TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes RI,
2016). Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan darah diastolik sedikitnya 90 mmHg (Price &
Wilson, 2016).
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama
dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal, jantung, dan otak bila tidak dideteksi
secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai (Kemenkes RI, 2016).
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut Yogiantoro (2016)
terbagi menjadi 5 kelompok yaitu :
1. Normal.
2. Prahipertensi.
3. Hipertensi derajat 1.
4. Hipertensi derajat 2.
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut Yogiantoro 2016
Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Darah (mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80
Parahipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi Derajat 2 >160 >100
2.3 Etiologi
Faktor penyebab hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga,
genetik (faktor resiko yang tidak dapat diubah atau dikontrol), kebiasaan merokok,
konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan minum-
minuman beralkohol, obesitas, kurang aktivitas fisik, stres, penggunaan estrogen
(Kemenkes RI, 2015). Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang
memiliki berat badan lebih atau obesitas dari 20% dan hiperkolesterol mempunyai
resiko yang lebih besar terkena hipertensi.
Pada umumnya penyebab obesitas atau berat badan berlebih dikarenakan
pola hidup (Lifestyle) yang tidak sehat (Rahajeng & Tuminah, 2016). Faktor yang
berpengaruh terhadap timbulnya hipertensibiasanya tidak berdiri sendiri, tetapi
secara bersama-sama sesuai dengan teori mozaik pada hipertensi esensial. Teori
esensial menjelaskan bahwa terjadinya hipertensi disebabkan oleh faktor yang
saling mempengaruhi, dimana faktor yang berperan utama dalam patofisiologi
adalah faktor genetic dan paling sedikit tiga faktor lingkungan yaitu asupan garam,
stres, dan obesitas (Dwi & Prayitno 2015).
2.4 Patofisiologi
Dengan meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia, dapat
diperkirakan insidensi penyakit degeneratif akan semakin meningkat. Salah satu
penyakit degeneratif yang memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi adalah
hipertensi. Hipertensi pada usia lanjut berbeda dengan hipertensi yang dialami oleh
dewasa muda. Patofisiologi hipertensi pada usia lanjut sedikit berbeda dengan
hipertensi yang terjadi pada usia dewasa muda. Faktor-faktor yang berperan dalam
hipertensi pada lanjut usia menurut Hadi & Martono ( 2015 yaitu :
b. Kontrasepsi Oral
Peningkatan kecil tekanan darah terdiri pada kebanyakan perempuan yang
menggunakan kontrasepsi oral, tetapi peningkatan besar kadang terjadi. Hal
ini disebabkan ekspansi volume karena peningkatan sintesis hepatis hepatic
substratrenin dan aktivasi system renin-angiotensin-aldosteron.
c. Diet Garam Natrium
Natium intraseluler meningkat dalam sel darah dan jaringan lain pada
hipertensi primer (esensial). Hal ini dapat disebabkan abnormalitas
pertukaran Na-K dan mekanisme transport Na lain. Peningkatan Na
intraseluler dapat menjalankan peningkatan Ca intraseluler sebagai hasil
pertukaran yang difasilitasi dan dapat menjelaskan otot polos vaskuler yang
karakteristik pada hipertensi. Asupan garam dapat menyebabkan rigiditas
otot polos vascular oleh karena itu asupan garam berlebihan dapat
menyebabkan hipertensi.
d. Obesitas
Obesitas terjadi pada 64% pada pasien hipertensi. Lemak badan
mempengaruhi kenaikan tekanan darah dan hipertensi. Penurunan berat
badan menurunkan tekanan darah pada pasien obesitas dan memberikan
efek menguntungkan pada faktor resiko terkait, seperti resistensi insulin,
hyperlipidemia, dan hipertrofi ventrikel kiri.
e. Rokok menghasilkan nikotin dan karbon monoksida, suatu vasokonstriktor
poten menyebabkan hipertensi. Merokok meningkatkan tekanan darah juga
melalui peningkatan neropinerpin plasma dari saraf simpatik.
2.8 Komplikasi
Menurut Julianti (2009) komplikasi penyakit hipertensi antara lain:
1. Kerusakan dan angguan pada otak
Tekanan yang tinggi pada pembuluh darah pada otak mengakibatkan
pembuluh darah ke otak berkurang dan menyebabkan otak kekurangan oksigen.
Pembuluh darah di otak sangat sensitif sehingga apabila terjadi kerusakan atau
gangguan di otak akan menimbulkan perdarahan yang dikarenakan oleh pecahnya
pembuluh darah.
2. Gangguan Kerusakan Mata
Tekanan darah melemahkan bahkan merusak pembuluh darah di belakang
mata. Gejalanya yaitu pandangan kabur dan berbayang.
3. Gangguan dan Kerusakan Jantung
Akibat tekanan darah yang tinggi, jantung harus memompa darah dengan
tenaga yang ekstra keras. Otot jantung makin lemah sehingga kehabisan energi
untuk memompa. Gejalanya yaitu pembengkakan pada pergelangan kaki,
peningkatan berat badan, dan nafas yang tersengal-sengal.
4. Ganguan dan Kerusakan Ginjal
Ginjal berfungsi untuk menyaring darah serta mengeluarkan air dan zat sisa
yang tidak diperlukan tubuh. Ketika tekanan darah terlalu tinggi, pembuluh darah
di ginjal akan rusak dan tidak mampu lagi untuk menyaring darah dan
menegluarkan zat sisa.
2.10 Penatalaksaan
Penanatalaksanaan pada hipertensi di bsgi menjadi 2 yaitu penatalaksanaan
farmakologi dan non farmakologi.
1. Terapi farmakologi
Pemilihan obat pada poenderita hipertensi tergantung pada derajat
meningkatnya tekanan darah dan keberadaan compelling indication. Terdapat enam
compelling indication yang diidentifikasikan yaitu gagal jantung, paska infark
miokardial, resiko tinggi penyakit coroner, diabetes melitus, gagal ginjal kronik,
dan pencegahan serangan stroke berulang. Pilihan obat tanpa compelling indication
pada hipertensi ringan (stadium I) adalah diuretic thiazide umumnya dapat
dipertimbangkan inhibitor ACE, ARB, β bloker, CCB/ kombinasi. Pada (stadium
II) biasanaya kombinasi 2 obat yaitu deuretik thiazhide dengan inhibitor ACE atau
ARB, atau β bloker. Deuretik dipilih untuk mengenai efek peningkatan volume dan
natrium karena menurunnya fungsi ginjal sehingga menyebabkan cairan dan
natrium terakumulasi yang dapat memengaruhi tekanan darah arteri. Deuretik
berguna untuk menurunkan tekanan darah dengan cara mengosongkan natrium
tubuh dan menurunkan volume darah (Katzung, 2010).
Angiotensin-converting enzyme (ACE) membantu produksi angiotensin Ii
yang berperan penting dalam regulasi tekanan darah arteri. Inhibitor ACE
mencegah perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II (vasokonstriktor
potensial dan stimulus sekresi aldosteron). Inhibitor ACE ini juga mencegah
degradasi bradykinin dan menstimulasi sintesis senyawa vasodilator lainnya
termasuk prostaglandin E 2 dan prostasiklin. Sediaan inhibitor ACE yang yang
beredar yaitu Captopril, Benazepril, Delapril, Fosinopril, dan pridopil (Sukandar
dkk, 2009).
2. Terapi non farmakologi
Penatalaksanaan nonfarmakologi yaitu modifikasi gaya hidup dan terapi.
JNC VII memberikan alur penanganan dan pasien hipertensi yang paling utama
adalah memodifikasi gaya hidup, jika respon tidak adekuat maka dapat diberikan
pilihan obat dengan efektifitas tertinggi dengan efek samping terkecil dan
penerimaan serta kepetuhan pasien. Memodifikasi gaya hidup dalam hal ini
termasuk penurunan berat badan jika kelebihan berat badan (obesitas), melakukan
diet makanan, mengurangi asupan natrium, mengurangi konsumsi alkohol,
menghentikan kebiasaan merokok, dan melakukan aktivitas fisik dan senam
(Smeltzer & Bare, 2011).
a. Penurunan berat badan dan natrium
Pengurangan berat badan telah terbukti menormalkan tekanan darah sampai
dengan 75% pada pasien kelebihan berat badan dengan hipertensi ringan hingga
sedang. Pembatasan asupan natrium merupakan pengontrolan efektif bagi
banyak pasien hipertensi ringan. Pembatasan natrium dapat dilakukan dengan
tidak memberi garam pada makanan selama atau sesudah masak dan dengan
menghindari makanan yang dawetkan dengan natrium yang besar. Bahwa diet
yang kaya buah dan sayuran dan dengan produk sedikit lemak dapat
menurunkan tekanan darah (Katzung, 2010).
b. Aktivitas fisik dan senam
Aktivitas fisik (olahraga) dapat menurunkan tekanan darah dan dapat
memperbaiki profil lemak darah, yaitu menurunkan kadar total kolesterol, LDL
dan Trigliserida. Olahraga yang tepat dapat menurunkan hiprtensi, obesitas,
serta diabetes melitus.
c. Pembatasan konsumsi alkohol dan merokok
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kematian
kardiovaskuler. Merokok merupakan salah satu factor resiko kuat terjadinya
penyakit kardiovaskuler. Merokok menyebabkan kenaikan tekanan darah dan
detak jantung setelah 15 menit menghirup satu batang rokok. Perokok memiliki
resiko 2-6 kali terjadi penyakit jantung coroner dan 3 kali terjadinya stroke.
Meskipun merokok diketahui dapat meningkatkan resiko pada perkembangan
hipertensi tetapi tidak ada penelitian yang menunjukkan berhenti merokok dapat
menurunkan tekanan darah secara lansung pada pasien hipertensi.
d. Senam Anti Stroke
Olahraga seperti senam anti stroke mampu mendorong jantung bekerja secara
optimal, dimana olahraga mampu meningkatkan kebutuhan energi oleh sel,
jaringan dan organ tubuh, dimana akibatnya dapat meningkatkan aliran balik
vena sehingga menyebabkan volume sekuncup yang akan langsung
meningkatkan curah jantung sehingga menyebabkan tekanan darah arteri
meningkat, setelah tekanan darah arteri meningkat akan terlebih dahulu, dampak
dari fase ini mampu menurunkan aktivitas pernafasan dan otot rangka yang
menyebabkan aktivitas saraf simpatis menurun, setelah itu akan menyebabkan
kecepatan denyut jantung menurun, volume sekuncup menurun, vasodilatasi
arteriol vena, karena ini mengakibatkan penurunan curah jantung dan penurunan
resistensi perifer total, sehingga terjadinya penurunan tekanan darah (Sherwood,
2005).
e. Pijat Refleksi
Pijat refleksi adalah suatu praktik memijat titik-titik tertentu pada tangan dan
kaki. Manfaat pijat refleksi untuk kesehatan sudah tidak perlu diragukan lagi.
Salah satu khasiatnya yang paling populer adalah untuk mengurangi rasa sakit
pada tubuh. Manfaat lainnya adalah mencegah berbagai penyakit, meningkatkan
daya tahan tubuh, membantu mengatasi stress, meringankan gejala migrain,
membantu penyembuhan penyakit kronis, dan mengurangi ketergantungan
terhadap obatobatan (Wahyuni, 2014). Hasil penelitian ini diperkuat oleh
Nugroho (2012), menunjukkan bahwa pijat refleksi kaki lebih efektif dibanding
hipnoterapi dalam menurunkan tekanan darah. Hal tersebut juga dijelaskan oleh
Dalimartha (2008) teknik pemijatan berdampak terhadap lancarnya sirkulasi
aliran darah dengan menyeimbangkan aliran energi di dalam tubuh serta
mengendurkan ketegangan otot. Meskipun teknik pemijatan tidak akan
berdampak banyak pada penderita hipertensi berat, tetapi beberapa penelitian
telah membuktikan bahwa massase dapat menurunkan tekanan darah pada
penderita hipertensi ringan dan sedang.
f. Rendam Kaki
Pengobatan hipertensi secara non-farmakologis dapat dilakukan dengan
mengubah gaya hidup yang lebih sehat, salah satunya terapi merendam kaki
dengan air hangat. Secara ilmiah air hangat mempunyai dampak fisiologis bagi
tubuh, pertama berdampak pada pembuluh darah dimana hangatnya air membuat
sirkulasi darah menjadi lancar, menstabilkan aliran darah dan kerja jantung serta
faktor pembebanan di dalam air yang akan menguatkan otot-otot dan ligament
yang mempengaruhi sendi tubuh (Lalage, 2015). Air hangat akan merangsang
dilatasi atau pelebaran pembuluh darah sehingga peredaran darah menjadi lancar
yang akan mempengaruhi tekanan dalam ventrikel. Aliran darah menjadi lancar
sehingga darah dapat terdorong ke dalam jantung dan dapat menurunkan tekanan
sistolik. Saat ventrikel berelaksasi, tekanan dalam ventrikel turun drastis, akibat
aliran darah yang lancar sehingga menurunkan tekanan diastolik (Perry & Potter,
2006).
i. Nilai intake cairan dan produksi urine per 24 jam (intake-output cairan)