Anda di halaman 1dari 41

Asuhan Keperawatan

Klien Morbus Hansen


Maya Angelina B – 18 – Reg C
DEFINISI
Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu
dikenal sebagai Penyakit Kusta atau Lepra adalah penyakit
infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium Leprae
dan biasanya memengaruhi kulit serta saraf tepi, namun
memiliki berbagai macam manifestasi klinis. (WHO, 2010).

Penyakit ini ditandai dengan borok dari tulang dan kulit yang
menyebabkan hilangnya sensasi, lumpuh, gangrene, dan
deformasi. (The American Heritage – Dictionary of the English
language).
PATOFISIOLOGI
Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi menurut
sebagian ahli cara penulannya adalah melalui saluran
pernapasan (inhalasi) dan kulit (kontak langsung yang lama).
Kuman mencapai permukaan kulit melalui folikel rambut,
kelenjar keringat, dan diduga juga air susu ibu. Timbulnya
penyakit kusta pada seseorang tidak mudah sehingga tidak
perlu ditakuti. Hal ini bergantung pada beberapa faktor, antara
lain sumber penularan, kuman kusta, daya tahan, sosial
ekonomi dan iklim
ETIOLOGI
M. (leprae) merupakan basil tahan asam (BTA), bersifat
obligat intraseluler, menyerang saraf pereifer, kulit dan
organ lain seperti mukosa saluran pernapasan atas, hati,
sum – sum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa
membeladiri M.leprae 12 – 21 hari sedangakan masa
tunas 40 hari – 40 tahun.
KLASIFIKASI
Untuk keperluan kombinasi atau Multidrug
Therapy (MDT) yaitu menggunakan gabungan
Rifampicin, Lamprene dan DDS, maka penyakit
kusta di Indonesia diklasifikasikan mennjadi 2
tipe yaitu :
• Tipe PB (Pausi basiler)
• Tipe MB (Multi basiler)
KLASIFIKASI
KLASIFIKASI
PATHWAY
MANIFESTASI KLINIS
Untuk menetapkan diagnosa penyakit kusta perlu
dicari tanda – tanda pokok atau “cardinal signs” pada
badan yaitu :
• Kelainan kulit / lesi yang hypopigmentasi atau
kemerahan dengan hilang / mati rasa yang jelas
• Kerusakan dari saraf tepi, yang berupa hilang / mati
rasa dan kelemahan otot tangan, kaki atau muka
• Adanya kuman tahan asam di dalam kultur jaringan
kulit (BTA positif)
KOMPLIKASI
• Kerusakan Saraf
Komplikasi paling parah penyakit kusta adalah rusaknya saraf secara
permanen. Ini merupakan akibat bakteri yang menyerang saraf bagian tepi,
terutama saraf pada wajah, tangan dan kaki.
Kondisi tersebut membuat penderitanya tidak dapat merasakan nyeri dan
suhu. Bukan tak mungkin penderita tanpa sadar melukai dirinya dengan benda
tajam atau membakar dirinya.
Kerusakan saraf juga memengaruhi kulit sekitarnya. Ini membuat kulit
menjadi kering, timbul borok, serta rambut di sekitarnya ikut rontok.
KOMPLIKASI
• Kerusakan Mata
Seperti yang dijelaskan pada poin sebelum, kusta menyerang
saraf yang ada di wajah, termasuk yang saraf mata. Keadaan ini
mengakibatkan penderitanya menjadi sulit untuk menutup mata
(lagoftalmus).
Kurangnya sensitivitas pada mata dapat menimbulkan katarak, 
keratitis, dan glaukoma yang bisa menyebabkan kebutaan
KOMPLIKASI
• Kerusakan pada Wajah dan Hidung
Lapisan mukosa pada hidung bisa mengering dan mati rasa akibat
kerusakan saraf. Akibatnya, hidung jadi tersumbat dan terjadi mimisan kronis.
Infeksi sekunder juga bisa terjadi di hidung, sehingga tulang rawan mengalami
pengikisan, membuat bentuk hidung tak lagi normal.
Kerusakan pada wajah juga bisa terjadi, yaitu timbul seperti benjolan dan
pembengkakan permanen.
KOMPLIKASI
• Kecacatan pada Tangan dan Kaki

Akibat kerusakan saraf secara terus-menerus dan menjadi permanen,


kondisi ini menyebabkan kelumpuhan pada otot tangan dan kaki. Kemudian,
jari-jari bisa berubah bentuk menjadi tertekuk atau bengkok, susah diluruskan,
dan tak lagi mampu mengangkat bagian depan kaki.

Infeksi sekunder juga dapat timbul, sehingga menyebabkan penyerapan


dan pengikisan pada tulang dan jaringan sekitar. Perlahan, jari tangan dan kaki
akan hilang.
KOMPLIKASI
• Kerusakan Ginjal
Jika infeksi sudah masuk ke aliran darah, kerusakan ginjal dapat
terjadi. Kerusakan yang dimaksud adalah terjadinya peradangan pada
bagian ginjal yang memiliki fungsi sebagai penyaring dan pembuang
cairan berlebih. Kerusakan yang terus-terusan terjadi dapat membuat
penderitanya mengalami gagal ginjal
KOMPLIKASI
• Infertilitas
Pada penderita pria, infertilitas dan impotensi dapat terjadi. Hal
ini disebabkan oleh infeksi bakteri yang dapat menurunkan hormon
testosteron dan produksi sperma
l
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan Bakterioskopik
Memiliki lesi yang paling aktif yaitu : yang paling erythematous
dan paling infiltratif. Secara topografik yang paling baik adalah muka
dan telinga. Denngan menggunakan Vaccinosteil dibuat goresan
sampai didermis, diputar 90 derajat dan dicongkelkan, dari bahan tadi
dibuat sediaan apus dan diwarnai Zeihlnielsen. Pada pemeriksaan
akan tampak batang-batang merah yang utuh, terputus-putus atau
granuler.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Test Mitsuda
Berupa penyuntikan lepromin secara intrakutan pada lengan,
yang hasilnya dapat dibaca setelah 3 – 4 minggu kemudian bila timbul
infiltrat di tempat penyuntikan berarti lepromim test positif
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA
KLIEN DENGAN
MORBUS HANSEN
01.
PENGKAJIA
N
PENGKAJIAN

Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang


diberikan, anak-anak dan dewasa pemberian dosis obatnya
berbeda. Pekerjaan, alamat menentukan tingkat sosial, ekonomi
dan tingkat kebersihan lingkungan. Karena pada kenyataannya
bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan
ekonomi lemah.
02.
RIWAYAT
KESEHATAN
RIWAYAT KESEHATAN
• Sekarang
Biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan adanya lesi
dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang gangguan
keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada organ tubuh
• Masa lalu
Ada klien dengan morbus hansen reaksinya mudah terjadi jika dalam kondisi lemah,
kehamilan, malaria, stres, sesudah mendapat imunisas
• Keluarga
Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh
kuman kusta (mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi
salah satu anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular.
RIWAYAT KESEHATAN
• Riwayat Psikososial
Fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita. Klien yang menderita morbus hansen akan malu karena
sebagian besar masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan, sehingga
klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena
penurunan.
• Riwayat Ekonomi
Biasanya klien yang menderita penyakit ini kebanyakan dari golonganmenengah kebawah terutam
apada daerah yang lingkungannya kumuh dan sanitasi yang kurang baik
• Pola Aktivitas Sehari – hari
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki maupun kelumpuhan.
Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri karena kondisinya yang tidak
memungkinkan
02.
PEMERIKSAA
N FISIK
PEMERIKSAAN FISIK

• Sistem Penglihatan
Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, komea mata anastesi
sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan
kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan
lagophthalmos jika ada infeksi akan buta. Pada morbus hansen tipe II
reaksi berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ tubuh akan
mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak
pada alis mata maka alis mata akan rontok.
PEMERIKSAAN FISIK

• Sistem Pernapasan
Klien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana dan terdapat
gangguan pada tenggorokan
• System Musculoskeletal
Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau
kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi .
PEMERIKSAAN FISIK
• System Persyarafan
 Kerusakan system sensorik
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang mati rasa. Akibat kurang/
mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada kornea mata
mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip.
 Kerusakan system motoric
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya
mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan

 Kerusakan fungsi otonom

Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah
sehingga kulit menjadi kering menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah.
03.
DIAGNOSA
KEPERAWATA
N
DIAGNOSA
KEPERAWATAN

a. Gangguan rasa nyaman (D.0074) nyeri yang berhubungan dengan proses


inflamasi jaringan.
b. Kerusakan integritas kulit (D.0139) yang berhubungan dengan lesi dan proses
inflamas.
c. Intoleransi aktivitas (D.0056) yang berhubungan dengan kelemahan otot

d. Gangguan konsep diri (citra diri) (D.0083) yang berhubungan dengan


ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh.

e. Resiko penyebaran infeksi (D.0142) berhubungan dengan lesi yang meluas


04.
ANALISA
DATA
ANALISA DATA
ANALISA DATA
ANALISA DATA
ANALISA DATA
05.
INTERVENSI
KEPERAWATA
N
INTERVENSI
KEPERAWATAN
06.
IMPLEMENTAS
I
KEPERAWATA
N
IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN

Implementasi atau pelaksanaan merupakan salah satu tahap proses


keperawatan keluarga dimana perawat mendapatkan kesempatan untuk
membangkitkan minat untuk mendapatkan perbaikan kearah perilaku
hidup sehat. Pelaksanaan tindakan keperawatan keluarga didasarkan
kepada rencana asuhan keperawatan yang telah disusun sebelumnya
(Gusti, 2013).
07.
EVALUASI
KEPERAWATA
N
EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi adalah tahap terakhir dalam proses keperawatan.


Tujuan dari evaluasi yaitu untuk menentukan apakah tujuan
tersebut dapat dicapai secara efektif. Evaluasi diakukan sesuai
dengan intervensi yang telah diberikan, dan dilkukan penilaian
untuk melihat keberhasilannya. Jika tindakan belum berhasil,
maka perlu kita cari metode atau ide lainnnya. Pada tahapan ini
dapat dilakukan selama proses asuhan keperawatan (formatif)
dan evaluasi di akhir (sumatif) (Bakri, 2017).
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai