Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERWATAN

MORBUS HANSEN
(KUSTA)

Nur Lailia Antasyia


P27820119031
3 Reguler A
https://dinkes.bulelengkab.go.id/artikel/penyakit-kusta-58
PENGKAJIAN
1. Identitas
Berisikan nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan. Penyakit
kusta dapat mengenai semua usia antara usia 3 minggu hingga lebih
dari 70 tahun namun yang terbanyak adalah pada usia muda dan
produktif. Berdasarkan laporan di beberapa negara laki-laki lebih
sering dibanding perempuan. Penyakit kusta juga dipengaruhi oleh
sosial ekonomi, dimana penyakit kusta lebih jarang ditemukan pada
tingkat sosial ekonomi yang tinggi (Kemenkes RI., 2012).

2. Keluhan Utama
Biasanya klien dengan penyakit kusta datang berobat dengan keluhan
adanya lesi (bercak putih) tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan
pada saraf), kadang-kadang demam ringan, dan adanya komplikasi
pada organ tubuh lain (Rao, 2010).
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit kusta disebabkan oleh Mycobacterium leprae Kemampuan seseorang dalam membentuk
yang biasanya menyerang kulit dan saraf tepi namun juga respon imun menentukan jalannya infeksi
dapat mengenai otot, mata, tulang, testis dan organ Mycobacterium leprae. oleh karena itu, kaji
lainnya (Lee dkk, 2012; Thorat dan Sharma, 2010). Faktor apakah klien pernah menderita kusta
risiko terjadinya penyakit kusta yaitu keganasan dari sebelumnya ataupun suatu penyakit kronis yang
bakteri Mycobacterium leprae dan imunitas/daya tahan dapat mempengaruhi sistem imun seseorang
tubuh seseorang yang rendah, sehingga bakteri dapat yang dapat membuat Mycobacterium leprae
tumbuh dan berkembang dengan baik dan ditandai hidup dan berkembang dalam tubuh. (Lestari,
dengan adanya demam ringan, lesi (bercak putih) tunggal 2015)
atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf). (Lestari,
2015)
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit kusta bukanlah sebuah penyakit turunan,
tetapi jika terdapat salah satu anggota keluarga
ataupun tetangga yang menderita kusta yang terlibat
kontak langsung maka risiko tinggi tertular sangat
mungkin terjadi. Maka kaji adakah anggota
keluarga yang mengalami penyakit yang sama,
maupun penyakit lain yang menurun seperti
jantung, diebetes mellitus, dan hipertensi. (Lestari,
2015)

Lestari, D. N. M. (2015). Perkembangan Luka Ulkus Plantar Pada Penderita Kusta Di


Rumah Sakit Sumberglagah Kabupaten Mojokerto. Mojokerto.
Pola-Pola Fungsi Kesehatan

1. Pola Persepsi dan Tatalaksana Hidup Sehat


Biasanya klien kurang mengetahui tentang faktor risiko terjadinya Morbus hansen
atau kusta, antara lain Agent (tingkat keganasan dari Mycobacterium leprae), Host
(kekuatan sistem imun), dan Environment (keadaan lingkungan sekitar, seperti suhu,
kelembapan, kebersihan, dan sosial budaya).
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pola makan dan nutrisi harus sangat diperhatikan karena hal ini berkaitan dengan
kekuatan sistem imun tubuh klien agar lebih kuat dalam meghadapi Mycobacterium
leprae.
3. Pola Eliminasi
4. Pola Tidur dan Istirahat
Tidak ada masalah
5. Pola Aktivitas
Hal yang paling buruk kemungkinannya adalah luka yang akan menjalar dan akan merusak fungsi
tubuh lain yang akan menyebabkan sebagian penderita kusta akan menjalani tindakan amputasi
(Lestari, 2015). Sehingga klien kemungkinan akan bergantung pada orang lain dalam melakukan
kegiatan sehari-hari karena kondisinya yang tidak memungkinkan.
6. Pola Hubungan dan Peran
Biasanya klien akan merasa gelisah, cemas, menarik diri, dan mudah tersinggung terkait dengan
kondisinya. Namun, apabila bisa menyesuaikan tidak akan menjadi masalah dalam hubungannya
dengan anggota keluarga lainnya maupun dengan orang lain.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Biasanya klien akan tidak percaya diri dan malu akibat dari adanya perubahan fungsional pada
tubuhnya dengan adanya bercak putih (kusta) ataupun kecacatan yang terkait dengan penyakit yang
di deritanya.
8. Pola Sensori dan Kognitif
Biasanya terdapat nyeri tekan pada syaraf atau disebut neuritis, dan jika kusta
(Morbus hansen) ini terjadi pada mata maka akan menyebabkan Keratitis dan
lesi pada bilik anterior bola mata, juga dapat terjadi ektropion dan entropion.
(Syafrudin, dkk, 2011).
9. Pola Reproduksi Seksual
10. Pola Penanggulangan Stress
Biasanya klien akan merasa tertekan dan stress dengan adanya perubahan
pada tubuhnya, namun hal ini tergantung dengan orang-orang terdekat klien
yang harus selalu memberi spirit pada klien.
11. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan

Sumber : Doenges, M E dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan


dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC.
Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum
• Kesadaran : compos mentis
• Tekanan Darah menurun
• Suhu meningkat
• Nadi Meningkat
• RR meningkat
• SPO2 menurun

B. Pemeriksaan Head To Toe


1. Kepala
Biasanya terdapat lesi (bercak putih) disekitar wajah, alopesia, madarosis.
2. Sistem Integumen
Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem (kemerah-
merahan), infiltrate (penebalan kulit), nodul (benjolan).Jika ada kerusakanfungsi
otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi
darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah.
3. Mata (Penglihatan)
Pada penderita kusta, dapat ditemukan kelainan pada mata akibat kelumpuhan
m. Orbicularis auli, sehingga terjadi lagophtalamus atau mata tidak dapat
terpejam, akibatnya mata menjadi keringg dan berlanjut pada keratitis, ulkus
kornea, iritis, iridoskilitik, dan berakhir dengan kebutaan.
4. Telinga (Pendengaran)
Biasanya terdapat terdapat lesi, kaji adanya nyeri tekan pada otitis media dan
mastoidius.
5. Hidung (Penciuman)
Septum nasal tepat ditengah, tidak terdapat sekret, terdapat lesi, tidak terdapat
hiposmia, dan dapat terjadi epistaksis.
6. Mulut dan Faring
Mukosa kering, kemungkinan terdapat ulkus dan nodus pada lidah. Terdapat
gangguan pada tenggorokkan
7. Inguinal-Genetalia-Anus
Biasanya dapat terjadi epididimis akut, orkitis, dan atrofi.
8. Ekstremitas
Biasanya terdapat kelainan otot berupa atrofi distese otot yang ditandai
dengan kelumpuhan otot-otot, diikuti kekakuan sendi atau kontraktur
sehingga terjadi clowhean, drop put, dan drop hean, kelainan pada tulang
dapat berupa osteomilitis dan resopsi tulang yang mengakibatkan
pemendakan dan kerusakan tulang (ujung bengkok), terutama jari-jari tangan
dan kaki.

Sumber : Sjamsoe Daili, Emmi S. 2003. Kusta. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Pemeriksaan Penunjang

Menurut Kosasih dan Linuwih, Sri (2010)


a.Tes sensilibilitas pada kulit yang mengalami kelainan
b.Laboratorium : basil tahan asam. Diagnosa pasti apabila adanya mati rasa
dan kuman tahan asam pada kulit yang (+) (positif)
c. Pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan histopatologi pada penyakit lepra
dilakukan untuk memastikan gambaran klinik atau untuk menentukan klasifikasi
lepra.
d. Pemeriksaan serologis, pada pemeriksaan serologis lepra didasarkan atas
terbentuknya antibodi tubuh seseorang yang terinfeksi oleh Mycobacterium
leprae.
Sumber : https://www.scribd.com/doc/315337661/woc-kusta diunggah oleh sely pada 10 Juni 2016.
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan
gejala penyakit
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan pigmentasi kulit
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
perubahan bentuk tubuh
Intervensi Keperawatan
Intervensi Rasional
1. Identifikasi nyeri 1. Mengetahui tingkat
dengan menggunakan keparahan nyeri dan
1. Gangguan rasa nyaman berhubungan sistem PQRST menentukan tindakan
dengan gejala penyakit 2. Identifikasi respons selanjutnya yang harus
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan nyeri non verbal dilakukan
keperawatan selama 1X24 jam diharapkan 3. Ajarkan teknik napas 2. Respons non verbal
status kenyamanan klien mengalami dalam untuk mengurangi merupakan pembuktian dari
peningkatan nyeri pengkajian yang didapat dari
Kriteria Hasil : 4. Kontrol lingkungan hasil wawancara dengan klien.
 Klien merasa rileks yang dapat memperberat 3. Teknik napas dalam dapat
 Klien tidak tampak gelisah rasa nyeri merilekskan ketegangan-
 Tidak ada keluhan tidak nyaman 5. Kolaborasi pemberian ketegangan pada tubuh klien.
analgetik 4. Lingkungan yang nyaman
dapat membuat klien merasa
tenang dan nyaman.
5. Obat analgetik merupakan
obat yang digunakan sebagai
pereda nyeri.
Intervensi Rasional
2. Gangguan Integritas Kulit
1. Identifikasi penyebab 1. Untuk menentukan
berhubungan dengan perubahan
gangguan integritas kulit tindakan selanjutnya yang
2. Ubah posisi tiap 2 jam harus dilakukan pigmentasi kulit
tirah baring 2. Mengurangi timbulnya luka Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan
3. Gunakan produk yang baru / lesi baru keperawatan 3X24 jam diharapkan
dapat melembabkan 3. Kelembapan kulit sangat mengalami integritas kulit/jaringan membaik
4. Anjurkan minum air perlu dijaga agar terhindar Kriteria Hasil :
yang cukup dari komplikasi luka  Elastisitas kulit meningkat
5. Anjurkan menghindari 4. Asupan cairan tubuh yang  Kulit tidak kering
suhu ekstrem 5. cukup dapat menghidrasi  Pigmentasi abnormal kulit
6. Anjurkan mandi dan kulit menurun
menggunakan sabun 6. Suhu ekstrem dapat  Perfusi jaringan kulit meningkat
secukupnya memperparah kondisi luka
Sabun merupakan senyawa
basa yang dapat membuat
kulit menjadi kering.
Intervensi Rasional

1. Monitor apakah klien 1. Untuk mengetahui


dapat melihat bagian bagaimana respon klien dan
Gangguan citra tubuh berhubungan tubuhnya yang berubah apakah ada tindakan yang
dengan perubahan bentuk tubuh 2. Diskusikan perubahan perlu ditingkatkan
tubuh 2. Melalui diskusi kita dapat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
3. Diskusikan persepsi meyakinkan klien untuk
asuhan keperawatan selama 3X24 jam klien dan keluarga menerima adanya perubahan
diharapkan citra tubuh meningkat. tentang perubahan citra pada tubuh klien.
Kriteria Hasil : tubuh 3. Membantu mengembalikan
 Melihat bagian tubuh meningkat 4. Jelaskan kepada rasa percaya diri klien
 Menyembunyikan bagian tubuh keluarga tentang walaupun dengan adanya
menurun perawatan perubahan perubahan yang terjadi.
 Hubungan sosial membaik citra tubuh 4. Klien maupun keluarga bisa
5. Anjurkan melakukan perawatan diri
menggunakan alat bantu secara mandiri di rumah.
dan latih peningkatan 5. Sebagai sarana untuk klien
penampilan diri beradaptasi dengan adanya
perubahan pada dirinya.
Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yaitu tahap mengevaluasi
respons atau hasil dari tindakan keperawatan yang
dilakukan terhadap klien serta mendokumentasikan
semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta
respon dan hasilnya.

Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan
yang merupakan perbandingan yang sistematis dan
terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan
atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan

Sumber : Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan, Ed. I. Jakarta : EGC


DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, Dali. 2019. Penyakit Kusta : Sebuah Pendekatan Klinis. Makassar : Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Rao A, et al. (2010). Mechanism of antifungal activity of terpenoid phenols resembles calcium stress and inhibition of the TOR pathway.
Antimicrob Agents Chemother 54(12):5062-9

Lestari, D. N. M. (2015). Perkembangan Luka Ulkus Plantar Pada Penderita Kusta Di Rumah Sakit Sumberglagah Kabupaten Mojokerto.
Mojokerto.

Doenges, M E dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta :
EGC.

Sumber : Sjamsoe Daili, Emmi S. 2003. Kusta. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat Perawat Nasional Indonesia. Jakarta
Selatan.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat Perawat Nasional Indonesia. Jakarta Selatan.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat Perawat Nasional Indonesia. Jakarta
Selatan.
TERIMAKASIH

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including icons by Flaticon
, and infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai