Anda di halaman 1dari 37

WRAP UP

Skenario 3
“BERCAK MERAH & GATAL DI SELANGKANGAN”
BLOK PANCA INDERA

Kelompok : A-15
Ketua : Eko Setio Nugroho (1102013092)
Sekretaris : Aulia Anjasari (1102013048)
Aguswan Purwendo (1102012010)
Adyzka Marshalivia (1102013011)
Alvin Ariano (1102014014)
Fitri Iriyani (1102014106)
Eka Syafnita (1102014083)
Ina Romantin (1102014128)
Choirunnisa Yaumal Akhir (1102014061)

Jl. Letjen. Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510

Telp.62.21.4244574 Fax. 62.21.4244574

2017

1
Skenario
BERCAK MERAH & GATAL DI SELANGKANGAN
Seorang wanita berusia 28 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan bercak merah & gatal
terutama bila berkeringat di selangkangan sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai dengan
beruntus dan kulit yang menebal berwarna gelap. Kelainan ini hilang timbul selama 6 bulan,
hilang apabila diobati dan timbul saat menstruasi atau menggunakan celana berlapis. Riwayat
keputihan disangkal. Kelainan ini dirasakan setelah berat badan penderita bertambah.
Pada pemeriksaan generalis : dalam batas normal.
Pada pemeriksaan dermatologis : regioner, bilateral pada ke-2 sisi medial paha atas tampak
lesi multiple, berbatas tegas, bentuk beraturan, ukuran bervariasi dari diameter 0,03 cm
sampai 0,1 cm, kering, permukaan halus dengan efloresensi berupa plak eritem, sebagian
likhenifikasi yang hiperpigmentasi, pada bagian tengah tampak central healing dengan
ditutupi skuama halus.
Setelah mendapatkan terapi, penderita diminta untuk kontrol rutin dan menjaga serta
memelihara kesehatan kulit sesuai tuntunan ajaran Islam.

2
Kata sulit:
Efloresensi : kelainan kulit yang dapat dilihat dengan mata telanjang dan bila perlu dapat
diperiksa dengan perabaan.
Likhenifikasi : hipertrofi epidermis disertai penebalan dan mengerasnya kulit.
Central healing : lesi yang bagian tengahnya bersih seolah-olah sembuh, sedangkan bagian
tepinya aktif.
Skuama : kulit bersisik, kumpulan lapisan dari kulit terluar stratum korneum.
Plak eritem : kemerahan pada kulit yang dihasilkan oleh kongesti pembuluh darah.
Hiperpigmentasi : penimbunan pigmen yang berlebih sehingga kulit tampak lebih hitam dari
sekitarnya.

Pertanyaan:
1. Apa pengaruh keringat dengan keluhan pasien?
2. Apa hubungan peningkatan berat badan dengan keluhan pasien?
3. Mengapa keluhan terjadi pada saat menstruasi?
4. Apa diagnosis dari skenario ini?
5. Apa penyebab dari keluhan pasien?
6. Bagaimana tatalaksana dari penyakit ini?
7. Mengapa bias timbul hiperpigmentasi?
8. Bagaimana cara menjaga kesehatan kulit menurut agama Islam?
9. Mengapa bercak merah dan gatal hanya timbul di selangkangan?
10. Apa hubungan pemakaian celana dalam berlapis dengan keluhan pasien?
11. Mengapa keluhan hilang-timbul?
12. Apa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan?

Jawaban:
1. Berat badan yang meningkat, penggunaan pakaian yang ketat  berkeringat 
lembab  tempat dimana jamur mudah tumbuh.

2. Berat badan yang meningkat, penggunaan pakaian yang ketat  berkeringat 


lembab  tempat dimana jamur mudah tumbuh.

3. Saat menstruasi, penggunaan celana berlapis  lembab  timbul jamur.

4. Etiologi: jamur  dermato mikosis.

5. Jamur  ciri khas penyebab dari central healing.

6. Anti jamur golongan –azol.

7. Terjadi kerusakan pada epidermis; karena digaruk terus-menerus; reaksi inflamasi


yang disebabkan oleh adanya respon imun

3
8. Bersuci contohnya dengan mandi, berwudhu, dan menjaga kebersihan kulit.

9. Karena bagian yang paling lembab di bagian lipat paha atau selangkangan.

10. Saat menstruasi, penggunaan celana berlapis  lembab  timbul jamur.

11. Karena penyebab timbul hanya pada saat kondisi lembab.

12. Pemeriksaan dengan sediaan basah, kultur dengan Sabouraud agar.

4
Hipotesis

Penggunaan celana berlapis, kegemukan, dan menstruasi menyebabkan kondisi lipat paha
menjadi lembab, kondisi lembab merupakan tempat yang cocok untuk tumbuhnya jamur.
Infeksi jamur menimbulkan manifestasi klinis seperti efloresensi berupa plak eritem,
likhenifikasi yang hiperpigmentasi, dan central healing yang ditutupi skuama sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan dengan sediaan basah dan kultur
dengan Sabouraud agar. Dari hasil pemeriksaan penunjang dapat ditegakkan diagnosis yaitu
dermato mikosis dan dapat di terapi dengan pemberian anti jamur golongan azol dan menjaga
kebersihan kulit dengan bersuci seperti mandi dan berwudhu.

5
Sasaran belajar

LI 1. Memahami dan menjelaskan anatomi mikroskopis kulit

LI 2. Memahami dan menjelaskan fisiologi kulit

LI 3. Memahami dan menjelaskan etiopatogenesis infeksi jamur (dermato mikosis)


3.1. Memahami dan menjelaskan definisi dermatomikosis
3.2. Memahami dan menjelaskan klasifikasi dermatomikosis

LI 4. Memahami dan menjelaskan dermatofitosis


4.1. Memahami dan menjelaskan definisi dermatofitosis
4.2. Memahami dan menjelaskan etiologi dermatofitosis
4.3. Memahami dan menjelaskan epidemiologi dermatofitosis
4.4. Memahami dan menjelaskan klasifikasi dermatofitosis
4.5. Memahami dan menjelaskan patogenesis dermatofitosis
4.6. Memahami dan menjelaskan manifestasi klinis dermatofitosis
4.7. Memahami dan menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding dermatofitosis
4.8. Memahami dan menjelaskan tatalaksana dermatofitosis
4.9. Memahami dan menjelaskan pencegahan dermatofitosis
4.10. Memahami dan menjelaskan komplikasi dermatofitosis
4.11. Memahami dan menjelaskan prognosis dermatofitosis

LI 5. Memahami dan menjelaskan menjaga kebersihan kulit dan menutup aurat menurut
ajaran Islam

6
LI 1. Memahami dan menjelaskan anatomi mikroskopis kulit
Kulit adalah organ terbesar dan menempati 16% dari total berat tubuh. Kulit berfungsi
pada termoregulasi, proteksi, fungsi metabolis dan sensasi.
1. Lapisan Kulit 
Kulit terdiri atas tiga lapisan : 

A. Lapisan Epidermis 
Epidermis terdiri dari epitel gepeng berlapis yang bertanduk. Epidermis mengandung 4
macam sel : 
a. Keratinosit: Keratinosit adalah materi yang membentuk lapisan terluar kulit dan
memproduksi keratin,protein keras yang menjadi bahan utama rambut, kulit, dan kuku.
Mereka dihasilkan pada lapisandasar epidermis, yang secara bertahap naik melalui
berbagai lapisan epidermis yang berbeda dan akhirnya tanggal. 
b. Melanosit: Sel melanosit adalah sel penghasil pigmen (melanin) yang paling banyak
terdapat di daerahanogenital, ketiak, dan puting susu. Terbanyak kedua adalah daerah
wajah. Sedangkan yangpaling sedikit ada di lengan atas bagian dalam. Kulit yang gelap
menandakan kandungan melanindalam jumlah banyak, begitu juga sebaliknya. 
c. Sel Langerhans: Sel Langerhans berbentuk bintang terutama ditemukan dalam stratum
spinosum dari epidermis.Sel langerhans merupakan makrofag turunan sumsum tulang
yang mampu mengikat, mengolah,dan menyajikan antigen kepada limfosit T, yang
berperan dalam perangsangan sel limfosit T. 

d. Sel Merkel: Sel Merkel bentuknya mirip dengan keratinosit yang juga memiliki
desmosom biasanya terdapatdalam kulit tebal telapak tangan dan kaki.juga terdapat di
daerah dekat anyaman pembuluh darahdan serabut syaraf. Berfungsi sebagai penerima
rangsang sensoris. 
Epidermis terdiri dari 5 lapisan :
1. Stratum Basal (stratum germinativum): Merupakan lapisan terdalam, terdiri dari
lapisantunggal dari sel berbentuk silindris atau kuboid.Stratum basal berisi sel induk,
ditandai denganadanya aktivitas mitosis yang intens. Sel-sel baruyang dibentuk melalui
mitosis ini akan mengisilapisan di atasnya. Semua sel pada stratum basalbersisi filamen
keratin intermediat yangberdiameter 10nm. Seiring peningkatan sel ke atas, jumlah
filamen meningkat sampai mewakili separuh dari jumlah protein total pada stratum
korneum. 
2. Stratum Spinosum: Di atas stratum basal terdapat beberapa lapisan selpoligonal yang
membentuk stratum spinosum. Sel-sel lapisan ini terikat satu sama lain oleh desmosom.
Sel-sel sering mengkerut, akibatnya tampak seolah-olah berduri. Inilah sebabnya sel-
selnya disebut prickle (berduri). Pada stratum spinosumdimulai proses keratinisasi.
Sitoplasma sel lapisan ini banyak fibrilnya yang melekat padadinding sel pada desmosom.
Lapisan sel basal dan stratum spinosum bersama-sama disebutsebagai zona germinatif
epidermis. 
3. Stratum Granulosum: Terdapat 3-5 lapisan sel gepeng yang ditandai granula gelap di
dalam sitoplasmanya. Granulanyaterdiri atas protein yang disebut keratohialin. Inti pada
sel ini tampak gelap dan padat (piknotik). 

7
4. Stratum Lusidum: Lucid berarti terang atau jernih. Stratum lusidum tampak homogen,
batas sel tidak jelas sama sekali. Sisa-sisa inti sel gepeng terlihat pada beberapa sel.
Sitoplasma mengandung turunan keratohialin yang disebut eleidin. 
5. Stratum Korneum: Lapisan ini merupakan lapisan yang paling superfisial. Sel-sel lapisan
ini sudah mati, tanpa intidan organel. Mereka sangat gepeng dan mirip sisik. Terdapat
protein keratin yang berasal dari eleidin. Sel-sel stratum korneum disatukan oleh lapisan
lipid, yang membuat lapisan ini kedap air. 
B.     Lapisan Dermis 
Dermis terdiri dari jaringan ikat yang menyokong epidermis dan mengikatnya pada
jaringansubkutan (hipodermis) Permukaan dermis sangat tidak teratur dan memiliki banyak
tonjolan(papila dermal) yang menyambung pada tonjolan epidermis. 
Dermis mengandung 4 macam sel :
a. fibroblas 
b. makrofag 
c. melanosit 
d. lemak  

Dermis terdiri dari 2 lapisan : 


a. Stratum Papilare: Terdiri dari jaringan ikat
longgar, fibroblas, dan sel jaringan ikat lain
, seperti sel mast danmakrofag. Disebut
stratum papilare karena menyumbang
bagian besar dari papila dermal.
b. Stratum Retikular: Lebih tebal, dan terdiri
dari jaringan ikat padat tidak teratur,
misalnya serabut kolagen, elastin,dan
retikulin. Kolagen muda bersifat lentur
dengan bertambah umur menjadi kurang
larutsehingga makin stabil. Memiliki lebih
banyak serat dan lebih sedikit sel daripada
stratumpapilare. Bagian bawahnya
menonjol ke arah subkutan.

8
C.     Lapisan Subkutan 
Merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak.
Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di
lapisan initerdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya
jaringanlemak tidak sama. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak
mata danpenis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan. 
Kulit memiliki 2 jenis kelenjar keringat:
a. kelenjar keringat apokrin
b. kelenjar keringat merokrin 

2. Apendiks Kulit
a. Glandula Sudorifera
Bentuk kelenjar keringat ini tubuler simpleks. Banyak terdapat pada kulit tebal terutama
pada telapak tangan dan kaki tiap kelenjar terdiri atas pars sekretoria dan ductus ekskretorius.
Pars secretoria terdapat pada subcutis dibawah dermis. Bentuk tubuler dengan bergelung-
gelung ujungnya. Tersusun oleh epitel kuboid atau silindris selapis. Kadang-kadang dalam
sitoplasma selnya tampak vakuola dan butir-butir pigmen. Di luar sel epitel tampak sel-sel
fusiform seperti otot-otot polos yang bercabang-cabang dinamakan: sel mio-epitilial yang
diduga dapat berkontraksi untuk membantu pengeluaran keringat kedalam duktus
ekskretorius.
Ductus ekskretorius lumennya sempit dan dibentuk oleh epitel kuboid berlapis dua.
Kelenjar keringat ini bersifat merokrin sebagai derivat kelenjar keringat yang bersifat apokrin
ialah: glandula axillaris, glandula circumanale, glandula mammae dan glandula areolaris
Montogomery

b. Glandula Sebacea

Kelenjar ini bermuara pada leher folikel rambut dan sekret yang dihasilkan berlemak
(sebum), yang berguna untuk meminyaki rambut dan permukaan kulit. Glandula ini bersifat
holokrin. Glandula sebacea biasanya disertai dengan folikel rambut kecuali pada palpebra,
papila mammae, labia minora hanya terdapat glandula sebacea tanpa folikel rambut.
c. Rambut
Merupakan struktur berkeratin panjang yang berasal dari invaginasi epitel epidermis.
Rambut ditemukan diseluruh tubuh kecuali pada telapak tangan, telapak kaki, bibir, glans
penis, klitoris dan labia minora.pertumbuhan rambut pada daerah-daerah tubuh seperti kulit
kepala, muka, dan pubis sangat dipengaruhi tidak saja oleh hormon kelamin-terutama
androgen-tetapi juga oleh hormon adrenal dan hormon tiroid. Setiap rambut berkembang dari
sebuah invaginasi epidermal, yaitu folikel rambut yang selama masa pertumbuhannya
mempunyai pelebaran pada ujung disebut bulbus rambut. Pada dasar bulbus rambut dapat
dilihat papila dermis. Papila dermis mengandung jalinan kapiler yang vital bagi kelangsungan
hidup folikel rambut.

9
Pada jenis rambut kasar tertentu, sel-sel bagian pusat akar rambut pada puncak papila
dermis menghasilkan sel-sel besar, bervakuola, cukup berkeratin yang akan membentuk
medula rambut. Sel-sel yang terletak sekitar bagian pusat dari akar rambut membelah dan
berkembang menjadi sel-sel fusiform berkelompok padat yang berkeratin banyak, yang akan
membentuk korteks rambut. Lebih ke tepi terdapat sel-sel yang menghasilkan kutikula
rambut, sel-sel paling luar menghasilkan sarung akar rambut dalam. Yang memisahkan
folikel rambut dari dermis ialah lapisan hialin nonseluler, yaitu membran seperti kaca (glassy
membrane), yang merupakan lamina basalis yang menebal. Sarung akar rambut dalam ini
memiliki 3 lapisan, pertama cuticula ranbut yang terdiri atas lapisan tipis bangunan sebagai
sisik dari bahan keratin yang tersusun dengan bagian yang bebas kearah papilla rambut.
Lapisan kedua yaitu lapisan Huxley yang terdiri atas sel-sel yang saling beruhubungan erat.
Dibagian dekat papila terlihat butir-butir trikhohialin di dalamnya yang makin keatas makin
berubah menjadi keratin seperti corneum epidermis. Lapisan ketiga adalah lapisan Henle
yang terdiri atas satu lapisan sel yang memanjang yang telah mengalami keratinisasi dan erat
hubungannya satu sama lain dan berhubungan erat dengan selubung akar luar.selubung akar
luar berhubungan langsung dengan sel epidermis dan dekat permukaan sarung akar rambut
luar memiliki semua lapisan epidermis.
Muskulus arektor pili tersusun miring, dan kontraksinya akan menegakan batang rambut.
kontraksi otot ini dapat disebabkan oleh suhu udara yang dingin, ketakutan ataupun
kemarahan. Kontraksi muskulus arektor pili juga menimbulkan lekukan pada kulit tempat
otot ini melekat pada dermis, sehingga menimbulkan apa yang disebut tegaknya bulu roma.
Sedangkan warna rambut disebabkan oleh aktivitas melanosit yang menghasilkan pigmen
dalam sel-sel medula dan korteks batang rambut. Melanosit ini menghasilkan dan
memindahkan melanin ke sel-sel epitel melalui mekanisme yang serupa dengan yang dibahas
bagi epidermis.

10
d. Kuku

Kuku adalah lempeng sel epitel berkeratin pada permukaan dorsal setiap falangs distal.
Sebenarnya invaginasi yang terjadi pada kuku tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada
rambut, selanjutnya invaginasi tersebut membelah dan terjadilah sulcus matricis unguis, dan
kemudian sel-sel di daerah ini akan mengadakan proliferasi dan dibagian atas akan menjadi
substansi kuku sebagai keratin keras. Epitel yang terdapat di bawah lempeng kuku disebut
nail bed. Bagian proksimal kuku yang tersembunyi dalam alurkuku adalah akar kuku(radix
unguis).

Lempeng kuku yang sesuai dengan stratum korneum kulit, terletak di atas dasar epidermis
yang disebut dasar kuku. Pada dasar kuku ini hanya terdapat stratum basale dan stratum
spinosum. Stratum ujung kuku yang melipat di atas pangkal kuku disebut sponychium,
sedangkan di bawah ujung bebas kuku terdapat penebalan stratum corneum membentuk
hyponychium.

LI 2. Memahami dan menjelaskan fisiologi kulit


Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian tubuh,
membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Luas kulit pada manusia rata-
rata + 2 meter persegi dengan berat 10 kg jika ditimbang dengan lemaknya atau 4 kg jika
tanpa lemak atau beratnya sekitar 16 % dari berat badan seseorang. Kulit memiliki fungsi
melindungi bagian tubuh dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar.

11
Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti
pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel kulit ari
yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat serta
pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra violet matahari.
Kulit merupakan suatu kelenjar holokrin yang cukup besar dan seperti jaringan tubuh lainnya,
kulit juga bernafas (respirasi), menyerap oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Kulit
menyerap oksigen yang diambil lebih banyak dari aliran darah, begitu pula dalam
pengeluaran karbondioksida yang lebih banyak dikeluarkan melalui aliran darah. Kecepatan
penyerapan oksigen ke dalam kulit dan pengeluaran karbondioksida dari kulit tergantung
pada banyak faktor di dalam maupun di luar kulit, seperti temperatur udara atau suhu,
komposisi gas di sekitar kulit, kelembaban udara, kecepatan aliran darah ke kulit, tekanan gas
di dalam darah kulit, penyakit-penyakit kulit, usia, keadaan vitamin dan hormon di kulit,
perubahan dalam metabolisme sel kulit dan pemakaian bahan kimia pada kulit. Sifat-sifat
anatomis dan fisiologis kulit di berbagai daerah tubuh sangat berbeda. Sifat-sifat anatomis
yang khas, berhubungan erat dengan tuntutan-tuntutan faali yang berbeda di masing-masing
daerah tubuh, seperti halnya kulit di telapak tangan, telapak kaki, kelopak mata, ketiak dan
bagian lainnya.

Fungsinya masing - masing. Kulit di daerah – daerah tersebut berbeda ketebalannya,


keeratan hubungannya dengan lapisan bagian dalam, dan berbeda pula dalam jenis serta
banyaknya adneksa yang ada di dalam lapisan kulitnya. Pada permukaan kulit terlihat adanya
alur-alur atau garis-garis halus yang membentuk pola yang berbeda di berbagai daerah tubuh
serta bersifat khas bagi setiap orang, seperti yang ada pada jari-jari tangan, telapak tangan dan
telapak kaki atau dikenal dengan pola sidik jari (dermatoglifi).

Kulit menutup tubuh manusia pada daerah tubuh yang paling luar dari kepala sampai ke
kaki. Kulit wajah yang sehat dan cantik akan tampak kencang, lentur, dan lembab, kondisi ini
tidak akan menetap selamanya, sejalan dengan perkembangan usia, ketika kondisi tubuh
menurun, kulit tidak hanya menjadi kering tapi juga suram dan berkeriput. Keadaan ini makin
mudah terjadi setelah melewati usia tiga puluhan. Saat itu fungsi kelenjar minyak mengendur,
sehingga kulit terasa lebih kering dibandingkan dengan sebelumnya.

Diduga dengan bertambahnya usia, kadar asam amino pembentuk kalogen pun
berkurang sehingga kalogen yang terbentuk bermutu rendah, selain itu kalogen kehilangan
kelembaban dan menjadi kering serta kaku. Akibatnya jaringan penunjang itu tak mampu
menopang kulit dengan baik, seperti yang tampak pada kulit orang tua yang makin lama
makin kendur dan kurang lentur. Perubahan susunan molekul kalogen ini merupakan salah
satu faktor utama yang membuat kulit manusia lebih cepat keriput, timbul pigmentasi,
kehilangan kelembaban dan elastisitas.

RESEPTOR
Jenis-jenis reseptor berdasarkan stimulus adekuatnya :
 Fotoreseptor : peka terhadap gelombang cahaya

 Mekanoreseptor : peka terhadap energy mekanis

 Termoreseptor : peka terhadap panas dan dingin

 Osmoreseptor : mendeteksi perubahan konsentrasi zat terlarut dalam cairan tubuh

12
 Kemoreseptor : peka terhadap bahan kimia spesifik yang termasuk untuk reseptor
penciuman dan pengecapan

 Nosiseptor : peka terhadap kerusakan jaringan misalnya cubitan atau luka bakar

Setiap reseptor mempunyai sifat khusus untuk merespon untuk satu jenis rangsangan
contohnya pada mata ada reseptor yang peka terhadap cahaya, pada telinga ada reseptor yang
peka terhdap gelombang suara, dan pada kulit ada reseptor yang peka terhadap energy panas.
Semua ini terjadi karena adanya perbedaan sensitifitas reseptor.

FUNGSI KULIT
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh.
Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi,
pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan  pembentukan vitamin D.

1. Fungsi proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai yaitu berikut:
a. Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat kimia. Keratin
merupakan struktur yang keras, kaku, dan tersusun rapi dan erat seperti batu bata di
permukaan kulit.

b. Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan dehidrasi;
selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh melalui kulit.

c. Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut dari
kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di
permukaan kulit. Adanya sebum ini, bersamaan dengan ekskresi keringat, akan
menghasilkan mantel asam dengan kadar pH 5-6.5 yang mampu menghambat
pertumbuhan mikroba.

d. Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya. Pada stratum
basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di sekitarnya. Pigmen ini
bertugas melindungi materi genetik dari sinar matahari, sehingga materi genetik dapat
tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan pada proteksi oleh melanin, maka
dapat timbul keganasan.

e. Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif. Yang pertama
adalah sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap mikroba. Kemudian
ada sel fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba yang masuk melewati keratin
dan sel Langerhans.

2. Fungsi absorpsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti vitamin A, D,
E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida. Permeabilitas kulit terhadap

13
oksigen, karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi
respirasi. Selain itu beberapa material toksik dapat diserap seperti aseton, CCl 4, dan merkuri.
Beberapa obat  juga dirancang untuk larut lemak, seperti kortison, sehingga mampu
berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di tempat peradangan.
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban,
metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antarsel atau
melalui muara saluran kelenjar; tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada
yang melalui muara kelenjar.

3. Fungsi ekskresi
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar eksokrinnya, yaitu
kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:
a. Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut dan melepaskan
lipid yang dikenal sebagai sebum menuju lumen. Sebum dikeluarkan ketika muskulus
arektor pili berkontraksi menekan kelenjar sebasea sehingga sebum dikeluarkan ke folikel
rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum tersebut merupakan campuran dari trigliserida,
kolesterol, protein, dan elektrolig. Sebum berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri,
melumasi dan memproteksi keratin.

b. Kelenjar keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat keluar dengan cara
menguap melalui kelenjar keringat tiap hari. Seorang yang bekerja dalam ruangan
mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, dan bagi orang yang aktif jumlahnya lebih
banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan panas, keringat juga merupakan sarana untuk
mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua molekul organik hasil pemecahan
protein yaitu amoniak dan urea.

Terdapat dua jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar keringat
merokrin.
 Kelenjar keringat apokrin
Terdapat di daerah aksila, payudara dan pubis, serta aktif pada usia pubertas dan
menghasilkan sekret yang kental dan bau yang khas. Kelenjar keringat apokrin bekerja
ketika ada sinyal dari sistem saraf dan hormon sehingga sel-sel mioepitel yang ada di
sekeliling kelenjar berkontraksi dan menekan kelenjar keringat apokrin. Akibatnya
kelenjar keringat apokrin melepaskan sekretnya ke folikel rambut lalu ke permukaan luar.

 Kelenjar keringat merokrin (ekrin)


Terdapat di daerah telapak tangan dan kaki. Sekretnya mengandung  air, elektrolit, nutrien
organik, dan sampah metabolisme. Kadar pH-nya berkisar 4.0 – 6.8. Fungsi dari kelenjar
keringat merokrin adalah mengatur temperatur permukaan, mengekskresikan air dan
elektrolit serta melindungi dari agen asing dengan cara mempersulit perlekatan agen asing
dan menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil dengan sifat antibiotik.

4. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap
rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap
dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis, badan taktil Meissner
terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier

14
yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di
epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.

5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)


Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) melalui dua cara:
pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler. Pada saat suhu
tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta memperlebar pembuluh
darah (vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat
suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit keringat dan mempersempit pembuluh
darah (vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh.

6. Fungsi pembentukan vitamin D


Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7 dihidroksi kolesterol
dengan bantuan sinar ultraviolet. Enzim di hati dan ginjal lalu memodifikasi prekursor dan
menghasilkan calcitriol, bentuk vitamin D yang aktif. Calcitriol adalah hormon yang berperan
dalam mengabsorpsi kalsium makanan dari traktus gastrointestinal ke dalam pembuluh darah.
Walaupun tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri, namun belum memenuhi
kebutuhan tubuh secara keseluruhan sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap
diperlukan.
Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya pembuluh darah,
kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit.

7. Fungsi pembentukan pigmen


Sel pembentuk pigmen terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf.
Perbandingan jumlah sel basal : melanosit 10:1. Jumlah melanosit sdan jumlah serta besarnya
butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun individu.

8. Fungsi keratinisasi
Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu keratinosit, sel Langerhans,
melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan pembelahan, sel basal yang lain
akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel
menjadi makin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang
dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf.

LI 3. Memahami dan menjelaskan etiopatogenesis infeksi jamur (dermato mikosis)


3.1. Memahami dan menjelaskan definisi dermatomikosis
Dermatomikosis adalah penyakit pada kulit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit
jamur atau mikosis dibagi menjadi : mikosis profunda dan mikosis superfisialis.

3.2. Memahami dan menjelaskan klasifikasi dermatomikosis

1. Dermatomikosis Superfisialis
Dermatomikosis superfisialis adalah dermatomikosis yang terjadi diatas permukaan
kulit tertutama pada bagaian-bagian yang lembab dan ditutupi pakaian
seperti, paha dan kaki. Contoh - contoh dermatomikosis superfisialis diantaranya adalah:
A. Dermatofitosis Superfisial
a. Tinea Kuris.

15
b. Tinea Kapitis.
c. Tinea Pedis.
d. Tinea Unguium.
e. Tinea Korporis.
f. Tinea Versikolar.

B. Non Dermatofitosis
Adalah penyakit jamur superfisial yang kronik biasanya tidak memberikan keluhan
subjektif berupa bercak skuama halus warna putih sampai coklat hitam, meliputi badan
kadang-kadang menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, kulit kepala
yang berambut. Disebabkan oleh Malassezia furfur robin. Gambaran klinik kelainan terlihat
bercak-bercak warna warni bentuk teratur sampai tidak teratur batas jelas sampai difus
kadang penderita merasa gatal ringan.

2. Dermatomikosis Subkutan
Dermatomikosis Subkutan adalah dermatomikosis yang terjadi pada bagian
bawah kulit. Contohnya seperti:
a. Misetoma.
b. Sporotrikosis.
c. Kromomikosis.
Berbagai jenis cendawan atau jamur yang dapat menimbulkan penyakit kulit telah
banyak ditemukan. Jamur tersebut terdapat pada kulit dalam bentuk muselia (bagain vegetatif
dari cendawan) yang dapat beruas atau tidak beruas. Dari ruas-ruas tersebut terbentuk spora -
spora. Spora kemudian bertunas untuk membentuk muselia baru. Spora memiliki bentuk
bulat atau lonjong dan sangat kecil sehingga hanya bisa melalui mikroskop dengan
pembesaran ganda

LI 4. Memahami dan menjelaskan dermatofitosis


4.1. Memahami dan menjelaskan definisi dermatofitosis
Dermatofitosis (Tinea) adalah infeksi jamur dermatofit (species microsporum,
trichophyton, dan epidermophyton) yang menyerang epidermis bagian superfisial (stratum
korneum), kuku dan rambut. Microsporum menyerang rambut dan kulit. Trichophyton
menyerang rambut, kulit dan kuku. Epidermophyton menyerang kulit dan jarang kuku.
Dermatofit merupakan sekelompok jamur yang memiliki kemampuan membentuk
molekul yang berikatan dengan keratin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi untuk
membentuk kolonisasi.

4.2. Memahami dan menjelaskan etiologi dermatofitosis


Berdasarkan sifat makro dan mikro, dermatofita dibagi menjadi: microsporum,
tricopyton, dan epidermophyton.
1. Microsporum

16
Kelompok dermatofita yang bersifat keratofilik, hidup pada tubuh manusia
(antropofilik) atau pada hewan (zoofilik). Merupakan bentuk aseksual dari jamur. Terdiri dari
17 spesies, dan yang terbanyak adalah:

SPECIES CLASSIFICATION (NATURAL


RESERVOIR)
Microsporum Anthropophilic
audouinii
Microsporum canis Zoophilic (Cats and dogs)
Microsporum Geophilic (also isolated from furs of cats,
cooeki dogs, and rodents)
Microsporum Anthropophilic
ferrugineum
Microsporum Zoophilic (fowl)
gallinae
Microsporum Geophilic (also isolated from fur of rodents)
gypseum
Microsporum Geophilic and zoophilic (swine)
nanum
Microsporum Zoophilic (vole and field mouse)
persicolor
Koloni mikrosporum adalah glabrous, serbuk halus, seperti wool atau powder.
Pertumbuhan pada agar Sabouraud dextrose pada 25°C mungkin melambat atau sedikit cepat
dan diameter dari koloni bervariasi 1- 9 cm setelah 7 hari pengeraman. Warna dari koloni
bervariasi tergantung pada jenis itu. Mungkin saja putih seperti wol halus yang masih putih
atau menguning sampai cinnamon.
2. Epidermophyton
Jenis Epidermophyton terdiri dari dua jenis; Epidermophyton floccosum dan
Epidermophyton stockdaleae. E. stockdaleae dikenal sebagai non-patogenik, sedangkan E.
floccosum satu-satunya jenis yang menyebabkan infeksi pada manusia. E. floccosum adalah
satu penyebab tersering dermatofitosis pada individu tidak sehat. Menginfeksi kulit (tinea
corporis, tinea cruris, tinea pedis) dan kuku (onychomycosis). Infeksi terbatas kepada lapisan
korneum kulit luar. koloni E. floccosum tumbuh cepat dan matur dalam 10 hari. Diikuti
inkubasi pada suhu 25° C pada agar potato-dextrose, koloni kuning kecoklat-coklatan.
3. Tricophyton
Trichophyton adalah suatu dermatofita yang hidup di tanah, binatang atau manusia.
Berdasarkan tempat tinggal terdiri atas anthropophilic, zoophilic, dan geophilic.
Trichophyton concentricum adalah endemic pulau Pacifik, Bagian tenggara Asia, dan
Amerika Pusat. Trichophyton adalah satu penyebab infeksi pada rambut, kulit, dan kuku pada
manusia.
NATURALHABITATS OF TRICHOPHYTON SPECIES
Species Natural Reservoir
Ajelloi Geophilic
Concentricum Anthropophilic
Equinum zoophilic (horse)
Erinacei zoophilic (hedgehog)

17
Flavescens geophilic (feathers)
Gloriae Geophilic
Interdigitale Anthropophilic
Megnini Anthropophilic
Mentagrophytes zoophilic (rodents, rabbit) / anthropophilic
Phaseoliforme Geophilic
Rubrum Anthropophilic
Schoenleinii Anthropophilic
Simii zoophilic (monkey, fowl)
Soudanense Anthropophilic
Terrestre Geophilic
Tonsurans Anthropophilic
Vanbreuseghemii Geophilic
Verrucosum zoophilic (cattle, horse)
Violaceum Anthropophilic
Yaoundei anthropophilic

FAKTOR PENULARAN
Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung. Penularan
langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut-rambut yang mengandung jamur baikdari
manusia, binatang atau dari tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang
dihinggapi jamur, barang-barang atau pakaian, debu atau air. Disamping cara penularan
tersebut diatas, untuk timbulnya kelainan-kelainan di kulit tergantung dari beberapa faktor

1. Faktor virulensi dari dermatofita


Virulensi ini tergantung pada afinitas jamur itu, apakah jamur Antropofilik, Zoofilik atau
Geofilik. Selain afinitas ini masing-masing jenis jamur ini berbeda pula satu dengan yang
lain dalam afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh Misalnya :
Trikofiton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermatofiton flokosum paling sering
menyerang lipat pada bagian dalam.
2. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih susah untuk terserang jamur.
3. Faktor-suhu dan kelembaban
Kedua faktor ini sangat jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi
atau lokal, di mana banyak keringat seperti lipat paha dan sela-sela jari paling sering
terserang penyakit jamur ini.
4. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur di mana terlihat insiden penyakit
jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah, penyakit ini lebih sering
ditemukan dibanding golongan sosial dan ekonomi yang lebih baik.
5. Faktor umur dan jenis kelamin
Penyakit Tinea kapitis lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan orang
dewasa, dan pada wanita lebih sering ditemukan infeksi jamur di sela-sela jari dibanding
pria dan hal ini banyak berhubungan dengan pekerjaan. Di samping faktor-faktor tadi
masih ada faktor-faktor lain seperti faktor perlindungan tubuh (topi, sepatu dan
sebagainya) , faktor transpirasi serta pemakaian pakaian yang serba nilan, dapat
mempermudah penyakit jamur ini.

4.3. Memahami dan menjelaskan epidemiologi dermatofitosis

18
Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur, sehingga dapat
ditemukan hampir di semua tempat. Menurut Adiguna MS, insidensi penyakit jamur yang
terjadi di berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia bervariasi antara 2,93%-27,6%.
Meskipun angka ini tidak menggambarkan populasi umum.

Dermatomikosis atau mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk negara


tropis. Di Indonesia angka yang tepat, berapa sesungguhnya insiden dermatomikosis belum
ada. Di Denpasar, golongan penyakit ini menempati urutan kedua setelah dermatitis. Angka
insiden tersebut diperkirakan kurang lebih sama dengan di kota-kota besar Indonesia lainnya.
Di daerah pedalaman angka ini mungkin akan meningkat dengan variasi penyakit yang
berbeda.

Di luar seperti India, berdasarkan penelitian di India yang mengambil sampel sebanyak
121 kasus (98 pria & 23 perempuan), dermatomikosis menempati urutan pertama untuk kasus
penyakit kulit, 103 kasus (70,5%), diikuti candidiasis 30 kasus (20,5%) dan pitiriasis
versikolor. Di Amerika endemik dermatomikosis di daerah Utara dan barat Venezuela, brasil,
dan beberapa kasus di laporkan di Columbia dan argentina. Di Eropa infeksi tinea adalah hal
yang umum. Perkiraan insidensi penyakit ini sekitar 10-20%. Di Eropa dermatomikosis
merupakan penyakit kulit yang menempati urutan kedua. Penyakit ini disebabkan oleh tinea
pedis, tinea corporis, tinea cruris, dan tinea rubrum. Tinea rubrum ditemukan pada 76,2%
kasus dermatomikosis melalui pemeriksaan sampel di Eropa.

Onset usia terjadi pada anak kecil yang baru belajar berjalan (toddlers) dan anak usia
sekolah. Paling sering menyerang anak berusia 6-10 tahun dan juga pada usia dewasa.

Frekuensi infeksi pada spesies tertentu antara lain:


• Sekitar 58% dermatofita yang terisolasi adalah trichophyton rubrum
• 27% Trichophyton mentagrophytes
• 7% Trichophyton verrucosum
• 3% Trichophyton tonsurans
• Kecil dari 1 % yang terisolasi: Epidermophyton floccosum, Microsporum audouinii,
Microsporum canis, Microsporum equinum, Microsporum nanum, Microsporum
versicolor, Trichophyton equinum, Trichophyton kanei, Trichophyton raubitschekii, and
Trichophyton violaceum.

4.4. Memahami dan menjelaskan klasifikasi dermatofitosis


Klasifikasi yang paling sering dipakai oleh para spesialis kulit adalah berdasarkan
lokasi
a. Tinea kapitis, tinea pada kulit dan rambut kepala
b. Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jengggot.
c. Tinea kruris, dermatofita pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang-
kadang sampai perut bagian bawah
d. Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.
e. Tinea unguium, tinea pada kuku kaki dan tangan.
f. Tinea facialis, tinea yang meliputi bagian wajah
g. Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk 5 bentuk tinea
diatas.

Selain 6 bentuk tinea di atas masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu:

19
a. Tinea imbrikata: dermatofitosis dengan susunan skuama yang kosentris dan disebabkan
oleh tricophyton concentricum.
b. Tinea favosa atau favus: dermatofitosis yang terutama disebabkan oleh tricophyton
schoenleini: secara klinis antara lain berbentuk skutula dan berbau seperti tikus (mousy
odor).
c. Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif dari morfologinya.
d. Tinea incognito: dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah
diobati dengan steroid topical kuat.

Tinea Kapitis
Biasanya penyakit ini banyak menyerang anak-anak dan sering ditularkan melalui
binatang- binatang peliharaan seperti kucing, anjing dan sebagainya.
Berdasarkan bentuk yangkhas Tinea Kapitis dibagi dalam 4 bentuk :

Gray pacth ring worm


Penyakit ini dimulai dengan papel merah kecil yang melebar ke sekitarnya dan
membentuk bercak yang berwarna pucat dan bersisik. Warna rambut jadi abu-abu dan tidak
mengkilat lagi, serta mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga menimbulkan alopesia
setempat. Dengan pemeriksaan sinar wood tampak flourisensi kekuning-kuningan pada
rambut yang sakit melalui batas “Grey pacth” tersebut. Jenis ini biasanya disebabkan spesies
mikrosporon dan trikofiton.

Black dot ring worm


Terutama disebabkan oleh Trikofiton Tonsurans, T. violaseum, mentagrofites. infeksi
jamur terjadi di dalam rambut (endotrik) atau luar rambut (ektotrik) yang menyebabkan
rambut putus tepat pada permukaan kulit kepala. Ujung rambut tampak sebagai titik-titik
hitam diatas permukaan ulit, yang berwarna kelabu sehingga tarnpak sebagai gambaran ”
back dot”. Biasanya bentuk ini terdapat pada orang dewasa dan lebih sering pada wanita.
Rambut sekitar lesi juga jadi tidak bercahaya lagi disebabkan kemungkinan sudah terkena
infeksi penyebab utama adalah Trikofiton tonsusurans dan T.violaseum

Kerion
Bentuk ini adalah yang serius, karena disertai dengan radang yang hebat yang bersifat
lokal, sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil yang berkelompok dan kadang-
kadang ditutupi sisik-sisik tebal. Rambut di daerah ini putus-putus dan mudah dicabut. Bila
kerion ini pecah akan meninggalkan suatu daerah yang botak permanen oleh karena terjadi
sikatrik. Bentuk ini terutama disebabkan oleh Mikosporon kanis, M.gipseum , T.tonsurans
dan T. Violaseum.

Tinea favosa
Kelainan di kepala dimulai dengan bintik-bintik kecil di bawah kulit yang berwarna
merah kekuningan dan berkembang menjadi krusta yang berbentuk cawan (skutula), serta
memberi bau busuk seperti bau tikus “moussy odor”. Rambut di atas skutula putus-putus dan
mudah lepas dan tidak mengkilat lagi. Bila menyembuh akan meninggalkan jaringan parut
dan alopesia yang permanen. Penyebab utamanya adalah Trikofiton schoenleini, T. violasum
dan T. gipsum. Oleh karena Tinea kapitis ini sering menyerupai penyakit-penyakit kulit yang
menyerang daerah kepala, maka penyakit ini harus dibedakan dengan penyakit-penyakit
bukan oleh jamur seperti: Psoriasis vulgaris dan Dermatitis seboroika.

Tinea Korporis

20
Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang yang kurang mengerti kebersihan dan
banyak bekerja ditempat panas, yang banyak berkeringat serta kelembaban kulit yang lebih
tinggi. Predileksi biasanya terdapat dimuka, anggota gerak atas, dada, punggung dan anggota
gerak bawah.

Bentuk yang klasik dimulai dengan lesi-lesi yang bulat atau lonjong dengan tepi yang
aktif. Dengan perkembangan ke arah luar maka bercak-bercak bisa melebar dan akhirnya
dapat memberi gambaran yang polisiklis, arsiner, atau sinsiner. Pada bagian tepi tampak aktif
dengan tanda-tanda eritema, adanya papel-papel dan vesikel, sedangkan pada bagian tengah
lesi relatif lebih tenang. Bila tinea korporis ini menahun tanda-tanda aktif jadi menghilang
selanjutnya hanya meningggalkan daerah-daerah yang hiperpigmentasi saja. Kelainan-
kelainan ini dapat teIjadi bersama-sama dengan Tinea kruris.

Penyebab utamanya adalah : T.violaseum, T.rubrum, T.metagrofites. Mikrosporon


gipseum, M.kanis, M.audolini. Penyakit ini sering menyerupai : 1) Pitiriasis rosea, 2)
Psoriasis vulgaris, 3) Morbus hansen tipe tuberkuloid, dan 4) Lues stadium II bentuk makulo-
papular.

Tinea Kruris
Penyakit ini memberikan keluhan perasaan gatal yang menahun, bertambah hebat bila
disertai dengan keluarnya keringat. Kelainan yang timbul dapat bersifat akut atau menahun.
Kelainan yang akut memberikan gambaran yang berupa makula yang eritematous dengan
erosi dan kadang-kadang terjadi ekskoriasis. Pinggir kelainan kulit tampak tegas dan aktif.
Apabila kelainan menjadi menahun maka efloresensi yang nampak hanya makula yang
hiperpigmentasi disertai skuamasi dan likenifikasi. Gambaran yang khas adalah lokalisasi
kelainan, yakni daerah lipat paha sebelah dalam, daerah perineum dan sekitar anus. Kadang-
kadang dapat meluas sampai ke gluteus, perot bagian bawah dan bahkan dapat sampai ke
aksila. Penyebab utama adalah Epidermofiton flokkosum, Trikofiton rubrum dan
T.mentografites.

Tinea Pedis
Tinea pedis disebut juga Athlete’s foot = “Ring worm of the foot”. Penyakit ini sering
menyerang orang-orang dewasa yang banyak bekerja di tempat basah seperti tukang cuci,
pekerja-pekerja di sawah atau orang-orang yang setiap hari harus memakai sepatu yang
tertutup seperti anggota tentara. Keluhan subjektif bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai
rasa gatal yang hebat dan nyeri bila ada infeksi sekunder.

Ada 3 bentuk Tinea pedis yaitu sebagai berikut :


Bentuk intertriginosa
Keluhan yang tampak berupa maserasi, skuamasi serta erosi, di celah-celah jari
terutama jari IV dan jari V. Hal ini terjadi disebabkan kelembaban di celah-ceIah jari tersebut
membuat jamur-jamur hidup lebih subur. Bila menahun dapat terjadi fisura yang nyeri bila
kena sentuh. Bila terjadi infeksi dapat menimbulkan selulitis atau erisipelas disertai gejala-
gejala umum.

Bentuk hyperkeratosis
Disini lebih jelas tampak ialah terjadi penebalan kulit disertai sisik terutama ditelapak
kaki, tepi kaki dan punggung kaki. Bila hiperkeratosisnya hebat dapat terjadi fisurafisura
yang dalam pada bagian lateral telapak kaki.

21
Bentuk vesikuler subakut
Kelainan-kelainan yang timbul di mulai pada daerah sekitar antar jari, kemudian
meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. Tampak ada vesikel dan bula yang terletak agak
dalam di bawah kulit, diserta perasaan gatal yang hebat. Bila vesikel-vesikel ini memecah
akan meninggalkan skuama melingkar yang disebut Collorette. Bila terjadi infeksi akan
memperhebat dan memperberat keadaan sehingga dapat terjadi erisipelas. Semua bentuk
yang terdapat pada Tinea pedis, dapat terjadi pada Tinea manus, yaitu dermatofitosis yang
menyerang tangan. Penyebab utamanya ialah : T .rubrum, T .mentagrofites, dan
Epidermofiton flokosum

Tinea Unguium
Penyakit ini dapat dibedakan dalam 3 bentuk tergantung jamur penyebab dan
permulaan dari dekstruksi kuku. Subinguinal proksimal bila dimulai dari pangkal kuku,
Subinguinal distal bila di mulai dari tepi ujung dan Leukonikia trikofita bila di mulai dari
bawah kuku. Permukaan kuku tampak suram tidak mengkilat lagi, rapuh dan disertai oleh
subungual hiperkeratosis. Dibawah kuku tampak adanya detritus yang banyak mengandung
elemen jamur. Onikomikosis ini merupakan penyakit jamur yang kronik sekali, penderita
minta pertolongan dokter setelah menderita penyakit ini setelah beberapa lama, karena
penyakit ini tidak memberikan keluhan subjektif, tidak gatal, dan tidak sakit. Kadang-kadang
penderita baru datang berobat setelah seluruh kukunya sudah terkena penyakit. Penyebab
utama adalah : T.rubrum, T.metagrofites

Tinea Imbrikata
Penyakit ini adalah bentuk yang khas dari Tinea korporis yang disebabkan oleh
Trikofiton consentricum. Gambaran klinik berupa makula yang eritematous dengan skuama
yang melingkar. Apabila diraba terasa jelas skuamanya menghadap ke dalam. Pada umumnya
pada bagian tengah dari lesi tidak menunjukkan daerah yang lebih tenang, tetapi seluruh
makula ditutupi oleh skuama yang melingkar. Penyakit ini sering menyerang seluruh
permukaan tubuh sehingga menyerupai:
Eritrodemia
Pempigus foliaseus
Iktiosis yang sudah menahun

Tinea Barbae
Penderita Tinea barbae ini biasanya mengeluh rasa gatal di daerah jenggot, jambang
dan kumis, disertai rambut-rambut di daerah itu menjadi putus.
Ada 2 bentuk yaitu superfisialis dan kerion
Superfisialis : kelainan-kelainan berupa gejala eritem, papel dan skuama yang mula-mula
kecil selanjutnya meluas ke arab luar dan memberi gambaran polisiklik, dengan bagian tepi
yang aktif. Biasanya gambaran seperti ini menyerupai tinea korporis.
Kerion : bentuk ini membentuk lesi-lesi yang eritematous dengan ditutupi krusta atau abses
kecil dengan permukaan membasah oleh karena erosi. Penyebab utama : Berbagai spesies
jamur yang zoofilik misalnya T.verrucosum

22
4.5. Memahami dan menjelaskan patogenesis dermatofitosis
Terjadinya penularan dermatofitosis adalah melalui 3 cara yaitu: Antropofilik, transmisi
dari manusia ke manusia. Ditularkan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
lantai kolam renang dan udara sekitar rumah sakit/klinik, dengan atau tanpa reaksi
keradangan (silent “carrier”). Zoofilik, transmisi dari hewan ke manusia. Ditularkan melalui
kontak langsung maupun tidak langsung melalui bulu binatang yang terinfeksi dan melekat di
pakaian, atau sebagai kontaminan pada rumah / tempat tidur hewan, tempat makanan dan
minuman hewan. Sumber penularan utama adalah anjing, kucing, sapi, kuda dan mencit.
Geofilik, transmisi dari tanah ke manusia. Secara sporadis menginfeksi manusia dan
menimbulkan reaksi radang.6 Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur harus dapat
mengatasi pertahanan tubuh non spesifik dan spesifik. Jamur harus mempunyai kemampuan
melekat pada kulit dan mukosa pejamu, serta kemampuan untuk menembus jaringan pejamu,
dan mampu bertahan dalam lingkungan pejamu, menyesuaikan diri dengan suhu dan keadaan
biokimia pejamu untuk dapat berkembang biak dan menimbulkan reaksi jaringan atau radang.
(Gambar 1)4,8,13 Terjadinya infeksi dermatofit melalui tiga langkah utama, yaitu: perlekatan
pada keratinosit, penetrasi melewati dan di antara sel, serta pembentukan respon pejamu.

23
PERLEKATAN DERMATOFIT PADA KERATINOSIT
Perlekatan artrokonidia pada jaringan keratin tercapai maksimal setelah 6 jam,
dimediasi oleh serabut dinding terluar dermatofit yang memproduksi keratinase (keratolitik)
yang dapat menghidrolisis keratin dan memfasilitasi pertumbuhan jamur ini di stratum
korneum. Dermatofit juga melakukan aktivitas proteolitik dan lipolitik dengan mengeluarkan
serine proteinase (urokinase dan aktivator plasminogen jaringan) yang menyebabkan
katabolisme protein ekstrasel dalam menginvasi pejamu. Proses ini dipengaruhi oleh
kedekatan dinding dari kedua sel, dan pengaruh sebum antara artrospor dan korneosit yang
dipermudah oleh adanya proses trauma atau adanya lesi pada kulit. Tidak semua dermatofit
melekat pada korneosit karena tergantung pada jenis strainnya.
PENETRASI DERMATOFIT MELEWATI DAN DI ANTARA SEL
Spora harus tumbuh dan menembus masuk stratum korneum dengan kecepatan
melebihi proses deskuamasi. Proses penetrasi menghasilkan sekresi proteinase, lipase, dan
enzim musinolitik, yang menjadi nutrisi bagi jamur. Diperlukan waktu 4–6 jam untuk
germinasi dan penetrasi ke stratum korneum setelah spora melekat pada keratin. 3,6,14
Dalam upaya bertahan dalam menghadapi pertahanan imun yang terbentuk tersebut, jamur
patogen menggunakan beberapa cara:
1) Penyamaran, antara lain dengan membentuk kapsul polisakarida yang tebal, memicu
pertumbuhan filamen hifa, sehinggga glucan yang terdapat pada dinding sel jamur tidak
terpapar oleh dectin-1, dan dengan membentuk biofilamen, suatu polimer ekstra sel,
sehingga jamur dapat bertahan terhadap fagositosis.
2) Pengendalian, dengan sengaja mengaktifkan mekanisme penghambatan imun pejamu
atau secara aktif mengendalikan respons imun mengarah kepada tipe pertahanan yang
tidak efektif, contohnya Adhesin pada dinding sel jamur berikatan dengan CD14 dan
komplemen C3 (CR3, MAC1) pada dinding makrofag yang berakibat aktivasi
makrofag akan terhambat.
3) Penyerangan, dengan memproduksi molekul yang secara langsung merusak atau
memasuki pertahanan imun spesifik dengan mensekresi toksin atau protease. Jamur
mensintesa katalase dan superoksid dismutase, mensekresi protease yang dapat
menurunkan barrier jaringan sehingga memudahkan proses invasi oleh jamur, dan
memproduksi siderospore (suatu molekul penangkap zat besi yang dapat larut) yang
digunakan untuk menangkap zat besi untukkehidupan aerobik. Kemampuan spesies

24
dermatofit menginvasi stratum korneum bervariasi dan dipengaruhi oleh daya tahan
pejamu yang dapat membatasi kemampuan dermatofit dalam melakukan penetrasi pada
stratum korneum.
RESPONS IMUN PEJAMU
Terdiri dari dua mekanisme, yaitu imunitas alami yang memberikan respons cepat dan
imunitas adaptif yang memberikan respons lambat. Pada kondisi individu dengan sistem
imun yang lemah (immunocompromized), cenderung mengalami dermatofitosis yang berat
atau menetap. Pemakaian kemoterapi, obat-obatan transplantasi dan steroid membawa dapat
meningkatkan kemungkinan terinfeksi oleh dermatofit non patogenik. 3
MEKANISME PERTAHANAN NON SPESIFIK
Pertahanan non spesifik atau juga dikenal sebagai pertahanan alami terdiri dari:
1. Struktur, keratinisasi, dan proliferasi epidermis, bertindak sebagai barrier terhadap
masuknya
2. dermatofit. Stratum korneum secara kontinyu diperbarui dengan keratinisasi sel epidermis
sehingga dapat menyingkirkan dermatofit yang menginfeksinya. Proliferasi epidermis
menjadi benteng pertahanan terhadap dermatofitosis, termasuk proses keradangan sebagai
bentuk proliferasi akibat reaksi imun yang dimediasi sel T.
3. Adanya akumulasi netrofil di epidermis, secara makroskopi berupa pustul, secara
mikroskopis berupa mikroabses epidermis yang terdiri dari kumpulan netrofil di
epidermis, dapat menghambat pertumbuhan dermatofit melalui mekanisme oksidatif.
4. Adanya substansi anti jamur, antara lain unsaturated transferrin dan 2-makroglobulin
keratinase inhibitor dapat melawan invasi dermatofit.
MEKANISME PERTAHANAN SPESIFIK
Lokasi infeksi dermatofit yang superfisial tetap dapat membangkitkan baik imunitas
humoral maupun cell-mediated immunity (CMI). Pembentukan CMI yang berkorelasi dengan
Delayed Type Hypersensitivity (DTH) biasanya berhubungan dengan penyembuhan klinis
dan pembentukan stratum korneum pada bagian yang terinfeksi. Kekurangan CMI dapat
mencegah suatu respon efektif sehingga berpeluang menjadi infeksi dermatofit kronis atau
berulang. Respons imun spesifik ini melibatkan antigen dermatofit dan CMI.
ANTIGEN DERMATOFIT
Dermatofit memiliki banyak antigen yang tidak spesifik menunjukkan spesies tertentu.
Dua kelas utama antigen dermatofit adalah: glikopeptida dan keratinase, di mana bagian
protein dari glikopeptida menstimulasi CMI, dan bagian polisakarida dari glikopeptida
menstimulasi imunitas humoral. Antibodi menghambat stimulasi aktivitas proteolitik yang
disebabkan oleh keratinase, yang dapat memberikan respons DTH yang kuat.
BEBERAPA FAKTOR LAIN YANG BERKAITAN DENGAN DERMATOFITOSIS
Produksi substansi mannan, yaitu suatu komponen glikoprotein dinding sel jamur,
dapat menekan respons inflamasi terutama pada kondisi atopik atau kondisi lain. Mannan
dapat menekan pembentukan limfoblast, menghambat respon proliferasi limfosit terhadap
berbagai rangsangan antigenik, serta menghambat proliferasi keratinosit yang memperlambat
pemulihan epidermis.7

25
Tidak ada bukti yang menyokong adanya kerentanan secara khusus pada kelompok
golongan darah ABO, dan pada penderita diabetes. Pada kondisi malnutrisi dan sindroma
Chusing mudah mengalami
Infeksi dermatofit dimungkinkan karena depresi imunitas seluler.3,5 Kemampuan
spesies dermatofit tertentu untuk memproduksi penicillin-like antibiotics memungkinkan
jamur ini memanfaatkan flora normal, Staphylococcus aureus dapat betindak sebagai ko-
patogen yang meningkatkan derajat keradangan infeksi dermatofit. Gambaran klinis yang
bervariasi pada infeksi dermatofit merupakan hasil dari kombinasi kerusakan jaringan keratin
secara langsung oleh karena dermatofit, dan proses keradangan akibat respon pejamu Pada
bentuk klasik tinea yang annular, tepi lingkaran lesi ditandai oleh adanya infiltrat limfosit
perivaskular, karena proses pembersihan jamur dari stratum korneum akibat surveilans sistem
imun, dan pertumbuhan jamur yang sentrifugal. Kecepatan epidermal turn over berjalan
normal di dalam area cincin, namun pada daerah infeksi bisa menjadi lebih dari 4 kali lipat.
Pada tinea imbrikata karena T. concentricum, terjadi semacam gelombang pertumbuhan
jamur pada kulit dengan perluasan infeksi yang sentrifugal.

4.6. Memahami dan menjelaskan manifestasi klinis dermatofitosis


Timbul akibat substansi-substansi yang dihasilkan oleh jamur seperti :
1. Papul, vesikel, eritema, batas tegas dengan pinggir meninggi
2. Pruritus
3. Likenifikasi (karena garukan berulang)
4. Epidermophyton floccosum: central healing, terbatas pada genitocruris dan medial paha

26
5. Trichophyton rubrum: dapat menyebar, mengenai daerah pubis, perianal, gluteal, dan
perut bagian bawah, dapat menjadi Majocchi’s granuloma (infeksi jamur mencapai dermis
dan jaringan subkutan, ditandai dengan nodul subkutan dan abses)
6. Trichophyton mentagrophytes: penyebaran infeksi rendah, inflamasi akut, dan lesi dapat
hilang spontan

4.7. Memahami dan menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding dermatofitosis


DIAGNOSIS

Untuk menegakkan Tinea kruris, dibutuhkan penilaian asosiasi gambaran klinis dengan
uji diagnostik untuk mengisolasi dan mengidentifikasi jamur. Bahan yang diperiksa berupa
kerokan kulit. Bahan harus diperoleh sesteril mungkin untuk menghindari pencemaran jamur
lain. Kemudian bahan dapat dilakukan pemeriksaan secara langsung maupun secara biakan
(Bagian Kesehatan Anak FK)
Menurut Goedadi (2001) dan Nasution M.A. (2005), untuk mengetahui suatu ruam
yang disebabkan oleh infeksi jamur, biasanya kita lakukan pemeriksaan kerokan dari tepi lesi
yang meninggi atau aktif tersebut. Spesimen dari hasil kerokan tersebut kita letakkan di atas
deck glass dan ditetesi dengan larutan KOH 10 -20 %. Kemudian kita tutup dengan object
glass kemudian dipanaskan dengan lampu Bunsen sebentar untuk memfiksasi, kemudian
dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran 40 kali. Pemeriksaan mikroskopik secara
langsung menunjukkan hifa yang bercabang atau artospora yang khas pada infeksi
dermatofita. Sedangkan untuk mengetahui golongan ataupun spesies daripada jamur
dilakukan pembiakan dengan media yang standar yaitu Sabouraud Dextrose Agar (SDA).
Kadang-kadang kita perlukan juga mikobiotik. Setelah kurang lebih dua minggu koloni
daripada jamur mulai dapat kita baca secara makroskopis.

1. Anamnesis
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan dapat meluas
ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke supra pubis dan
abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat.
Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada pada
tempat yang beriklim agak lembab, memakai pakaian ketat, bertukar pakaian dengan orang
lain, aktif berolahraga, menderita diabetes mellitus. Penyakit ini dapat menyerang pada
tahanan penjara, tentara, atlit olahraga dan individu yang beresiko terkena dermatophytosis.

2. Pemeriksaan Fisik
Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder. Makula
eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Jika kronis
atau menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama
diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran likenifikasi.

Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas pemeriksaan


langsung, Pembiakan atau kultur,Reaksi imunologis, Biopsi dan Pemeriksaan dengan sinar
wood. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis
berupa kerokan kulit yang sebelumnya dibersihkan dengan alkohol 70%.

A. Pemeriksaan langsung dengan sediaan basah


1) Kulit
Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok skuama dari bagian tepi lesi dengan
memakai scalpel atau pinggir gelas → taruh di obyek glass → tetesi KOH 10-15 % 1-
27
2 tetes → tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan → lihat di mikroskop
dengan pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi
oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit
yang lama atau sudah diobati, dan miselium
2) Rambut
Rambut yang dipilih adalahrambut yang terputus-putus atau rambut yang warnanya
tak mengilat lagi, tuangkan KOH 20% lihat adanya infeksi endo atau ektorik
3) Kuku
Bahan yang diambil adalah masa detritus di bawah kuku yang sudah rusak atau dari
bahan kukunya sendiri, selanjutnya dituangi dengan KOH 20-40% dan dilihat di
bawah mikroskop, dicari hifa atau spora.

B. Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud agar


Pembiakan dilakukan dengan media agar saboroud pada suhu kamar 25-30 derajat,
kemudian dapat dilihat dan dinilai apakah ada pertumbuhan jamur.
Ada bentuk koloni yang dilihat yaitu: Koloni Ragi, Koloni menyerupai Ragi dan Koloni
Filamen. Dapat pula dilihat bentuk hifa berdasarkan jenisnya yaitu hifa berseptum dan hifa
tidak berseptum serta pembagian hifa sejati ( apabila panjang hifa lebih dari lebar) dan hifa
semu.Hifa berdasarkan fungsinya yaitu Hifa vegetatif dan Hifa reproduktif.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium saboraud
dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyotic-mycosel) untuk
menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan. Identifikasi jamur biasanya
antara 3-6 minggu (Wiederkehr, Michael. 2008)

28
C. Punch biopsi
Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya dan
spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc Acid–Schiff, jamur akan tampak merah
muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur akan tampak coklat atau
hitam (Wiederkehr, Michael. 2008)

29
D. Pemeriksaan dengan sinar wood
Sinar wood adalah sinar ultraviolet yang melewati suatu saringan wood, sinar dengan
panjang gelombang 3600 A dan tidak dapat dilihat. Bila sinar ini diarahkan ke kulit atau
rambut yang mengalami infeksi oleh jamur-jamur tertentu (Microsporum lanosum, M.
Audounii, M.canis dan Malassezia furfur: penyebab panu)  memberi warna kehijauan atau
flouresensi  Hasil positif (+). Kalau tidak memberi flouresensi hasil (-).
Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma
dimana akan tampak floresensi merah bata (Wiederkehr, Michael. 2008).

E. Reaksi imunologis
Dengan menyuntikan secara intrakutan semacam antigen yang dibuat dari koloni jamur.
Reaksi + berarti terinfeksi jamur, misalnya:
Reaksi Trikofitin: Antign dibuat dari pembiakan trikofitosis. Kalau + berarti ada infeksi
Trikofiton.

DIAGNOSIS BANDING
a) CANDIDIASIS
Kandidiasis adalah suatu penyakit kulit akut atau subakut, disebabkan jamur
intermediate yang menyerang kulit, kuku, selaput lendir dan alatalat dalam. Penyebab jamur
golongan candida yang patogen dan merupakan kandidiasis adalah candida albicans.
Gambaran klinik berbentuk kandidiasis sistemik dan lokal, kandidiasis lokal terdiri dari:
♥ Kandidiasis oral dimana kelainan ini sering terjadi pada bayi berupa bercak putih
seperti membran pada mukosa mulut dan lidah bila membran tersebut diangkat
tampak dasar kemerahan dan erosif.
♥ Perleche berupa retakan sudut mulut, pedih dan nyeri bila tersentuh makanan atau air.
♥ Kandidiasis vaginal kelainan berupa bercak putih diatas mukosa yang eritematosa
erosif, mulai dari servik sampai introitus vagina, didapatkan fluor albus putih
kekuningan disertai semacam butiran tepung kadan seperti susu pecah terasa gatal
serta dispareuni karena ada erosi.
♥ Balanitis biasanya terjadi pada laki-laki yang tidak sunat, terasa gatal disertai
timbulnya membran atau bercak putih pada gland penis.

Kelainan ini harus dibedakan dengan candidiasis Inguinalis dan kandidosis peri anal.
Merupakan suatu penyakit jamur yang bersifat akut maupun sub akut yang di sebabkan oleh
spesies candida biasanya oleh candida albikans.
Khusus untuk candida yang mirip dengan tinea cruris adalah candida inguinalis dan
candida peri anal, dimana bentuk klinisnya berupa bercak yang berbatas tegas, kemerahan,
bersisik dan khas sebagai pembeda adalah umumnya lembab dan basah pada daerah yang
terkena.

30
b) PENYAKIT KULIT ERITRASMA
Merupakan penyakit bateri kronik pada stratum korneum yang di sebabkan oleh
Corynebaterium minitussismus di tandai dengan adanya lesi berupa eritrema (kemerahan
pada kulit yang di sebabkan oleh pelebaran pembuluh darah kapiler) dan skuama halus pada
daerah ketiak dan lipatan paha.
Penampilan khas erythrasma dengan batas-batasnya tegas , coklat-merah patch makula.
Kulit memiliki penampilan keriput dengan sisik halus.

c) PENYAKIT KULIT PSIORIASIS VULGARIS


Merupakan penyakit kulit yang bersifat kronik,residif,dan tidak infeksius.
Efloresensi : plak eritematosa berbatas tegas ditutupi skuama tebal,berlapis-lapis dan
berwarna putih mengkilat.Terdapat tiga fenomena,yaitu bila di gores dengan benda tumpul
menunjukkan tanda tetesan lilin. Kemudian bila skuama dikelupas satu demi satu sampai
dasarnya akan tampak bintik-bintik perdarahan,dikenal dengan nama Auspitz sign. Adanya
fenomena Koebner / reaksi isomorfik yaitu timbul lesi-lesi yang sama dengan kelainan
psoriasis akibat bekas trauma / garukan

d) PENYAKIT KULIT PHITHYRIASIS ROSEA


Merupakan peradangan kulit akut berupa lesi papuloskuamosa pada paha atas.
Efloresensi : papul / plak eritematosa berbentuk oval dengan skuamacollarette (skuama halus
di pinggir). Lesi pertama (Mother patch/Herald patch) berupa bercak yang besar,soliter,oval
dan anular berdiameter dua sampai enam cm.Lesi tersusun sesuai lipatan kulit sehingga
memberikan gambaran menyerupai pohon cemara.

e) DERMATITIS SEBOROIK
Dermatitis Seboroik merupakan penyakit inflamasi konis yang mengenai daerah kepala
dan badan. Prevalensi Dermatitis Seboroik sebanyak 1-5% populasi.Lebih sering terjadi pada
laki-laki daripada wanita. Penyakit ni dapat mengenai bayi sampa orang dewasa. Umumnya
pda bayi terjadi pada usia 3 bulan sedang pada dewasa pada usia 30-60 tahun. Kelainan kulit
berupa eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan dengan batas kurang tegas.

31
Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak berskuama dan berminyak disertai
eksudat dan krusta tebal.

4.8. Memahami dan menjelaskan tatalaksana dermatofitosis


Pengobatan dermatofitosis sering tergantung pada klinis. Sebagai contoh lesi tunggal
pada kulit dapat diterapi secara adekuat dengan antijamur topikal. walaupun pengobatan
topikal pada kulit kepala dan kuku sering tidak efektif dan biasanya membutuhkan terapi
sistemik untuk sembuh. Infeksi dermatofitosis yang kronik atau luas, tinea dengan implamasi
akut dan tipe "moccasin" atau tipe kering jenis t.rubrum termasuk tapak kaki dan dorsum kaki
biasanya juga membutuhkan terapi sistemik. Idealnya, konfirmasi diagnosis mikologi
hendaknya diperoleh sebelum terapi sistemik antijamur dimulai.
Pengobatan oral, yang dipilih untuk dermatofitosis adalah:
Infeksi Rekomendasi Alternatif

Tinea unguium Terbinafine 250 mg/hr Itraconazole 200 mg/hr /3-5 bulan atau 400
(Onychomycosis 6 minggu untuk kuku mg/hr seminggu per bulan selama 3-4 bulan
) jari tangan, 12 minggu berturut-turut.
untuk kuku jari kaki Fluconazole 150-300 mg/ mgg s.d sembuh (6-
12 bln) Griseofulvin 500-1000 mg/hr s.d
sembuh (12-18 bulan)

Tinea capitis Griseofulvin Terbinafine 250 mg/hr/4 mgg


500mg/day Itraconazole 100 mg/hr/4mgg
(≥ 10mg/kgBB/hari) Fluconazole 100 mg/hr/4 mgg
sampai sembuh (6-8
minggu)

Tinea corporis Griseofulvin 500 Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 minggu
mg/hr sampai sembuh Itraconazole 100 mg/hr selama 15  hr atau
(4-6 minggu), sering 200mg/hr selama 1 mgg. Fluconazole 150-300
dikombinasikan mg/mggu selama 4 mgg.
dengan imidazol.

Tinea cruris Griseofulvin 500 Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg
mg/hr sampai sembuh Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr atau 200
(4-6 minggu) mg/hr selama 1 mgg. Fluconazole 150-300
mg/hr selama 4 mgg.

Tinea pedis Griseofulvin 500mg/hr Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg
sampai sembuh (4-6 Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr atau
minggu) 200mg/hr selama 1 mgg. Fluconazole 150-300
mg/mgg selama 4 mgg.

Chronic and/or Terbinafine 250 mg/hr Itraconazole 200 mg/hr selama 4-6 mgg.
widespread selama 4-6 minggu Griseofulvin 500-1000 mg/hr sampai sembuh
non-responsive (3-6 bulan).
tinea.

Tabel 2.3 Pilihan terapi oral untuk infeksi jamur pada kulit

32
Pada pengobatan kerion stadium dini diberikan kortikosteroid sistemik sebagai
antiinflamasi, yakni prednisone 3x5 mg atau prednisolone 3x4 mg sehari selama dua minggu,
bersamaaan dengan pemberian grisiofulvine yang diberikan berlanjut 2 minggu setelah lesi
hilang. Terbinafine juga diberikan sebagai pengganti griseofulvine selama 2-3 minggu dosis
62,5-250 mg sehari tergantung berat badan.
Efek samping griseofulvine jarang dijumpai, yang merupakan keluhan utama ialah
sefalgia yang didapati pada 15% penderita. Efek samping lain berupa gangguan traktus
digestifus yaitu: nausea, vomitus, dan diare. Obat tersebut bersifat fotosensitif dan dapat
mengganggu fungsi hepar.
Efek samping terbinafine ditemukan kira-kira 10% penderita, yang tersering gangguan
gastrointestinal diantaranya nausea, vomitus, nyeri lambung, diarea, konstipasi, umumnya
ringan. Efek samping lain berupa ganguan pengecapan, persentasinya kecil. Rasa pengecapan
hilang sebagian atau keseluruhan setelah beberapa minggu minum obat dan hanya bersifat
sementara. Sefalgia ringan dilaporrkan pula 3,3%-7% kasus.
Pada kasus resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan ketokonazol sebagai terapi
sistemik 200 mg per hari selam 10 hari sampai 2 minggu pada pagi hari setelah makan.
Ketokonazol kontraindikasi untuk kelainan hepar.
Pengobatan topical yang diberikan adalah :
a. Obat antifungal Topikal
- Imidazol:
 Miconazol : 1-2x /hari, selama 2-3 minggu
Sediaan : krim 2%, bedak kocok ataupun bedak
 Klotrimazol : 2x /hari, selama 4 minggu
Sediaan: krim 1%, solusio, atau bedak kocok
 Ketokonazol : 2-4x /hari, selama 2-4 minggu
Sediaan: krim 1%
- Allilamin
 Nafritin : 4x /hari selama 4 minggu
Sediaan : krim, gel, atau solusio 1%
 Terbinatin : 4x /hari selama 1-4 minggu
Catatan :
1. Obat topikal kurang efektif digunakan pada tinea capitis & cruris
2. Untuk tinea capitis
Rehabilitasi : shampoo Selenium  menurunkan penyebaran spora dan hifa

4.9. Memahami dan menjelaskan pencegahan dermatofitosis


 Kekambuhan pada tinea cruris adalah hal umum. Penting untuk diobati dan menjaga
daerah selangkangan tetap kering untuk mencegah kekambuhan tinea cruris. Beritahu
pasien untuk mengeringkan setelah mandi, menggunakan handuk atau hair dryer
 Hindari pemakaian pakaian yang sempit pada bagian paha / selangkangan untuk
mencegah terjadinya berlembab
 Jika pasien obesitas, turunkan berat badan
 Memakai kaos kaki ketika memakai celana dalam agar tidak terkontaminasi dari jamur
di kaki
 Memakai bedak anti jamur

33
4.10. Memahami dan menjelaskan komplikasi dermatofitosis
 Bisa terjadi infeksi sekunder oleh bakteri atau candida
 Hiperpigmentasi karena infeksi jamur kronik
 Efek samping pemakaian obat steroid topikal dapat mengakibatkan eksaserbasi
penyakit
 Allopecia permanen &kerion (tinea capitis)
 Onychomycosis (tinea manus/pedis)

4.11. Memahami dan menjelaskan prognosis dermatofitosis


Perkembangan penyakit dermatofitosis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan penyebab
penyakitnya disamping faktor-faktor yang memperberat atau memperingan penyakit. Apabila
faktor-faktor yang memperberat penyakit dapat dihilangkan, umumnya penyakit ini dapat
hilang sempurna.

LI 5. Memahami dan menjelaskan menjaga kebersihan kulit dan menutup aurat


menurut ajaran Islam
Perintah menutup aurat
Aurat diambil dari perkataan Arab 'Aurah' yang berarti keaiban. Manakala dalam istilah
fiiah aurat diartikan sebagai bagian tubuh badan seseorang yang wajib ditutup atau dilindungi
dari pandangan.
Perintah menutup aurat telah difirmankan oleh Allah s.w.t dalam surah al-ahzab ayat 33
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah
laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
ta'atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa
dari kamu dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.
Manfaat menutup aurat:
1. Selamat dari adzab Allah (adzab neraka)
“Ada dua macam penghuni Neraka yang tak pernah kulihat sebelumnya; sekelompok
laki-laki yang memegang cemeti laksana ekor sapi, mereka mencambuk manusia dengannya.
Dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang, sesat dan menyesatkan, yang
dikepala mereka ada sesuatu mirip punuk unta. Mereka (wanita-wanita seperti ini) tidak
akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya. Sedangkan bau surga itu tercium dari
jarak yang jauh” (HR. Muslim).
Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Wanita-
wanita yang berpakaian namun telanjang” ialah mereka yang menutup sebagian tubuhnya
dan menampakkan sebagian lainnya dengan maksud menunjukkan kecantikannya.
2. Terhindar dari pelecehan

34
Banyaknya pelecehan seksual terhadap kaum wanita adalah akibat tingkah laku mereka
sendiri. Karena wanita merupakan fitnah (godaan) terbesar. Sebagaiman sabda Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam,  
“Sepeninggalku tak ada fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita.”
(HR. Bukhari)
Islam telah menggariskan batasan aurat pada lelaki dan wanita. Aurat asas pada lelaki
adalah menutup antara pusat dan lutut. Manakala aurat wanita pula adalah menutup seluruh
badan kecuali muka dan tapak tangan.

1. Aurat Ketika Sembahyang


Aurat wanita ketika sembahyang adalah menutup seluruh badan kecuali muka dan
telapak tangan.

2. Aurat Ketika Sendirian


Aurat wanita ketika mereka bersendirian adalah bagian anggota pusat dan lutut. Ini
berarti bagian tubuh yang tidak boleh dilihat antara pusat dan lutut.

3. Aurat Ketika Bersama Mahram


Pada asasnya aurat seseorang wanita dengan mahramnya adalah antara pusat dan lutut.
Walau pun begitu wanita dituntut agar menutup mana-mana bagian tubuh yang dapat
menaikkan syahwat lelaki walaupun mahram sendiri.
Hal ini dilakukan untuk menjaga adab dan susila wanita terutama dalam menjaga kehormatan
agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak akan terjadi.

Syara’ telah menggariskan golongan yang dianggap sebagai mahram kepada seseorang
wanita yaitu :
1.Suami
2.Ayah mertua
3.Anak-anak lelaki termasuk cucu sama ada dari anak lelaki atau perempuan
4. Saudara lelaki kandung atau seibu atau sebapak
5. Anak saudara lelaki karena mereka ini tidak boleh dinikahi selama-lamanya
6. Anak saudara dari saudara perempuan
7. Sesama wanita sama ada kaitan keturunan atau seagama
8. Hamba sahaya
9. Pelayan yang tidak ada nafsu syahwat
10. Anak-anak kecil yang belum mempunyai syahwat terhadap wanita. Walau pun begitu,
bagi kanak-kanak yang telah mempunyai syahwat tetapi belum baligh,wanita dilarang
menampakkan aurat terhadap mereka.
Berwudhu
35
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang
menyucikan/membersihkan diri”. (Al-Baqarah : 222)
Ajaran kebersihan dalam Agama Islam berpangkal atau merupakan konsekusensi dari
pada iman kepada Allah, berupaya menjadikan dirinya suci/bersih supaya Ia berpeluang
mendekat kepada Allah SWT.
Kebersihan itu bersumber dari iman dan merupakan bagian dari iman. Dengan
demikian kebersihan dalam Islam mempunyai aspek ibadah dan aspek moral, dan karena itu
sering juga dipakai kata “bersuci” sebagai padanan kata “membersihkan/melakukan
kebersihan”. Ajaran kebersihan tidak hanya merupakan slogan atau teori belaka, tetapi harus
dijadikan pola hidup praktis, yang mendidik manusia hidup bersih sepanjang masa, bahkan
dikembangkan dalam hukum Islam. Dalam rangka inilah dikenal sarana-sarana kebersihan
yang termasuk kelompok ibadah, seperti : wudhlu, tayamum, mandi (ghusl), pembersihan
gigi (siwak).
Adanya kewajiban shalat 5 waktu sehari merupakan jaminan terpeliharanya
kebersihan badan secara terbatas dan minimal, karena ibadah shalat itu baru sah kalau orang
terlebih dahulu membersihkan diri dengan berwudhlu. Demikian juga ibadah tersebut baru
sah jika pakaian dan tempat dimana kita melakukannya memang bersih. Jadi jaminan
kebersihan diri, pakaian dan lingkungan mereka yang melaksanakannya. Disinilah letaknya
ibadah itu ikut berperan membina kesehatan jasmani selain tentunya peran utamanya
membina kesehatan jiwa/rohani manusia.

36
DAFTAR PUSTAKA

http://www.academia.edu/5065802/Pengarang_Etiopatogenesis_Dermatofitosis_Etiopathoge
nesis_of_Dermatophytoses_
http://emedicine.medscape.com/article/1091806

Abdurrahim, Sulaiman. 2013. Manfaat wudhu: menjaga kesehatan kulit.


http://syaamilquran.com/manfaat-wudu-menjaga-kesehatan-kulit.html

Cholis M. Imunologi Dermatomikosis Superfisialis Dalam: Budimulya U, Kuswadji,


Bramono K, MenaldSL, Dwihastuti P, Widati S, editor. Dermatomikosis Superfisialis. Edisi
ketiga. Jakarta: Balai PenerbiFKUI; 2004. h. 7–18.

Kosasih. Kusta. 2002. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-3. Bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal 139-142

Kurnitati, Cita Rosita SP. Etiopatogenesis Dermatofitosis ( Etiopathogenesis of


Dermatphytosis).Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin. Vol. 20 No. 3 Desember 2008

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakrta:EGC

37

Anda mungkin juga menyukai