Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa sehingga
laporan Problem Based Learning (PBL) ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Seperti yang telah diketahui laporan PBL ini berisikan jawaban atas
segala pertanyaan dalam memecahkan masalah penyakit neuropsikiatri yang akan
berlanjut pada sistem-sistem selanjutnya. Di lain sisi, kami berharap laporan ini
dapat turut serta berperan dalam meningkatkan kualitas dunia pendidikan
kedokteran tidak hanya mengingat daftar penyakit melainkan fokus pada
bagaimana seluruh mekanisme dapat terjadi sehingga dengan pengetahuan yang
demikian ketika kita dihadapkan pada situasi baru, dapat merasionalisasi gejala
dan tanda-tanda yang diberikan sehingga menghasilkan diagnosis yang tepat.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada berbagai pihak
yang telah membantu kami dalam penyusun laporan PBL ini sehingga dapat
selesai tepat pada waktunya. Dan permohonan maaf juga kami sampaikan apabila
dalam laporan ini terdapat kesalahan.Semoga dapat menjadi acuan agar lebih baik
pada laporan PBL selanjutnya.
TERIMA KASIH
Makassar, 2015
PENYUSUN
KASUS:
SKENARIO 5:
Laki-Laki berusia 39 tahun datang ke poliklinik dengan plak coklat kehitaman di
daerah betis sejak 2 minggu yang lalu. Menurut pasien lesi sangat gatal dan
tampak memerah karena digaruk. Sebelumnya, riwayat kaki pasien terantuk pada
meja. Lesi terkadang agak basah. Sudah berobat ke puskesmas dan diberi salep
tetrasiklin serta antibiotik sistemik namun belum sembuh meskipun keluhan
sedikit berkurang. Pada pemeriksaan fisis ditemukan papul dan makula
hiperpigmentasi serta ulserasi dangkal pada daerah lesi. Gatal semakin hebat bila
sedang santai atau pada saat stress. Keluhan makin hebat seiring dengan
bertambahnya usia. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-).
SEVEN JUMP:
1. Mengklarifikasi istilah yang tidak jelas dalam skenario diatas, kemudian
tentukan kata/kalimat kunci skenario diatas
2. Mengidentifikasi problem dasar skenario diatas dengan membuat beberapa
pertanyaan penting.
3. Melakukan analisis dengan mengklarifikasi semua informasi yang didapat.
4. Melakukan sintesis informasi yang terkumpul.
5. Mahasiswa tujuan pembelajaran yang ingin dicapai oleh kelompok mahasiswa
atas kasus diatas bila informasi belum cukup. Langkah 1 s/d 5 dilakukan
dalam diskusi mandiri dan diskusi pertama bersama tutor.
6. Mahasiswa mencari informasi tambahan informasi tentang kasus diatas diluar
kelompok tatap muka.
7. Mahasiswa melaporkan hasil diskusi dan sintesis informasi-informasi baru
yang ditemukan.
Langkah 7 dilakukan dalam kelompok dengan tutor.
Kata Sulit:
- Plak (plaque)
- Ulserasi
- Makula hiperpigmentasi
- Papul
Kalimat Kunci:
Laki-Laki berusia 39 tahun.
Keluhan plak coklat kehitaman di daerah betis sejak 2 minggu yang lalu.
Lesi sangat gatal dan tampak memerah karena digaruk.
Riwayat kaki pasien terantuk pada meja.
Lesi terkadang agak basah.
Riwayat berobat ke puskesmas dan diberi salep tetrasiklin serta antibiotik
sistemik.
Pemeriksaan fisis ditemukan papul, makula hiperpigmentasi serta ulserasi
dangkal.
Gatal semakin hebat bila sedang santai atau pada saat stress.
Keluhan makin hebat seiring dengan bertambahnya usia.
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-).
Analisis Masalah:
Pertanyaan:
1. Apa penyebab timbul plak coklat kehitaman dan kaitannya dengan kaki
pasien yang terantuk pada meja?
2. Bagaimana patomekanisme gatal dan memerah saat digaruk?
3. Bagaimana patomekanisme ulserasi dangkal pada lesi?
4. Mengapa gatal bertambah saat sedang santai atau stress?
5. Apa hubungan gejala dengan bertambahnya usia?
6. Bagaimana diagnosis banding pada kasus ini?
7. Bagaimana langkah-langkah diagnosis pada kasus ini?
8. Bagaimana struktur dari kulit yang berkaitan pada keluhan pasien?
Jawaban:
1. Apa penyebab timbul plak coklat kehitaman dan kaitannya dengan kaki
pasien yang terantuk pada meja?
Pendarahan adalah keluarnya darah dari sistem kardiovaskular, disertai
penimbunan dalam jaringan atau dalam ruang tubuh atau disertai keluarnya darah
dari tubuh. Untuk menyatakan berbagai keadaan perdarahan digunakan istilah-
istilah deskriptif khusus. Penimbunan darah pada jaringan disebut hematoma.3
Penyebab perdarahan yang sering dijumpai adalah hilangnya integritas
dinding pembuluh darah, yang memungkinkan darah keluar. Keadaan ini paling
sering disebabkan oleh trauma eksternal yaitu cedera yang dialami yang disertai
memar. Perubahan warna pada memar disebabkan oleh darah yang terkumpul
dalam ruangan interstisial jaringan yang terkena trauma. Dinidng pembuluh darah
dapat pecah sebagai akibat dari suatu trauma.3
Efek local perdarahan berkaitan dengan adanya darah yang keluar dari
pembuluh darah di dalam jaringan dan pengaruhnya dapat berkisar dari yang
ringan hingga yang mematikan. Pengaruh local yang paling ringan adalah memar,
yang mungkin hanya mempunyai arti kosmetik. Perubahan warna memar yang
kebiru-biruan secara langsung berkaitan dengan adanya eritrosit yang keluar dan
terkumpul dalam jaringan. Eritrosit yang keluar dari pembuluh ini dipecahkan
dengan cepat dan difagosit oleh makrofag yang ada sebagai bagian kesatuan dari
respon peradangan. Makrofag ini memproses hemoglobin dengan cara yang sama
seperti yang digunakan pada resiklus normal eritrosit tua, namun dengan cara
yang lebih cepat dan terpusat. Pada saat hemoglobin dimetabolisme dalam sel-sel
makrofag ini, terbentuk suatu kompleks yang mengandung besi yang dinamakan
hemosiderin, bersamaan pula dengan terbentuknya zat yang tidak mengandung
besi yang dalam jaringan dinamakan hematoidin (walaupun secara kimia identik
dengan bilirubin). Hemosiderin berwarna coklat-karat dan hematoidin berwarna
kuning muda. Interaksi pigmen-pigmen ini berpengaruh pada perubahan warna
memar yang berkisar dari “biru kehitaman” kemudian memudar menjadi coklat
dan kuning dan akhirnya menghilang karena makrofag mengembara dan
pemulihan jaringan yang sempurna. Kadang-kadang, jika hematoma bervolume
besar, hematoma tersebut lebih dapat mengalami organisasi dan bukan resolusi
sempurna , sehingga meninggalkan sedikit parut.3
melalui neural dan endokrin, respon akibat stress dihantarkan melalui tiga jalur
yaitu aksi hipotalamopituitariadrenal (HPA) ke system saraf simpatik dan ke
saraf sensoric peptidegric. Hormon stress yaitu CRH, ACTH dan glukokortikoid
luka.7
tubuh,khususnya penurunan imunitasmediated sel. Fungsi sistem imunitas tubuh
immunocompetence) menurun sesuai umur. Kemampuan imunitas tubuh melawan
Hal ini bukan berarti manusia lebih sering terserang penyakit, tetapi saat
menginjak usia tua maka resiko kesakitan meningkat seperti penyakit infeksi,
kanker, kelainan autoimun, atau penyakit kronik. Hal ini disebabkan oleh
perjalanan alamiah penyakit yang berkembang secara lambat dan gejalagejalanya
imunoglobulin yang dihasilkan oleh tubuh orang tua juga berkurang jumlahnya
sehingga vaksinasi yang diberikan pada kelompok lansia kurang efektif melawan
penyakit. Masalah lain yang muncul adalah tubuh orang tua kehilangan
kemampuan untuk membedakan benda asing yang masuk ke dalam tubuh atau
memang benda itu bagian dari dalam tubuhnya sendiri (autobody immune).8
KERATOSIS SEBOROIKA
a. Definisi
Keratosis seboroik merupakan tumor jinak kulit yang paling banyak
muncul pada orang yang sudah tua, sekitar 20% dari populasi dan biasanya
tidak ada atau jarang pada orang dengan
usia pertengahan. Keratosis seboroik
memiliki banyak manifestasi klinik yang
bisa dilihat, dan keratosis seboroik ini
terbentuk dari proliferasi sel-sel
epidermis kulit. Keratosis seboroik
dapat muncul dalam berbagai bentuk
lesi, bisa satu lesi ataupun tipe lesi yang
banyak atau multipel. Walaupun tidak
ada faktor etiologi khusus yang dapat
diketahui, keratosis seboroik lebih
sering muncul pada daerah yang
terpapar sinar matahari, terutama pada
daerah leher dan wajah, juga daerah
ekstremitas. Status dermatologi yang
dapat dilihat adalah berbatas tegas, berwarna kecoklatan atau
hiperpigmentasi, dan sedikit meninggi disbanding permukaan kulit sehingga
penampakan keratosis seboroik seperti tertempel dalam permukaan kulit.
Kebanyakan dari keratosis seboroik memiliki permukaan seperti veruka,
dengan konsistensi yang halus atau lembut. Walaupun biasanya diameter lesi
keratosis seboroik berkisar dalam hitungan beberapa millimeter saja, tetapi
ada beberapa lesi yang dapat mencapai ukuran diameter dalam sentimeter.
Krusta dan dasar yang inflamasi dapat ditemukan jika lesi terpapar dengan
trauma.11
b. Epidemiologi
Secara global atau internasional, keratosis seboroik merupakan tumor jinak
pada kulit yang paling banyak diantara populasi di Amerika Serikat. Angka
frekuensi untuk munculnya keratosis seboroik terlihat meningkat seiring
dengan peningkatan usia seseorang. Pada tahun 1963, Tindall dan Smith
meneliti populasi dari individu yang sudah berusia lebih dari 64 tahun di
Carolina Utara dan mendapatkan hasil bahwa 88 % dari populasi tersebut
setidaknya memiliki paling kurang satu lesi keratosis seboroik. Dalam
penelitian ini, keratosis seboroik ditemukan pada 38 % wanita kulit putih dan
54 % pada pria kulit putih, dan sekitar 61 % pada pria kulit hitam dan sekitar
10 % lebih pada wanita kulit hitam. Pada tahun 1965 Young memeriksa 222
orang yang tinggal di anti jompo Orthodox Jewish di New York dan
menemukan bahwa 29,3 % pria dan 37,9 % pada wanita memiliki lesi
keratosis seboroik. Di Inggris, pada tahun 2000, Memon dan kawan-kawan
menemukan bahwa populasi dengan usia yang lebih muda dari 40 tahun
hanya 8,3 % yang memiliki sedikiktnya satu macam lesi keratosis seboroik
pada laki-laki dan 16,7 % sedikitnya satu macam lesi keratosis seboroik pada
wanita. Keratosis seboroik ditemukan lebih banyak pada orang kulit putih
dibandingkan dengan orang kulit hitam, tidak ada perbedaan antara laki-laki
dan perempuan. Keartosis seboroik lebih sering terjadi pada individu usia
tua.11
c. Etiologi
Etiologi dari perkembangan lesi keratosis seboroik pada usia tua tidak
dapat diketahui dengan pasti. Meningkatnya jumlah sel yang bereplikasi
menunjukkan adanya hubungan dengan terjadinya keratosis seboroik ini. Hal
ini telah diketahui melalui penelitian bromodeoxyuridin dan
immunohistokimia untuk pengembangan antigen tertentu yang berhubungan.
Ada peningkatan yang nyata dan signifikan dari angka terjadinya apoptosis
pada semua variasi bentuk dari keratosis seboroik dibandingkan dengan kulit
yang normal. Keratosis seboroik biasanya terdapat pada bagian kulit yang
paling sering terpajan sinar matahari, dan sebagian tipe keratosis seboroik
dapat terbentuk akibat radiasi sinar matahari pada kulit manusia.11
d. Patofisiologi
Epidermal Growth Faktor (EGF) atau reseptornya , telah terbukti terlibat
dalam pembentukan keratosis seboroik. Tidak ada perbedaan yang nyata dari
ekspresi immunoreactive growth hormone receptor di keratinosit pada
epidermis normal dan keratosis seboroik. Ekspresi dari gen bcl-2, suatu gen
onkogen penekan apoptosis , rendah pada keratosis seboroik dibandingkan
dengan basal sel karsinoma atau skuamos sel karsinoma, yang memiliki nilai
yang tinggi untuk jenis gen ini. Tidak ada peningkatan yang dapat dilihat
dalam sonic hedgehog signal transducers patched (ptc) dan smoothened (smo)
mRNA pada keratosis seboroik dibanding kulit yang normal. Keratosis
Seboroik memiliki banyak derajat pigmentasi. Pada pigmentasi keratosis
seboroik, proliferasi dari keratinosit memacu aktivasi dari melanosit
disekitarnya dengan mensekresi melanocyte-stimulating cytokines. Endotelin-
1 memiliki efek simulasi ganda pada sintesis DNA dan melanisasi pada
melanosit manusia dan telah terbukti terlibat sabagai salah satu peran penting
dalam pembentukan hiperpigmentasi pada keratosis seboroik. Secara
Immunohistokimia, keratinosit pada keratosis seboroik memperlihatkan
keratin dengan berat molekul yang rendah, tetapi ada sebagian kecil
pembentukan keratin dengan berat molekul yang tinggi. Beberapa Varian
Klinikopatologi Ada beberapa bentuk histologi dan terkadang berbeda secara
klinis untuk keratosis seboroik: Common Seborrheic Keratosis Sinonim:
basal cell papilloma, solid seborrheic keratosis. Jenis ini dianggap sebagai lesi
klasik. Bentuknya seperti jamur, dengan epidermis hiperplastik dan berbatas
tegas yang menggantung di sekitar kulit. Tumor ini terdiri dari sel-sel
basaloid yang seragam. Kista-kista keratin kadang lebih banyak, dan bisa
tampak didalam folikel dan diluar folikel. Melanosit terkadang muncul dalam
jumlah banyak, dan produksi pigmennya menghasilkan warna luka hitam.
Perpindahan pigmen ke keratinosit kelihatan cukup normal. Reticulated
Seborrheic Keratosis Sinonim: adenoid seborrheic keratosis. Kumpulan sel-
sel basaloid turun dari dasar epidermis. Kista-kista keratin dikelilingi oleh sel-
sel ini. Stroma kolagen eosinopilik yang halus membungkus di sekeliling
kumpulan sel basaloid dan dapat membentuk lesi yang banyak. Stucco
Keratosis Sinonim: hyperkeratotic seborrheic keratosis, digitate seborrheic
keratosis, serrated seborrheic keratosis, verrucous seborrheic keratosis.
Stucco keratosis muncul berukuran 3-4 mm, berwarna seperti warna kulit atau
benjolan berwarna putih abu-abu yang muncul di tungkai bagian bawah.
Penampakan sel epidermal seperti puncak menara gereja mengelilingi inti
kolagen membentuk hiperkeratosis seperti jalinan keranjang. Keratinosit yang
bervakuola yang ada pada veruka vulgaris tidak ditemukan pada lesi ini,
meskipun secara klinis lesi ini bisa menyerupai kutil virus yang kecil. Clonal
Seborrheic Keratosis Jenis keratosis seboroik ini berbentuk sarang-sarang sel
basaloid yang tidak selamanya berbatas tegas berbentuk bulat dan terbungkus
longgar di dalam jaringan epidermis. Walaupun sel yang paling banyak
adalah keratinosit, sarang-sarang tersebut mengandung melanosit dalam
jumlah besar. Keratinosit ini ukurannya bisa bermacam-macam. Irritated
Seborrheic Keratosis Sinonim: inflamed seborrheic keratosis, basosquamous
cell acanthoma. Kelainan kulit eksematous berubah menjadi keratosis
seboroik yang khas. Penyebab dari reaksi eksematous ini tidak diketahui. Bisa
jadi disebabkan trauma, tapi belum dapat dibuktikan. Secara histologi, suatu
keratosis seboroik memperlihatkan bagian-bagian dari perubahan inflamasi,
banyak lingkaran atau pusaran dari sel-sel eosinofilik skuamous yang merata
dan tertata seperti bawang. Ini menyerupai mutiara keratin dalam sel
karsinoma bersisik, tapi bisa dibedakan oleh besarnya jumlah mereka,
kecilnya ukuran, dan bentuknya yang terbatas. Keratinosit dalam suatu
keratosis seboroik yang iritasi menunjukan tingginya tingkat keratinisasi atau
keratosis seboroik yang sudah dewasa dibandingkan dengan common
seborrheic keratosis. Seborrheic Keratosis with Squamous Atypia Sel atipik
dan diskeratosis bisa terlihat pada beberapa keratosis seborrheic. Lesi tersebut
bisa sangat mirip dengan penyakit Bowen’s atau karsinoma sel squamous
yang invasive. Tidak diketahui sebab-sebab perubahan tersebut, baik itu
akibat dari iritasi atau aktivasi, atau tanda karsinoma sel squamous.
Sebaiknya untuk menghilangkan lesi ini seluruhnya. Melanoacanthoma
Sinonim: pigmented seborrheic keratosis. Melanoacanthoma lebih gelap dari
pigmented seborrheic keratosis. Di dalam lesi ini, ada proliferasi melanosit
dendritik yang jelas. Melanosit tersebut kaya dengan melanin, sebaliknya di
sekitar keratinosit sangat sedikit mengandung melanin. Melanosit dapat
berkembang menjadi sarang, yang melebar dari lapisan basal ke lapisan
superfisial epidermis. Lesi ini tidak berpotensi menjadi ganas. Dermatosis
Papulosa Nigra Dermatosis papulosa nigra merupakan papul kecil pada wajah
yang tampak pada orang Afrika Amerika, namun terlihat pada orang yang
berkulit lebih gelap dari ras lain, nampak merupakan varian dari keratosis
seboroik. Lesi ini merupakan erupsi papul yang berpigmen pada wajah dan
leher. Mereka menyerupai melanoacanthoma kecil-kecil. Gambaran histologis
seperti common seborrheic keratosis tapi berukuran lebih kecil. The Sign of
Leser-Trelat Erupsi multipel keratosis seboroik, juga dikenal sebagai the sign
of Leser-Trelat, disebutkan berkaitan dengan multipel internal malignancies
yang tersembunyi dan sering diikuti dengan rasa gatal . Keganasan yang
paling sering dihubungkan adalah adenokarsinoma lambung, colon, dan
payudara. Tanda ini juga telah dilaporkan dengan berbagai macam tumor,
termasuk limfoma, leukemia, dan melanoma. Tanda ini juga disebutkan
bahwa berhubungan dengan hiperkeratosis telapak tangan dan telapak kaki
terkait dengan penyakit keganasan dan dengan acanthosis nigricans. Bukti
yang mendukung dugaan hubungan keratosis seboroik dengan keganasan
sangat sedikit. Banyak kanker yang dikaitkan dengan keratosis seboroik
adalah kanker umum. Keratosa seborik juga umum. Membuktikan hubungan
kausal yang tidak umum antara kanker umum dan kelainan kulit yang umum
merupakan hal sulit. Fenomena keratosis seboroik yang bisa pecah, mungkin
menunjukkan peradangan dermatosis yang berpusat di sekitar papiloma kulit
dan keratosis seboroik membuat fenomena itu lebih kelihatan. Tentu saja,
dibutuhkan keahlian klinis melihat peninggian lesi keratosis seboroik pada
pasien dengan dermatitis generalisata yang disebabkan banyak hal.
Kemoterapi, khususnya citarabine, bisa menyebabkan peradangan keratosis
seboroik, khususnya ketika dikaitkan dengan tanda Leser-Trelat. Maligna
acanthosis nigricans muncul sebanyak 35% pasien dengan tanda Leser-Trelat,
yang menunjukkan kesamaan mekanisme. Namun, hubungan sebenarnya
antara erupsi keratosis seboroik multipel dengan keganasan organ dalam
masih harus dijelaskan.11
e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan
histopatologi. Komposisi keratosis seboroik adalah sel basaloid dengan
campuran sel skuamosa. Invaginasi keratin dan horn cyst merupakan
karakteristiknya. Sarang-sarang sel skuamosa kadang dijumpai, terutama pada
tipe irritated. Satu dari tiga keratosis seboroik terlihat hiperpigmentasi pada
pewarnaan hematoksilin-eosin. Setidaknya ada 5 gambaran histologi yang
dikenal : acantholic (solid), reticulated (adenoid), hyperkeratotic
(papilomatous), clonal dan irritated. Gambaran yang bertumpang tindih biasa
dijumpai. Tipe acantholic dibentuk oleh kolumna-kolumna sel basal dengan
campuran horn cyst. Tipe reticulated mempunyai gambaran jalinan untaian
tipis dari sel basal, seringkali berpigmen, dan disertai horn cyst yang kecil.
Tipe hiperkeratotik terlihat eksofilik dengan berbagai tingkat hiperkeratotis,
papilomatosis dan akantosis. Terdapat sel basaloid dan sel skuamosa. Tipe
clonal mempunyai sarang sel basaloid intraepidermal. Pada tipe irritated,
terdapat infiltrat sel yang mengalami inflamasi berat, dengan gambaran
likenoid pada dermis bagian atas. Sel apoptotik terdapat pada dasar lesi yang
menggambarkan adanya regresi imunologi pada keratosis seboroik.
Kadangkala terdapat infiltrat sel yang mengalami inflamasi berat tanpa
likenoid, jarang terdapat netrofil yang berlebihan dalam infiltrat. Pada
pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop elektron menunjukkan bahwa
sel basaloid yang kecil berhubungan dengan sel pada lapisan sel basal
epidermis. Kelompok- kelompok melanososm yang sering membatasi
membran dapat ditemukan di antara sel.11
f. Prognosis Keratosis seboroik
merupakan tumor jinak dan tidak menjadi ancaman bagi kesehatan
individu. Lesi keratosis seboroik umunya tidak mengecil namun akan
bertambah besar dan tebal seiring dengan waktu.11
g. Pengobatan
1. Krioterapi Lesi yang mengganggu pasien baik dari segi gejala atau
kosmetik bisa diobati. Krioterapi mungkin pilihan pengobatan untuk
kebanyakan jenis lesi. Suatu pembekuan seukuran 1 mm diameter di sekitar
lesi menggunakan kapas atau semprotan biasanya menghasilkan respon yang
bagus. Jika ada bekas lesi, atau muncul lagi, ulangi pengobatan tadi. Setelah
krioterapi, pasca peradangan hipopigmentasi atau hiperpigmentasi bisa saja
terjadi. Walaupun bersifat sementara, perubahan-perubahan pigmen ini bisa
bertahan pada pasien berkulit gelap dan bisa sangat mengganggu. 2.
Elektrodesisasi Cara pengobatan lainnya berupa elektrodesisasi diikuti
dengan pengangkatan lesi dengan mudah menggunakan kuret diikuti dengan
elektrodesisasi ringan. 3. Laser Terapi laser menggunakan laser pigmen lesi
juga efektif, dan ketika digunakan untuk mengobati keratosis seboroik datar,
bisa menyebabkan peradangan pasca pigmentasi atau bekas lesi ketika
dibandingkan dengan krioterapi atau elektrodesisasi. 4. Bedah scalpel
Pemotongan melalui cara bedah juga efektif, tapi ini bukan pilihan
pengobatan karena efek terbalik dari bekas lesinya. Salah satu bahaya besar
menangani “keratosis seboroik” selain dari pemotongan dengan cara bedah
adalah lesi yang ditangani bisa menjadi lesi displastik melanositik atau
melanoma maligna. Sangat disarankan kalau lesi itu bukan common
seborrheic keratosis, maka harus dilakukan pemeriksaan histologi. 5.
Flourouracil topikal dan dermabrasi Cara pengobatan yang agak awam
dipakai untuk keratosis seboroik besar termasuk fluorouracil topikal dan
dermabrasi.11
h. Diagnosis
Permukaan keratosis sebororik harus dibedakan dengan lentigo yang
simple maupun maligna dan harus dibedakan dengan keratosis aktinik,
terutama yang berlokasi pada wajah. Pola dan karakteristik permukaan lesi
dapat membantu. Warna dan bentuk permukaannya dapat menyerupai nevus
melanositik permukaan keratosis seboroik kurang berkilat bila dibandingkan
dengan nevus melanositik. Lesi yang meradang dapat disalahartikan sebagai
melanoma maligna. Jika lesi diobati dengan antibiotik topikal dan dioklusi
selama 5 hari, diagnosis dapat menjadi jelas. Tetapi jika terdapat keraguan
klinis, maka dapat dilakukan pemeriksaan biopsi eksisi dan pemeriksaan
patologi.11
Keterangan:
A. Epidermis : 1. Stratum korneum
2. Stratum lucidum
3. Stratum Granulosum
4. Stratum Spinosum
5. Stratum Basalis
B. Dermis : 6. Pars Papilare
7. Pars Retikulare
8. Melanosit
9. Badan meissner
10. Sel langerhans
11. Glandula Sebasea
12. Rambut
13. Muskulus arektor pili
14. Badan pacini
C. Subkutis
D. Unit kelenjar apokrin
E. Unit kelenjar ekrin
F. Vaskularisasi dermal: - Pleksus superfisialis
- Pleksus profunda16
DAFTAR PUSTAKA:
1. Budimulja, Unandar. Morfologi dan cara membuat diagnosis dalam: Prof. Dr.
dr. Adhi Djuanda, dr. Mochtar Hamzah, Prof. Dr. dr. Siti Aisah, editor. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi keenam. Jakarta: Badan penerbit FKUI;
2013. Hal. 35-36.
2. dr. Yanuar Budi Hartanto, dkk, editor. Kamus Saku Kedokteran Dorland, edisi
28. Jakarta: EGC; 2011.
3. Price, A Sylvia. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.6.
Vol.1. Jakarta: EGC; 2005. Hal 126-127.
4. Graham-Brown, Robin; Tony Burns. Dermatologi. Jakarta: Erlangga; 2005.
Hal 180-182.
5. J. Marison, Maya. Manajemen luka. Jakarta: EGC; 2004. Hal. 143.
6. Budi Putra, Imam. Karsinoma Cell Basal. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin Fakultas kedokteran USU. Medan; 2008.
7. http://repository.unhas.ac.id.html/
8. Fatmah. 2006. Respon Imunitas yang Rendah pada Tubuh Manusia Usia
Lanjut. Depok. Makara, Kesehatan Vol.10 No.1 : 4753
9. Sularsito, Sri Adi; Djuanda, suria. Dermatitis dalam: Prof. Dr. dr. Adhi
Djuanda, dr. Mochtar Hamzah, Prof. Dr. dr. Siti Aisah, editor. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin, Edisi keenam. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2013. Hal.
147-148.
10. Prof. dr. R.S. Siregar, Sp.KK(K). Penyakit Prakeganasan dan keganasan kulit
dalam: dr. Huriawati Hartanto, editor. Atlas Berwarna Saripati Kulit, Edisi 2.
Jakarta: EGC; 2004. Hal. 109-113.
11. Read more at: http://www.medicinestuffs.com/2006/06/keratosis-
seboroik.html
Copyright © MedStuffs.
12. Prof. dr. R.S. Siregar, Sp.KK(K). Penyakit Prakeganasan dan keganasan kulit
dalam: dr. Huriawati Hartanto, editor. Atlas Berwarna Saripati Kulit, Edisi 2.
Jakarta: EGC; 2004. Hal. 286-287.
13. Prof. dr. R.S. Siregar, Sp.KK(K). Penyakit Prakeganasan dan keganasan kulit
dalam: dr. Huriawati Hartanto, editor. Atlas Berwarna Saripati Kulit, Edisi 2.
Jakarta: EGC; 2004. Hal. 291-293.
14. Harahap, Marwali. 2013. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. Hal 4-5.
15. Syarif M. Wasitaatmadja. Anatomi Kulit dalam: Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda,
dr. Mochtar Hamzah, Prof. Dr. dr. Siti Aisah, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, Edisi keenam. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2013. Hal. 3-5.
16. Budimulja, Unandar. Morfologi dan cara membuat diagnosis dalam: Prof. Dr.
dr. Adhi Djuanda, dr. Mochtar Hamzah, Prof. Dr. dr. Siti Aisah, editor. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi keenam. Jakarta: Badan penerbit FKUI;
2013. Hal. 35-36.