Anda di halaman 1dari 46

RESUME PBL

SKENARIO 1
“Lenting Pada Kulit”

Nama : Annisa Aulia Afifah


NPM : 119170017
Kelompok : 9A
Tutor : dr. Putri Puspa Lestari
Blok : 4.3

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2021
Skenario
(Lenting Pada Kulit)

Seorang pria usia 22 tahun, datang ke klinik dokter umum dengan keluhan timbul lenting
di kulit leher berisi nanah sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya lenting berisi nanah ini berukuran
kecil, semakin lama semakin menyebar di leher. Karena sempat digaruk oleh pasien beberapa
lenting ini ada yang pecah. Demam serta nyeri disangkal. Gatal dikatakan sempat pada awal
munculnya lenting, namun saat pemeriksaan dikatakan tidak ada gatal. Pada status
dermatologikus, lokasi pada leher ditemukan berupa bula multipel, terlihat bula tersebut berada
di atas kulit sekitarnya yang eritematosa, dengan dinding bula yang kendor dan berisi cairan
seropurulen (hipopion) berukuran 4-5 mm serta terdapat erosi pada bekas dinding bula yang
telah pecah disertai krusta disekitarnya. Dokter mengedukasi pasien untuk menjaga higienitas
tubuh dan memberikan tatalaksana lebih lanjut

STEP 1

1. Lenting : Keadaan seperti melepuh yang muncul pada kulit, bentuk gelembung yang
berisi cairan dengan ukuran yang bervariasi.
2. Status dermatologikus : Memiliki sinonim (eflorensiansi) : ilmu yang mempelajari
morfologi kulit
3. Bula :
a. Suatu ruang primer berupa gelembung besar yang diameter >5 mm, seringkali
ditemukan pada luka bakar.
b. Terdapat beberapa jenis yaitu bula hemoragik, bula pus, bula hipopion
4. Hipopion : Cairan berwarna jernih kemudian menjadi keabu-abuan dan akhirnya menjadi
kuning gelap seperti nanah.
5. Krusta :
a. Ruang sekunder yang berupa cairan eksudat yang memiliki warna tertentu pada kulit.
b. Cairan tubuh yang mongering.
c. Cairan nanah yang mengeras atau gumpalan darah yang menebal dan menjadi koreng.
6. Eritematosa : Berupa lesi kemerahan pada kulit yang disebabkan karena ada reaksi
inflamasi.
7. Erosi : kelainan pada kulit yang disebabkan hilangnya jaringan pada kulit.

STEP 2
1. Mengapa pasien mengeluhkan adanya lenting di kulit leher berisi nanah yang semakin
lama semakin menyebar disertai gatal dan pecah saat digaruk?
2. Bagaimana interpretasi status dermatologikus lokasi pada leher ditemukan berupa bula
multipel, terlihat bula tersebut berada di atas kulit sekitarnya yang eritematosa, dengan
dinding bula yang kendor dan berisi cairan seropurulen (hipopion) berukuran 4-5 mm
serta terdapat erosi pada bekas dinding bula yang telah pecah disertai krusta disekitarnya?
3. Bagaimana penegakkan diagnosis pada pasien tersebut?
4. Bagaimana tatalaksana untuk kasus tersebut?

STEP 3

1. Pada pemeriksaan status dermatologikus ditemukan bula. Bula ada banyak factor resiko
yaitu bakteri, autoimun, obat-obatan. Apabila ada infeksi bakteri ke tubuh manusia
adanya kerusakan struktur kulit yang bisa disebabkan karena luka mekanik seperti jatuh,
lecet. Struktur kulit rusak, bakteri bisa masuk. Kulit tidak normal akan ada pengaktifan
fibroelektin tempat melekatnya bakteri. Perlekatan bakteri ini menyebabkan ada sel yang
bermasalah, hilangnya adhesi antar sel ke sel. Bakteri sudah menginvasi adanya aktivasi
dari sel imun, mengaktifan sel sel lainnya, perdangan local aktif, sel mast aktf, akan
terjadi respon imun pada umumnya. Akan menciptkan lesi awal yang masih gatal.
Fibronektin dan adhesi berkurang sehingga muncul perkata sel sehingga susunan sel
longgar, terdapat rongga. Permeabilitas kapiler akan meningkat, eksudat akan masuk
nantinya akan membentuk lenting.
Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang memliki barrier pertahanan cukup kuat.
Bakteri tidak akan bisa masuk kecuali ulit tersebut menglamai kerusakan. Bakteri bisa
mnyerang kulit melalui infeksi primer yang disebabkan bakteri piogenik. Kondisi reaktif
bisa menyebabkan proses inflamasi. Ada respon inflamasi yang masuk di sekitar kulit,
ada system aktif sehingga muncul perasaan gatal saat awal muncul infeksi. Pada
pemeriksaan gatal tidak muncul lagi karena saat awal ifeksi, mediator-mediator inflamasi
yang berperan adalah seperti sel neutrophil, dsb. Kemudian yang berperan sel imun yang
spesifik.
2. Bula merupakan vesikel yang membesar, awalnya ada cairan yang membesar.
Eritematosa timbul karena ada reaksi inflamasi makanya timbul seperti kemerahan.
Hipopion, nanah yang terkumpul pada bagian bawah. Erosi, berupa kehilangan jaringan
kulit yang tidak sampai stratum basal. Status dermatologikus/UKK dibagi menjadi :
a. Primer : terdapat macula, papula, plakat, nodul, vesikel, bula, kista, urtikaria, pustula,
tumor.
b. Sekunder : skuama, kusta, erosi, ekskoriasi, ulkus, likenfikasi, fisura, sikatriks, atrofi
c. Khusus : komedo, milia, purpura, teleangiektasis, eksanterma.
3. Anamnesis : bisa timbul lesi, demam, diare, riwayat penyakit lain, penggunaan
kotikosteroid.
Pemeriksaan fisik : melihat ruam/efloresensi apakah ruam primer dan sekunder, yang
sesuai, sifat efloresensi : ukuran, susunan, bentuk, dan lokalisasi, alat bantu kaca
pembesar atau sinar wood.
Pemeriksaan lab : sediaan langsung pewarnaan gram, tes koagulase
4. Nonfarmakologi :
a. Menghindari factor prediposisi
b. Menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh
c. Menghindari factor predisposisi dan mencegah kontak langsung maupun tidak
langsung dengan penderita.
d. Memperkuat daya tahan tubuh
e. Pasien diedukasi untuk membersihkan kulit rutin
f. Mandi minimal 2-3 kali sehari
g. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan rumah dan sekitar
Farmakologi :
a. Amoksisilin 3x500mg perhari
b. Diberikan golongan penisilin
c. Diberikan antibiotic topical (dioles, obat luar) seperti salep, krim, lotion, gel (keadaan
basah), bedak. Mupirocin atau natrium fucidat 2%, sediaan salep atau krim diberikan
2–3 kali sehari selama 7–10 hari).

STEP 4

1. Salah satunya karena ada infeksi bakteri. Kulit idak infarka, bakteri masuk mengeluarkan
toksin yang fungsinya merusak adhesi protein, kulit akan menempel satu sama lain. Kulit
akan longgar, ada rongga, bakteri bisa masuk lebih dalam lagi. Mediator inflamasi akan
memicu vasodilatasi local sehingga ada eritematosa, permeabilitas meningkat timbul vesikel
penumpukan cairan berkelanjutan sehingga muncul bula, jika digaruk bisa menimbul krusta.
2. UKK primer :
a. Makula  datar/batas tegas/berbeda dengan warna sekitar. ada 3 warna yaitu
hipopigmentasi, hiperpigmentasi, dan eritema.
b. Papul  kecil/padat meninggi diameter < 0,5 cm.
c. Nodul  padat/palpable diameter > 0,5 cm.
d. Tumor  penonjolan tegas diameter > 2,5 cm.
e. Plakat  peninggian permukaan, luas lesi lebih besar dibandingkan tinggi lesi diameter
> 2,5 cm.
f. Vesikel  gelombang kecil berisi cairan jernih diameter < 0,5 cm.
g. Bula  vesikel diameter > 0,5 cm.
h. Kista  ruangan berdinding yang berisi cairan atau bahan semi solid.
i. Pustul  meninggi / batas tegas isi pus

UKK sekunder :

a. Skuama : pengelupasan abnormal atau akumulasi startum korneum dalam bentuk sisik.
b. Krusta : cairan ( pus, vesikel , serum ) mongering.
c. Erosi : kehilangan jaringan yang tidak melewati stratum basal. cairan : serous.
d. Ekskoriasi : kehilangan jaringan smp ujung papila dermis. cairan : darah.
e. Ulkus : kehilangan jaringan lebih dalam dari ekskoriasi

3. Berdasarkan algoritma : Apabila ditemukan bula, dilihat apakah jernih atau tidak. Apabila
isinya jernih apakah dasarnya kulit normal atau tidak, apabila kulit normal dilihat daerahnya
terbuka atau tidak dan apakah mudah rupture atau tidak. Apabila daar kulit eritem, dilihat
apakah menyebar ke seluruh tubuh, kemudian tanya apakah punya riwayat penyakit
sistemik, kemudian rujuk. Apabila terlokalisir di satu bagian, tanya apakah memiliki riwayat
sistemik.
Pioderma superficial : lesi berada pada jaringan epidermis (jarang ada demam)
Profunda : bisa terdapat keluhan demam.

4. Nonfarmakologi :
a. Menghindari factor prediposisi
b. Menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh
c. Menghindari factor predisposisi dan mencegah kontak langsung maupun tidak langsung
dengan penderita.
d. Memperkuat daya tahan tubuh
e. Pasien diedukasi untuk membersihkan kulit rutin
f. Mandi minimal 2-3 kali sehari
g. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan rumah dan sekitar

Farmakologi :

a. Amoksisilin 3x500mg perhari


b. Diberikan golongan penisilin
c. Diberikan antibiotic topical (dioles, obat luar) seperti salep, krim, lotion, gel (keadaan
basah), bedak. Mupirocin atau natrium fucidat 2%, sediaan salep atau krim diberikan 2–3
kali sehari selama 7–10 hari).

MINDMAP
UKK

penegakkan
etiologi penatalaksnaan jenis-jenis
patomekanisme diagnosis

primer sekunder khusus

STEP 5 (SASARAN BELAJAR)

1. Definisi jenis-jenis UKK


2. Etiologi, factor resiko, patofisiologi, manifestasi klinis, penegakkan diagnosis, hingga
komplikasi dari UKK
3. Penatalaksanaan berdasarkan UKK

REFLEKSI MANDIRI

Alhamdulillah, PBL kali ini berjalan dengan lancar. Seluruh mahasiswa dapat
berpendapat dan berpartisipasi secara aktif akan tetapi tetap dalam batasan prosedur untuk tidak
mendominasi di dalam diskusi. Semoga hal ini dapan dipertahankan dan bahkan ditingkatkan.

STEP 6

BELAJAR MANDIRI

STEP 7

1. Definisi jenis-jenis UKK


a. UKK Primer
Terjadi pada kulit yang semula normal/ kelainan yang pertama muncul.
 Lesi Datar

 Peninggian

 Peninggian yang berisikan cairan


 Peninggian padat

No. Jenis UKK Gambar


1. Makula
Suatu lesi datar yang berbatas tegas,
berupa perubahan warna semata-mata.
Lesi kulit yang datar dimana terjadi
perubahan warna kulit yang dapat
berbatas tegas atau samar dibandingkan
dengan kulit sekitarnya dengan ukuran
kurang dari 0,5 cm.
2. Urtika
Edema setempat yang bersifat
sementara, timbul mendadak dan hilang
perlahan-lahan, biasanya oval atau
arkuata, berwarna merah muda atau
merah.

3. Papul
Suatu massa padat sirkumskrip,
menonjol diatas permukaan kulit,
diameter kurang dari 0,5 cm dan dapat
terjadi pada dermis dan epidermis kulit,
berbentuk kubah, kerucut, datar atau
berumbilikasi.
4. Plakat
Lesi berupa peninggian pada kulit
menyerupai permukaan bidang yang
elatif luas dibanding ketebalan kulitnya.
Terjadi karena beberapa papul
bergabung menjadi satu dan papul juga
bia terjadi karena garukan yang
berulang.

5. Nodus
Suatu massa padat sirkumskip yang
lebih besar dari papul, dapat menonjol
terletak dikutan atau subkutan dengan
diameter lebih dari 1 cm. Bila diameter
kurang dari 1 cm disebut nodulus.

6. Vesikel
Gelembung yang berisi cairan serum,
diameter kurang dari 0,5 cm.
Mempunyai dasar dan atap. Letak
superfisial bila berada diepidermis.
Vesikel terjadi karena adanya celah
dalam epidermis atau taut
dermoepidermal.
7. Bula
Vesikel dengan diameter lebih besar
dari 1 cm. Bula hipopion adalah bula
berisi pus dan isi bula berada dibawah
seperti kantung, sedangkan bula
hemoragik merupakan bula berisi darah.
8. Kista
Ruangan berdinding dan berisi cairan
yang dihasilkan dari sel maupun sisa sel.
Kista terbentuk dari kelenjar yang
melebar dan tertutup, saluran kelenjar,
pembuluh darah, saluran getah bening,
atau pun lapisan epidermis.
9. Pustula
Lesi kulit yang terisi dengan pus
dibagian epidermis. Terjadi karena
infeksi bakteri menyebabkan
penumpukan eksudat purulen yang
terdiri dari pus, leukosit dan debris.

b. UKK Sekunder
Akibat perubahan yang terjadi pada efloresensi primer.
 Luka mengering & mengelupas
 Hilang lapisan jaringan

 Relief & Linier

 Mengkerut & Penyembuhan luka


No. Jenis UKK Gambar
1. Skuama
Adalah lapisan stratum korneum yang
terlepas dari kulit. Skuama dapat halus
sebagai taburan tepung, maupun lapisan
tebal dan luas sebagai lembaran kertas.
2. Krusta
Adalah cairan badan yang mengering.
Dapat bercampur dengan jaringan
nekrotik, maupun benda asing (kotoran,
obat, dan sebagainya). Warnanya ada
beberapa macam: kuning muda berasal
dari serum, kuning kehijauan berasal
dari pus, dan kehitaman berasal dari
darah.
3. Telangiektasis
Pelebaran kapiler yang menetap pada
kulit.

4. Erosi
Kelainan kulit yang disebabkan
kehilangan jaringan yang tidak
melampaui stratum basal yaitu sampai
stratum spinosum. Kulit tampak menjadi
cerah dan keluar cairan serosa, misalnya
pada dermatitis kontak.
5. Ekskoriasi
Ekskoriasi adalah kerusakan kulit
sampai ujung stratum papilaris sehingga
kulit tampak merah disertai bintik-bintik
perdarahan. Ditemukan pada dermatitis
kontak dan ektima.

6. Ulkus
Ulkus adalah hilangnya bagian kulit di
bagian dermis atau lebih dalam ke
subkutis dan selalu terjadi perubahan
secara patologi. Ulkus biasanya
merupakan fenomena sekunder.

7. Likenifikasi
Penebalan kulit sehingga relief atau
garis-garis lipatan kulit tampak lebih
jelas. Terjadi karena perubahan kolagen
pada bagian superfisial dermis
menyebabkan penebalan kulit.

8. Fisura
Fisura adalah celah linear yang
menghubungkan epidermis atau ke
dalam dermis. Lesi ini bisa tunggal atau
ganda dan bervariasi dari berukuran
mikroskopis hingga beberapa
sentimeter.
9. Scar/ sikatriks
Scar merupakan pergantian jaringan
fibrosa pada kerusakan jaringan yang
disebabkan oleh ulkus atau
persembuhan luka.

10. Atrofi
Hal ini mengacu pada pengurangan
beberapa atau seluruh lapisan kulit.
Bentuk epidermal dimanifestasikan
sebagai penipisan epidermis yang
menjadi transparan, kehilangan tekstur
kulit dan seperti lembaran hitam (paper-
cigarete).

11. Eksantema
Kelainan pada kulit yang timbul
serentak dalam waktu singkat, dan tidak
berlangsung lama, umumnya didahului
oleh demam.
12. Purpura
Purpura adalah ekstravasasi sel darah
merah (eritrosit) ke kulit dan selaput
lendir (mukosa), dengan manifestasi
berupa macula kemerahan yang tidak
hilang pada penekanan.

2. Etiologi, factor resiko, patofisiologi, manifestasi klinis, penegakkan diagnosis, hingga


komplikasi dari UKK.

 BULA
a. Pioderma - IMPETIGO Bolusa
Pioderma adalah infeksi kulit dan jaringan lunak yang disebabkan oleh bakteri
piogenik, yang tersering adalah S. aureus dan Streptokokus β-hemolitik grup A
antara lain S. pyogenes
Terdapat 2 bentuk pioderma:
1. Pioderma superfisialis, lesi terbatas pada epidermis
 Impetigo nonbulosa
 Impetigo bulosa
 Ektima
 Folikulitis
 Furunkel
 Karbunkel

2. Pioderma profunda, mengenai epidermis dan dermis


 Erisipelas
 Selulitis
 Flegmon
 Abses multiplel kelenjar keringat
 Hidradenitis

 Kriteria Diagnostik

PIODERMA

Superficialis Profunda

Impetigo Non-Bulosa Impetigo Bulosa Ektima Folikutis Furunkel Terdiri Atas

o Merupakan infeksi pada folikel


Merupakan salah satu bentuk rambut dan jaringan sekitarnya.
o Merupakan bentuk pioderma pioderma pada folikel rambut. o Predileksi: daerah berambut yang
o Predileksi: daerah wajah, terutama ulseratif yang disebabkan oleh S. Dibedakan menjadi 2 bentuk: sering mengalami gesekan, oklusif,
o Erisipelas: lesi eritematosa merah
di sekitar nares dan mulut. o Predileksi: daerah intertriginosa aureus o Folikulitis superfisialis (impetigo berkeringat, misalnya leher, wajah,
cerah, infiltrat di bagian pinggir,
o Lesi awal berupa makula atau (aksila, inguinal, gluteal), dada dan dan atau Streptococcus grup A. Bockhart/impetigo folikular) aksila, dan bokong.
edema, vesikel dan bula di atas lesi.
papul eritematosa yang secara cepat punggung. o Predileksi: ekstremitas bawah atau Predileksi: skalp (anak-anak), dagu, o Lesi berupa nodus eritematosa,
o Selulitis: infiltrat eritematosa difus.
berkembang menjadi vesikel atau o Vesikel-bula kendur,dapat timbul daerah terbuka. aksila, ekstremitas bawah, bokong awalnya keras, nyeri tekan, dapat
o Flegmon: selulitis dengan supurasi.
pustul yang kemudian pecah bula hipopion. o Ulkus dangkal tertutup krusta tebal (dewasa). membesar 1-3 cm, setelah beberapa
o Abses kelenjar keringat: tidak nyeri,
membentuk krusta kuning madu o Tanda Nikolsky negatif. dan lekat, berwarna kuning Terdapat rasa gatal dan panas. hari terdapat fluktuasi, bila pecah
bersama miliaria, nodus
(honey colour) dikeliling eritema. Lesi o Bula pecah meninggalkan skuama keabuan. Kelainan berupa pustul kecil dome- keluar pus.
eritematosa bentuk kubah.
dapat melebar sampai 1-2 cm, anular dengan bagian tengah Dermatologi Infeksi 122 shaped, multipel, mudah pecah o Karbunkel timbul bila yang terkena
o Hidradenitis: nodus, abses, fistel di
disertai lesi satelit di sekitarnya. eritematosa (kolaret) dan cepat o Apabila krusta diangkat, tampak pada folikel rambut. beberapa folikel rambut. Karbunkel
daerah ketiak atau perineum.
o Rasa gatal dan tidak nyaman dapat mengering. ulkus bentuk punched out, tepi ulkus o Folikulitis profunda (sycosis barbae) lebih besar, diameter dapat mencapai
o Ulkus piogenik: ulkus dengan pus.
terjadi. meninggi, indurasi, berwarna Predileksi: dagu, atas bibir. 3-10 cm, dasar lebih dalam. Nyeri
keunguan. Nodus eritematosa dengan perabaan dan sering disertai gejala konstitusi.
hangat, nyeri. Pecah lebih lambat, bila sembuh
dapat meninggalkan jaringan parut.
 Komplikasi
 Impetigo non-bulosa: glomerulonefritis akut
 Ektima: ulserasi dan skar
 Komplikasi lainnya yang jarang: sepsis, osteomielitis, artritis, endokarditis,
pneumonia, selulitis, limfangitis, limfadenitis, toxic shock syndrome,
Staphylococcal scalded skin syndrome, necrotizing fasciitis.

 Diagnosis Banding
1. Impetigo nonbulosa: ektima, dermatitis atopik, dermatitis seboroik, dermatitis
kontak alergi, skabies, tinea kapitis
2. Impetigo vesikobulosa: dermatitis kontak, Staphylococcal scalded skin
Dermatologi Infeksi 123 syndrome, pemfigoid bulosa, pemfigus vulgaris, eritema
multiforme, dermatitis herpetiformis
3. Ektima: impetigo nonbulosa
4. Folikulitis: tinea barbae, tinea kapitis, folikulitis keloidal (acne keloidal
nuchae), folikulitis pitirosporum, “Hot tub” folikulitis, folikulitis kandida
5. Furunkel, karbunkel: akne kistik, kerion, hidradenitis supurativa
6. Selulitis/erisipelas: dermatitis kontak, dermatitis stasis, necrotizing fasciitis,
tuberkulosis kutis verukosa, infeksi mikobakterium atipik, mikosis profnda,
leismaniasis, deep vein thrombosis, limfedema, vaskulitis leukositoklastik,
pioderma ganggrenosum, gout, paget disease
7. Hidradenitis: skrofuloderma

 Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan
1. Pemeriksaan sederhana dengan pewarnaan Gram.
2. Kultur dan resistensi spesimen lesi/aspirat apabila tidak responsif terhadap
pengobatan empiris.
3. Kultur dan resistensi darah, darah perifer lengkap, kreatinin, C-reactive protein
apabila diduga bakteremia.
4. Biopsi apabila lesi tidak spesifik.
 Tata Laksana
Prinsip: pasien berobat jalan, kecuali pada erisipelas, selulitis dan flegmon derajat
berat dianjurkan rawat inap.

Tata Laksana

Topikal Sistemik (Minimal 7 Hari) Penyebab MRSA Kasus Berat Tindakan

Lini Pertama Lini Kedua


 Bila banyak pus atau krusta: Apabila lesi abses besar,
kompres terbuka dengan  Nafcillin 1-2 gram IV tiap 4 jam, anak 100-150 nyeri, disertai fluktuasi,
permanganas kalikus mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dilakukan insisi dan
 Trimetoprim-sulfometoxazol dosis. drainase.
1/5000, asam salisilat 0,1%,
160/800 mg, 2 kali sehari.  Penisilin G 2-4 juta unit IV tiap 4-6 jam, anak: 60-
rivanol 1‰, larutan povidon
 Doksisiklin, minosiklin 2x100 mg, 100.000 unit/kgBB tiap 6
iodine 1%; dilakukan
tidak direkomendasikan untuk anak, jam.
3 kali sehari masing-masing ½-1
usia  Cefazolin IV 1 gram tiap 8 jam, anak: 50 mg/kgbb/hari
jam selama keadaan akut.
8 tahun. dibagi dalam 3 dosis
 Bila tidak tertutup pus atau
 Klindamisin 15 mg/kgBB/hari  Ceftriaxone IV 1-2 gram ,1 kali/hari.
krusta: salep/krim asam fusidat
terbagi 3 dosis.  Apabila terdapat/dicurigai ada methycillin resistant
2%, mupirosin  Azitromisin 1x500 mg/hari (hari 1),
2% Dioleskan 2-3 kali sehari,  Kloksasilin/dikloksasilin**: dewasa Staphylococcus aureus
dilanjutkan 1x250 mg (hari 2-5)
selama 7-10 hari. 4x250-500 mg/hari per oral; anak-anak (MRSA) pada infeksi berat: vankomisin 1-2 gram/hari
 Klindamisin 15 mg/kgBB/hari terbagi 3
25-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis dalam dosis terbagi atau
dosis. 15-20 mg/kgBB setiap 8-12 jam intravena, selama 7-14
 Amoksisilin dan asam klavulanat:  Eritromisin: dewasa 4x250-500
dewasa 3x250-500 mg/hari; anak-anak hari Anak:
mg/hari; anak-anak 20-50 mg/kgBB/hari vankomisin 15 mg/kgBB IV tiap 6 jam.
25 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis Dermatologi Infeksi 124
 Sefaleksin: 25-50 mg/kgBB/hari terbagi  Linezolid 600 mg IV atau oral 2 kali sehari selama 7-14
terbagi 4 dosis. hari. anakanak 10 mg/kgBB oral atau intravena tiap 8
dalam 4 dosis.
jam.
Klindamisin IV 600 mg tiap 8 jam atau 10-13 mg/kgBB
tiap 6-8 jam.
 Kasus rekuren, diberikan antibiotik berdasarkan hasil
kultur dan resistensi.

 Edukasi
Membatasi penularan: edukasi terhadap pasien dan keluarganya agar menjaga
higiene perorangan yang baik.

 Prognosis
Impetigo dapat sembuh tanpa pengobatan dalam 2 minggu tanpa sekuele. Ektima
dapat menetap selama beberapa minggu dan dapat terjadi komplikasi skar.
Rekurensi abses dan furunkel pada anak sebesar 18-28%
b. Chickenpox
 Etiologi
Varicella Zoster Virus (VZV)
 Patofisiologi
 Penegakkan diagnosis
Pada anamnesis, yang paling umum ditemukan adalah ruam yang sesuai dengan
dermatomanya. Setelah gejala prodromal berupa nyeri dan parestesia, makula dan
papula eritematosa akan muncul dan berkembang menjadi vesikel dalam 24 jam.
Vesikula akhirnya mengeras dan sembuh.
Nyeri dan kehilangan sensorik adalah gejala yang biasa ditemukan, tetapi
kelemahan motorik juga terjadi dan sering terlewatkan saat pemeriksaan. Kelemahan
motorik terjadi ketika aktivitas virus melampaui akar sensorik dan melibatkan akar
motorik. Kasus monoplegia aktual akibat varisela-zoster virus (VZV) brachial plexus
neuritis telah dilaporkan.
 Tatalaksana
- Varisela neonatal
Asiklovir intravena 10 mg/kgBB/kali tiap 8 jam (7-10 hari)
- Anak (imunokompeten)
Asiklovir oral 20 mg/kgBB/kali 4 kali sehari selama 7-10 hari
Simptomatik: antihistamin, antipiretik, bedak, antibiotik topikal
- Dewasa (tanpa komplikasi)
Asiklovir 5 x 800 mg 7-10 hari per oral, atau
Famsiklovir 3 x 500 mg 7 hari per oral, atau
Valasiklovir 2 x 1 g selama 7 hari per oral
- Dewasa (immunocompromised & pneumonia varisela primer)
Asiklovir intravena 10 mg/kgBB/kali tiap 8 jam (7-10 hari)
Terapi topikal:
Antibiotik topikal: krim Asam Fusidat untuk lesi erosi
Bedak salisilat untuk lesi yang belum pecah
 Komplikasi
Herpes zoster, keratitis, ulkus kornea

b. Herpes Zoster
 Etiologi
Varicella Zoster Virus (VZV)

 Patofisiologi
 Penegakkan diagnosis
Manifestasi klinis dapat dibagi menjadi 3 fase:
Pre-eruptive phase (pre-herpetic neuralgia)
- Fenomena sensorik sepanjang 1 atau lebih dermatom kulit, berlangsung 1-10 hari
(rata-rata 48 jam)
- Fenomena biasanya dikeluhkan sebagai rasa sakit, gatal atau parestesia
- Gejala lain, seperti malaise, mialgia, sakit kepala, fotofobia, demam (jarang terjadi)

Acute eruptive phase


- Eritema yang tidak merata, kadang-kadang disertai dengan indurasi pada area
dermatomal yang terlibat
- Limfadenopati regional
- Vesikel herpetiform berkelompok berkembang di dasar eritematosa (temuan klasik)
- Temuan kulit yang biasanya muncul secara sepihak, berhenti tiba-tiba di garis tengah
batas cakupan sensorik dari dermatom yang terlibat.
- Involusi vesikular: vesikel awalnya jelas tetapi akhirnya awan, pecah, kerak, dan
involute
- Setelah involusi vesikular, resolusi lambat dari plak eritematosa yang tersisa,
biasanya tanpa gejala sisa yang terlihat
- Jaringan parut dapat terjadi jika lapisan epidermis dan kulit yang lebih dalam telah
dikompromikan oleh eksoriasi, infeksi sekunder, atau komplikasi lainnya
- Hampir semua orang dewasa mengalami rasa sakit, biasanya parah
- Beberapa mengalami nyeri hebat tanpa erupsi vesikular (yaitu, zoster sine herpete)
- Gejala cenderung sembuh lebih dari 10-15 hari
- Penyembuhan lesi yang lengkap mungkin membutuhkan hingga satu bulan

Chronic phase (PHN)


- Nyeri persisten atau berulang yang berlangsung 30 hari atau lebih setelah infeksi akut
atau setelah semua lesi mengeras (9-45% dari semua kasus)
- Nyeri biasanya terbatas pada area keterlibatan dermatomal asli
- Rasa sakitnya bisa parah
- Nyeri dapat bertahan selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bertahun-
tahun
- Penyelesaian nyeri yang lambat terutama terjadi pada orang tua
- PHN diamati lebih sering setelah kasus herpes zoster ophthalmicus (HZO) dan dalam
kasus keterlibatan dermatomal tubuh bagian atas
- Gejala sisa postherpetic yang kurang umum termasuk hiperestesia atau hipoestesi
atau anestesi di area keterlibatan
 Tatalaksana
- Medikamentosa
Antivirus:
Asiklovir 5 x 800 mg / hari selama 7 hari, atau
Valasiklovir 2 x 1000 mg / hari selama 7 hari, atau
Famsiklovir 3 x 500 mg / hari selama 7 hari
Simptomatik:
Analgetik
Komplikasi:
Pencegahan NPH: kortikosteroid
Pengobatan NPH: gabapentin
- Non-medikamentosa
Edukasi pada pasien untuk tidak menggaruk lesi, menjaga hygiene dengan baik, dan
untuk menghindari interaksi dengan orang lain (isolasi).
 Komplikasi
NPH, keratitis, ulkus atau kebutaan apabila reaktivasi berada di persarafan mata

c. Herpes Simpleks
 Etiologi
Virus herpes simpleks merupakan golongan Alphaherpesvirinae, sebagai
subfamili dari human herpesviruses bersama dengan virus varicella-zoster yang sering
disebut sebagai human herpes-virus 3. HSV merupakan virus bentuk besar dengan inti
berisi double stranded DNA yang dilapisi oleh icosahedron dengan 162 capsomeres.
HSV-1 merupakan penyebab luka di bibir dan luka di kornea mata, biasanya
dapat ditularkan langsung melalui kontak langsung dengan sekresi atau dari sekitar
mulut. HSV-2 merupakan penyebab herpes genitalis, terutama ditularkan melalui
kontak langsung dengan luka selama melakukan hubungan seksual, oleh karena itu
herpes tersebut dianggap sebagai salah satu penyakit menular seksual (STD).
 Patofisiologi
 Penegakkan diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada infeksi HSV primer (baik HSV-1 atau HSV-2) saat hospes tidak memiliki
antibodi HSV dalam serum, sering ditandai dengan tanda-tanda dan gejala sistemik
(demam, malaise, mialgia, anorexia) dan akan berlangsung selam 3-14 hari.
Infeksi primer melibatkan mukosa dan ekstramukosa. Gejala klinis pada infeksi
HSV-1 (orofacial) terdiri dari gingivostomatitis (vesikel dan ulkus di sekitar gusi dan
mulut), herpes okular (mata), keratitis, keratokongjungtivitis (vesikel dan ulkus pada
mata, konjungtiva, kornea), dan meningoensefalitis. Namun gejala yang paling sering
ditemukan adalah gingivostomatitis dan faringitis.
Infeksi herpes genital ditandai dengan gejala demam, sakit kepala, malaise,
mialgia, nyeri, gatal, disuria, keluar cairan dari vagina dan urethra, dan limfadenopati
inguinal. Luasnya lesi bersifat bilateral pada genitalia eksterna merupakan tanda yang
spesifik. Lesi mungkin dapat dalam berbagai fase seperti vesikel, pustula, atau ulkus
eritematous yang terasa nyeri.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis HSV dapat dilakukan secara serologik dan
virologik. Pemeriksaan virologik dengan ELISA untuk menentukan titer antibodi IgM,
IgG baik untuk HSV-1 dan HSV-2.
 Tatalaksana
- Medikamentosa

Antiviral yang Digunakan untuk Pengobatan Infeksi Virus Herpes Simpleks


HSV Non-genital (awal Asiklovir 200mg 5 x 1 peroral selama 5-10
atau rekuren) hari, atau
Asiklovir 5% topikal 5 x 1 selama 5 hari pada
herpes labialis, atau
Asiklovir 3% zalf mata 5 x 1 selama 14 hari
pada keratitis HSV
HSV genital (awal) Asiklovir 200 mg 5 x 1 peroral selama 5-10
hari, atau
Valasiklovir 500 mg 2 x1 peroral selama 5-10
hari
HSV genital (episode Seperti untuk awal HSV genital, atau
rekuren) Famsiklovir 125 mg 2 x 1 peroral selama 5 hari
HSV genital (suppression Asiklovir 200 mg 3 x 1 atau 400 mg 2 x 1
of recurrences) peroral selama > 6 bulan atau
Valasiklovir 500 mg 2 x 1 peroral selama > 6
bulan, atau
Famsiklovir 250 mg 2 x 1 peroral selama > 6
bulan
HSV awal berat, ensefalitis Asiklovir 5-10 mh/KgBB intravena 3 x 1
HSV atau penyebaran VZV selama 7-21 hari
Asiklovir jangka panjang mungkin diperlukan
untuk ensefalitis rekuren

- Non-farmakologi
Penggunaan kontrasepsi (terutama kondom) mengurangi kemungkinan penularan
infeksi HSV-1, khususnya selama periode asimtomatik ekskresi virus. Ketika lesi
berupa vesikel, infeksi HSV dapat ditransmisikan dari kulit ke kulit meskipun
menggunakan kondom. Namun demikian, data yang tersedia menunjukkan bahwa
penggunaan kondom yang konsisten adalah cara yang efektif untuk mengurangi
risiko penularan infeksi HSV-2.

d. Dermatitis Kontak Alergi


 Definisi

Dermatitis kontak alergi (DKA) ialah dermatitis yang terjadi akibat pajanan
dengan bahan alergen di luar tubuh, diperantai reaksi hipersensitivitas tipe 4.
Klasifikasi:
1. DKA lokalisata
2. DKA sistemik
 Patofisiologi

 Penegakkan Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Terjadi reaksi berupa dermatitis, setelah pajanan ulang dengan alergen
tersangka yang sama. Bila pajanan dihentikan maka lesi akan membaik.
- Riwayat terpajan dengan bahan alergen.
- Lesi dapat juga non-eksematosa, misalnya: purpurik, likenoid, pigmented, dan
limfomatoid. Bila pajanan dihentikan maka lesi akan membaik.
- Gambaran klinisnya polimorfik, sangat bervariasi bergantung stadiumnya:
1. Akut: eritema, edema, dan vesikel
2. Subakut: eritema, eksudatif (madidans),krusta
3. Kronik: likenifikasi, fisura, skuama
- Gejala subyektif berupa rasa gatal.
- Pada DKA lokalisata, lesi berbatas tegas dan berbentuk sesuai dengan bahan
penyebab.
- Pada DKA sistemik, lesi dapat tersebar luas/generalisata.
- Dapat berhubungan dengan pekerjaan/lingkungan pekerjaan.
- Bila berhubungan dengan pekerjaan, memenuhi 4 dari 7 kriteria Mathias yaitu:
1. Manifestasi klinis sesuai dengan dermatitis kontak
2. Pada lingkungan kerja terdapat bahan yang dicurigai dapat menjadi iritan atau
allergen
3. Distribusi anatomis sesuai dengan area terpajan
4. Terdapat hubungan temporal antara waktu terpajan dan timbulnya manifestasi
klinis
5. Penyebab lain telah disingkirkan
6. Kelainan kulit membaik pada saat tidak bekerja/libur/cuti
7. Tes tempel atau tes provokasi dapat mengidentifikasi penyebab
Pemeriksaan penunjang
- Uji tempel untuk mencari penyebab
Uji tempel dapat digunakan dengan alergen standar, alergen seri tertentu (misal seri
kosmetik, seri sepatu, dll), serta alergen tambahan yang berasal dari bahan yang
dicurigai (misalnya dari potongan sepatu, bahan dari pabrik tempat bekerja).
- Pada DKA kosmetika, apabila tes tempel meragukan/negatif dapat dilanjutkan
dengan tes pakai (use test), tes pakai berulang (repeated open application test- ROAT
 Tatalaksana
- Medikamentosa
 Sistemik: simptomatis, sesuai gejala dan sajian klinis
Derajat sakit berat: dapat ditambah kortikosteroid oral setara dengan prednison 20
mg/hari dalam jangka pendek (3 hari).
 Topikal:
Pelembab setelah bekerja. disarankan pelembab yang kaya kandungan lipid,
misalnya vaselin (petrolatum).

Sesuai dengan gambaran klinis:

 Basah (madidans): beri kompres terbuka (2-3 lapis kain kasa) dengan larutan
NaCl 0,9%5
 Kering: beri krim kortikosteroid potensi sedang sampai tinggi, misalnya
mometason furoat, flutikason propionat, klobetasol butirat.
 Bila dermatitis berjalan kronis dapat diberikan klobetasol propionate interiten.
 Pada kasus yang berat dan kronis, atau tidak respons dengan steroid bisa diberikan
inhibitor kalsineurin atau fototerapi BB/NB UVB, atau obat imunosupresif
sistemik misalnya azatioprin atau siklosporin. Bila ada superinfeksi oleh bakteri:
antibiotika topikal/sistemik.
- Non-medikamentosa
 Identifikasi dan penghindaran terhadap bahan alergen tersangka.
 Anjuran penggunaan alat pelindung diri (APD), misalnya sarung tangan, apron
dan sepatu bot. Pada beberapa kondisi oklusif akibat penggunaan sarung tangan
terlalu lama dapat memperberat gangguan sawar kulit.
 Komplikasi
- Infeksi sekunder (penatalaksanaan sesuai dengan lesi, pemilihan jenis antibiotik
sesuai kebijakan masing-masing rumah sakit).
- Hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi paska inflamasi.

e. Dermatitis Kontak Iritans


 Definisi
Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah inflamasi pada kulit, akibat respons
terhadap pajanan bahan iritan, fisik, atau biologis yang kontak pada kulit, tanpa
dimediasi oleh respon imunologis.
Klasifikasi:
1. Subjective irritancy
2. Irritant reaction
3. Suberythematous irritation
4. DKI akut
5. Delayed acute irritancy
6. DKI kronik(kumulatif)
7. Frictional dermatitis
8. Traumatic reactions
9. Pustular/acneiform reactions
10. Asteatotic irritant eczema
 Patofisiologi

 Penegakkan diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit,
pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter
maupun dilakukan sendiri. Namun yang paling penting ditanyakan pada anamnesis
antara lain:
1. Riwayat pekerjaan sekarang: tempat bekerja, jenis pekerjaan, kegiatan yang lazim
dilakukan pada hari kerja, pakaian pelindung dan peralatan, dan fasilitas kebersihan
dan prakteknya.
2. Faktor pekerjaan sehubungan dengan gangguan kulit seperti material yang dipakai
dan proses yang dilakukan, informasi mengenai kesehatan dan keselamatan tentang
material yang ditangani, apakah ada perbaikan pada akhir pekan atau pada hari libur,
riwayat kerja yang lalu sebelum bekerja di tempat tersebut, riwayat tentang penyakit
kulit akibat kerja yang pernah diderita, apakah ada pekerjaan rangkap di samping
pekerjaan yang sekaran
3. Riwayat lainnya secara umum: latar belakang atopi (perorangan atau keluarga),
alergi kulit, penyakit kulit lain, pengobatan yang telah diberikan, kemungkinan
pajanan di rumah, dan hobi pasien.
Pemeriksaan Fisik
Pertama tentukan lokalisasi kelianan apakah sesuai dengan kontak bahan yang
dicurigai, yang tersering adalah daerah tangan, lengan, muka atau anggota gerak.
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan
kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh
deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu.
Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat
kemungkinan kelainan kulit lain karena sebabsebab endogen. Kemudian tentukan ruam
kulit yang ada, biasanya didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan
pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi
pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke
daerah sekitarnya.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan uji tempel. Uji tempel biasa
digunakan untuk allergen dengan BM rendah yang dapat menembus stratum korneum
yang utuh, yaitu dengan menggunakan unit uji tempel yang terdiri dari filter paper disc.
 Tatalaksana
- Medikamentosa
 Sistemik: simtomatis, sesuai gejala dan sajian klinis Derajat sakit berat: dapat
ditambah kortikosteroid oral setara dengan prednison 20 mg/hari dalam jangka
pendek (3 hari).
 Topikal:
Pelembap setelah bekerja/after work cream. Disarankan pelembap yang kaya
kandungan lipid.
Sesuai dengan sajian klinis
- Basah (madidans): beri kompres terbuka (2-3 lapis kain kasa) dengan larutan
NaCl 0,9%.
- Kering: beri krim kortikosteroid potensi sedang, misalnya flusinolon asetoid.
- Bila dermatitis berjalan kronis dapat diberikan mometason fuorate intermiten
 Pada kasus yang berat dan kronis, atau tidak respons dengan steroid bisa
diberikan inhibitor kalsineurin atau fototerapi dengan BB/NB UVB5,8 (B,2) atau
obat sistemik misalnya azatioprin atau siklosporin. Bila ada superinfeksi oleh
bakteri: antibiotika topikal/sistemik
- Non medikamentosa
 Identifikasi dan penghindaran terhadap bahan iritan tersangka.
 Anjuran penggunaan alat pelindung diri (APD), misalnya sarung tangan apron,
sepatu bot. Pada beberapa kondisi oklusif akibat penggunaan sarung tangan terlalu
lama dapat memperberat gangguan sawar kulit.
 Edukasi mengenai prognosis, informasi mengenai penyakit, serta perjalanan
penyakit yang akan lama walaupun dalam terapi dan sudah modifikasi lingkungan
pekerjaan, perawatan kulit.
 Komplikasi
Infeksi sekunder (terapi infeksi sekunder sesuai dengan klinis dan pemilihan jenis
antibiotik sesuai dengan kebijakan masing-masing rumah sakit.
f. Dermatitis Venenata
 Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons
terhadap pengaruh factor eksogen dan atau endogen, menimbulkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, skuama) dan keluhan gatal.
Dermatitis venenata merupakan dermatitis kontak iritan tipe akut lambat yang biasanya
disebabkan oleh gigitan, liur, atau buu serangga yang terbang pada malam hari.
 Etiologi
Dermatitis kontak iritan akut dapat berasal dari toxin serangga, paling sering
terjadi di daerah panas serta beriklim tropis. Contohnya adalah wabah padereus yang
dilaporkan pada Afrika, Amerika Selatan, Turki da Iran.
 Patofisiologi
Dermatitis kontak iritan akut akibat dari toxin serangga, yaitu suatu toksin yang
disekresi oleh serangga dari genus paderus yang suka bertelur pada tempat lembab,
vegetasi di rawa, dan lahan pertanian. Serangga ini berukuran kecil dengan permukaan
tbuh yang halus berwarna oranye. Serangga ini tidak menggigit ataupun menyengat.
Toksin yang dikeluarkan serangga bila terjadi sentuhan atau benturan dengan kulit
secara langsung atau tidak langsung melalui handuk, tinja, baju,, atau alat yang tercemar
oleh racun serangga tersebut.
Kelainan kulit dapat berupa lepuhan, kulit keerahan, di atasnya terdapat vesikel
papul, fistul, bentuk polimorf, tergantung penyebaran racun. Paderin menyebabkan
reaksi pada kulit sekitar 24 jam setelah kontak. Dalam kasus ringan, eritema ringan
dapat berlangsung selama beberapa hari. Kasus yang berat bisa menyebabkan gejala
yang lebih berat juga.
 Penegakkan diagnosis

Biasanya diawali hanya denga ulit kemerahan yang terasa perih dan gatal.
Namun selang beberapa jam dapat terlihat seperti melepuh. Jika pasien menggaruk lesi
dengan menggunakan tangan, maka lesi tersebut dapat berpindah ke tangan disertai rasa
gatal dan kemerahan.
Pada status dermatologis ditemukan macula eritem berukuran plakat disertai
erosi dan krusta, tersusun linier, difus dengan bentuk tidak teratur.

Tampak vesikel berukuran lenticular dengan dasar eritema yang ersusun linear,
dengan bentuk tidak teratur.
 Tatalaksana

Dapat diberikan kortikosteroid topical berupa hidrokortison dan antibiotic


topical berupa asam fusidat2% di oleskan di daerah lesi 2 kali sehari, serta dapat diberi
antihistamin untuk mengatasi rasa gatal. Edukasi juga diberikan agar menggunakan alat
pelindung jika membersihkan atau menyentuh daerah lesi, mencegah garukan, dan
menjaga kebersihan tubuh.

 Komplikasi
Dapat terjadi kissing lesion, yaitu sepasang lesi kulit yang sama yang terjadi akibat lesi
kulit pertama menempel pada kulit normal lainnya.

3. Penatalaksanaan berdasarkan UKK


c. UKK Primer
Terjadi pada kulit yang semula normal/ kelainan yang pertama muncul.

No. Jenis UKK Tata Laksana


10. Makula Antihistamin oral dan steroid topikal dapat
Suatu lesi datar yang berbatas tegas, digunakan untuk meredakan gejala.
berupa perubahan warna semata-mata. Antihistamin yang dapat dipilih
Lesi kulit yang datar dimana terjadi mencakup cetirizine, fexofenadine, atau
perubahan warna kulit yang dapat jenis antihistamin lain. Kortikosteroid
berbatas tegas atau samar dibandingkan topikal yang dapat digunakan adalah potensi
dengan kulit sekitarnya dengan ukuran ringan-sedang, seperti hydrocortisone.
kurang dari 0,5 cm. Pada pasien dengan infeksi virus herpes
simpleks, dapat diberikan acyclovir untuk
menurunkan jumlah lesi kulit dan
mengurangi durasi sakit.
Prednisolone oral dapat diberikan ada
pasien dengan lesi yang luas, dalam dosis
40-80 g per hari selama 1-2 minggu,
kemudian dilakukan tapering. Namun, perlu
diketahui bahwa penggunaan prednisolone
oral masih menuai kontroversi.

11. Urtika Antihistamin oral dan steroid topikal dapat


Edema setempat yang bersifat digunakan untuk meredakan gejala.
sementara, timbul mendadak dan hilang Antihistamin yang dapat dipilih
perlahan-lahan, biasanya oval atau mencakup cetirizine, fexofenadine, atau
arkuata, berwarna merah muda atau jenis antihistamin lain. Kortikosteroid
merah. topikal yang dapat digunakan adalah potensi
ringan-sedang, seperti hydrocortisone.
12. Papul  Retinoid Topikal
Suatu massa padat sirkumskrip,  Azelaic Acid
menonjol diatas permukaan
kulit,  Benzoil Peroksida: Tidak Ad Sedang
diameter kurang dari 0,5 cm dan dapat Kombinasi obat pertama – antara:
terjadi pada dermis dan epidermis kulit, Topikal Retinoid/BPO Benzoil
berbentuk kubah, kerucut, datar atau Peroksida/AB Retinoid Topikal/ AB
berumbilikasi.  Kombinasi obat pertama- retinoid
315opical/ benzoil peroksida/ antibiotic
13. Plakat  Emolien dapat diberikan sebagai
Lesi berupa peninggian pada kulit kombinasi dengan kortikosteroid topikal
menyerupai permukaan bidang yang atau pada lesi di vulva dapat diberikan
elatif luas dibanding ketebalan kulitnya. terapi tunggal krim emolien.1,2,5
Terjadi karena beberapa papul  Kortikosteroid topikal: dapat diberikan
bergabung menjadi satu dan papul juga kortikosteroid potensi kuat seperti salep
bia terjadi karena garukan yang klobetasol propionat 0,05%, satu sampai
berulang. dua kali sehari.
 Calcineurin inhibitor topikal seperti salep
takrolimus 0,1%, atau krim
pimekrolimus 0,1% dua kali sehari selama
12 minggu.6,7
 Preparat antipruritus nonsteroid yaitu:
mentol, pramoxine,5 dan doxepin.8
14. Nodus  Kortikosteroid dengan oklusi (dengan
Suatu massa padat sirkumskip yang pengawasan dokter)3,4 atau
lebih besar dari papul, dapat menonjol kortikosteroid superpoten3
terletak dikutan atau subkutan dengan  Kalsipotriol5 Antipruritus non steroid,
diameter lebih dari 1 cm. Bila diameter misalnya capsaicin3,6 mentol, dan fenol1,2
kurang dari 1 cm disebut nodulus.  Emolien1,2
 Takrolimus1-3,7

15. Vesikel  Stadium vesikular: bedak salisil 2% untuk


Gelembung yang berisi cairan serum, mencegah vesikel pecah atau
diameter kurang dari 0,5 cm. bedak kocok kalamin untuk mengurangi
Mempunyai dasar dan atap. Letak nyeri dan gatal
superfisial bila berada diepidermis.  Bila vesikel pecah dan basah dapat
Vesikel terjadi karena adanya celah diberikan kompres terbuka dengan
dalam epidermis atau taut larutan antiseptik dan krim
dermoepidermal. antiseptik/antibiotik
 Jika timbul luka dengan tanda infeksi
sekunder dapat diberikan krim/salep
antibiotik
16. Bula  Kortikosteroid dengan oklusi (dengan
Vesikel dengan diameter lebih besar pengawasan dokter)3,4 atau
dari 1 cm. Bula hipopion adalah bula kortikosteroid superpoten3
berisi pus dan isi bula berada dibawah  Kalsipotriol5 Antipruritus non steroid,
seperti kantung, sedangkan bula misalnya capsaicin3,6 mentol, dan fenol1,2
hemoragik merupakan bula berisi darah.  Emolien1,2
 Takrolimus1-3,7
17. Kista  asam retinoat + benzoil peroksida atau
Ruangan berdinding dan berisi cairan bila perlu antibioti
yang dihasilkan dari sel maupun sisa sel.  asam azelaik, asam salisilat atau
Kista terbentuk dari kelenjar yang kortikosteroid intralesi, dapson gel
melebar dan tertutup, saluran kelenjar,
pembuluh darah, saluran getah bening,
atau pun lapisan epidermis.
18. Pustula  larutan anti pruritus seperti calamine
Lesi kulit yang terisi dengan pus lotion.
dibagian epidermis. Terjadi karena  Kortikosteroid topikal.
infeksi bakteri menyebabkan
penumpukan eksudat purulen yang
terdiri dari pus, leukosit dan debris.

d. UKK Sekunder
Akibat perubahan yang terjadi pada efloresensi primer.

No. Jenis UKK Tata Laksana


13. Skuama  Selenium sulfida 1% dan 2,5%
Adalah lapisan stratum korneum yang  Bila banyak pus atau krusta: kompres
terlepas dari kulit. Skuama dapat halus terbuka dengan permanganas kalikus
sebagai taburan tepung, maupun lapisan 1/5000, asam salisilat 0,1%, rivanol
tebal dan luas sebagai lembaran kertas. 1‰, larutan povidon iodine 1%;
dilakukan
3 kali sehari masing-masing ½-1 jam
selama keadaan akut.
 Bila tidak tertutup pus atau krusta:
salep/krim asam fusidat 2%, mupirosin
2% . Dioleskan 2-3 kali sehari, selama
7-10 hari.
14. Krusta  Selenium sulfida 1% dan 2,5%
Adalah cairan badan yang mengering.  Bila banyak pus atau krusta: kompres
Dapat bercampur dengan jaringan terbuka dengan permanganas kalikus
nekrotik, maupun benda asing (kotoran, 1/5000, asam salisilat 0,1%, rivanol
obat, dan sebagainya). Warnanya ada 1‰, larutan povidon iodine 1%;
beberapa macam: kuning muda berasal dilakukan
dari serum, kuning kehijauan berasal 3 kali sehari masing-masing ½-1 jam
dari pus, dan kehitaman berasal dari selama keadaan akut.
darah.  Bila tidak tertutup pus atau krusta:
salep/krim asam fusidat 2%, mupirosin
2% . Dioleskan 2-3 kali sehari, selama
7-10 hari.

15. Telangiektasis  Retinoid Topikal


Pelebaran kapiler yang menetap pada  Azelaic Acid
kulit.  Benzoil Peroksida: Tidak Ad Sedang
Kombinasi obat pertama – antara:
Topikal Retinoid/BPO Benzoil
Peroksida/AB Retinoid Topikal/ AB
 Kombinasi obat pertama- retinoid
315opical/ benzoil peroksida/ antibiotic

16. Erosi  Seng (biasanya zinc sulfate)


Kelainan kulit yang disebabkan  Pada kasus AE berat, diberikan zinc
kehilangan jaringan yang tidak chloride dengan dosis 10-20 mg
melampaui stratum basal yaitu sampai secara parenteral.
stratum spinosum. Kulit tampak menjadi
cerah dan keluar cairan serosa, misalnya
pada dermatitis kontak.
17. Ekskoriasi  Seng (biasanya zinc sulfate)
Ekskoriasi adalah kerusakan kulit Pada kasus AE berat, diberikan zinc
sampai ujung stratum papilaris sehingga chloride dengan dosis 10-20 mg
kulit tampak merah disertai bintik-bintik secara parenteral.
perdarahan. Ditemukan pada dermatitis
kontak dan ektima.
18. Ulkus  Kortikosteroid poten: mengurangi
Ulkus adalah hilangnya bagian kulit di inflamasi. Efektif pada lesi vegetatif dan
bagian dermis atau lebih dalam ke lesi ulseratif peristomal.
subkutis dan selalu terjadi perubahan  Takrolimus: efektif untuk lesi pustular dan
secara patologi. Ulkus biasanya ulseratif superfisial.8,9,10
merupakan fenomena sekunder.

19. Likenifikasi Wound dressing: kebanyakan lesi memiliki


Penebalan kulit sehingga relief atau banyak eksudat sehingga
garis-garis lipatan kulit tampak lebih diperluka perawatan luka yang baik agar
jelas. Terjadi karena perubahan kolagen efektif mempercepat
pada bagian superfisial dermis penyembuhan.
menyebabkan penebalan kulit.  Debridemen: tidak disarankan karena
dapat memberikan efek patergi.
 Injeksi intralesi: triamsinolon asetonid (5-
10 mg/mL) 2 kali per minggu pada
lesi yang rekalsitran pada terapi lain.
 Siklosporin topikal: siklosporin intravena
50 mg/ml diencerkan dengan
larutan akuabides (1:1) diteteskan pada
kassa untuk menutupi ulkus dan
diganti satu kali perhari.
20. Fisura  Krim imidazol (mikonazol 2%,
Fisura adalah celah linear yang klotrimazol 1%) selama 14-28 hari.
menghubungkan epidermis atau ke  Bedak nistatin atau mikonazol
dalam dermis. Lesi ini bisa tunggal atau selanjutnya dapat untuk pencegahan
ganda dan bervariasi dari berukuran
mikroskopis hingga beberapa
sentimeter.
21. Scar/ sikatriks kompres dengan larutan antiseptik (povidon
Scar merupakan pergantian jaringan iodin
fibrosa pada kerusakan jaringan yang 1%)
disebabkan oleh ulkus atau
persembuhan luka.

22. Atrofi  Antibiotik untuk bagian yang


Hal ini mengacu pada pengurangan mengalami erosi atau ekskoriasi,
beberapa atau seluruh lapisan kulit. dirawat
Bentuk epidermal dimanifestasikan terbuka sesuai perawatan luka
sebagai penipisan epidermis yang bakar,atau antifungal bila terkena
menjadi transparan, kehilangan tekstur infeksi jamur.
kulit dan seperti lembaran hitam (paper-  Penggunaan modern wound dressing
cigarete). dan madu sesuai
keadaan lesi
 klorheksidin
23. Eksantema  Kortikosteroid topikal potensi sedang
Kelainan pada kulit yang timbul misalnya triamsinolon asetonid 0,1%,
serentak dalam waktu singkat, dan tidak flucinonide 0,05%
berlangsung lama, umumnya didahului  klobetasol propionat 0,05% atau
oleh demam. bethamethasone propionat
0,05%.
 salep pimecrolimus 1% dan takrolimus
0,1%
24. Purpura  Larutan anti pruritus seperti calamine
Purpura adalah ekstravasasi sel darah lotion.
merah (eritrosit) ke kulit dan selaput  Kortikosteroid topikal
lendir (mukosa), dengan manifestasi
berupa macula kemerahan yang tidak
hilang pada penekanan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi Ke-6. Jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2017.
2. Menaidi SLSW. Bramono K. Indriatmi W. Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin edisi 7. Jakarta:
FKUI; 2017.
3. Huether SE. Mccance KL. Buku Ajar Patofisiologi. Volumme 2. Edisi 6. Singapore ; Elsevier.
2017
4. Siregar R. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2008.
5. Katzung B, et al. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 12. New York: Mc Graw Hill; 2012.
6. Eppy. Infeksi Virus Herpes Simpleks dan Komplikasinya. Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi.
Jakarta: Continuing Medical Education; 2017. CDK-253/ vol. 44 no. 6 tahun 2017.

Anda mungkin juga menyukai