Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI PADA MATA

OLEH:

SUZANNI SITOHANG

NIM: B19024
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KERATITIS

Kornea (latin Cornum: seperti tanduk) adalah selaput bening


mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis
jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Kornea ini
disisipkan di sklera di limbus, lekuk melingkar pada
persambungan ini disebut sulkus sklelaris. Kornea dewasa rata-
rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi,
dan diameternya sekitar 11,5 mm. Kornea terdiri atas lapis: epitel,
membran bowman, stroma, membran descement, dan endotel.

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang


dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya
disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgesens.
Deturgesens atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea,
dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh
fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada
epitel dalam mekanisme dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik
pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel.

Keratitits adalah peradangan pada kornea, membran


transparan yang menyelimuti bagian berwarna dari mata (iris) dan
pupil. Keratitis dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa.
Bakteri pada umumnya tidak dapat menyerang kornea yang sehat,
namun beberapa kondisi dapat menyebabkan infeksi bakteri
terjadi. Contohnya, luka atau trauma pada mata dapat
menyebabkan kornea terinfeksi. Mata yang sangat kering juga
dapat menurunkan mekanisme pertahanan kornea.

I. PENGERTIAN

Keratitis adalah peradangan pada kornea.

Radang kornea biasanya diklasifikasikan sebagai berikut:


1. Keratitis Pungtata
Keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman, dengan
infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis Pungtata terbagi
lagi yaitu Keratitis Pungtata Superfisial dan Keratitis Pungtata
Subepitel.
2. Keratitis Marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar
dengan limbus.
3. Keratitis Interstisial
Ditemukan pada jaringan kornea yang lebih dalam.
4. Keratitis Bakterial
5. Keratitis jamur
Biasanya dimulai dengan suatu ruda paksa pada kornea oleh
ranting, pohon, daun dan sebagian tumbuh-tumbuhan.
6. Keratitis Virus
Pada keratitis ini biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis
tanpa terlihatnya gejala kelainan konjungtiva, ataupun tanda akut.
Keratitis virus antara lain:

 Keratitis herpetic,
 Keratitis dendritik,
 Keratitis disiformis,
 Keratokonjungtivitis epidemi.

7. Keratitis Dimmer atau Keratitis Numularis


Bentuk keratitis dengan ditemukannya infiltrat yang bundar
berkelompok dan di tepinya berbatas tegas sehingga memberikan
gambaran halo.
8. Keratitis Filamentosa
Keratitis yang disertai adanya filament mukoid dan deskuamasi sel
epitel pada permukaan kornea.
9. Keratitis Alergi
- Keratokonjungtivitis flikten
Merupakan radang kornea dan konjungtiva yang merupakan reaksi
imun yang mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif
terhadap antigen.
10. Keratitis Fasikularis
Keratitis dengan pembentukan pita pembuluh darah yang menjalar
dari limbus ke arah kornea.
11. Keratitis Konjungitivitis vernal
Merupakan penyakit rekunen, dengan peradangan tarsus dan
konjungtiva bilateral.
12. Keratitis Lagoftalmus
Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus di mana kelopak
tidak dapat menutup dengan sempurna sehingga terdapat
kekeringan kornea.
13. Keratitis Neuroparalitik
Merupakan keratitis akibat kelainan saraf trigeminus, sehingga
terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan
kornea.
14. Keratokonjungtivitis Sika
Suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva.
15. Keratitis Sklerotikan
Kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai radang
sklera atau skleritis.

II. ETIOLOGI

1. Bakteri, seperti:

 Staphylococcus,
 Streptococcus,
 Pseudomonas,
 Pneumococcus.

2. Virus, seperti:

 Virus herpes simpleks,


 Virus herpes zoster.

3. Jamur, seperti:

 Candida,
 Aspergillus.

4. Hipersensitif: toksin / allergen


5. Gangguan hervus trigeminus
6. Idiopatik

III. PATOFISIOLOGI

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung yang uniform dan


“jendela” yang dilalui berkas cahaya retina. Sifat tembus cahayanya
disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler, dan deturgesens.
Deturgesens atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea,
dipertahankan oleh fungsi sawar epitel.

Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya


mikroorganisme ke dalam kornea dan merupakan satu lapis sel-sel
pelapis permukaan posterior kornea yang tak dapat diganti baru.
Sel-sel ini berfungsi sebagai pompa cairan dan menjaga agar
kornea tetap tipis dan basah, dengan demikian mempertahankan
kejernihan optiknya. Jika sel-sel ini cedera atau hilang, timbul
edema dan penebalan kornea yang pada akhirnya mengganggu
penglihatan.

IV. TANDA DAN GEJALA

 Mata sakit, gatal, silau.


 Gangguan penglihatan (visus menurun).
 Mata merah dan bengkak.
 Hiperemi konjungtiva.
 Merasa kelilipan.
 Gangguan kornea (sensibilitas kornea yang hipestesia).
 Fotofobi, lakrimasi, blefarospasme.
 Pada kelopak terlihat vesikel dan infiltrat filament pada
kornea.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemulasan fluorescein.
 Kerokan kornea yang kemudian dipulas dengan pulasan gram
maupun giemsa.
 Kultur untuk bakteri dan fungi.
 Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10% terhadap kerokan
kornea.
 Tes Schirmer. Bila resapan air mata pada kertas Schirmer
kurang dari 10 mm dalam 5 menit dianggap abnormal.
 Tear film break up time.

Waktu antara kedip lengkap sampai timbulnya bercak kering


sesudah mata dibuka minimal terjadi sesudah 15 – 20 detik, tidak
pernah kurang dari 10 detik.

VI. PENATALAKSANAAN

 Pemberian antibiotik, air mata buatan.


 Pada keratitis bakteri pada diberikan gentamisin 15 mg/ml,
tobramisin 15 mg/ml, atau seturoksim 50 mg/ml. Untuk hari-
hari pertama diberikan setiap setengah jam kemudian
diturunkan menjadi setiap jam sampai 2 jam bila membaik.
Ganti obatnya bila resisten atau tidak terlihat membaik.
 Perlu diberikan sikloplegik untuk menghindari terbentuknya
sinekia posterior dan mengurangi nyeri akibat spasme siliar.
 Pada keratitis jamur, sebagai terapi awal diberikan ekonazol 1
% yang berspektum luas.
 Debridement.
 Anti virus, anti inflamansi dan analgetik.

PENGKAJIAN

1. Keluhan Utama
- Gangguan penglihatan (visus menurun),
- Mata sakit,
- Lakrimasi.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
- Mata merah dan bengkak,
- Merasa kelilipan,
- Gangguan penglihatan (visus menurun),
- Mata sakit, gatal, silau,
- Fotofobi, lakrimasi, blefarospasme,
- Adanya flikten / infiltrat pada kornea.

3. Riwayat Penyakit Masa Lalu


- Pernah menderita konjungtivitas / herpes,
- Trauma.

4. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi

 Hiperemi pada konjungtiva


 Adanya flikten / infiltrat pada kornea.
 Adanya lakrimasi
 Mata tampak merah dan bengkak

b. Pemeriksaan diagnostik

 Pemulasan fluorescen
 Test Schirmer
 Keratometer
 Fotokeratoskop
 Topografi

DIA GNOSA KEPERAWATAN

1) Resiko cedera
Faktor resiko:
Eksternal : Terpapar patogen
Internal : Perubahan sensasi
Kondisi klinis terkait : Gangguan penglihatan

Tujuan: Tingkat cedera menurun


Kriteria hasil:
 Toleransi aktivitas dan makanan meningkat
 Ekspresi wajah kesakitan menurun
 Tekanan darah,nadi dan pernafasan membaik
Intervensi
Observasi
 Identifikasi kebutuhan keselamatan(mis.kondisi fisik,fungsi
kognitif dan riwayat perilaku)
 Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
Teraupetik
 -Hilangkan bahaya keselamatan (mis.kondisi
fisik,fungsinkognitif,biologis dan kimia),jika memungkinkan
 -Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan
resiko
 -Sediakan alat bantu keamanan lingkingan(mis.commode
chair dan pegangan tangan)
Edukasi
 Ajarkan individu,keluarga dan kelompok resiko tinggi bahaya
lingkun

2) Nyeri
Penyebab: Agen pencedera fisiologis ( mis.inflamasi )
Gejala dan tanda
Subjektif : Mengeluh nyeri
Objektif :
 Tampak meringis -Gelisah
 Frekuensi nadi meningkat
 Tekanan darah meningkat
 Pola nafas berubah
 Proses berpikir terganggu
 Nafsu makan menurun
 Sulit tidur
Tujuan:Tingkat nyeri menurun
Kriteria hasil :
 Kemampuan menuntaskan aktifitas meningkat
 Keluhan nyeri menurun
 Meringis menurun
 Gelisah menurun
 Proses berpikir membaik
 Nafsu makan membaik
 Pola tidur membaik
 Pola pernapasan dan tekanan darah membaik
Intervensi:
Observasi
 Identifikasilokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas,
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor terapi komplementer yang sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Teraupetik
 Berikan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri ( mis, TENS,hipnosis,akupresur,terapi
musik,terapi pijat,aroma terapi,kompres
hangat/dingin,terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
( mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan )
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab,periode dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 -Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
3) Ansietas
Penyebab: Kurang terpapar informasi
Gejala dan tanda
Subjektif
 Merasa bingung
 Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
 Sulit berkonsentrasi
 Merasa tak berdaya
 Mengeluh pusing
Objektif
 Tampak gelisah
 Tampak tegang
 Sulit tidur
 Diaforesis
 Frekuensi napas dan nadi meningkat
 Tekanan darah meningkat
 Sering berkemih
Tujuan: Tingkat ansietas menurun
Kriteria hasil:
 Verbalisasi kebingungan dan khawatir akibat kondisi yang
dihadapi menurun
 Perilaku gelisah dan tegang menurun
 Keluhan pusing menurun
 Diaforesis menurun
 Pola tidur dan pola berkemih membaik
 Frekuensi nadi dan pernapasan membaik
 Tekanan darah membaik
Intervensi
Observasi
 Identifikasi saat tingkat ansietas berubah ( mis.
Kondisi,waktu, stressor)
 Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
 Monitor tanda-tanda ansietas ( Verbal dan Nonverbal )
Teraupetik
 Ciptakansuasana teraupetik untuk menumbuhkan
kepercayaan
 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
 Pahami situasi yang membuat ansietas
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
 Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
 Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan
datang
Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
 Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,pengobatan
dan prognosis
 Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif,sesuai
kebutuhan
 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
 Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
 Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
 Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu.

4) Intoleransi aktivitas
Penyebab: -Kelemahan

Tanda dan gejala:


Subjektif
 Mengeluh lelah
 Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
Objektif
 Frekuensi jantung meningkat>20% dari kondisi istirahat

Tujuan:Toleransi aktivitas meningkat


Kriteria hasil:
 Kemudahan melakukan aktifitas sehari-hari meningkat
 Keluhan lelah menurun
 Frekuensi jantung membaik

Intervensi
Observasi
 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
 Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Monitor pola dan jam tidur
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
Teraupetik
 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.
Cahaya,suara,kunjungan )
 Lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan.

Pelaksanaan Keperawatan (Implementasi)


Dilaksanakan sesuai dengan rencana tindakan, menjelaskan
setiap tindakan yang akan dilakukan, sesuai dengan pedoman /
prosedur teknis yang telah ditentukan.

Evaluasi Keperawatan

Evaluasi hasil menggunakan kriteria evaluasi yang telah


ditentukan pada tahap perencanaan keperawatan, dilakukan
secara periodik, sistematis terencana.

Anda mungkin juga menyukai