Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEPERAWATAN KUSTA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dokumentasi Keperawatan

Disusun Oleh :

Shellia Intan Novrianti


NIM : 0101019057

AKADEMI KEPERAWATAN BHAKTI HUSADA CIKARANG

Jl.RE.Martadinata (By Pass) Cikarang-Bekasi

Telp.(021)8902577 Fax :(021)8900570

Tahun ajaran 2020/2021


PEMBAHASAN
A. Definisi
Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman
Micobacterium leprae (M.Leprae). Yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi,
selanjutnya menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernafasan bagian atas,
sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis (Amirudin.M.D, 2000).
Penyakit Kusta adalah penyakit menular menahun dan disebabkan oleh kuman
kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang kulit, saraf tepi, dan jaringan tubuh
lain kecuali susunan saraf pusat, untuk mendiagnosanya dengan mencari kelainan-
kelainan yang berhubungan dengan gangguan saraf tepi dan kelainan-kelainan
yang tampak pada kulit ( Depkes, 2005 ).
Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium leprae yang terjadi pada kulit dan saraf tepi. Manifestasi klinis dari
penyakit ini sangat bervariasi dengan spektrum yang berada diantara dua bentuk klinis
yaitu lepromatosa dan tuberkuloid. Pada penderita kusta tipe lepromatosa menyerang
saluran pernafasan bagian atas dan kelainan kulit berbentuk nodula, papula, makula dan
dalam jumlah banyak. Pada penderita kusta tipe tuberkuloid lesi kulit biasanya tunggal
dan jarang, batas lesi tegas, mati rasa. ( Jurnal Universitas Sumatera Utara, 2012 ).
Kusta (lepra atau morbus Hansen) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium leprae (M.leprae. (Kapita Selekta, 2000)

B. Etiologi
Mycrobacterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA), yang bersifat obligat
intraseluler yang menyerang saraf perifer, kulit, dan organ lain seperti mukosa saluran
napas bagian atas, hati, dan sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa
membelah diri mycrobacterium leprae 12-21 hari dan masa tunasnya antara 40 hari – 40
tahun.
Mycrobacterium leprae atau kuman hansen adalah kuman penyebab penyakit
kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer Hansen pada tahun
1873. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar
0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup
dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media
buatan.
ENL merupakan basil humoral dimana basil kusta yang utuh maupun yang tidak
utuh menjadi antigen sehingga tubuh membentuk antibodi, selanjutnya membentuk
kompleks imun yang mengendap dalam vaskuler. Reaksi tipe – 2 yang tipikal pada kulit
ditandai dengan nodul – nodul eritematosa yang nyeri, timbul mendadak, lesi dapat
superfisial atau lebih dalam. Berbagai faktor yang dianggap sering mendahului timbulnya
reaksi kusta antara lain : setelah pengobatan antikusta yang intensif, infeksi rekuren,
pembedahan, dan stres fisik.

C. Patofisiologi
Meskipun cara masuk mycrobacterium leprae ke dalam tubuh belum diketahui
Secara pasti. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa penularannya yang
paling sering melalui kulit yang lecet, pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan
melalui mukosa nasal. Setelah mycrobacterium leprae masuk ke dalam tubuh,
perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang.
Respon tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem
imunitas seluler (cellular mediated immune) pasien. Kalau sistem imunitas seluler tinggi,
berarti penyakit berkembang ke arah tuberkuloid dan bila rendah, berarti berkembang
ke arah lepromatosa. Mycrobacterium leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relatif
lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.
Mycrobacterium leprae terutama terdapat pada sel makrofag disekitar
pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman
masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag untuk
memfagosit.
1. Tipe LL (Lepromatosa) : Terjadi kelumpuhan system imun seluler yang rendah dimana
makrofag tidak mampu menghancurkan kuman, dan dapat membelah diri dan dengan
bebas merusak jaringan.
2. Tipe TT (Tuberkoloid) : Fase system imun seluler yang tinggi dimana makrofag dapat
menghancurkan kuman hanya setelah kuman difagositosis, terjadi sel epitel yang tidak
bergerak aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel, bila tidak segera diatasi terjadi
reaksi berlebihan dan masa epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.
Pada reaksi kusta, terjadi peningkatan hipersensitivitas seluler mendadak,
sehingga respon terhadap antigen basil mycrobacterium leprae yang mati dapat
meningkat. Keadaan ini ditunjukkan dengan peningkatan transformasi limfosit.Tetapi
sampai sekarang belum diketahui dengan pasti antigen M. leprae mana yang mendasari
kejadian patologis tersebut dapat terjadi. Determinan antigen tertentu yang mendasari
reaksi penyakit kusta pada tiap penderita mungkin berbeda. Sehingga gambaran
klinisnya dapat berbeda pula sekalipun tipe lepra sebelum reaksi sama. Determinan
antigen banyak didapati pada kulit dan jaringan saraf.
Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respons
imun pada tiap pasien berbeda.Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi
seluler daripada intensitas infeksi.Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai
penyakit imunologis.

D. Tanda dan Gejala


Tanda gejala pada penyakit kusta, yaitu :
1. Reaksi tipe I (reaksi reversal, reaksi upgrading, reaksi boederline).
Terjadi pada pasien tipe borderline disebabkan meningkatnya kekebalan
seluler secara cepat. Pada reaksi ini terjadi pergeseran tipe kusta ke arah PB
(paucibacillary). Faktor pencetusnya tidak diketahui secara pasti tapi diperkirakan
ada hubungannya dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Gejala klinis reaksi
tipe I berupa perubahan lesi kulit, neuritis (nyeri tekan pada saraf), dan/atau
gangguan keadaan umum pasien.

2. Reaksi tipe II (reaksi eritema nodosum leprosum).


Reaksi ini terjadi pada pasien tipe MB (multibacillary) dan merupakan reaksi
humoral, dimana basil kusta yang utuh maupun tak utuh menjadi antigen. Tubuh
akan membentuk antibodi dan komplemen sebagai respon adanya antigen. Reaksi
kompleks imun terjadi antara antigen, antibodi, dan komplemen. Kompleks imun ini
dapat mengendap antara lain di kulit berbentuk nodul yang dikenal sebagai eritema
nodosum leprosum (ENL), mata (iridosiklitis), sendi (artritis), dan saraf (neuritis)
dengan disertai gejala konstitusi seperti demam dan malaise, serta komplikasi pada
organ tubuh lainnya. Hal-hal yang mempermudah terjadinya reaksi kusta adalah
stres fisik (kondisi lemah, pembedahan, sesudah mendapat imunisasi) dan stres
mental. Perjalanan reaksi dapat berlangsung sampai 3 minggu. Kadang-kadang
timbul berulang-ulang dan berlangsung lama.

E. Komplikasi
Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta akibat
kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta. Reaksi
kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode akut dalam perjalanan kronis penyakit
kusta yang merupakan reaksi kekebalan (respon seluler) atau reaksi antigen-antibodi
(respon humoral) dengan akibat merugikan pasien. Reaksi ini dapat terjadi pada pasien
sebelum mendapat pengobatan, selama pengobatan dan sesudah pengobatan. Namun
sering terjadi pada 6 bulan sampai setahun sesudah mulai pengobatan.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC / PENUNJANG


Deteksi dini untuk reaksi penyakit kusta sangat penting untuk menekan tingkat
kecacatan ireversibel yang mungkin terjadi sebagai gejala sisa.Tingkat keberhasilan
terapi tampak lebih baik jika penyakit kusta ini dideteksi dan ditangani secara dini.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Gambaran klinik
Gejala klinik tersebut diantara lain :
a. Lesi kulit menjadi lebih merah dan membengkak.
b. Nyeri, dan terdapat pembesaran saraf tepi.
c. Adanya tanda-tanda kerusakan saraf tepi, gangguan sensorik maupun motorik.
d. Demam dan malaise.
e. Kedua tangan dan kaki membengkak.
f. Munculnya lesi-lesi baru pada kulit.
2. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah
sebagai berikut:
1) Laboratorium
1. Darah rutin: tidak ada kelainan
2. Bakteriologi:
2) Pemeriksaan histopatologi
Dari pemeriksaan ini ditemukan gambaran berupa :Infiltrate limfosit yang
meningkat sehingga terjadi udema dan hiperemi. Diferensiasi makrofag kearah
peningkatan sel epiteloid dan sel giant memberi gambaran sel
langerhans.Kadang-kadang terdapat gambaran nekrosis (kematian jaringan)
didalam granulosum.Dimana penyembuhannya ditandai dengan fibrosis.

G. Klasifikasi Kusta
1. Tipe  lepromatous terdapat pada orang yang tidak mempunyai daya tahan tubuh
dan  mycobacterium leprae berkembangbiak di tubuhnya dalam jumlah tidak
terhitung.
2. Tipe borderline berkembang pada penderita dengan daya tahan tubuh sedang, daya
tahan yang sedang ini dapat mengurangi jumlah mycobacterium leprae tidak begitu
banyak, namun masih cukup banyak yang tinggal dan berkembangbiak dalam tubuh,
juga berarti bahwa suatu pertempuran sedang terjadi antara mycobacterium leprae
dan daya tahan tubuh. Tipe borderline dapat dibagi menjadi tiga yaitu borderline
tuberkuloid, boderline borderline dan borderline lepromatous.
3. Tipe tuberkuloid terjadi pada penderita dengan daya tahan tubuh yang tinggi dan
sedikit mycobacterium leprae untuk berkembangbiak menjadi banyak. Tipe
indeterminate yang berarti bahwa tipenya tidak dapat diketahui pada saat sekarang.
Kusta indeterminate terjadi pada seseorang dengan daya tahan tubuh sedemikian
tinggi sehingga tubuh bisa segera menyembuhkan penyakitnya tanpa suatu
pengobatan. Atau pada orang dengan daya tahan tubuh yang kurang maka tanda
indeterminatenya menjadi lebih jelas.

H. Pengkajian Keperawatan Pada Pasien Kusta


Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien agar dapat mengidentifikasi
mengenai masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental,
sosial, dan lingkungan. (Nasrul Effendi, 1995 : 18).
a. Pengumpulan Data
1. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, nomor register, jenis kelamin, status,  alamat, tanggal
MRS, diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Pada umumnya pada pasien dengan morbus hensen  ,mengeluh adanya bercak-
bercak Disertai hiperanastesi dan terasa kaku diikuti dengan peningkatan suhu
3. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit kusta biasanya adanya bercak-bercak merah disertai hiper
anastesi dan odema pada ektrimitas pada bagian perifer seperti tangan,kaki
serta bisa juga terjadi peningkatan suhu tubuh.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang diderita pasien sebelumnya seperti hepatitis,asma dan
alergi,jantung koroner.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya merupakan penyakit menular Maka anggota keluarga mempunyai
resiko beasar tertular dengan kontak lama.
4. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pada umumnya pada pola presepsi pada pasien kusta mengalami gangguan
terutama pada body image,penderita merasa rendah diri dan merasa
terkucilkan sedangkaan pada tatalaksana hidup sehat pada umumnya klien
kurang kebersihan diri dan lingkungan yang kotor dan sering kontk langsung
dengan penderita kusta.Karena kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya
maka timbul masalah dalam perawatan diri.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Meliputi makanan klien sehari-hari komposisi:sayur, lauk pauk,minum sehari
berapa gelas,berat badan naik atau turun,sebelum dan saat masuk rumah
sakit  turgor kulit normal atau menurundan kebiasaan maskan klien.Klien
tinggal ditempat yang kotor atau bersih Adanya penurunan nafsu makan,
mual, muntah, pemnurunan berat badan, gangguan pencernaan.
c) Pola eliminasi
Pada Pola eleminasi alvi dan uri pada pasien kusta tidak ada kelainan.
d) Pola istirahat dan tidur
Pada klien kusta pada umumnya pola tidur tidak teerganggu tetapi bagi kusta
yang belum menjalani pengubatan pasien baru biasanya terjadi gangguan
kebutuhan tidur dan istirahat yang disebabkan oleh pikiran stress, odema dan
peningkatan suhu tubuh yang yang diikuti rasa nyeri.
e) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pada pasien kusta dalam aktifitas ada gangguan dalam hal interaksi
sosial dengan masyarakat biasanya pasien mengurung diri dan pada
pergerakan ektrimitas bagian perifer didapatkan bercak-bercak merah
disertai odema dan pasien dianjurkan harus bayak mobilisasi.
f) Pola persepsi dan konsep diri
Presepsi klien tentang penyakitnya  dan bagaimana konsep dalam
menghadapi penyakitnya yang diderita.
g) Pola sensori dan kognitif
Pada umumnya penderita kusta mengalami gangguan disalah satu sensorinya
seperti peraba. Pasien tidak merasa adanya rangsangan apabila bercak
tersebut diberikan rangsangan.Pada kognitifnya pasien kusta merasa tidak
berguna lagi dan merasa terkucilkan  serta merasa tidak diterima oleh
masyarakat dan keluarganya.
h) Pola reproduksi seksual
Pada umumnya pada pola produksi seksual klien tidak mengalami gangguan.
i) Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien kusta selalu mengurung diri dan menarik diri dari
masyarakat (disorentasi) Pasien merasa malu tentang keadaan dirinya.Dan
masyarakat beranggapan penyakit kusta merupakan penyakit yang
menjijikan.
j) Pola penanggulangan stress
Bagai mana klien menghadapi masalah yang dibebani sekarang dan cara
penanggulangannya.
k) Pola nilai dan kepercayaan
Dalam pola ini terkadang ada anggapan yang bersifat ghaib.
b. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dikelompokkan meliputi data
subyektif dan data obyektif untuk menentukan masalah klien. Data yang telah
dikelompokkan untuk menentukan masalah keperawatan kemudian penyebabnya
dan dirumuskan dalam diagnosa keperawatan. (Lismidar, 1990 : 7-8).

I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang
nyata (potensial) dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah klien
ditanggulangi / dikurangi (Lismidar, 1990 : 13).
Diagnosa yang sering muncul pada klien Penyakit kusta adalah
1. Gangguan citra tubuh b/d Perasaan negatif pada dirinya sendiri
2. Kerusakan integritas kulit b/d ulkus akibat mycobacterium leprae.
3. Harga diri rendah berhubungan dengan penyakit yang dideritanya
4. Menarik diri b/d penyakit yang dideritanya
5. Kurangnya personal hagiene b/d kurangnya pengetahun tentang penyakitnya
6. Kurangnya pengetahuan b/d informasi yang salah

J. Perencanaan
a. Diagnosa : Kerusakan integritas kulit b/d ulcus akibat mycobakterium leprae.
Tujuan : Menunjukkan tingkah laku atau teknik untuk mencegah kerusakan    kulit
atau meningkatkan penyembuhan
Kriteria Hasil :
1. Mencapai kesembuhan luka
2. Mendemontrasikan tingkah laku atau teknik untuk meningkatkan   kesembuhan
dan mencegah komplikasi
3. Menunjukkan kemajuan pada luka/penyembuhan pada lesi
     Rencana Tindakan :
1. Guanakan teknik aseptip dalam perawatan luka
2. Kaji kulit tip hari dan warnanya  turgor sirkulasi dan sensori
3. Instruksikan untuk melaksanakan higiene kulit, misalnya membasuh kemudian
mengeringkannya,dena berhati-hati dan melakukan masase dengan
menggunakan losion dan krim
4. Ingatkan pasien jangan menyentuh yang luka
5. Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat
6. Pertahankan sprei bersih atau ganti spei sesuai dengan kebutuhan kering dan
tidak berkerut.
7. Kolaborasi dengan tim medis lainnya
Rasional:
1. Mencegah luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi
2. Menentukan garis dasar bila ada terdapat perubahan dan dapat melakukan
intervensi dengan tepat
3. Mempertahankan kebersihan ,karena kulit yang kering bisa terjadi barrel
infeksi,pembasuhan kulit kering sebagai penggaruk,menurunkan resiko trauma
dermal kulit yang kering dan rapuh masase meningkatkan sirkulasi kulit dan
meningkatkan kenyamanan
4. Mencegah kontaminasi luka
5. Mempertahankan keseimbangan nitrogen positif
6. Freksi kulit disebabkan oleh kain yang berkerut dan basah yang menyebabkan
iritasi dan potensial terhadap infeksi.
7. elaksanakan fungsi interdependen
b. Diagnosa : Ganguan citra tubuh b/d persaan negetif tentang dirinya

Tujuan : Klien dapat menerima keadaan dirinya.


Kriteria Hasil :
1. Mengungkapkan rasa percaya diri dalam kemampuan menghadapi
penyakitnya,perubahan gaya hidup dan kemungkinan keterbatasan
2. Menyusun rencana untuk realitas untuk masa depan
3. Dapat menerima keadaan dirinya
4. Klien dapat menerima konsep dirinya yang posititf tentang dirinya
Intervensi:
1. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit,harapan masa
depan
2. Diskusikan arti dari perubahan pada pasien terhadap penampilannya
3. Perhatikan prilaku menarik diri atau terllu memperhatikan tubuh atau perubahan
4. Susun batas pada prilaku maladaptif Bantuklien untuk mengidentifikasi prilaku
positif yang dapat membantu koping
5. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perwatan dan membuat jadwal
aktivitas
6. Berikan harapan dalam situasi individu jangan berikan keyakinan yang salah
7. Berikan kesempatan untuk berbagi rasa dengan individu yang mengalami  yang
sama
Rasional :
1. Memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut atau kesalahan
konsep dan meng hadpi secara langsung
2. Mengidentifikasi bagaimana penyakit menpengaruhi persepsi diri dan interksi diri
dengan orang lain akan menentukan kebuuhan terhadap intervensi
3. Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping  maladaptif,
Membutuhkan intervensi lebih lanjut atau dukungan pskologis mempertahankan
kontrol diri yang dapat meningkatka harga diri
4. Meningkatkan perasan kompetensi atau harga diri mendorong kemandirian atau
mendorong partisipasi dalam terapi
5. Kata-kata penguat dapat mendukung terjadinya koping positif
6. Memberikan motivasi dan rasa percaya diri.

Anda mungkin juga menyukai