SKENARIO 1
“Lenting Pada Kulit”
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2021
Skenario
(Lenting Pada Kulit)
Seorang pria usia 22 tahun, datang ke klinik dokter umum dengan keluhan timbul lenting
di kulit leher berisi nanah sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya lenting berisi nanah ini berukuran
kecil, semakin lama semakin menyebar di leher. Karena sempat digaruk oleh pasien beberapa
lenting ini ada yang pecah. Demam serta nyeri disangkal. Gatal dikatakan sempat pada awal
munculnya lenting, namun saat pemeriksaan dikatakan tidak ada gatal. Pada status
dermatologikus, lokasi pada leher ditemukan berupa bula multipel, terlihat bula tersebut berada
di atas kulit sekitarnya yang eritematosa, dengan dinding bula yang kendor dan berisi cairan
seropurulen (hipopion) berukuran 4-5 mm serta terdapat erosi pada bekas dinding bula yang
telah pecah disertai krusta disekitarnya. Dokter mengedukasi pasien untuk menjaga higienitas
tubuh dan memberikan tatalaksana lebih lanjut
STEP 1
1. Lenting : Keadaan seperti melepuh yang muncul pada kulit, bentuk gelembung yang
berisi cairan dengan ukuran yang bervariasi.
2. Status dermatologikus : Memiliki sinonim (eflorensiansi) : ilmu yang mempelajari
morfologi kulit
3. Bula :
a. Suatu ruang primer berupa gelembung besar yang diameter >5 mm, seringkali
ditemukan pada luka bakar.
b. Terdapat beberapa jenis yaitu bula hemoragik, bula pus, bula hipopion
4. Hipopion : Cairan berwarna jernih kemudian menjadi keabu-abuan dan akhirnya menjadi
kuning gelap seperti nanah.
5. Krusta :
a. Ruang sekunder yang berupa cairan eksudat yang memiliki warna tertentu pada kulit.
b. Cairan tubuh yang mongering.
c. Cairan nanah yang mengeras atau gumpalan darah yang menebal dan menjadi koreng.
6. Eritematosa : Berupa lesi kemerahan pada kulit yang disebabkan karena ada reaksi
inflamasi.
7. Erosi : kelainan pada kulit yang disebabkan hilangnya jaringan pada kulit.
STEP 2
1. Mengapa pasien mengeluhkan adanya lenting di kulit leher berisi nanah yang semakin
lama semakin menyebar disertai gatal dan pecah saat digaruk?
2. Bagaimana interpretasi status dermatologikus lokasi pada leher ditemukan berupa bula
multipel, terlihat bula tersebut berada di atas kulit sekitarnya yang eritematosa, dengan
dinding bula yang kendor dan berisi cairan seropurulen (hipopion) berukuran 4-5 mm
serta terdapat erosi pada bekas dinding bula yang telah pecah disertai krusta disekitarnya?
3. Bagaimana penegakkan diagnosis pada pasien tersebut?
4. Bagaimana tatalaksana untuk kasus tersebut?
STEP 3
1. Pada pemeriksaan status dermatologikus ditemukan bula. Bula ada banyak factor resiko
yaitu bakteri, autoimun, obat-obatan. Apabila ada infeksi bakteri ke tubuh manusia
adanya kerusakan struktur kulit yang bisa disebabkan karena luka mekanik seperti jatuh,
lecet. Struktur kulit rusak, bakteri bisa masuk. Kulit tidak normal akan ada pengaktifan
fibroelektin tempat melekatnya bakteri. Perlekatan bakteri ini menyebabkan ada sel yang
bermasalah, hilangnya adhesi antar sel ke sel. Bakteri sudah menginvasi adanya aktivasi
dari sel imun, mengaktifan sel sel lainnya, perdangan local aktif, sel mast aktf, akan
terjadi respon imun pada umumnya. Akan menciptkan lesi awal yang masih gatal.
Fibronektin dan adhesi berkurang sehingga muncul perkata sel sehingga susunan sel
longgar, terdapat rongga. Permeabilitas kapiler akan meningkat, eksudat akan masuk
nantinya akan membentuk lenting.
Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang memliki barrier pertahanan cukup kuat.
Bakteri tidak akan bisa masuk kecuali ulit tersebut menglamai kerusakan. Bakteri bisa
mnyerang kulit melalui infeksi primer yang disebabkan bakteri piogenik. Kondisi reaktif
bisa menyebabkan proses inflamasi. Ada respon inflamasi yang masuk di sekitar kulit,
ada system aktif sehingga muncul perasaan gatal saat awal muncul infeksi. Pada
pemeriksaan gatal tidak muncul lagi karena saat awal ifeksi, mediator-mediator inflamasi
yang berperan adalah seperti sel neutrophil, dsb. Kemudian yang berperan sel imun yang
spesifik.
2. Bula merupakan vesikel yang membesar, awalnya ada cairan yang membesar.
Eritematosa timbul karena ada reaksi inflamasi makanya timbul seperti kemerahan.
Hipopion, nanah yang terkumpul pada bagian bawah. Erosi, berupa kehilangan jaringan
kulit yang tidak sampai stratum basal. Status dermatologikus/UKK dibagi menjadi :
a. Primer : terdapat macula, papula, plakat, nodul, vesikel, bula, kista, urtikaria, pustula,
tumor.
b. Sekunder : skuama, kusta, erosi, ekskoriasi, ulkus, likenfikasi, fisura, sikatriks, atrofi
c. Khusus : komedo, milia, purpura, teleangiektasis, eksanterma.
3. Anamnesis : bisa timbul lesi, demam, diare, riwayat penyakit lain, penggunaan
kotikosteroid.
Pemeriksaan fisik : melihat ruam/efloresensi apakah ruam primer dan sekunder, yang
sesuai, sifat efloresensi : ukuran, susunan, bentuk, dan lokalisasi, alat bantu kaca
pembesar atau sinar wood.
Pemeriksaan lab : sediaan langsung pewarnaan gram, tes koagulase
4. Nonfarmakologi :
a. Menghindari factor prediposisi
b. Menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh
c. Menghindari factor predisposisi dan mencegah kontak langsung maupun tidak
langsung dengan penderita.
d. Memperkuat daya tahan tubuh
e. Pasien diedukasi untuk membersihkan kulit rutin
f. Mandi minimal 2-3 kali sehari
g. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan rumah dan sekitar
Farmakologi :
a. Amoksisilin 3x500mg perhari
b. Diberikan golongan penisilin
c. Diberikan antibiotic topical (dioles, obat luar) seperti salep, krim, lotion, gel (keadaan
basah), bedak. Mupirocin atau natrium fucidat 2%, sediaan salep atau krim diberikan
2–3 kali sehari selama 7–10 hari).
STEP 4
1. Salah satunya karena ada infeksi bakteri. Kulit idak infarka, bakteri masuk mengeluarkan
toksin yang fungsinya merusak adhesi protein, kulit akan menempel satu sama lain. Kulit
akan longgar, ada rongga, bakteri bisa masuk lebih dalam lagi. Mediator inflamasi akan
memicu vasodilatasi local sehingga ada eritematosa, permeabilitas meningkat timbul vesikel
penumpukan cairan berkelanjutan sehingga muncul bula, jika digaruk bisa menimbul krusta.
2. UKK primer :
a. Makula datar/batas tegas/berbeda dengan warna sekitar. ada 3 warna yaitu
hipopigmentasi, hiperpigmentasi, dan eritema.
b. Papul kecil/padat meninggi diameter < 0,5 cm.
c. Nodul padat/palpable diameter > 0,5 cm.
d. Tumor penonjolan tegas diameter > 2,5 cm.
e. Plakat peninggian permukaan, luas lesi lebih besar dibandingkan tinggi lesi diameter
> 2,5 cm.
f. Vesikel gelombang kecil berisi cairan jernih diameter < 0,5 cm.
g. Bula vesikel diameter > 0,5 cm.
h. Kista ruangan berdinding yang berisi cairan atau bahan semi solid.
i. Pustul meninggi / batas tegas isi pus
UKK sekunder :
a. Skuama : pengelupasan abnormal atau akumulasi startum korneum dalam bentuk sisik.
b. Krusta : cairan ( pus, vesikel , serum ) mongering.
c. Erosi : kehilangan jaringan yang tidak melewati stratum basal. cairan : serous.
d. Ekskoriasi : kehilangan jaringan smp ujung papila dermis. cairan : darah.
e. Ulkus : kehilangan jaringan lebih dalam dari ekskoriasi
3. Berdasarkan algoritma : Apabila ditemukan bula, dilihat apakah jernih atau tidak. Apabila
isinya jernih apakah dasarnya kulit normal atau tidak, apabila kulit normal dilihat daerahnya
terbuka atau tidak dan apakah mudah rupture atau tidak. Apabila daar kulit eritem, dilihat
apakah menyebar ke seluruh tubuh, kemudian tanya apakah punya riwayat penyakit
sistemik, kemudian rujuk. Apabila terlokalisir di satu bagian, tanya apakah memiliki riwayat
sistemik.
Pioderma superficial : lesi berada pada jaringan epidermis (jarang ada demam)
Profunda : bisa terdapat keluhan demam.
4. Nonfarmakologi :
a. Menghindari factor prediposisi
b. Menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh
c. Menghindari factor predisposisi dan mencegah kontak langsung maupun tidak langsung
dengan penderita.
d. Memperkuat daya tahan tubuh
e. Pasien diedukasi untuk membersihkan kulit rutin
f. Mandi minimal 2-3 kali sehari
g. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan rumah dan sekitar
Farmakologi :
MINDMAP
UKK
penegakkan
etiologi penatalaksnaan jenis-jenis
patomekanisme diagnosis
REFLEKSI MANDIRI
Alhamdulillah, PBL kali ini berjalan dengan lancar. Seluruh mahasiswa dapat
berpendapat dan berpartisipasi secara aktif akan tetapi tetap dalam batasan prosedur untuk tidak
mendominasi di dalam diskusi. Semoga hal ini dapan dipertahankan dan bahkan ditingkatkan.
STEP 6
BELAJAR MANDIRI
STEP 7
Peninggian
3. Papul
Suatu massa padat sirkumskrip,
menonjol diatas permukaan kulit,
diameter kurang dari 0,5 cm dan dapat
terjadi pada dermis dan epidermis kulit,
berbentuk kubah, kerucut, datar atau
berumbilikasi.
4. Plakat
Lesi berupa peninggian pada kulit
menyerupai permukaan bidang yang
elatif luas dibanding ketebalan kulitnya.
Terjadi karena beberapa papul
bergabung menjadi satu dan papul juga
bia terjadi karena garukan yang
berulang.
5. Nodus
Suatu massa padat sirkumskip yang
lebih besar dari papul, dapat menonjol
terletak dikutan atau subkutan dengan
diameter lebih dari 1 cm. Bila diameter
kurang dari 1 cm disebut nodulus.
6. Vesikel
Gelembung yang berisi cairan serum,
diameter kurang dari 0,5 cm.
Mempunyai dasar dan atap. Letak
superfisial bila berada diepidermis.
Vesikel terjadi karena adanya celah
dalam epidermis atau taut
dermoepidermal.
7. Bula
Vesikel dengan diameter lebih besar
dari 1 cm. Bula hipopion adalah bula
berisi pus dan isi bula berada dibawah
seperti kantung, sedangkan bula
hemoragik merupakan bula berisi darah.
8. Kista
Ruangan berdinding dan berisi cairan
yang dihasilkan dari sel maupun sisa sel.
Kista terbentuk dari kelenjar yang
melebar dan tertutup, saluran kelenjar,
pembuluh darah, saluran getah bening,
atau pun lapisan epidermis.
9. Pustula
Lesi kulit yang terisi dengan pus
dibagian epidermis. Terjadi karena
infeksi bakteri menyebabkan
penumpukan eksudat purulen yang
terdiri dari pus, leukosit dan debris.
b. UKK Sekunder
Akibat perubahan yang terjadi pada efloresensi primer.
Luka mengering & mengelupas
Hilang lapisan jaringan
4. Erosi
Kelainan kulit yang disebabkan
kehilangan jaringan yang tidak
melampaui stratum basal yaitu sampai
stratum spinosum. Kulit tampak menjadi
cerah dan keluar cairan serosa, misalnya
pada dermatitis kontak.
5. Ekskoriasi
Ekskoriasi adalah kerusakan kulit
sampai ujung stratum papilaris sehingga
kulit tampak merah disertai bintik-bintik
perdarahan. Ditemukan pada dermatitis
kontak dan ektima.
6. Ulkus
Ulkus adalah hilangnya bagian kulit di
bagian dermis atau lebih dalam ke
subkutis dan selalu terjadi perubahan
secara patologi. Ulkus biasanya
merupakan fenomena sekunder.
7. Likenifikasi
Penebalan kulit sehingga relief atau
garis-garis lipatan kulit tampak lebih
jelas. Terjadi karena perubahan kolagen
pada bagian superfisial dermis
menyebabkan penebalan kulit.
8. Fisura
Fisura adalah celah linear yang
menghubungkan epidermis atau ke
dalam dermis. Lesi ini bisa tunggal atau
ganda dan bervariasi dari berukuran
mikroskopis hingga beberapa
sentimeter.
9. Scar/ sikatriks
Scar merupakan pergantian jaringan
fibrosa pada kerusakan jaringan yang
disebabkan oleh ulkus atau
persembuhan luka.
10. Atrofi
Hal ini mengacu pada pengurangan
beberapa atau seluruh lapisan kulit.
Bentuk epidermal dimanifestasikan
sebagai penipisan epidermis yang
menjadi transparan, kehilangan tekstur
kulit dan seperti lembaran hitam (paper-
cigarete).
11. Eksantema
Kelainan pada kulit yang timbul
serentak dalam waktu singkat, dan tidak
berlangsung lama, umumnya didahului
oleh demam.
12. Purpura
Purpura adalah ekstravasasi sel darah
merah (eritrosit) ke kulit dan selaput
lendir (mukosa), dengan manifestasi
berupa macula kemerahan yang tidak
hilang pada penekanan.
BULA
a. Pioderma - IMPETIGO Bolusa
Pioderma adalah infeksi kulit dan jaringan lunak yang disebabkan oleh bakteri
piogenik, yang tersering adalah S. aureus dan Streptokokus β-hemolitik grup A
antara lain S. pyogenes
Terdapat 2 bentuk pioderma:
1. Pioderma superfisialis, lesi terbatas pada epidermis
Impetigo nonbulosa
Impetigo bulosa
Ektima
Folikulitis
Furunkel
Karbunkel
Kriteria Diagnostik
PIODERMA
Superficialis Profunda
Diagnosis Banding
1. Impetigo nonbulosa: ektima, dermatitis atopik, dermatitis seboroik, dermatitis
kontak alergi, skabies, tinea kapitis
2. Impetigo vesikobulosa: dermatitis kontak, Staphylococcal scalded skin
Dermatologi Infeksi 123 syndrome, pemfigoid bulosa, pemfigus vulgaris, eritema
multiforme, dermatitis herpetiformis
3. Ektima: impetigo nonbulosa
4. Folikulitis: tinea barbae, tinea kapitis, folikulitis keloidal (acne keloidal
nuchae), folikulitis pitirosporum, “Hot tub” folikulitis, folikulitis kandida
5. Furunkel, karbunkel: akne kistik, kerion, hidradenitis supurativa
6. Selulitis/erisipelas: dermatitis kontak, dermatitis stasis, necrotizing fasciitis,
tuberkulosis kutis verukosa, infeksi mikobakterium atipik, mikosis profnda,
leismaniasis, deep vein thrombosis, limfedema, vaskulitis leukositoklastik,
pioderma ganggrenosum, gout, paget disease
7. Hidradenitis: skrofuloderma
Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan
1. Pemeriksaan sederhana dengan pewarnaan Gram.
2. Kultur dan resistensi spesimen lesi/aspirat apabila tidak responsif terhadap
pengobatan empiris.
3. Kultur dan resistensi darah, darah perifer lengkap, kreatinin, C-reactive protein
apabila diduga bakteremia.
4. Biopsi apabila lesi tidak spesifik.
Tata Laksana
Prinsip: pasien berobat jalan, kecuali pada erisipelas, selulitis dan flegmon derajat
berat dianjurkan rawat inap.
Tata Laksana
Edukasi
Membatasi penularan: edukasi terhadap pasien dan keluarganya agar menjaga
higiene perorangan yang baik.
Prognosis
Impetigo dapat sembuh tanpa pengobatan dalam 2 minggu tanpa sekuele. Ektima
dapat menetap selama beberapa minggu dan dapat terjadi komplikasi skar.
Rekurensi abses dan furunkel pada anak sebesar 18-28%
b. Chickenpox
Etiologi
Varicella Zoster Virus (VZV)
Patofisiologi
Penegakkan diagnosis
Pada anamnesis, yang paling umum ditemukan adalah ruam yang sesuai dengan
dermatomanya. Setelah gejala prodromal berupa nyeri dan parestesia, makula dan
papula eritematosa akan muncul dan berkembang menjadi vesikel dalam 24 jam.
Vesikula akhirnya mengeras dan sembuh.
Nyeri dan kehilangan sensorik adalah gejala yang biasa ditemukan, tetapi
kelemahan motorik juga terjadi dan sering terlewatkan saat pemeriksaan. Kelemahan
motorik terjadi ketika aktivitas virus melampaui akar sensorik dan melibatkan akar
motorik. Kasus monoplegia aktual akibat varisela-zoster virus (VZV) brachial plexus
neuritis telah dilaporkan.
Tatalaksana
- Varisela neonatal
Asiklovir intravena 10 mg/kgBB/kali tiap 8 jam (7-10 hari)
- Anak (imunokompeten)
Asiklovir oral 20 mg/kgBB/kali 4 kali sehari selama 7-10 hari
Simptomatik: antihistamin, antipiretik, bedak, antibiotik topikal
- Dewasa (tanpa komplikasi)
Asiklovir 5 x 800 mg 7-10 hari per oral, atau
Famsiklovir 3 x 500 mg 7 hari per oral, atau
Valasiklovir 2 x 1 g selama 7 hari per oral
- Dewasa (immunocompromised & pneumonia varisela primer)
Asiklovir intravena 10 mg/kgBB/kali tiap 8 jam (7-10 hari)
Terapi topikal:
Antibiotik topikal: krim Asam Fusidat untuk lesi erosi
Bedak salisilat untuk lesi yang belum pecah
Komplikasi
Herpes zoster, keratitis, ulkus kornea
b. Herpes Zoster
Etiologi
Varicella Zoster Virus (VZV)
Patofisiologi
Penegakkan diagnosis
Manifestasi klinis dapat dibagi menjadi 3 fase:
Pre-eruptive phase (pre-herpetic neuralgia)
- Fenomena sensorik sepanjang 1 atau lebih dermatom kulit, berlangsung 1-10 hari
(rata-rata 48 jam)
- Fenomena biasanya dikeluhkan sebagai rasa sakit, gatal atau parestesia
- Gejala lain, seperti malaise, mialgia, sakit kepala, fotofobia, demam (jarang terjadi)
c. Herpes Simpleks
Etiologi
Virus herpes simpleks merupakan golongan Alphaherpesvirinae, sebagai
subfamili dari human herpesviruses bersama dengan virus varicella-zoster yang sering
disebut sebagai human herpes-virus 3. HSV merupakan virus bentuk besar dengan inti
berisi double stranded DNA yang dilapisi oleh icosahedron dengan 162 capsomeres.
HSV-1 merupakan penyebab luka di bibir dan luka di kornea mata, biasanya
dapat ditularkan langsung melalui kontak langsung dengan sekresi atau dari sekitar
mulut. HSV-2 merupakan penyebab herpes genitalis, terutama ditularkan melalui
kontak langsung dengan luka selama melakukan hubungan seksual, oleh karena itu
herpes tersebut dianggap sebagai salah satu penyakit menular seksual (STD).
Patofisiologi
Penegakkan diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada infeksi HSV primer (baik HSV-1 atau HSV-2) saat hospes tidak memiliki
antibodi HSV dalam serum, sering ditandai dengan tanda-tanda dan gejala sistemik
(demam, malaise, mialgia, anorexia) dan akan berlangsung selam 3-14 hari.
Infeksi primer melibatkan mukosa dan ekstramukosa. Gejala klinis pada infeksi
HSV-1 (orofacial) terdiri dari gingivostomatitis (vesikel dan ulkus di sekitar gusi dan
mulut), herpes okular (mata), keratitis, keratokongjungtivitis (vesikel dan ulkus pada
mata, konjungtiva, kornea), dan meningoensefalitis. Namun gejala yang paling sering
ditemukan adalah gingivostomatitis dan faringitis.
Infeksi herpes genital ditandai dengan gejala demam, sakit kepala, malaise,
mialgia, nyeri, gatal, disuria, keluar cairan dari vagina dan urethra, dan limfadenopati
inguinal. Luasnya lesi bersifat bilateral pada genitalia eksterna merupakan tanda yang
spesifik. Lesi mungkin dapat dalam berbagai fase seperti vesikel, pustula, atau ulkus
eritematous yang terasa nyeri.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis HSV dapat dilakukan secara serologik dan
virologik. Pemeriksaan virologik dengan ELISA untuk menentukan titer antibodi IgM,
IgG baik untuk HSV-1 dan HSV-2.
Tatalaksana
- Medikamentosa
- Non-farmakologi
Penggunaan kontrasepsi (terutama kondom) mengurangi kemungkinan penularan
infeksi HSV-1, khususnya selama periode asimtomatik ekskresi virus. Ketika lesi
berupa vesikel, infeksi HSV dapat ditransmisikan dari kulit ke kulit meskipun
menggunakan kondom. Namun demikian, data yang tersedia menunjukkan bahwa
penggunaan kondom yang konsisten adalah cara yang efektif untuk mengurangi
risiko penularan infeksi HSV-2.
Dermatitis kontak alergi (DKA) ialah dermatitis yang terjadi akibat pajanan
dengan bahan alergen di luar tubuh, diperantai reaksi hipersensitivitas tipe 4.
Klasifikasi:
1. DKA lokalisata
2. DKA sistemik
Patofisiologi
Penegakkan Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Terjadi reaksi berupa dermatitis, setelah pajanan ulang dengan alergen
tersangka yang sama. Bila pajanan dihentikan maka lesi akan membaik.
- Riwayat terpajan dengan bahan alergen.
- Lesi dapat juga non-eksematosa, misalnya: purpurik, likenoid, pigmented, dan
limfomatoid. Bila pajanan dihentikan maka lesi akan membaik.
- Gambaran klinisnya polimorfik, sangat bervariasi bergantung stadiumnya:
1. Akut: eritema, edema, dan vesikel
2. Subakut: eritema, eksudatif (madidans),krusta
3. Kronik: likenifikasi, fisura, skuama
- Gejala subyektif berupa rasa gatal.
- Pada DKA lokalisata, lesi berbatas tegas dan berbentuk sesuai dengan bahan
penyebab.
- Pada DKA sistemik, lesi dapat tersebar luas/generalisata.
- Dapat berhubungan dengan pekerjaan/lingkungan pekerjaan.
- Bila berhubungan dengan pekerjaan, memenuhi 4 dari 7 kriteria Mathias yaitu:
1. Manifestasi klinis sesuai dengan dermatitis kontak
2. Pada lingkungan kerja terdapat bahan yang dicurigai dapat menjadi iritan atau
allergen
3. Distribusi anatomis sesuai dengan area terpajan
4. Terdapat hubungan temporal antara waktu terpajan dan timbulnya manifestasi
klinis
5. Penyebab lain telah disingkirkan
6. Kelainan kulit membaik pada saat tidak bekerja/libur/cuti
7. Tes tempel atau tes provokasi dapat mengidentifikasi penyebab
Pemeriksaan penunjang
- Uji tempel untuk mencari penyebab
Uji tempel dapat digunakan dengan alergen standar, alergen seri tertentu (misal seri
kosmetik, seri sepatu, dll), serta alergen tambahan yang berasal dari bahan yang
dicurigai (misalnya dari potongan sepatu, bahan dari pabrik tempat bekerja).
- Pada DKA kosmetika, apabila tes tempel meragukan/negatif dapat dilanjutkan
dengan tes pakai (use test), tes pakai berulang (repeated open application test- ROAT
Tatalaksana
- Medikamentosa
Sistemik: simptomatis, sesuai gejala dan sajian klinis
Derajat sakit berat: dapat ditambah kortikosteroid oral setara dengan prednison 20
mg/hari dalam jangka pendek (3 hari).
Topikal:
Pelembab setelah bekerja. disarankan pelembab yang kaya kandungan lipid,
misalnya vaselin (petrolatum).
Basah (madidans): beri kompres terbuka (2-3 lapis kain kasa) dengan larutan
NaCl 0,9%5
Kering: beri krim kortikosteroid potensi sedang sampai tinggi, misalnya
mometason furoat, flutikason propionat, klobetasol butirat.
Bila dermatitis berjalan kronis dapat diberikan klobetasol propionate interiten.
Pada kasus yang berat dan kronis, atau tidak respons dengan steroid bisa diberikan
inhibitor kalsineurin atau fototerapi BB/NB UVB, atau obat imunosupresif
sistemik misalnya azatioprin atau siklosporin. Bila ada superinfeksi oleh bakteri:
antibiotika topikal/sistemik.
- Non-medikamentosa
Identifikasi dan penghindaran terhadap bahan alergen tersangka.
Anjuran penggunaan alat pelindung diri (APD), misalnya sarung tangan, apron
dan sepatu bot. Pada beberapa kondisi oklusif akibat penggunaan sarung tangan
terlalu lama dapat memperberat gangguan sawar kulit.
Komplikasi
- Infeksi sekunder (penatalaksanaan sesuai dengan lesi, pemilihan jenis antibiotik
sesuai kebijakan masing-masing rumah sakit).
- Hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi paska inflamasi.
Penegakkan diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit,
pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter
maupun dilakukan sendiri. Namun yang paling penting ditanyakan pada anamnesis
antara lain:
1. Riwayat pekerjaan sekarang: tempat bekerja, jenis pekerjaan, kegiatan yang lazim
dilakukan pada hari kerja, pakaian pelindung dan peralatan, dan fasilitas kebersihan
dan prakteknya.
2. Faktor pekerjaan sehubungan dengan gangguan kulit seperti material yang dipakai
dan proses yang dilakukan, informasi mengenai kesehatan dan keselamatan tentang
material yang ditangani, apakah ada perbaikan pada akhir pekan atau pada hari libur,
riwayat kerja yang lalu sebelum bekerja di tempat tersebut, riwayat tentang penyakit
kulit akibat kerja yang pernah diderita, apakah ada pekerjaan rangkap di samping
pekerjaan yang sekaran
3. Riwayat lainnya secara umum: latar belakang atopi (perorangan atau keluarga),
alergi kulit, penyakit kulit lain, pengobatan yang telah diberikan, kemungkinan
pajanan di rumah, dan hobi pasien.
Pemeriksaan Fisik
Pertama tentukan lokalisasi kelianan apakah sesuai dengan kontak bahan yang
dicurigai, yang tersering adalah daerah tangan, lengan, muka atau anggota gerak.
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan
kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh
deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu.
Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat
kemungkinan kelainan kulit lain karena sebabsebab endogen. Kemudian tentukan ruam
kulit yang ada, biasanya didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan
pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi
pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke
daerah sekitarnya.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan uji tempel. Uji tempel biasa
digunakan untuk allergen dengan BM rendah yang dapat menembus stratum korneum
yang utuh, yaitu dengan menggunakan unit uji tempel yang terdiri dari filter paper disc.
Tatalaksana
- Medikamentosa
Sistemik: simtomatis, sesuai gejala dan sajian klinis Derajat sakit berat: dapat
ditambah kortikosteroid oral setara dengan prednison 20 mg/hari dalam jangka
pendek (3 hari).
Topikal:
Pelembap setelah bekerja/after work cream. Disarankan pelembap yang kaya
kandungan lipid.
Sesuai dengan sajian klinis
- Basah (madidans): beri kompres terbuka (2-3 lapis kain kasa) dengan larutan
NaCl 0,9%.
- Kering: beri krim kortikosteroid potensi sedang, misalnya flusinolon asetoid.
- Bila dermatitis berjalan kronis dapat diberikan mometason fuorate intermiten
Pada kasus yang berat dan kronis, atau tidak respons dengan steroid bisa
diberikan inhibitor kalsineurin atau fototerapi dengan BB/NB UVB5,8 (B,2) atau
obat sistemik misalnya azatioprin atau siklosporin. Bila ada superinfeksi oleh
bakteri: antibiotika topikal/sistemik
- Non medikamentosa
Identifikasi dan penghindaran terhadap bahan iritan tersangka.
Anjuran penggunaan alat pelindung diri (APD), misalnya sarung tangan apron,
sepatu bot. Pada beberapa kondisi oklusif akibat penggunaan sarung tangan terlalu
lama dapat memperberat gangguan sawar kulit.
Edukasi mengenai prognosis, informasi mengenai penyakit, serta perjalanan
penyakit yang akan lama walaupun dalam terapi dan sudah modifikasi lingkungan
pekerjaan, perawatan kulit.
Komplikasi
Infeksi sekunder (terapi infeksi sekunder sesuai dengan klinis dan pemilihan jenis
antibiotik sesuai dengan kebijakan masing-masing rumah sakit.
f. Dermatitis Venenata
Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons
terhadap pengaruh factor eksogen dan atau endogen, menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, skuama) dan keluhan gatal.
Dermatitis venenata merupakan dermatitis kontak iritan tipe akut lambat yang biasanya
disebabkan oleh gigitan, liur, atau buu serangga yang terbang pada malam hari.
Etiologi
Dermatitis kontak iritan akut dapat berasal dari toxin serangga, paling sering
terjadi di daerah panas serta beriklim tropis. Contohnya adalah wabah padereus yang
dilaporkan pada Afrika, Amerika Selatan, Turki da Iran.
Patofisiologi
Dermatitis kontak iritan akut akibat dari toxin serangga, yaitu suatu toksin yang
disekresi oleh serangga dari genus paderus yang suka bertelur pada tempat lembab,
vegetasi di rawa, dan lahan pertanian. Serangga ini berukuran kecil dengan permukaan
tbuh yang halus berwarna oranye. Serangga ini tidak menggigit ataupun menyengat.
Toksin yang dikeluarkan serangga bila terjadi sentuhan atau benturan dengan kulit
secara langsung atau tidak langsung melalui handuk, tinja, baju,, atau alat yang tercemar
oleh racun serangga tersebut.
Kelainan kulit dapat berupa lepuhan, kulit keerahan, di atasnya terdapat vesikel
papul, fistul, bentuk polimorf, tergantung penyebaran racun. Paderin menyebabkan
reaksi pada kulit sekitar 24 jam setelah kontak. Dalam kasus ringan, eritema ringan
dapat berlangsung selama beberapa hari. Kasus yang berat bisa menyebabkan gejala
yang lebih berat juga.
Penegakkan diagnosis
Biasanya diawali hanya denga ulit kemerahan yang terasa perih dan gatal.
Namun selang beberapa jam dapat terlihat seperti melepuh. Jika pasien menggaruk lesi
dengan menggunakan tangan, maka lesi tersebut dapat berpindah ke tangan disertai rasa
gatal dan kemerahan.
Pada status dermatologis ditemukan macula eritem berukuran plakat disertai
erosi dan krusta, tersusun linier, difus dengan bentuk tidak teratur.
Tampak vesikel berukuran lenticular dengan dasar eritema yang ersusun linear,
dengan bentuk tidak teratur.
Tatalaksana
Komplikasi
Dapat terjadi kissing lesion, yaitu sepasang lesi kulit yang sama yang terjadi akibat lesi
kulit pertama menempel pada kulit normal lainnya.
d. UKK Sekunder
Akibat perubahan yang terjadi pada efloresensi primer.