyeri epigastrium, hepatotoksisitas, neutropenia, ruam dan
sindrom Steven Johnson. Scaparno dan kawan-kawan melakukan studi acak
multisenter untuk mengevaluasi efikasi terbinafin dibandingkan salep
pelembab pada dosis 250 mg/hari selama periode 4 minggu. Terbinafin
menyebabkan penurunan signifikan gejala DS seperti eritema, skuama dan
gatal (p<0.0001). 8
Percobaan acak multisenter telah mengevaluasi efikasi terbinafin
dibandingkan plasebo pada pengobatan DS. Pasien yang dimasukkan pada
percobaan dibagi ke dalam dua kelompok berdasarkan lokasi lesi yaitu area
wajah serta area tubuh dan kulit kepala. Kedua kelompok pasien
mengkonsumsi obat selama 6 minggu pada dosis harian 250 mg/hari.
Perbaikan klinis dan subyektif dilaporkan terjadi pada pasien yang diberikan
pengobatan dan plasebo hanya pada kelompok pasien dengan lokasi lesi
pada daerah tertutup.8
Pada suatu studi yang besar, dengan 661 pasien DS sedang-berat yang tidak
berespon dengan terapi konvensional diteliti oleh Cassano dan kawan-kawan
untuk mengkaji efektifitas terbinafin pada terapi DS. Perbaikan klinis
signifikan dan penurunan drastis pada relaps terjadi setelah penghentian obat
didapatkan pada kelompok yang menggunakan terbinafin dosis 250 mg/ hari
untuk 12 hari pertama dalam sebulan untuk tiga bulan berturut-turut.
Rejimen intermiten terbukti dapat ditoleransi dengan baik, meningkatkan
kepatuhan dan keterjangkauan biaya.8
Terapi pada bayi
Penanganan DS kulit kepala pada bayi lebih sederhana, seperti keramas rutin
dengan sampo bayi dan menyikat dengan lembut untuk melepaskan sisik.
Penggunaan petrolatum putih setiap hari dapat membantu melunakkan
skuama. Jika hal tersebut masih kurang membantu, maka dapat digunakan
sampo ketokonazol 2% sampai terjadi perbaikan gejala.11 Manfaat klinis
krim anti inflamasi non steroid yang memiliki sifat anti jamur terbukti dapat
mengurangi sisik secara signifikan dibandingkan plasebo. 8
Sedangkan untuk DS pada kulit tidak berambut dapat digunakan ketokonazol
2% krim secara tunggal maupun kombinasi dengan kortikosteroid topikal
potensi lemah.30 Pada penyakit Leiner diperlukan hidrasi intravena,
pengaturan suhu tubuh dan antibiotik jika terdapat infeksi. 8

4. Penatalaksanaan Tinea Korporis

Pengobatan dapat diberikan melalui topikal dan sistemik. Untuk pengobatan


topikal direkomendasikan untuk suatu peradangan yang dilokalisir, dapat
diberikan kombinasi asam salisilat 3-6% dan asam benzoat 6-12% dalam
bentuk salep (salep whitfield). Kombinasi asam salisilat dengan sulfur
presipitatum dalam bentuk salep (salep 2-4, salep 3-10) dan derivat azol :
mikonazole 2%, dan klotrimasol 1%.7
Untuk pengobatan sistemik pada peradangan yang luas dan adanya penyakit
immunosupresi, dapat diberikan griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa,
sedangkan anak-anak 10-25mg/kg BB sehari. Lama pemberian Griseofulvin
pada tinea korporis adalah 3-4 minggu, diberikan bila lesi luas atau bila
dengan pengobatan topikal tidak ada perbaikan. Pada kasus yang resisten
terhadap Griseofulvin dapat diberikan derivat azol seperti itrakonazol, dan
flukonazol.4,6 Antibiotik juga dapat diberikan jika terjadi infeksi sekunder. 7

PENCEGAHAN
Faktor-faktor yang perlu dihindari atau dihilangkan untuk mencegah terjadi
tinea korporis antara lain: mengurangi kelembaban tubuh penderita dengan
menghindari pakainan yang panas, menghindari sumber penularan yaitu
binatang, kuda, sapi kucing, anjing atau kontak dengan penderita lain,
menghilangkan fokal infeksi di tempat lain misalnya di kuku atau di kaki,
meningkatkan higienitas dan mengatasi faktor predisposisi lain seperti
diabetes mellitus, kelianan endokrin yang lain, leukimia harus terkontrol
dengan baik.7
Juga beberapa faktor yang memudahkan timbulnya residif pada tinea
korporis harus dihindari atau dihilangkan antara lain: temperatur lingkungan
yang tinggi, keringat berlebihan, pakaian dari bahan karet atau nilon,
kegiatan yang banyak berhubungan dengan air, misalnya berenang,
kegemukan, selain faktor kelembaban, gesekan kronis dan keringat yang
berlebihan disertai higienitas yang kurang, memudahkan timbulnya infeksi
jamur.7
DAFTAR PUSTAKA

1. Djayalangkara, Harfiah, dkk. 2013 . Buku Ajar Anatomi Biomedik ll. Makassar :
Universitas Hasanuddin
2. Junqueira,et.all. 2007. Histolog Dasar, Teks dan Atlas. Edisi 10. ECG: Jakarta
3. Sherwood, L., 2011. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
4. Menaldi, Sri Linuwih Sw. Dkk. 2016. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Lavenia, Christy, dkk. 2019.Studi Komparatif Personal Hygiene Mahasiswa
Universitas Indonesia di
6. Indekos dan Asrama. Universitas Indonesia. Jurnal KSM Eka Prasetya UI
7. Menaldi, Sri Linuwih Sw. Dkk. 2016. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
8. Lacarrubba F, Nasca MR, Benintende C, Micali G. Topical treatment. In:
Seborrheic dermatitis. Gurgaon: Macmilllan Medical communications. 2015:41-
50.
.

Anda mungkin juga menyukai