Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

SISTEM INTEGUMEN

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 6

MENPADRIANTO

DIMAS SAPUTRA

DWI PARADINA

RURI RIAN SAPUTRI

TARISA SABILILLAH

WANDA HAMIDAH

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA

STIKes RSPAD GATOT SOEBROTO

PRODI D3 KEPERAWATAN

JAKARTA PUSAT

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Sistem Integumen” ini tepat
pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Gerotik. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Sistem Integumen bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada pak Riza, selaku dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Gerotik yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Jakarta, 27 September 2021

Penulis

Kelompok 6

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I (PENDAHULUAN)

a. Latar Belakang

b. Rumusan Masalah

c. Tujuan Penulisan

BAB II (TINJAUAN TEORI)

a. Konsep Menua......................................................................................................................
b. Definisi dan Anatomi Sistem Integumen...........................................................................
c. Perubahan Fisiologis Sistem Integumen Pada lansia.......................................................
d. Patologi Sistem Integumen Pada Lansia...........................................................................
e. Pemeriksaan Penunjangan..................................................................................................

BAB III (ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN PADA


LANSIA).....................................................................................................................................

a) Pengkajian............................................................................................................................
b)Diagnosa Keperawatan..........................................................................................................
c)intervensi keperawatan..........................................................................................................
BAB IV PENUTUP....................................................................................................................
1.Kesimpulan........................................................................................................................
2.Saran..................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh yang membungkus otot-otot dan organ-
organ dalam tubuh manusia dan kulit juga merupakan organ terluar yang terdapat pada
seluruh pemukaan tubuh. Oleh karena itu, kulit akan tersentuh oleh lingkungan eksternal
dan merupakan pertahanan terdepan begi tubuh. Kulit yang paling pertama terpengaruh
oleh perubahan-perubahan lingkungan. Perubahan pada kulit dapat terjadi karena
perubahan lingkungan, gangguan sistemik, dan gangguan dari kulit (integumen) itu sendiri
(Brunner & Suddarth, 2012).
Sistem intergumen merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai pelindung
(proteksi), sensasi, regulasi suhu tubuh, penyimpan lemak dan air, dan sebagai peng
absorsi sinar ultraviolet dan obat – obatan dalam tubuh manusia. Kulit juga merupakan
organ tubuh terbesar yang membentuk 15 persen berat badan total manusia. Kulit
mempunyai 3 lapisan pembentuk kulit, antara lain adalah epidermis, dermis dan jaringan
subkutan atau hipodermis / subcutis.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penyusunan makalah ini antara lain:
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan konsep menua?
2. Jelaskan definisi dan anatomi dari sistem integumen pada lansia?
3. Jelaskan perubahan fisiologis sistem integumen pada lansia?
4. Jelaskan patologi sistem integumen pada lansia?
5. Jelaskan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada sistem integumen?
6. Jelaskan asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem integumen secara teoritis?

4
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
1. Mampu menjelaskan apa yang dimaksud dengan konsep menua.
2. Mampu menjelaskan definisi dan anatomi dari sistem integumen pada lansia.
3. Mampu menjelaskan perubahan fisiologis sistem integumen pada lansia.
4. Mampu menjelaskan patologi sistem integumen pada lansia.
5. Mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada sistem integumen.
6. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem integumen
secara teoritis.

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Menua
1. Definisi Menua
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari
suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan,
yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006).

2. Degenerative Sel
Penyakit degeneratif adalah kondisi kesehatan di mana organ atau jaringan terkait
keadaannya yang terus menurun seiring waktu. Penyakit ini terjadi karena adanya
perubahan pada sel-sel tubuh yang akhirnya memengaruhi fungsi organ secara
menyeluruh.
Proses penuaan adalah penyebab penyakit degeneratif yang paling umum. Ya,
semakin bertambah usia, maka fungsi jaringan dan organ tubuh pun akan semakin
mengalami penurunan. Itu sebabnya, orang lanjut usia (lansia) lebih mungkin dan
lebih umum mengalami berbagai jenis penyakit degeneratif ketimbang dengan orang
yang lebih muda.

3. Atrofi Sel
Atrofi adalah pembuangan sebagian atau seluruh bagian tubuh. Penyebab atrofi
antara lain mutasi (yang dapat merusak gen untuk membangun organ), nutrisi yang
buruk, sirkulasi yang buruk, hilangnya dukungan hormon, hilangnya pasokan saraf ke
organ target, jumlah apoptosis sel yang berlebihan, dan kurangnya gerakan atau
penyakit intrinsik pada jaringan itu sendiri. Sebuah kondisi di mana trofik otot
berkurang disebut sebagai atrofi.

6
Atrofi adalah proses fisiologis umum reabsorpsi dan kerusakan jaringan, yang
melibatkan apoptosis. Ketika atrofi terjadi sebagai akibat dari penyakit atau
kehilangan dukungan trofik akibat penyakit lain, disebut sebagai atrofi patologis,
meskipun dapat menjadi bagian dari perkembangan normal tubuh dan homeostasis
juga.

4. Batasan Usia pada Lansia


a. WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :
1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
2) Usia tua (old) :75-90 tahun, dan
3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
b. Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga
katagori, yaitu:
1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke
atas dengan masalah kesehatan.

B. Definisi dan Anatomi Sistem Integumen


1. Definisi Sistem Integumen
Kata ini berasal dari bahasa Latin “integumentum”, yang berarti "penutup".
Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi,
dan menginformasikan hewan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali
merupakan bagian sistem organ yang terbesar yang mencakup kulit, rambut, bulu,
sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya (keringat atau lendir).

2. Anatomi Sistem Integumen


Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, dan
menginformasikan kita dari lingkungan sekitar. Sistem ini seringkali merupakan
bagian dari sistem organ terbesar yang mencakup kulit, rambut, kuku, kelenjar
keringat, kelenjar minyak dan kelenjar susu. Sistem integumen mampu memperbaiki

7
dirinya sendiri apabila terjadi kerusakan yang tidak terlalu parah (self-repairing) dan
mekanisme pertahanan tubuh pertama (pembatas antara lingkungan luar tubuh dengan
dalam tubuh). Lapisan kulit dibagi menjadi 3 lapisan yakni epidermis, dermis dan
subkutis (hipodermis) (Andriyani, Triana &
Juliarti, 2015).

a. Struktur Anatomi Kulit


Kulit terdiri dari 3 lapisan utama yakni:
1) Epidermis
Epidermis merupakan bagian kulit paling luar. Ketebalan epidermis berbeda-
beda pada setiap bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 mm misalnya
pada telapak tangan dan telapak kaki, dan yang paling tipis berukuran 0,1 mm
terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi dan perut. Epidermis tersusun dari
beberapa lapisan seperti keratinocytes, melanocytes, sel langerhans,
lymphocytes dan sel merkel (Standring, et al. 2016).

2) Dermis:
Dibawah epidermis terdapat lapisan dermis dimana merupakan jaringan
iregular yang menghubungkan serat-serat kolagen dan terdiri dari lapisan
elastis yang terbentuk dari glycosaminoglycans, glicoprotein dan cairan.
Dermis juga mengandung saraf, pembuluh darah, jaringan lymphatics dan

8
epidermal. Dermis tersusun dari 2 lapisan yakni lapisan papilari dan lapisan
retikular (menentukan bentuk dari kulit) (Standring, et al. 2016).

3) Hipodermis
Lapisan terakhir yakni hipodermis yang merupakan lapisan penghubung
beberapa jaringan yang tebal yang berhubungan dengan lapisan terakhir dari
dermis. Jaringan adiposa yang biasannya terletak antara dermis dan otot-otot
pada tubuh (Standring, et al. 2016).

Struktur Asesoris Kulit


1) Kelenjar pada Kulit
Terdiri dari kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Kelenjar keringat
terbagi atas Kelenjar Ekrin dan Kelenjar Apokrin
2) Rambut
Terdiri dari akar rambut dan batang. Menutupi hampir seluruh
permukaan tubuh. Diproduksi oleh folikel rambut. Siklus pertumbuhan
rambut:
a. Fase Anagen (pertumbuhan ): 2-6 tahun dengan kecepatan
b. Fase Telogen/istirahat : beberapa bulan
c. Fase Katogen :fase diantara kedua fase
3) Kuku
Bagian terminal lapisan tanduk yang menebal. Akar kuku : bagian yang
terbenam kulit jari. Badan kuku : bagian di atas jaringan lunak ujung jari.

C. Perubahan Fisiologis Sistem Integumen pada Lansia


1. Epidermis
- Penurunan sel melanosit sebanyak 40-50%. Akibatnya terjadi penurunan
kemampuan kulit untuk melindungi tubuh dari radiasi ultraviolet, kulit pucat,
timbulnya graying hair, peningkatan lentigines yang menimbulkan terjadinya
“age spots” atau “liver spots” pada lansia.

9
- Penurunan jumlah sel langerhans sekitar 50-70%, dimana sel ini berfungsi untuk
menyajikan makrofag. Akibatnya kemampuan kulit untuk melindungi diri dari
radiasi sinar ultraviolet dan bakteri mengalami penurunan.
- Penurunan kelembapan kulit.
- Papillae yang merupakan penghubung antara lapisan. Epidermis dan dermis mulai
menghilang. Akibatnya terjadi penurunan transfer nutrisi antar 2 lapisan ini,
sehingga lansia lebih gampang mengalami bruising. (Miller, Callor. 2012).
- Penurunan (50%) replacement rate pada stratum corneum (lapisan pertama
epidermis), sehingga terjadi penurunan kemampuan kulit dalam penyembuhan
luka, delayed absorpsi obat dan risiko terpapar bahan kimia lebih tinggi (Meiner.
2011).

2. Dermis
- Penurunan lapisan kolagen sebanyak 1% setiap tahun. Akibatnya terjadi
penurunan elastisitas kulit dan kemampuan tensile strength serta kulit menjadi
kaku.
- Penurunan jumlah dan kualitas elastin. Akibatnya penurunan kemampuan
kulit untuk meregang dan maintain skin tension.
- Penurunan jumlah fibroblast dan mast cell pada lap. dermis yang
mengakibatkan penurunan kemampuan kulit untuk melindungi diri dari
bakteri (Miller, Callor. 2012).
- Penurunan vaskularisasi, kelenjar keringat, dan saraf hampir 20%
mengakibatkan terjadinya penurunan kemampuan kulit untuk mengatur
termogulasi, penurunan tactile sensation, pain perception, dan timbulnya
kerutan pada kulit (Meiner. 2011).

3. Lapisan Subkutaneous dan kutaneous


- Beberapa area dari subkutis mengalami atropi, seperti pada permukaan
kaki bagian atas, tangan, dan muka. Pada wanita dapat dilihat juga pada
bagian payudara.

10
- Peningkatan proporsi body fat, yang lebih kelihatan pada wanita usila,
dapat dilihat pada bagian paha, sedangkan pada laki-laki pada bagian
pinggang (Miller, Callor. 2012).
- Secara keseluruhan penurunan lapisan subkutan terjadi pada lansia, akibatnya
meningkatkan risiko hipotermi, skin shearing dan blunt trauma (Meiner.
2011).

4. Kelenjar keringat dan sebaseous


- Penurunan jumlah dan fungsi kelenjar eccrine dan apocrine (terdapat pada
telapak tangan, soler, forehead dan aksila), akibatnya penurunan kemampuan
kulit untuk termogulasi, meningkatkan risiko terjadinya heat stroke,
penurunan jumlah keringat.
- Penurunan produksi sebum (dihasilkan o/ kelenjar sebaseous ), akibatnya
penurunan kemampuan kulit untuk mencegah kehilangan air dan perlindungan
terhadap pertumbuhan bakteri dan jamur.

5. Kuku
- Penurunan vaskularisasi, ukuran lunula, mengakibatkan kuku pada lansia
menjadi tebal, rapuh, tumpul, berwarna kuning atau abu-abu, buram dan
timbulnya longitudinally striated (Miller, Callor. 2012).

6. Rambut
- Penurunan produksi melanin yang mengakibatkan munculnya “gray hair”,
secara umum penurunan jumlah rambut pada kepala, aksila dan genital.
- Pada laki-laki dapat terjadi penurunan jumlah rambut pada kepala dan
jenggot namun peningkatan pada alis, telinga (predisposisi cerumen
impaction) dan lubang hidung (Ebersole et al. 2008).

D. Patologi Sistem Integumen pada Lansia


Proses atau fase penyembuhan luka secara alami menurut (Piraino &
Selimovic, 2015) dibagi menjadi 4 tahapan yakni:

11
1. Hemostasis
Pada fase ini melibatkan beberapa rangkaian proses yang saling bekerja sama
untuk menghentikan pendarahan yang disebabkan oleh luka. Di dalam pembuluh
darah, sel endotelial mensekresikan inhibitor pada koagulasi trombomodulin dan
memproduksi prostacilin dan nitric oxide untuk mencegah pecahnnya trombosit.
Sebagai upaya pencegahan jika terjadi luka pada pembuluh darah, sel endotelial akan
mulai memproduksi faktor von Willebrand untuk segera memulai proses hemostasis.
Selanjutnya terjadilah fase vasokontriksi yang berfungsi untuk membatasi jumlah
darah yang keluar akibat rusaknya pembuluh darah yang diikuti pembentukan
susunan trombosit yang menghalangi area yang rusak pada pembuluh darah, terakhir
adalah pembentukan jaringan fibrin dan protrombin dan terjadilah proses koagulasi
yang berfungsi untuk menghalangi area yang terbuka pada pembuluh darah sampai
jaringan yang rusak selesai diperbaiki.

2. Respon inflamasi
Pada tahapan inflamasi, interleukin salah satu tipe dari sitokin mulai aktif. Hal ini
memicu vaskularisasi dan proliferasi dari neutrofil, berbagai macam tipe leukosit
membuat pertahanan terhadap patogen dan mengurangi kerusakan jaringan dan
membentuk jaringan baru yang lebih sehat.

3. Proliferasi
Pada tahapan proliferasi makrofag dan neutrofil mengeluarkan reaksi kimia untuk
membentuk jaringan fibroblas pada area luka dan mengaktifkan sintetis dan
mengubah ulang ECM (extracellular matrix). Perpindahan sel ini dibantu oleh
produksi dari hyaluronic acid, dimana menyerap air dan membantu jaringan dalam
hal kemampuannya untuk bertahan dari terjadinnya deformasi.

4. Pembentukan jaringan baru


Tahapan terakhir dari proses penyembuhan luka ini memerlukan kolagen yang
merupakan struktur protein yang paling berlimpah pada sel manusia. Struktur kolagen
tipe 1 akan membentuk jaringan fibrosis, jaringan baru ini akan membungkus area

12
yang rusak. Kolagen akan secara perlahan meningkatkan akumulasi protein pada area
sekitar luka, plasminogen merupakan protase yang bermanfaat untuk perbaikan luka,
saat diaktifkan pada plasmin akan membentuk fibrinolisis yang mencegah pembekuan
fibrin agar tidak tumbuh yang akhirnya menghilang.

E. Pemeriksaan Penunjang
Jenis Pemeriksaan Diagnostik pada Kulit (Integumen):
1. Pemeriksaan tes alergi kulit
2. Biopsi Kulit
3. Imunofluoresensi (IF)
4. Pemeriksaan Apus Tzank
5. Pemeriksaan Cahaya Wood
6. Kerokan/guntingan kulit
7. Kultur Kulit
8. Pemeriksaan Kalium Hidroksida dan Kultur Jamur

13
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN PADA LANSIA

A. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Tanda : penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang gerak. Pada area
yang sakit gangguannya
misalnya:otot perubahan tunas.
2. Sirkulasi
Tanda : hipoksia, penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cidera,
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin,
pembentukan edema jaringan.
3. Eleminasi
Tanda : keluaran urin menurun adalah tidak adanya pada fase darurat, warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi, mengidentifiasi kerusakan otot.
4. Makanan/cairan
Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah.
5. Neurosensori
Gejala : area kebas/kesemutan
6. Pernapasan
Gejala : menurunnya fungsi medulla spinalis, edema medulla, kerusakan
neurology, paralysis abdominal dan otot pernapasan.
7. Integritas ego
Gejala : masalah keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, menarik diri, marah.
8. Keamanan
Tanda : adanya fraktur akibat dilokasi (jatuh, kecelakaan, kontraksi otot tetanik,
sampai dengan syok listrik).

14
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan
sekunder terhadap tekanan,gesekan dan fraksi.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang
diharuskan, status yang dikondisikan, kehilangan control motoric akibat
perubahan status mental.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan pemasukkan oral.
4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar dekubitus,
penekanan respons inflamasi.
5. Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik berhubungan
dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang etiologi, pencegahan, tindakan dan
perawatan dirumah.

C. Intervensi Keperawatan
DX 1 : Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan
sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
1) Terapkan prinsip pencegahan luka dekubitus.
R : Prinsip pencegahan luka dekubitus, meliputi mengurangi atau merotasi
tekanan dari jaringan lunak.
2) Atur posis pasien senyaman mungkin.
R : Meminimalkan terjadinya jaringan yang terkena dekubitus.
3) Balut luka dengan balutan yang mempertahankan kelembaban lingkungan
diatas dasar luka.
R : Luka yang lembab dapat mempercepat kesembuhan.

DX 2: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan gerak


yang diharuskan, status yang dikondisikan, kehilangan control motorik
akibat perubahan status mental.
1) Dukungan mobilisasi ketingkat yang lebih tinggi.
R: Gerakan teratur menghilangkan tekanan konsisten diatas tonjolan tulang.

15
2) Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan, seperti mandi.
R : Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan control pasien
dalam situasi dan peningkatan kesehatan lingkungan.
3) Berikan perhatian khusus pada kulit.
R : Penelitian menunjukkan bahwa kulit sangat rentan untuk mengalami
kerusakan karena konsentrasi berat badan.

DX 3: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan Ketidakmampuan pemasukkan oral.
1) Beri makan dalm jumlah kecil, sering dan dalam keadaan
hangat.
R : Membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan dan meningkatkan
pemasukkan, menambah nafsu makan.
2) Bantu kebersihan Oral sebelum makan.
R : Mulut/peralatan bersih meningkatkan nafsu makan yang baik.
3) Pertahankan kalori yang ketat.
R : Pedoman tepat untuk pemasukkan kalori yang tepat.

DX 4: Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar


dekubitus, Penekanan respons inflamasi.
1) Gunakan tehnik yang tepat selama mengganti balutan.
2) R : Teknik yang baik mengurangi masuknya mikroorganisme pathogen
kedalam luka.
3) Ukur tanda–tanda vital
R: Peningkatan suhu tubuh, takikardia menunjukkan adanya sepsis.
4) Gunakan sarung tangan steril setiap mengganti balutan.
R : Setiap ulkus terkontaminasi oleh mikroorganisme yang berbeda, tindakan
ini dapat mencegah infeksi.
5) Cuci dasar luka dengan larutan NaCl 0,9%.
R : Dapat membuang jaringan yang mati pada permukaan kulit dan
mengurangi mikroorganisme.

16
6) Berikan obat antibiotic sesuai indikasi.
R : Antibiotic pilihan pada ulkus dekubitus berguna melawan organisme
gram negative dan gram positif.

DX 5 : Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik


berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang etiologi, pencegahan,
tindakan dan perawatan dirumah.
1) Anjurkan tindakan untuk mencegah luka dekubitus.
R : Pencegahan luka dekubitus lebih mudah dari pengobatan.
2) Anjurkan tindakan untukmengobati luka dekubitus.
R : Instruksi spesifik ini membantu pasien dan keluarga belajar untuk
meningkatkan penyembuhan dan mencegah infeksi.

17
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem Integumen pada manusia adalah terdiri dari kulit, kuku, rambut, kelenjar keringat,
kelenjar minyak dan kelenjar susu.Anatomi Sistem Integumen pada Manusia kulit
tersusun atas tiga lapisan, yaitu : Epidermis, Dermis, Skin Appendages atau /Struktur
asesoris kulit dan Warna Kulit. Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam
menjaga homeostasis tubuh. Fungsifungsi tersebut dapat dibedakan menjadi : fungsi
proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan
pembentukan vitamin D. Gangguan Pada Sistem Integumen Manusia diantaranya yaitu
Kanker Kulit, penyakit pupus, Rubeola atauPenyakit Campak, Jerawat, Hemangioma,
Cold Sore (Herpes Simplex Virus), Psoriasis, Rosacea, Seborrheic Eczema (Eksim
Seborrheic), dan Hives/Urticaria (Gatal Alergi).

B. Saran
Makalah ini hanya mencakup materi-materi umum Sistem Integumen sehingga masih
diperlukan referensi-referensi lain dalam menyusun makalah maupun pembuatan tugas.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ataufikata. (t.thn.). Asuhan Keperawatan Gerontik Dengan Gangguan Sistem Integumen.


Diambil kembali dari PDFCOFFEE: https://pdfcoffee.com/asuhan-keperawatan-gerontik-
dengan-gangguan-sistem-integumen-4-pdf-free.html

Cah, S. (2019, Juni 13). artikelmateri. Diambil kembali dari Anatomi dan fisiologi sistem
integumen manusia. : https://www.artikelmateri.com/2016/09/anatomi-danfisiologi-
sistem-integumen-manusia-fungsi-organ-pengertian.html?m=1

Intan Wahyuni. (2020, November). Perubahan Fisiologis Sistem Integumen Lansia. Diambil
kembali dari DOKU.PUB: https://doku.pub/documents/perubahan-fisiologis-sistem-
integumen-lansia-el9rod13nkly

Novia. (2016, April 02). Pemeriksaan Diagnostik Pada Sistem Integumen. Diambil kembali dari
SCRIBD: https://id.scribd.com/doc/306704774/Pemeriksaan-Diagnostik-Pada-Sistem-
Integumen

19

Anda mungkin juga menyukai