Anda di halaman 1dari 10

Materi PBL Blok 4.

2 Skenario 1

SENTUHANMU TAK LAGI BISA KURASAKAN

Seorang pria berusia 45 tahun, dibawa orang tuanya ke poliklinik dengan keluhan bercak putih di
dada dan lengan. Bercak putih dialami sejak 6 bulan yang lalu disertai dengan mati rasa atau
kebas, pasien tidak lagi bisa merasakan sentuhan dan tidak berkeringat di area tersebut. Bercak
putih tidak ada rasa gatal. Alis pasien juga mulai menipis dan menghilang. Pada anamnesa
riwayat lingkungan sosial, tetangga dekat juga mengalami keadaan yang sama. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran saraf pada kedua lengan, penurunan respon sensoris
pada bercak putih tersebut.

1. TERMINOLOGI
1. Penurunan respon sensoris : penurunan respon dari sensasi atau indra stimulasi
sensorik
2. Kebas : tidak dapat merasakan apa pun di bagian tertentu
dari tubuh terutama akibat dingin atau anestesi ( Merriam Webster )
3. Gatal : sensasi iritasi yang tidak nyaman di permukaan
atas kulit yang biasanya disebabkan oleh stimulasi sensorik
4. Bercak putih : salah satu dari beberapa penyakit yang ditandai
dengan lesi berwarna terang
2. RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa bercak putih yang dialami pasien disertai dengan mati rasa atau kebas ?
2. Apakah riwayat lingkungan sosial (tetangga) pasien dapat menjadi salah satu
faktor penyebab pasien mengalami hal tersebut ?
3. Apa yang menyebabkan alis pasien menipis dan menghilang ?
4. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, apa yang dialami oleh pasien?
3. HIPOTESIS
1. Adanya bercak putih yang dialami dapat terjadi akibat adanya bakteri atau jamur
yang memberikan dampak terutama pada kulit dan saraf. Bakteri masuk ke tubuh
manusia melalui kontak langsung dengan kulit atau mukosa nasal yang berasal
dari droplet. Karena menyerang saraf tepi, kulit, dan jaringan tubuh lainnya maka
lokasi bercak putih tersebut akan mengalami kebas atau mati rasa.

2. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya


penyakit kulit. Lingkungan terdiri atas tiga komponen yaitu lingkungan fisik,
lingkungan biologi dan lingkungan sosial. Lingkungan yang tidak sehat atau
sanitasinya tidak terjaga dapat menimbulkan masalah kesehatan. Lingkungan
dapat menjadi penyebab langsung, sebagai faktor yang berpengaruh dan
menunjang terjangkitnya penyakit, sebagai medium transmisi penyakit dan
sebagai faktor yang mempengaruhi perjalanan penyakit.

3. Tidak hanya alis yang menipis, namun bisa juga bulu mata atau rambut yang
rontok. Bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti autoimun, nutrisi, infeksi,
ataupun trauma. Jika terdapat infeksi di daerah folikel rambut, bisa menyebabkan
folikel hancur sehingga rontok dan alis bisa menipis.
Sumber: Kumar, A., & Karthikeyan, K. (2012). Madarosis: a marker of many
maladies. International Journal of Trichology, 4(1), 3–18.

4. Berdasarkan skenario, pada pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran saraf pada


kedua lengan dan penurunan respon sensoris pada bercak putih tersebut. Lesi kulit
yang timbul dapat mengganggu dari persarafan perifer sehingga terjadi hilangnya
fungsi sensorik terhadap rasa raba, nyeri, dan suhu. Kemudian terjadi penebalan
saraf, yang mengakibatkan neuropati demyelinating dimana terjadi kerusakan
pada selubung mielin. Bercak-bercak putih pada kulit akan menyebabkan
kelemahan otot karena kerusakan selubung mielin disertai dengan kerusakan
banyak saraf tepi sehingga terjadi kebas atau mati rasa. Dimana kedua hal tersebut
merupakan cardinal sign atau tanda utama dari penyakit lepra/kusta/Morbus
Hansen.
4. SKEMA

5. SASARAN BELAJAR
1. Mengetahui dan memahami definisi dan etiologi dari morbus hansen
2. Mengetahui dan memahami tanda dan gejala dari morbus hansen
3. Mengetahui dan memahami klasifikasi dari morbus hansen
4. Mengetahui dan memahami patofisiologi morbus hansen
5. Mengetahui dan memahami diagnosis dan pemeriksaan penunjang
6. Mengetahui dan memahami penularan dan pencegahan dari morbus hansen
7. Mengetahui dan memahami tata laksana (farmakologi dan non-farmakologi)

6. BELAJAR MANDIRI
1. Mengetahui dan memahami definisi dan etiologi dari morbus hansen
Kusta, dikenal dengan nama lepra atau penyakit morbus Hansen, adalah penyakit yang
menyerang kulit menyebabkan luka pada kulit; sistem saraf perifer yang menyebabkan
kerusakan saraf, dapat juga melemahnya otot dan mati rasa; selaput lendir pada saluran
pernapasan atas serta mata.
Kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini adalah basil obligat
intraseluler yang dapat berkembang biak dalam sel Schwann saraf dan makrofag kulit dan
bersifat tahan asam (BTA). Proses perkembangbiakannya berlangsung selama 2-3
minggu. Di luar tubuh, mikroba ini dapat bertahan hidup selama 9 hari, kemudian
membelah dalam jangka 14-21 hari dengan masa inkubasi rata-rata 2-5 tahun. Setelah 5
tahun, tanda seperti bercak putih, merah, dan kesemutan mulai muncul. Buruknya
penatalaksanaan menyebabkan kusta menjadi progresif, kerusakan permanen pada kulit,
saraf, anggota gerak, dan mata.

2. Mengetahui dan memahami tanda dan gejala dari morbus hansen


Tanda-tanda pada kulit :
1. Adanya bercak tipis berwarna merah atau putih
2. Adanya pelebaran / pembesaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus,
aulicularis magnus serta peroneus, yang biasanya terjadi pada daerah siku dan lutut.
3. Beberapa kelenjar keringat kurang bekerja secara normal sehingga kulit tampak tipis
dan mengkilap.
4. Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar pada kulit
5. Kehilangan alis dan bulu mata / mengalami kerontokan atau tidak berambut
6. Adanya bagian-bagian tubuh yang tidak berkeringat
7. Lepuh tidak nyeri
8.Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau muka.
9. Gangguan gerak pada anggota badan atau bagian muka.
10. Adanya cacat (deformitas).
11. Luka (ulkus) yang tidak mau sembuh.

Merasakan mati rasa, baik sensasi terhadap perubahan suhu, sentuhan, tekanan
ataupun rasa sakit pada bagian bercak berwarna putih. 2. Muncul lesi berwarna pucat dan
menebal pada kulit yang berbercak. 3. Muncul luka pada bercak putih tetapi tidak terasa sakit.
4. Pembesaran saraf yang biasanya terjadi pada daerah siku dan lutut. 5. Merasakan
kelemahan otot hingga kelumpuhan, terutama pada otot kaki dan tangan. 6. Kehilangan alis dan
bulu mata. 7. Mata menjadi kering dan jarang mengedip hingga dapat menimbulkan kebutaan.
8. Hilangnya jari jemari. 9. Kerusakan pada bentuk hidung, yang dapat menimbulkan mimisan,
hidung tersumbat atau kehilangan tulang hidung.

3. Mengetahui dan memahami klasifikasi dari morbus hansen


Klasifikasi kusta terbagi menjadi 2 yaitu tipe Pausi basiler disebut juga kusta kering dan
tidak menular, sedangkan kusta tipe Multi basiler disebut kusta basah dan sangat mudah
menular. Pasien kusta tipe MB yang belum diobati atau tidak teratur berobat dapat
menjadi sumber penularan.

4. Mengetahui dan memahami patofisiologi morbus hansen


Mycobacterium leprae sebagai mikroorganisme yang menyebabkan kusta masuk ke
dalam tubuh melalui inhalasi yaitu mukosa hidung dan melalui kulit yang lecet pada
bagian tubuh yang memiliki suhu yang dingin. Mikroorganisme ini bersifat intraseluler
obligat terutama di sel makrofag di seluruh pembuluh darah pada dermis dan sel
Schwann pada jaringan saraf. Jika Mycobacterium leprae masuk ke tubuh maka tubuh
akan mengeluarkan makrofag untuk fagositosis. Sel Schwann merupakan sel target
pertumbuhan Mycobacterium leprae. Jika terjadi gangguan imunitas tubuh dan sel
Schwann maka basil dapat bermigrasi dan beraktifasi, akibatnya aktifitas regenerasi saraf
berkurang dan terjadi kerusakan saraf progresif.

5. Mengetahui dan memahami diagnosis dan pemeriksaan penunjang


Diagnosis penyakit kusta ditetapkan berdasarkan temuan satu dari tiga tanda kardinal
kusta berikut ini, yaitu:
a. Kelainan kulit atau lesi yang khas kusta, dapat berbentuk hipopigmentasi atau eritema
yang mati rasa (anestesi)
b. Penebalan saraf perifer disertai dengan gangguan fungsi saraf akibat peradangan
(neuritis) kronis.
Gangguan fungsi saraf ini dapat berupa:
1) Gangguan fungsi sensoris: anestesi 12
2) Gangguan fungsi motoris: paresis atau paralisis otot
3) Gangguan fungsi otonom: kulit kering atau anhidrosis dan terdapat fisura
c. Adanya basil tahan asam (BTA) pada kerokan jaringan kulit (slit skin smear). Untuk
memastikan tanda kardinal pertama, selanjutnya dilakukan pemeriksaan gangguan
sensibilitas pada lesi kulit.
Pemeriksaan gangguan rasa raba dilakukan dengan menggunakan usapan ujung kapas
pada lesi. Gangguan terhadap suhu, dapat dilakukan dengan menggunakan dua tabung
reaksi berisi air hangat bersuhu 40 C dan air dingin. Bila pasien tidak dapat
membedakan suhu hangat dan dingin, maka telah terjadi gangguan sensibilitas.
Gangguan terhadap rasa nyeri diperiksa dengan menggunakan ujung jarum. Bila pasien
merasakan ujung jarum tersebut tumpul, maka telah terjadi hipoestesi. Tetapi bila tidak
merasakan sakit, berarti telah terjadi anestesi.

6. Mengetahui dan memahami penularan dan pencegahan dari morbus hansen


PENULARAN
Mekanisme cara penularannya belum diketahui secara pasti. Hal yang paling dipercaya
adalah bahwa penyakit itu ditularkan melalui kontak antara penderita penyakit Kusta
dengan orang yang rentan. Cara penularan bakteri ini diduga melalui cairan dari hidung
yang biasanya menyebar ke udara ketika penderita batuk atau bersin, dan dihirup oleh
orang lain. Dalam kebanyakan kasus, bakteri tersebut tersebar melalui kontak jangka
panjang antara orang yang rentan dengan seseorang yang memiliki penyakit Kusta tapi
belum diobati. Penularan dari manusia ke manusia adalah sumber utama infeksi.

PENCEGAHAN
Memberi pendidikan dan pengetahuan pencegahan penyakit Kusta, perilaku selalu
mencuci tangan setelah beraktivitas, telah mendapatkan imunisasi BCG, selalu menjaga
posisi 45o saat berbicara dengan penderita Kusta, menggunakan masker saat
berinteraksi dengan penderita Kusta, kondisi fisik rumah memenuhi syarat kesehatan
dengan ventilasi, pencahayaan, kebersihan, kelembaban dalam katagori normal / sehat.

7. Mengetahui dan memahami tata laksana (farmakologi dan non-farmakologi)


a. Farmakologis
Multi drug therapy Multi Drug Therapy (MDT) adalah kombinasi dua atau lebih
obat anti kusta, salah satunya rifampisin sebagai anti kusta yang bersifat
bakterisidal kuat sedangkan obat anti kusta lain bersifat bakteriostatik.
Obat MDT tersedia dalam bentuk blister untuk pasien dewasa dan anak berusia
10-14 tahun.
NON FARMAKOLOGI
1. Tatalaksana Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Agar penderita kusta dapat kembali ke masyarakat sebagai manusia yang produktif dan
berguna, melalui layanan rehabilitasi medik berupa terapi fisik, terapi okupasi, pemberian
ortosis dan prosthesis, perawatan luka, supporting psikologis melalui peresepan latihan yang
sesuai yaitu dengan Konseling dan Edukasi Konseling membantu pasien agar menyadari
potensi yang dimiliki dan memanfaatkan potensi mentalnya seoptimal mungkin untuk
meningkatkan kualitas penyesuaian baik dengan dirinya sendiri maupun lingkungannya.
Konseling juga diberikan dengan tujuan untuk mengurangi tingkat antisosial pasien kusta
dengan disabilitas.

VII. KESIMPULAN
Berdasarkan skenario, pria tersebut terkena penyakit morbus hansen atau kusta dengan gejala
bercak putih yang mati rasa atau kebas, tidak berkeringat serta alis menipis. Morbus hansen
disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang dapat menular melalui saluran pernafasan dan
kontak langsung. Diagnosis ditetapkan berdasarkan temuan satu dari tiga tanda kardinal kusta
yaitu kelainan pada kulit, saraf, dan pemeriksaan BTA. Terapi dapat dilakukan secara
farmakologis yaitu dengan pemberian obat MDT yang diberikan tergantung tipe (PB atau MB)
dan usianya (anak atau dewasa). Terapi non farmakologis dengan …. . Pencegahan kusta
dapat dilakukan dengan penerapan PHBS(?).

Anda mungkin juga menyukai