Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN TUTORIAL

BLOK VI SISTEM DERMATO MUSKULOSKELETAL

Disusun Oleh:
Cindy Caroline Yong Sin
219 210 016

Grup Tutor A2

Diketahui Oleh :

Fasilitator

dr. Ivonne Ruth Situmeang, MKes, MPd(Ked).

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat melimpahnya
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun hasil tutorial ini.Dengan
Selesainya tutorial ini, saya mengucapkan terimakasih kepada dr. Ivonne Ruth
Situmeang, MKes, MPd(Ked) sebagai fasilitator yang telah membimbing saya dalam
menyelesaikan tutorial ini. Saya menyadari bahwa tutorial ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari
pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan tutorial selanjutnya. Akhir
kata semoga tutorial ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Binjai , 2 Juli 2020

Penulis

Cindy Caroline Yong Sin


DAFTAR ISI

PEMICU.........................................................................................................1

KLARIFIKASI ISTILAH...............................................................................1

IDENTIFIKASI MASALAH.........................................................................1

ANALISA MASALAH..................................................................................1

KERANGKA KONSEP.................................................................................2

LEARNING OBJECTIVE..............................................................................3

HASIL DISKUSI......................................................................................3-11

KESIMPULAN.............................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................13
Pemicu :
Seorang ibu muda bersama putra sulung yang berusia 11 tahun datang ke puskesmas
singosari dengan keluhan muncul bercak-bercak putih di wajah sejak beberapa minggu yang
lalu.Keluhan awalnya kecil kemudian makin melebar, tidak ada keluhan gatal dan perih.Sang
ibu sudah membeli salep antijamur di apotik dan mengolesi ke wajah sang anak tetapi
keluhan tidak membaik tetapi semakin melebar.Hobi sang anak adalah bermain bola dan
menjadi anggota klub sepak bola.Status generalisata dalam batas normal.Status dermatologis
pada regio fasialis dekstra dijumpai Makula hipopigmentasi ukuran plakat dengan batas tidak
tegas disertai skuama halus,regio zigomatikus sinistra dijumpai makula hipopigmentasi
multiple ukuran lentikuler batas tidak tegas dengan erosi dan skuama halus.

I. Klasifikasi Istilah
- Makula hipopigmentasi : Perubahan warna kulit yang terjadi lebih terang dari
kulit asli
- Strauma halus :Lapisankulit yang terlepassepertiketombe.
- Makula hipopigmentasi multiple ukuran lentikuler: keadaan kulit yang lebih
terang dari kulit asli sebesar biji jagung.

II. Identifikasi Masalah


1.Muncul bercak-bercak putih diwajah
2.Bercak semakin lebar setelah diberi salep anti jamur
3.kemungkinan sering terpapar matahari,karena sering bermain bola

III. AnalisaMasalah
1.Muncul bercak-bercak putih diwajah :
- Kemungkinan karna terkena paparan sinar matahari
- Infeksi jamur
- Kurangnya melanin (pigmen dikulit)
- Bawaan genetik
2.Bercak semakin lebar
- Alergi terhadap saleb antijamur
- Menggunakan obat,tetapi tidak menjaga kebersihan pada wajahnya.
3.Kemungkinan sering terpapar matahari,karena sering bermain
- Adanya perilaku lingkungan yang tidak sehat
- Penurunan system kekebalan tubuh

1
IV. Kerangka Konsep

♂ 11 tahun

puskesmas

Keluhan :

-bercak-bercak putih pada


wajah

-bercak putih melebar saat di


oles obat anti jamur

Bercak-bercak putih pada wajah : Bercak melebar :


-terkena paparan sinar matahari -alergi terhadap obat anti
jamur
-infeksi mikroorganisme -tidak sesuai dosis penggunaan
-kurangnya melanin dikulit -pemakaian obat tidak higenis
-perilaku tidak sehat
-penurunan system kekebalan tubuh

Status generalisata: dalam batas normal

Status dermatologis:
- regio fasialis dekstra : macula hipopigmentasi ukuran plakat dengan
batas tidak tegas disertai skuama halus
- regio zigomatikus sinistra : macula hipopigmentasi multiple ukuran
lentikuler batas tidak tegas dengan erosi dan skauma halus.

- vitiligo
- piebaldism
- pitiriasis versicolor
2
V. Learning Objective
1. Menjelaskan anatomi dan fisiologi pembentuan pigmen kulit
2. Menjelaskan ruam primer dan sekunder
3. Cara membedakan DD
4. Patogenesis pada os
5. Faktor predisposisi pada kasus
6. Gejala klinis pada os
7. Penyakit komplikasi pada pada os
8. Bagaimana terjadinya perubahan kulit pada kasus di atas
9. Teori-teori pada vertiligo
10. Tatalaksana yang di perlukan pada os
11. Edukasi dan prognosis pada kasus

VI. Pembahasan Learning Objectrive


1. Menjelaskan anatomi dan fisiologi pembentukan pigmen kulit
 Anatomi pembentukan pigmen kulit

Melanin disintesis oleh berbagai protein dalam proses melanogenesis. Jalur


melanogenesis dimulai dari melanosit, yaitu sel yang berasal dari neural crest
vertebra, dan selama proses embriogenesis sel-sel prekursor melanoblast akan
bermigrasi melalui jalur dorsolateral ke mesenkim untuk mencapai epidermis
dan folikel rambut. Selain ke epidermis, migrasi sel melanosit juga menuju ke
mata, telinga bagian dalam dan leptomeningen. Pada organ mata, melanosit
bermigrasi terutama ke uvea, koroid dan badan siliaris, sedangkan pada telinga
bagian dalam banyak terdapat di koklea. Migrasi melanosit dapat melalui jalur
dorsolateral dan ventral.
 Fisiologi pembentukan pigmen kulit
Sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak di lapisan basal dan berasal dari
rigi saraf. Sel melanosit terlihat jernih, berbentuk bulat, dan merupakan sel
3
dendrit, disebut pula sebagai clear cell. Melanosom dibentuk oleh alat golgi
dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan O2. Pajanan terhadap sinar
matahari mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke epidermis
melalui tangan-tangan dendrit sedangkan ke lapisan kulit bawahnya dibawa
oleh sel makrofag (melanofor). Warna kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi
oleh pigmen kulit, melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi
Hb, dan karoten. Sistem pigmentasi kulit manusia tergantung pada produksi
biopolimer penyerap cahaya, melanin dalam epidermis, okular, dan folikel
melanosit. Sintesis melanin atau melanogenesis merupakan proses
pembentukan pigmen melanin. Pigmen melanin tidak mempunyai berat
molekul yang pasti tetapi semuanya adalah turunan dari oksidasi enzimatik
asam amino tirosin dan produk akhirnya adalah dua tipe melanin pada kulit
mamalia yaitu feomelanin dan eumelanin . Warna kulit manusia merupakan
perpaduan dari kromofor empat pigmen kulit yaitu merah (oksihemoglobin),
biru (deoxygenated haemogoblin), kuning (karoten), dan coklat (melanin), dan
dari keempat pigmen tersebut melanin merupakan determinan penentu
perbedaan warna kulit (Fitzpatrick dkk, 1999).
2. Menjelaskan ruam primer dan sekunder
 Ruam primer adalah ruam kulit yang timbul pertama kali, tidak dipengaruhi
oleh trauma dan manipulasi (garukan,gosokan) seperti :
- Makula adalah perubahan warna kulit tanpa perubahan bentuk seperti pada
tinea versikolor.
- Eritema adalah makula yang bewarna merah, seperti pada dermatitis lupus,
eritematosus.
- Papula adalah penonjolan padat diatas permukaan kulit, berbatas tegas,
berukuran kurang dari ½ cm.
- Nodula sama seperti papula tetapi diameternya lebih besar dari 1 cm,
misalnya pada prurigo nodularis.
- Vesikula adalah gelembung gelembung yang berisi cairan serosa dengan
diameter kurang dari 1 cm, misalnya pada varisela dan herpes zoster
- Bula adalah vesikel dengan diameter lebih besar dari 1 cm, misalnya
pemfigus, luka bakar. Jika vesikel berisi darah disebut vesikel hemoragik, jika
bula berisi nanah disebut bula purulen.

4
- Pustula adalah vesikel berisi nanah, seperti pada variola, varisela, psoriasis
pustulosa.
- Urtika adalah penonjolan diatas permukaan kulit akibat edema setempat dan
dapat hilang perlahan-lahan, misalnya pada dermatitis medikamentosa dan
gigitan serangga.
- Tumor adalah penonjolan di atas permukaan kulit berdasarkan pertumbuhan
sel maupun jaringan tubuh.
- Kista adalah penonjolan diatas permukaan kulit berupa kantong yang berisi
cairan serosa atau padat atau setengah padat, seperti kista epidermoid.
- Plak adalah peningian di atas permukaan kulit, permukaanya rata dan berisi
zat padat (biasanya infiltrat), diameternya 2 cm atau lebih.
 Ruam sekunder timbul akibat garukan / gosokan ataupun lanjutan dari ruam
primer, bisa berupa :
- Skuama adalah pelepasan lapisan tanduk dari permukaan kulit. - Krustosa
adalah onggokan cairan darah, kotoran, nanah, dan obat yang sudah
mengering diatas permukaan kulit, misalnya impetigo krustosa, dermatitis
kontak.
- Erosi adalah kerusakan kulit sampai stratum spinosum. Kulit tampak menjadi
merah dan keluar cairan serosa, misalnya pada dermatitis kontak.
- Ekskoriasi adalah kerusakan kulit sampai ujung stratum papilaris sehingga
kulit tampak merah disertai bintik bintik perdarahan. Ditemukan pada
dermatitis kontak dan ektima.
- Ulkus adalah kerusakan kulit (epidermis dan dermis) yang memiliki dasar,
dinding, tepi, isi misalnya ulkus tropikum, ulkus durum.
- Parut adalah jaringan ikat yang menggantikan epidermis dan dermis yang
sudah hilang.
- Abses adalah kantong yang berisi nanah didalam jaringan.
- Likenifikasi adalah penebalan kulit sehinga garis-garis lipatan/relief kulit
tampak lebih jelas, seperti prurigo, neurodermatitis.
- Hiperpigmentasi adalah penimbunan pigmen berlebihan sehingga kulit
tampak lebih hitam dari sekitarnya.
- Hipopigmentasi adalah kelainan yang menyebabkan kulit menjadi lebih putih
dari sekitarnya, misalnya pada skleroderma dan vitiligo.

5
3. Cara membedakan DD
 Pada pemeriksaan fisik vitiligo yang sering dijumpai adalah makula atau
depigmentasi berwarna seperti susu atau putih yang dikelilingi oleh kulit
normal. Lesi vitiligo memiliki batas yang tegas dan berbentuk bulat, oval,
ireguler, atau linear. Sedangkan piebaldism adalah penyakit genetic yang
ditandai dengan kulit yang tidak mengandung pigmen sejak lahir dan menetap
seumur hidup .Ciri khasnya adalah bercak putih terdapat pada bagian sentral
dari kulit dan rambut kepala bagian depan , serta pada bagian abdomen dan
juga pada bagian betis . dan sedangkan pada pemeriksaan kulit pitiriasis
versicolor dapat ditemukan makula dalam berbagai ukuran dan warna,
ditutupi sisik halus dapat muncul dengan rasa gatal karena penyakit ini
disebabkan oleh jamur Malassezia furfur . Makula yang timbul dapat berupa
hipopigmentasi, kecokelatan, keabuan, atau kehitam-hitaman dalam berbagai
ukuran dan skuama halus di atasnya. Lokasi lesi dapat terjadi dimana saja di
permukaan kulit, lipat paha, ketiak, leher, punggung, dada, lengan, dan wajah
 Agar lebih jelas untuk membedakan ketiga DD dapat dilakukan pemeriksaan
lainnya seperti pada pemeriksaan mikroskopik pitiriasis versikolor ditemukan
gambaran “spaghetti and meat balls”. Sementara itu, morfologi koloni yang
tumbuh pada media kultur bervariasi tergantung pada spesies Malassezia.
Permukaannya bisa kusam atau berkilau, halus atau kasar, cembung atau rata
dengan tepi yang sedikit berlipat atau beralur. Teksturnya bisa gembur, kasar
ataupun keras. Warnanya pun bervariasi dari krem hingga putih. Sedangkan
pada vitiligo pemeriksaan lainnya adalah Pemeriksaan lampu Wood
menunjukkan gambaran lesi yang lebih jelas dibandingkan kulit sekitar.
4. Patogenesis pada os
 Patogenesis dari vitiligo sampai saat ini belum jelas. Diperkirakan ada
kemungkinan. Menurut teori mekanisme imun beberapa seluler, terjadi
destruksi melanosit pada vitiligo dapat diperantarai secara langsung oleh
autoreaktif sitologi sel T. Jumlah sirkulasi sitotoksik limfosit CD8 yang
meningkat, reaktif terhadap Melan-A/Mart-1 (antigen melanoma yang dikenali
sel T), glikoprotein 100, dan tirosinase. Sel T CD8 yang teraktivasi dapat
ditemukan pada kulit sekitar lesi vitiligo. Jumlah sel T-helper pada lesi vitiligo
berkurang. Transforming berfungsi menghambat aktivitas vitiligo, tetapi

6
penyakit autoimun dapat menyebabkan T regulator berkurang, sehingga pada
pasien vitiligo transforming growth factor-6 yang merupakan produk utama T
regulator berkurang. Hal ini dapat meningkat, sehingga maturasi sel T
regulator berkurang growth factor diketahui dapat ditemukan kadar serum
menyebabkan imunitas seluler dan mengakibatkan inhibisi inflamasi
terganggu. Produksi sitokin proinflamasi seperti IL-1B, IL-6, IL-8, dan TNF-a
meningkat pada pasien vitiligo.
 Menurut hipotesis autositotoksik, metabolic toksik yang berasal dari
lingkungan sepert fenol atau kuinon , atau yang berasal dari sintesis melanin ,
dapat menyebabkan kerusakan melanosit pada individu yang mempunyai
suseptibilitas genetik. Defek melatonin tanpa disertai sintesis melanin yang
meningkat akan menyebabkan kerusakan selular.
5. Faktor predisposisi pada kasus
 Vitiligo adalah kelainan multifaktorial, poligenik dengan patogenesis
kompleks yang belum dipahami dengan baik. Dari beberapa patogenesis
penyakit, yang paling diterima adalah faktor genetik dan non genetik saling
berinteraksi untuk mempengaruhi fungsi dan kelangsungan hidup melanosit,
yang akhirnya menyebabkan destruksi melanosit. Beberapa penulis lain
mengemukakan penjelasan-penjelasan termasuk di antaranya defek adhesi
melanosit, kerusakan neurogenik, kerusakan biokimia, autositotoksisitas dan
lainnya.
6. Gejala klinis pada os
 Gambaran klinis utama vitiligo adalah dijumpainya makula berwarna putih
susu dengan depigmentasi yang relatif homogen dan berbatas tegas.
Berdasarkan gambaran klinis khas dan riwayat alamiah vitiligo dapat
diklasiflkasikan menjadi tipe segmental dan nonsegmental. Berdasarkan
konsensus yang dibuat oleh Vitiligo European Taskforce (VETF) pada saat
konferensi International Pigment Cell Conference tahun 2011, vitiligo
nonsegmental memiliki karakteristik berupa makula depigmentasi dengan
berbagai ukuran yang sering melibatkan kedua sisi tubuh dan cenderung
simetris. Vitiligo universalis, vulgaris, akrofasial, campuran, fokal, dan
mukosal termasuk dalam kelompok ini. Sedangkan vitiligo segmental
memiliki karakteristik berupa makula depigmentasi dengan distribusi

7
dermatom unilateral yang tidak melewati garis tengah tubuh. 6 Umumnya
vitiligo segmental sering mengenai anak-anak dan bercak depigmentasi
menetap selama bertahun-tahun namun tetap terlokalisir. Selain itu pada
vitiligo segmental sering melibatan sistem pigmentasi folikel rambut.
Perbedaan antara vitiligo segmental dan nonsegmental dapat mempengaruhi
prognosis dalam hal resistensi untuk repigmentasi kembali.
7. Penyakit komplikasi pada pada os
 Meningkatnya pembuktian vitiligo berkaitan dengan gangguan autoimun. Pada
kelainan tiroid misalnya hipotiroid, hipertiroid ataupun tiroiditis.
Bercak putih di kulit ini tidak berkembang menjadi penyakit lain, tetapi orang
yang memiliki kondisi ini lebih mungkin untuk mengalami gangguan:
Sengatan matahari yang terasa menyakitkan , Keterlibatan meningeal,
pendengaran dan penglihatan disebabkan keberadaan pigmen pada
leptomeningeal, uvea, retina dan striae vaskularis bagian dalam telinga dikenal
sebagai sindrom Vogft Koyanagi Harada. Sindrom Alezzandrini, biasanya
dialami oleh orang muda, terjadi leptoretinal degeneration unilateral diikuti
dengan ipsilateral vitiligo dan poliosis pada wajah kadang-kadang diikuti
dengan ketulian. Gangguan pada telinga dapat berupa perubahan minimal
audiometrik dan hipoakusis baik unilateral ataupun bilateral. Gangguan kulit
lainnya yang mungkin dijumpai adalah: psoriasis vulgaris, skleroderma, lupus
eritematosus, alopesia areata, dan M Duhring serta melanoma. Masih
merupakan silang pendapat apakah melanoma berhubungan dengan leuko-
derma. Dalam suatu penelitian ditemukan preva- lensi melanoma meningkat 7-
10 kali pada pengidap vitiligo. Bahkan pada penelitian lainnya prevalensi
melanoma dijumpai adanya peningkatan 180 kall pada kelompok vitiligo.
8. Bagaimana terjadinya perubahan kulit pada kasus di atas
 Vitiligo terjadi karena kulit tidak dapat menghasilkan atau memproduksi
melanin atau senyawa yang memberikan warna pada kulit karena beberapa
faktor seperti pengaruh genetika dan auto imunne yang menyebabkan sistem
kekebalan tubuh mengancurkan sel-sel sehingga kulit menjadi leboh terang
daripada kulit sekitarnya.

8
9. Teori-teori pada vertiligo
 Teori autoimun Etiopatogenesis vitiligo generalisata atau non-segmental lebih
dimengerti bila dijelaskan dengan mekanisme autoimun, dikarenakan vitiligo
sering kali juga memiliki komorbiditas autoimun dan lebih berespon terhadap
terapi imunosupresif. Reaksi imunitas yang terlibat dalam terjadinya vitiligo
meliputi reaksi imunitas humoral, seluler, dan melalui sitokin.
 Teori biokimia Teori ini menyatakan bahwa disregulasi jalur biopterin
merupakan predisposisi terjadinya sitotoksisitas melanosit dan vitiligo.
Pteridin (6R)-L-erythro tertrahydrobiopterin (6BH4) dan (7R)-L-erythro
tertrahydropterin (7BH4) didapatkan meningkat pada vitiligo, 6BH4
merupakan kofaktor esensial fenilalanin hidroksilase, enzim yang merubah
fenilalanin dalam makanan menjadi tirosin. Peningkatan 6BH4 akibat aktivitas
enzim GTP cyclohydrolase I yang berlebihan atau penurunan aktivitas enzim
4a-hidroxy BH4 dehydratase, mengakibatkan perubahan jalur metabolik dan
terjadi akumulasi produk tambahan berupa 7BH4 dan H2O2. Peningkatan
7BH4 menyebabkan inhibisi fenilalanin hidroksilase yang berkontribusi
terhadap peningkatan 6BH4. Senyawa 6BH4 diketahui bersifat sitotoksik pada
konsentrasi tinggi
 Teori stres oksidatif Kulit manusia merupakan pelindung tubuh terhadap
lingkungan luar sehingga terus menerus terpapar berbagai agen fisik, kimia,
dan biologis yang dapat berupa oksidan atau ROS. Reactive oxygen species
memiliki kemampuan mendenaturasi protein, merubah jalur apoptosis,
merusak DNA nuklear dan mitokondrial, serta memediasi pelepasan sitokin
proinflamasi . Kulit yang menderita vitiligo baik pada lesi ataupun yang tidak
terdapat lesi, keduanya memiliki kadar enzim katalase yang rendah, yang
berkaitan dengan kadar H2O2 yang tinggi pada epidermis. Polimorfisme
nukleotida tunggal pada gen katalase dapat mengganggu pembentukan dan
fungsi subunit enzim dan lebih sering ditemukan pada pasien vitiligo. Reactive
oxygen species dalam jumlah berlebih dapat mengganggu proses biologis
melalui mekanisme oksidatif, kelebihan H2O2 menyebabkan terjadinya
kerusakan sel dan peristiwa ini telah didokumentasikan terjadi pada vitiligo.
Gangguan lipid dan protein dapat menginisiasi kegagalan melanogenesis dan

9
apoptosis melanosit, yang dapat mengeradikasi melanosit pada kulit dan
menyebabkan terjadinya depigmentasi. Stres oksidatif merupakan peristiwa
patogenik yang mengakibatkan kematian melanosit. Akumulasi H2O2
ditemukan pada epidermis pasien vitiligo aktif. Ketidakseimbangan oksidan
dan antioksidan pada pasien vitiligo aktif juga telah didokumentasikan
10. Tatalaksana yang di perlukan pada os
 Prinsip dasar penanganan vitiligo adalah memfasilitasi agar melanosit aktif
yang mampu bermigrasi dapat bertahan pada lesi depigmentasi untuk
selanjutnya mensintesis melanin. Berbagai strategi penatalaksanaan telah
dirancang untuk mengurangi terjadinya destruksi melanosit dan meningkatkan
repopulasi melanosit. Mekanisme kerjanya dengan cara menstimulasi
penyembuhan melanosit dan dengan mereaktivasi melanosit residual atau
menstimulasi migrasi melanosit dari kulit atau folikel rambut yang berdekatan.
Repigmentasi ini sendiri dapat terjadi secara spontan maupun oleh karena
pengobatan. Terapi vitiligo yang tersedia saat ini antara lain berupa
pengobatan secara topikal, sistemik, terapi fisik dan pembedahan. Terapi lini
pertama untuk vitiligo adalah kortikosteroid dan inhibitor kalsineurin topikal
serta penyinaran baik dengan narrowband UVB atau sinar UVA yang
dikombinasi dengan psoralen sistemik merupakan. Adapun terapi lini kedua
dari vitiligo antara lain kalsipotriol topikal, kombinasi penyinaran UVA
dengan psoralen topikal, penyinaran dengan laser excimer, kortikosteroid
sistemik dan pembedahan dengan graft atau transplantasi melanosit. Beberapa
penelitian mencoba melihat manfaat pemberian suplementasi vitamin dalam
penatalakasanaan vitiligo. Juhlin & Olsson melakukan penelitian dengan
menggabungkan 1 mg vitamin Bl2 dan 5 mg asam folat yang diminum dua
kali sehari ditambah edukasi untuk berjemur di sinar matahari dan
mendapatkan hasil yang baik. Penelitian lain oleh Don et al dengan broadband
UVB dengan penambahan 500 mg vitamin C, 1 mg vitamin B12 dan 5 mg
asam folat yang diberikan dua kali sehari juga tampak menjanjikan. Perbaikan
yang diperoleh dengan penambahan vitamin B12 dan asam folat pada vitiligo
ini diduga berhubungan dengan peranan keduanya dalam menurunkan kadar
homosistein, dimana kadar homosistein yang berlebihan dikaitkan dengan
etiopatogenesis vitiligo.

10
11. Edukasi dan prognosis pada kasus
 Sebagai penyakit kulit dengan kompetensi 3A , terapi yang dilakukan pada
pelayanan primer adalah mengedukasi mengenai panykit yang diderita pasien,
mengedukasi pasien untuk tidak stress karena dapat memperparah keadaan
penyakit serta ini bukan penyakit yang berbahaya dan tidak menular , dan juga
memberi informasi untuk menghindari pemicu yang dapat memperparah
keadaan seperti terpapar cahaya matahari dan trauma , memberikan tabir surya
dan kortikosteroid topical yang berguna untuk usaha mengadakan
repigmentasi , dan merujuk ke pelayanan sekunder , dalam hal ini adalah
kemampuan dokter spesialis kulit dan kelamin .
 Perjalanan klinis kasus vitiligo, terutama vitiligo generalisata tidak dapat
diprediksi, tapi umumnya bersifat progresif secara perlahan dan sulit untuk
dikontrol dengan terapi. Terkadang lesi semakin meluas seiring waktu, namun
pada kasus lain, perkembangan lesi dapat terhenti dan stabil dalam jangka
waktu yang cukup lama. Beberapa parameter klinis seperti durasi yang
panjang dari penyakit, timbulnya fenomena Koebner, leukotrikia dan
keterlibatan mukosa merupakan indikator prognosis yang lebih buruk.

11
VII. Kesimpulan

Berdasarkan scenario terdapat gejala, keluhan dan juga dilihat dari status
dermatologisnya yaitu : regio fasialis dekstra dijumpai macula hipopigmentasi ukuran
plaakat dengan batas tidak tegas disertai skuama halus, regio zigomatikus sinistra
dijumpai macula hipopigmentasi multiple ukuran lentikuler batas tidak tegas dengan
erosi dan skauma halus bahwa kemungkinan os tersebut terkena penyakit vitiligo.
Dimana vitiligo merupakan penyakit yang terjadi dikarenakan terjadi nya kerusakan
melanosit dan dapat memengaruhi warna kulit atau gangguan pigmentasi. Vitiligo ini
juga diduga karna yang mana diketahui anak tersebut hobi bermain sepakbola dimana
anak tersebut bermain sepakbola pada terik matahari , kemudian wajah anak tersebut
adalah bagian kulit yang rentan terbakar sinar matahari , sinar matahari ini memiliki
sinar uv , maka dari itu ketika wajahnya terpapar sinar matahari harusnya akan
terbentuk pigmen kulit melanin untuk melindungi dari paparan sinar matahari , tetapi
dikarenakan anak tersebut memiliki produksi melanin yang sedikit maka muncullah
gejala”vitiligo. Terapi yang dapat kita lakukan pada os yang mengalami vitiligo
dengan pemberian obat golongan kortikosteroid atau juga calcipotriene. Namun untuk
memastikan kembali os menderita sakit apa ,dibutuhkan pendapat ahli penyakit kulit.

12
DAFTAR PUSTAKA

Alikhan A, Felsten LM, Daly M, Petronic-Rosic V. Vitiligo: a comprehensive overview


introduction, epidemilology, quality of life, diagnosis, associations, histopathology, etiology,
and work-up.  J Am Acad Dermatol.  2011;  65 (3): 473-91.

Anstey AV.  Disorders of skin color.  In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C,
editors.  Rook's textbook of dermatology. Edisi ke-8 Chichester : Blackwell Publishing Ltd ;
2010.

Birlea SA, Spritz RA, Norris DA. Vitiligo. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, Wolff K (eds). Fitzpatrick’s dermatology in general medicine eight
edition. New York: Mc Graw Hill, hal 792-803.

Halder RM, Taliaferro SJ.  Vitiligo.  In: Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell
D, Wolff K, editors.  Fitzpatrick's dermatology in general medicine.  7th edition. New York:
McGraw-Hill Inc;  2008.

Lukas R, Sibero HT. (2015). Vitiligo. Juke Unila, 5(9): 95-102.

Nunes DH, Esser LM (2011). Vitiligo epidemiological profile and the association

with thyroid disease. Anais Brasileiros de Dermatolgia, 86(2): 2011.

13
Ongenae K, Beelaert L, Geel NV, Naeyaert JM (2006). Psychosocial effect of vitiligo. J
Eur Acad Dermatol Venereol, (20): 1-8.

Siregar RS. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Jakarta: EGC; 2005.

14

Anda mungkin juga menyukai