Anda di halaman 1dari 19

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kusta


Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kushtha berarti
kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra disebut juga
Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard
Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen
(Amiruddin, 2012).
Kusta merupakan penyakit menahun yang menyerang syaraf tepi, kulit dan
organ tubuh manusia yang dalam jangka panjang mengakibatkan sebagian
anggota tubuh penderita tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Kemenkes
RI, 2010).

2.2 Klasifikasi Kusta


Terdapat tiga tipe utama penyakit kusta yaitu lepromatous, boderline, dan
tuberkuloid (Amiruddin, 2012):
2.2.1. Tipe lepromatous terdapat pada orang yang tidak mempunyai daya tahan
tubuh dan mycobacterium leprae berkembangbiak di tubuhnya dalam jumlah
tidak terhitung.
2.2.2. Tipe borderline berkembang pada penderita dengan daya tahan tubuh
sedang, daya tahan yang sedang ini dapat mengurangi jumlah mycobacterium
leprae tidak begitu banyak, namun masih cukup banyak yang tinggal dan
berkembang biak dalam tubuh, juga berarti bahwa suatu pertempuran sedang
terjadi antara mycobacterium leprae dan daya tahan tubuh. Tipe borderline
dapat dibagi menjadi tiga yaitu borderline tuberkuloid, boderline borderline
dan borderline lepromatous.
2.2.3. Tipe tuberkuloid terjadi pada penderita dengan daya tahan tubuh yang
tinggi dan sedikit mycobacterium leprae untuk berkembangbiak menjadi
banyak. Tipe indeterminate yang berarti bahwa tipenya tidak dapat diketahui
pada saat sekarang. Kusta indeterminate terjadi pada seseorang dengan daya
5

tahan tubuh sedemikian tinggi sehingga tubuh bisa segera menyembuhkan


penyakitnya tanpa suatu pengobatan. Atau pada orang dengan daya tahan
tubuh yang kurang maka tanda indeterminatenya menjadi lebih jelas.
2.2.4. Mid-borderline leprosy. Jenis kusta ini ditandai dengan plak kemerahan,
kadar mati rasa sedang, serta membengkaknya kelenjar getah bening. Mid-
borderline leprosy dapat sembuh, bertahan, atau berkembang menjadi jenis
kusta yang lebih parah.
2.2.5. Borderline lepromatous leprosy. Jenis kusta ini ditandai dengan lesi yang
berjumlah banyak (termasuk lesi datar), benjolan, plak, nodul, dan terkadang
mati rasa. Sama seperti mid-borderline leprosy, borderline lepromatous
leprosy dapat sembuh, bertahan, atau berkembang menjadi jenis kusta yang
lebih parah.
2.2.6. Lepromatous leprosy. Ini merupakan jenis kusta paling parah yang
ditandai dengan lesi yang mengandung bakteri dan berjumlah banyak, rambut
rontok, gangguan saraf, anggota badan melemah, serta tubuh yang berubah
bentuk. Kerusakan yang terjadi pada lepromatous leprosy tidak dapat kembali
seperti semula.

2.3 Etiologi Kusta


Penyebab kusta adalah kuman mycobacterium leprae. Dimana
microbacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk
batang, dikelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies
Mycobacterium, berukuran panjang 1 – 8 micro, lebar 0,2 – 0,5 micro biasanya
berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan
asam (BTA) atau gram positif, tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan
tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga oleh karena itu
dinamakan sebagai basil “tahan asam”. Selain banyak membentuk safrifit,
terdapat juga golongan organisme patogen (misalnya Mycrobacterium
tuberculosis, Mycrobakterium leprae) yang menyebabkan penyakit menahun
dengan menimbulkan lesi jenis granuloma infeksion. Mycobacterium leprae
belum dapat dikultur pada laboratorium.
6

Kuman Mycobacterium Leprae menular kepada manusia melalui kontak


langsung dengan penderita dan melalui pernapasan, kemudian kuman membelah
dalam jangka 14-21 hari dengan masa inkubasi rata-rata dua hingga lima tahun.
Menurut Kemenkes Jakarta mengatakan bahwa bakteri penyebab kusta terdapat
pada hewan armadillo (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).
Ada beberapa faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang untuk
menderita penyakit ini. Beberapa faktor risiko tersebut di antaranya adalah:
1. Melakukan kontak fisik dengan hewan penyebar bakteri kusta tanpa sarung
tangan. Hewan perantara tersebut di antaranya adalah armadillo.
2. Bertempat tinggal di kawasan endemik kusta.
3. Memiliki kelainan genetik yang berakibat terhadap sistem kekebalan tubuh.

2.4 Manifestasi Klinis Kusta


Menurut (Amiruddin, 2012). Tanda-tanda utama atau Cardinal Sign
penyakit kusta, yaitu:
2.4.1. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa
Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan (hypopigmentasi)
atau kemerah-merahan (erithematous) yang mati rasa (anaesthesi).
2.4.2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf.
Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi
(neuritis perifer). Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa :
a. Gangguan fungsi sensori: mati rasa
b. Gangguan fungsi motoris: kelemahan otot (parese) atau kelumpuhan
(paralise)
c. Gangguan fungsi otonom: kulit kering dan retak-retak.
2.4.3. Adanya bakteri tahan asam (BTA) didalam kerokan jaringan kulit (BTA
positif)
Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta apabila di temukan satu atau
lebih dari tanda-tanda utama diatas. Pada dasarnya sebagian besar penderita
dapat didiagnosis dengan pemeriksaan klinis. Namun demikian pada
penderita yang meragukan dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit.
Apabila hanya ditemukan cardinal sign kedua perlu dirujuk kepada wasor
atau ahli kusta, jika masih ragu orang tersebut dianggap sebagai penderita
yang dicurigai.
7

Tanda-tanda tersangka kusta (suspek):


1. Tanda-tanda pada kulit
a. Bercak/kelainan kulit yang merah atau putih dibagian tubuh
b. Bercak yang tidak gatal dan Kulit mengkilap
c. Adanya bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak berambut
d. Lepuh tidak nyeri.
2. Tanda-tanda pada saraf
a. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau muka
b. Gangguan gerak anggota badan atau bagian muka
c. Adanya cacat (deformitas) dan luka (ulkus) yang tidak mau sembuh.

2.5 Patofisiologi Kusta


Meskipun cara masuk mycrobacterium leprae ke dalam tubuh belum
diketahui secara pasti. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa
penularannya yang paling sering melalui kulit yang lecet, pada bagian tubuh yang
bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Setelah mycrobacterium leprae masuk
ke dalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan
seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat
sistem imunitas seluler (cellular mediated immune) pasien. Kalau sistem imunitas
seluler tinggi, berarti penyakit berkembang ke arah tuberkuloid dan bila rendah,
berarti berkembang ke arah lepromatosa. Mycrobacterium leprae berpredileksi di
daerah-daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah akral dengan
vaskularisasiyang sedikit.
Mycrobacterium leprae terutama terdapat pada sel makrofag disekitar
pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman
masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag untuk
memfagosit.
1. Tipe LL (Lepromatosa) : Terjadi kelumpuhan system imun seluler yang
rendah dimana makrofag tidak mampu menghancurkan kuman, dan dapat
membelah diri dan dengan bebas merusak jaringan.
2. Tipe TT (Tuberkoloid) : Fase system imun seluler yang tinggi dimana
makrofag dapat menghancurkan kuman hanya setelah kuman difagositosis,
terjadi sel epitel yang tidak bergerak aktif, dan kemudian bersatu membentuk
sel, bila tidak segera diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa epitel
menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.
8

Pada reaksi kusta, terjadi peningkatan hipersensitivitas seluler mendadak,


sehingga respon terhadap antigen basil mycrobacterium leprae yang mati dapat
meningkat.Keadaan ini ditunjukkan dengan peningkatan transformasi
limfosit.Tetapi sampai sekarang belum diketahui dengan pasti antigen M. leprae
mana yang mendasari kejadian patologis tersebut dapat terjadi.Determinan antigen
tertentu yang mendasari reaksi penyakit kusta pada tiap penderita mungkin
berbeda. Sehingga gambaran klinisnya dapat berbeda pula sekalipun tipe lepra
sebelum reaksi sama. Determinan antigen banyak didapati pada kulit dan jaringan
saraf. Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena
respons imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan
tingkat reaksi seluler daripada intensitas infeksi. Oleh karena itu penyakit kusta
dapat disebut sebagai penyakit imunologis (Amiruddin 2012).

2.6 Komplikasi Kusta


Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta akibat
kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi
kusta.Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode akut dalam perjalanan
kronis penyakit kusta yang merupakan reaksi kekebalan (respon seluler) atau
reaksi antigen-antibodi (respon humoral) dengan akibat merugikan pasien.Reaksi
ini dapat terjadi pada pasien sebelum mendapat pengobatan, selama pengobatan
dan sesudah pengobatan. Namun sering terjadi pada 6 bulan sampai setahun
sesudah mulai pengobatan (Ayu, 2015).

2.7 Pemeriksaan Penunjang Kusta


2.7.1. Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis atau mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan
tahan asam seperti Ziehl-Neelsen untuk mencari basil tahan asam. Pemeriksaan
dilakukan dengan mengambil sampel dari kerokan jaringan kulit dengan cara
melakukan irisan dan kerokan kecil pada kulit. Pemeriksaan ini biasanya
dilakukan pada kasus yang meragukan untuk memercepat penegakkan
diagnosis.8 Idealnya, dilakukan pengambilan sampel dari setidaknya enam lokasi,
9

yaitu cuping telinga kanan dan kiri serta 2-4 lesi kulit lain yang aktif. Bila
ditemukan basil yang solid, menandakan adanya mikroorganisme yang hidup.
2.7.2. Pemeriksaan Histopatologis
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil irisan lesi kulit atau saraf,
lalu dilakukan pewarnaan hematoksilin-eosin (H&E) atau Faraco-Fite untuk
mencari BTA.10 Fragmen lesi kulit yang diambil adalah bagian yang paling aktif
(merah, terdapat infiltrat dan/atau pembesaran).
2.7.3. Pemeriksaan Serologis
Pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah pemeriksaan serologis.
Pemeriksaan yang ideal masih terus diteliti sampai sekarang. Yang banyak
dipelajari adalah pemeriksaan serologis untuk mendeteksi antibodi terhadap
antigen M. leprae (PGL-1) dengan metode enzyme-linked immunosorbent assay
(ELISA). Adanya antibodi anti PGL-1 dapat menunjukkan adanya bakteri,
membantu menentukan tipe kusta dan memantau hasil terapi.
2.7.4. Pemeriksaan Molekular
Sejak berkembang metode molekular berbasis amplifikasi asam nukleat,
yaitu PCR tahun 1989, pemeriksaan ini sudah digunakan untuk mendeteksi M.
leprae, 10 yang sangat sensitif dan spesifik. Dasar dari pemeriksaan ini adalah
amplifikasi sekuens tertentu dari genom M. leprae dan mengidentifikasi fragmen
deoxyribonucleid acid (DNA) atau ribonucleic acid (RNA) yang diamplifikasi.
Sampel dapat diambil dari berbagai tempat misalnya kerokan jaringan kulit,
biopsi kulit, saliva, swab atau biopsi mukosa mulut, swab atau biopsi fragmen
konka hidung, urin, saraf, darah, sputum, nodus limfatikus, dan rambut (Ayu,
2015).

2.8 Penatalaksanaan Kusta


2.8.1. Penatalaksanaan Farmakologis :
1. Rifampicin
Rifampicin adalah antibiotik yang bekerja menghambat pertumbuhan
bakteri kusta di dalam tubuh. Obat ini berbentuk kapsul dan dikonsumsi secara
oral, alias melalui mulut. Minumlah obat ini dengan segelas air putih 1 jam
sebelum makan atau 2 jam setelah makan.
10

2. Clofazimine
Clofazimine juga merupakan obat yang umum digunakan untuk mengatasi
penyakit lepra. Dokter mungkin akan meresepkan obat ini dengan obat lain seperti
kortison untuk mengobati luka dari penyakit lepra. Obat ini bisa diminum
bersamaan dengan makanan atau susu.
3. Obat Analgesik
Obat analgesik membantu mengurangi rasa nyeri yang diderita penderita
kusta.
2.8.2. Penatalaksanaan Non Farmakologis :
1. Mobilisasi
Pada umunya penderita kusta mengalami imobilisasi sehingga terjadi kelemasan,
maupun kekakuan pada anggota gerak maupun badan, sehingga perlu
dilatih/diajarkan mengenai mobilisasi baik Pasif maupun Aktif. Mobilisasi sangat
penting mengingat penderita kusta biasanya hanya berbaring sehingga perlu
dilakukan pengubahan posisi tiap 2 jam sekali untuk mencegah terjadinya
dekubitus dan Pneumonian (Ayu, 2015).

2.9 Pengkajian Keperawatan Keluarga


Pengkajian pada Keperawatan Keluarga meliputi :
1. Data Keluarga
A. Nama kepala keluarga, usia, pendidikan, pekerjaan, dan alamat kepala
keluarga, komposisi anggota keluarga yang terdiri atas nama atau inisial,
jenis kelamin, tanggal lahir, atau umur, hubungan dengan kepala keluarga ,
status imunisasi dari masing-masing anggota keluarga, dan genogram.

70 68
30

Gambar 2.1 Contoh Genogram


Keterangan :
: Laki-laki
11

: Perempuan
: Meninggal
: Ikatan perkawinan
: Tinggal dalam satu rumah

: Pasien

B. Tipe Keluarga, menjelaskan jenis tipe keluarga beserta kendala atau


masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.
Menurut Friedman (2010) terdapat 8 tipe keluarga :
1. Nuclear famuly (keluarga inti). Terdiri dari orang tua dan anak yang masih
menjadi tanggungannya dan tinggal dalam satu rumah, terpisah dari sanak
keluarga lainnya.
2. Extended family (keluarga besar). Satu keluarga yang terdiri dari satu atau
dua keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah dan saling menunjang
satu sama lain.
3. Single parent family. Satu keluarga yang dikepalai oleh satu kepala
keluarga dan hidup bersama dengan anak-anak yang masih bergantung
kepadanya.
4. Nuclear dyed. Keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri tanpa anak,
tinggal dalam satu rumah yang sama.
5. Blended family. Suatu keluarga yang terbentuk dari perkawinan pasangan,
yang masing-masing pernah menikah dan membawa anak hasil
perkawinan terdahulu.
6. Three generation family. keluarga yang terdiri dari tiga generasi, yaitu
kakek, nenek, bapak, ibu, dan anak dalam satu rumah.
7. Single adult living alone. Betuk keluarga yang hanya terdiri dari satu
orang dewasa yang hidup dalam rumahnya.
8. Middle age atau elderly couple. Keluarga yang terdiri dari sepasang suami
istri paruh baya.
C. Suku bangsa atau latar belakang budaya (etnik), mengkaji asal suku
bangsa keluarga tersebut, serta mengidentifikasi budaya suku bangsa
terkait dengan kesehatan.
12

D. Agama, mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan


yang dapat mempengaruhi kesehatan.
E. Status sosial ekonomi keluarga, ditentukan oleh pendapatan, baik dari
kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu, status sosial
ekonomi keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang
dikeluarkan serta barang-barang yang dimiliki oleh keluarga.
F. Aktivitas rekreasi keluarga dan waktu luang, rekreasi keluarga tidak hanya
dilihat kapan keluarga pergi bersama- sama untuk mengunjungi tempat
rekreasi, namun dengan menonton TV dan mendengarkan radio juga
merupakan aktivitas rekreasi, selain itu perlu dikaji pula penggunaan
waktu luang atau senggang keluarga (Mubarak, 2012).
2. Tahap Dan Riwayat Perkembangan Keluarga
A. Tahap perkembangan keluarga saat ini. Data ini ditentukan dari anak tertua
dalam keluarga. Tahap dan tugas perkembangan keluarga menurut Friedman
(2010) ada 8, yaitu:
1. Keluarga pemula memiliki tugas :
a. membangun perkawinan yang saling memuaskan
b. menghububgkan jaringan persaudaraan secara harminis
c. keluarga berencana (keputusan tentang kedudukan sebagai orangtua

2. Keluarga sedang mengasuh anak memiliki tugas :


a. Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap.
b. Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan
kebutuhan anggota keluarga.
c. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan
d. Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan
menambahkan peran-peran orangtua dan kakek nenek
3. Keluarga dengan anak usia prasekolah memiliki tugas :
a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang bermain,
privasi, keamanan
b. Mensosialisasikan anak
c. Mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi
kebutuhan anak-anak yang lain
d. Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga
4. Keluarga dengan anak usia sekolah memiliki tugas :
a. Mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prastasi sekolah
dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sehat
b. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan
c. Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga.
5. Keluarga dengan anak remaja memiliki tugas :
13

a. Mengembangkan kebebasan dengan tanggungjawab ketika remaja


menjadi dewasa dan semakin mandiri
b. Memfokuskan kembali hubungan perkawinan
c. Berkomunikasi secara terbuka antara orangtua dan anak-anak
6. Keluarga melepaskan anak dewasa muda memiliki tugas :
a. Memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga
baru didapatkan melalui perkawinan anak-anak
b. Melanjutkan untuk memperbaharui dan menyesuaikan kembali
hubungan perkawinan
c. Membantu orangtua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami maupun
istri

7. Orangtua usia pertengahan memiliki tugas :


a. Menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan
b. Mempertahankan hubungan – hubungan yang memuaskan dan penuh
arti dengan para orangtua lansia dan anak-anak
c. Memperkokoh hubungan perkawinan
8. Keluarga lansia memiliki tugas :
a. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
b. Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun
c. Mempertahankan hubungan perkawinan
d. Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan
e. Mempertahankan ikatan keluarga antar generasi
f. Meneruskan untuk memahami eksistensi mereka (penelaahan dan
integrasi hidup)
B. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi. Data ini
menjelaskan mengenai tugas dalam tahap perkembangan keluarga saat ini
yang belum terpenuhi dan alasan mengapa hal tersebut belum terpenuhi.
C. Riwayat keluarga inti. Data ini menjelaskan mengenai penyakit keturunan,
riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga, status imunisasi,
sumber kesehatan yang bisa digunakan serta pengalaman menggunakan
pelayanan kesehatan.
D. Riwayat kesehatan sebelumnya. Data ini menjelaskan riwayat kesehatan
dari pihak suami dan istri.
3. Struktur Keluarga
a. Sistem pendukung keluarga. Data ini menjelaskan mengenai jumlah
anggota keluarga yang sehat, fasilitas keluarga, dukungan keluarga dan
masyarakat sekitar terkait dengan kesehatan dan lain sebagainya.
b. Pola komunikasi keluarga. Data ini menjelaskan mengenai cara
komunikasi dengan keluarga serta frekuensinya.
14

c. Struktur peran. Data ini menjelaskan mengenai peran anggota kelurga dan
masyarakat yang terbagi menjadi peran formal dan informal. Menurut
Nasrul Effendy, (1998) dalam Dion Y, dan Betan Y (2013) Peran yang
terdapat didalam keluarga adalah sebagai berikut :
a. Peran ayah : Ayah sebagai suami dari istri dan anak – anak, berperan
sebagai pencari nafkah,pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman,
sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya
serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
b. Peran ibu : Sebagai istri dan ibu dari anak – anaknya. Ibu mempunyai
peranan untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik
anak – anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari
peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari
nafkah tambahan dalam keluarganya.
c. Peran anak : Anak – anak melaksanakan peranan psikososial sesuai
dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan
spiritual.
d. Nilai/Norma keluarga. Data ini mejelaskan mengenai nilai atau norma
yang dianut keluarga terkait dengan kesehatan.
4. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga didefinisikan sebagai hasil atau konsekwensi dari struktur
keluarga. Lima fungsi keluarga yang paling berhubungan erat saat mengkaji dan
mengintervensi keluarga adalah ;
a. Fungsi Afektif (Fungsi pemeliharaan kepribadian) : untuk stabilitas
kepribadian kaum dewasa, memenuhi kebutuhan – kebutuhan para
anggota keluarga.
b. Sosialisai dan Fungsi penempatan sosial : untuk sosialisasi primer anak –
anak yang bertujuan untuk membuat mereka menjadi anggota masyarakat
yang produktif, dan juga sebagai penganugrahan status anggota keluarga.
c. Fungsi Reproduksi : untuk menjaga kelangsungan keturunan/generasi dan
menambah sumber daya manusia, juga untuk kelangsungan hidup
masyarakat.
d. Fungsi Ekonomis : untuk mengadakan sumber – sumber ekonomi yang
memadai dan mengalokasikan sumber – sumber tersebut secara efektif
15

e. Fungsi Perawat Kesehatan : untuk mengadalan kebutuhan-kebutuhan


fisik–pangan, sandang, papan dan perawatan kesehatan (Setyowati, S dan
Murwani, A, 2010)

5. Tugas Kesehatan Keluarga


Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut :
a. Mengenal masalah kesehatan : kemampuan keluarga dalam mengetahui
penyebab, tanda gejala, komplikasi, serta pencegahan suatu masalah
kesehatan
b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat : kemampuan keluarga
mengambil keputusan untuk mengatasi suatu masalah kesehatan
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit : kemampuan
keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit dan upaya-upaya apa
saja yang di lakukan untuk merawat anggota keluarga yang sakit
d. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat :
kemampuan keluarga dalam perawatan anggota keluarga yang sakit
dengan cara merubah atu memodifikasi tempat tinggal
e. Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan
masyarakat: kemampuan keluarga dalam memanfaatkan pelayanan
kesehatan misalnya puskesmas di lingkungan tempat tinggalnya
(Friedman, 2010).
6. Pola Koping Keluarga
a. Stresor jangka pendek, yaitu stresor yang dialami keluarga yang
memerlukan penyelesaian dalam waktu 6 bulan
b. Stressor jangka panjang, yaitu stresor yang saat ini dialami yang
memerlukan penyelesaian lebih dari 6 bulan
c. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi atau stresor
d. Strategi koping yang digunakan, strategi koping apa yang digunakan
keluarga bila menghadapi permasalahan
e. Strategi fungsional, menjelaskan adaptasi disfungsional yang digunakan
keluarga bila menghadapi permasalahan.

7. Pengkajian Lingkungan
a. Karakteristik rumah. Data ini menjelaskan mengenai luas rumah, tipe,
jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan, penempatan
perawbotan rumah tangga, jenis WC, serta jarakn WC ke sumber air. Data
karakteristik rumah disertai juga dalam bentuk denah.
16

b. Karakteristik tetangga dan komunitas setempat. Data ini menjelaskan


mengenai lingkungan fisik setempat, kebiasaan dan budaya yang
mempengaruhi kesehatan.
c. Mobilitas geografis keluarga. Data ini menjelaskan mengenai kebiasaan
keluarga berpindah tempat.
d. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat. Data ini
menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga berkumpul, sejauh mana
keterlibatan dalam pertemuan dengan masyarakat (Widyanto, 2014).

2.10 Skoring Prioritas Masalah


Skoring : cara menentukan nilai atau bobot suatu masalah adalah :

1. Tentukan skor untuk setiap kriteria


2. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan dengan bobot
3. Jumlahkan skor untuk semua kriteria.
4. Skor tertinggi adalah lima dan sama dengan untuk semua kriteria (Ali,
2010)
Penentuan prioritas dengan kriteria skala :
1. Untuk krteria pertama, prioritas utama diberikan pada tidak atau kurang
sehat karena perlu tindakan segera dan biasanya disadari oleh keluarga.
2. Untuk kriteria kedua perlu diperhatikan :
a. Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi, dan tindakan untuk
menangani masalah.
b. Sumber daya keluarga : fisik, keuangan, tenaga.
c. Sumber daya perawat : pengetahuan, keterampilan, waktu.
d. Sumber daya lingkungan : fasilitas, organisasi, dan dukungan.
3. Untuk kriteria ketiga perlu diperhatikan :
a. Kepelikan dari masalah yang berhubungan dengan penyakit atau
masalah.
b. Lamanya masalah yang berhubungan dengan jangka waktu.
c. Tindakan yang sedang dijalankan atau yang yang tepat untuk
memperbaiki masalah.
d. Adanya kelompok yang beresiko untuk dicegah agar tidak actual dan
menjadi parah.
17

4. Untuk kriteria keempat, perawat perlu menilai perespsii atau bagaimana


keluarga menilai masalah keperawatan tersebut

Tabel 2.1 Skala Prioritas Dalam Menentukan Masalah Kesehatan


1. Masalah keperawatan: Kerusakan integritas kulit
No Kriteria Skala Bobot Skoring Pembenaran
1 Sifat masalah Dapat dilihat dari keadaan
Aktual: 3 3 1 3/3x1= pasien yaitu terdapat luka
Resiko: 2 1 pada kulit dan kulit
Sejahtera: 1 tampak kering.
2 Kemungkinan masalah Kemungkinan keluarga
bisa diubah dapat melakukan
Mudah: 2 2 2 1/2x1= perawatan luka sehari-hari
Sebagian: 1 1 dengan benar setelah
Tidak dapat: 0 diberikan edukasi
perawatan luka yang baik
dan benar
3 Potensial masalah Terkadang keluarga
untuk dicegah pasien enggan melakukan
Tinggi: 3 3 1 2/3x1= perawatan luka
Cukup: 2 2/3
Rendah: 1
4 Menonjolnya masalah Keluarga mengatakan
Segera: 2 2 1 2/2x1= tidak terlalu
Tidak perlu segera: 1 1 mencemaskan luka pasien
Tidak dirasakan: 0 karena tidak terlalu parah
Total skor 3 2/3

2. Masalah keperawatan: Nyeri akut


No Kriteria Skala Bobot Skoring Pembenaran
1 Sifat masalah Dapat dilihat dari keadaan
Aktual: 3 3 1 3/3x1= pasien yang mengatakan
Resiko: 2 1 nyeri pada area yang luka,
Sejahtera: 1 pasien tampak meringis
kesakitan, dan tampak
berhati-hati saat bergerak
2 Kemungkinan masalah Kemungkinan keluarga
bisa diubah dapat melakukan teknik
Mudah: 2 2 2 1/2x1= relaksasi dan distraksi
Sebagian: 1 1 setalah diberikan edukasi
Tidak dapat: 0
3 Potensial masalah Terkadang Keluarga
untuk dicegah enggan mengajarkan dan
18

No Kriteria Skala Bobot Skoring Pembenaran


Tinggi: 3 3 1 2/3x1= mengingatkan pasien
Cukup: 2 2/3 untuk melakukan teknik
Rendah: 1 relaksasi
4 Menonjolnya masalah Pasien mengatakan jika
Segera: 2 2 1 2/2x1= nyeri tiba, pasien tidak
Tidak perlu segera: 1 1 dapat beraktivitas dengan
Tidak dirasakan: 0 bebas sehingga nyeri
harus segera diatasi
Total skor 3 2/3

3. Masalah keperawatan: Gangguan citra tubuh


No Kriteria Skal Bobot Skoring Pembenaran
a
1 Sifat masalah Dapat dilihat dari
Aktual: 3 3 1 3/3x1= keadaan pasien yang
Resiko: 2 1 mengatakan nyeri pada
Sejahtera: 1 area yang luka, pasien
tampak meringis
kesakitan, dan tampak
berhati-hati saat bergerak
2 Kemungkinan masalah Kemungkinan keluarga
bisa diubah dapat memotivasi pasien
Mudah: 2 2 2 2/2x1= untuk meningkatkan
Sebagian: 1 1 pikiran positif pasien
Tidak dapat: 0
3 Potensial masalah Terkadang keluarga lelah
untuk dicegah untuk mengingatkan
Tinggi: 3 3 1 3/3x1= pasien untuk bersikap
Cukup: 2 1 positif
Rendah: 1
4 Menonjolnya masalah Keluarga mengatakan
Segera: 2 2 1 1/2x1= tidak terlalu merasakan
Tidak perlu segera: 1 1/2 adanya masalah
Tidak dirasakan: 0
Total skor 3 1/2
2.11 Diagnosa Keperawatan
Perumusan masalah dilakukan dengan menggunakan data yang diperoleh
dari pengkajian keluarga. Struktur diagnosis keperawatan Keluraga terdiri dari
masalah (problem), penyebab (etiologi) dan atau tanda atau gejala. Diagnosis
keperawatan keluarga merupakan respons keluarga terhadap masalah kesehatan
yang dialami, baik actual, risiko ataupun potensial, yang dapat diatasi dengan
tindakan keperawatan secara mandiri maupun kolektif yang terdiri dari maslah,
etiologi, serta tanda dan gejala (PES) (Ester, 2011)
19

Masalah keperawatan keluarga yang muncul pada pasien dengan kusta


adalah sebagai berikut :
1. Kerusakan integritas kulit dibuktikan dengan pasien mengatakan kulit
terdapat luka dan terasa kering, terdapat Lesi, luka kemerahan dan kulit
kering, terdapat benjolan, kelemahan anggota gerak/badan, kekakuan anggota
gerak/badan.
2. Nyeri akut dibuktikan dengan pasien mengatakan nyeri pada area yang luka,
p: kusta, q: cekot-cekot, r: seluruh badan, s: nyeri ringan (1-3), t: hilang
timbul, takikardi, TD meningkat, pasien tampak meringis kesakitan, pasien
tampak berhati-hati saat bergerak
3. Gangguan citra tubuh dibuktikan dengan pasien biasa merasa malu rendah
diri, karena kondisi kulitnya, pasien tampak menutup diri, pasien tampak
menyembunyikan anggota tubuh yang terdapat luka, pasien tampak tidak mau
bersosialisasi
Etiologi keperawatan keluarga mengacu pada 5 tugas kesehatan keluarga di
bidang kesehatan, yaitu:
1. Mengenal masalah kesehatan: kemampuan keluarga dalam mengetahui
penyebab, tanda gejala, komplikasi, serta pencegahan suatu masalah
kesehatan
2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat: kemampuan keluarga
mengambil keputusan untuk mengatasi suatu masalah kesehatan
3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit: kemampuan keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang sakit dan upaya-upaya apa saja yang di
lakukan untuk merawat anggota keluarga yang sakit
4. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat: kemampuan
keluarga dalam perawatan anggota keluarga yang sakit dengan cara merubah
atu memodifikasi tempat tinggal
5. Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan
masyarakat: kemampuan keluarga dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan
misalnya puskesmas di lingkungan tempat tinggalnya (Friedman, 2010).

2.12 Perencanaan Keperawatan


Perencanaan adalah bagian dari fase diawali dengan merumuskan tujuan
yang ingin dicapai serta rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang ada.
Tujuan dirumuskan untuk mengatasi atau meminimalkan stresor dan intervensi
20

dirancang berdasarkan 3 tingkat pencegahan primer, untuk memperkuat garis


pertahanan fleksibel, pencegahan sekunder untuk memperkuat garis pertahanan
sekunder dan pencegahan tersier untuk memperkuat garis pertahanan resisiten
(Anderson & Mc Farlane 2000 dalam Achjar Komang, 2010)
Rencana asuhan keperawatan pada pasien kusta disusun berdasarkan
diagnosis keperawatan, tindakan keperawatan, dan rasionalasis menurut Doenges (2000)
dalam Ningsih dan Lukman (2012) adalah sebagai berikut :
Dx Tujuan Rencana Evaluasi Intervensi
Kep Umum Khusus Kriteria Standar
1 Kerusakan Keluarga dapat 1. Kaji kulit
integritas merawat setiap hari.
kulit dapat anggota Catat warna,
teratasi keluarga yang turgor,
menderita sirkulasi dan
kusta sensasi.
Gambarkan
lesi dan amati
perubahan
2. Pertahankan/in
1. Psikom Keluarga dapat truksikan
otor menjelaskan dalam hygiene
manfaat dari kulit
hygne kulit 3. Gunting kuku
yaitu untuk secara teratur
mengurangi 4. Berikan
terjadinya salep/obat
infeksi dengan topikal sesuai
cara dengan
1. Membasuh instruksi
kulit dengan dokter
air
2. Keringkan
dengan hati-
hati
3. Lakukan
massae
dengan
menggunaka
n losion atau
krim
21

Dx Tujuan Rencana Evaluasi Intervensi


Kep Umum Khusus Kriteria Standar
2 Nyeri akut Keluarga dapat 1. Kaji nyeri
dapat merawat pasien
teratasi anggota 2. Ajarkan teknik
keluarga yang relaksasi
menderita 3. Kolaborasi
kusta untuk
pemberian
obat analgetik.
1. Psikom Keluarga dapat 4. Mengobservas
otor menjelaskan i TTV pasien
manfaat dari
teknik relaksasi
yaitu untuk
mengurangi
nyeri dengan
cara:
1. Menarik
nafas dalam
melalui
hidung
2. Tahan nafas
selama 2
detik
3. Hembuskan
secara
perlahan
melalui
mulut
4. Lakukan
sampai nyeri
berkurang
3 Gangguan Keluarga dapat 1. Kaji adanya
citra tubuh merawat gangguan pada
dapat anggota citra diri
teratasi keluarga yang pasien
menderita (menghindari
kusta kontak mata,
ucapan yang
merendahkan
diri sendiri,
1. Verbal Keluarga dapat ekspresi
menjelaskan perasaan muak
manfaat dari terhadap
membantu kondisi
pasien dalam kulitnya
mengungkapkan 2. Berikan
perasaannya kesempatan
yaitu dengan untuk
cara: pengungkapan
1. Mendengark perasaannya.
22

Dx Tujuan Rencana Evaluasi Intervensi


Kep Umum Khusus Kriteria Standar
an pasien 3. Anjurkan
dengan cara mengenakan
yang terbuka pakaian
dan tidak tertutup/jaket
menghakimi 4. Berikan
motivasi
2. Verbal Keluarga dapat pasien untuk
menjelaskan selalu berpikir
manfaat dari positif dan
memotivasi mengucap
yaitu dengan syukur
cara:
1. Menguatkan
pasien agar
tetap sabar
dan ikhlas
2. Menguatkan
pasien
bahwa apa
yang dialami
adalah
cobaan dari
tuhan
3. Meminta
pasien untuk
selalu
bersyukur

Anda mungkin juga menyukai