Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes RI,
2016). Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan darah diastolik sedikitnya 90 mmHg (Price &
Wilson, 2016).
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama
dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal, jantung, dan otak bila tidak dideteksi
secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai (Kemenkes RI, 2016).

2.2 Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut Yogiantoro (2016)
terbagi menjadi 5 kelompok yaitu :
1. Normal.
2. Prahipertensi.
3. Hipertensi derajat 1.
4. Hipertensi derajat 2.
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut Yogiantoro 2016
Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Darah (mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80
Parahipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi Derajat 2 >160 >100

2.3 Etiologi
Faktor penyebab hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga,
genetik (faktor resiko yang tidak dapat diubah atau dikontrol), kebiasaan merokok,
konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan minum-
minuman beralkohol, obesitas, kurang aktivitas fisik, stres, penggunaan estrogen
(Kemenkes RI, 2015). Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang
memiliki berat badan lebih atau obesitas dari 20% dan hiperkolesterol mempunyai
resiko yang lebih besar terkena hipertensi.
Pada umumnya penyebab obesitas atau berat badan berlebih dikarenakan
pola hidup (Lifestyle) yang tidak sehat (Rahajeng & Tuminah, 2016). Faktor yang
berpengaruh terhadap timbulnya hipertensibiasanya tidak berdiri sendiri, tetapi
secara bersama-sama sesuai dengan teori mozaik pada hipertensi esensial. Teori
esensial menjelaskan bahwa terjadinya hipertensi disebabkan oleh faktor yang
saling mempengaruhi, dimana faktor yang berperan utama dalam patofisiologi
adalah faktor genetic dan paling sedikit tiga faktor lingkungan yaitu asupan garam,
stres, dan obesitas (Dwi & Prayitno 2015).

2.4 Patofisiologi
Dengan meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia, dapat
diperkirakan insidensi penyakit degeneratif akan semakin meningkat. Salah satu
penyakit degeneratif yang memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi adalah
hipertensi. Hipertensi pada usia lanjut berbeda dengan hipertensi yang dialami oleh
dewasa muda. Patofisiologi hipertensi pada usia lanjut sedikit berbeda dengan
hipertensi yang terjadi pada usia dewasa muda. Faktor-faktor yang berperan dalam
hipertensi pada lanjut usia menurut Hadi & Martono ( 2015 yaitu :

1. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Semakin usia bertambah


makin sensitif terhadap peningkatan dan penurunan kadar natrium.
2. Penurunan elasitisitas pembuluh darah perifer akibat proses penuaan yang
akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya
akan mengakibatkan hipertensi sistolik saja.
3. Perubahan ateromatous akibat proses penuaan yang menyebabkan disfungsi
endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin-sitokin dan
substansi kimiawi yang kemudian menyebabkan resorbsi natrium di tubulus
ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan
lain yang berakibat pada kenaikan tekanan darah.
4. Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat proses
penuaan. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus, hipertensi-
glomerulo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus menerus.
2.5 Jenis-Jenis Hipertensi
Jenis hipertensi menurut Kemenkes RI (2013) adalah :
1. Hipertensi Pulmonal
Suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada
pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas, pusing dan
pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasarkan penyebabnya hipertensi
pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang ditandai dengan penurunan toleransi
dalam melakukan aktivitas dan gagal jantung kanan (Kemenkes RI, 2013
). Hipertensi pulmonal primer sering didapatkan pada usia muda dan usia
pertengahan, lebih sering didapatkan pada perempuan dengan perbandingan 2:1,
angka kejadian pertahun sekitar 2-3 kasus per 1 juta penduduk, sampai timbulnya
gejala penyakit sekitar 2-3 tahun. Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal oleh
National Institute of Health (2016) yatitu bila tekanan sistolik arteri pulmonalis
lebih dari 35 mmHg atau tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg pada saat
istirahat atau lebih 30 mmHg pada aktifitas dan tidak didapatkan adanya kelainan
katup pada jantung kiri, penyakit myokardium, penyakit jantung kongenital dan
tidakadanya kelainan paru.
2. Hipertensi Pada Kehamilan
Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi yang umumnya terdapat pada saat
kehamilan menurut Prayitno (2015) yaitu:
a. Preeklampsia-eklampsia atau disebut juga sebagai hipertensi yang
diakibatkan kehamilan/keracunan kehamilan (selain tekanan darah yang
meninggi, juga didapatkan kelainan pada air kencingnya). Preeklamsi
adalah penyakit yang timbul dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan.
b. Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang sudah ada sejak sebelum ibu
mengandung janin.
c. Preeklampsia pada hipertensi kronik, yang merupakan gabungan
preeklampsia dengan hipertensi kronik.
d. Hipertensi gestasional atau hipertensi yang sesaat. Penyebab hipertensi
dalam kehamilan sebenarnya belum jelas. Ada yang mengatakan bahwa hal
tersebut diakibatkan oleh kelainan pembuluh darah, ada yang mengatakan
karena faktor diet, tetapi ada juga yang mengatakan disebabkan factor
keturunan, dan lain sebagainya.
2.6 Faktor-faktor Resiko yang Mempengaruhi Hipertensi
Faktor yang mempengaruhi hipertensi dikelompokkan faktor-faktor yang
dapat diubah dan tidak dapat diubah.
1) Faktor hipertensi tidak dapat diubah
a. Faktor Jenis Kelamin
Pada keseluruhan insiden, hipertensi lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan wanita sampai kira-kira usia 55 tahun. Resiko pada pria dan
wanita hampir sama antara usia 55 sampai 74 tahun; kemudian, setelah usia
74 tahun, wanita beresiko lebih besar.
b. Faktor Genetic
Hipertensi pada orang yang mempunyai riwayat hipertensi dalam keluarga
sekitar 15-35%. Hipertensi terjadi pada 60% laki-laki dan 330-40%
perempuan, hipertensi usia dibawah 55 tahun terjadi 3,8 kali lebih sering
pada orang dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.
c. Faktor Usia
Kepekaan terhadap hipertensi akan meningkat seiring dengan bertambahnya
umur seseorang. Individu yang berumur diatas 60 tahun, 50-60%
mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmhg. Hal
ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah
usia (Susilo, 2015).
2) Faktor yang dapat diubah
a. Pendidikan
Hipertensi berhubungan terbaik dengan tingkat edukasi, orang
berpendidikan tinggi mempunyai informasi kesehatan termasuk hipertensi
dan mudah menerima gaya hidup sehat, seperti diet sehat, olahraga, dan
memelihara berat badan ideal.

b. Kontrasepsi Oral
Peningkatan kecil tekanan darah terdiri pada kebanyakan perempuan yang
menggunakan kontrasepsi oral, tetapi peningkatan besar kadang terjadi. Hal
ini disebabkan ekspansi volume karena peningkatan sintesis hepatis hepatic
substratrenin dan aktivasi system renin-angiotensin-aldosteron.
c. Diet Garam Natrium
Natium intraseluler meningkat dalam sel darah dan jaringan lain pada
hipertensi primer (esensial). Hal ini dapat disebabkan abnormalitas
pertukaran Na-K dan mekanisme transport Na lain. Peningkatan Na
intraseluler dapat menjalankan peningkatan Ca intraseluler sebagai hasil
pertukaran yang difasilitasi dan dapat menjelaskan otot polos vaskuler yang
karakteristik pada hipertensi. Asupan garam dapat menyebabkan rigiditas
otot polos vascular oleh karena itu asupan garam berlebihan dapat
menyebabkan hipertensi.
d. Obesitas
Obesitas terjadi pada 64% pada pasien hipertensi. Lemak badan
mempengaruhi kenaikan tekanan darah dan hipertensi. Penurunan berat
badan menurunkan tekanan darah pada pasien obesitas dan memberikan
efek menguntungkan pada faktor resiko terkait, seperti resistensi insulin,
hyperlipidemia, dan hipertrofi ventrikel kiri.
e. Rokok menghasilkan nikotin dan karbon monoksida, suatu vasokonstriktor
poten menyebabkan hipertensi. Merokok meningkatkan tekanan darah juga
melalui peningkatan neropinerpin plasma dari saraf simpatik.

2.7 Manifestasi Klinis

1. Sakit kepala parah


2. Pusing
3. Penglihatan buram
4. Mual
5. Telinga berdenging
6. Kebingungan
7. Detak jantung tak teratur
8. Kelelahan
9. Nyeri dada
10. Sulit bernapas
11. Darah dalam urin
12. Sensasi berdetak di dada, leher, atau telinga

2.8 Komplikasi
Menurut Julianti (2009) komplikasi penyakit hipertensi antara lain:
1. Kerusakan dan angguan pada otak
Tekanan yang tinggi pada pembuluh darah pada otak mengakibatkan
pembuluh darah ke otak berkurang dan menyebabkan otak kekurangan oksigen.
Pembuluh darah di otak sangat sensitif sehingga apabila terjadi kerusakan atau
gangguan di otak akan menimbulkan perdarahan yang dikarenakan oleh pecahnya
pembuluh darah.
2. Gangguan Kerusakan Mata
Tekanan darah melemahkan bahkan merusak pembuluh darah di belakang
mata. Gejalanya yaitu pandangan kabur dan berbayang.
3. Gangguan dan Kerusakan Jantung
Akibat tekanan darah yang tinggi, jantung harus memompa darah dengan
tenaga yang ekstra keras. Otot jantung makin lemah sehingga kehabisan energi
untuk memompa. Gejalanya yaitu pembengkakan pada pergelangan kaki,
peningkatan berat badan, dan nafas yang tersengal-sengal.
4. Ganguan dan Kerusakan Ginjal
Ginjal berfungsi untuk menyaring darah serta mengeluarkan air dan zat sisa
yang tidak diperlukan tubuh. Ketika tekanan darah terlalu tinggi, pembuluh darah
di ginjal akan rusak dan tidak mampu lagi untuk menyaring darah dan
menegluarkan zat sisa.

2.9 Pemeriksaa Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik hipertensi menurut Sudarta (2013) adalah :
1. ECG : Peninggian gelombang P indikasi hipertensi
2. Radiologi : Thorax foto : Mendeteksi adanya klasifikasi area katup
3. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebri
4. Laboratorium : Ureum, creatinin, dam elektrolit.

2.10 Penatalaksaan
Penanatalaksanaan pada hipertensi di bsgi menjadi 2 yaitu penatalaksanaan
farmakologi dan non farmakologi.
1. Terapi farmakologi
Pemilihan obat pada poenderita hipertensi tergantung pada derajat
meningkatnya tekanan darah dan keberadaan compelling indication. Terdapat enam
compelling indication yang diidentifikasikan yaitu gagal jantung, paska infark
miokardial, resiko tinggi penyakit coroner, diabetes melitus, gagal ginjal kronik,
dan pencegahan serangan stroke berulang. Pilihan obat tanpa compelling indication
pada hipertensi ringan (stadium I) adalah diuretic thiazide umumnya dapat
dipertimbangkan inhibitor ACE, ARB, β bloker, CCB/ kombinasi. Pada (stadium
II) biasanaya kombinasi 2 obat yaitu deuretik thiazhide dengan inhibitor ACE atau
ARB, atau β bloker. Deuretik dipilih untuk mengenai efek peningkatan volume dan
natrium karena menurunnya fungsi ginjal sehingga menyebabkan cairan dan
natrium terakumulasi yang dapat memengaruhi tekanan darah arteri. Deuretik
berguna untuk menurunkan tekanan darah dengan cara mengosongkan natrium
tubuh dan menurunkan volume darah (Katzung, 2010).
Angiotensin-converting enzyme (ACE) membantu produksi angiotensin Ii
yang berperan penting dalam regulasi tekanan darah arteri. Inhibitor ACE
mencegah perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II (vasokonstriktor
potensial dan stimulus sekresi aldosteron). Inhibitor ACE ini juga mencegah
degradasi bradykinin dan menstimulasi sintesis senyawa vasodilator lainnya
termasuk prostaglandin E 2 dan prostasiklin. Sediaan inhibitor ACE yang yang
beredar yaitu Captopril, Benazepril, Delapril, Fosinopril, dan pridopil (Sukandar
dkk, 2009).
2. Terapi non farmakologi
Penatalaksanaan nonfarmakologi yaitu modifikasi gaya hidup dan terapi.
JNC VII memberikan alur penanganan dan pasien hipertensi yang paling utama
adalah memodifikasi gaya hidup, jika respon tidak adekuat maka dapat diberikan
pilihan obat dengan efektifitas tertinggi dengan efek samping terkecil dan
penerimaan serta kepetuhan pasien. Memodifikasi gaya hidup dalam hal ini
termasuk penurunan berat badan jika kelebihan berat badan (obesitas), melakukan
diet makanan, mengurangi asupan natrium, mengurangi konsumsi alkohol,
menghentikan kebiasaan merokok, dan melakukan aktivitas fisik dan senam
(Smeltzer & Bare, 2011).
a. Penurunan berat badan dan natrium
Pengurangan berat badan telah terbukti menormalkan tekanan darah sampai
dengan 75% pada pasien kelebihan berat badan dengan hipertensi ringan hingga
sedang. Pembatasan asupan natrium merupakan pengontrolan efektif bagi
banyak pasien hipertensi ringan. Pembatasan natrium dapat dilakukan dengan
tidak memberi garam pada makanan selama atau sesudah masak dan dengan
menghindari makanan yang dawetkan dengan natrium yang besar. Bahwa diet
yang kaya buah dan sayuran dan dengan produk sedikit lemak dapat
menurunkan tekanan darah (Katzung, 2010).
b. Aktivitas fisik dan senam
Aktivitas fisik (olahraga) dapat menurunkan tekanan darah dan dapat
memperbaiki profil lemak darah, yaitu menurunkan kadar total kolesterol, LDL
dan Trigliserida. Olahraga yang tepat dapat menurunkan hiprtensi, obesitas,
serta diabetes melitus.
c. Pembatasan konsumsi alkohol dan merokok
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kematian
kardiovaskuler. Merokok merupakan salah satu factor resiko kuat terjadinya
penyakit kardiovaskuler. Merokok menyebabkan kenaikan tekanan darah dan
detak jantung setelah 15 menit menghirup satu batang rokok. Perokok memiliki
resiko 2-6 kali terjadi penyakit jantung coroner dan 3 kali terjadinya stroke.
Meskipun merokok diketahui dapat meningkatkan resiko pada perkembangan
hipertensi tetapi tidak ada penelitian yang menunjukkan berhenti merokok dapat
menurunkan tekanan darah secara lansung pada pasien hipertensi.
d. Senam Anti Stroke
Olahraga seperti senam anti stroke mampu mendorong jantung bekerja secara
optimal, dimana olahraga mampu meningkatkan kebutuhan energi oleh sel,
jaringan dan organ tubuh, dimana akibatnya dapat meningkatkan aliran balik
vena sehingga menyebabkan volume sekuncup yang akan langsung
meningkatkan curah jantung sehingga menyebabkan tekanan darah arteri
meningkat, setelah tekanan darah arteri meningkat akan terlebih dahulu, dampak
dari fase ini mampu menurunkan aktivitas pernafasan dan otot rangka yang
menyebabkan aktivitas saraf simpatis menurun, setelah itu akan menyebabkan
kecepatan denyut jantung menurun, volume sekuncup menurun, vasodilatasi
arteriol vena, karena ini mengakibatkan penurunan curah jantung dan penurunan
resistensi perifer total, sehingga terjadinya penurunan tekanan darah (Sherwood,
2005).
e. Pijat Refleksi
Pijat refleksi adalah suatu praktik memijat titik-titik tertentu pada tangan dan
kaki. Manfaat pijat refleksi untuk kesehatan sudah tidak perlu diragukan lagi.
Salah satu khasiatnya yang paling populer adalah untuk mengurangi rasa sakit
pada tubuh. Manfaat lainnya adalah mencegah berbagai penyakit, meningkatkan
daya tahan tubuh, membantu mengatasi stress, meringankan gejala migrain,
membantu penyembuhan penyakit kronis, dan mengurangi ketergantungan
terhadap obatobatan (Wahyuni, 2014). Hasil penelitian ini diperkuat oleh
Nugroho (2012), menunjukkan bahwa pijat refleksi kaki lebih efektif dibanding
hipnoterapi dalam menurunkan tekanan darah. Hal tersebut juga dijelaskan oleh
Dalimartha (2008) teknik pemijatan berdampak terhadap lancarnya sirkulasi
aliran darah dengan menyeimbangkan aliran energi di dalam tubuh serta
mengendurkan ketegangan otot. Meskipun teknik pemijatan tidak akan
berdampak banyak pada penderita hipertensi berat, tetapi beberapa penelitian
telah membuktikan bahwa massase dapat menurunkan tekanan darah pada
penderita hipertensi ringan dan sedang.
f. Rendam Kaki
Pengobatan hipertensi secara non-farmakologis dapat dilakukan dengan
mengubah gaya hidup yang lebih sehat, salah satunya terapi merendam kaki
dengan air hangat. Secara ilmiah air hangat mempunyai dampak fisiologis bagi
tubuh, pertama berdampak pada pembuluh darah dimana hangatnya air membuat
sirkulasi darah menjadi lancar, menstabilkan aliran darah dan kerja jantung serta
faktor pembebanan di dalam air yang akan menguatkan otot-otot dan ligament
yang mempengaruhi sendi tubuh (Lalage, 2015). Air hangat akan merangsang
dilatasi atau pelebaran pembuluh darah sehingga peredaran darah menjadi lancar
yang akan mempengaruhi tekanan dalam ventrikel. Aliran darah menjadi lancar
sehingga darah dapat terdorong ke dalam jantung dan dapat menurunkan tekanan
sistolik. Saat ventrikel berelaksasi, tekanan dalam ventrikel turun drastis, akibat
aliran darah yang lancar sehingga menurunkan tekanan diastolik (Perry & Potter,
2006).

2.9 Asuhan Keperawatan Teori


2.9.1 Pengkajian Keperawatan
Pada pemeriksaan riwayat kesehatan pasien, bisanya didapat adanya riwayat
peningkatan tekanan darah, adanya riwayat keluarga dengan penyakit yang sama,
dan riwayat meminum obat antihipertensi
1. Dasar-dasar pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
1) Gejala : Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
2) Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
dan takipnea.
b. Sirkulasi
1) Gejala: Riwayat hipertensi, aterosklorosis, penyakit jantung coroner, dan
penyakit serebrovaskuler. Dijumpai pula episode palpitasi serta
perspirasi.
2) Tanda :Kenaikan tekanan darah (pengukuran serial dari kenaikan darah)
diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Hipotensi postural mungkin
berhubungan dengan regimen obat.
3) Nadi :Denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis. Perbedaan denyut
femoral melambat sebagai kompensasi denyutan radialis/brakhialis ;
denyut (popliteal, tibialis posterior,dan pedalis) tidak terba atau lemah
4) Denyut apical: PMI kemungkinan bergeser atau sangat kuat.
5) Frekuensi / irama : Takikardi, berbagai disritmia
6) Bunyi jantung:Terdengar S2 pada dasr, S3 (CHF dini), dan S4
(pengerasan ventrikel kiri/hipertropi ventrikel kiri)
7) Murmur stenosis valvular
8) Desiran vascular terdengar diatas karotis, vemoralis, atau epigastrum
(stenosis arteri)
9) DVJ (distensi vena jugularis dan kongesti vena).
10) Ekstremitas : Perubahan warna kulit, suhu dingin ( vasokontriksi
periver); pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda (vasokontriksi)
11) Kulit pucat, sianosis, dan diaphoresis (kongesti, hipoksemia). Bisa
juga kulit berwarna kemerahan (feokromositoma).
1) Integritas Ego
a. Gejala : Riwayat kepribadian, ansietas, depresi, euporia, atau marakronik
(dapat mengindikasikan kerusakan serebral). Selain itu, juga ada factor-
faktor multiple,,seperti hubungan, keuangan, atau hal-hal yang berkaitan
dengan pekerjaan.
b. Tanda : Letupan suasana hati , gelisah, penyempitan kontinu perhatian,
tangisan yang meledak, gerak tangan empati, otot muka tegang (khususnya
sekitar mata), gerakan fisik cepat, dan peningkatan pola bicara.
2) Eliminasi
Gejala : Adanya gangguan ginjal saat ini atau yang telah lalu, seperti
infeksi/obsturksi atau riwayat penyakit ginjal masa lalu.
3) Makanan/cairan
a. Gejala
1) Makanan yang disukai dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi
lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng, keju, telur),
gula-gula yang berwarna hitam, dan kandungan tinggi kalori.
2) Mual dan muntah
3) Perubahan berat badan (meningkat/turun)
4) Riwayat penggunaan obat diuretic
b. Tanda
1) Berat badan normal, bisa juga mengalami obesitas
2) Adanya edema (mungkin umum atau edema tertentu); kongesti vena,
DVJ, dan glikosuria (hamper 10% pasien hipertensi adalah penderita
diabetes)
4) Neurosensori
Gejala : Keluhan pening/pusing, berdenyut, sakit kepala suboksipital
(terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam)
5) Hipertensi
a. Gejala
1) Episode kebas atau kelemahan pada satu sisi tubuh
2) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur).
3) Episode epistaksis
b. Tanda
1) Status mental : Perubahan keterjagaan, orientasi, pola atau
isi bicara, efek, proses pikIr, atau memori.
2) Respon motoric : Penurunan kekuatan genggaman tangan atau
reflex, tendon dalam,perubahan-perubahan retinal optic (dari
penyempitan arteri rinagn sampai berat dan perubahan sklerotik
dengan edema atau pupil edema, eksudat, dan hemoragik
tergantung pada berat atau lamanya hipertensi).
6) Nyeri/ketidaknyamanan
a. Angina (penyakit arteri coroner/keterlibatan jantung)
b. Nyeri hilang timbul pada tungkai atau klaudikasi (indikasi
arteriosisklerosis pada erteri ekstremitas bawah)
c. Sakit kepala oksipital berat, seperti yang pernah terjadi sebelumnya
d. Nyeri abdomen/massa feokromositoma)
7) Pernapasan
Secara umum, gangguan ini berhubungan dengan efek kardiopulmonal,
tahap lanjut dari hipertensi menetap/berat.
a. Gejala
1. Dyspnea yang berikatan dengan aktivitas atau kerja
2. Takipnea,ortopnea,dyspnea nocturnal paroksismal
3. Batuk dengan atau tanpa pembentukan sputum
4. Riwayat merokok
b. Tanda
1. Disters respirasi/penggunaan otot aksesori pernapasan
2. Bunyi napas tambahan (krakles/mengi)
3. Sianosis
8) Keamanan
a. Gangguan koordinasi/cara berjalan
b. Episode parestesia unilateral transient
c. Hipotensi postural
9) Pembelajaran/penyuluhan
a. Factor-faktor resiko keluarga, seperti hipertensi,aterosklerosis, penyakit
jantung, diabetes mellitus, dan penyakit serebrovaskular/ginjal
b. Factor-faktor resiko etnik, seperti orang Afrika-Amerika, Asia
Tenggara
c. Penggunaan pil KB atau hormone lain dan penggunaan obat/alcohol.

2.9.2 Diagnosa Keperawatan


1) Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokontriksi, iskemi miokard,
hipertrofi/rigiditas ventrikuler.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3) Perubahan kenyamanan (nyeri kepala akut) berhubungan dengan
peningkatan tekanan vascular otak.
4) Risiko tinggi terhadap injuri atau trauma fisik berhubungan dengan
pandangan kabur, rupture pembuluh darah otak, epistaksis.
5) Perubahan nutrisi (lebih dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan
kelebihan asupan makanan, gaya hidup, kebiasaan, atau budaya.
6) Kurang pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi

2.9.3 Perencanaan Keperawatan


1) Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokontriksi, iskemi miokard, hipertrofi/rigiditas
ventrikuler.
a. Monitor tekanan darah, ukur pada kedua ekstremitas baik lengan maupun
kaki pada awal evaluasi. Gunakan ukuran manset dan cara pengukuran yang
tepat.
b. Catat kualitas denyutan sentral dan perifer.
c. Auskultasi suara napas dan bunyi jantung.
d. Observasi warna kulit, kelembapan, suhu kulit, dan waktu pengisian
kembali kapiler.
e. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman, batasi jumlah pengunjung.
f. Pertahankan pembatasan aktivitas, buat jadwal terapi yang tidak
mengganggu masa istirahat klien.
g. Bantu klien memenuhi perawatan dirinya, sesuai kebutuhan.
h. Berikan diet rendah garam dan pembatasan cairan

i. Nilai intake cairan dan produksi urine per 24 jam (intake-output cairan)

j. Kolaborasi pemberian terapi sesuai indikasi :

a. Diuretic Thiazid (chlorothiazide, hydrochlorothiazide,


bendroflumethiazid).
b. Diuretic loop (furosemide, ethacrynic acid, bumetadine).
c. Potassium-sparing diuretic (spironolactone, triamterene, amiloride).
d. Penghambat simpatis atau β blocker (propranolol, metoprolol, atenolol,
nadolol, methyldopa, reserpine, clonidine).
e. Vasodilator (monoxidil, hydralazine, prazosin.
f. Calcium channel blocker (nifedipine, verapamil).
g. Ganglion blocker (guanetidine, trimethaphan).
h. ACE inhibitor (captopril).
k. Monitor efek samping pengobatab antihipertensi.

2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,


ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
a. Kaji respon klien terhadap aktivitas dan catat : denyut nadi (denyut jantung
aktivitas ≤ 20 bpm dari denyut jantung istirahat) : catat tekanan darah pasca-
aktivitas (sistolik meningkat 40 mmHg dan diatolik meningkat 20 mmHg) :
keluhan sesak napas, nyeri dada, keletihan yang sangat, diaphoresis, pusing
atau syncope.
b. Anjurkan klien menggunakan teknik penghematan tenaga saat beraktivitas,
seperti mandi, menyisir rambut, atau menggosok gigi dengan posisi duduk,
dan lain-lain. Bantu pemenuhan aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan

3) Perubahan kenyamanan (nyeri kepala akut) berhubungan dengan peningkatan


tekanan vascular otak.
a. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan.
b. Berikan tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es,
posisi nyaman, teknik relaksasi dan distraksi.
c. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik.

4) Risiko tinggi terhadap injuri atau trauma fisik berhubungan dengan


pandangan kabur, rupture pembuluh darah otak, epistaksis.
a. Pertahankan bed rest selama fase akut
b. Berikan tindakan kenyamanan untuk mengurangi rasa sakit kepala seperti
masase punggung dan leher, elevasi kepala, kompres hangat di dahi atau leher,
teknik relaksasi, meditasi imaginasi terbimbing, distraksi, dan aktivitas
diversional.
c. Kurangi aktivitas yang merangsang aktivitas simpatis yang makin
memperberat sakit kepala seperti batuk lama, ketegangan saat defekasi.
d. Bantu klien saat ambulasi
e. Kaji ulang visus klien, tanyakan keluhan terhadap pandangan kabur
f. Kolaborasi pemberian pengobatan.
a. Analgesic
b. Tranquilizer (diazepam)

Anda mungkin juga menyukai