Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN MORBUS HANSEN

Disusun Sebagai Syarat Memenuhi Tugas Praktik Stase Keperawatan Medikal Bedah
Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Profesi Ners

Disusun oleh:
Kasriani
2020206031

PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN

MORBUS HANSEN

I. KONSEP DASAR PENYAKIT

1.1 DEFINISI

Kusta atau Morbus Hansen adalah penyakit infeksi bakteri kronis yang

menyerang jaringan kulit, saraf tepi, serta saluran pernapasan, yang disebabkan oleh

kuman mikrobakterium laprae ( Depkes RI,2020).

Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai

penyakit kusta atau lepra adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang sebelumnya

diketahui hanya disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae, hingga ditemukan

bakteri Mycobacterium lepromatosis oleh universitas Texas pada tahun 2008, yang

menyebabkan endemik sejenis kusta di Meksiko dan Karibia, yang dikenal lebih

khusus dengan sebutan diffuse lepromatous leprosy. Sedangkan bakteri

Mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang ilmuwan Norwegia bernama

Gerhard Henrik Armauer Hansen pada tahun 1873 sebagai patogen yang

menyebabkan penyakit yang telah lama dikenalsebagai lepra ( Anonim,2012 )

1.2 ETIOLOGI

Penyakit kusta disebabkan oleh Mycobacterium leprae, yang

merupakan bakteri tahan asam, berbentuk batang gram positif, tidak dapat dikultur

pada media buatan, aerob dan bersifat obligat intraseluler. Bakteri ini pertama kali

ditemukan oleh Gerhard Armauer Hansen pada tahun 1873. (Lee dkk., 2012;

Sekar, 2010)

Mycobacterium leprae merupakan bakteri nonmotil dengan panjang 1-8

mikron dan diameter 0,3 mikron dengan sisi paralel dan ujung yang membulat. M.

4
leprae hidup dalam sel terutama jaringan bersuhu dingin dan membelah secara

biner. Replikasi memerlukan waktu 11 hingga 21 hari, tumbuh maksimal pada

suhu 270C hingga 300C (Eichelmann dkk., 2013; Sekar, 2010). Kuman ini

mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwann cell) dan sel sistem

retikuloendotelial. Secara mikroskopis, tampak basil yang bergerombol seperti

ikatan cerutu, sehingga disebut packet of cigars (globi) yang terletak intraseluler

dan ekstraseluler. Pada pewarnaan Ziehl-Neelsen (ZN) akan tampak berwarna

merah yang merupakan basil tahan asam. (Rao dkk., 2012)

( Depkes RI, 2020 ) Menyatakan Kusta atau lepra disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium leprae. Bakteri ini dapat menular dari satu orang ke orang lainnya

melalui percikan cairan dari saluran pernapasan (droplet), yaitu ludah atau dahak,

yang keluar saat batuk atau bersin. Kusta dapat menular jika seseorang terkena

percikan droplet dari penderita kusta secara terus-menerus dalam waktu yang lama.

Hal ini menunjukkan bahwa bakteri penyebab lepra tidak dapat menular ke orang

lain dengan mudah. Selain itu, bakteri ini juga membutuhkan waktu lama untuk

berkembang biak di dalam tubuh penderita. Perlu dicatat, seseorang dapat tertular

kusta jika mengalami kontak dengan penderita dalam waktu yang lama. Seseorang

tidak akan tertular kusta hanya karena bersalaman, duduk bersama, atau bahkan

berhubungan seksual dengan penderita. Kusta juga tidak ditularkan dari ibu ke janin

yang dikandungnya.

Selain penyebab di atas, ada beberapa faktor lain yang bisa meningkatkan risiko

seseorang terkena kusta, di antaranya:

 Bersentuhan dengan hewan penyebar bakteri kusta, seperti armadillo atau

simpanse

 Menetap atau berkunjung ke kawasan endemik kusta


 Memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh

1.3 KLASIFIKASI

Menurut Ridley dan Joplin membagi klasifikasi kusta berdasarkan gambaran

klinis, bakteriologik, histo patologik, dan status imun penderita menjadi :

1. TT : Lesi berupa makula hipo pigmantasi/eutematosa dengan permukaan

kering dan kadang dengan skuama di atasnya. Jumlah biasanya yang satu dengan

yang besar bervariasi. Gejala berupa gangguan sensasibilitas, pertumbuhan

langsung dan sekresi kelenjar keringat. BTA ( - ) dan uji lepramin ( + ) kuat.

2. BT : Lesi berupa makula/infiltrat eritematosa dengan permukaan kering bengan

jumlah 1-4 buah, gangguan sensibilitas ( + ).

3. Lesi berupa mamakula/infiltrat eritematosa permukaan agak mengkilat.

Gambaran khas lesi ”punched out” dengan infiltrat eritematosa batas tegas pada tepi

sebelah dalam dan tidak begitu jelas pada tepi luarnya. Gangguan sensibilitas

sedikit, BTA ( + ) pada sediaan apus kerokan jaringan kulit dan uji lepromin ( - ).

4. BL : Lesi infiltrat eritematosa dalam jumlah banyak, ukuran bervariasi, bilateral

tapi asimetris, gangguan sensibilitas sedikit ( - ), BTA ( + ) banyak, uji Lepromin (-

5. LL : Lesi infiltrat eritematosa dengan permukaan mengkilat, ukuran kecil, jumlah

sangat banyak dan simetris. BTA ( + ) sangat banyak pada kerokan jaringan kulit

dan mukosa hidung, uji Lepromin (-).

WHO membagi menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Pansi Basiler (PB) : I, TT, BT

2. Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL

1.4 MANIFESTASI KLINIS


Menurut klasifikasi Ridley dan Jopling manifestasi klinis dari penyakit kusta

adalah :

1. Tipe Tuberkoloid ( TT )

a Mengenai kulit dan saraf.

b Lesi bisa satu atau kurang, dapat berupa makula atau plakat, batas jelas,
regresi, atau, kontrol healing ( + ).

c Permukaan lesi bersisik dengan tepi meninggi, bahkan hampir sama dengan
psoriasis atau tinea sirsirata. Terdapat penebalan saraf perifer yang teraba,

kelemahan otot, sedikit rasa gatal.

d Infiltrasi Tuberkoloid ( + ), tidak adanya kuman merupakan tanda adanya


respon imun pejamu yang adekuat terhadap basil kusta.

2. Tipe Borderline Tuberkoloid ( BT )

a. Hampir sama dengan tipe tuberkoloid

b. Gambar Hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skauma tidak sejelas tipe

TT.

c. Gangguan saraf tidak sejelas tipe TT. Biasanya asimetris.

d. Lesi satelit ( + ), terletak dekat saraf perifer menebal.

3. Tipe Mid Borderline ( BB )

a. Tipe paling tidak stabil, jarang dijumpai.

b. Lesi dapat berbentuk macula infiltrate.

c. Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi kurang jelas, jumlah lesi melebihi

tipe BT, cenderung simetris.

d. Lesi sangat bervariasi baik ukuran bentuk maupun distribusinya.

e. Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu hipopigmentasi berbentuk oral pada

4. Tipe Bordeline Lepormatus (BL)


Dimulai makula, awalnya sedikit lalu menjadi cepat menyebar ke seluruh

tubuh. Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya, beberapa nodus

melekuk bagian tengah, beberapa plag tampak seperti punched out. Tanda khas

saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan

gugurnya rambut lebih cepat muncil daripada tipe LL dengan penebalan saraf

yang dapat teraba pada tempat prediteksi.

5. Tipe Lepromatosa ( LL )

a. Lesi sangat banya, simetris, permukaan halus, lebih eritoma, berkilap, batas

tidak tegas atau tidak ditemuka anestesi dan anhidrosis pada stadium dini.

b. Distribusi lesi khas :

1) Wajah : dahi, pelipis, dagu, cuping telinga.

2) Badan : bahian belakang, lengan punggung tangan, ekstensor

tingkat bawah.

c. Stadium lanjutan :

1) Penebalan kulit progresif

2) Cuping telinga menebal

3) Garis muka kasar dan cekung → membentuk fasies leonine, dapat

disertai madarosis, intis dan keratitis.

d. Lebih lanjut

1) Deformitas hidung

2) Pembesaran kelenjar limfe, orkitis → atrofi, testis

3) Kerusakan saraf luas → gejala stocking dan glouses anestesi.

4) Penyakit progresif, makula dan popul baru.

5) Tombul lesi lama terjadi plakat dan nodus.

e. Stadium lanjut
Serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin/fibrosis menyebabkan

anestasi dan pengecilan tangan dan kaki.

6. Tipe Interminate ( tipe yang tidak termasuk dalam klasifikasi Redley &

Jopling)

a. Beberapa macula hipopigmentasi, sedikit sisik dan kulit sekitar normal.

b. Lokasi bagian ekstensor ekstremitas, bokong dan muka, kadang-kadang

dapat ditemukan makula hipestesi dan sedikit penebalan saraf.

c. Merupakan tanda interminate pada 20%-80% kasus kusta.

d. Sebagian sembuh spontan.

Gambaran klinis organ lain :

1. Mata : iritis, iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan

2. Tulang rawan : epistaksis, hidung pelana

3. Tulang & sendi : absorbsi, mutilasi, artritis

4. Lidah : ulkus, nodus

5. Larings : suara parau

6. Testis : ginekomastia, epididimitis akut, orkitis, atrofi

7. Kelenjar limfe : limfadenitis

8. Rambut : alopesia, madarosis

9. Ginjal : glomerulonefritis, amilodosis ginjal, pielonefritis, nefritis

interstitial.

1.5 PATOFISIOLOGI

Mekanisme penularan kusta yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis

telah dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Terdapat

bukti bahwa tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman Mycobacterium

lepraemenderitakusta, Iklim (cuaca panas dan lembab) diet, status gizi,status sosial
ekonomi dan genetikJuga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan

pada kelompok penyakit kusta di keluargatertentu. Belum diketahui pula mengapa

dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu. Faktor ketidak cukupan

gizi juga diduga merupakan faktor penyebab Penyakit kusta dipercaya bahwa

penularannya disebabkan oleh kontak antara orangyang terinfeksi dengan orang

sehat. Dalam penelitian terhadap insiden, tingkat infeksi untuk kontak lepra

lepramatosa beragam dari 6.2 per 1000 per tahun di Cebu,Philipina hingga 55.8 per

1000 per tahun di India Selatan.

Dua pintu keluar dari Micobacterium lepraedari tubuh manusia diperkirakan

adalah kulit dan mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus lepramatosa

menunjukan adanya sejumlah organismedi dermis kulit. Bagaimana masih belum

dapat dibuktikan bahwa organism tersebut dapat berpindah ke permukaan kulit.

Walaupun telah ditemukan bakteri tahan asam di epidermis. Walaupun terdapat

laporanbahwa ditemukan bakteri tahan asam di epitel Deskuamosa di kulit, Weddel

et al melaporkan bahwa mereka tidak menemukan bakteri tahan asam di epidermis.

Dalam penelitianterbaru Job etal menemukan adanya sejumlah Mycobacterium

lepraeyang besar dilapisan keratin superficial kulit di penderita kusta lepromatosa.

Hal ini menbentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat keluar

melalui kelenjarkeringat.

Pentingnya mukosa hidung dalam penularan Mycobacterium leprae telah

ditemukan oleh Schaffer pada tahun 1898. Jumlah bakteri dari lesi mukosa hidung

pada kusta lepromatosa, menurut Shepard, antara 10.000 hingga 10.000.000

bakteri. Pedley melaporkan bahwa sebagian besar pasien lepromatosa

memperlihatkan adanya bakteri di secret hidung penderita. Devey dan


Reesmengindikasi bahwa secret hidung dari pasien lepromatosa dapat

memproduksi 10.000.000 organisme per hari.

Pintu masuk dari Mycobacterium leprae ke tubuh manusia masih menjadi tanda

tanya. Saat ini diperkirakan kulit dan pernafasan atas menjadi gerbang masuknya

bakteri.

Masa inkubasi kusta belum dapat dikemukakan. beberapa peneliti berusaha

mengukur masa inkubasi kusta, masainkubasi kusta minimum dilaporkan beberapa

minggu, berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi. Masa inkubasi maksimum

dilaporkan selama 30 tahun. Hal ini dilaporkan berdasarkan pengamatan pada

veteran perang yang pernah terekspos di daerah endemik dan kemudian berpindah

ke daerah non endemik. Secara umum telah ditetapkan masa inkubasi rata-rata dari

kusta adalah 3-5 tahun.

1.6 KOMPLIKASI

Kecacatan merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta baik

akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi

kusta (Arif Mansjoer, 2009). Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi jika kusta

terlambat diobati adalah :

a.Mati rasa.

b.Kebutaan atau glaukoma.

c.Gagal ginjal.

d.Disfungsi ereksi dan kemandulan pada pria.

e.Perubahan bentuk wajah.

f.Kerusakan permanen pada bagian dalam hidung.

g.Kerusakan saraf permanen di luar otak dan saraf tulang belakang, termasuk

pada lengan, tungkai kaki, dan telapak kaki.


1.7 PEMERIKSAAN

Pemeriksaan hapusan sayatan kulit atau kerokan kulit atau slit skin smear

merupakan pemeriksaan sediaan yang diperoleh melalui irisan kecil pada kulit yang

kemudian diberikan pewarnaan tahan asam untuk melihat M. leprae. Pemeriksaan

ini merupakan pemeriksaan yang paling sederhana. Tujuannya adalah untuk

konfirmasi diagnosis kusta, klasifikasi penyakit, untuk mengetahui derajat infeksius

penderita, progresivitas penyakit dan pemantauan pengobatan. Pengambilan lokasi

rutin yang disarankan adalah 2 atau 3 lokasi yaitu cuping telinga kanan dan kiri

serta lesi kulit yang aktif (Kemenkes RI, 2012).

Pemeriksaan hapusan sayatan kulit memiliki spesifitas sebesar 100% karena

secara langsung menunjukkan gambaran BTA, namun sensitivitasnya rendah yaitu

berkisar antara 10%-50%. Sensitivitas yang rendah ini disebabkan karena

pemeriksaan hapusan sayatan kulit dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain

keterampilan petugas, teknik pengambilan seperti kedalaman insisi dan

kelengkapan alat dan bahan seperti reagan dan mikroskop yang berfungsi dengan

baik (Desikan dkk., 2006; Bhushan dkk., 2008).

1.8 PENATALAKSANAAN MEDIS

World Health Organization sejak tahun 1981 merekomendasikan penggunaan

multidrug therapy (MDT) yang terdiri dari rifampisin, dapson dan klofazimin untuk

pengobatan kusta. Pengobatan dengan MDT bertujuan untuk menurunkan insiden

relaps paska pengobatan, menurunkan efek samping serta menurunkan durasi

pengobatan sehingga menurunkan biaya pengobatan (Pai dkk., 2010; Yawalkar,

2009). Regimen PB dengan lesi kulit 2-5 terdiri atas rifampisin 600 mg sebulan

sekali ditambah dapson 100mg/hari selama 6 bulan. Regimen MB dengan lesi kulit

lebih dari 5 buah, terdiri atas kombinasi rifampisin 600mg sebulan sekali, dapson
100 mg/hari ditambah klofazimin 300 mg/sebulan dengan lama pengobatan 12

bulan. Regimen PB dosis tunggal terdiri atas rifampisin 600 mg ditambah dengan

ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg (ROM) dosis tunggal (Yawalkar, 2009).

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A.PENGKAJIAN

Tahap pengkajian pada Morbus Hansen, yaitu

sebagai berikut:

1. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama kapan mulai muncul/terasa ?

b. Lokasi munculnya keluahan ?

c. Riwayat keluhan utama, Mulai timbulnya keluhan, Sifat keluhan, Lokasi,

Keluhan yang menyertai, Faktor pencetus yang menimbulkan keluhan

muncul ?

2. Riwayat penyakit sebelumnya

a. Riwayat penyakit yang pernah diderita

b. Riwayat alergi

c. Riwayat operasi

3. Kebiasaan

a. Merokok

b. Alkohol

c. Obat-obatan

4. Riwayat keluarga/Genogram

a. Apakah anggota keluarga ada yang mengalami penyakit serupa?

5. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Fisik
b. Pemeriksaan kultur jamur

c. Pemeriksaan hapusan sayatan kulit atau kerokan kulit atau slit skin smear

B. Diagnosa Keperawatan

Manurut NANDA (2015)terdapat enam (6) diagnosa keperawatan pada kasus kusta

antara lain :

1) Kerusakan integritas kulit berhubungan factormekanik (daya gesek) dan

prosesinflamasi.

2) Nyeri kronik berhubungan dengan agens cedera biologis (infeksi).

3) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan otot.

4) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dankehilangan

fungsi tubuh.

5) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

6) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

c. Intervensi Keperawatan

Berdasarkan NOC & NIC (2015),perencanaan keperawatan merupakan tahap

ketiga dalam proses keperawatan. Diharapkan perawat mampu memprioritaskan

masalah, merumuskan tujuan/hasil yang diharapkan, memilih intervensi yang paling

tepat, dan menulis dan mendokumentasikan rencana keperawatan. Menurut teori

intervensi yang dilakukan untuk empat (4) diagnose keperawatan antara lain :

1) Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi : lokasi, karakteristik,

durasi, frekuensi, kualitas, intensitasatau beratnya nyeri dan factor pencetus

(PQRST).
2) Berikan informasi mengenai nyeri seperti penyebab dan berapa lama nyeri

akan dirasakan.

3) Kurangi atau eliminasi factor-faktor yang dapat mencetuskan dan

meningkatkan nyeri.

4) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.

5) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.

6) Monitor kulit akan adanya kemerahan.

7) Anjurkan pasien untuk mandi dengan menggunakan sabun dan air hangat.

8) Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya.

9) Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit.

10) Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu.

11) Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil.

12) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses

penyakit yang spesifik .

13) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara

yang tepat.

14) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat

d. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang

dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Rencana keperawatan

yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat, diharapkan dapat mencapai

tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status

kesehatan klien (Potter dan Perry, 2010)


e.Evaluasi

Evaluasi merupakan suatu proses kontinyu yang terjadi saat melakukan

kontak dengan klien. Setelah melaksanakan intervensi, kumpulkan data

subyektif dan obyektif dari klien, keluarga dan anggota tim kesehatan lain.

Selain itu, evaluasi juga dapat meninjau ulang pengetahuan tentang status

terbaru dari kondisi, terapi, sumber daya pemulihan, dan hasil yang diharapkan.

(Potter dan Perry, 2010)


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Penyakit Hansen.http://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_Hansen.

Depkes RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2020.Buku


Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta.

Eichelmann, K.(2013), Job & Ponnaiya, (2010). Leprosy an update: definition,pathogenesis,


classification, diagnosis, and treatment. ActasDermosifiliogr.2013;104(7):554-63.

Rao, (2012), Thorat (2010). Leprosy: review of the epidemiological, clinical,


andetiopathogenic aspects –Part 1. An Bras Dermatol,89:205-18

Mansjoer, arif.,2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ke 3. Jakarta : FK UI


press.pp78-88.

Nanda. (2015).Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi10 editor T


Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru.Jakarta: EGC

Potter, Perry. (2010). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice. Edisi 7.
Vol. 3. Jakarta : EGC

Yawalkar, SJ2009,Leprosy,edisi 8, Novartis Foundation for Sustainable Development,


Switzerland, diakses tanggal 27 April 2018
http://www.novartisfoundation.org/platform/apps/Publication/getfmfile.asp?id=&el
=3093&se=657571558&doc=206&dse=4

World Health Organization (WHO).(2010). Leprosy.[Serial


online].http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs101/en/index.html.
PATHWAY MORBUS HANSEN
MAID MAP MORBUS HANSEN

Definisi : Etiologi :
Klasifikasi :
Kusta atau Morbus Hansen adalah Kusta atau lepra disebabkan oleh bakteri
penyakit infeksi bakteri kronis yang Mycobacterium leprae. Bakteri ini dapat WHO membagi menjadi dua
menyerang jaringan kulit, saraf tepi, menular dari satu orang ke orang lainnya kelompok
serta saluran pernapasan, yang melalui percikan cairan dari saluran 1. Pansi Basiler (PB) : I, TT, BT
disebabkan oleh kuman pernapasan (droplet), yaitu ludah atau dahak, 2. Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL
mikrobakterium laprae ( Depkes yang keluar saat batuk atau bersin. ( Depkes
RI,2020) RI, 2020 )

Komplikasi :
Manifestasi Klinis :
a.Mati rasa. Gambaran klinis organ lain :
b.Kebutaan atau glaukoma. 1) Mata : iritis, iridosiklitis, gangguan
c.Gagal ginjal. visus sampai kebutaan
d.Disfungsi ereksi dan kemandulan 2) Tulang rawan : epistaksis, hidung
pada pria. MORBUS HANSEN
pelana
e.Perubahan bentuk wajah. 3) Tulang & sendi : absorbsi, mutilasi,
f.Kerusakan permanen pada bagian artritis
dalam hidung. 4) Lidah : ulkus, nodus
g.Kerusakan saraf permanen di luar 5) Larings : suara parau
otak dan saraf tulang belakang, 6) Testis : ginekomastia, epididimitis
termasuk pada lengan, tungkai kaki, akut, orkitis, atrofi
dan telapak kaki 7) Kelenjar limfe : limfadenitis
8) Rambut : alopesia, madarosis
9) Ginjal:glomerulonefritis,
amilodosis ginjal, pielonefritis,
Diagnosa Keperawatan : nefritis interstitial.
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan hapusan sayatan kulit 1) Kerusakan integritas kulit.
2) Nyeri kronik
atau kerokan kulit atau slit skin smear
3) Intoleransi aktifitas.
merupakan pemeriksaan sediaan yang
4) Gangguan citra tubuh.
diperoleh melalui irisan kecil pada kulit 5) Ansietas
yang kemudian diberikan pewarnaan 6) Kurang pengetahuan
tahan asam untuk melihat M. leprae.

Anda mungkin juga menyukai