Anda di halaman 1dari 37

WRAP UP SKENARIO 3

BLOK PANCA INDERA

“BERCAK MERAH DAN GATAL DI SELANGKANGAN”

Ketua : Muhammad Lutfi Kurnia 1102015150


Sekretaris : Tasya Laresa Putri Sanjung 1102014262
Anggota : Nindya Primadhita 1102012196
Muhammad Ilham Khatami 1102015149
Noura Alia 1102015168
Putri Ayu Kartika Sari 1102015181
Reysaharif Yuansafikri 1102015197
Siti Rodhia Darwin 1102015228
Yana Dwi Suciati 1102015247
Wardhani Putri Pratiwi 1102014279

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi


2017/2018
SKENARIO 3

BERCAK MERAH DAN GATAL DI SELANGKANGAN

Seorang wanita berusia 28 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan bercak merah &
gatal terutama bila berkeringat di selangkangan sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai
dengan beruntus dan kulit yang menebal berwarna gelap. Kelainan ini hilang timbul selama 6
bulan, hilang apabila diobati dan timbul saat menstruasi atau menggunakan celana berlapis.
Riwayat keputihan disangkal. Kelainan di rasakan setelah berat badan bertambah. Pada
pemeriksaan generalis : dalam batas normal.

Pada pemeriksaan dermatologis : regioner, bilateral pada ke -2 sisi medial paha atas
tampak lesi multiple, berbatas tegas, bentuk beraturan, ukuran bervariasi dari diameter 0,003
cm sp 0,1 cm, kering, permukaan halus dengan eflorosensi berupa plak eritem, sebagian
likhenifikasi yang hiperpigmentasi, pada bagian tengah tampak central healing dengan
ditutupi skuama halus.

Setelah mendapatkan terapi, penderita diminta untuk control rutin dan menjaga serta
memelihara kesehatan kulit sesuai tuntunan ajaran Islam.

1
KATA-KATA SULIT

1. Efloresensi : perubahan kulit yang diamati dengan mata telanjang. Contohnya


macula, papula, nodul, vesikel.
2. Skuama : pelepasan lapisan stratum korneum dari permukaan kulit.
3. Central healing : lesi yang tampak nagian yang tangah bersih seolah-olah sembuh,
sedangkan bagian tepi terlihat aktif.
4. Likhenifikasi : penebalan kulit disertai relief kulit yang semakin jelas.
5. Plak : peninggian diatas permukaan kulit, permukaan datar dan berisi zat
padat dengan diameter lebih dari 2 cm.
6. Hiperpigmentasi : pigmentasi (penggelapan atau perubahan warna) yang meningkat
secara abnormal.

2
PERTANYAAN

1. Apa hubungan peningkatan berat badan dengan gejala yang dialami pasien?
Jawab : Berat badan meningkat sehingga paha pasien membesar dan dapat terjadi
gesekan antara kedua paha.

2. Apa pengaruh keringat dengan penyakit yang dialami pasien?


Jawab : karena kemungkinan diagnosis penyakit pasien disebabkan oleh infeksi jamur,
sehingga keringat dapat menyebabkan daerah lipatan paha menjadi lembab dan menjadi
media tumbuhnya jamur sehingga manifestasi pun muncul.

3. Mengapa kelainan terjadi bilateral?


Jawab : karena gesekan terjadi pada kedua paha.

4. Mengapa kelainan hilang timbul?


Jawab : karena kebiasaan yang menjadi faktor resiko tidak dihilangkan sehingga
keluhan dapat muncul kembali sewaktu-waktu.

5. Apakah ada hubungan menstruasi dengan penyakit tersebut?


Jawab : ada, karena pada saat menstruasi daerah lipatan paha menjadi lembab dan ada
gesekan dari pembalut.

6. Kenapa kulit menjadi tebal dan gelap?


Jawab : Tebal karensa jamur memakan sel kulit yang mati. Berwarna gelap karena
digaruk, sehingga melanosit aktif dan kulit menjadi gelap.

7. Bagaimana cara mencegah penyakit tersebut?


Jawab : menjaga kebersihan diri, pakaian, tidak menggunakan pakaian ketat, mandi, dan
menjaga daerah lipatan paha tetap kering.

8. Apa diagnosis penyakit pada skenario ini? Mengapa?


Jawab : dermatomikosis, infeksi Tinea Kruris. Karena ditemukan gejala khas untuk
infeksi Tinea Kruris, yaitu gatal pada daerah lipatan paha, dan terdapat central healing.

9. Apa terapi yang dapat diberikan untuk pasien pada skenario ini?
Jawab : anti jamur.

10. Pada lapisan kulit bagian manakah kemungkinan penyakit tersebut?


Jawab : stratum korneum

11. Apa penyebab penyakit tersebut?


Jawab : jamur.

12. Bagaimana pandangan islam dalam menjaga kesehatan kulit?


Jawab : dengan berwudhu, mandi, menjaga kebersihan, dan tidak berpakaian ketat.

13. Apa pemeriksaan untuk mendiagnosis pasien?


Jawab : pemeriksaan lab menggunakan kerokan kulit yang sakit/bermasalah.

3
HIPOTESIS

Jamur dapat menyebabkan dermatomikosis pada stratum korneum kulit dengan gejala bercak
merah dan gatal dan dapat disertai kulit yang menebal dan berwarna gelap pada bagian yang
sakit. Untuk menegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan menggunakan kerokan kulit.
Tatalaksana yang dapat diberikan adalah anti-jamur. Untuk mencegah penyakit timbul
kembali pasien disarankan untuk menjaga kebersihan diri, tidak menggunakan pakaian ketat
dan menjauhi faktor resiko. Dalam islam menjaga kebersihan dapat dilakukan dnegan
berwudhu, mandi, dll.

4
SASARAN BELAJAR

LI 1. Memahami dan menjelaskan tentang anatomi kulit


LI 2. Memahami dan menjelaskan tentang Dermatomycosis
LO 2.1 Memahami dan menjelaskan definisi dermatomycosis
LO 2.2 Memahami dan menjelaskan klasifikasi dermatomycosis
LI 3. Memahami dan menjelaskan tentang Dermatofitosis
LO 3.1 Memahami dan menjelaskan definisi dermatofitosis
LO 3.2 Memahami dan menjelaskan epidemiologi dermatofitosis
LO 3.3 Memahami dan menjelaskan etiologi dermatofitosis
LO 3.4 Memahami dan menjelaskan klasifikasi dermatofitosis
LO 3.5 Memahami dan menjelaskan patofisiologi dermatofitosis
LO 3.6 Memahami dan menjelaskan manifestasi klinis dermatofitosis
LO 3.7 Memahami dan menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding dermatofitosis
LO 3.8 Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan dermatofitosis
LO 3.9 Memahami dan menjelaskan komplikasi dermatofitosis
LO 3.10 Memahami dan menjelaskan pencegahan dermatofitosis
LO 3.11 Memahami dan menjelaskan prognosis dermatofitosis
LI 4. Memahami dan menjelaskan tentang menjaga kulit menurut pandangan Islam

5
LI 1. Memahami dan menjelaskan tentang anatomi kulit

Anatomi kulit manusia terdiri dari beberapa macam organ. Kulit merupakan selimut
yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai
macam gangguan dan rangsangan dari luar (Tranggono, 2007). Kulit adalah suatu organ
pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari
tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6
kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm
sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. (Ganong, 2008).

Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam
yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan
jaringan ikat.

Secara alamiah kulit memiliki lapisan lemak tipis di permukaannya. Lapisan lemak
tersebut terutama berfungsi untuk melindungi kulit dari kelebihan penguapan air yang akan
menyebabkan dehidrasi kulit. Kulit juga mengandung air sebagai pelembab alami, meskipun
sedikit (hanya 10%) tetapi sangat penting karena kelembutan dan elastisitas kulit tergantung
pada air yang dikandungnya dan bukan pada kandungan lemaknya. Bila kadar air di dalam
kulit sedikit maka kulit akan kering dan pecah-pecah. Keadaan ini menyebabkan
mikroorganisme, kotoran, sisa sabun, dan lain-lain akan masuk pada kulit yang pecah-pecah
tersebut sehingga menimbulkan berbagai gangguan kebersihan dan kesehatan serta menjadi
sumber infeksi (Tranggono, 2007).

Anatomi Kulit Manusia


Klasifikasi kulit :
1. Kulit tebal

6
- Telapak tangan
- Telapak kaki
- punggung, bahu dan bokong. (Ganong, 2008)
2. Kulit tipis
- Bagian tubuh lainnya (kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial
lengan atas.) (Ganong, 2008).
- Mempunyai tebal berbeda-beda

Secara anatomi, kulit terbagi atas tiga lapisan utama, yaitu: epidermis, dermis, dan
subkutis (subkutan).

Lapisan Epidermis
 Lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler.
 Merupakan Epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk
 Berasal dari ectoderm
 Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak
tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit.

Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang
paling atas sampai yang terdalam):Terletak di permukaan
Mempunyai 4 macam sel :
- Keratinosit
- Melanosit
- Sel langhans
- Sel merkel
Adalah lapisan kulit yang paling luar. Lapisan ini terdiri atas:
1. Stratum corneum (lapisan tanduk)
Terdiri atas beberapa lapis sel yang pipih, mati seperti sisik yg semakin menggepeng
dan menyatu, tidak memiliki inti sel, tidak mengalami proses metabolisme, tidak
berwarna (jernih) dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan ini sebagian besar
terdiri atas keratin , yaitu jenis protein yang tidak larut dalam air, dan sangat resisten
terhadap bahan-bahan kimia. Hal ini berkaitan dengan fungsi kulit untuk
memproteksi tubuh dari pengaruh luar. Sel2 tersusun padat tanpa batas yg tegas.
Lpsn paling luar selalu mengelupas  STRATUM DISJUNCTUM. Terdiri dari sel
keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.

2. Stratum lucidum (lapisan jernih)


Berada tepat dibawah stratum corneum. Merupakan lapisan yang tipis, jernih
translusen tdd 3-5 lapis sel gepeng yang tersusun sangat rapat, mengandung eleidin.
Lapisan ini tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. Tidak tampak pada
kulit tipis. Batas2 sel tidak jelas. Sitoplasma mengandung substansi semifluid 
keratohialin, yg bersifat eosinofil. Diduga dihasilkan oleh granula keratohialin.

3. Stratum granulosum (lapisan berbutir-butir)


Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, berinti
mengkerut. Tdd 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah , sb panjang
sejajar permukaan kulit. Sitoplasma mengandung granula basofilik kasar yang
dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin.
Terdapat sel Langerhans.

7
4. Stratum spinosum (lapisan malphigi) / lapisan taju
Sel berbentuk kubus dan seperti berduri. Intinya besar dan oval. Setiap sel berisi
filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein yang dinamakan tonofibril,
dianggap filamenfilame tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan
kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi.. Makin ke permukaan sel2 makin
gepeng. Sel-sel mempunyai tonjolan2 sitoplasma seperti SPINA, bertemu dg
tonjolan2 sitoplasma sel disebelahnya, membentuk jembatan interseluler. Dengan
M.E jembatan ini membentuk kontak dg desmosome. Epidermis pada tempat yang
terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih
banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan
Malfigi. Terdapat sel Langerhans.

5. Stratum germinativum (lapisan basal)


Adalah lapisan terbawah epidermis, terletak pada lamina basalis. Di lapisan ini juga
terdapat sel-sel melanosit yaitu sel yang membentuk pigmen melanin (Tranggono,
2007). Teridiri dari selapis sel torak sampai kubis. Mempunyai tonjolan sitoplasma
yg pendek dan tipis yg tertanam pd L. Basalis. Sering terlihat mitosis yang akan
memperbaharui sel2 epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari
untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain.Merupakan
satu lapis sel yang mengandung melanosit. Fungsi Epidermis : Proteksi barier,
organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel,
pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans) (Wasitaatmadja,
1997).

Lapisan Dermis

Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True
Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan
jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
 Terletak di bawah epidermis
 Jaringan penyambung padat yg vaskular
 Berasal dari mesoderm
 Tebal rata2 0,5-3 mm atau lebih
 Anyaman padat tersusun tak teratur
 Dermis mengandung beberapa derivate epidermis :
- Folikel rambut
- Kelenjar keringat
- Kelenjar sebacea

8
Merupakan lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal dari pada epidermis.
Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa dengan elemen-elemen selular dan
folikel rambut.

Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian:


1. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol kedalam epidermis, berisi ujung serabut
saraf dan pembuluh darah, tipis mengandung jaringan ikat jarang.
2. Pars retikulare, yaitu bagian bawahnya yang menonjol kearah subkutan, bagian ini
terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen elastis dan retikulin,
tebal terdiri dari jaringan ikat padat.

Lapisan Subkutan

Lapisan subkutan adalah kelanjutan dermis atas jaringan ikat longgar, berisi sel-sel
lemak didalamnya. Fungsi dari lapisan hipodermis yaitu membantu melindungi tubuh dari
benturan-benturan fisik dan mengatur panas tubuh. Jumlah lemak pada lapisan ini akan
meningkat apabila makan berlebihan. Jika tubuh memerlukan energi ekstra maka lapisan ini
akan memberikan energi dengan cara memecah simpanan lemaknya (Wirakusumah, 1994).
Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan
di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan
nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi
Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol
bentuk tubuh dan mechanical shock absorber. (Wasitaatmadja, 1997).

LI 2. Memahami dan menjelaskan tentang Dermatomycosis

LO 2.1 Definisi dermatomycosis

Penyakit pada kulit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur atau mikosis
dibagi menjadi : mikosis profunda dan mikosis superfisialis.

LO 2.2 Klasifikasi dermatomycosis

A.Mikosis profunda

Mikosis profunda terdiri atas beberapa penyakit yang disebabkan jamur,


dengan gejala klinis tertetentu yang menyerang alat di bawah kulit, misalnya traktus

9
intestinalis, traktus respiratorius, traktus urogenitalis, susunan saraf sentral, otot,
tulang, susunan kardiovaskular. Kelainan kulit pada mikosis profunda dapat berupa
afek primer, maupun akibat proses dari jaringan di bawahnya (per kontinuitatum).

Dikenal beberapa penyakit jamur profunda yang klinis dan manifestasinya


berbeda satu dengan yang lain. CONANT dkk. (1977) misalnya mencantumkan dalam
bukunya Manual of Clinical Mycology berbagai penyakit, yaitu :
1. Aktinomikosis
2. Nokardiosis
3. Antinomikosis misetoma
4. Blastomikosis
5. Parakoksidiodomikosis
6. Lobomikosis
7. Koksidiodomikosis
8. Histoplasmosis
9. Histoplasmosis Afrika
10. Kriptokokosis
11. Kandidiosis
12. Geotrikosis
13. Aspergillosis
14. Fikomikosis
15. Sporotrikosis
16. Maduromikosis
17. Rinosporidiosis
18. Kromoblastomikosis
19. Infeksi yang disebabkan jamur Dematiceae ( berpigmen coklat)

Diantara 19 macam penyakit jamur profunda yang disebutkan di atsa


aktinomikosis menurut RIPPON (1974) sudah bukan penyakit jamur asli. Ia
cenderung memasukkan Actinomyces dan Nocardia atau bacteria-like fungi ini di
dalam golongan bakteri, walaupun masih mempunyai sifat – sifat jamur , yaitu
branching di dalam jaringan, membentuk anyaman luas benang jamur pada jaringan
maupun pada media biakan, dan menyebabkan penyakit kronik. Namun Actinomyces
dan Nocardia mempunyai sifat khas bakteri , yaitu adanya asam muramik pada
dinding sel, tidak mempunyai inti sel yang karakteristik, tidak mempunyai
mitokondria, besar mikoorganisme khas untuk bakteri, dan dapat dihambat oleh obat –
obatan anti bacterial.

Mikosis profunda biasanya dalam klinik sebagai penyakit kronik dan residif.
Manifestasi klinik morfologik dapat ebrupa tumor, infiltasi peradangan vegetatif,
fistel, ulkus, atau sinus, tersendiri maupun bersamaan. Mengingat banyaknya penyakit
yang dapat memenuhi kedua syarat tersebut, misalnya tuberculosis, lepra, sifilis,
frambusia, keganasan, sarcoidosis, dan pioderma kronik, maka pemeriksaan tambahan
untuk verifikasi sangat diperlukan.

Pemeriksaan tersebut adalah sediaan langsung dengan KOH, biakan jamur,


pemeriksaan histopatologik dan pemeriksaan imunologik termasuk tes kulit, maupun
serologic dan pemeriksaan imunologik yang lain. Pemeriksaan tambahan ini
diperlukan untuk memastikan atau menyingkirkan mikosis profunda dan penyakit
yang disebut sebagai diagnosis banding. Sebagai contoh, pemeriksaan lapangan gelap,

10
histopatologik, dan pemeriksaan tes serologic untuk sifilis yang spesifik, maupun
yang non spesifik. Demikian pula pemeriksaan pemeriksaan khusus untuk penyakit
tertentu.

MISETOMA

Definisi:
Misetoma adalah penyakit kronik, supuratif granulomatosa yang dapat disebabkan
Actinomyces, Nocardia , dan Eumycetes atau jamur berpigmen.

Etiologi :
 Actinomyces disebut Actinomycotic mycetoma
 Botryomycosis yang disebabkan oleh bakteri
 Madurromycosis yang disebabkan oleh jamur berfilamen
Gejala klinis :
 Pembengkakan
 Abses
 Sinus, didalamnya ditemukan butir-butir (granula) yang berpigmen kemudian
dikeluarkan melalui eksudat
 Fistel multiple

Gejala klinis biasanya merupakan lesi kulit yang sirkumskrip dengan


pembengkakan seperti tumor jinak dan ahrus disertai butir-butir. Inflamasi dapat
menjalar dari permukaan sampai ke bagian dalam dan dapat menyerang subkutis,
fasia, otot dan tulang. Sering terbentuk fistel, yang mengeluarkan eksudat. Butir –
butir sering bersama – sama eksudat mengalir ke luar dari jaringan.

Diagnosis:
Diagnosis dibuat berdasarkan klinis morfologik sesuai dengan uraian diatas.
Namun bila disokong dengan gambaran histologic dan hasil biakan, diagnosis akan
lebih mantap. Lagi pula penentuan spesies penyebab sangat penting untuk terapi dan
prognosis

Tatalaksana:
Pengobatan misetoma biasanya harus disertai radikal, bahkan amputasu
kadang –kadang perlu dipertimbangkan. Obat – obat , misalnya kombinasi
kotrimoksazol dengan streptomisin dapat bermanfaat , bila penyakit yang dihadapi
adalah misetoma aktinomikotik, tetapi pengobatan memerlukan waktu lama ( 9bulan-
1tahun) dan bila kelainan belum meluas benar. Obat – obat baru antifungal , misalnya
itrakonazol dapat dipertimbangkan untuk misetoma maduromikotik.

Prognosis:
Quo ad vitam umumnya baik. Pada maduromikosis prognosis quo ad
sanationam tidak begitu baik bila dibandingkan dengan aktinomikosis/botriomikosis.
Diseminasi limfogen atau hematogen dengan lesi pada alat – alat dalam merupakan
kecualian

SPOROTRIKOSIS
Infeksi koronis yang disebabkan Sporotrichium schenkii dan ditandai dengan
pembesaran kelenjar getah bening. Kulit dan jaringan subkutis di atas nodus sering

11
melunak dan pecah membentuk ulkus yang indolen. Penyakit jamur ini mempunyai
insidens yang cukup tinggi pada daerah tertentu, dan ditemukan pada pekerja hutan
maupun petani (HUTAPEA,1978;SIREGAR dan THAHA 1978)

Bila tidak terjadi diseminasi melalui saluran getah bening diagnosis agak sukar
dibuat. Selain gejala klinis, yang dapat menyokong diagnosis adalah pembiakan
terutama pada mencit atau tikus, dan pemeriksaan histopatologik. Pernah dilaporkan
sekali-sekali selain bentuk kulit yang khas, beberapa bentuk di paru dan alat dalam
lain. Pada kasus-kasus ini rupanya terjadi infeksi melalui inhalasi.

Pengobatan yang memuaskan biasanya dicapai dengan pemberian larutan


kalium yodida jenuh oral. Dalam hal yang rekalsitran pengobatan dengan amfoterisin
B atau itrakonazol dapat diberikan.

KROMOMIKOSIS
Kromomikosis atau kromoblastomikosis atau dermatitis verukosa adalah
penyakit jamur yang disebabkan bermacam-macam jamur berwarna (dematiaceous).
Penyakit ini ditandai dengan pembentukan nodus verukosa kutan yang perlahan-lahan,
sehingga akhirnya membentuk vegetasi papilomatosa yang besar. Pertumbahan ini
dapat menjadi ulkus atau tidak, biasanya ada di kaki dan tungkai, namun lokalisasi di
tempat lain pernah ditemukan, misalnya pada tangan, muka, telinga, leher, dada, dan
bokong. Penyakit ini kadang-kadang dilihat di Indonesia. Sumber penyakit biasanya
dari alam dan terjadi infeksi melalui trauma.

Penyakit tidak ditularkan dari manusia ke manusia dan belum pernah


dilaporkan terjadi pada binatang. Diseminasi dapat terjadi melalui autoinokulasi, ada
juga kemungkinan penyebaran melalui darah dengan terserangnya susunan saraf
sentral pernah dilaporkan. Walaupun penyakit jamur ini biasanya terbatas pada kulit,
bila lesinya luas dapat mengganggu kegiatan penderita sehari-hari.
Pengobatannya sulit. Terapi sinar x pernah dilakukan dengan hasil yang berbeda-
beda. Kadang-kadang diperlukan amputasi. Pada kasus lain reseksi lesi mikotik
disusul dengan skin graft memberi hasil yang memuaskan. Obat-obatan biasanya
memberikan hasil yang kurang memuaskan dan harus diberikan dalam waktu yang
lama.

Pada akhir-akhir ini hasil pengobatan yang memuaskan dicapai dengan


kombinasi amfoteresin B dan 5-fluorositosin. Demikian pula pengobatan dengan
kantong-kantong panas di Jepang. Prognosis, seperti diuraikan oada hasil terapi di
atas. Itrakonazol pada akhir-akhir ini memberikan harapan baru pada penyakit ini,
terutama bila penyebabnya adalah Cladosporium carrionii.

ZIGOMIKOSIS, FIKOMIKOSIS, MUKORMIKOSIS


Penyakit jamur ini terdiri atas pelbagai infeksi jamur dan disebabkan oleh
bermcam-macam jamur pula yang taksonomi dan peranannya masih didiskusikan,
oleh karena itu di dalam buku-buku baru diberikan nama umum, yaitu zigomikosis
Zygomycetes meliputi banyak genera, yaitu Mucor, Rhizopus, Absidia, Mortierella
dan Cunning-hamella. Penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur ini dapat
disebut sesuai dengan lokalisasi atau alat dalam yang terserang. Contohnya
rinozigomikosis, otozigomikosis, zigomikosis subkutan, zigomikosis fasiale, atau

12
zigomikosis generalisata. Golongan penyakit jamur ini dapat dinamakan juga sesuai
dengan jamur penyebabnya, misalnya mukomikosis dan sebagainya.

Oleh karena penyakit ini disebabkan jamur yang pada dasarnya oportunistik,
maka pada orang sehat jarang ditemukan. Diabetes mellitus, misalnya merupakan
factor predisposisi. Demikian pula penyakit primer berat yang lain.

Fikomikosis subkutan adalah salah satu bentuk penyakit golongan ini yang
kadang-kadang dilihat di bagian kulit dan kelamin. Penyakit ini untuk pertama kali
dilaporkan di Indonesia pada tahun 1956. Setelah itu banyak kasus dilaporkan di
Indonesia, Afrika, dan India. Kelainan timbul di jaringan subkutan Antara lain di
dada, perut, atau lengan atas sebagai nodus subkutan yang perlahan-lahan membesar
setelah sekian waktu. Nodus tersebut konsistensinya keras dan kadang-kadang dapat
terjadi infeksi sekunder. Penderita pada umumnya tidak demam dan tidak disertai
pembesaran kelenjar getah bening regional.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik dan biakan. Jamur agak
khas, hifa lebar 6-50 miu, seperti pita, tidak bersepta dan coenocytic.

Sebagai terapi fikomikosis subkutan dapat diberikan larutan jernih kalium


yodida. Mulai dari 10-15 tetes 3 kali seharu dan perlahan-lahan dinaikan sampai
terlihat gejala intoksikasi, penderita mual dan muntah. Kemudian dosis diturunkan 1-2
tetes dan dipertahankan terus sampai tumor menghilang. Itrakonazo; berhasil
mengatasi fikomikosis subkutan dengan baik. Dosis yang diberikan sebanyak 200mg
sehari selama 2-3 bulan. Prognosis bentuk klinis ini umumnya baik

B.Mikosis superfisialis

Terbagi menjadi :
1. Dermatofitosis
2. Non-dermatofitosis, terdiri atas pelbagai penyakit:
- Pitriasis versikolor
- Piedra hitam
- Piedra putih
- Tinea nigra palmaris
- Otomikosis
- Keratomikosis

LI 3. Memahami dan menjelaskan tentang Dermatofitosis

LO 3.1 Definisi dermatofitosis

Dermatofitosis (Tinea) adalah infeksi jamur dermatofit (species microsporum,


trichophyton, dan epidermophyton) yang menyerang epidermis bagian superfisial
(stratum korneum), kuku dan rambut. Microsporum menyerang rambut dan kulit.
Trichophyton menyerang rambut, kulit dan kuku. Epidermophyton menyerang kulit
dan jarang kuku.

LO 3.2 Epidemiologi dermatofitosis

13
Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur, sehingga
dapat ditemukan hampir di semua tempat. Menurut Adiguna MS, insidensi penyakit
jamur yang terjadi di berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia bervariasi antara
2,93%-27,6%. Meskipun angka ini tidak menggambarkan populasi umum.

Dermatomikosis atau mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk


negara tropis. Di Indonesia angka yang tepat, berapa sesungguhnya insiden
dermatomikosis belum ada. Di Denpasar, golongan penyakit ini menempati urutan
kedua setelah dermatitis. Angka insiden tersebut diperkirakan kurang lebih sama
dengan di kota-kota besar Indonesia lainnya. Di daerah pedalaman angka ini mungkin
akan meningkat dengan variasi penyakit yang berbeda.

Sebuah penelitian retrospektif yang dilakukan pada penderita dermatomikosis


yang dirawat di IRNA Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dr. Soetomo Surabaya
dalam kurun waktu antara 2 Januari 1998 sampai dengan 31 Desember 2002. Dari
pengamatan selama 5 tahun didapatkan 19 penderita dermatomikosis. Kasus
terbanyak terjadi pada usia antara 15-24 tahun (26,3%), penderita wanita hampir
sebanding dengan laki-laki(10:9). Dermatomikosis terbanyak ialah Tinea Kapitis,
Aktinomisetoma, Tinea Kruris et Korporis, Kandidiasis Oral, dan Kandidiasis
Vulvovaginalis.

Jenis organisme penyebab dermatomikosis yang berhasil dibiakkan pada


beberapa rumah sakit tersebut yakni: T.rubrum, T.mentagrophytes, M.canis,
M.gypseum, M.tonsurans, E.floccosum, Candida albicans, C.parapsilosis,
C.guilliermondii, Penicillium, dan Scopulariopsis. Menurut Rippon tahun 1974 ada 37
spesies dermatofita yang menyebabkan penyakit di dunia.

Di luar seperti India, berdasarkan penelitian di India yang mengambil sampel


sebanyak 121 kasus (98 pria & 23 perempuan), dermatomikosis menempati urutan
pertama untuk kasus penyakit kulit, 103 kasus (70,5%), diikuti candidiasis 30 kasus
(20,5%) dan pitiriasis versikolor. Di Amerika endemik dermatomikosis di daerah
Utara dan barat Venezuela, brasil, dan beberapa kasus di laporkan di Columbia dan
argentina. Di Eropa infeksi tinea adalah hal yang umum. Perkiraan insidensi penyakit
ini sekitar 10-20%. Di Eropa dermatomikosis merupakan penyakit kulit yang
menempati urutan kedua. Penyakit ini disebabkan oleh tinea pedis, tinea corporis,
tinea cruris, dan tinea rubrum. Tinea rubrum ditemukan pada 76,2% kasus
dermatomikosis melalui pemeriksaan sampel di Eropa.

Onset usia terjadi pada anak kecil yang baru belajar berjalan (toddlers) dan
anak usia sekolah. Paling sering menyerang anak berusia 6-10 tahun dan juga pada
usia dewasa.9
Frekuensi infeksi pada spesies tertentu antara lain:
• Sekitar 58% dermatofita yang terisolasi adalah trichophyton rubrum
• 27% Trichophyton mentagrophytes
• 7% Trichophyton verrucosum
• 3% Trichophyton tonsurans
• Kecil dari 1 % yang terisolasi: Epidermophyton floccosum, Microsporum audouinii,
Microsporum canis, Microsporum equinum, Microsporum nanum, Microsporum
versicolor, Trichophyton equinum, Trichophyton kanei, Trichophyton raubitschekii,
and Trichophyton violaceum.

14
LO 3.3 Etiologi dermatofitosis

Berdasarkan sifat makro dan mikro, dermatofita dibagi menjadi: microsporum,


tricopyton, dan epidermophyton. Yang paling terbanyak ditemukan di Indonesia
adalah T.rubrum. dermatofita lain adalah: E.floccosum, T.mentagrophytes, M. canis,
M. gypseum, T.cocentricum, T.schoeleini dan T. tonsurans.
Microsporum
Kelompok dermatofita yang bersifat keratofilik, hidup pada tubuh manusia
(antropofilik) atau pada hewan (zoofilik). Merupakan bentuk aseksual dari jamur.
Terdiri dari 17 spesies, dan yang terbanyak adalah:

SPECIES CLASSIFICATION (NATURAL RESERVOIR)


Microsporum audouinii Anthropophilic
Microsporum canis Zoophilic (Cats and dogs)
Microsporum cooeki Geophilic (also isolated from furs of cats, dogs, and rodents)
Microsporum ferrugineum Anthropophilic
Microsporum gallinae Zoophilic (fowl)
Microsporum gypseum Geophilic (also isolated from fur of rodents)
Microsporum nanum Geophilic and zoophilic (swine)
Microsporum persicolor Zoophilic (vole and field mouse)
Tabel 2.1 Spesies Microsporum.
Koloni mikrosporum adalah glabrous, serbuk halus, seperti wool atau powder.
Pertumbuhan pada agar Sabouraud dextrose pada 25°C mungkin melambat atau
sedikit cepat dan diameter dari koloni bervariasi 1- 9 cm setelah 7 hari pengeraman.
Warna dari koloni bervariasi tergantung pada jenis itu. Mungkin saja putih seperti wol
halus yang masih putih atau menguning sampai cinamon.
Epidermophyton
Jenis Epidermophyton terdiri dari dua jenis; Epidermophyton floccosum dan
Epidermophyton stockdaleae. E. stockdaleae dikenal sebagai non-patogenik,
sedangkan E. floccosum satu-satunya jenis yang menyebabkan infeksi pada manusia.
E. floccosum adalah satu penyebab tersering dermatofitosis pada individu tidak sehat.
Menginfeksi kulit (tinea corporis, tinea cruris, tinea pedis) dan kuku (onychomycosis).
Infeksi terbatas kepada lapisan korneum kulit luar.koloni E. floccosum tumbuh cepat
dan matur dalam 10 hari. Diikuti inkubasi pada suhu 25 ° C pada agar potato-
dextrose, koloni kuning kecoklat-coklatan.
Tricophyton
Trichophyton adalah suatu dermatofita yang hidup di tanah, binatang atau
manusia. Berdasarkan tempat tinggal terdiri atas anthropophilic, zoophilic, dan
geophilic. Trichophyton concentricum adalah endemic pulau Pacifik, Bagian tenggara

15
Asia, dan Amerika Pusat. Trichophyton adalah satu penyebab infeksi pada rambut,
kulit, dan kuku pada manusia.

NATURAL HABITATS OF TRICHOPHYTON


SPECIES

Species Natural Reservoir

Ajelloi Geophilic

Concentricum Anthropophilic

Equinum zoophilic (horse)

Erinacei zoophilic (hedgehog)

Flavescens geophilic (feathers)

Gloriae Geophilic

Interdigitale Anthropophilic

Megnini Anthropophilic

Mentagrophytes zoophilic (rodents, rabbit) /


anthropophilic

Phaseoliforme Geophilic

Rubrum Anthropophilic

Schoenleinii Anthropophilic

Simii zoophilic (monkey, fowl)

Soudanense Anthropophilic

Terrestre Geophilic

Tonsurans Anthropophilic

Vanbreuseghemii Geophilic

Verrucosum zoophilic (cattle, horse)

Violaceum Anthropophilic

Yaoundei anthropophilic

Tabel 2.2 Spesies Trichophyton.


LO 3.4 Klasifikasi dermatofitosis

Klasifikasi yang paling sering dipakai oleh para spesialis kulit adalah berdasarkan
lokasi

16
a. Tinea kapitis, tinea pada kulit dan rambut kepala
b. Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jengggot.
c. Tinea kruris, dermatofita pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan
kadang-kadang sampai perut bagian bawah
d. Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.
e. Tinea unguium, tinea pada kuku kaki dan tangan.
f. Tinea facialis, tinea yang meliputi bagian wajah
g. Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk 5 bentuk
tinea diatas.

Selain 6 bentuk tinea di atas masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu:
a. Tinea imbrikata: dermatofitosis dengan susunan skuama yang kosentris dan
disebabkan oleh tricophyton concentricum.
b. Tinea favosa atau favus: dermatofitosis yang terutama disebabkan oleh
tricophyton schoenleini: secara klinis antara lain berbentuk skutula dan berbau
seperti tikus (mousy odor).
c. Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif dari morfologinya.
d. Tinea incognito: dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah
diobati dengan steroid topical kuat.

Dermatofitosis

Tinea Kapitis

Biasanya penyakit ini banyak menyerang anak-anak dan sering ditularkan


melalui binatang- binatang peliharaan seperti kucing, anjing dan sebagainya.
Berdasarkan bentuk yangkhas Tinea Kapitis dibagi dalam 4 bentuk :

Gray pacth ring worm


Penyakit ini dimulai dengan papel merah kecil yang melebar ke sekitarnya dan
membentuk bercak yang berwarna pucat dan bersisik. Warna rambut jadi abu-abu dan
tidak mengkilat lagi, serta mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga
menimbulkan alopesia setempat. Dengan pemeriksaan sinar wood tampak flourisensi
kekuning-kuningan pada rambut yang sakit melalui batas “Grey pacth” tersebut. Jenis
ini biasanya disebabkan spesies mikrosporon dan trikofiton.

Black dot ring worm


Terutama disebabkan oleh Trikofiton Tonsurans, T. violaseum, mentagrofites.
infeksi jamur terjadi di dalam rambut (endotrik) atau luar rambut (ektotrik) yang
menyebabkan rambut putus tepat pada permukaan kulit kepala. Ujung rambut tampak
sebagai titik-titik hitam diatas permukaan ulit, yang berwarna kelabu sehingga tarnpak
sebagai gambaran ” back dot”. Biasanya bentuk ini terdapat pada orang dewasa dan
lebih sering pada wanita. Rambut sekitar lesi juga jadi tidak bercahaya lagi
disebabkan kemungkinan sudah terkena infeksi penyebab utama adalah Trikofiton
tonsusurans dan T.violaseum

Kerion
Bentuk ini adalah yang serius, karena disertai dengan radang yang hebat yang
bersifat lokal, sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil yang berkelompok
dan kadang-kadang ditutupi sisik-sisik tebal. Rambut di daerah ini putus-putus dan

17
mudah dicabut. Bila kerion ini pecah akan meninggalkan suatu daerah yang botak
permanen oleh karena terjadi sikatrik. Bentuk ini terutama disebabkan oleh
Mikosporon kanis, M.gipseum , T.tonsurans dan T. Violaseum.

Tinea favosa
Kelainan di kepala dimulai dengan bintik-bintik kecil di bawah kulit yang
berwarna merah kekuningan dan berkembang menjadi krusta yang berbentuk cawan
(skutula), serta memberi bau busuk seperti bau tikus “moussy odor”. Rambut di atas
skutula putus-putus dan mudah lepas dan tidak mengkilat lagi. Bila menyembuh akan
meninggalkan jaringan parut dan alopesia yang permanen. Penyebab utamanya adalah
Trikofiton schoenleini, T. violasum dan T. gipsum. Oleh karena Tinea kapitis ini
sering menyerupai penyakit-penyakit kulit yang menyerang daerah kepala, maka
penyakit ini harus dibedakan dengan penyakit-penyakit bukan oleh jamur seperti:
Psoriasis vulgaris dan Dermatitis seboroika.

Tinea Korporis

Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang yang kurang mengerti


kebersihan dan banyak bekerja ditempat panas, yang banyak berkeringat serta
kelembaban kulit yang lebih tinggi. Predileksi biasanya terdapat dimuka, anggota
gerak atas, dada, punggung dan anggota gerak bawah.

Bentuk yang klasik dimulai dengan lesi-lesi yang bulat atau lonjong dengan
tepi yang aktif. Dengan perkembangan ke arah luar maka bercak-bercak bisa melebar
dan akhirnya dapat memberi gambaran yang polisiklis, arsiner, atau sinsiner. Pada
bagian tepi tampak aktif dengan tanda-tanda eritema, adanya papel-papel dan vesikel,
sedangkan pada bagian tengah lesi relatif lebih tenang. Bila tinea korporis ini
menahun tanda-tanda aktif jadi menghilang selanjutnya hanya meningggalkan daerah-
daerah yang hiperpigmentasi saja. Kelainan-kelainan ini dapat teIjadi bersama-sama
dengan Tinea kruris.

Penyebab utamanya adalah : T.violaseum, T.rubrum, T.metagrofites.


Mikrosporon gipseum, M.kanis, M.audolini. Penyakit ini sering menyerupai : 1)
Pitiriasis rosea, 2) Psoriasis vulgaris, 3) Morbus hansen tipe tuberkuloid, dan 4) Lues
stadium II bentuk makulo-papular.

Tinea Kruris

Penyakit ini memberikan keluhan perasaan gatal yang menahun, bertambah


hebat bila disertai dengan keluarnya keringat. Kelainan yang timbul dapat bersifat
akut atau menahun. Kelainan yang akut memberikan gambaran yang berupa makula
yang eritematous dengan erosi dan kadang-kadang terjadi ekskoriasis. Pinggir
kelainan kulit tampak tegas dan aktif. Apabila kelainan menjadi menahun maka
efloresensi yang nampak hanya makula yang hiperpigmentasi disertai skuamasi dan
likenifikasi. Gambaran yang khas adalah lokalisasi kelainan, yakni daerah lipat paha
sebelah dalam, daerah perineum dan sekitar anus. Kadang-kadang dapat meluas
sampai ke gluteus, perot bagian bawah dan bahkan dapat sampai ke aksila. Penyebab
utama adalah Epidermofiton flokkosum, Trikofiton rubrum dan T.mentografites.

Tinea Pedis

18
Tinea pedis disebut juga Athlete’s foot = “Ring worm of the foot”. Penyakit
ini sering menyerang orang-orang dewasa yang banyak bekerja di tempat basah
seperti tukang cuci, pekerja-pekerja di sawah atau orang-orang yang setiap hari harus
memakai sepatu yang tertutup seperti anggota tentara. Keluhan subjektif bervariasi
mulai dari tanpa keluhan sampai rasa gatal yang hebat dan nyeri bila ada infeksi
sekunder.

Ada 3 bentuk Tinea pedis yaitu sebagai berikut :


Bentuk intertriginosa
Keluhan yang tampak berupa maserasi, skuamasi serta erosi, di celah-celah
jari terutama jari IV dan jari V. Hal ini terjadi disebabkan kelembaban di celah-ceIah
jari tersebut membuat jamur-jamur hidup lebih subur. Bila menahun dapat terjadi
fisura yang nyeri bila kena sentuh. Bila terjadi infeksi dapat menimbulkan selulitis
atau erisipelas disertai gejala-gejala umum.

Bentuk hyperkeratosis
Disini lebih jelas tampak ialah terjadi penebalan kulit disertai sisik terutama
ditelapak kaki, tepi kaki dan punggung kaki. Bila hiperkeratosisnya hebat dapat
terjadi fisurafisura yang dalam pada bagian lateral telapak kaki.

Bentuk vesikuler subakut


Kelainan-kelainan yang timbul di mulai pada daerah sekitar antar jari,
kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. Tampak ada vesikel dan bula
yang terletak agak dalam di bawah kulit, diserta perasaan gatal yang hebat. Bila
vesikel-vesikel ini memecah akan meninggalkan skuama melingkar yang disebut
Collorette. Bila terjadi infeksi akan memperhebat dan memperberat keadaan sehingga
dapat terjadi erisipelas. Semua bentuk yang terdapat pada Tinea pedis, dapat terjadi
pada Tinea manus, yaitu dermatofitosis yang menyerang tangan. Penyebab utamanya
ialah : T .rubrum, T .mentagrofites, dan Epidermofiton flokosum

Tinea Unguium

Penyakit ini dapat dibedakan dalam 3 bentuk tergantung jamur penyebab dan
permulaan dari dekstruksi kuku. Subinguinal proksimal bila dimulai dari pangkal
kuku, Subinguinal distal bila di mulai dari tepi ujung dan Leukonikia trikofita bila di
mulai dari bawah kuku. Permukaan kuku tampak suram tidak mengkilat lagi, rapuh
dan disertai oleh subungual hiperkeratosis. Dibawah kuku tampak adanya detritus
yang banyak mengandung elemen jamur. Onikomikosis ini merupakan penyakit jamur
yang kronik sekali, penderita minta pertolongan dokter setelah menderita penyakit ini
setelah beberapa lama, karena penyakit ini tidak memberikan keluhan subjektif, tidak
gatal, dan tidak sakit. Kadang-kadang penderita baru datang berobat setelah seluruh
kukunya sudah terkena penyakit. Penyebab utama adalah : T.rubrum, T.metagrofites

Tinea Imbrikata

Penyakit ini adalah bentuk yang khas dari Tinea korporis yang disebabkan
oleh Trikofiton consentricum. Gambaran klinik berupa makula yang eritematous
dengan skuama yang melingkar. Apabila diraba terasa jelas skuamanya menghadap ke
dalam. Pada umumnya pada bagian tengah dari lesi tidak menunjukkan daerah yang

19
lebih tenang, tetapi seluruh makula ditutupi oleh skuama yang melingkar. Penyakit ini
sering menyerang seluruh permukaan tubuh sehingga menyerupai:
Eritrodemia
Pempigus foliaseus
Iktiosis yang sudah menahun

Tinea Barbae

Penderita Tinea barbae ini biasanya mengeluh rasa gatal di daerah jenggot,
jambang dan kumis, disertai rambut-rambut di daerah itu menjadi putus.
Ada 2 bentuk yaitu superfisialis dan kerion
Superfisialis : kelainan-kelainan berupa gejala eritem, papel dan skuama yang mula-
mula kecil selanjutnya meluas ke arab luar dan memberi gambaran polisiklik, dengan
bagian tepi yang aktif. Biasanya gambaran seperti ini menyerupai tinea korporis.
Kerion : bentuk ini membentuk lesi-lesi yang eritematous dengan ditutupi krusta atau
abses kecil dengan permukaan membasah oleh karena erosi. Penyebab utama :
Berbagai spesies jamur yang zoofilik misalnya T.verrucosum

Non Dermatofitosis
Infeksi non-dermatofitosis pada kulit biasanya terjadi pada kulit yang paling
luar. Hal ini disebabkan jenis jamur ini tidak dapat mengeluarkan zat yang dapat
mencerna keratin kulit dan tetap hanya menyerang lapisan kulit yang paling luar.
Yang masuk ke dalam golongan ini adalah :

Tinea Versikolor

Tinea versikolor/Pityriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi


disebabkan oleh Malasezia furfur. Penyakit jamur kulit ini adalah penyakit yang
kronik dan asimtomatik ditandai oleh bercak putih sampai coklat yang bersisik.
Kelainan ini umumnya menyerang badan dan kadang- kadang terlihat di ketiak, sela
paha, tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala.

Pertumbuhannya pada kulit (stratum korneum) berupa kelompok sel-sel bulat,


bertunas, berdinding tebal dan memiliki hifa yang berbatang pendek dan bengkok,
biasanya tidak menyebabkan tanda-tanda patologik selain sisik halus sampai kasar.
Bentuk lesi tidak teratur, berbatas tegas sampai difus dan ukuran lesi dapat
milier,lentikuler, numuler sampai plakat.

Ada dua bentuk yang sering dijumpai:


Bentuk makuler : Berupa bercak-bercak yang agak lebar, dengan sguama halus
diatasnya dan tepi tidak meninggi.
Bentuk folikuler : Seperti tetesan air, sering timbul disekitar rambut
Mallasezia furfur, merupakan organisme saprofit pada kulit normal. Bagaimana
perubahan dari saprofit menjadi patogen belum diketahui. Organisme ini merupakan
“lipid dependent yeast”. Timbulnya penyakit ini juga dipengaruhi oleh faktor
hormonal, ras, matahari,peradangan kulit dan efek primer pytorosporum terhadap
melanosit.

Timbul bercak putih atau kecoklatan yang kadang-kadang gatal


bila,berkeringat. Bisa pula tanpa keluhan gatal sama sekali, tetapi penderita mengeluh

20
karena malu oleh adanya bercak tersebut. Pada orang kulit berwarna, lesi yang terjadi
tampak sebagai bercak hipopigmentasi, tetapi pada orang yang berkulit pucat maka
lesi bisa berwarna kecoklatan ataupun kemerahan. Di atas lesi terdapat sisik halus

Piedra

Merupakan infeksi jamur pada rambut sepanjang corong rambut yang


memberikan benjolan-benjolan di luar permukaan rambut tersebut.
Ada dua macam:

Piedra putih

Disebabkan oleh jamur jenis Trikosporon beigelii erupakan yang terdapat pada
rambut. Piedra putih ditemukan pada rambut ketiak dan pubis, jarang mengenai
rambut kepala. Piedra putih terutama terdapat didaerah subtropis, daerah dingin, (di
Indonesia belum ditemukan). Jamur penyebab piedra putih mempunyai hifa yang
tidak berwarna, termasuk moniliaceae. Jamur berbentuk hifa berukuran 2-4 mikron,
artokondria dan blastokonidia. Benjolan pada piedra putih terlihat lebih memanjang
pada rambut dan anyaman hifa tidak padat. Benjolan mudah dilepas dari rambut.
Tidak terlihat askus pada massa jamur.

Biasanya penyakit ini dapat timbul karena adanya kontak langsung dari orang
yang sudah terkena infeksi. Pada piedra putih, kelainan rambut tampak sebagai
benjolan yang berwarna putih kekuningan. Selain pada rambut kepala, dapat juga
menyebabkan kelainan pada rambut kumis dan rambut janggut.

Piedra hitam

Merupakan jamur penyebab piedra hitam (infeksi pada rambut berupa


benjolan yang melekat erat pada rambut, berwarna hitam) yang disebabkan oleh jamur
Piedraia hortae. Penyakit ini umumnya terdapat di daerah tropik, terutama Indonesia.
Jamur ini tergolong kelas ascomycetes dan membentuk spora seksual. Piedraia hortae,
termasuk jamur Dematiaceae. Pada sediaan langsung dari koloni yang padat ini
terlihat hifa hitam berseptum. Dalam koloni yang padat tersebut juga dibentuk askus
yang berisi askospora.

Infeksi terjadi karena rambut kontak dengan spora jamur penyebab dan jamur
akan tumbuh membentuk koloni di sepanjang batang rambut. Diagnosis piedra hitam
ialah dengan memeriksa benjolan pada rambut.

Otomikosis

Otomikosis adalah infeksi jamur pada liang telinga bagian luar. Jamur dapat
masuk ke dalam liang telinga melalui alat-alat yang dipakai untuk mengorek-ngorek
telinga yang terkontaminasi atau melalui udara atau air. Penderita akan mengeluh
merasa gatal atau sakit di dalam liang telinga. Pada liang telinga akan tampak
berwarna merah, ditutupi oleh skuama, dan kelainan ini ke bagian luar akan dapat
meluas sampai muara liang telinga dan daun telinga sebelah dalam. Tempat yang
terinfeksi menjadi merah dan ditutupi skuama halus. Bila meluas sampai ke dalam,
sampai ke membrana timpani, maka daerah ini menjadi merah, berskuama,

21
mengeluarkan cairan srousanguinos. Penderita akan mengalami gangguan
pendengaran. Bila ada infeksi sekunder dapat terjadi otitis ekstema. Penyebab
biasanya jamur kontaminasi yaitu Aspergillus, sp, Mucor, Rhizopus, Candida dan
Penicillium.

Jamur penyebab otomikosis merupakan jamur kontaminan yang terdapat di


udara bebas. Aspergillus dan Penicillium membentuk spora aseksual yang tersusun
seperti rantai yang disebut konidia (aleuriospora). Konidia dibentuk pada ujung hifa
khusus yang disebut konidiofor. Spora aseksual yang dibentuk oleh Mucor dan
Rhizopus, ialah sporangiospora yang letaknya di dalam gelembung sporangium.
Rhizopus membentuk rizoid (akar semu), sedangkan Mucor tidak. Semua jamur ini
membentuk koloni filamen pada biakan.jamur Candida terdiri atas sel-sel ragi yang
kadang-kadang bertunas (blastospora) dan hifa semu (yaitu hifa yang terbentuk dari
rantai blastopora) yang memanjang dan menyempit pada sekatnya. Jamur ini
membentuk koloni :seperti ragi” pada biakan.

Tinea Nigra Palmaris

Tinea nigra ialah infeksi jamur superfisialis yang biasanya menyerang kulit
telapak kaki dan tangan dengan memberikan warna hitam sampai coklat pada kulit
yang terserang dan kadang-kadang tampak bersisik. Penyebabnya adalah
Cladosporium wemecki atau Cladosporium mansoni jamur ini banyak menyerang
anak-anak dengan higiene kurang baik dan orang-orang yang banyak berkeringat.
Tinea nigra palmaris banyak ditemukan di Amerika Selatan dan Tengah. Penyakit ini
jarang ditemukan di Indonesia.

Jamur ini termasuk Dematiaceae yang membentuk koloni berwarna coklat


hitam. Pada biakan tumbuh koloni berwarna hitam dan padat. Sediaan langsung
koloni ini menunjukkan hifa berseptum dan berwarna coklat/hitam.

22
LO 3.5 Patofisiologi dermatofitosis

Terjadinya penularan dermatofitosis adalah melalui 3 cara yaitu: Antropofilik,


transmisi dari manusia ke manusia. Ditularkan baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui lantai kolam renang dan udara sekitar rumah sakit/klinik, dengan
atau tanpa reaksi keradangan (silent “carrier”). Zoofilik, transmisi dari hewan ke
manusia. Ditularkan melalui kontak langsung maupun tidak langsung melalui bulu
binatang yang terinfeksi dan melekat di pakaian, atau sebagai kontaminan pada rumah
/ tempat tidur hewan, tempat makanan dan minuman hewan. Sumber penularan utama
adalah anjing, kucing, sapi, kuda dan mencit. Geofilik, transmisi dari tanah ke
manusia. Secara sporadis menginfeksi manusia dan menimbulkan reaksi radang.6
Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur harus dapat mengatasi pertahanan
tubuh non spesifik dan spesifik. Jamur harus mempunyai kemampuan melekat pada
kulit dan mukosa pejamu, serta kemampuan untuk menembus jaringan pejamu, dan
mampu bertahan dalam lingkungan pejamu, menyesuaikan diri dengan suhu dan
keadaan biokimia pejamu untuk dapat berkembang biak dan menimbulkan reaksi
jaringan atau radang. (Gambar 1)4,8,13 Terjadinya infeksi dermatofit melalui tiga
langkah utama, yaitu: perlekatan pada keratinosit, penetrasi melewati dan di antara
sel, serta pembentukan respon pejamu.

23
PERLEKATAN DERMATOFIT PADA KERATINOSIT
Perlekatan artrokonidia pada jaringan keratin tercapai maksimal setelah 6 jam,
dimediasi oleh serabut dinding terluar dermatofit yang memproduksi keratinase
(keratolitik) yang dapat menghidrolisis keratin dan memfasilitasi pertumbuhan jamur
ini di stratum korneum. Dermatofit juga melakukan aktivitas proteolitik dan lipolitik
dengan mengeluarkan serine proteinase (urokinase dan aktivator plasminogen
jaringan) yang menyebabkan katabolisme protein ekstrasel dalam menginvasi pejamu.
Proses ini dipengaruhi oleh kedekatan dinding dari kedua sel, dan pengaruh sebum
antara artrospor dan korneosit yang dipermudah oleh adanya proses trauma atau
adanya lesi pada kulit. Tidak semua dermatofit melekat pada korneosit karena
tergantung pada jenis strainnya.

PENETRASI DERMATOFIT MELEWATI DAN DI ANTARA SEL


Spora harus tumbuh dan menembus masuk stratum korneum dengan
kecepatan melebihi proses deskuamasi. Proses penetrasi menghasilkan sekresi
proteinase, lipase, dan enzim musinolitik, yang menjadi nutrisi bagi jamur.
Diperlukan waktu 4–6 jam untuk germinasi dan penetrasi ke stratum korneum setelah
spora melekat pada keratin. 3,6,14 Dalam upaya bertahan dalam menghadapi
pertahanan imun yang terbentuk tersebut, jamur patogen menggunakan beberapa cara:
1) Penyamaran, antara lain dengan membentuk kapsul polisakarida yang tebal,
memicu pertumbuhan filamen hifa, sehinggga glucan yang terdapat pada dinding
sel jamur tidak terpapar oleh dectin-1, dan dengan membentuk biofilamen, suatu
polimer ekstra sel, sehingga jamur dapat bertahan terhadap fagositosis.
2) Pengendalian, dengan sengaja mengaktifkan mekanisme penghambatan imun
pejamu atau secara aktif mengendalikan respons imun mengarah kepada tipe
pertahanan yang tidak efektif, contohnya Adhesin pada dinding sel jamur
berikatan dengan CD14 dan komplemen C3 (CR3, MAC1) pada dinding
makrofag yang berakibat aktivasi makrofag akan terhambat.
3) Penyerangan, dengan memproduksi molekul yang secara langsung merusak atau
memasuki pertahanan imun spesifik dengan mensekresi toksin atau protease.
Jamur mensintesa katalase dan superoksid dismutase, mensekresi protease yang
dapat menurunkan barrier jaringan sehingga memudahkan proses invasi oleh
jamur, dan memproduksi siderospore (suatu molekul penangkap zat besi yang

24
dapat larut) yang digunakan untuk menangkap zat besi untukkehidupan aerobik.
Kemampuan spesies dermatofit menginvasi stratum korneum bervariasi dan
dipengaruhi oleh daya tahan pejamu yang dapat membatasi kemampuan
dermatofit dalam melakukan penetrasi pada stratum korneum.

RESPONS IMUN PEJAMU


Terdiri dari dua mekanisme, yaitu imunitas alami yang memberikan respons
cepat dan imunitas adaptif yang memberikan respons lambat. Pada kondisi individu
dengan sistem imun yang lemah (immunocompromized), cenderung mengalami
dermatofitosis yang berat atau menetap. Pemakaian kemoterapi, obat-obatan
transplantasi dan steroid membawa dapat meningkatkan kemungkinan terinfeksi oleh
dermatofit non patogenik. 3

MEKANISME PERTAHANAN NON SPESIFIK


Pertahanan non spesifik atau juga dikenal sebagai pertahanan alami terdiri dari:
1. Struktur, keratinisasi, dan proliferasi epidermis, bertindak sebagai barrier
terhadap masuknya
2. dermatofit. Stratum korneum secara kontinyu diperbarui dengan keratinisasi sel
epidermis sehingga dapat menyingkirkan dermatofit yang menginfeksinya.
Proliferasi epidermis menjadi benteng pertahanan terhadap dermatofitosis,
termasuk proses keradangan sebagai bentuk proliferasi akibat reaksi imun yang
dimediasi sel T.
3. Adanya akumulasi netrofil di epidermis, secara makroskopi berupa pustul, secara
mikroskopis berupa mikroabses epidermis yang terdiri dari kumpulan netrofil di
epidermis, dapat menghambat pertumbuhan dermatofit melalui mekanisme
oksidatif.
4. Adanya substansi anti jamur, antara lain unsaturated transferrin dan 2-
makroglobulin keratinase inhibitor dapat melawan invasi dermatofit.

MEKANISME PERTAHANAN SPESIFIK


Lokasi infeksi dermatofit yang superfisial tetap dapat membangkitkan baik
imunitas humoral maupun cell-mediated immunity (CMI). Pembentukan CMI yang
berkorelasi dengan Delayed Type Hypersensitivity (DTH) biasanya berhubungan
dengan penyembuhan klinis dan pembentukan stratum korneum pada bagian yang
terinfeksi. Kekurangan CMI dapat mencegah suatu respon efektif sehingga
berpeluang menjadi infeksi dermatofit kronis atau berulang. Respons imun spesifik ini
melibatkan antigen dermatofit dan CMI.

ANTIGEN DERMATOFIT
Dermatofit memiliki banyak antigen yang tidak spesifik menunjukkan spesies
tertentu. Dua kelas utama antigen dermatofit adalah: glikopeptida dan keratinase, di
mana bagian protein dari glikopeptida menstimulasi CMI, dan bagian polisakarida
dari glikopeptida menstimulasi imunitas humoral. Antibodi menghambat stimulasi
aktivitas proteolitik yang disebabkan oleh keratinase, yang dapat memberikan respons
DTH yang kuat.
BEBERAPA FAKTOR LAIN YANG BERKAITAN DENGAN
DERMATOFITOSIS

25
Produksi substansi mannan, yaitu suatu komponen glikoprotein dinding sel
jamur, dapat menekan respons inflamasi terutama pada kondisi atopik atau kondisi
lain. Mannan dapat menekan pembentukan limfoblast, menghambat respon proliferasi
limfosit terhadap berbagai rangsangan antigenik, serta menghambat proliferasi
keratinosit yang memperlambat pemulihan epidermis.7
Tidak ada bukti yang menyokong adanya kerentanan secara khusus pada
kelompok golongan darah ABO, dan pada penderita diabetes. Pada kondisi malnutrisi
dan sindroma Chusing mudah mengalami
Infeksi dermatofit dimungkinkan karena depresi imunitas seluler.3,5
Kemampuan spesies dermatofit tertentu untuk memproduksi penicillin-like antibiotics
memungkinkan jamur ini memanfaatkan flora normal, Staphylococcus aureus dapat
betindak sebagai ko-patogen yang men in gk atka n dera ja t ke radan ga n i nf eksi
dermatofit. Gambaran klinis yang bervariasi pada infeksi dermatofit merupakan hasil
dari kombinasi kerusakan jaringan keratin secara langsung oleh karena dermatofit,
dan proses keradangan akibat respon pejamu Pada bentuk klasik tinea yang annular,
tepi lingkaran lesi ditandai oleh adanya infiltrat limfosit perivaskular, karena proses
pembersihan jamur dari stratum korneum akibat surveilans sistem imun, dan
pertumbuhan jamur yang sentrifugal. Kecepatan epidermal turn over berjalan normal
di dalam area cincin, namun pada daerah infeksi bisa menjadi lebih dari 4 kali lipat.
Pada tinea imbrikata karena T. concentricum, terjadi semacam gelombang
pertumbuhan jamur pada kulit dengan perluasan infeksi yang sentrifugal.

LO 3.6 Manifestasi klinis dermatofitosis

Timbul akibat substansi-substansi yang dihasilkan oleh jamur seperti :


1. Papul, vesikel, eritema, batas tegas dengan pinggir meninggi
2. Pruritus
3. Likenifikasi (karena garukan berulang)
4. Epidermophyton floccosum: central healing, terbatas pada genitocruris dan
medial paha
5. Trichophyton rubrum: dapat menyebar, mengenai daerah pubis, perianal, gluteal,
dan perut bagian bawah, dapat menjadi Majocchi’s granuloma (infeksi jamur
mencapai dermis dan jaringan subkutan, ditandai dengan nodul subkutan dan
abses)
6. Trichophyton mentagrophytes: penyebaran infeksi rendah, inflamasi akut, dan
lesi dapat hilang spontan

LO 3.7 Diagnosis dan diagnosis banding dermatofitosis

1. Pemeriksaan Lampu Wood


 Prinsip:
- Sinar Wood diarahkan ke lesi akan dipantulkan berdasarkan
perbedaan berat molekul metabolit organisme penyebab, sehingga
menimbulkan indeks bias berbeda, dan menghasilkan pendaran warna
tertentu.
 Alat : Lampu Wood dan ruangan kedap cahaya
 Cara :

26
- Kulit dan rambut yang akan diperiksa harus dalam keadaan sealamiah
mungkin.
- Obat topikal, bahan kosmetik, lemak, eksudat harus dibersihkan
terlebih dahulu karena dapat memberikan hasil positif palsu.
- Pemeriksaan harus dilakukan di dalam ruangan kedap cahaya agar
perbedaan warna lebih kontras.
- Jarak lampu Wood dengan lesi yang akan diperiksa ± 10-15 cm
- Lampu Wood diarahkan ke bagian lesi dengan pendaran paling
besar/jelas.
 Interpretasi
 Tinea kapitis (M canis, M. audouinii, M.rivalieri, M. distortum, M.
ferrugineum dan M. gypseum) : hijau terang.
 Pitiriasis versikolor : putih kekuningan, orange – tembaga, kuning keemasan,
atau putih kebiruan (metabolit koproporfirin).
 Tinea favosa (Trichophyton schoenleinii ) : biru suram / hijau suram (akibat
metabolit pteridin)
 Eritrasma (Corynebacterium minutissimum) : merah koral (metabolit porfirin).
 Infeksi pseudomonas : hijau (metabolit pioverdin atau fluoresein).
 Hasil positif palsu :
- salep dan krim di kulit atau eksudat : biru - jingga
- tetrasiklin, asam salisilat dan petrolatum : kuning.

2. Pemeriksaan KOH
 Cara pengambilan spesimen :
a) Kulit tidak berambut :
 Dari bagian tepi kulit yang mengalami lesi dikerok ke bagian
tengah dengan pisau tumpul steril
 Menggunakan larutan KOH 10%
b) Kulit yang berambut :
 Rambut yang ada pada daerah lesi dicabut dengan pinset
 Kulit di daerah lesi dikerok untuk dikumpulkan sisik kulitnya
 Gunakan KOH 20% untuk rambut, KOH 10% untuk kulit.
c) Kuku
 Potongan bagian belakang kuku terinfeksi atau kerokan daerah
hiperkeratotik dan penebalan dasar kuku di bagian proksimal
kutikula atau lipatan kuku proksimal
 Gunakan larutan KOH 40%
 Teknik pemeriksaan preparat KOH :
- Teteskan setetes larutan KOH 10-30 % di atas kaca obyek bersih.
- Tambahkan sejumlah spesimen yang akan diperiksa.
- Tutup dengan kaca penutup.
- Panaskan hati-hati dengan melewatkan di atas api bunsen beberapa
kali, tetapi jangan sampai mendidih (biasanya 2-4 kali).
- Tekan kaca penutup perlahan-lahan agar sediaan yang sudah lisis
menipis dan rata.
- Periksa dibawah mikroskop cahaya menggunakan pembesaran 10 kali
lalu dikonfirmasi dengan pembesaran 40 kali.
- Jika diperlukan (preparat belum jernih), dapat dipanaskan kembali
sehingga visualisasi menjadi lebih baik
 Interpretasi

27
- Dermatofitosis : hifa panjang bersepta, bercabang-cabang dan
artrospora
- Pada spesimen rambut terinfeksi dermatofita :
 Jamur di sekeliling batang rambut (ektotriks)
 Jamur di dalam batang rambut (endotriks)
- Pada pemeriksaan, elemen jamur tampak seperti garis dan memiliki
indeks bias berbeda dengan sekitarnya, pada jarak tertentu dipisahkan
oleh sekat dan dijumpai butir – butir bersambung seperti rantai
(artrospora).
- Pitiriasis versikolor : spora bulat berdinding tebal, berkelompok dengan
miselium kasar dan terputus-putus/ pendek-pendek (sphaghetti and
meatballs)
- Kandidosis : tampak sel ragi berbentuk lonjong atau bulat, blastospora
(sel ragi bertunas) dan pseudohifa.

Tinea capitis
Ciri-ciri case:
 Botak/allopecia (rambut mudah patah)
 Rambut kusam, rapuh, tidak mengkilat
 Kulit bersisik abu-abu (gray patch type)
 Papul yang eritem
 Ada faktor resiko (kontak dengan teman, hewan, dll)

Diagnosis Banding

1. Allopecia Areata kebotakan rambut yang penyebabnya belum diketahui. Dengan


gejala adanya bercak kerontokan/kebotakan rambut pada daerah kulit kepala, alis,
janggut. Batasnya tegas bulat/lonjong, tapi tidak ada sisik/skuama.
2. Trikotilomania  kelainan berupa keinginan atau kesenangan menarik rambut
sendiri sehingga terjadi kebotakan rambut. Hal ini diduga dipengaruhi oleh faktor
psikis.
3. Dermatitis Seboroik  peradangan kulit pada daerah yang banyak terdapat kelenjar
sebasea. Gejalanya dapat berupa eritema, skuama yang berminyak berwarna
kekuningan, dan batasnya tidak tegas.

Diagnosis Kerja

Tinea Capitis  kelainan pada kulit kepala dan rambut yang disebabkan oleh
dermatofita.
 Etiologi  biasanya disebabkan oleh dermatofita jenis Microsporum dan
Trichophyton
 Epidemiologi  paling sering terjadi pada anak-anak umur 3-14 tahun, dan
perempuan lebih banyak menderita penyakit ini.
 Faktor resiko:
- Kebersihan/higienis tubuh kurang
- Daerah padat penduduk
- Malnutrisi dan sistem imun menurun
- Penularan, melalui ; kontak langsung dengan penderita, dan kontak tak langsung
(melalui sisir, kursi bioskop, bantal).
Ada 3 bentuk Tinea Capitis berdasarkan manifestasi klinisnya, yaitu:

28
1. Bentuk Gray patch :
- inflamasi ringan /minimal
- kulit kepala bersisik, rambut mudah putus, warna rambut menjadi abu-abu,
mudah dicabut dari akarnya, kemudian terjadi alopesia.
- Kadang terdapat keluhan adanya papul merah dan gatal
- Biasa disebabkan oleh Microsporum audouinii dan Microsporum canis, yang
bersifat antropofilik ektotrik.
2. Bentuk Black Dot ringworm :
- tampak alopesia dengan titik-titik hitam di tengahnya, yang terdiri dari batang
rambut yang patah tepat pada permukaan kulit atau di bawah permukaan kulit
kepala.
- Biasa disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan Trychophyton violaceu,
bersifat antropofilik endotrik
3. Bentuk Kerion Selsi :
- Dimulai dengan ruam eritematosa, skuama, papul, disertai rambut yang putus,
dapat disertai peradangan akut berupa indurasi yang mengeluarkan pus, keadaan
ini disebut sebagai kerion selsi.
- Reaksi peradangan berat, dam pada penyembuhan akan menimbulkan jaringan
parut serta alopecia yang permanen.
- Biasa disebabkan oleh Microsporum canis dan Microsporum cani, bersifat zoofili
atau geofilik.

Tinea Kruris
Ciri-ciri kasus:
- Gatal, dan sensari terbakar pada daerah inguinal, lipatan paha, anus, bawah perut.

Diagnosis Banding
1. Dermatitis Seboroik  peradangan kulit pada daerah yang banyak terdapat kelenjar
sebasea. Gejalanya dapat berupa eritema, skuama yang berminyak berwarna
kekuningan, dan batasnya tidak tegas.
2. Erythrasma  batas lesi tegas, jarang disertai infeksi, pada fluoresensi berwarna
merah bata yang khas dengan sinar Wood.
3. Candidiasis  lesi relativ lebih basah, berbatas jelas disertai lesi-lesi satelit
4. Psoriasis  skuama lebih tebal dan berlapis-lapis

Diagnosis Kerja
Tinea Cruris: inflamasi yang disebabkan jamur dermatofita pada superfisial terutama
di daerah inguinal, gluteal, dan suprapubik.
Etiologi  T. rubrum, T. mentagrophytes, E. floccosum
Epidemiologi:
- Pada 10-20% pasien dermatofita
- Laki:perempuan = 3:1
- Lebih sering pada dewasa dan pada daerah yang lembab
Faktor Resiko:
- Orang yang gemuk dan atlet yang banyak berkeringat
- Kontak langsung atau tak lanfsung melalui pakaian
- Orang-orang yang berpakaian ketat
- Riwayat DM atau HIV/AIDS
Manifestasi klinis

29
- Lesi pada genitokrural saja, atau meluas ke anus, gluteal, atau perut
bagian bawah
- Gatal dan rasa terbakar pada lesi
- Biasanya kulit berwarna lebih terang
- Lesi berbatas tegas dan inflamasi pada bagian tepi lebih nyata
- Jika lesi menahun, tampak bercak hitam disertai sisik
- Erosi dan cairan bisa keluar akibat garukan

Tinea Manum
Ciri-ciri case:
- Telapak tangan gatal
- Kulit telapak serta jari mengelupas dan ada lesi putih di sela-sela jari

Diagnosis Banding
1. Psoriasis :
 Bercak-bercak eritema berbatas tegas
 Skuama kasar berlapis-lapis
 Gatal
2. Keratoderma palmaris
 Pembentukan keratin yang berlebihan pada telapak tangan
3. Dermatitis
 Batasnya tidak tegas
 Bagian tepi tidak lebih aktif dari bagian tengah
 Adanya vesikel-vesikel steril pada jari-jari kaki dan tangan

Diagnosis Kerja
Tinea Manus
Merupakan dermatofitosis pada daerah palmar dan interdigital di tangan.

Etiologi
Penyebab tersering adalah Trichophyton rubrum, T. mentagrophytes, dan
Epidermophyton floccosum.

Epidemiologi:
o Merupakan dermatofitosis terbanyak di dunia
o Ditularkan melalui kontak langsung dengan orang atau hewan yang terinfeksi, dari
tanah atau melalui autoinokulasi.
o Hampir selalu bersamaan dengan tinea pedis/unguinum

Faktor resiko:
o Menderita dermatofitosis jenis lainnya seperti tinea pedis
o Higienitas kurang terjaga
o Sanitasi lingkungan yang buruk
o Imunitas yang menurun

Manifestasi Klinis
o Gatal (++)
o Telapak tangan yang hiperkeratotik kalau sudah kronik
o Kulit kering
o Skuama (+)

30
o Biasanya unilateral
o Inflamasi berupa vesikel atau bullae yang jarang ditemukan

LO 3.8 Penatalaksanaan dermatofitosis

Pengobatan dermatofitosis sering tergantung pada klinis. Sebagai contoh lesi


tunggal pada kulit dapat diterapi secara adekuat dengan antijamur topikal. walaupun
pengobatan topikal pada kulit kepala dan kuku sering tidak efektif dan biasanya
membutuhkan terapi sistemik untuk sembuh. Infeksi dermatofitosis yang kronik atau
luas, tinea dengan implamasi akut dan tipe "moccasin" atau tipe kering jenis t.rubrum
termasuk tapak kaki dan dorsum kaki biasanya juga membutuhkan terapi sistemik.
Idealnya, konfirmasi diagnosis mikologi hendaknya diperoleh sebelum terapi sistemik
antijamur dimulai.
Pengobatan oral, yang dipilih untuk dermatofitosis adalah

Infeksi Rekomendasi Alternatif

Tinea unguium Terbinafine 250 mg/hr Itraconazole 200 mg/hr /3-5 bulan atau 400
(Onychomycosis) 6 minggu untuk kuku mg/hr seminggu per bulan selama 3-4 bulan
jari tangan, 12 minggu berturut-turut.
untuk kuku jari kaki Fluconazole 150-300 mg/ mgg s.d sembuh (6-
12 bln) Griseofulvin 500-1000 mg/hr s.d
sembuh (12-18 bulan)

Tinea capitis Griseofulvin Terbinafine 250 mg/hr/4 mgg


500mg/day Itraconazole 100 mg/hr/4mgg
(≥ 10mg/kgBB/hari) Fluconazole 100 mg/hr/4 mgg
sampai sembuh (6-8
minggu)

Tinea corporis Griseofulvin 500 Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 minggu
mg/hr sampai sembuh Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr atau
(4-6 minggu), sering 200mg/hr selama 1 mgg. Fluconazole 150-300
dikombinasikan mg/mggu selama 4 mgg.
dengan imidazol.

Tinea cruris Griseofulvin 500 Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg
mg/hr sampai sembuh Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr atau 200
(4-6 minggu) mg/hr selama 1 mgg. Fluconazole 150-300
mg/hr selama 4 mgg.

Tinea pedis Griseofulvin 500mg/hr Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg
sampai sembuh (4-6 Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr atau
minggu) 200mg/hr selama 1 mgg. Fluconazole 150-300
mg/mgg selama 4 mgg.

Chronic and/or Terbinafine 250 mg/hr Itraconazole 200 mg/hr selama 4-6 mgg.
widespread selama 4-6 minggu Griseofulvin 500-1000 mg/hr sampai sembuh
non-responsive (3-6 bulan).
tinea.

31
Tabel 2.3 Pilihan terapi oral untuk infeksi jamur pada kulit
Pada pengobatan kerion stadium dini diberikan kortikosteroid sistemik sebagai
antiinflamasi, yakni prednisone 3x5 mg atau prednisolone 3x4 mg sehari selama dua
minggu, bersamaaan dengan pemberian grisiofulvine yang diberikan berlanjut 2
minggu setelah lesi hilang. Terbinafine juga diberikan sebagai pengganti griseofulvine
selama 2-3 minggu dosis 62,5-250 mg sehari tergantung berat badan.
Efek samping griseofulvine jarang dijumpai, yang merupakan keluhan utama
ialah sefalgia yang didapati pada 15% penderita. Efek samping lain berupa gangguan
traktus digestifus yaitu: nausea, vomitus, dan diare. Obat tersebut bersifat fotosensitif
dan dapat mengganggu fungsi hepar.
Efek samping terbinafine ditemukan kira-kira 10% penderita, yang tersering
gangguan gastrointestinal diantaranya nausea, vomitus, nyeri lambung, diarea,
konstipasi, umumnya ringan. Efek samping lain berupa ganguan pengecapan,
persentasinya kecil. Rasa pengecapan hilang sebagian atau keseluruhan setelah
beberapa minggu minum obat dan hanya bersifat sementara. Sefalgia ringan
dilaporrkan pula 3,3%-7% kasus.
Pada kasus resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan ketokonazol sebagai
terapi sistemik 200 mg per hari selam 10 hari sampai 2 minggu pada pagi hari setelah
makan. Ketokonazol kontraindikasi untuk kelainan hepar.
Pengobatan topical yang diberikan adalah :
a. Obat antifungal Topikal
- Imidazol:
o Miconazol : 1-2x /hari, selama 2-3 minggu
Sediaan : krim 2%, bedak kocok ataupun bedak
o Klotrimazol : 2x /hari, selama 4 minggu
Sediaan: krim 1%, solusio, atau bedak kocok
o Ketokonazol : 2-4x /hari, selama 2-4 minggu
Sediaan: krim 1%
- Allilamin
o Nafritin : 4x /hari selama 4 minggu
Sediaan : krim, gel, atau solusio 1%
o Terbinatin : 4x /hari selama 1-4 minggu
Catatan :
1. Obat topikal kurang efektif digunakan pada tinea capitis & cruris
2. Untuk tinea capitis
Rehabilitasi : shampoo Selenium  menurunkan penyebaran spora dan hifa

LO 3.9 Komplikasi dermatofitosis

 Bisa terjadi infeksi sekunder oleh bakteri atau candida


 Hiperpigmentasi karena infeksi jamur kronik
 Efek samping pemakaian obat steroid topikal dapat mengakibatkan eksaserbasi
penyakit
 Allopecia permanen &kerion (tinea capitis)
 Onychomycosis (tinea manus/pedis)

32
LO 3.10 Pencegahan dermatofitosis

Tinea capitis

 Jaga kebersihan diri, terutama terhadap lembab


 Jaga imun tubuh dengan konsumsi makanan bergizi dan hidup sehat
 Hindari kontak dengan pernderita/hewan piaraan.
Tinea Cruris

 Menjaga berat badan ideal


 Mengeringkan badan setelah mandi
 Hindari memakai pakaian yang terlalu ketat
 Bedak antijamur untuk mengurangi resiko berulang
Tinea Manus

 Menjaga kebersihan tangan dan kaki dengan sering mencucinya


 Menjaga kaki agar tetap kering, dan tidak lembab
LO 3.11 Prognosis dermatofitosis

Bila penatalaksaan dilakukan dengan rutin dan tepat maka dermatofitosis


dapat sembuh total.

LI 4. Memahami dan menjelaskan tentang menjaga kulit menurut pandangan Islam

Menjaga kulit dari sinar Matahari – Matahari memiliki peran utama dalam merusak
kulit. Anda perlu melindungi kulit dari matahari guna mencegah penuaan pada kulit.
Matahari sangat berpengaruh dalam membuat kulit berkerut, kering, dan membuat warna
kulit berubah; Penjarangan kulit, tekstur kulit, penipisan kulit serta penyakit kulit yang
berhubungan dengan paparan sinar matahari.

Perintah menutup aurat


Aurat diambil dari perkataan Arab 'Aurah' yang berarti keaiban. Manakala dalam
istilah fiiah aurat diartikan sebagai bagian tubuh badan seseorang yang wajib ditutup atau
dilindungi dari pandangan.
Perintah menutup aurat telah difirmankan oleh Allah s.w.t dalam surah al-ahzab ayat 33

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku
seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
ta'atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa
dari kamu dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.
Manfaat menutup aurat:
1. Selamat dari adzab Allah (adzab neraka)
“Ada dua macam penghuni Neraka yang tak pernah kulihat sebelumnya; sekelompok laki-
laki yang memegang cemeti laksana ekor sapi, mereka mencambuk manusia dengannya. Dan

33
wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang, sesat dan menyesatkan, yang dikepala
mereka ada sesuatu mirip punuk unta. Mereka (wanita-wanita seperti ini) tidak akan masuk
surga dan tidak akan mencium baunya. Sedangkan bau surga itu tercium dari jarak yang
jauh” (HR. Muslim).
Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Wanita-wanita
yang berpakaian namun telanjang” ialah mereka yang menutup sebagian tubuhnya dan
menampakkan sebagian lainnya dengan maksud menunjukkan kecantikannya.
2. Terhindar dari pelecehan
Banyaknya pelecehan seksual terhadap kaum wanita adalah akibat tingkah laku mereka
sendiri. Karena wanita merupakan fitnah (godaan) terbesar. Sebagaiman sabda Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam,
“Sepeninggalku tak ada fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita.” (HR.
Bukhari)
Islam telah menggariskan batasan aurat pada lelaki dan wanita.Aurat asas pada lelaki
adalah menutup antara pusat dan lutut. Manakala aurat wanita pula adalah menutup seluruh
badan kecuali muka dan tapak tangan.

1. Aurat Ketika Sembahyang


Aurat wanita ketika sembahyang adalah menutup seluruh badan kecuali muka dan tapak
tangan.

2. Aurat Ketika Sendirian


Aurat wanita ketika mereka bersendirian adalah bahagian anggota pusat dan lutut. Ini bererti
bahagian tubuh yang tidak boleh dilihat antara pusat dan lutut.

3. Aurat Ketika Bersama Mahram


Pada asasnya aurat seseorang wanita dengan mahramnya adalah antara pusat dan lutut.
Walau pun begitu wanita dituntut agar menutup mana-mana bahagian tubuh badan yang
boleh menaikkan syahwat lelaki walaupun mahram sendiri.
Perkara ini dilakukan bagi menjaga adab dan tatsusila wanita terutana dalam menjaga
kehormatan agar perkara-perkara sumbang yang tidak diingini tidak akan berlaku.

Syarak telah menggariskan golongan yang dianggap sebagai mahram kepada seseorang
wanita yaitu :

1.Suami
2.Ayah mertua
3.Anak-anak lelaki termasuk cucu sama ada dari anak lelaki atau perempuan
4. Saudara lelaki kandung atau seibu atau sebapak
5. Anak saudara lelaki karena mereka ini tidak boleh dinikahi selama-lamanya
6. Anak saudara dari saudara perempuan
7. Sesama wanita sama ada kaitan keturunan atau seagama
8. Hamba sahaya
9. Pelayan yang tidak ada nafsu syahwat
10. Anak-anak kecil yang belum mempunyai syahwat terhadap wanita. Walau pun begitu,

34
bagi kanak-kanak yang telah mempunyai syahwat tetapi belum baligh,wanita dilarang
menampakkan aurat terhadap mereka.

Berwudhu
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang
menyucikan/membersihkan diri”. (Al-Baqarah : 222)
Ajaran kebersihan dalam Agama Islam berpangkal atau merupakan konsekusensi dari
pada iman kepada Allah, berupaya menjadikan dirinya suci/bersih supaya Ia berpeluang
mendekat kepada Allah SWT.
Kebersihan itu bersumber dari iman dan merupakan bagian dari iman. Dengan
demikian kebersihan dalam Islam mempunyai aspek ibadah dan aspek moral, dan karena itu
sering juga dipakai kata “bersuci” sebagai padanan kata “membersihkan/melakukan
kebersihan”. Ajaran kebersihan tidak hanya merupakan slogan atau teori belaka, tetapi harus
dijadikan pola hidup praktis, yang mendidik manusia hidup bersih sepanjang masa, bahkan
dikembangkan dalam hukum Islam. Dalam rangka inilah dikenal sarana-sarana kebersihan
yang termasuk kelompok ibadah, seperti : wudhlu, tayamum, mandi (ghusl), pembersihan
gigi (siwak).
Adanya kewajiban shalat 5 waktu sehari merupakan jaminan terpeliharanya
kebersihan badan secara terbatas dan minimal, karena ibadah shalat itu baru sah kalau orang
terlebih dahulu membersihkan diri dengan berwudhlu. Demikian juga ibadah tersebut baru
sah jika pakaian dan tempat dimana kita melakukannya memang bersih. Jadi jaminan
kebersihan diri, pakaian dan lingkungan mereka yang melaksanakannya. Disinilah letaknya
ibadah itu ikut berperan membina kesehatan jasmani selain tentunya peran utamanya
membina kesehatan jiwa/rohani manusia.

35
DAFTAR PUSTAKA

Bennet, J.E.: Antumicrobial agents; in: Goodman & Gilman’s. Brunton, L.L: Lazo, J.S. and
Parker, K.L: The Pharmacological Basis of Therapeutics; 11th ed.pp. 1232 (McGraw-Hill,
Medical Publishing Division, New York 2006)
Budimulja, U.: Penyelidikan dermatofitosis di RS Dr.Cipto Mangunkusomo Jakarta. Tesis
(Jakarta 1980)
Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003
Conant, N.F.: Smith, D.T.: Baker, R.D. and Callaway, J.L: Manual of clinical mycology; 3 rd
ed. (W.B. Saunders Company, Philadelphia, London, Tronto 1971)
Grunwald, M.H.: Adverse drug reacions of the new oral antifungial agents-terbinafine,
gluconazole, and itraconazole. Int. J. Derm. 37: 410-4315
Harjandi: Widaty, S.: Bramono K.: Folikulitis pitisporum. Laporan kasus Kongres
PMKI,2000.
Hutapea, O.N,: LAporan pendahuluan mengenai cutaneous sporothricosis pada para petani di
Sumetera Utara, KONAS PADVI, Surabaya, 1976, 1: 340-348
http://www.bekamhijamah.com/index.php?Sehat_secara_Islam_dengan_dr.Aldjoefrie:Menja
ga_kesehatan_kulit_badan_dan_wajah_dengan_sistem_Islam
Indraini : Pravelensi folikulitis pitisporum diantara pasien akne vulgaris dan erupsi di
Poliklinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUPN Dr.Cipto Mangunkusomo, Jakrta: tesis,
Program Pendidikan Dokter Spesialis FKUI, Jakarta (2001)
Jacinto-JAmora, S.: Tamesis, J; Katigbak, M.L.: Ptyrosporoum folikulitis in the Philippines;
Diagnosis prevalence and management. J. Am. Acad. Dermatol;695-6 (1991)
Rippon, J.W.: Medical Mycology. The Pathogenic Fungi and the Pathogenic Actinomycetes
(W.B. Sauders Company, Philadelphia, London, Toronto 1982)
Siregar, R. dan Thaha, M.A.: Sporothricosis kulit pada RSUP Palembang, jilid I, hal 334-339
(KONAS PADVI,Surabaya 1976)

36

Anda mungkin juga menyukai