Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN PBL

MODUL 2
“KULIT”

BLOK SISTEM INDERA KHUSUS

Pembimbing : dr. Asrini Safitri, M. Kes, Sp. GK

Disusun Oleh :

Kelompok 11
11020170012 Muh. Muslim Purnomo
11020170093 Putri Saskia Auliyah
11120170094 Melinia Fajri Ramadhan
11020170110 Afifah Syahbani Zainal
11020170111 Hafifah Suci Mas’a
11020170119 Radhi Ijtihadi
11020170124 Novia Damayanti Kaprawi
11020170131 Wulan Apriliantisyah
11020170135 Muhammad Imran Jumaide
11020170137 Vellya Dwidamayanti

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
Skenario 3
Perempuan berusia 37 tahun datang ke poliklinik dengan bercak
kecoklatan di pipi kanan, dahi dan dagu sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan
diawali dengan bintik hitam menyerupai tahi lalat dan gejala semakin berat
dan berwarna makin gelap, kemerahan dan bersisik. Pasien tidak merasa
gatal dan tidak nyeri. Keluhan berkurang jika berobat, sembuh tapi
kemudian muncul kembali. Sudah berobat dengan kalpanax dan gejala
memberat karena paparan sinar matahari. Keluhan makin tampak jelas
menjadi sangat hitam pada seluruh permukaan kulit wajah setelah
menggunakan krim pemutih.
A. KLASIFIKASI KATA SULIT
Tidak ada.

B. KALIMAT KUNCI
1. Perempuan, 37 tahun
2. Keluhan bercak kecoklatan di pipi kanan, dahi, dan dagu sejak 2
bulan yang lalu
3. Keluhan diawali dengan bintik hitam menyerupai tahi lalat dan
semakin berat dan berwarna makin gelap, kemerahan dan
bersisik
4. Tidak gatal dan tidak nyeri
5. Keluhan berkurang jika berobat, sembuh tapi kemudian muncul
kembali
6. Sudah berobat dengan kalpanax dan gejala memberat karena
paparan sinar matahari
7. Keluhan makin hitam setelah menggunakan krim pemutih

C. PERTANYAAN PENTING
1. Bagaimana Anatomi dan histologi kulit?
2. Apa yang menyebabkan kulit kecoklatan di pipi kanan, dagu, dan
dahi?
3. Bagaimana patomekanisme terjadinya bercak kecoklatan?
4. Bagaimana klasifikasi dari melanosit/kelainan pigmentasi?
5. Apa hubungan paparan sinar matahari dengan gejala pasien yang
semakin memberat?
6. Bagiamana hubungan penggunaan krim pemutih dengan bercak
kecoklatan yang semakin hitam?
7. Bagaimana menegakkan diagnosis berdasarkan skenario?
8. Apa saja diagnosis banding yang sesuai dengan skenario?
9. Sebutkan perspektif Islam yang terkait dengan scenario!

D. JAWABAN PERTANYAAN

1. Bagaimana Anatomi dan histologi kulit?

Gambar 1. Penampang kulit


Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan
merupakan proteksi terhadap organ-organ yang terdapat dibawahnya
dan membangun sebuah barrier yang memisahkan organ-organ
internal dengan lingkungan luar dan turut berpartisipasi dalam banyak
fungsi tubuh yang vital.1
Luas kulit orang dewasa 1,5 -2 m2 dengan berat kira-kira 15 % dari
berat badan manusia •Tebal bervariasi antara ½ - 3 mm. •Kulit sangat
kompleks, elastis dan sensitif bervariasi pada keadaan iklim, umur,
sex, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh.1
Kulit dapat bergerak dan meregang tergantung pada: 1
 Tebal kulit
 Jumlah lipatan kulit
 Elastisitas kulit
 Perlekatan kulit dengan jaringan dibawahnya
 Umur individu.
Lapisan Kulit, terdiri dari:1
1) Epidermis
2) Dermis
3) Jaringan subkutan.

EPIDERMIS
Terdiri dari 5 lapisan (stratum) berturut-turut dari atas ke bawah:1
 Stratum corneum
 Stratum lucidum
 Stratum garanulosum
 Stratum spinosum/ spongiosum
 Stratum basale

Stratum Corneum
Lapisan paling luar terdiri dari sel-sel gepeng dan tidak berinti lagi,
sudah mati dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin. Makin
keatas makin halus dan lama-lama terlepas dari kulit berupa sisik-sisik
yang sangat halus. Diperkirakan, tubuh melepaskan 50-60 milyar
keratinosit (korneosit) setiap hari.1
Stratum Lucidum
Hanya terdapat pada kulit yang tebal. Mikroskop elektron
menunjukkan bahwa sel-selnya sejenis dengan sel-sel yang berada di
stratum corneum.1
Stratum Granulosum
Terdiri dari tiga sampai empat lapisan atau keratocytes yang
dipipihkan. Keratocytes ini berperan besar terhadap susunan keratin di
dalam lapisan atas epidermis.1
Stratum Spinosum
Terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang
besarnya berbeda-beda, karena adanya proses mitosis.
Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti
terletak ditengah-tengah. Diantara sel spinosum terdapat sel
langerhans, mengaktifkan sistem imun.1
Stratum Basale
Lapisan terdalam epidermis. 10-20 % sel di stratum basale adalah
melanocytes. Melanin, sel warna untuk kulit (pigmen). Butiran melanin
berkumpul pada permukaan setiap keratinocytes.1

DERMIS
Dermis membentuk bagian terbesar kulit dengan memberikan
kekuatan dan struktur pada kulit. Lapisan ini tersusun dari dua lapisan
yaitu:1
 Lapisan papillaris yaitu bagian yang menonjol ke epidermis
merupakan jaringan fibrous tersusun longgar yang berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah.
 Lapisan retikularis yaitu bagian di bawah lapisan papilaris yang
menonjol ke arah subcutan, lebih tebal dan banyak jaringan ikat.
Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut
saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut. 1

JARINGAN SUBKUTAN/ HIPODERMIS


Merupakan lapisan kulit yang paling dalam. Lapisan ini terutama
berupa jaringan adiposa yang memberikan bantalan antara lapisan
kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang. Jaringan subkutan
dan jumlah lemak yang tertimbun merupakan faktor penting dalam
pengaturan suhu tubuh.1

ADNEKSA KULIT
1) Kelenjar pada kulit
a. Kelenjar Sebasea
Kelenjar sebasea, berkaitan dengan folikel rambut, ductus kelenjar
sebasea akan mengosongkan sekret minyaknya ke dalam ruangan
antara folikel rambut dan batang rambut, untuk setiap lembar rambut
terdapat sebuah kelenjar sebasea yang sekretnya akan melumasi
rambut dan membuat rambut menjadi lunak serta lentur.1
b. Kelenjar Keringat
Ditemukan pada kulit sebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar ini
terutama terdapat pada telapak tangan dan kaki. Hanya glans penis,
bagian tepi bibir (margo labium oris), telinga luar dan dasar kuku yang
tidak mengandung kelenjar keringat. Kelenjar Keringat diklasifikasikan
menjadi 2.1
 Kelenjar eksokrin
Ditemukan pada semua daerah kulit. Saluran keluarnya bermuara
langsung ke permukaan kulit. Keringat dikeluarkan dari kelenjar ekrin
sebagai reaksi terhadap kenaikan suhu sekitarnya dan kenaikan suhu
tubuh.1
 Kelenjar apokrin
Kelenjar apokrin terdapat di daerah aksila, anus, skrotum dan labia
mayora. Kelenjar apokrin menjadi aktif pada pubertas. Kelenjar ini
memproduksi keringat yang keruh dan diuraikan oleh bakteri sehingga
menghasilkan bau yang khas.1

Referensi:
1Meschel, Anthony L. phD. 2012. Histologi Dasar Junqueira: Teks & Atlas.
Edisi 12. EGC: Jakarta. Hal. 309-316.
2. Apa yang menyebabkan kulit kecoklatan di pipi kanan, dagu, dan dahi?

Faktor resiko yang menyebabkan bercak kecoklatan pada wajah, yaitu:


1) Paparan sinar matahari (Ultra violet)
Insidens wanita dengan tipe warna kulit yang lebih gelap berkaitan erat
dengan paparan sinar matahari. Indonesia sebagai negara tropis, hampir
sepanjang tahun selalu disinari matahari dengan intensitas yang cukup
kuat. Di negara-negara 4 musim, sebagian besar penderita menyatakan
melasma tampak lebih nyata pada musim panas, dan tampak
berkurang/membaik pada musim dingin. Hal ini menunjukkan besarnya
hubungan antara melasma dan paparan sinar matahari. Sebelum
membahas tentang patogenesisnya, akan dibahas terlebih dahulu tentang
Ultra Violet. Radiasi Ultra Violet terbagi 3 macam:2
 Radiasi UV-C (200-290 nm).
Radiasi ini tidak ditemukan dalam spectrum sinar matahari pada
permukaan bumi karena disaring oleh ozon dan air. Disebut juga radiasi
germisidal karena dapat membunuh mikroorganisme. Radiasi ini adalah
UV gelombang pendek, karena merupakan panjang gelombang terpendek
pada spektrum UV. Radiasi UV-C sering diartikan dengan panjang
gelombang 259 nm karena sesuai dengan panjang gelombang yang
diemisi oleh lampu merkuri bertekanan rendah (lampu germisid) sebagai
sumber radiasi UV-C.2
 Radiasi UV-B (290-320 nm).
Merupakan bagian radiasi UV-B dengan keaktifan biologis tertinggi
pada sinar matahari dan penyebab reaksi eritema setelah paparan
dengan matahari. Disebut juga UV gelombang tengah atau sumber radiasi
UV .2
 Radiasi UV-A (320-400nm).
Panjang gelombang terpanjang dari spektrum UV ini mempunyai efek
biologis kurang dari UV-B, tetapi gelombang UV-A dapat memacu
menyebarkan sebagian eritema akibat matahari. Nama lain UV-A ialah
radiasi UV gelombang panjang, radiasi UV karena dekat dengan sinar
hitam (black light) karena tidak terlihat. DNA (Deoksiribonucleotic Acid)
menyerap ultra violet terbanyak pada panjang 280 nm. UV-B merupakan
penyebab kerusakan biokemikal yang paling potensial.2

2) Hormon
Dari segi hormonal, estrogen, progesteron, MSH (Melanocyte
Stimulating Hormon), dan ACTH (Adrenocorticotropic hormon) merupakan
faktor penting timbulnya melasma, meskipun kadarnya tak selalu meninggi
pada penderita melasma. Estrogen berperan langsung pada melanosit
sebagai salah satu reseptornya di kulit. Hal ini terbukti dari timbulnya
hiperpigmentasi melalui pemberian estrogen topikal pada puting susu.
Estrogen akan meningkatkan jumlah melanin dalam sel. Sedangkan
terhadap melanin, progesteron meningkatkan penyebarannya dalam sel.
Mekanisme seluler estrogen dan progesteron terjadi dengan perantara
hormon tropik (peptide dan glikoprotein) pada membrane sel dan
melibatkan aktivitas c-AMP (cyclic adenosin monophosphat), yang
kemudian meningkatkan pembentukan tirosinase, melanin, dan
penyebaran melanin, di samping efek peniadaan aktivitas inhibitor enzim,
yang akhirnya meningkatkan jumlah dan penyebaran melanin. Saat terjadi
kehamilan, keseimbangan hormon di dalam tubuh juga ikut berubah.
Selama kehamilan, terjadi peningkatan pigmentasi pada 90% wanita dan
kebanyakan lebih ditonjolkan pada tipe kulit yang lebih gelap. Bercak
pigmentasi yang menetap seperti nevi dan ephelides menjadi berwarna
lebih gelap. Juga jaringan parut baru sering kelihatan lebih gelap. Area
yang mempunyai pigmen normal seperti puting susu, areola mammae dan
genital, pigmentasi menjadi lebih kuat. Linea alba, garis tengah dinding
perut anterior selalu menjadi lebih gelap selama kehamilan dan kemudian
dinamai linea nigra. Dalam kelompok kecil wanita hamil, hiperpigmentasi
terjadi di ketiak atau paha atas bagian dalam. Melasma atau sering
disebut topeng kehamilan terjadi pada 50% wanita hamil. 2
Hormon lain yang berperan dan kadarnya meninggi pada kehamilan
adalah β MSH (Beta Melanocyte Stimulating Hormone). β MSH
mengandung rangkaian 7 asam amino yang identik dengan gugusan
asam amino 4-10 dalam α MSH dan ACTH. Sehingga ACTH juga
mempunyai banyak aktivitas yang sama dengan MSH, termasuk
menyebabkan hipermelanosis.2

3) Obat-obatan
Peran obat-obatan dalam menimbulkan melasma dapat melalui
beragam cara. Obat-obatan yang menimbulkan hiperpigmentasi lewat
proses deposisi antara lain logam berat, fenotiasid, anti malaria, arsen
inorganik, dan merkuri.4 Difenil hidantoin, mesantoin, klorpromasin,
sitostatik dan minosiklin merupakan obat-obat yang ditimbun di lapisan
dermis bagian atas dan secara kumulatif dapat merangsang
melanogenesis yang menyebabkan timbulnya melasma. 2
Klorpromasin dapat merangsang sintesis melanin melalui peningkatan
jumlah melanosom dalam sel epidermis dan lisosom dalam makrofag
dermis. Didapatkan adanya penambahan kromofor pada endotel yang
merupakan bentuk polimer dari diklorpromasin.2
Tetrasiklin dan amiodaron menyebabkan hiperpigmentasi melalui
mekanisme reaksi fotohipersensitivitas. Sedangkan hidantoin dan
derivatnya bekerja langsung pada melanosit. Obat-obatan sitostatika,
antara lain siklofosfamit, trietilentiofosfo-amida menimulkan
hiperpigmentasi melalui penurunan turn over sel-sel malphigi. Akibatnya
terjadi penurunan produksi sel, sehingga keratinosit lebih banyak kontak
dengan melanosit dan penuh dengan melanosom, akhirnya timbul
hiperpigmentasi.2
Zidovudine yang telah dipakai pada pasien AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) adalah salah satu obat yang masuk dalam
daftar obat-obatan yang menyebabkan hiperpigmentasi belakangan ini.2
4) Genetik
Terjadinya melasma memiliki kaitan dengan riwayat keluarga yang
pernah menderita juga sebelumnya. Hal ini dihubungkan bahwa
peningkatan pigmentasi yang sejalan dengan paparan radiasi UV
merupakan kosekuensi dari perbaikan DNA.6 Dengan gen yang
mempengaruhi faktor keturunan ini adalah gen SLC24A5 (Solute Carrier
Family 24 member 5), sebuah gen yang terdapat pada kromosom ke-15
dalam tubuh manusia. Gen ini tersusun dari 396 molekul asam amino.
Menurut penelitian, aktivitas gen SLC24A5 inilah yang menentukan jumlah
dan aktivitas melanosit. Semakin tinggi aktivitas gen SLC24A5, semakin
tinggi jumlah melanosit yang akan memproduksi banyak melanin. Artinya,
kulit akan semakin gelap. Demikian pula sebaliknya, jika aktivitas gen
SLC24A5 ini semakin sedikit, kulit cenderung semakin terang.2

5) Ras
Insiden terbanyak dimiliki oleh wanita dengan tipe warna kulit yang
lebih gelap dan beberapa ras seperti Latin (8,8 % ), Afrika-Amerika, Afrika-
Karibia dan Asia.2

6) Kosmetik
Faktor lain yang berperan pada timbulnya melasma adalah faktor lokal
yaitu pemakaian kosmetika. Beberapa bahan yang ada dalam kosmetika
wajah seperti pewangi, mulai dari benzyl alcohol sampai lavender oil, juga
hydroquinone, antiseptic, PABA (Para Amino Benzoic Acid) dan berbagai
pengawet bersifat sebagai photo sensitizer yang dapat meningkatkan
terbentuknya ROS (Reactive Oxygen Species) dan memicu aktifitas
melanosit. Khusus hydroquinone yang banyak digunakan sebagai pemutih
kulit di pasaran dengan dosis yang tidak akurat, selain dapat
menyebabkan hipermelanosis, justru berperan sebagai sumber ROS yang
dapat merusak sel dan DNA (Deoksiribonucleatic Acid). Maka tidak heran
apabila penderita yang diberi obat pemutih kadang dapat terjadi reaksi
sebaliknya, kulit menjadi lebih hitam. Namun yang lebih berbahaya adalah
dengan penggunaan pemutih untuk mencegah sintesis melanin, fungsi
melanin sebagai proteksi hilang dan pada tingkat seluler terjadi kerusakan
DNA yang apabila mekanisme repair tak berhasil maka sangat beresiko
menghasilkan gen mutan yang pada akhirnya timbul keganasan kanker
kulit.2
Mekanisme faktor kosmetik dapat menjadi pencetus terjadinya
melasma diduga merupakan suatu reaksi fotosensitisisasi setelah terkena
paparan sinar matahari (hipersensitivitas tipe lambat). Bahan
fotosensitiser yang terkandung dalam kosmetika tadi menyerap sinar,
kemudian terbentuk hapten yang akan bergabung dengan protein karier
dan memacu respon imun. Mediator yang mempunyai kemampuan
merangsang melanosit adalah leukotrien C4 dan D4. Selain itu juga
terdapat peningkatan jumlah makrofag dermis bagian atas dan multiplikasi
lamina basalis. Terjadi juga respon edemakutis akibat degenerasi dan
regenerasi sel-sel basal, yang berakibat berpindahnya melanosom dalam
keratinosit yang degenerasi ke dermis, sehingga timbul hipermelanosis
dermal.2

7) Riwayat Penyakit Lain


Disebutkan dalam literatur dan penelitian sebelumnya bahwa,
melasma dapat dijumpai pada penyakit kronis tertentu, seperti TBC,
schistosomiasis, dan malaria. Diduga aktivitas Retikulo Endhotelial
System (RES) berbanding terbalik dengan korteks adrenal. Stimulasi RES
pada infeksi kronis menyebabkan menurunnya aktivitas korteks adrenal,
yang akhirnya meningkatkan pigmentasi kulit. Namun kondisi ini juga
sangat tergantung pada kondisi penderita itu sendiri. Dan masih banyak
faktor-faktor risiko lain yang belum jelas peranannya.2
8) Usia
Insidens terbanyak pada usia 30-44 tahun. Hal ini mungkin dipengaruhi
oleh perubahan keseimbangan hormon estrogen, paparan sinar matahari,
dan sintesis melanin yang berlebihan.2

9) Pekerjaan
Melasma banyak menyerang penderita yang pekerjaannya sering terpapar
dengan sinar matahari tanpa alat pelindung diri ataupun tanpa
medikamentosa yang cukup.2

Referensi:
2Sri Linuwih SW Menaldi. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
Ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 342-345

3. Bagaimana patomekanisme terjadinya bercak kecoklatan?

Melanin dibentuk oleh melanosit dengan enzim tiroinase yang


memainkan peranan penting dalam proses pembentukannya. Sebagai
akibat dari kerja enzim tironase, tiroksin diubah menjadi 3,4 dihidroksiferil
alanin (DOPA) dan kemudian menjadi dopaquinone, yang kemudian
dikonversi, setelah melalui beberapa tahap transformasi menjadi melanin.
Enzim tirosinase dibentuk dalam ribosom, ditransfer dalam lumen
retikulum endoplasma kasar, melanosit dapat dibedakan pada
pembentukan granul melanin yang matang.3
 Tahap 1 : sebuah vesikel dikelilingi oleh membran dan
menunjukkan awal proses dari aktivitas enzim tirosinase dan
pembentukan substansi granul halus, pada bagian perifernya.
Untaian-untaian padat elektron memiliki suatu susunan molekul
tirosinase yang rapi pada sebuah matrik protein.
 Tahap 2 : Vesikel (melanosom) berbentuk oval dan memperlihatkan
pada bagian dalam filamen-filamen dengan jarak sekitar 10nm atau
garis lintang dengan jarak sama. Melanin disimpan dalam matriks
protein.

Gambar 2. Diagram Melanosit, ilustrasi gambaran utama melanogenesis.


Tirosinase di sintesis dalam retikulum endoplasma yang kasar dan
diakumulasikan dalam vesikel kompleks Golgi. Vesikel yang bebas sekarang
dinamakan melanosom. Sintesis melanin dimulai pada melanosom tahap II, di
mana melanin diakumulasikan dan membentuk melanosom tahap III.
Terakhirstruktur ini hilang dengan aktivitas tirosinase dan membentuk granul
melanin. Granul melanin bermigrasi ke arah juluran melanosit dan masuk ke
dalam keratinosit.

 Tahap 3 : Peningkatan pembentukan melanin membuat struktur


halus agak sulit terlihat.
 Tahap 4 : Granul melanin matang dapat terlihat dengan mikroskop
cahaya dan melanin secara sempurna mengisi vesikel. Utrastruktur
tidak ada yang terlihat. Granul yang matang berbentuk elips,
dengan panjang 1 μm dan diameter 0,4 μm. 3

Ketika dibentuk granul melanin migrasi di dalam perluasan sitoplasma


melanosit dan ditransfer ke sel-sel dalam stratum germinativum dan
spinosum dari epidermeis. Proses transfer ini telah diobservasi secara
langsung pada kultur jaringan kulit. Granul melanin pada dasarnya
diinjeksikan ke dalam keratinosit. Ketika di dalam keratinosit, granul
berakumulasi di dalam sitoplasma di daerah atas inti (supranuklear), jadi
melindungi nukleus dari efek merusak radiasi matahari. Meskipun
melanosit yang membentuk melanin, namun sel-sel epitel/keratinosit lah
yang menjadi gudang dan berisi lebih banyak melanin, dibandingkan
melanosit sendiri. Di dalam keratinosit, granul melanin bergabung dengan
lisosom, alasan mengapa melanin menghilang pada sel epitel bagian
atas.4
Faktor-faktor penting dalam interaksi antara keratinosit dan melanosit
yang menyebabkan pigmentasi pada kulit:3
1) kecepatan pembentukan granul melanin dalam melanosit
2) perpindahan granul ke dalam keratinosit, dan
3) penempatan terakhirnya dalam keratinosit

Pada manusia, ratio dopa-positif melanosit terhadap keratinosit pada


stratum basal adalah konstan di dalam setiap area tubuh, tetapi bervariasi
dari satu regio ke regio yang lain. Sebagai contoh ada sekitar 1000
melanosit/mm4 di kulit daerah paha dan 2000/mm2 di kulit skrotum. Jenis
kelamin dan ras tidak mempengaruhi jumlah melanosit/unit area.
Perbedaan pada waktu kulit terutama karena perbedaan jumlah granul
melanin pada keratinosit.5

Gambar 3. Sintesis Protein


Gambar 3 : Section of the stratum spinosum showing the localized deposits of melanin
covering the cell nuclei. Melanin protects the DNA from the UV radiation of the sun. This
explains why people with light skin have a higher incidence of skin cancer than do people
with dark skin. The highest concentration of melanin occurs in the cells that are more
deeply localized; these cells divide more actively. (The DNA of cell populations that
multiply more actively is particularly sensitive to harmful agents).

Makin gelapnya kulit (tanning) setelah terpapar radiasi matahari


(panjang gel: 290-320mm) adalah akibat proses tahap 2. Pertama, reaksi
fisis dan kimiawi menggelapkan warna melanin yang belum muncul ke
luar melanosit, dan merangsangnya secara cepat untuk masuk ke
keratinosit. Kedua, kecepatan sintesis melanin dalam melanosit
mengalami akselerasi, sehingga semakin meningkatkan jumlah pigmen
melanin.3
Mekanisme hiperpigmentasi terjadi di lapisan kulit epidermal maupun
dermal. Sel-sel inflamasi melepaskan mediator dan sitokin. Menanggapi
proses peradangan, mediator asam arakidonat seperti prostaglandin dan
leukotrien merangsang peningkatan sintesis melanin dan transportasi ke
keratinosit. Peradangan dapat menyebabkan gangguan melanosit dan
pelepasan pigmen ke dalam dermis yang mengakibatkan fenomena yang
disebut pigmen incontience. Hal inilah yang kemudian mengakibatkan
penimbunan melanosit baik di lapisan dermal maupun epidermal yang
menyebabkan hiperpigmentasi.5
Referensi:
3Junqueira, L. C., & Mescher, A. L. (2013). Junqueira's basic histology:
text & atlas/Anthony L. Mescher. New York [etc.]: McGraw-Hill Medical,.
4Biolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV. (2012). Melanocyte Biology.
Dermatology. Edisi ke 3. Philadelphia : WB; Chapter 65. H.1011-21.
5Baumann, L., & Saghari, S. (2009). Skin pigmentation and pigmentation
disorders. Cosmetic dermatology: Principles and practice, 2nd ed. New
York: McGraw-Hill, 98-108.

4. Bagaimana klasifikasi dari melanosit/kelainan pigmentasi?


Melanosit atau kelainan pigmentasi adalah kelainan warna kulit akibat
berkurang atau mertambahnya pertumbuhan pigmen melanin pada kulit.
Klasifikasi dari melanosit, yaitu:6
 Hipermelanosis
Hipermelanosis bila produksi pigmen melamin bertambah.
Hipermelanosis dapat disebabkan oleh sel melanosit bertambah maupun
hanya karena pigmen saja yang bertambah. Fitzapatrick membagi
hipermelanosis berdasarkan distribusi melanin kulit yaitu (a)
Hipermelanosis coklat bila pigmen melanin terletak pada epidermis dan
(b) Hipermelanosis abu-abu bila pigmen melanin terletak didalam dermis.
Beberapa jenis kelainan hipermelanosis pada wajah antara lain melisma,
efelid dan lentigo.6
 Hipomelanosis
Hipomelanosis bila diproduksi pigmen melanin berkurang.
Hipomelanosis dapat disebabkan oleh pengurangan jumlah pigmen atau
berkurang maupun tidak adanya sel melanosit. Beberapa jenis kelainan
hipomelanosis pada wajah antara vitiligo, albinisme okulokutanea dan
hipopigmentasi pasca inflamasi.6
Referensi:
6Hamdani, Sri Mutia 2015. Gambaran Kualitas Hidup Penedrita Kelainan
Pigmentasi Wajah pada Pengunjung Posyandu di Kecamatan Medan
Labuhan. Universitas Sumatera Utara. Diakses pada tanggal 3 Oktober
2016.

5. Apa hubungan paparan sinar matahari dengan gejala pasien yang


semakin memberat?

Efek buruk sinar UV dipengaruhi oleh faktor individu, frekuensi, dan


lama pajanan serta intensitas radiasi sinar UV. Reaktifitas individu
terhadap sinar UV tergantung pada warna kulit konstitutif serta tipe kulit
yang diturunkan secara genetik. Pigmentasi akibat UV terjadi terutama
akibat radiasi UV-A pada individu yang telah mempunyai pigmentasi.
Pigmentasi akibat UV menyebabkan tanning.7
Ada empat jenis radiasi UV, yaitu UV-A, UV-B, UV-C, dan UV-D. Yang
paling tinggi energinya dan berpotensi merusak makhluk hidup adalah UV-
C dan UV-D, tetapi hanya sedikit pengaruhnya terhadap kehidupan di
Bumi karena radiasinya dapat diserap oleh lapisan atmosfer. Dalam
beberapa hal sinar ultra violet bermanfaat untuk manusia yaitu
diantaranya untuk mensintesa Vitamin D dan juga berfungsi untuk
membunuh bakteri. Namun disamping manfaat tersebut di atas sinar ultra
violet dapat merugikan manusia apabila terpapar pada kulit manusia
terlalu lama.7
Secara histologi terjadi peningkatan melanosit epidermal, melanosit
dendrit dan perpindahan melanosom ke keratinosit, dan terjadi melanisasi
yang meningkat dan melanosom individu. Melanogenesis merupakan
proses yang dipengaruhi oleh panjang gelombang UV-A akan
menyebabkan pigmentasi yang gelap dan terbatas pada lapisan basal.
UV-B menyebabkan pigmentasi yang gelap terbatas pada lapisan
epidermis, sedangkan pigmentasi akibat UV-C ringan sekali.7
Melanin pada epidermis berperan sebagai kromofor endogen yang
menyerap gelombang elektromagnetik sinar matahari sehingga di anggap
sebagai pelindung terhadap efek buruk sinar matahari. Paparan sinar
matahari pada kulit manusia akan diserap oleh kromofor endogen, dan
terjadilah reaksi fotokimiawi yang merubah molekul-molekul yang stabil
menjadi molekul sangat reaktif. Hasil reaksi fotokimiawi dikenal sebagai
photo product,antara lain molekul CPD (Cyclobutan Pyrimidine Dimmer)
dan ROS (Reactive Oxygen Species). Sintesis melanin dapat terjadi
karena paparan sinar matahari secara langsung maupun tidak langsung. 7
Jumlah melanosit dibadan setiap individu bergantung pada lokasinya,
yang seringkali terpapar matahari seperti wajah, terdapat sekitar 2.000
atau lebih melanosit tiap millimeter persegi, sedangkan pada lokasi yang
lain sekitar 1.000 tiap millimeter persegi. Hal ini menjelaskan mengapa
melasma terlokalisir pada wajah, terutama dahi, pipi, dan bibir bagian
atas. Kulit wajah juga menerima pajanan sinar matahari terbanyak
dibandingkan kulit di lokasi lainnya. Reaksi DOPA (Dihidroksi Phenil
Alanin) pada melanosit akan meningkat bila kulit menerima paparan sinar
ultraviolet (290-400 nm) akan merusak gugus sulfihidril yang merupakan
penghambat enzim tirosinase, sehingga menyebabkan enzim tirosinase
bekerja maksimal, aktivitas melanosit meningkat, proses melanogenesis
terpacu dan menyebabkan hiperpigmentasi.7

Referensi:
7Eko, Cahyono. 2010. Dampak pengikatan radiasi ultraviolet B terhadap
manusia. Bidang Pengkajian Ozon dan Polusi Udara.
6. Bagiamana hubungan penggunaan krim pemutih dengan bercak
kecoklatan yang semakin hitam?

Berbagai zat yang terkandung didalam kosmetika dapat


memberikan faktor positif dan negatif bagi kulit. Perbedaan ras, warna dan
jenis kulit seseorang dapat menimbulkan efek kosmetik. Bahan kosmetika
yang menimbulkan hiperpigmentasi/melasma yaitu yang berasal dari
bahan iritan seperti pewangi, mulai dari benzyl alcohol sampai lavender
oil, juga hydroquinone, antiseptic, PABA (Para Amino Benzoic Acid) dan
berbagai pengawet bersifat sebagai fotosensitizer yang dapat
meningkatkan terbentuknya ROS (Reactive Oxygen Species) dan memicu
aktifitas melanosit. Maka tidak heran apabila penderita yang diberi obat
pemutih kadang dapat terjadi reaksi sebaliknya, kulit menjadi lebih hitam.
Namun yang lebih berbahaya adalah dengan penggunaan pemutih untuk
mencegah sintesis melanin, fungsi melanin sebagai proteksi hilang dan
pada tingkat seluler terjadi kerusakan DNA yang apabila mekanisme
repair tak berhasil maka sangat beresiko menghasilkan gen mutan yang
pada akhirnya timbul keganasan kanker kulit.8
Mekanisme faktor kosmetik dapat menjadi pencetus terjadinya
melasma diduga merupakan suatu reaksi fotosensitisisasi setelah terkena
paparan sinar matahari (hipersensitivitas tipe lambat). Bahan
fotosensitiser yang terkandung dalam 20 kosmetika tadi menyerap sinar,
kemudian terbentuk hapten yang akan bergabung dengan protein karier
dan memacu respon imun. Mediator yang mempunyai kemampuan
merangsang melanosit adalah leukotrien C4 dan D4. Selain itu juga
terdapat peningkatan jumlah makrofag dermis bagian atas dan multiplikasi
lamina basalis. Terjadi juga respon edemakutis akibat degenerasi dan
regenerasi sel-sel basal, yang berakibat berpindahnya melanosom dalam
keratinosit yang degenerasi ke dermis, sehingga timbul hipermelanosis
dermal.8
Referensi:
8Soepardiman L. Kelainan pigmen. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah
S, editor. IImu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke 5. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2007. hal.289-95.

7. Bagaimana menegakkan diagnosis berdasarkan skenario?

Penyakit kulit merupakan penyakit yang bisa terlihat oleh mata,


sehingga beberapa penyakit kulit mungkin bisa terdiagnosa secara cepat.
Pada skenario didapatkan seorang wanita dengan bercak kecoklatan di
pip kanan, dahi, dan dagu sejak 2 bulan yang lalu, langkah awal yang
dilakukan untuk menegakkan diagnosis berdasarkan skenario yaitu
dengan cara anamnesis.10

ANAMNESIS
Anamnesis yang baik merupakan tiang utama diagnosis. Anamnesis
dimulai dengan mencari keterangan mengenai nama, alamat, umur , jenis
kelamin, pekerjaan dan status perkawinan. Keterangan yang didapat ini
kadang sudah memberi petunjuk permulaan kepada kita.9
Pertanyaan yang diajukan biasanya:9
 Mengenai keluhan pokok:
a. Dimana keluhan dimulai?
b. Meluaskah?
c. Apakah hilang timbul?
d. Berapa lama?
e. Apakah kering atau basah?
f. Apakah gatal atau tidak?
 Mengenai penderita dan keluarganya:
a. Apa penyakit ini pernah diderita sebelumnya?
b. Apakah penyakit ini pernah diobati? Oleh siapa? Dan nama
obatnya apa?
c. Adakah makanan yang membuat penyakit ini tambah parah?
d. Apa pekerjaan penderita dan bagaimana lingkungannya?
e. Kegiatan apa yang dilakukan setelah selesai bekerja?
f. Adakah riwayat penyakit yang sama pada keluarga
penderita?
g. Apakah ada riwayat paparan sinar matahari ataupun
paparan zat kimia?

PEMERIKSAAN KULIT
Pemeriksaan penderita seharusnya ditempat yang terang. Dan
seharusnya selalu memeriksa pasien mulai dari kepala hingga kaki.
Inspeksi dan palpasi lesi atau kelainan kulit yang ada (menggunakan kaca
pembesar). Hal- hal pokok dalam pemeriksaan dermatologis yang baik
adalah:11
1) Lokasi dan /atau distribusi dari kelainan yang ada : Hal ini bisa
sangat membantu : sebagai contoh, dermatitis seboroik
mempunyai tempat predileksi pada wajah, kepala, leher, dada,
telinga, dan suprapubis; pada anak, eksema cenderung terjadi
di daerah fleksor; akne terutama pada wajah dan tubuh bagian
atas; karsinoma sel basal biasanya lebih sering muncul di
kepala dan leher.11
2) Karakterisitik lesi individual:11
 Tipe :
 Karakteristik lesi :makula, papula, nodul, plak, vesikel, bulla,
pustula, ulkus, urtikaria (untuk mencari gambar gambar
effloresensi lainnya, cobalah cari di buku buku rujukan)
 Karakteristik permukaan lesi : Skuama, Krusta,
Hiperkeratosis, Eskoriasi, Maserasi dan Likenifikasi
Makula Pustul

Vesikel Bulla

Skuama Krusta

Urtikaria Likenifikasi
Nodul Kista

Ekskoriasi Ulkus

 Ukuran, bentuk , garis tepi dan batas-batasnya. Ukuran


sebaiknya diukur dengan tepat, daripada hanya
membandingkan dengan kacang polong, jeruk atau koin. Lesi
bisa mempunyai berbagai macam bentuk, misalnya bulat, oval,
anular, liniear atau “tidak beraturan”; tepi-tepi yang lurus atau
bersudut mungkin disebabkan oleh faktor-faktor eksternal.11
 Warna, selalu ada manfaatnya untuk membuat catatan
tentang warna: merah, ungu, cokelat, hitam pekat dan
sebagainya.11
 Gambaran Permukaan. Telusuri apakah permukaan lesi
halus atau kasar, dan untuk membedakan krusta( serum yang
mengering) dengan skuama (hiperkeratosis); beberapa
penelusuran pada skuama dapat membantu, misalnya terdapat
warna keperakan pada psoriasis.11
 Tekstur—dangkal?dalam? Gunakan ujung jari Anda pada
permukaan kulit; perkirakan kedalaman dan letaknya apakah di
dalam atau di bawah kulit; angkat sisik atau krusta untuk melihat
apa yang ada dibawahnya; usahakan untuk membuat lesi
memucat dengan tekanan.11

3) Pemeriksaan lokasi-lokasi “sekunder” : Carilah kelainan-


kelainan di tempat lain yang dapat membantu diagnosis.
Contoh yang baik antara lain:11
 Kuku ada psoriasis
 Jari-jemari dan pergelangan tangan pada skabies
 Daerah sela-sela jari kaki pada infeksi jamur
 Mulut pada liken planus

4) Tehnik- tehnik pemeriksaan “khusus” : Diperlukan tehnik tehnik


khusus dalam melakukan pemeriksaan kulit seperti kerokan kulit
dengan Kalium Hidroksida untuk memeriksa adanya hifa dan
spora untuk pemeriksaan jamur pada kulit.11

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan histopatologik
Terdapat 2 tipe hipermelanosis:12
 Tipe epidermal: melanin terutama terdapat di lapisan basal dan
suprabasal, kadang-kadang di seluruh stratum spinosum sampai
stratum korneum; sel-sel yang padat mengandung melanin adalah
melanosit, sel-sel lapisan basal, dan supra basal, juga terdapat
pada keratinosit dan sel-sel stratum korneum.
 Tipe dermal: terdapat makrofag bermelanin di sekitar pembuluh
darah dalam dermis bagian atas terdapat fokus-fokus infiltrat.
2) Pemeriksaan mikroskop electron
Gambaran ultrastruktur melanosit dalam lapisan basal memberi
kesan aktivitas melanosit meningkat.12

3) Pemeriksaan dengan sinar wood12


a) Tipe epidermal : warna lesi tampak lebih kontras.
b) Tipe dermal : warna lesi tidak bertambah kontras.
c) Tipe campuran : lesi ada yang bertambah kontras ada yang
tidak.
d) Tipe tidak jelas : dengan sinar Wood lesi menjadi tidak jelas,
sedangkan dengan sinar biasa jelas terlihat.

Referensi:
9Cox N, Coulson IH. Diagnosis of Skin Diseases. In: Burns T, Breathnach
S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook's Textbook of Dermatology.
Massachusetts: Blackwell Publishing; 2004. p. 5.1 - 5.10.
10Budimulja U. Morfologi dan cara membuat diagnosis. In : Djuana A,
Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2011. p. 34-42.
11Wolf K, Goldsmith LA, I.Katz S, A.Gilchrest B. Fitzpatrick's Dermatology
in General Medicine. Wolf K, Gilchrest BA, Paller AS, J.Leffel D, editors.
New York: Mc Graw; 2008.
12Sri Linuwih SW Menaidi, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
Ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2017. h.291.
8. Apa saja diagnosis banding yang sesuai dengan skenario?

MELASMA
Definisi
Melasma adalah hipermelanosis didapat, umumnya simetris,
berupa macula berwarna coklat muda sampai coklat tua yang tidak
merata, mengenai area yang terpajan sinar ultra violet dengan tempat
predileksi pada pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung dan dagu. 13

Epidemiologi Dan Insiden


Melasma dapat mengenai semua ras terutama penduduk yang
tinggal di daerah tropis. Melisma terutama dijumpai pada perempuan,
meskipun didapat pula pada laki-laki (10%). Di Indonesia perbandingan
kasus perempuan dan laki-laki adalah 24:1. Terutama tampak pada
perempuan usia subur dengan riwayat langsung terkena pajanan sinar
matahari. Insiden terbanyak pada usia 30-44 tahun.
Kelainan ini dapat mengenai ibu hamil, perempuan yang
menggunakan pil kontrasepsi, pemakai kosmetik, pemakai obat dan lain-
lain. 13

Etiologi
Etiologi melisma sampai saat ini belum diketahui pasti. Faktor
kausatif yang dianggap berperan pada pathogenesis melisma adalah: 13
1) Sinar ultra violet. Spektrum sinar matahari ini merusak gugus
sulfhidril di epidermis yang merupakan penghambat enzim
tirisinase dengan cara mengikat ion Cu dari enzim tersebut. Sinar
ultra violet menyebabkan enzim tirosinase tidak dihambat lagi
sehingga memicu proses melanogenesis
2) Hormon. Misalnya estrogen, progesterone dan MSH berperan pada
terjadinya melisma. Pada kehamilan, melisma biasanya meluas
pada trimester ke-3. Pada pemakai pil kontrasepsi, melisma
tampak dalam 1 bulan sampai 2 tahun setelah dimulai pemakaian
pil tersebut.
3) Obat. Misalnyadifenil hidantoin, mesantoin, klorpromasin, sitostatik,
dan monosiklin dapat menyababkan timbulnya melisma. Obat ini
ditimbun dilapisan dermis bagian atas dan secara kumulatif dapat
merangsang melano genesis.
4) Genetik. Dilaporkan adanya kasus keluarga sekitar 20-70%.
5) Ras. Melasma banyak dijumpai pada golongan hispanik dan
golongan kulit berwarna gelap.
6) Kosmetika. Pemakaian kosmetik yang mengandung parfum, zat
pewarna, atau bahan-bahan tertentu dapat menyebabkan
fotosensitivitas yang dapat mengakibatkan hiperpigmentasi pada
wajah, jika terpajan sinar matahari
7) Idiopatik

Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis kelainan melisma ditinjau dari gambaran
klinis, pemeriksaan histopatologik, dan pemeriksaan dengan sinar wood.
Melasma dapat dibedakan berdasarkan gambaran klinis. 13
1. Bentuk sentro-fasial meliputi daerah dahi, hidung, pipi, bagian
medial, bawah hidung, serta dagu (63%).
2. Bentuk malar meliputi hidung dan pipi bagian lateral (21%).
3. Bentuk mandibular meliputi daerah mandibular (16%).
Berdasarkan pemeriksaan dengan sinar wood :
1. Tipe epidermal, melisma tampak lebih jelas dengan sinar wood
dibandingkan dengan sinar biasa
2. Tipe dermal, dengan sinar wood tak tampak warna kontras
disbanding dengan sinar biasa
3. Tipe campuran, tampak beberapa lokasi lebih jelas sedang yang
lainnya tidak jelas
4. Tipe sukar dinilai karena warna kulit yang gelap, dengan sinar wood
lesi menjadi tidak jelas, sedangkan dengan sinar biasa jelas terlihat

Berdasarkan pemeriksaan histopatologis: 13


1. Melasma tipe epidermal, umumnya berwarna coklat, melanin
terutama terdapat pada lapisan basal dan suprabasal, kadang-
kadang diseluruh lapisan stratum korneum dan stratum spinosum.
2. Melasma tipe dermal, berwarna coklat kebiruan, terdapat makrofag
bermelanin disekitar pembuluh darah didermis bagian atas dan
bawah, pada dermis bagian atas terdapat focus-fokus infiltrate.

Patogenesis
Masih banyak yang belum diketahui. Banyak factor yang
menyangkut proses ini antara lain: 13
a. Peningkatan produksi melanosome karena hormone maupun
karena sinar ultra violer. Kelainan melanosome ini juga dapat kan
karena bahan farmakologik seperti perak dan psoralen
b. Penghambatan dalam Malpighian cell turnover, keadaan ini dapat
terjadi karena obat sitistatik.

Gejala Klinis
Lesi melisma berupa macula berwarna cokelat muda atau cokelat
tua berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, sering pada pipi dan hidung
yang disebut pola malar. Pola mandibular terdapat pada dagu, sedangkan
pola sentrofasial di pelipis, dahi, alis, dan bibir atas. Warna keabu-abuan
atau kebiru-biruan terutama pada tipe dermal. 13
Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan histopatologik
Terdapat 2 tipe hipermelanosis:13
 Tipe epidermal: melanin terutama terdapat di lapisan basal dan
suprabasal, kadang-kadang di seluruh stratum spinosum sampai
stratum korneum; sel-sel yang padat mengandung melanin adalah
melanosit, sel-sel lapisan basal, dan supra basal, juga terdapat
pada keratinosit dan sel-sel stratum korneum.
 Tipe dermal: terdapat makrofag bermelanin di sekitar pembuluh
darah dalam dermis bagian atas terdapat fokus-fokus infiltrat.
2) Pemeriksaan dengan sinar wood13
e) Tipe epidermal : warna lesi tampak lebih kontras.
f) Tipe dermal : warna lesi tidak bertambah kontras.
g) Tipe campuran : lesi ada yang bertambah kontras ada yang
tidak.
h) Tipe tidak jelas : dengan sinar Wood lesi menjadi tidak jelas,
sedangkan dengan sinar biasa jelas terlihat.

Tatalaksana
Pencegahan13
a. Penderita diharuskan menghindari pajanan langsung sinar
ultraviolet terutama antara pukul 09.00-15.00. Sebaiknya jika keluar
rumah menggunakan paying atau topi yang lebar. Melindungi kulit
dengan memakai tabir surya yang tepat, baik mengenai bahan
maupun cara pemakaiannya. Pemakaian tabir surya dianjurkan 30
menit sebelum terkena pajanan sinar matahari.13
b. Menghindari factor yang merupakan penyebab melasma, misalnya
menghentikan pemakaian pil kontrasepsi, menghentikan
pemakaian kosmetik yang berwarna dan megandung parfum. 13
Pengobatan13
 Pengobatan Topikal
a. Hidrokinon
Hidrokinin dipakai dengan konsentrasi 2-5%. Krimtersebut
dipakai pada malam hari. Umumnya tampak perbaikan dalam 6-
8 minggu dan dilanjutkan smapai 6 bulan. Efek samping adalah
dermatitis kontak iritan atau alergi.13
b. Asam Retinoat
Asam retinoat 0,1% terutama digunakan sebagai terapi
tambahan atau terapi kombinasi. Krim tersebut juga dipakai
pada malam hari, karena pada siang hari dapat terjadi
fotodegradasi. Kini asam retinoat dipakai sebagai monoterapi.
Efek samping berupa eritema, deskuamasi, dan fotosensitasi.13
c. Asam Azeleat
Asam aseleat merupakan obat yang aman untuk dipakai.
Pengobatan dengan asam aseleat 20% selama 6 bulan
memberikan hasil yang baik. Efek sampingnya rasa panas dan
gatal.13
 Pengobatan sistemik
a. Asam askorbat
Vitamin C mempunyai efek merubah melanin bentuk oksidasi
menjadi melaninbentuk reduksi yang berwarna lebih cerah dan
mencegah pembentukan melanin dengan merubah DOPA kinon
menjadi DOPA.13
b. Glutation
Glutation bentuk reduksi adalah senyawa sulfhidril, berpotensi
menghambat pembentukan melanin dengan jalan bergabung
dengan cuprum dari tirokinase.13
 Tindakan khusus
a. Pengelupasan kimiawi
Pengelupasan kimiawi dapat membantu pengobatan
hiperpigmentasi. Pengelipasan dilakukan dengan mengoleskan
asam glikolat 50-70% selama 4-6 menit, setiap tiga minggu
selama 6 kali. Sebelum dilakukan pengelupasan kimiawi
diberikan krim asam glikolat 10% selama 14 hari.13
b. Bedah laser
Bedah laser dengan menggunakan laser Q-Switched Ruby dan
laser argon, kekambuhan juga dapat terjadi. 13

Referensi:
13Menaldi Sri Linuwih et all. 2018. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta:FK UI. Ed 7. Hal 342-345.

MELANOMA
Definisi
Melanoma maligna adalah suatu kelainan kulit yang berasal dari
degenerasi sel pigmen melanosit ke arah keganasan. Kelainan ini ditandai
oleh adanya perubahan warna yang makin melebar dan membesar
dengan tepi tidak teratur dan lebih menonjol.14
Di Indonesia, menurut data histopatologis, kanker kulit merupakan salah
satu kanker dari tiga kanker yang paling sering ditemui. Melanoma
maligna menempati urutan ke-5 pada laki laki dan urutan ke 7 pada wanita
dari keganasan yang sering ditemukan. Melanoma maligna menyumbang
1 – 2% dari semua kematian akibat kanker.15,16,17

Etiologi
Penyebabnya belum diketahui, sering terjadi pada usia 30 sampai
60 tahun. Frekuensi sama pada pria maupun wanita. Berbagai faktor yang
diperkirakan sebagai faktor penting dalam mekanisme karsinogenesis
keganasan adalah sebagai berikut:
a) Faktor genetik. Adalah keluarga yang menderita keganasan ini
meningkatkan risiko 200 kali terjangkitnya Melanoma Maligna.
Ditemukan Melanoma Maligna familial pada 8% kasus baru.
Terjadinya Melanoma Maligna jugu dihubungkan dengan terjadinya
keganasan lainnya misalnya retinoblastoma dan beberapa
sindroma keganasan dalam keluarga.
b) Melanocytic nevi Keadaan ini dapat timbul berhubungan dengan
kelainan genetik atau dengan lingkungan tertentu. Jumlah nevi
yang ditemukan berkaitan dengan jumlah paparan sinar matahari
pada masa kanak-kanak dan adanya defek genetik tertentu.
Sejumlah 30 90% Melanoma Maligna terjadi dari nevi yang sudah
ada sebelumnya.
c) Faktor biologik Trauma yang berkepanjangan merupakan risiko
terjadinya kegansan ini, misalnya pada iritasi akibat ikat pinggang.
Keadaan biologik lainnya yang mempengaruhi adalah
berkurangnya ketahanan imunologik, misalnya pada penderita
pengangkatan ginjal dan juga M. Hodgkin akan meningkatkan
kejadian Melanoma Maligna. Perubahan keadaan hormonal juga
meningkatkan kejadian Melanoma Maligna dan juga meningkatkan
kekambuhan setelah pengobatan pada penderita Melanoma
Maligna.
d) Faktor lingkungan Paparan sinar UV dari matahari merupakan
faktor penting yang dikaitkan dengan peningkatan terjadinya
Melanoma Maligna, terutama bila terjadi sun burn yang berulang
pada orang yang berpigmen rendah. Gejala dan tanda-tanda
spesifik ditemukan pada Melanoma Maligna yang telah dikenal
secara luas, adalah sebagai berikut (ABCDEF dari Melanoma
Maligna)1014,17 A-Symetry, yaitu bentuk tumor yang tidak simetris.
Border irregularity, yaitu garis batas yang tidak teratur. Colour
variation, dari yang tidak berwarna sampai hitam pekat dalam satu
lesi. Diameter tumor lebih besar dari 6 mm.18,19,20,21,22,28

Gambaran Klinis
Bentuk dini sangat sulit dibedakan dengan tumor lainnya.
Karena melanoma maligna merupakan penyakit yang fatal bila telah
metastasis jauh, maka kemampuan untuk mengenali keganasan dini
perludiperdalam. Lokalisasi dilaporkan terbanyak di ekstremitas bawah,
kemudian didaerah badan,kepala/leher, ektremitas atas, kuku. Kunci
penyembuhan melanoma maligna adalah penemuan dini,sehingga
diagnosis melanoma harus ditingkatkan bila penderita melaporkan adanya
lesi berpigmen baruatau adanya tahi lalat yang berubah, seperti:
a) Perubahan dalam warna
b) Perubahan dalam ukuran (terutama pertumbuhan yang cepat)
c) Timbulnya gejala (gatal, rasa terbakar, atau rasa sakit)
d) Terjadi peninggian pada lesi yang sebelumnya datar
e) Perubahan pada permukaan atau perubahan pada konsistensi lesi
berpigmen
f) Berkembangnya lesi satelit Akademi dermatologi Amerika
menekankan pentingnya ABCD saat mengevaluasi setiap lesi
berpigmen,yaitu:19
A= Asimetri
B= Border irregularity
C= Color variegation
D= Diameter yang lebih dari 6 mm

Klasifikasi
 Superficial spreading melanoma (SSM)
Superficial spreading melanoma (SSM) merupakan jenis yang
terbanyak dari melanoma (70%) di Indonesia merupakan jenis kedua
terbanyak. Pada umumnya timbul dari nervus atau pada kulit normal (de
novo). Berupa plak archiformis berukuran 0,5 3 cm dengan tepi meninggi
dan ireguler. Pada permukaannya terdapat campuran dari bermacam-
macam warna, seperti coklat, abu-abu, biru, hitam dan sering kemerahan.
Meluas secara radial. Pada umumnya lesi mempunyai ukuran 2 cm dalam
waktu 1 tahun, untuk melanjutkan tumbuh secara vertikal dan berkembang
menjadi nodula biru kehitaman. Dapat mengalami regresi spontan dengan
meninggalkan bercak hipopigmentasi. Predileksinya pada wanita dijumpai
di tungkai bawah, sedangkan pada pria di badan dan leher.
Epidermis:
- Melanosit berbentuk epiteloid, dapat tersusun sendiri-sendiri atau
berkelompok
- Pada umumnya sel-sel tersebut tidak menunjukkan bentuk yang
pleomorfik
Dermis:
- Sarang-sarang tumor yang padat dengan melanosit berbentuk
epiteloid yang besar serta berkromatin atipik.
- Di dalam sel-selt ersebut erdapatb utir-butir melanin.
- Kadang-kadang dapat ditemukan melanosit berosentuk kumparan
(spindle) dan sel-sel radang.

 Nodular Melanoma (NM)


Nodular Melanoma (NM) merupakan jenis melanoma kedua
terbanyak (15-30%) sifatnya lebih agresif. Di Indonesia ini merupakan
jenis yang tersering. Timbul pada kulit normal (de novo) dan jarang dari
suatu nevus. Berupa nodul berbentuk setengah bola (dome shaped), atau
polipoid dan eksofitik, berwarna coklat kemerahana tau biru sampai
kehitaman. Pertumbuhannya secara vertikal (invasif). Dapat mengalami
ulserasi, perdarahan, dan timbul lesi satelit. Metastasis limfogen dan
hematogen, dapat timbul sejak awal terutama dijumpai pada pria dengan
predileksi dipunggung. Perbandingan antara pria dan wanita 2:1.
Epidermis:
- Melanosit berbentuk epiteloid dan kumparan atau campuran kedua
bentuk tersebut, dapat ditemukan pada daerah dermo-epidermal.
Dermis:
- Sejak semula sel-sel tersebut mempunyai kemampuan untuk
meluas secara vertikal. Menginvasi lapisan retikularis dermis,
pembuluh darah dan subkutis.

 Lentigo Maligna Melanoma (LML)


Lentigo Maligna Melanoma (LML) merupakan kelainan yang jarang
ditemukan (4-10%) Pertumbuhan vertikal, sangat lambat dengan lokasi
terbanyak di daerah muka yang terpapar sinar matahari. Timbul dari
Hutchinson's freckle yang terdapat pada muka (pipi, pelipis) atau pada
bagian lain tubuh terutama daerah yang terkena sinar matahari. Berupa
makula coklat sampai kehitaman, berukuran beberapa sentimeter dengan
tepi tidak teratur. Meluas secara lambat pada bagian tepi lesi (radial).
Pada permukaan dapat dijumpai adanya bercak-bercak yang berwarna
lebih gelap (hitam) atau biru, tersebar secara tidak teratur. Dapat
berkembang menjadi nodul biru kehitaman yang invasif dan agak
hiperkeratotik. Terutama terdapat pada wanita usia lanjut. Perbandingan
antara pria dan wanita 1: 2-3.
Epidermis:
- Melanosit atifik sepanjang membrana basalis, berbentuk pleomorfik
dengan inti yang atipik.
- Sel-sel yang sering dijumpai berbentuk kumparan (spindleshaped
melanocyt).
Dermis:
- Infiltrasi limfosit dan makrofage yang mengandung melanin.
- Kadang-kadang pada tempat tertentu ditemukan sarang-sarang
tumor.
 Acral Lentiginous Melanoma (ALM) I Palmar-Plantar-Subungual
Melanoma (PPSM)
Pada umumnya timbul pada kulit normal (de novo). Berupa nodul
dengan warna yang bervariasi dan pada permukaannya dapat timbul
papula, nodul serta ulserasi. Kadang-kadang lesinya tidak mengandung
pigmen (amelanoticm elanoma). Predileksinya : pada telapak kaki, tumit,
telapak tangan, dasar kuku, terutama ibu jari kaki dan tangan. Merupakan
tipe yang banyak dijumpai pada orang negro dan bangsa lain yang tinggal
pada daerah tropik. Di Afrika, plantar melanoma dijumpai pada 70% kasus
Acral Lentinginous Melanoma (ALM) merupakan jenis yang lebih banyak
ditemukan pada penderita kulit berwarna (35-60%). Menyerupai gambaran
Melanoma Maligna, SSM, atau campuran keduanya. 18,19,20,21,22,28

Diagnosis Melanoma
Diagnosa Melanoma Maligna dapat diperoleh melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik (efloresensi), pemeriksaan dermoskopi, dan
pemeriksaan histopatologi.29
a. Anamnesis ditanyakan apakah sering terpapar sinar matahari
dalam waktu yang cukup lama secara terus menerus? Apakah ada
riwayat kulit terbakar yang berulang akibat paparan sinar
matahari?.Apakah menderita penyakit-penyakit yang
mengakibatkan supresi pada imunitas seperti HIV?Apakah pernah
terpapar bahan arsenik dan polycyclic hydrocarbons?. Apakah
pasien merokok? Apakah pasien pernah menderita Melanoma
Maligna sebelumnya?Apakah ada riwayat keluarga yang menderita
Melanoma Maligna?29,30
b. Pemeriksaan Fisik
Superficial Spreading Melanoma (SSM) dapat ditemukan kelainan
berupa bercak dengan ukuran beberapa milimeter sampai
beberapa cm dengan warna bervariasi (waxy, kehitaman,
kecoklatan, putih, biru), tidak teratur, berbatas tegas dengan sedikit
penonjolan di permukaan kulit.1 Nodular Melanoma (NM) dapat
ditemukan kelainan berupa nodul berwarna biru kehitaman dengan
batas tegas serta mempunyai variasi bentuk yaitu bentuk dengan
permukaan licin pada lapisan epidermis, nodus yang menonjol
dengan bentuk tidak teratur pada permukaan kulit, dan bentuk
eksofitik dengan ulserasi. Lentigo Malignant Melanoma dapat
ditemukan kelainan berupa bentuk yang berbatas tegas, berwarna
coklat kehitaman serta tidak homogen, bentuk tidak teratur, dan
pada bagian tertentu dapat tumbuh nodul yang berbatas tegas
setelah bertahun-tahun. Acral Lentiginous Melanoma (ALM) dapat
ditemukan kelainan yang berbeda sesuai dengan lokasi melanoma
pada daerah anal berupa pigmentasi sedangkan pada daerah vulva
akan tampak pigmentasi lebih mengkhusus
berwarna biru kehitaman dengan lokasi sampai mengenai rahim. 29
c. Pemeriksaan dermoskopi
Seperti halnya pada Karsinoma Sel Skuamosa, hal yang
diperhatikan adalah ABCDE (asymmetry, irregular borders, multiple
colors, diameter >6 mm, enlarging lesion), bila hal tersebut
didapatkan pada lesi yang diperiksa, kemungkinan lesi tersebut
bersifat ganas (karsinoma).29

Pemeriksaan Penunjang
Biopsi kulit eksisional pada tumor yang keail untuk pemeriksaan
histopatologi. Tindakan ini harus segera diikuti eksisi luas bila hasil
pemeriksaan histopatologi adalah melanoma. Pemeriksaan ketebalan
tumor berdasarkan pembagian Clark adalah: I)hanya dalam lapisan
epidermis; Il) sampai papila dermis; III) sampai dermis retikular, dan IV)
memenuhi dermis retikular atau lebih. Ketebalan tumor berdasarkan
Breslow adalah dengan mengukur kedalamannya dari permukaan kulit
dalam milimeter.
Pemeriksaan histopatologi pada SSM akan menunjukkan melanosit
atipik uniformis, besar dan agak bulat tersebar secara pagetoid dalam
epidermis yang sebagian tebal serta sebagian tipis. Sel tersebut soliter
atau terdapat dalam sarang sel. Dalam dermis, tampak melanofag dan
infiltrat limfosit padat seperti pita.
Pada NM sel tumor yang atipik terlihat tumbuh masuk ke dermis,
infiltrat limfosit dalam dermis sehingga lebih jarang. Pada LLM tampak
proliferasi melanosit seperti spindel yang atipik dengan sebagian tersusun
tidak teratur dan makin banyak di bagian tengah, terletak dalam epidermis
yang menipis. Sarang-sarang sel sedikit dan akan meningkat bila tumor
invasif. Dermis mengandung melanofag, infiltrat limfosit dan degenerasi
elastosis aktinik.
Pada ALM sel tumor yang atipik umumnya soliter, terletak
sepanjang dermo-epidermal pada epidermis yang akantotik, dan tidak
teratur. Selain itu, dapat dilihat sel infiltrat limfosit dan melanofag dalam
dermis.
Pemeriksaan lainnya untuk memperkuat diagnosis melanoma
dengan pewamaan khusus atau reaksi imunohistokimia,misalnya dengan
protein S-100 dan HMB-45. Untuk mencari metastasis, diperlukan
pemeriksaan kelenjar getah bening sentinel, x-ray paru, CT-scan
abdomen, dan bone survey.
Pentahapan klinis (staging) melanoma dibuat dengan
menggunakan sistem TNM khas melanoma. T ditentukan berdasarkan
ketebalan tumor dalam milimeter menurut Breslow, N ditentukan ber-
dasarkan jumlah kelenjar getah bening yang terlibat, dan M ditentukan
oleh tempat metastasis serta kadar enzim lactate dehydrogenase (LDH).29

Tingkatan Melanoma Maligna


Staging adalah suatu proses untuk mengetahui seberapa jauh
kanker tersebut bermetastasis. Staging diperoleh melalui pemeriksaan
fisik, biopsi, dan juga proses pencitraan. Staging juga membantu untuk
menentukan terapi yang tepat dan prognosis penyakit pasien. Staging
pada Melanoma Maligna yang paling sering digunakan adalah TNM
System dari American Joint Commission Cancer (AJCC).2TNM System
terdiri dari T (Tumor) , N (Nodus limfe) dan M (Metastasis).29

Penatalaksanaan Melanoma
 Eksisi bedah
Dilakukan pada melanoma stadium I dan IL Zitelli dkk.
Menyarankan untuk mengambil sampai 1,5 cm diluar tepi lesinya, kecuali
bila dilakukan Moh's microsurgery. Pada melanoma yang terdapat pada
kuku dianjurkan untuk dilakukan amputasi pada seluruh jari yang
terkena.20
 Elective Lymph Node Dessection( ELND)
Dilakukan pada melanoma stadium III, dimana telah terdapat
metastase ke kelenjar lymph. Hal ini dibuktikan dengan terabanya
pembesaran kelenjar lymph. ELND masih merupakan terapi yang
kontroversial. Cara yang lebih dianjurkan adalah dengan intraoperative
lymphatic mapping. 19
 Interferon a 2b
Dapat digunakan sebagai terapi adjuvan pada melanoma yang
berukuran lebih (stadium V), tetapi harus dipertimbangkan tingkat
toksisitasnya yang dari 4 mm masih tinggi. Tujuan terapi ini diharapkan
dapat menghambat metastasis yang lebih jauh lagi. 19
 Kemoterapi
Dikatakan tidak terlalu bermanfaat pada terapi melanoma. Jenis
kemoterapi yang paling efektif adalah dacarbazine (DTIC Dimethyl
Triazone Imidazole Carboxamide Decarb zine). 19
 Kemoterapi Perfusi
Perfusi Cara ini bertujuan untuk menciptakan suasana hipertermis
dan oksigenasi pada pembuluh-pembuluh darah pada sel tumor dan
membatasi distribusi kemoterapi dengan menggunakan torniquet. Cara ini
diharapkan dapat menggantikan amputasi sebagai suatu terapi. 19
 Terapi Radiasi
Digunakan hanya sebagai terapi simptomatis pada melanoma
dengan metastasis ke tulang dan susunan syaraf pusat (SSP). Meskipun
demikian hasilnya tidak begitu memuaskan. Tanpa pengobatan,
kebanyakan melanoma akan bermetastase dan mengakibatkan kematian
pasien. Saat ini, karena diagnosis klinik yang dini, lebih dari 80%
melanoma diterapi dengan bedah eksisi sederhana dan dengan edukasi
yang lebih baik mengenai tanda-tanda kinik melanoma, angka
kesembuhannya menjadi 95%.19

Prognosis
Melanoma Maligna prognosis penyakitnya adalah buruk. Yang
mempengaruhinya adalah lokasi tumor primer, stadium, organ yang telah
terinfiltrasi (metastasis ke tulang dan hati lebih buruk daripada ke kelenjar
getah bening dan kulit), jenis kelamin (wanita lebih baik daripada laki-laki),
melanogen di urin (bila terdapat melanogen di urin prognosisnya lebaih
buruk), dan kondisi hospes (jika fisik lemah dan imun menurun
prognosisnya lebih buruk).29

Referensi:
14Prihartono AT. Beberapa faktor yang menyebabkan kekambuhan
melanoma maligna. Semarang: FK Undip; 2000.
15Harahap M. Ilmu penyakit kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000.
16Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin.
Edisi ke-3. Jakarta: FKUI; 1999.
17National Cancer Institute. What do you know about melanoma and
others skin cancers. USA: National Institute of Health; 2016.
18Hurwitz S. Cutaneus Tumors in Childhood. Dalam : Clinical Pediatric
Dermatology, 2nd Edition, Philadelphia, WB Saunders Company, 1993, p :
199- 203. EAN 4. Habif TP. Nevi and Malignant Melanoma. Dalam Clinical
Dermatology, A Color Guide to Diagnosis and Therapy, 3rd Mosby Year
Book, 1996, h 688
19Odom RB, James WD, Berger TG. Melanocytic Nevi and Neoplasma.
Dalam Diseases of the Skin, 9th Edition, Philadelphia, 2000, p : 869 – 89
20Budidahjono S. Prekanker dan Kanker Kulit dalam Penyakit Kulit,
Harahap M. Editor, PT. Gramedia Jakarta, 1990, p : 262 72.
21Mukhtar A. Kanker Kulit, dalam : Deteksi Dini Kanker, Ramli HM et all
editor, Balai PenerbitF K - UI Jakarta, 2002, p : 76- 85.
22Hamzah M, Deteksi Dini Kanker Kulit, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala
Deteksi dan Penatalaksanaan Kanker Kulit Dini, Cipto H et all editor, Balai
PenerbitF K - UI, Jakarta, 2001, p : 19 - 21
23SuriadiredjaA S.D, Kresno S.B, CornainS. Biologi Molekuler Melanoma,
dalam : Melanoma Dari Biologi Molekuler Sampai D engan P
enatalaksanaan, Cipto H et all editor, Balai Penerbit FK-UI, Jakarta, 2002,
p: 1 11
24Darwis E.R. Faktor Risiko dan Lesi Prekursor Melanoma, dalam :
Melanoma Dari Biologi Molekuler Sampai Dengan PenatalaksanaanC, ipto
H et all editor, Balai Penerbit FK-UI, Jakarta, 2002, p : 27-30.
25Toruan T.L, Melanoma Gambaran Klinik dan Diagnostik, dalam
Melanoma Dari Biologi Molekuler Sampai Dengan Penatalaksanaan, Cipto
H et all editor, Balai PenerbitF K-UI, Jakarta, 2002, p: 31 - 40
26McCalmont T. Melanoma, avaiable http://www.cancwr.gov/publication
27Brick W. What Do You Need To Know About Melanoma. avaiable at
http://www.cancer.gov/moles
28Hazen B.P et all, The Clinical Diagnosis of Early Malignant Melanoma m
Expansion of the ABCD Criteria to Improve Diagnostic Sensitivity, dalam
Dermatology Online Journal, 1999
29Budimulja Unandar. Morfologi Dan Cara Membuat Diagnosis; Rata IGA.
Tumor Kulit. Dalam: Djuanda Adhi, Hamzah Mochtar, Aisah Siti,
penyunting. Buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-IV.Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005;
h.35,229-238
30Ignazio Stanganelli, MD. Dermoscopy. Skin Cancer Unit 26 Februari
2010[ diakses 12 Januari 2011]; [1]: [8 screen]. Diunduh dari URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1130783-overview

KERATOSIS SEBOROIK
Definisi
Keratosis seboroik adalah tumor hiperplastik benigna yang terdiri
dari keratinosit epidermis dengan pigmentasi meningkat. Keratosis
seboroik tidak berhubungan dengan glandula sebasea.31

Epidemiologi
Keratosis seboroik adalah lesi kulit yang paling sering terjadi seiring
dengan peningkatan usia, biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun.
Keratosis seboroik umumnya terjadi pada iklim sedang tetapi bisa timbul
lebih dini pada daerah tropis. Keratosis seboroik mayoritas terjadi pada
pasien Kaukasia yang tua, tetapi banyak juga terjadi pada ras-ras yang
lain. Perempuan dan laki-laki biasanya terkena sama rata. Meskipun
sangat sering ditemukan, tetapi keratosis seboroik ini tidak memiliki data
epidemiologi yang lengkap pada kebanyakan populasi. Dari penelitian di
Australia ditemukan lesi keratosis seboroik dari subjek yang diteliti
sebanyak 30 % pada usia di bawah 30 tahun, dan meningkat sampai 100
% pada subjek yang berusia lebih dari 50 tahun. Di Inggris ditemukan
sedikit penurunan dari keseluruhan prevalensi dari populasi dimana
ditemukan keratosis seboroik dari 75 % subjek penelitian yang berumur di
atas 75 tahun.31
Dari hasil penelitian yang dilakukan Gefilem et al di RSUP Prof.
DR. R. D. Kandou Manado didapati 478 pasien tumor jinak dari 3055
pasien baru dari tahun 2009-2011 dan 24,69 % adalah pasien keratosis
seboroik. Berdasarkan data rekam medis RSUP. H. Adam Malik Medan
pada tahun 2014 didapati bahwa dari 164 pasien baru di Divisi Tumor dan
Bedah Kulit Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik
Medan, didapati 17 penderita keratosis seboroik. 31

Patomekanisme
Etiopatogenesis dari keratosis seboroik belum diketahui 10,21-24
Diduga kemungkinan keterlibatan virus papiloma karena banyak pasien
dengan keratosis seboroik mendapatkan tes Human Papilloma Virus-
Deoxyribose nucleic acid (HPV-DNA) positif pada pemeriksaan
Polymerase chain reaction (PCR). Namun pada penelitian didapati bahwa
pada pemeriksaan HPV-DNA dideteksi kebanyakan hanya pada
permukaan keratosis seboroik dan tidak lebih dalam pada lesi, sehingga
diduga hanya kontaminasi permukaan saja.
Pada patogenesis secara molekular ditunjukkan bahwa keratosis
seboroik tidak memiliki anomali kromosom. Suatu akumulasi p16 telah
dilaporkan, berkaitan dengan tertahannya sel epidermis fase G1 dan
ketuaan.2 Suatu terobosan penting dimana sekelompok peneliti Perancis
menunjukkan bahwa Fibroblast Growth Factor Receptor 3 (FGFR3)
memainkan peran penting dalam perkembangan keratosis seboroik.2,26
Pada 40 % lesi pada penelitian tersebut ditemukan mutasi FGFR3
somatik. Mutasi ini menyebabkan aktivasi konstitutif FGFR3 sehingga
terjadi transmisi konstan sinyal terhadap sel, tanpa ikatan ligan. Tetapi ini
masih belum jelas pola sinyal yang mana pada keratinosit yang
mempengaruhi pertumbuhan keratosis seboroik.31
Terdapat penelitian yang telah menunjukkan mutasi yang
teraktivasi pada gen PIK3CA (Phosphatidylinositol-4,5-bisphosphate 3-
kinase), yang mengkodekan subunit katalitik p 110 dari kelas
Phosphatidylinositol-4,5-bisphosphate 3-kinase, ditunjukkan terlibat pada
patogenesis keratosis seboroik. Tidak ada hubungan yang telah
ditemukan antara mutasi FGFR3 dan PIK3CA yang bervariasi dan subtipe
histologikal yang bervariasi. Terdapat proporsi yang berbeda dari
keratosis seboroik yang tidak ada mendapatkan mutasi hotspot FGFR3
atau PIK3CA, sehingga diduga bahwa gen-gen lain bisa juga terlibat.2,26
Pada keratosis seboroik didapati ketidakteraturan ekspresi apoptosis
marker p53 dan B-cell lymphoma 2 (Bcl-2), meskipun tidak ada lokus
genetik atau ketidakseimbangan kromosomal yang telah terdeteksi saat
ini.31
Perkembangan keratosis seboroik juga dikaitkan dengan growth
factor epidermal dan melanocyte-derived growth factors di samping
peningkatan ekspresi lokal dari tumor necrosis factor-α dan endothelin-
converting enzyme. Peningkatan ekspresi lokal dari tumor necrosis factor-
α dan endothelin-converting enzyme berkaitan dengan peningkatan
ekspresi melanogen keratinosit yaitu endotelin-1, yang menghasilkan
hiperpigmentasi pada keratosis seboroik.31
Manaka et al mengatakan bahwa hasil penelitiannya
mengindikasikan bahwa sekresi endotelin oleh keratinosit terjadi sesudah
paparan UVB. Menariknya, pada gangguan hiperpigmentasi yang tidak
berhubungan dengan UV seperti keratosis seboroik, didapati suatu
stimulasi berlebihan terhadap produksi endotelin oleh keratinosit dan
berikutnya terjadi sekresi endotelin-1 yang menghasilkan aktivasi
melanosit dan menyebabkan hiperpigmentasi. Sehingga masih perlu
diteliti bagaimana ekspresi endotelin yang berlebihan oleh keratinosit
terjadi pada keratosis seboroik, tanpa paparan UV.31
Karena lesi keratosis seboroik bias timbul tanpa tergantung
paparan sinar matahari, maka ada beberapa pendapat yang menganggap
keratosis seboroik sebagai biomarker dari penuaan intrinsik. Kehilangan
homeostatik epidermal fokal menyebabkan peningkatan endotelin-1.
Keratosis seboroik merepresentasikan proliferasi klonal dari keratinosit
dan melanosit, dan dianggap hasil dari kehilangan homeostasis epidermal
fokal. Patogenesis dari keratosis seboroik belum sepenuhnya dimengerti,
keratinosit pada lesi mengekspresikan endotelin-1 yang tinggi dan
melanosit lesi meningkatkan ekspresi tirosinase, yang menyebabkan
hipotesis bahwa disregulasi endotelin-1 memainkan peran etiologi pada
keratosis seboroik. 31

Faktor Resiko
Keratosis seboroik akan terjadi pada usia yang lebih tua, dan makin
membesar dan bertambah banyak seiring dengan kenaikan usia. Genetik
bisa memainkan peranan penting sebagai faktor risiko terjadinya keratosis
seboroik, karena pasien dengan lesi multipel sering kali memiliki riwayat
keluarga yang positif.31
Kontroversi masih berlanjut tentang peran sinar UV dalam
perkembangan terjadinya keratosis seboroik. Hanya sedikit penelitian
epidemiologi yang mengindikasikan peran yang mungkin dari sinar UV
dalam perkembangan keratosis seboroik. Pada satu penelitian di
Australia, pasien Kaukasia memiliki prevalensi yang lebih tinggi
dibandingkan penelitian di Inggris; penulis penelitian ini melaporkan
kejadian tidak seimbang keratosis seboroik pada daerah kulit yang
terpapar sinar matahari (misal: kepala, leher, dan punggung tangan).
Penelitian di Korea yang disebutkan sebelumnya memberikan hasil yang
sama. Pasien dengan paparan kumulatif lebih dari 6 jam sehari memiliki
2,3 kali resiko keratosis seboroik yang lebih besar dibandingkan dengan
mereka yang kurang dari 3 jam sehari terkena paparan. Meskipun
demikian penelitian kasus-kontrol di Belanda menemukan bahwa tidak
ada riwayat surnburn yang nyeri ataupun paparan kumulatif tinggi
terhadap sinar UV untuk meningkatkan resiko memiliki keratosis
seboroik.31

Gambaran Klinis
Keratosis seboroik bisa terjadi di setiap bagian tubuh kecuali di
telapak tangan dan kaki. Lesi keratosis seboroik bisa multipel atau
tunggal. Biasanya asimtomatik namun bisa juga gatal.31
Awalnya bisa didapati satu atau lebih lesi berbatas jelas, coklat
muda, lesi datar kemudian berkembang memiliki permukaan seperti
beludru sampai permukaan verukosa yang halus. Lesi-lesi ini timbul pada
kulit yang normal. Ukuran awalnya biasanya kurang dari 1 cm, tetapi lesi
dapat berkembang menjadi beberapa cm atau lebih. Seiring dengan
waktu, lesi menjadi lebih tebal dan memiliki penampakan menempel pada
permukaan kulit. Keratosis seboroik yang telah berkembang sepenuhnya
seringkali berpigmen dalam dan tidak merefleksikan cahaya. Banyak lesi
yang menunjukkan sumbatan keratotik pada permukaannya. Di
permukaan beberapa lesi didapati sisik berminyak yang melekat dan
meninggi di atas permukaan kulit. Keratosis seboroik ini lembut dan kesan
berminyak pada perabaan. Bentuknya bulat ke oval dan banyak lesi bisa
mengikuti lipatan kulit. Lesi-lesi yang paling kecil terdapat di sekitar
orifisium folikuler, khususnya batang tubuh. Kebanyakan keratosis
seboroik memiliki rambut yang lebih sedikit dibanding dengan kulit
sekitar.31
Beberapa lesi dapat bertumbuh besar, beberapa individu bisa
didapati keratosis seboroik dengan ukuran beberapa sentimeter (cm).
Iritasi dapat menyebabkan pembengkakan dan kadang-kadang
perdarahan, oozing, krusta dan warna yang semakin jelas karena
inflamasi. Keratosis seboroik memiliki beberapa variasi klinis seperti
keratosis seboroik yang akantotik, keratosis seboroik reticulated/adenoid,
keratosis seboroik pigmented, keratosis seboroik klonal, keratosis
seboroik irritated, stuccokeratosis/ keratosis seboroik hiperkeratotik,
keratosis seboroik flat, dermatosis papulosa nigra, dan keratosis seboroik
pedunculated. 31
Gambar 4. Keratosis seboroik

Diagnosis
Diagnosis keratosis seboroik biasanya dapat dibuat berdasarkan
tampilan klinis. Dermoskopi dapat menolong pada kasus kasus yang tidak
jelas. Kriteria dermoskopik primer untuk keratosis seboroik adalah
pseudokista bertanduk dan pembukaan pseudofolikuler. Suatu susunan
spesifik dari pembukaan pseudofolikular pada permukaan dapat
memproduksi suatu “pola sulkus girus”. Keratosis seboroik secara tipikal
timbul dengan warna coklat kuning kusam atau coklat abu-abu dengan
struktur vaskular serpiginosa superfisial. Pada keratosis seboroik
berpigmen, bisa juga ada densitas seperti garis, tidak seperti lesi
melanositik yang yang sulit didefenisikan. Bila diagnosis pasti masih tidak
mungkin, konfirmasi histologis kadang-kadang diperlukan, teristimewa
untuk menyingkirkan proses maligna. 31

Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus sesuai dengan gambaran klinis pasien didiagnosis
dengan keratosis seboroik (common type) yang didiagnosis banding
dengan aktinik keratosis. Pemeriksaan dermoskopi dapat membantu
untuk menegakkan diagnosis pada kasus-kasus yang meragukan. Pada
kasus yang masih meragukan, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
histopatologis untuk menyingkirkan adanya suatu keganasan. 31

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keratosis seboroik tidak wajib karena penyakit ini
bersifat benigna. Pengangkatan lesi kadang diperlukan untuk
menyingkirkan kemungkinan malignansi. Iritasi mekanikal persisten yang
menyebabkan inflamasi, perdarahan, atau gatal adalah juga merupakan
indikasi untuk pembuangan. Pada mayoritas pasien, tindakan
pembuangan adalah untuk alasan kosmetik.31
Penatalaksanaan dengan pengangkatan lesi bisa menggunakan
satu dari prosedur operasi yang bervariasi sekarang ini telah tersedia.
Kuretase dengan sendok tajam atau cincin kuret adalah metode yang
umum. Eksisi shave dengan skalpel juga biasanya menghasilkan hasil
kosmetik yang bagus. Keratosis seboroik pedunculated bisa juga dibuang
dengan menggunakan snare listrik. Penggunaan krioterapi juga umum
dilaporkan pada literatur internasional. Untuk lesi flat, sprai dingin 5 – 10
detik direkomendasikan; untuk tumor yang lebih tebal, durasi bisa lebih
lama atau semprotan kedua bisa diaplikasikan. Elektrodesikasi juga bisa
digunakan.43 Pilihan terapi yang lain dalam pembuangan keratosis
seboroik adalah laser ablatif seperti erbium YAG atau laser CO2. Terdapat
penelitian yang telah melaporkan penggunaan yang sukses dari laser
diode 532 nm pada dermatosis papulose nigra, perlu berhati-hati karena
peningkatan resiko skar atau formasi keloid juga hiper atau
hipopigmentasi. Krioterapi tidak disarankan pada dermatosis papulosa
nigra. Prosedur ablasi (contoh terapi laser dan krioterapi) menghalangi
kepotensialan untuk memperoleh materi untuk analisa histologis sehingga
hanya bisa dilakukan pada keratosis seboroik yang diagnosisnya bisa
ditegakkan jelas secara klinis. Bila malignansi tidak bisa seutuhnya
disingkirkan, maka suatu prosedur harus dipilih yang juga sekaligus dapat
mengambil jaringan untuk analisis histologis. Pasien dengan sejumlah
besar keratosis seboroik kadang-kadang melebihi 100 lesi keratosis
seboroik memiliki suatu tantangan yang khusus. Bila pasien berkeinginan
dibuang semua, maka prosedur multipel sekarang ini adalah pilihan
metode. Bila sindroma Leser Trelat diduga, suatu pencarian yang
komprehensif untuk menyingkirkan malignansi yang mendasari harus
dilakukan.31
Terdapat penelitian yang melaporkan keefektifan analog vitamin D
topikal dalam penatalaksanaan keratosis seboroik. Mekanisme yang
diduga adalah induksi apoptosis keratinosit. Pada penelian yang lain,
tazaroten 0,1 % dengan dasar krim, diaplikasikan dua kali sehari,
diperoleh resolusi komplit (konfirmasi dengan histologi) pada 7 dari 15
pasien, walaupun obat ini menyebabkan iritasi. Imikuimod yang dicobakan
pada suatu penelitian tidak efektif.31
Terapi sistemik pada keratosis seboroik multipel tentunya dapat
diinginkan pada beberapa pasien, karena dapat membatasi pembedahan
yang multipel. Suatu penelitian pada pemberian sistemik 1,25 dihidroksi
vitamin D3 menunjukkan hasil yang penting. 1,25 dihidroksi vitamin D3
diberikan secara oral pada pasien dengan keratosis seboroik multipel
dengan dua dosis oral yang berbeda. Dosis yang lebih tinggi
memproduksi perubahan inflamasi pada lesi sesudah 2 minggu dan
akhirnya menimbulkan resolusi dengan suatu skar atropi atau makula
coklat. Regresi dapat dilihat pada histologi sebagai vakuolasi dan
degenerasi sel basal.31
Pada umumnya tidak ada terapi topikal atau sistemik yang telah
terbukti menjadi pilihan yang layak dalam terapi keratosis seboroik.
Penatalaksanaan harus selalu diteruskan melebihi periode yang lama dan
keefektifan umumnya jelas lebih inferior dari prosedur operasi. Tetapi
pada masa depan, penemuan yang dibuat pada genetik molekular bisa
memberikan dasar untuk perkembangan terapi topikal terbaru. 31
Prognosis
Keratosis seboroik adalah suatu tumor kulit benigna tanpa suatu
tendensi yang signifikan terhadap malignansi. Sesudah pembuangan lesi,
rekurensi lokal dapat terjadi. Tidak ada angka tepat tentang rekurensi. 31

Referensi:
31Lourdes Evita Pinem. 2017. Ekspresi endotelin-1 pada berbagai variasi
histopatologis keratosis seboroik. Program Pendidikan Spesialis
Universitas Sumatera Utara.

9. Sebutkan perspektif Islam yang terkait dengan scenario!

Terbukanya tabir hati ahli farmakologi Thailand Profesor Tajaten


Tahasen, Dekan Fakultas Farmasi Universitas Chiang Mai Thailand, baru-
baru ini menyatakan diri masuk Islam saat membaca makalah Profesor
Keith Moore dari Amerika. Keith Moore adalah ahli Embriologi terkemuka
dari Kanada yang mengutip surat An-Nisa ayat 56 yang menjelaskan
bahwa luka bakar yang cukup dalam tidak menimbulkan sakit karena
ujung-ujung syaraf sensorik sudah hilang. Setelah pulang ke Thailand
Tajaten menjelaskan penemuannya kepada mahasiswanya, akhirnya
mahasiswanya sebanyak 5 orang menyatakan diri masuk Islam.
Bunyi dari surat An-Nisa’ tersebut antara lain sebagai berkut:

َ َ‫ت ُجلُو ُدهُم بَد َّْلنَا ُه ْم ُجلُودًا َغي َْر َها ِليَذُوقُوا ْالعَذ‬
َ‫اب إِ َّن هللا‬ ِ ‫َارا ُكلَّ َما ن‬
ْ ‫َض َج‬ ْ ُ‫ف ن‬
ً ‫ص ِلي ِه ْم ن‬ َ ‫إِ َّن الَّذِينَ َكفَ ُروا بِئ َايَا ِتنَا‬
َ ‫س ْو‬
}56{ ‫يزا َح ِكي ًما‬ ً ‫كَانَ َع ِز‬
"Sesungguhnya orang-orang kafir terhadap ayat-ayat kami, kelak akan
kami masukkan mereka ke dalam neraka, setiap kali kulit mereka terbakar
hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain agar mereka
merasakan pedihnya azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagiMaha
Bijaksana." (QS. An-Nisaa’: 56)
Ditinjau secara anatomi lapisan kulit kita terdiri atas 3 lapisan global
yaitu; Epidermis, Dermis, dan Sub Kutis. Pada lapisan Sub Cutis banyak
mengandung ujung-ujung pembuluh darah dan syaraf. Pada saat terjadi
Combustio grade III (luka bakar yang telah menembus sub cutis) salah
satu tandanya yaitu hilangnya rasa nyeri dari pasien. Hal ini disebabkan
karena sudah tidak berfungsinya ujung-ujung serabut syaraf afferent dan
efferent yang mengatur sensasi persefsi. Itulah sebabnya Allah
menumbuhkan kembali kulit yang rusak pada saat ia menyiksa hambaNya
yang kafir supaya hambaNya tersebut dapat merasakan pedihnya azab
Allah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Meschel, Anthony L. phD. 2012. Histologi Dasar Junqueira: Teks &


Atlas. Edisi 12. EGC: Jakarta. Hal. 309-316.
2. Sri Linuwih SW Menaldi. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi Ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hal 342-345
3. Junqueira, L. C., & Mescher, A. L. (2013). Junqueira's basic
histology: text & atlas/Anthony L. Mescher. New York [etc.]:
McGraw-Hill Medical,.
4. Biolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV. (2012). Melanocyte Biology.
Dermatology. Edisi ke 3. Philadelphia : WB; Chapter 65. H.1011-21.
5. Baumann, L., & Saghari, S. (2009). Skin pigmentation and
pigmentation disorders. Cosmetic dermatology: Principles and
practice, 2nd ed. New York: McGraw-Hill, 98-108.
6. Hamdani, Sri Mutia 2015. Gambaran Kualitas Hidup Penedrita
Kelainan Pigmentasi Wajah pada Pengunjung Posyandu di
Kecamatan Medan Labuhan. Universitas Sumatera Utara. Diakses
pada tanggal 3 Oktober 2016.
7. Eko, Cahyono. 2010. Dampak pengikatan radiasi ultraviolet B
terhadap manusia. Bidang Pengkajian Ozon dan Polusi Udara
8. Soepardiman L. Kelainan pigmen. Dalam: Djuanda A, Hamzah M,
Aisah S, editor. IImu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke 5.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. hal.289-95.
9. Cox N, Coulson IH. Diagnosis of Skin Diseases. In: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook's Textbook of
Dermatology. Massachusetts: Blackwell Publishing; 2004. p. 5.1 -
5.10.
10. Budimulja U. Morfologi dan cara membuat diagnosis. In : Djuana A,
Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2011. p. 34-
42.
11. Wolf K, Goldsmith LA, I.Katz S, A.Gilchrest B. Fitzpatrick's
Dermatology in General Medicine. Wolf K, Gilchrest BA, Paller AS,
J.Leffel D, editors. New York: Mc Graw; 2008.
12. Sri Linuwih SW Menaidi, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi Ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2017. h.291
13. Menaldi Sri Linuwih et all. 2018. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta:FK UI. Ed 7. Hal 342-345.
14. Prihartono AT. Beberapa faktor yang menyebabkan kekambuhan
melanoma maligna. Semarang: FK Undip; 2000.
15. Harahap M. Ilmu penyakit kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000.
16. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. Edisi ke-3. Jakarta: FKUI; 1999.
17. National Cancer Institute. What do you know about melanoma and
others skin cancers. USA: National Institute of Health; 2016.
18. Hurwitz S. Cutaneus Tumors in Childhood. Dalam : Clinical
Pediatric Dermatology, 2nd Edition, Philadelphia, WB Saunders
Company, 1993, p : 199- 203. EAN 4. Habif TP. Nevi and Malignant
Melanoma. Dalam Clinical Dermatology, A Color Guide to
Diagnosis and Therapy, 3rd Mosby Year Book, 1996, h 688
19. Odom RB, James WD, Berger TG. Melanocytic Nevi and
Neoplasma. Dalam Diseases of the Skin, 9th Edition, Philadelphia,
2000, p : 869 – 89
20. Budidahjono S. Prekanker dan Kanker Kulit dalam Penyakit Kulit,
Harahap M. Editor, PT. Gramedia Jakarta, 1990, p : 262 72.
21. Mukhtar A. Kanker Kulit, dalam : Deteksi Dini Kanker, Ramli HM et
all editor, Balai PenerbitF K - UI Jakarta, 2002, p : 76- 85.
22. Hamzah M, Deteksi Dini Kanker Kulit, dalam Pertemuan Ilmiah
Berkala Deteksi dan Penatalaksanaan Kanker Kulit Dini, Cipto H et
all editor, Balai PenerbitF K - UI, Jakarta, 2001, p : 19 - 21
23. SuriadiredjaA S.D, Kresno S.B, CornainS. Biologi Molekuler
Melanoma, dalam : Melanoma Dari Biologi Molekuler Sampai D
engan P enatalaksanaan, Cipto H et all editor, Balai Penerbit FK-
UI, Jakarta, 2002, p: 1 11
24. Darwis E.R. Faktor Risiko dan Lesi Prekursor Melanoma, dalam :
Melanoma Dari Biologi Molekuler Sampai Dengan
PenatalaksanaanC, ipto H et all editor, Balai Penerbit FK-UI,
Jakarta, 2002, p : 27-30.
25. Toruan T.L, Melanoma Gambaran Klinik dan Diagnostik, dalam
Melanoma Dari Biologi Molekuler Sampai Dengan
Penatalaksanaan, Cipto H et all editor, Balai PenerbitF K-UI,
Jakarta, 2002, p: 31 - 40
26. McCalmont T. Melanoma, avaiable
http://www.cancwr.gov/publication
27. Brick W. What Do You Need To Know About Melanoma. avaiable
at http://www.cancer.gov/moles
28. Hazen B.P et all, The Clinical Diagnosis of Early Malignant
Melanoma m Expansion of the ABCD Criteria to Improve Diagnostic
Sensitivity, dalam Dermatology Online Journal, 1999
29. Budimulja Unandar. Morfologi Dan Cara Membuat Diagnosis; Rata
IGA. Tumor Kulit. Dalam: Djuanda Adhi, Hamzah Mochtar, Aisah
Siti, penyunting. Buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-
IV.Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2005; h.35,229-238
30. Ignazio Stanganelli, MD. Dermoscopy. Skin Cancer Unit 26
Februari 2010[ diakses 12 Januari 2011]; [1]: [8 screen]. Diunduh
dari URL: http://emedicine.medscape.com/article/1130783-overview
31. Lourdes Evita Pinem. 2017. Ekspresi endotelin-1 pada berbagai
variasi histopatologis keratosis seboroik. Program Pendidikan
Spesialis Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai