Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 2

KELOMPOK 5A

Tutor :
dr. Hasna Dewi, Sp.PA

Ayu Afsari G1A115095


Siti Hediaty G1A115096
Novia Martha Theresya G1A115097
Siti Agusriantina G1A115099
Dinda Asri Aisyah G1A115100
Yessica Destiana G1A115070
Mazida Hosmisi G1A115071
Vanessa Armelia Putri G1A115073
Meika Amsi Munte G1A115074
Anna Hanifa Defrita G1A115075

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN AJARAN 2017/2018
SKENARIO

Nenek W, 73 tahun terpeleset di kamar mandi. Nenek W mengeluh kesakitan pada


tungkainya. Saat ini kesadaran nenek W baik, ia dapat menjelaskan kepada keluarga
kronologis kejadian yang dialaminya. Nenek W segera dibawa ke RS dan dokter melakukan
memeriksaan rontgen pada kedua tungkai dan ditemukan adanya fraktur. Dokter menjelaskan
saat ini nenek W harus melakukan tiring baring untuk proses penyembuhan yang optimal dan
menjelaskan kepada keluarga komplikasi yang menimbulkan akibat tirah baring untuk proses
penyembuhan yang optimal dan menjelaskan kepada keluarga komplikasi yang ditimbulkan
akibat tirah baring yang lama. Dokter juga menjelaskan nenek W haruk mengjalani
rehabilitasi etelah sembuh dari fraktur.
KLARIFIKASI ISTILAH

Rontgen Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan sinar


radioaktif.

Fraktur Terputusnya kontinuitas tulang.

Tirah baring Individu yang mengalami keterbatasan gerak fisik dengan


jangka lama

Rehabilitasi Pemulihan kebentuk atau fungsi yang normal pasca sakit


untuk mencampai keadaan fisik, social, psikis yang
normal
IDENTIFIKASI MASALAH

1. Jelaskan mengenai struktur kulit dan fisiologi kulit ?


2. Bagaimana anatomi, histologi dan fisiologi tulang ?
3. Bagaimana fisiologi penuaan ?
4. Apa saja teori-teori penuaan ?
5. Apa saja penyebab jatuh pada lansia?
6. Bagaimana pencegahan jatuh pada lansia?
7. Apa makna klinis nenek W mengeluh kesakitan pada tungkai?
8. Apakah ada hubungan usia dengan jenis kelamin terhadap keluhan?
9. Jelaskan mengenai fraktur ?
10. Bagaimana prosedur pemeriksaan rontgen?
11. Bagaimana alur penegakan diagnosis pada nenek W?
12. Apa yang terjadi pada nenek W?
13. Bagaimana tatalaksana terhadap kasus nenek W ?
14. Apa saja jenis-jenis tirah baring? Dan bagaimana tirah baring yang baik pada
nenek W?
15. Apa saja komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat tirah baring yang lama?
16. Mengapa dokter menyarankan dilakukannya rehabilitas pada nenek W?
17. Bagaimana mengukur tinggi bdan pada lansia dan apa saja factor penyebab
bungkuk pada lansia ?
18. Apa saja tindakan yang dapat memperlambat penuaan ?
CURAH PENDAPAT

1. LI
2. LI
3. LI
4. LI
5. A. Penyebab :
 Kecelakaan
 Hipertensi
 Vertigo
 Sinkop
6. Pencegahan :
 Mengamati lingkungan sekitar
 Keseimbangan
7. Usia → rentan nyeri akibat fraktur
8. Ada
↓osteoblas → Esterogen menurun → rentan keropos/osteroporosis → rentan fraktur →
osteoblas↑
9. A. Fraktur terbuka
B. Fraktur tertutup
Daerah rentan fraktur :
- f. metatarsal
- f. metacarpal
- f. patella
- f. tibia
- f. Vertebrae

C. fraktur komplit

D. fraktur inkomplit

Etiologi : cedera kecelakaan, kontraksi ekstrim pada olahraga

Makna klinis : Deformitas, nyeri, edema, krepitasi, perubahan warna


Komplikasi :

- Komplikasi dini
- Komplikasi lanjut

Tatalaksana : reduksi, mobilisasi, rehabilisasi

Tahap penyembuhan : hematom, p. kalus, p. tulang, remodeling

10. AP, PA, lateral position


11. Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Tatalaksana
Edukasi
12. Fraktur tertutup pada tungkai kaki kanan dan kiri
13. LI
14. Jenis : TB komplit, imobilitas parsial ½, imobilitas pengobatan : p. jantung, p. respirasi
15. - Atrofi pada otot
- ISK
- Osteomitits
- Emboli paru
- Ulkus dekongitis
- Hipotensi postural
- Osteoporosis
16. Untuk mencegah komplikasi,
Untuk mencapai psikologis, fisik yang max,
Untuk Mengembalikan fungsi social, psikis yang max
17. LI
18. LI
ANALISIS MASALAH

1. Jelaskan mengenai struktur kulit dan fisiologi kulit ?


Jawab :
Struktur kulit Kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis dan dermis.
Epidermis merupakan jaringan epitel yang berasal dari ektoderm, sedangkan dermis
berupa jaringan ikat agak padat yang berasal dari mesoderm. Di bawah dermis
terdapat selapis jaringan ikat longgar yaitu hipodermis, yang pada beberapa tempat
terutama terdiri dari jaringan lemak.1
a. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel berlapis
gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari jaringan epitel, tidak
mempunyai pembuluh darah maupun limf; oleh karenaitu semua nutrien dan
oksigen diperoleh dari kapiler pada lapisan dermis. Epitel berlapis gepeng pada
epidermis ini tersusun oleh banyak lapis sel yang disebut keratinosit. Sel-sel ini
secara tetap diperbarui melalui mitosis sel-sel dalam lapis basal yang secara
berangsur digeser ke permukaan epitel. Selama perjalanannya, sel-sel ini
berdiferensiasi, membesar, dan mengumpulkan filamen keratin dalam
sitoplasmanya. Mendekati permukaan, selsel ini mati dan secara tetap dilepaskan
(terkelupas). Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai permukaan adalah 20
sampai 30 hari. Modifikasi struktur selama perjalanan ini disebut sitomorfosis dari
sel-sel epidermis. Bentuknya yang berubah pada tingkat berbeda dalam epitel
memungkinkan pembagian dalam potongan histologik tegak lurus terhadap
permukaan kulit. Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu, dari dalam ke luar, stratum
basal, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum
korneum.1
Stratum basal (lapis basal, lapis benih)
Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel yang tersusun
berderet-deret di atas membran basal dan melekat pada dermis di bawahnya.
Selselnya kuboid atau silindris. Intinya besar, jika dibanding ukuran selnya,
dan sitoplasmanya basofilik. Pada lapisan ini biasanya terlihat gambaran
mitotik sel, proliferasi selnya berfungsi untuk regenerasi epitel. Sel-sel pada
lapisan ini bermigrasi ke arah permukaan untuk memasok sel-sel pada lapisan
yang lebih superfisial. Pergerakan ini dipercepat oleh adalah luka, dan
regenerasinya dalam keadaan normal cepat.1
Stratum spinosum (lapis taju)
Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar berbentuk
poligonal dengan inti lonjong. Sitoplasmanya kebiruan. Bila dilakukan
pengamatan dengan pembesaran obyektif 45x, maka pada dinding sel yang
berbatasan dengan sel di sebelahnya akan terlihat taju-taju yang seolah-olah
menghubungkan sel yang satu dengan yang lainnya. Pada taju inilah terletak
desmosom yang melekatkan sel-sel satu sama lain pada lapisan ini. Semakin
ke atas bentuk sel semakin gepeng.1
Stratum granulosum (lapis berbutir)
Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung banyak granula
basofilik yang disebut granula keratohialin, yang dengan mikroskop elektron
ternyata merupakan partikel amorf tanpa membran tetapi dikelilingi ribosom.
Mikrofilamen melekat pada permukaan granula.1
Stratum lusidum (lapis bening)
Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya, dan
agak eosinofilik. Tak ada inti maupun organel pada sel-sel lapisan ini.
Walaupun ada sedikit desmosom, tetapi pada lapisan ini adhesi kurang
sehingga pada sajian seringkali tampak garis celah yang memisahkan stratum
korneum dari lapisan lain di bawahnya.1
Stratum korneum (lapis tanduk)
Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak berinti serta
sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Selsel yang paling permukaan merupa-
kan sisik zat tanduk yang terdehidrasi yang selalu terkelupas.

Sel-sel epidermis Terdapat empat jenis sel epidermis, yaitu: keratinosit,


melanosit, sel Langerhans, dan sel Merkel.1
Keratinosit
Keratinosit merupakan sel terbanyak (85-95%), berasal dari ektoderm
permukaan. Merupakan sel epitel yang mengalami keratinisasi, menghasilkan
lapisan kedap air dan perisai pelidung tubuh. Proses keratinisasi berlangsung
2-3 minggu mulai dari proliferasi mitosis, diferensiasi, kematian sel, dan
pengelupasan (deskuamasi). Pada tahap akhir diferensiasi terjadi proses
penuaan sel diikuti penebalan membran sel, kehilangan inti organel lainnya.
Keratinosit merupakan sel induk bagi sel epitel di atasnya dan derivat kulit
lain.1
Melanosit
Melanosit meliputi 7-10% sel epidermis, merupakan sel kecil dengan cabang
dendritik panjang tipis dan berakhir pada keratinosit di stratum basal dan
spinosum. Terletak di antara sel pada stratum basal, folikel rambut dan sedikit
dalam dermis. Dengan pewarnaan rutin sulit dikenali. Dengan reagen DOPA
(3,4- dihidroksi-fenilalanin), melanosit akan terlihat hitam. Pembentukan
melanin terjadi dalam melanosom, salah satu organel sel melanosit yang
mengandung asam amino tirosin dan enzim tirosinase. Melalui serentetan
reaksi, tirosin akan diubah menjadi melanin yang berfungsi sebagai tirai
penahan radiasi ultraviolet yang berbahaya.1
Sel Langerhans
Sel Langerhans merupakan sel dendritik yang bentuknya ireguler, ditemukan
terutama di antara keratinosit dalam stratum spinosum. Tidak berwarna baik
dengan HE. Sel ini berperan dalam respon imun kulit, merupakan sel
pembawa-antigen yang merangsang reaksi hipersensitivitas tipe lambat pada
kulit. Sel Merkel Jumlah sel jenis ini paling sedikit, berasal dari krista neuralis
dan ditemukan pada lapisan basal kulit tebal, folikel rambut, dan membran
mukosa mulut. Merupakan sel besar dengan cabang sitoplasma pendek. Serat
saraf tak bermielin menembus membran basal, melebar seperti cakram dan
berakhir pada bagian bawah sel Merkel. Kemungkinan badan Merkel ini
merupakan mekanoreseptor atau reseptor rasa sentuh.1
b. Dermis
Dermis terdiri atas stratum papilaris dan stratum retikularis, batas antara kedua lapisan
tidak tegas, serat antaranya saling menjalin.
Stratum papilaris
Lapisan ini tersusun lebih longgar, ditandai oleh adanya papila dermis yang
jumlahnya bervariasi antara 50 – 250/mm2 . Jumlahnya terbanyak dan lebih
dalam pada daerah di mana tekanan paling besar, seperti pada telapak kaki.
Sebagian besar papila mengandung pembuluh-pembuluh kapiler yang
memberi nutrisi pada epitel di atasnya. Papila lainnya mengandung badan
akhir saraf sensoris yaitu badan Meissner. Tepat di bawah epidermis serat-
serat kolagen tersusun rapat.1
Stratum retikularis
Lapisan ini lebih tebal dan dalam. Berkas-berkas kolagen kasar dan sejumlah
kecil serat elastin membentuk jalinan yang padat ireguler. Pada bagian lebih
dalam, jalinan lebih terbuka, rongga-rongga di antaranya terisi jaringan lemak,
kelenjar keringat dan sebasea, serta folikel rambut. Serat otot polos juga
ditemukan pada tempat-tempat tertentu, seperti folikel rambut, skrotum,
preputium, dan puting payudara. Pada kulit wajah dan leher, serat otot skelet
menyusupi jaringan ikat pada dermis. Otot-otot ini berperan untuk ekspresi
wajah. Lapisan retikular menyatu dengan hipodermis/fasia superfisialis di
bawahnya yaitu jaringan ikat longgar yang banyak mengandung sel lemak.1
Sel-sel dermis
Jumlah sel dalam dermis relatif sedikit. Sel-sel dermis merupakan sel-sel
jaringan roblas, sel lemak, sedikit makrofag dan sel mast.
c. Hipodermis
Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis disebut hipodermis. Ia berupa
jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus terorientasi terutama sejajar
terhadap permukaan kulit, dengan beberapa di antaranya menyatu dengan yang dari
dermis. Pada daerah tertentu, seperti punggung tangan, lapis ini meungkinkan gerakan
kulit di atas struktur di bawahnya. Di daerah lain, serat-serat yang masuk ke dermis
lebih banyak dan kulit relatif sukar digerakkan. Sel-sel lemak lebih banyak daripada
dalam dermis. Jumlahnya tergantung jenis kelamin dan keadaan gizinya. Lemak
subkutan cenderung mengumpul di daerah tertentu. Tidak ada atau sedikit lemak
ditemukan dalam jaringan subkutan kelopak mata atau penis, namun di abdomen,
paha, dan bokong, dapat mencapai ketebalan 3 cm atau lebih. Lapisan lemak ini
disebut pannikulus adiposus.1

Fisiologi Kulit

Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh.
Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi,
pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan vitamin D. Kulit juga sebagai
barier infeksi dan memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan.2

a. Fungsi proteksi Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara
sebagai berikut:2
1) Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat kimia.
2) Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan
dehidrasi, selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh
melalui kulit.
3) Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut dari
kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di
permukaan kulit.
4) Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya. Pada
stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di
sekitarnya. Pigmen ini bertugas melindungi materi genetik dari sinar matahari,
sehingga materi genetik dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan
pada proteksi oleh melanin, maka dapat timbul keganasan.
5) Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif. Yang
pertama adalah sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap
mikroba. Kemudian ada sel fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba yang
masuk melewati keratin dan sel Langerhans
b. Fungsi absorpsi2
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti
vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida.
Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air memungkinkan
kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa material
toksik dapat diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri. Beberapa obat juga
dirancang untuk larut lemak, seperti kortison, sehingga mampu berpenetrasi ke
kulit dan melepaskan antihistamin di tempat peradangan. Kemampuan absorpsi
kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan
jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antarsel atau
melalui muara saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis
daripada yang melalui muara kelenjar.
c. Fungsi ekskresi2
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar eksokrinnya,
yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:
1) Kelenjar sebasea Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada
folikel rambut dan melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju lumen.
Sebum dikeluarkan ketika muskulus arektor pili berkontraksi menekan kelenjar
sebasea sehingga sebum dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit.
Sebum tersebut merupakan campuran dari trigliserida, kolesterol, protein, dan
elektrolit. Sebum berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan
memproteksi keratin.
2) Kelenjar keringat Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL
air dapat keluar dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari. Seorang
yang bekerja dalam ruangan mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, dan
bagi orang yang aktif jumlahnya lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan
panas, keringat juga merupakan sarana untuk mengekskresikan garam,
karbondioksida, dan dua molekul organik hasil pemecahan protein yaitu amoniak
dan urea.
Terdapat dua jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar
keringat merokrin.
 Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila, payudara dan pubis,
serta aktif pada usia pubertas dan menghasilkan sekret yang kental dan bau
yang khas. Kelenjar keringat apokrin bekerja ketika ada sinyal dari sistem
saraf dan hormon sehingga sel-sel mioepitel yang ada di sekeliling kelenjar
berkontraksi dan menekan kelenjar keringat apokrin. Akibatnya kelenjar
keringat apokrin melepaskan sekretnya ke folikel rambut lalu ke
permukaan luar.
 Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di daerah telapak tangan dan
kaki. Sekretnya mengandung air, elektrolit, nutrien organik, dan sampah
metabolism. Kadar pH-nya berkisar 4,0−6,8 dan fungsi dari kelenjar
keringat merokrin adalah mengatur temperatur permukaan,
mengekskresikan air dan elektrolit serta melindungi dari agen asing
dengan cara mempersulit perlekatan agen asing dan menghasilkan
dermicidin, sebuah peptida kecil dengan sifat antibiotik.
d. Fungsi persepsi Kulit2
mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap
rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis.
Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis,
badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan,
demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan
terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik
tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.
e. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)2
Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) melalui dua
cara: pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler.
Pada saat suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak
serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa
keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan
lebih sedikit keringat dan mempersempit pembuluh darah (vasokonstriksi)
sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh.
f. Fungsi pembentukan vitamin D2
Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7 dihidroksi
kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet. Enzim di hati dan ginjal lalu
memodifikasi prekursor dan menghasilkan kalsitriol, bentuk vitamin D yang aktif.
Calcitriol adalah hormon yang berperan dalam mengabsorpsi kalsium makanan
dari traktus gastrointestinal ke dalam pembuluh darah. Walaupun tubuh mampu
memproduksi vitamin D sendiri, namun belum memenuhi kebutuhan tubuh secara
keseluruhan sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.Pada
manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya pembuluh darah,
kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit.
2. Bagaimana anatomi, histologi dan fisiologi tulang ?
Jawab :
Anatomi Tulang
Tulang adalah jaringan hidup yang strukturnya dapat berubah apabila mendapat
tekanan. Seperti jaringan ikat lain, tulang terdiri atas sel-sel, serabut-serabut, dan
matriks. Tulang bersifat keras oleh karena matriks ekstraselularnya mengalami
kalsifikasi, dan mempunyai derajat elastisitas tertentu akibat adanya serabut-serabut
organik.
Dapat dibedakan dua jenis tulang, yakni tulang kompakta dan tulang spongiosa.
Perbedaan antara kedua jenis tulang tadi ditentukan oleh banyaknya bahan padat dan
jumlah serta ukuran ruangan yang ada di dalamnya. Semua tulang memiliki kulit luar
dan lapisan substansia spongiosa di sebelah dalam, kecuali apabila masa substansia
spongiosa diubah menjadi cavitas medullaris (rongga sumsum).3

Klasifikasi Tulang Berdasarkan Bentuk


a. Tulang Panjang
Pada tulang ini, panjangnya lebih besar daripada lebarnya. Tulang ini mempunyai
corpus berbentuk tubular, diafisis, dan biasanya dijumpai epifisis pada ujung-
ujungnya. Selama masa pertumbuhan, diafisis dipisahkan dari epifisis oleh
kartilago epifisis. Bagian diafisis yang terletak berdekatan dengan kartilago
epifisis disebut metafisis. Corpus mempunyai cavitas medullaris di bagian tengah
yang berisi sumsum tulang. Bagian luar corpus terdiri atas tulang kompakta yang
diliputi oleh selubung jaringan ikat yaitu periosteum. Ujung-ujung tulang panjang
terdiri atas tulang spongiosa yang dikelilingi oleh selapis tipis tulang kompakta.
Facies artikularis ujung-ujung tulang diliputi oleh kartilago hialin. Tulang-tulang
panjang yang ditemukan pada ekstremitas antara lain tulang humerus, femur, ossa
metacarpi, ossa metatarsal dan phalanges.3
b. Tulang Pendek
Tulang-tulang pendek ditemukan pada tangan dan kaki. Contoh jenis tulang ini
antara lain os Schapoideum, os lunatum,dan talus. Tulang ini terdiri atas tulang
spongiosa yang dikelilingi oleh selaput tipis tulang kompakta. Tulang-tulang
pendek diliputi periosteum dan facies articularis diliputi oleh kartilago hialin.3
c. Tulang Pipih
Bagian dalam dan luar tulang ini terdiri atas lapisan tipis tulang kompakta, disebut
tabula, yang dipisahkan oleh selaput tipis tulang spongiosa, disebut diploe.
Scapula termasuk di dalam kelompok tulang ini walaupun bentuknya iregular.
Selain itu tulang pipih ditemukan pada tempurung kepala seperti os frontale dan
os parietale.3
d. Iregular
Tulang-tulang iregular merupakan tulang yang tidak termasuk di dalam kelompok
yang telah disebutkan di atas (contoh, tulang-tulang tengkorak, vertebrae, dan os
coxae). Tulang ini tersusun oleh selapis tipis tulang kompakta di bagian luarnya
dan bagian dalamnya dibentuk oleh tulang spongiosa.3
e. Tulang Sesamoid
Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang ditemukan pada tendo-tendo
tertentu, tempat terdapat pergeseran tendo pada permukaan tulang. Sebagian besar
tulang sesamoid tertanam di dalam tendon dan permukaan bebasnya ditutupi oleh
kartilago. Tulang sesamoid yang terbesar adalah patella, yang terdapat pada tendo
musculus quadriceps femoris. Contoh lain dapat ditemukan pada tendo musculus
flexor pollicis brevis dan musculus flexor hallucis brevis, fungsi tulang sesamoid
adalah mengurangi friksi pada tendo, dan merubah arah tarikan tendo.3

Fisiologi Tulang
a. Menopang Tubuh
Sistem kerangka adalah sistem yang memberikan bentuk pada tubuh juga
menopang jaringan lunak dan sebagai titik perlekatan tendon dari sebagian besar
otot.3
b. Proteksi
Sistem kerangka melindungi sebagian besar organ dalam tubuh yang sangan
penting untuk berlangsungnya kehidupan, seperti otak yang dilindungi oleh tulang
cranial, vertebrae yang melindungi sistem saraf dan tulang costa yang melindungi
jantung dan paru-paru.3
c. Mendasari Gerakan
Sebagian besar dari otot melekat pada tulang, dan ketika otot berkontraksi, maka
otot akan menarik tulang untuk melakukan pergerakan.3
d. Homeostasis Mineral (penyimpanan dan pelepasan)
Jaringan tulang menyimpan beberapa mineral khususnya kalsium dan fosfat yang
berkontribusi untuk menguatkan tulang. Jaringan tulang menyimpan 99% dari
kalsium dalam tubuh. Apabila diperlukan, kalsium akan dilepaskan dari tulang ke
dalam darah untuk menyeimbangkan krisis keseimbangan mineral dan memenuhi
kebutuhan bagian tubuh yang lain.3
e. Memproduksi Sel Darah
Sumsum tulang merah adalah tempat dibentuknya sel darah merah, beberapa
limfosit, sel darah putih granulosit dan trombosit.3
f. Penyimpanan Trigliserid
Sumsum tulang kuning sebagian besar terdiri dari sel adiposa yang menyimpan
trigliserid.3

Histologi tulang
Struktur umum jaringan tualng terdiri dari matrik tulang, bahan inetrsel yang mengalami
kalsifikasi, osteosit (sel tulang) yang terdapat dalam lakuna (rongga) pada matrik, osteoblas
yang berperan untuk sintesis bahan organik matrik tulang : serabut kolagen dan glikoprotein
dan osteoklas : sel raksasa yang berperan untuk perombakan matrik tualng dan perubahan
bentuk jaringan tulang.3
a. Osteoblas
Adalah bentuk sel tulang muda, fungsi penting dari sel ini adalah untuk sintesis
bahan organik matrik tulang yaitu serabut kolagen dan glikoprotein. Bila aktif
mensintesis osteoblas menunjukkan sel yang berbentuk kuboid, mempunyai
sitoplasma basofilik, mempunyai prosesus sitoplasmik yang memungkinkan
berhubungan dengan osteoblas lain/ disekitarnya,retikulum endoplasmik granuler
dan aparatus golgi yang berkembang dengan baik. Mereka adalah molekul yang
mempunyai polarisasi, pengeluaran molekul yang disentesis melalui permukaan
sel yang berhubungan dengan matrik tulang, nukleus besar dan bulat, mempunyai
kromatin halus yang tersebar terutama pada sisi sel yang jauh dari matrik.
Osteoblas dikelilingi matrik yang baru disintesis dikenal dengan osteoklas.3
b. Osteosit
adalah sel-sel tulang yang matur yang terbungkus dalam lapisan-lapisan matrik
tulang yang telah mengalami mineralisasi, osteosit mempunyai juluran filopodial
yang menggandengkan dengan sel tulang lain saluran filopodial ini (kanalikuli)
memungkinkan difusi nutrisi dari kapiler terdekat menuju osteosit-osteosit yang
jauh, fenomena ini bisa mendukung nutrisi bagi kira-kira 15 rantai lingkaran /
lamela osteosit. Osteosit lebih kecil dibanding osteoblas, mempunyai retikulum
endoplasmik dan aparatus golgi jauh lebih sedikit dibanding osteoblas serta
kromatin inti yang lebih padat, mempunyai fungsi memelihara matrik tulang.
Osteosit dan osteoblast diketahui mempunyai kalsium fosfat yang berikatan
dengan protein atau glikoprotein, suatu indikasi kemampuan untuk melakukan
kalsifikasi matrik.3
c. Matrik tulang
bahan anorganik utama dalam matrik tulang adalah kalsium dan fosfor, keduanya
membentuk kristal hidroksiapatit yang terletak di samping fibril kolagen dan
dikelilingi zat dasar amorf. Ion-ion permukaan hidroksiapatit terhidrasi dan satu
lapisan air dan ion terbentuk disekitar kristas tersebut lapisan ini disebut kulit
hidrasi / hydration shell yang mempermudah pertukaran ion diantara kristal
tersebut dan cairan tubuh. Adapun bahan organik matrik tulang adalah dominan
serabut kolagen, dan zat dasar amorf yang mengandung glikoaminoglikan yang
berhubungan dengan protein. Glikoaminoglikan tulang adalah : kondroitin 4-
sulfat, kondroitin- 6 sulfat dan keratan sulfat, hubungan hidroksiapatit dengan
serabut kolagen berhubungan dengan kekuatan dan resistensi yang merupakan ciri
pokok ulang.3
d. Periosteum dan endoosteum
Permukaan dalam dan luar jaringan tulang dilapisi oleh endoosteum dan
periosteum, suatu jaringan ikat yang penting bagi jaringan tulang, keduanya
vaskuler dan mempunyai sel dengan morfologi fibroblas yang berdiferensiasi
menjadi osteoblas yang memegang peranan dalam pertumbuhan dan perbaikan
jaringan tulang dan menjaga suplai nutrisi bagi sel-sel tulang dari keberadaanya
yang vaskuler, perbaikan kerusakan tulang akan dilakukan oleh diferensiasi sel-sel
di periosteum dan endoosteum menjadi sel-sel tulang baru.3

3. Bagaimana fisiologi penuaan ?


Jawab :

Penuaan pada lansia memungkinkan terjadinya penurunanan atomis dan


fungsional tubuh yang sangat besar. Pada lansia terjadi penurunan kekuatan sebesar
88%, fungsi pendengaran 67%, pengelihatan 72%, daya ingat 61%, serta kelenturan
tubuh yang menurun sebesar 64%.Permasalahan yang muncul pada lansia dapat
disebabkan karena adanya perubahan fisiologis yang terjadi pada tubuh. Beberapa
perubahan fisiologis yang terjadi akibat proses penuaan antara lain:4,5

1. Sistem Panca Indera


a. Penglihatan
Semakin bertambahnya usia, lemak akan berakumulasi disekitar
kornea dan membentuk lingkaran berwarna putih atau kekuningan di antara
iris dan sclera yang disebut arkus sinilis. Terjadi penurunan kemampuandalam
melakukan akomodasi, konstriksidan terjadi perubahan warna serta kekeruhan
lensa mata, yaitu katarak.Hal ini akan berdampak pada penurunan kemampuan
sistem visual.4,5
b. Pendengaran
Pada lansia sering didapatkan prebiskusis yaitu perubahan yang terjadi
pada pendengaran akibatpenurunan fungsi sensorineural.Hal ini terjadi karena
telingabagian dalam dan komponen saraf tidak berfungsi dengan baik.Pada
telinga bagian tengah terjadi pengecilan daya tangkap membran timfani,
pengapuran dari tulang pendengaran, lemah dan kakunya otot dan ligament
sehingga dapat terjadi gangguan konduksi suara. Pada telinga bagian luar
terjadi perpanjangan dan penebalan rambut, kulitmenjadi lebih tipis dan kering
serta terjadi peningkatan keratin sehingga sering terbentuk serumen yang
berdampak pada gangguan konduksi suara. Halini dapat berdampak pula
terhadap komponen vestibular yang terletak di telinga bagian dalam yang
berperan sangat penting terhadap keseimbangan tubuh. 4,5
c. Perabaan
Pada lansia terjadi penurunan korpus free nerve ending pada kulit
sehingga sensitivitas dalam perabaan berkurang. Rasa tersebut berbeda untuk
setiap bagian tubuh sehingga terjadi penurunan dalam merasakan tekanan,
raba panas dan dingin.Ini menyebabkan kurangnya informasi tentang kekuatan
otot, ketegangan otot, kontraksi otot dan juga nyeri, suhu, tekanan danposisi
sendi. Hal ini berdampak pada keseimbangan yang akan terganggu. 4,5
2. Sistem muskuloskeletal
a) Otot
Perubahan yang jelas pada sistem ototlansia adalah berkurangnya massa
ototakibatatrofi karena berkurangnya aktivitas,gangguan metabolik atau
denervasi saraf. Perubahan ini akanmenyebabkan laju metabolik basal dan laju
konsumsi oksigen maksimal berkurang sehingga otot menjadi lebih mudah
capek dan kecepatan kontraksi akan melambat. Selain dijumpai penurunan
massa otot, juga dijumpai berkurangnya rasio otot dengan jaringan lemak.
Akibatnya otot akan berkurangkemampuannya sehingga dapat mempengaruhi
postur terutama apabila kurang berolahraga. 4,5
b) Tulang
Pada lansia dijumpai proses kehilangan massa tulang dan kandungan
kalsium tubuh, serta perlambatan remodeling dari tulang. Massa tulang
akanmencapai puncak pada pertengahan usia dua puluhan (di bawah usia 30
tahun).Hal ini terjadi karena penurunan hormon estrogen pada wanita,
vitaminD, dan beberapa hormon lain. Tulang-tulang trabekular menjadi lebih
berongga,mikroarsitekur berubah dan sering patah baik akibat benturan ringan
maupun spotan dan juga terjadi peningkatan resiko osteoporosis. 4,5
c) Perubahan postur
Perubahan postur dapat dihubungkan dengan keseimbangan dan resiko
jatuh pada lansia. Degenerasi pada vertebrae dapat mempengaruhi saraf pusat
yang berguna untuk stabilitas postural.Perubahan yang terjadi pada sistem
saraf dan tulang memungkinkan terjadinya penurunan kontrol terhadap
postural secara statis. Selanjutnya,perubahan otot, jaringan pengikat dan kulit
dapat mempengaruhi perubahan postur. Adanya trauma, gaya hidup atau
kebiasaan memakai sepatu hak tinggijuga memberi kontribusi pada percepatan
perubahan postur lansia. Perubahan postur ini tentunya akan berpengaruh pada
keseimbangan saat berdiri karena pusatgravitasi pada tubuh juga turut
berubah. 4,5

3. Sistem persarafan
a. Saraf pusat
Pada lansia akan terjadi penurunan berat otak pada usia 45-50
tahunkurang lebih 11% dari berat maksimal. Otak mengandung 100juta sel
termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi menyalurkan impulslistrik
dari susunan saraf pusat.Pada penuaan, otak kehilangan 100.000 neuron/tahun.
Terjadi atroficerebal (berat otak menurun 10%) antar usia 30-70 tahun. Secara
berangsur-angsur tonjolan dendrit di neuron hilang disusul membengkaknya
batang dendritdan batang sel. Secara progresif terjadi fragmentasi dan
kematian sel. 4,5
b. Saraf perifer
Saraf perifer tepi adalah jaringan saraf untuk semua gerakan
(sarafmotorik) dan sensasi (saraf sensoris). Jaringan saraf ini berhubungan
dengan sistem sarat pusat (SSP) melalui batang otak danpada beberapa tempat
sepanjangkord spinal. Penuaan menyebabkan penurunan presepsi sensorik dan
respon motorikpada susunan SSP. Hal ini terjadi karena SSP pada usia lanjut
usia mengalami perubahan. Berat otak pada lansia berkurang berkaitan dengan
berkurangnya kandungan protein dan lemak pada otak sehingga otak menjadi
lebih ringan. Daya hantar saraf mengalami penurunan 10% sehingga gerakan
menjadilambat. Akson dalam medula spinalis menurun 37%. Perubahan
tersebut mengakibatkan penurunan kognitif, koordinasi, keseimbangan,
kekuatan otot,reflek, perubahan postur dan waktu reaksi. Secara fungsional
terdapat suatu perlambat reflek tendon, terdapat kecenderungan kearah tremor
dan langkah yang pendek-pendek atau gaya berjalan dengan langkah kaki
melebar disertai dengan berkurangnya gerakan yang sesuai.Waktu reaksi
menjadi lebih lambat, dengan penurunan atau hilangnya hentakan pergelangan
kaki dan pengurangan reflek lutut, bisep dan trisep terutama
karenapengurangan dendrit dan perubahan pada sinaps, yang memperlambat
konduksi. 4,5

4. Sistem Cardiovascular

Seiring bertambahnya usia, pada pembuluh darah, jumlah kolagen


meningkat dan menjadi kurang elastis, pembuluh arteri menjadi kaku, tekanan
darah sistolik dan denyut nadi cenderungmeningkat.Vaskularisasi yang
berkurang menyebabkan memburuknya pemberian nutrisi dan oksigen ke
jaringan. Atropi yang terjadi pada otot-otot tubuh juga terjadi pada otot
jantung terutama ventrikel kiri, kalsifikasi pada vulva jantung, kehilangan
elastisitas pada dinding arteri (arteriosclerosis) serta deposit-deposit yang
bertumpuk di dalam arteri(atherosclerosis). Akibatnya terjadi penurunan
cardiac output, sensitifitas baroreseptor serta automatisitas nodus SA.
Seterusnya suplai darah yang semakin lemah akan mengakibatkan penurunan
stamina, fungsi ginjal dan hati yang semakin lemah serta berkurangnya suplai
oksigen dan energi ke sel-sel seluruh tubuh. 4,5

5. SistemUrinari

Dengan meningkatnya usia terjadi kerusakan sebagian dari nefron


padaginjalatau dengan kata lain glomeruli yang abnormal sehingga fungsi dari
ginjal akan menurun, osmolariti urine berkurang.Penurunan fungsi sekresi
meningkatkan retensi sampah produk metabolisme dan memiliki potensi
penyebab terjadinya kerusakan skala rendah sel-sel di seluruh tubuh.4,5

4. Apa saja teori-teori penuaan ?


Jawab :
Teori Penuaan
a) Teori Biologis
Teori biologi merupakan teori yang menjelaskan mengenai proses fisik
penuaan yang meliputi perubahan fungsi dan struktur organ, pengembangan,
panjang usia dan kematian (Christofalo dalam Stanley). Perubahan yang
terjadi di dalam tubuh dalam upaya berfungsi secara adekuat untuk dan
melawan penyakit dilakukan mulai dari tingkat molekuler dan seluler dalam
sistem organ utama. Teori biologis mencoba menerangkan menganai proses
atau tingkatan perubahan yang terjadi pada manusia mengenai perbedaan cara
dalam proses menua dari waktu ke waktu serta meliputi faktor yang
mempengaruhi usia panjang, perlawanan terhadap organisme dan kematian
atau perubahan seluler.6
 Teori Genetika
Teori genetika merupakan teori yang menjelaskan bahwa
penuaan merupakan suatu proses yang alami di mana hal ini telah
diwariskan secara turun-temurun (genetik) dan tanpa disadari untuk
mengubah sel dan struktur jaringan. Teori genetika terdiri dari teori
DNA, teori ketepatan dan kesalahan, mutasi somatik, dan teori
glikogen. DNA merupakan asam nukleat yang berisi pengkodean
mengenai infornasi aktivitas sel, DNA berada pada tingkat molekuler
dan bereplikasi sebelum pembelahan sel dimulai, sehingga apabila
terjadi kesalahan dalam pengkodean DNA maka akan berdampak pada
kesalahan tingkat seluler dan mengakibatkan malfungsi organ. Pada
manusia, berlaku program genetik jam biologi di mana program
maksimal yang diturunkan adalah selama 110 tahun. Sel manusia
normal akan membelah 50 kali dalam beberapa tahun. Sel secara
genetik diprogram untuk berhenti membelah setelah mencapai 50
divisi sel, pada saat itu sel akan mulai kehilangan fungsinya. 6
Teori genetika dengan kata lain mengartikan bahwa proses
menua merupakan hal yang tidak dapat dihindari dan akan semakin
terlihat bila usia semakin bertambah. Teori ini juga bergantung dari
dampak lingkungan pada tubuh yang dapat mempengaruhi susunan
molekular.6

b) Teori Wear And Tear (Dipakai dan Rusak)


Teori Wear And Tear mengajukan akumulasi sampah metabolik atau
zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA. August Weissmann berpendapat
bahwa sel somatik nomal memiliki kemampuan yang terbatas dalam
bereplikasi dan menjalankan fungsinya. Kematian sel terjadi karena jaringan
yang sudah tua tidak beregenerasi. Teori wear and tear mengungkapkan bahwa
organisme memiliki energi tetap yang terseddia dan akan habis sesuai dengan
waktu yang diprogramkan. 6
c) Teori Rantai Silang
Teori rantai silang mengatakan bahwa struktur molekular normal yang
dipisahkan mungkin terikat bersama-sama melalui reaksi kimia. Agen rantai
silang yang menghubungkan menempel pada rantai tunggal. Dengan
bertambahnya usia, mekanisme pertahanan tubuh akan semakin melemah, dan
proses cross-link terus berlanjut sampai terjadi kerusakan. Hasil akhirnya
adalah akumulasi silang senyawa yang menyebabkan mutasi pada sel, ketidak
mampuan untuk menghilangkan sampah metabolic.6
d) Riwayat Lingkungan
Menurut teori ini, faktor yang ada dalam lingkungan dapat membawa
perubahan dalam proses penuaan. Faktor-faktor tersebut merupakan
karsinogen dari industri, cahaya matahari, trauma dan infeksi.6
e) Teori Imunitas
Teori imunitas berhubungan langsung dengan proses penuaan. Selama
proses penuaan, sistem imun juga akan mengalami kemunduran dalam
pertahanan terhadap organisme asing yang masuk ke dalam tubuh sehingga
pada lamsia akan sangat mudah mengalami infeksi dan kanker.1 perubahan
sistem imun ini diakibatkan perubahan pada jaringan limfoid sehingga tidak
adanya keseimbangan dalam sel T intuk memproduksi antibodi dan kekebalan
tubuh menurun.6
Pada sistem imun akan terbentuk autoimun tubuh. Perubahan yang
terjadi merupakan pengalihan integritas sistem tubuh untuk melawan sistem
imun itu sendiri.6
f) Teori Lipofusin dan Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan contoh produk sampah metabolisme yang
dapat menyebabkan kerusakan apabila terjadi akumulasi. Normalnya radikal
bebas akan dihancurkan oleh enzim pelindung, namun beberapa berhasil lolos
dan berakumulasi di dalam organ tubuh. Radikal bebas yang terdapat di
lingkungan seperti kendaraan bermotor, radiasi, sinar ultraviolet,
mengakibatkan perubahan pigmen dan kolagen pada proses penuaan.6
Radikal bebas tidak mengandung DNA. Oleh karena itu, radikal bebas
dapat menyebabkan gangguan genetik dan menghasilkan produk-produk
limbah yang menumpuk di dalam inti dan sitoplasma. Ketika radikal bebas
menyerang molekul, akan terjadi kerusakan membran sel; penuaan
diperkirakan karena kerusakan sel akumulatif yang pada akhirnya
mengganggu fungsi.6
Dukungan untuk teori radikal bebas ditemukan dalam lipofusin, bahan
limbah berpigmen yang kaya lemak dan protein. Peran lipofusin pada penuaan
mungkin kemampuannya untuk mengganggu transportasi sel dan replikasi
DNA. Lipofusin, yang menyebabkan bintik-bintik penuaan, adalah dengan
produk oksidasi dan oleh karena itu tampaknya terkait dengan radikal bebas.6
g) Teori Neuroendokrin
Teori neuroendokrin merupakan teori yang mencoba menjelaskan
tentang terjadinya proses penuaan melalui hormon. Penuaan terjadi karena
adanya keterlambatan dalam sekresi hormon tertentu sehingga berakibat pada
sistem saraf.6
Hormon dalam tubuh berperan dalam mengorganisasi organ-organ
tubuh melaksanakan tugasnya dam menyeimbangkan fungsi tubuh apabila
terjadi gangguan dalam tubuh.6
Pengeluaran hormon diatur oleh hipotalamus dan hipotalamus juga
merespon tingkat hormon tubuh sebagai panduan untuk aktivitas hormonal.
Pada lansia, hipotalamus kehilangan kemampuan dalam pengaturan dan
sebagai reseptor yang mendeteksi hormon individu menjadi kurang sensitif.
Oleh karena itu, pada lansia banyak hormon yang tidak dapat dapat disekresi
dan mengalami penurunan keefektivitasan.6
Penurunan kemampuan hipotalamus dikaitkan dengan hormon kortisol.
Kortisol dihasilkan dari kelenjar adrenal (terletak di ginjal) dan kortisol
bertanggung jawab untuk stres. Hal ini dikenal sebagai salah satu dari
beberapa hormon yang meningkat dengan usia. Jika kerusakan kortisol
hipotalamus, maka seiring waktu hipotalamus akan mengalami kerusakan.
Kerusakan ini kemudian dapat menyebabkan ketidakseimbangan hormon
sebagai hipotalamus kehilangan kemampuan untuk mengendalikan sistem.6
h) Teori Organ Tubuh (Single Organ Theory)
Teori penuaan organ tunggal dilihat sebagai kegagalan penyakit yang
berhubungan dengan suatu organ tubuh vital. orang meninggal karena
penyakit atau keausan, menyebabkan bagian penting dari tubuh berhenti
fungsi sedangkan sisanya tubuh masih mampu hidup. Teori ini berasumsi
bahwa jika tidak ada penyakit dan tidak ada kecelakaan, kematian tidak akan
terjadi.6
i) Teori Umur Panjang dan Penuaan (Longevity and Senescence Theories)
Palmore (1987) mengemukakan dari beberapa hasil studi, terdapat
faktor-faktor tambahan berikut yang dianggap berkontribusi untuk umur
panjang: tertawa; ambisi rendah, rutin setiap hari, percaya pada Tuhan;
hubungan keluarga baik, kebebasan dan kemerdekaan; terorganisir, perilaku
yang memiliki tujuan, dan pandangan hidup positif.6
Wacana yang timbul dari teori ini adalah sindrom penuaan merupakan
sesuatu yang universal, progresif, dan berakhir dengan kematian.
j) Teori Harapan Hidup Aktif dan Kesehatan Fungsional
Penyedia layanan kesehatan juga tertarik dalam masalah ini karena
kualitas hidup tergantung secara signifikan berkaitan, dengan tingkat fungsi.
pendekatan fungsional perawatan pada lansis menekankan pada hubungan
yang kompleks antara biologis, sosial, dan psikologis yang mempengaruhi
kemampuan fungsional seseorang dan kesejahteraannya.6
k) Teori Medis (Medical Theories)
Teori medis geriatri mencoba menjelaskan bagaimana perubahan
biologis yang berhubungan dengan proses penuaan mempengaruhi fungsi
fisiologis tubuh manusia. Biogerontologi merupakan subspesialisasi terbaru
yang bertujuan menentukan hubungan antara penyakit tertentu dan proses
penuaan. Metode penelitian yang lebih canggih telah digunakan dan banyak
data telah dikumpulkan dari subjek sehat dalam studi longitudinal, beberapa
kesimpulan menarik dari penelitian tiap bagian berbeda.6
5. Apa saja penyebab jatuh pada lansia?
Jawab :
a. Kecelakaan (merupakan penyebab utama) 30-50% kasus lansia7
 Murni kecelakaan, misalnya terpleset, tersandung.
 Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan akibat
proses menua. Misalnya karena mata kurang jelas, benda-benda yang ada
di rumah tertabrak, lalu jatuh.
b. Nyeri kepala dan/atau vertigo7
 Penyakit vestibular
 Penyakit sistem saraf
c. Hipotensi orthostatik: 7
 Hipovolemia / curah jantung rendah
 Disfungsi otonom
 Gangguan aliran darah balik vena
 Terlalu lama berbaring
 Hipotensi sesudah makan
 Pengaruh obat-obat hipotensi
d. Obat-obatan:7
 Diuretik, antihipertensi, antidepresan golongan trisiklik, sedatif,
antipsikotik, Obat-obat hipoglikemik serta alcohol.
e. Proses penyakit yang spesifik, misalnya: 7
 Kardiovaskular
Aritmia, Stenosis aorta, sinkope sinus carotis
 Neurologi
TIA, Stroke, serangan jantung, Parkinson, kompresi saraf spinal karena
Spondilosis, penyakit serebelum
f. Sinkope (kehilangan kesadaran secaratiba-tiba): 7
 Drop attack (serangan roboh): Hilangnya kesadaran mendadak.
 Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba
 Terbakar matahari
g. Idiopatik:7
 Tidak ada penyebab yang dapat diidentifikasi

6. Bagaimana pencegahan jatuh pada lansia?


Jawab :
Terdapat 3 usaha pokok untuk pencegahan, antara lain :
a. Identifikasi factor risiko8
Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya factor
intrinsic risiko jatuh, perlu dilakukan assesmen keadaan sensorik, neurologic,
musculoskeletal dan penyakit sistemik yang mendasari/menyebabkan jatuh.
Keadaan-keadaan ini berupa lingkungan rumah baik berupa penerangan rumah,
lantai pijakan untuk lansia ataupun tempat yang diusahakan untuk tidak
mengganggu aktifitas lansia. Dan juga perlu di perhatikan obat-obatan yang akan
di konsumsi oleh lansia yang mnaa dapat menyebabkan gangguan pada lansia
karena mekanisme obat tersebut mengganggu system yang ada pada tubuh lansia.
Apabila lansia menggunakan alat bantu berjalan sebaiknya lansia diberikan
tongkat, tripod, truk atau walker yang terbuat dari bahan yang kuat dan ringan
sehingga tidak mengganggu lansia.
b. Penilaian pola berjalan (gait) dan keseimbangan8
1. Penilaian pola berjalan secara klinis.
Salah satu bentuk aplikasi fugnsional dari gerak tubuh adalah pola jalan.
keseimbangan, kekuatan, dan fleksibilitas di perlukan untuk mempertahankan
postur yang baik. Ketiga elemen itu merupakan dasar untuk mewujudkan pola
jalan yang baik pada setiap individu.
2. Penilaian keseimbangan
Pemeriksaan keseimbangan seharusnya dilakukan saat berdiri secara statistic
dan dinamik, termasuk pemeriksaan kemampuan untuk bertahan terhadap
ancaman baik internal dan eksternal, tes tersebut berupa penghilangan input
visual saat berdiri dengan kaki menyempit (Tes Romberg). Kemampuan untuk
mempertahankan postur berdiri sebagai respon dari gangguan internal yang
dapat dilakukan dengan meminta pasien untuk melakukan tes pencapaian
fungsional, tes tersebut berupa tes reflek yang benar (The Test of tighting
reflexes).
c. Mengatur/mengatasi factor situasional8
Factor situasional yang bersifat serangan akut/eksaserbasi akut penyakit yang di
derita lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lansia secara
periodic.dan perlu pula diberitahukan kepada lansia untuk tidak melakukan
aktifitas fisik yang sangat melelahkan atau berisiko untuk terjadinya jatuh pada
lansia.

7. Apa makna klinis nenek W mengeluh kesakitan pada tungkai?


Jawab :

Nenek W diduga mengalami nyeri akibat adanya fraktur femur, manifestasi klinis
dari fraktur adalah hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus,
pembengkakan lokal,perubahan warna dan nyeri yang merupakan sensasi subjektif
dan pengalaman emosional tidak menyenangkan yang memperlihatkan
ketidaknyamanan secara verbal dan non verbal berkaitan dengan kerusakan jaringan
yang aktual dan potensial yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi
kerusakan. Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal
yang disebabkan oleh stimulus tertentu. 9

Nyeri akibat trauma ini muncul sebagai akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami
kerusakan. Reseptor nyeri (nosiseptor) mencakup ujung-ujung saraf bebas yang
berespon terhadap berbagai rangsangan termasuk tekanan mekanis (trauma),
deformasi, suhu yang ekstrim, dan berbagai bahan kimia. Energi dari stimulus ini
dapat diubah menjadi energi listrik dan perubahan energi ini dinamakan transduksi.
Transduksi dimulai di perifer, ketika stimulus terjadinya nyeri mengirimkan impuls
yang melewati serabut saraf nyeri perifer yang terdapat di pancar indera, maka akan
menimbulkan potensial aksi. Setelah proses transduksi selesai, transmisi impuls nyeri
dimulai Kerusakan sel dapat mengakibatkan pelepasan neurotransmitter seperti
histamin,bradikinin, serotonin, beberapa prostaglandin, ion kalium, ion hydrogen,
dan substansi P. Masing-masing zat tersebut tertimbun di tempat cedera termasuk
fraktur,hipoksia, atau kematian sel. Substansi yang peka terhadap nyeri yang terdapat
disekitar serabut nyeri di cairan ekstraseluler, menyebarkan pesan adanya nyeri dan
menyebabkan inflamasi. 9
8. Apakah ada hubungan usia dengan jenis kelamin terhadap keluhan?
Jawab :
Pada usia menpouse, terjadi penurunan kadar estrogen sehingga mengakibatkan
penurunan aktivitas osteoblas. Hal ini mengakibatkan penurunan matriks organic
tulang dan peningkatan jumlah osteoklas di dalam jaringan trabekular yang
mengakibatkan patah tulang.
Pada wanita dan laki-laki terjadi penurunan kadar androgen pada saat menopouse.
Akan tetapi, kadar estron laki-laki lebih tinggi di bandingkan perempuan, sehingga
wanita lebih beresiko mengalami patah tulang. Departemen Kesehatan RI
mengelompokan usa lanjut menjadi usia lanjut dini yaitu kelompok yang mulai
memasuki usia lanjut (55-64) : kelompok usia lanjut yaitu kelompok masa senium
(65-70); dan kelompok usia lanjut dengan beresiko tinggi (>70).

9. Jelaskan mengenai fraktur ?


Jawab :
Fraktur merupakan rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan
lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma.
Berikut adalah klasifikasi fraktur: Klasifikasi fraktur dapat dibagi dalam klasifikasi
penyebab, klasifikasi jenis, klasifikasi klinis, dan klasifikasi radiologis.
Klasifikasi Penyebab10
1. Fraktur traumatik.
Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan yang besar.
Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi fraktur.
2. Fraktur patologis.
Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam
tulang. Fraktur patologis terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah
karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang seringkali menunjukkan
penurunan densitas. Penyebab yang paling sering dari fraktur-fraktur semacam ini
adalah tumor, baik primer maupun metastasis.
3. Fraktur stres.
Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu.
Klasifikasi Jenis10

1. Fraktur terbuka
2. Fraktur tertutup
3. Fraktur kompresi
4. Fraktur stres
5. Fraktur avulsi
6. Greenstick Fracture (fraktur lentur atau salah satu tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok)
7. Fraktur transversal
8. Fraktur kominutif (tulang pecah menjadi beberapa fragmen)
9. Fraktur impaksi

Klasifikasi Klinis10
Manifestasi dari kelainan akibat trauma pada tulang bervariasi. Klinis yang
didapatkan akan memberikan gambaran pada kelainan tulang. Secara umum keadaan
patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1. Fraktur tertutup (close fracture).
Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang
sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh lingkungan atau tidak mempunyai
hubungan dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (open fracture).
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui
luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk dari dalam (from within) atau dari
luar (from without)
3. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture).
Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya
mal-union, delayed union, non-union, serta infeksi tulang.

Klasifikasi Radiologis10
Klasifikasi fraktur berdasarkan penilaian radiologis yaitu penilaian lokalisasi/letak
fraktur, meliputi: diafisial, metafisial, intraartikular, dan fraktur dengan dislokasi.
a. Fraktur transversal
Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Pada fraktur
semacam ini, segmen-segmen tulang yang patah direposisi atau direduksi kembali ke
tempatnya semula, maka segmen-segmen itu akan stabil, dan biasanya dikontrol
dengan bidai gips.
b. Fraktur kuminutif
Serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dimana terdapat lebih dari dua
fragmen tulang
c. Fraktur oblik
Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil
dan sulit diperbaiki
d. Fraktur segmental
Dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan terpisahkan segmen
sentral dari suplai darahnya. Fraktur semacam ini sulit ditangani. Biasanya, satu ujung
yang tidak memiliki pembuluh darah akan sulit sembuh dan mungkin memerlukan
pengobatan secara bedah
e. Fraktur impaksi atau fraktur kompresi
Terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang yang berada di antaranya, seperti satu
vertebra dengan dua vertebra lainnya (sering disebut dengan brust fracture). Fraktur
pada korpus vertebra ini dapat didiagnosis dengan radiogram. Pandangan lateral dari
tulang punggung menunjukkan pengurangan tinggi vertikal dan sedikit membentuk
sudut pada satu atau beberapa vertebra
f. Fraktur spiral
Timbul akibat torsi pada ekstremitas. Fraktur-fraktur ini khas pada cedera terputar
sampai tulang patah. Jenis fraktur ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan
lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.

Berikut adalah Penyembuhan Fraktur10


Terdapat beberapa faktor yang bisa menentukan lama penyembuhan fraktur. Setiap
faktor akan memberikan pengaruh penting terhadap proses penyembuhan. Faktor yang
bisa menurunkan proses penyembuhan fraktur pada pasien harus dikenali sebagai
parameter dasar untuk pemberian intervensi selanjutnya yang lebih komprehensif.
Penyembuhan fraktur berkisar antara tiga minggu sampai empat bulan. Waktu
penyembuhan pada anak secara kasar separuh waktu penyembuhan daripada dewasa.
Faktor Deskripsi
Umur penderita Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih
cepat daripada orang dewasa. Hal ini terutama
disebabkan karena aktivitas proses osteogenesis pada
periosteum dan endosteum, serta proses remodelling
tulang. Pada bayi proses penyembuhan sangat cepat dan
aktif, namun kemampuan ini makin berkurang apabila
umur bertambah
Lokalisasi dan Lokalisasi fraktur memegang peranan penting. Fraktur
konfigurasi fraktur metafisis penyembuhannya lebih cepat daripada diafisis.
Di samping itu konfigurasi fraktur seperti fraktur
transversal lebih lambat penyembuhannya dibandingkan
dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak
Pergeseran awal Pada fraktur yang tidak bergeser di mana periosteum
fraktur tidak bergeser, maka penyembuhan dua kali lebih cepat
dibandingkan pada fraktur pada fraktur yang bergeser
Vaskularisasi pada Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasi yang
kedua fragmen baik, maka penyembuhan biasanya tanpa komplikasi.
Namun, apabila salah satu sisi fraktur vaskularisasinya
buruk, maka akan menghambat atau bahkan tidak terjadi
tautan yang dikenal dengan non-union
Reduksi serta Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk
imobilisasi vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya.
Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan
dan kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu
dalam penyembuhan fraktur
Waktu imobilisasi Jika imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu
penyembuhan sebelum terjadi tautan (union), maka
kemungkinan terjadinya non-union sangat besar
Ruangan di antara Jika ditemukan interposisi jaringan baik berupa
kedua fragmen periosteum maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya,
serta interposisi maka akan menghambat vaskularisasi kedua ujung
oleh jaringan lunak fraktur.
Faktor adanya Infeksi dan keganasan akan memperpanjang proses
infeksi dan inflamasi lokal yang akan menghambat proses
keganasan lokal penyembuhan dari fraktur
Cairan sinovia Pada persendian, di mana terdapat cairan sinovia,
merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur
Gerakan aktif dan Gerakan aktif dan pasif pada anggota geak akan
pasif pada anggota meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur, tetapi
gerak gerakan yang dilakukan pada daerah fraktur tanpa
imobilisasi yang baik juga akan mengganggu
vaskularisasi
Nutrisi Asupan nutrisi yang optimal dapat memberikan suplai
kebutuhan protein untuk proses perbaikan. Pertumbuhan
tulang menjadi lebih dinamis bila ditunjang dengan
asupan nutrisi yang optimal
Vitamin D Vitamin D memengaruhi deposisi dan absorpsi tulang.
Vitamin D dalam jumlah besar dapat menyebabkan
absorbsi tulang seperti yang terlihat pada kadar hormon
paratiroid yang tinggi. Vitamin D dalam jumlah yang
sedikit akan membantu kalsifikasi tulang (membantu
kerja hormon paratiroid), antara lain dengan
meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat oleh usus
halus.

Komplikasi Fraktur10
Secara umum komplikasi fraktur terdiri atas komplikasi awal dan komplikasi
lama
Komplikasi Awal
1. Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Hal ini biasanya terjadi pada
fraktur. Pada beberapa kondisi tertentu, syok neurogenik sering terjadi pada fraktur
femur karena rasa sakit yang hebat pada pasien.
2. Kerusakan arteri
Ditandai dengan tidak adanya nadi; CRT (Cappillary Refill Time) menurun; sianosis
bagian distal; hematoma yang lebar; serta dingin pada ekstremitas
3. Sindrom kompartemen
Suatu kondisi di mana terjadi terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut akibat suatu pembengkakan dari edema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
4. Infeksi
Infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam.
5. Avaskular nekrosis
Avaskular nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusuk.
6. Sindrom emboli lemak
Terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan sumsum tulang kuning masuk ke aliran
darah dan sebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah

Komplikasi Lama
1. Delayed Union
Kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk
sembuh atau tersambung dengan baik.
2. Non-union
Apabola fraktur tidak sembuh dalam waktu 6-8 bulan dan tidak terjadi konsolidasi
sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu)
3. Mal-union
Keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya, etapi tidak terdapat deformitas yang
membentuk angulasi, varus/valgus, pemendekan, atau menyilang, misalnya pada
fraktur radius-ulna.
10. Bagaimana prosedur pemeriksaan rontgen?11

Jawab :
a. Penilaian radiologi muskuloskeletal
1. Adequency: pada radiografi muskuloskeletal yang adekuat, dapat di bedakan korteks,
dan medula tulang, terlihat trabekula, dan jaringan lunak
2. Aligenment: di nilai kesegarisan antara tulang satu dengan yang lain pada persendian
3. Bones: dinilai bentuk, ukuran, batass, kontur dan densitas tulang
4. Cartilage: dinilai tulang rawan dan persendian
5. Soft tissues: di periksa adanya benda asing, pembengkakan, klasifikasi, penulangan
b. Teknik pemotretan
Bila secara klinis di duga adanya fraktur harus di buat 2 foto, yaitu Anterior pasterior
dan lateral (AP/LAT) bila tidak mungkin misalnya keadaan umum pasien tidak
mengizinkan maka di buat 2 proyeksi tegak lurus satu sama lain. persendian
proksimal dan distal harus tampak pada foto Interpretasi foto X-Ray Periksa adanya
benda asing posisi fraktur Sebatang tulang panjang terbagi menjadi 3 bagian,
(bayangkan tulang panjang di bagi 3 bagian) yaitu :
1) 1/3 Proximal (1/3 bagian atas)
2) 1/3 Medial (1/3 bagian tengah)
3) 1/3 Distal (1/3 bagian bawah)
pada kasus fraktur, hal yang perlu di deskripsikan adalah: EFER
Enveronment(berdasarkan adanya luka/kontak dengan lingkungan):
1) Fraktur Terbuka: Bila terdapat luka dimana fragmen tulang mendesak ke otot dan
kulit sehingga adanya hubungan dengan dunia luar
2) Fraktur Tertutup: Dimana fraktur tidak disertai dengan adanya robekan jaringan kulit
sehingga ujung – ujung fragmen yang patah tidak langsung berhubungan dengan
dunia luar.

Frakture line(bentuk garis fatahannya):


1) Fraktur Transversal, fraktur yang memotong lurus pada tulang.
2) Greenstik, fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok.
3) Fraktur Spiral, fraktur yang berputar mengelilingi tungkai tulang.
4) Fraktur Obliq / miring, fraktur yang arahnya membentuk sudut melintasi tulang.
5) Fraktur Segmental, fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian.
6) Fraktur Depresi, fraktur yang terjadi pada sebagian atau beberapa bagian tulang yang
tidak dapat digerakan (banyak dijumpai pada tulang tengkorak dan tulang muka).
7) Fraktur Kompresi, fraktur dimana permukaan tulang terdorong kearah permukaan
tulang lain.
8) Fraktur Avulsi, fragmen tulang tertarik oleh ligamen.
9) Fraktur Dislokasi, fraktur dengan komplikasi keluarnya atau terlepasnya tulang dari
sendi.

Extend(luas frakture)
1) Fraktur In-komplit, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tilang, sebagian
lagi biasanya hanya retak.
Fraktur Komplit, garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan fragmen
– fragmen tulangnya biasanya tergeser.

11. Bagaimana alur penegakan diagnosis pada nenek W?12

Jawab :

Alur Penegakan Diagnosis Pada Nenek W

ANAMNESIS
Berdasarkan skenario , hal yang dapat dianamnesis adalah
Identitas :
- Nama : Nenek W
- Usia : 73 tahun
Keluhan utama :
- Sakit pada tungkai
RPD :
- Terpeleset dikamar mandi

PEMERIKSAAN FISIK
- Kesadaran baik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Dokter menyarankan nenek W melakukan Rontgen

Alur Penegakan Diagnosis Pada Fraktur

ANAMNESIS
Anamnesis baik dari pasien maupun pengantar pasien. Informasi yang digali adalah
mekanisme cedera, apakah pasien mengalami cedera atau fraktur sebelumnya. Pasien
dengan fraktur tibia mungkin akan mengeluh rasa sakit, bengkak dan ketidakmampuan
untuk berjalan atau bergerak, sedangkan pada fraktur fibula pasien kemungkinan
mengeluhkan hal yang sama kecuali pasien mungkin masih mampu bergerak.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu look, feel,
move. Yang pertama look atau inspeksi di mana kita memperhatikan penampakan dari
cedera, apakah ada fraktur terbuka (tulang terlihat kontak dengan udara luar). Apakah
terlihat deformitas dari ekstremitas tubuh, hematoma, pembengkakan dan lain-lain. Hal
kedua yang harus diperhatikan adalah feel atau palpasi. Kita harus mempalpasi seluruh
ekstremitis dari proksimal hingga distal termasuk sendi di proksimal maupun distal dari
cedera untuk menilai area rasa sakit, efusi, maupun krepitasi. Seringkali akan ditemukan
cedera lain yang terjadi bersamaan dengan cedera utama. Poin ketiga yang harus dinilai
adalah move.Penilaian dilakukan untuk mengetahui ROM (Range of Motion). Seringkali
pemeriksaan ROM tidak bisa dilakukan karena rasa sakit yang dirasakan oleh pasien
tetapi hal ini harus tetap didokumentasikan. Pemeriksaan ekstrimitas juga harus
melingkupi vaskularitas dari ekstrimitas termasuk warna, suhu, perfusi, perabaan denyut
nadi, capillary return (normalnya < 3 detik) dan pulse oximetry. Pemeriksaan neurologi
yang detail juga harus mendokumentasikan fungsi sensoris dan motoris.

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Tegantung dari kondisi pasien, pemeriksaan foto thorax dapat dilakukan. Dalam
pemeriksaaan radiologi untuk cedera dan fraktur diberlakukan rule of two yaitu:
a. Dua sudut pandang
b. Dua Sendi
c. Dua ekstrimitas

d. Dua waktu

12. Apa yang terjadi pada nenek W?

Jawab :

Berdasarkan anamnesis dan scenario yang terjadi pada nenek W adalah Fraktur tertutup
pada tungkai kaki kanan dan kiri

13. Bagaimana tatalaksana terhadap kasus nenek W ?

Jawab :

Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh adalah
mengkaji dan mengobati trauma fisik akibat jatuh; mengobati berbagai kondisi yang
mendasari instabilitas dan jatuh; memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan
cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai; mengubah
lingkungan agar lebih aman seperti pencahayaan yang cukup; pegangan; lantai yang
tidak licin, dan sebagainya.
Pada kasus dalam skenario, nenek W didiagnosis mengalami fraktur akibat jatuh..
Tatalaksana medis pada fraktur yang dialami oleh nenek W bertujuan untuk
mengembalikan pasien pada fungsi sebelum terjadi fraktur. Hal ini dapat dicapai dengan:
 operasi
Adakalanya operasi dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas bila ada
penyakit penyerta seperti riwayat infark miokard. Pada keadaan ini operasi sebaiknya
ditunda hingga risiko infark berkurang. Operasi sebaiknya ditunda pula pada pasien
yang membutuhkan terapi antikoagulan segera. Oleh karena itu, pada pasien usia
lanjut yang mengalami fraktur diperlukan penilaian geriatric yang komprehensf.
Berdasarkan data yang dikumpulkan, dibuat pengkajian geriatric yang prinsipnya
mencakup penyakit dasar, penyakit penyerta, faktor risiko, prognosis, dan kelayakan
operasi. Bila didapatkan penyakit penyerta pada pasien yang akan dioperasi maka
dilakukan manajemen perioperatif hingga penyakit penyerta tersebut dapat terkontrol
atau terkendali.
 mobilisasi dini
Penting untuk menghindari komplikasi akibat tirah baring yang lama.
 Perlu pula dilakukan penapisan aktivitas hidup harian sebelum dan setelah fraktur
maupun adanya gangguan fungsi kognitif dan depresi.
- Aktivitas hidup harian secara sederhana dapat dinilai dengan indeks activity
daily living (ADL) Barthel.
- Evaluasi fungsi kognitif dapat secara kuantitatif menggunakan abbreviated
mental test (AMT) atau mini-mental state examination (MMSE).
- Adanya depresi ditapis dengan geriatric depression scale (GDS).\
 Tatalaksana terhadap nyeri yang dialami oleh nenek W : dapat diberikan paracetamol
500 mg hingga dosis maksimal 3000 mg per hari. Bila respons tidak adekuat dapat
ditambah dengan kodein 10 mg.
 Obat antiinflamasi non steroid: ibuprofen 400 mg 3 kali sehari. Pada keadaan sangat
nyeri ( terutama bila terdapat osteoporosis), kalsitonin 50-100 IU dapat diberikan
subkutan malam hari
 Untuk mencegah tromboemboli, baik thrombosis vena dalam maupun emboli paru,
pasien perlu mendapat obat antikoagulan selama masa perioperatif. Warfarin
diberikan dengan target international normalized ratio (INR) 2-3. Heparin diberikan
dengan target partial thromboplasitin time (aPTT) 1,5-2,5 kontrol. Low molecular
weight heparin (LMWH) dapat diberikan tanpa pengontrolan Appt. Sebelum operasi,
antikoagulan dihentikan dulu agar perdarahan luka operasi terkendali. Setelah
operasi, antikoagulan dapat diberikan hingga 2-4 minggu atau bila pasien sudah dapat
mobilisasi.
 Evaluasi pemeriksaan elektrolit berkala, evaluasi obat-obatan yang digunakan untuk
menghindarkan pasien dari efek samping polifarmasi.
 Asupan nutrtisi pada nenek W perlu diperhatikan untuk mencegah malnutrisi.
Suplemen protein dalam jumlah besar harus diberikan, karena asupan pada masa
pascaoperasi dapat kurang dari seharusnya.

Memperkenankan pasien untuk menggunakan kacamata serta alat pendengaran.13


14. Apa saja jenis-jenis tirah baring? Dan bagaimana tirah baring yang baik pada
nenek W?

Jawab :

Jenis-jenis tirah baring ada 2, yaitu tirah baring partial dan tirah baring total. Pada
tirah baring partial, pasien masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari, sedangkan tirah
baring total semua aktivitas dilakukan ditempat tidur atau tidak beraktivitas. 17

Indikasi tirah baring: 17

Tidak pernah ada yang membuktikan bahwa tirah baring ialah engobatan yang
adekuat. Namun, tirah baring umumnya dipreskripsikan bagi kondisi berikut meskipun
resikonya telah diketahui.18

 Bagi penderita nyeri akut pada tulang dan atau sendi


 Tirah baring dipreskripsikan pada beberapa komplikasi kehamilan, seperti kelahiran
prematur, tekanan darah tinggi, leher rahim yang lemah atau masalah tumbuhnya janin.
 Pada wanita yang hamil kembar yang akan beresiko tinggi terhadap kelahiran prematur,
pr-eklamsia, eklamsia, dan komplikasi kehamilan lainnya, jadi tirah baring masih sering
dilakukan pada kasus-kasus tersebut. Pada 50% wanita hamil kembar akan bertirah
baring setidaknya sebagian dari masa kehamilan mereka.
 Penyakit jantung
 Tirah baring merupakan salah satu penangan pada cholea. Dalam keadaan yang ringan,
pengobatan ini mungkin cukup untuk menjadi pengobatan.

Sesuai dengan skenario, Nenek W sebaiknya mendapat tirah baring partial, sehingga
beberapa aktivitas masih dapat dilakukan. Hal ini berguna untuk mencegah komplikasi-
komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat tirah baring.

15. Apa saja komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat tirah baring yang lama?

Jawab :

Efek yang ditimbulkan akibat tirah baring yang lama antara lain :14

1. Sistem muskuloskeletal
 Kekuatan
Tirah baring akan mengurangi kekuatan otot secara bertahap sebanyak 0,7-1,5% per
hari atau bisa berkurang sebanyak 25-40% secara keseluruhan. Pengurangan muncul
paling besar pada minggu pertama. Selanjutnya berkurang secara bervariasi. Atrofi
fiber otot akan mulai muncul pada 24 jam selanjutnya. Atrofi otot bergantung pada
derajat dan penyebab ketidakaktifan tubuh. Pada gangguan fungsi lower motor
neuron dengan paralisis flacid kronis yang irreversible , sejumlah otot berkurang 90-
95%. Pada upper motor neuron dengan spasme akan berkurang 30-35% karena
kontraksi otot mencegah atrofi.
 Daya tahan
Berkurangnya kekuatan dan efek lanjutan dari tirah baring pada sistem
kardiovaskuler akan mengakibatkan berkurangnya daya tahan.
 Sendi
Tirah baring berefek pada sendi. Hyalin kartilage pada sendi menerima nutrisi
melalui influks den efluks cairan sinovial yang disebabkan gerakan sendi. Selama
tirah baring, proses ini akan berhenti. Oleh karena itu nutrisi untuk hyalin kartilage
jadi tidak terpenuhi dan seiring berjalannya waktu, artikular kartilage akan berubah.
Kontraktur adalah kehilangan lingkup gerak pada sendi. Hal ini karena beberapa
sebab, seperti kekakuan jaringan ikat, otot, dan kapsul sendi, seperti pada penyakit
sendi. Pada pasien tirah baring, faktor mekanik sangat penting. Jika otot tidak
bergerak dalam waktu lama, maka fiber otot dan jaringan ikat akan memendek,
menyebabkan kontraktur pada sendi yang relaks. Pemendekan ini terjadi posisi
menetap selama 5-7 hari karena kontraksi serat kolagen dan penurunan sarkomer
pada serat otot. Jika hal ini berlangsung selama 3 minggu, maka jaringan ikat lunak
akan digantikan dengan jaringan ikat padat, menyebabkan kontraktur.
2. sistem saraf
Walaupun tirah baring tidak berpengaruh secara langsung pada sistem saraf,
penyakit koordinasi dan keseimbangan akan terpengaruh. Pada pasien dengan lesi
sistem saraf pusat karena inkoordinasi, efek tirah baring akan lebih parah. Focal
compression neuropathi menurapak komplikasi umum dan komplikasi keduanya
adalah foot drop karena kompresi saraf peroneal
3. Sistem Kardiovaskuler
Efek tirah baring akan meningkatkan tonus simpatetis, meningkatkan detak jantung,
menurunkan efisiensi jantung, postural hipotensi, dan phlebothrombosis. Detak
jantung meningkat satu kali permenit setiap harinya pada orang sehat. Volume darah
berkurang sebanyak 7%. Penggunaan oksigen menurun sebanyak 27% setiap 20
hari. Kondisi ini menurunkan efisiensi jantung dan mengakibatkan postural
hipotensi. Gejalanya berupa pusing atau pingsan.
4. Sistem Pernafasan
Pada posisi terlentang, pasien tirah baring biasanya tidak mengkontraksikan otot
interkostal, diafragma, atau abdomen untuk inspirasi dan ekspirasi maksimal. Atrofi
otot secara umum akan berpengaruh terhadap fungsi dan efisiensi pernafasan. Selain
itu tirah baring juga berpengaruh terhadap mekanisme batuk karena efisiensi silia
berkurang dan batuk menjadi tidak maksimal.
5. Sistem Ginjal dan Urinari
Hiperkalsiuria akibat perubahan tulang yang diinduksi tirah baring akan menjadi
faktor predisposisi pasien mengalami infeksi dan batu ginjal. Karena urin akan
menentap di ginjal dan tidak terbawa aliran melalui drainase atau saluran.
6. Kulit dan Jaringan Dibawahnya
Tirah baring mengakibatkan perubahan komposisi pada kulit dan biasanya
berhubungan dengan tekanan. Ketika jaringan terkena tekanan lebih besar dari
tekanan intrakapiler untuk periode lama, aliran darah akan terhambat. Jaringan akan
iskemik dan menjadi kerusakan jaringan ikat dan kulit. Lesinya berupa sakit tekan,
dekubitus, atau ulkus tekan.

16. Mengapa dokter menyarankan dilakukannya rehabilitas pada nenek W?

Jawab :

Rehabilitasi para usia lanjut bukanlah untuk mengembalikan peran mereka sebagai
pencari nafkah, melaikan bagaimana mempersiapkan mereka untuk dapat menikmati ruas
lahir dari kehidupannya dengan kemandirian yang maksimal.15

a) Tujuan Rehabilitasi pada usia lanjut adalah:


1. Memberikan pelayanan rehabilitasi medik yang komprehensif.
2. Berperan dalam mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas hidup pasien (
kesehatan, vitalitas, fisik, dan fungsi ).
3. Mencegah atau mengurangi keterbatasan ( impairment ), hambatan (disability) dan
kecacatan ( handicap ).
b) Pelakasanaan Rehabilitasi

Pada dasarnya falsafah dan teknik rehabilitasi pada penderita lansia tidak berbeda dengan
rehabilitasi pada umumnya, demikian pula modalitas yang diberikan seperti fisioterapi,
okufasiterapi, fisikologi, ortotikprostetik, terapi wicara dan social medic. Yang perlu
diperhatikan adalah sasaran program haruslah tepat pada kelompok umur berapa,
program rehabilitasi bisa diterapkan.

c) Program Rehabilitasi Medik


1. Program Fisioterapi
a. Aktivitas di tempat tidur
Positioning, alih baring, latihan pasif dan aktif lingkup gerak sendi.
b. Mobilisasi
Latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari tempat tidur ke kursi, berdiri, jalan
Melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari : mandi, makan, berpakaian.
2. Program okupasi terapi
Latihan ditujukan untuk mendukung aktifitas kehidupan sehari-hari, dengan
memberikan latihan dalam bentuk aktifitas, permainan, atau langsung pada aktifitas
yang diinginkan. Misal latihan jongkok – berdiri.
3. Program ortetik prostetik
Pada ortotis prostetis akan membuat alat penopang atau alat pengganti bagian tubuh
yang memerlukan sesuai dengan kondisi penderita, misal pembuatan alat diusahakan
dari bahan yang ringan, model alat yang lebih sederhana sehingga mudah di pakai.
4. Program terapi bicara
Program ini kadang – kadang tidak selalu di tujukan untuk latihan bicara saja, tetapi
di perlukan untuk memberi latihan pada penderita dengan gangguan fungsi menelan
apabila di temukan adanya kelemahan pada otot – otot sekitar tenggorok. Hal ini
sering terjadi pada penderita stroke, dimana terjadi kelumpuhan saraf fagus, saraf
lidah, dll.
5. Program social medic
Petugas social medic memerlukan data pribadi maupun keluarga yang tinggal
bersama lansia, melihat bagaimana struktur atau kondisi di rumahnya yang berkaitan
dengan aktifitas yang di butuhkan penderita, tingkat social ekonomi. Misal seorang
lansia yang tinggal dirumahnya banyak tramp/anak tangga, bagaimana bisa di buat
landai/pindah kamar yang datar dan bisa deket dengan kamar mandi.
6. Program psikologi

Dalam menghadapi lansia sering kali harus memperhatikan keadaan emosionalnay


yang mempunyai ciri-ciri yang khas pada lansia, misal apakah seorang yang tipe
agresif atau konstruktif. Untuk memberikan motifasi lansia agar lansia mau
melakukan latihan, mau berkomunikasi, sosialisaai dan sebagainya.15

17. Bagaimana mengukur tinggi badan pada lansia dan apa saja factor penyebab
bungkuk pada lansia ?

Jawab :

Pada lansia yang sudah mengalami bungkuk tidak bisa didapatkan ukuran tinggi
badan yang akurat. Namun, prakiraan pengukuran tinggi badan pada lansia ternyata bisa
lebih mudah dilakukan.16
Pada lansia beberapa alat ukur perlu disesuaikan dengan kondisi fisiologisnya.
Seperti tinggi badan, pada lansia yang mengalami keadaan bungkuk tidak mungkin
dilakukan pengukuran tinggi badan karena hasilnya tidak mungkin dapat
menggambarkan ukuran tinggi badan yang sebenarnya sehingga perlu dilakukan
pengukuran lain yang juga bisa menggambarkan tinggi badan lansia tersebut. Salah satu
alat ukur yang dapat digunakan adalah tinggi lutut. Data tinggi badan lansia dapat
menggunakan formula atau nomogram bagi orang yang berusia diatas 59 tahun.16
Pria : (2,02 x tinggi lutut) - (0,04 x umur) + 64,19
Wanita : (1,83 x tinggi lutut) – (0,24 x umur) + 84,88

Selain dari tinggi lutut, tinggi badan lansia dapat diprediksi dari panjang depa, dan
tinggi duduk. panjang depa relative kurang dipengaruhi oleh pertambahan usia, tetapi
nilai panjang depa pada kelompok lansia cenderung lebih rendah dari dewasa muda.16
18. Apa saja tindakan yang dapat memperlambat penuaan ?

Jawab :

 Makanan yang sehat19

Makanan yang membuat orang terlihat awet muda adalah makanan yang
mengandung protein, vitamin, dan mineral yang tinggi. Vitamin dan mineral banyak
dijumpai pada sayuran dan buah-buahan. Pada sayuran dan buah-buahan juga
terkandung antioksidan yang sangat tinggi yang dapat menangkal serangan radikal
bebas di dalam tubuh kita. Dengan begitu, kita bisa terhindar dari penyakit dan terlihat
lebih awet muda. Sayuran dan buah-buahan, terutama yang
kandungan vitamin A, C, dan E-nya tinggi, mempunyai perannya masing-masing
supaya tubuh terlihat awet muda. Sayuran seperti wortel, tomat, tauge, mentimun,
lobak, dan buah-buahan seperti apel, jeruk, pisang, pepaya, nanas, cherry, dan
berbagai jenis buah berry (strawberry, raspberry, blueberry, blackberry) adalah
beberapa diantaranya.

Sementara itu, sayuran hijau daun seperti bayam, kangkung, sawi, dan selada
berperan dalam penambahan zat besi dalam tubuh sehingga sel darah merah yang
rusak dapat dirombak dan diganti dengan yang baru. Oleh sebab itu, seseorang
menjadi lebih fresh dan tampak awet muda. Makanan yang mengandung protein
tinggi seperti telur dan kacang-kacangan juga dapat membuat seseorang tampak awet
muda. Di dalam bahan makanan tersebut terkandung senyawa lesitin (kolin) yang
berperan dalam penggantian sel-sel yang sudah tua. Senyawa tersebut juga
memperlancar kerja otak sehingga otak dapat memproses semua kerja di dalam sel,
jaringan, dan organ tubuh dengan baik.

Inilah salah satu faktor pendukung tetap awet mudanya seseorang karena tidak
ada penggumpulan darah di otak (aliran darah lancar) yang bisa membuat orang
menjadi stres dan terlihat lebih tua dari semestinya. Selain itu, senyawa protein juga
dapat mengganti sel-sel tubuh yang rusak dan memperlancar proses metabolisme di
dalam tubuh. Seperti halnya sayuran hijau, daging-dagingan seperti ayam dan sapi
juga mengandung zat besi dalam jumlah yang besar. Di dalam bahan makanan
tersebut juga terkandung HB (hemoglobin) yang mempunyai peranan dalam mengatur
dan memperlancar aliran darah dan proses metabolisme di dalam tubuh.

Seseorang menjadi tidak mudah mengantuk dan lebih nyaman dalam


melakukan aktivitas, tidak terlihat lelah, dan lebih tua dari usianya. Menjadi tua itu
pasti, hanya tergantung bagaimana orang menyikapinya. Mungkin, sebaiknya itu
dimulai dari hal yang sederhana dulu.

 Peremajaan wajah20

Dengan mengatasi kelebihan gula, gorengan & toksin pada makanan dan
faktor luar seperti asap & paparan sinar matahari siang dapat membantu mengurangi
masalah penyebab kerut ada mata dan bibir.Sejalan dengan mengatasi kelebihan gula,
gorengan & toksin juga ditambah asupan vitamin & mineral dengan memakan buah-
buahan 3 kali sehari, lemak esensial seperti coconut oil, olive oil ((hindari minyak
esensial dari panas) & melatonin (mengatasi penurunan hormon).

Usus yang kotor dan kulit terpapar toksin dapat menambah faktor penuaan
pada wajah. Untuk mengatasi usus yang kotor dapat dilakukan beberapa cara yaitu:
olahraga (mempercepat gerakan usus), makan sehat kaya serat kasar ( beras
coklat/merah & sayur hijau), aloe vera gel, teh daun sirsak ( obat cuci perut alami),
agar-agar/jeli dan colon therapy. Stress juga merupakan faktor yang menambah beban
pada kulit wajah untuk itu manajemen stress sangat diperlukan terutama fisik dan
pikiran

 Konsumsi suplemen20

Seiring dengan penuaan, keseimbangan antara penyerapan tulang dan


pembentukan tulang mengalami penurunan, yang mengakibatkan hilangnya jaringan
tulang. Dengan Kandungan mineral tulang menurun, tulang menjadi kurang padat dan
lebih rapuh sehingga tulang kehilangan massa, maka baik perempuan dan laki-laki
pengeroposan tulang (osteoporosis) dapat dialami oleh keduanya.Osteoporosis
bertanggung jawab untuk hampir semua patah tulang belakang dan pinggul pada pria
dan wanita usia lanjut. Secara alami kebutuhan Kalsium - Magnesium Zinc - Vitamin
K - Vitamin D pada tulang dapat kita temukan pada makanan seperti sayuran hijau
(timun, brokoli, kubis, bawang, selada air, kacang polong, lobak, peterseli, bok choi
serta asparagus). Vitamin D yang terdapat pada matahari juga dapat kita nikmati pada
jam-jam 9 ke bawah dan jam-jam 4 ke atas yang dapat mengurangi 80% resiko
kanker.

Penelitian mengenai hormon pertumbuhan menunjukkan bahwa penggunaan


hormon pertumbuhan sebagai terapi anti penuaan juga membantu pasien mengalami
peningkatan kepadatan tulang 1,5%-2,5% setiap 6 bulan. Estrogen adalah hormon
alami yang ditemukan pada pria dan wanita. Estrogen membantu untuk menghasilkan
osteoblast yang membantu untuk melindungi jaringan tulang dan merupakan salah
satu hormon yang bekerja dengan kalsium dan vitamin D untuk melindungi terhadap
kehilangan tulang. Karena tingkat estrogen tubuh mengurang dari waktu ke waktu,
resiko terkena osteoporosis akan meningkat, yang merupakan salah satu alasan
mengapa wanita akan perlu memulai terapi penggantian estrogen di awal menopause.

Permasalahan lain yang timbul akibat dari penuaan yaitu sakit sendi. Faktor
yang menyebabkan sakit sendi antara lain mengecilnya otot paha depan dan belakang
akibat menurunnya hormon dan pertambahan usia. Untuk meningkatkan kualitas
persendian disarankan mengkonsumsi suplemen Glucosamine-Chendroitine atau
secara alami dapat ditemukan pada Tripang. Sendi-sendi manusia dikelilingi oleh
membran yang menyimpan cairan dimana cairan ini diikat sejenis zat yang dinamakan
asam hyaluronat. Fungsi membran ini sebagai pelumas, penahan goncangan dan
pembawa nutrisi, cairan ini melindungi tulang dan sendi. Tetapi akibat dari penuaan,
maka kandungan asam hyaluronat semakin berkurang sehingga tidak dapat berfungsi
maksimal inilah yang menyebabkan sendi terasa sakit. Makanan alami yang
mengandung zat asam hyaluronat yaitu talas jepang atau Satoimo.

 Mencegah penuaan dini20

Selalu menggunakan tabir surya/sun block/sun cream sedini mungkin dengan SPF (
Sun Protecting Factor) 15 yang mengandung titanium dioksidadan avobenzenauntuk
melindungi kulit dari sinar matahari yang mengakibatkan kelainan warna kulit,
kerutan dan kulit menjadi kendur.
a. Lakukan perawatan secara teratur, meliputi penggunaan scrub atau peeling(untuk
menghilangkan sel-sel kulit mati), memperbaiki sirkulasi darah/getah bening di
kulit dengan massage, pemberian nutrisi, serum, gel atau masker yang
mengandung bahan-bahan yang melembabkan kulit dan berfungsi sebagai
antioksidan.
b. Perbanyak mengkonsumsi sayur dan buah segar berwarna sebagai sumber nutrisi
dan antioksidan untuk menjaga kecantikan kulit. Hindari junk foodatau produk
olahan.
c. Mengkonsumsi produk dari bahan kacang kedelai (tahu, tempe, susu kacang
kedelai), kurma dan minum teh yang berasal dari biji adas sebagai sumber estrogen
alami.
d. Minum air putih paling sedikit 2,5 liter perhari untuk menjaga kelembaban kulit
dan kurangi konsumsi kopi dan soft drink .
e. Minum teh hijau minimal 2 cangkir sehari, karena mengandung antioksidan yang
lebih paten.
f. Mengkonsumsi suplemen antioksidan seperti vitamin A(betakarotin), vitamin C,
vitamin E, vitamin B-kompleks danbeberapa mineral seperti selenium seng.
g. Lakukan olah raga yang dapat menggerakkan sebagian otot ditubuh seperti jalan
cepat, jogging, senam aerobik, berenangminimal 3 kali seminggu. Hal ini dapat
melancarkan aliran darah/getah bening, sehingga asupan nutrisi dan oksigen pada
sel-sel lebih baik serta mempercepat pembentukan sel-sel kulit yang baru.

 Pencegahan osteoporosis21
Osteoporosis merupakan penyakit tersembunyi, terkadang tanpa gejala dan
tidak terdeteksi, sampai timbulgejala nyeri karena mikrofraktur atau karena patah
tulang anggota gerak. Karena tingginya morbiditas yang terkait dengan patah tulang,
maka upaya pencegahan merupakan prioritas. Pencegahan osteoporosis dapat dibagi
dalam 3 kategori yaitu primer, sekunder dan tersier (sesudah terjadi fraktur)
 Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya terbaik serta dirasa paling murah dan
mudah. Yang termasuk ke dalam pencegahan primer adalah:
 Kaksium
Mengkonsumsi kalsium cukup baik dari makanan sehari-hari ataupun dari
tambahan kalsium, pada umumnya aman kecuali pada pasien dengan
hiperkalsemia atau nefrolitiasis. Jenis makanan yang cukup mengandung
kalsium adalah sayuran hijau danjeruk sitrun. Sedangkan diet tinggi protein
hewani dapat menyebabkan kehilangan kalsium bersama urin. Dalam suatu
penelitian dikatakan bahwa perempuan yang melakukan diet vegetarian lebih
dari 20 tahun mengalami kehilangan mineral tulang lebih rendah yaitu
sebesar 18% dibandingkan perempuan non vegetarian sebesar 35%.

 Latihan Fisik ( Exercise )

Latihan fisik harus mempunyai unsur pembebanan pada anggota tubuh/ gerak
dan penekanan pada aksis tulang seperti jalan, joging, aerobik atau jalan naik
turun bukit. Olahraga renang tidak memberikanmanfaat yang cukup berarti.
Sedangkanjika latihan berlebihan yang mengganggu menstruasi (menjadi
amenorrhea) sangat tidak dianjurkan karena akan mengakibatkan terjadinya
peningkatan kehilangan massa tulang. Demikianpula pada laki-laki dengan
latihan fisik berat dan berat dapat terjadi kehilangan massa tulang6. Hindari
faktor yang dapat menurunkan absorpsi kalsium, meningkatkan resorpsi
tulang, atau mengganggu pembentukan tulang, seperti merokok, minum
alkohol dan mengkonsumsi obat yang berkaitan dengan terjadinya
osteoporosis6. Kondisi yang diduga akan menimbulkan osteoporosis
sekunder, harus diantisipasi sejak awal.

 Pencegahan Sekunder
 Konsumsi Kalsium Tambahan

Konsumsi kalsium dilanjutkan pada periode menopause, 1200-1500 mg per


hari, untuk mencegah negative calcium balance. Pemberian kalsium tanpa
penambahan estrogen dikatakan kurang efektif untuk mencegah kehilangan
massa tulang pada awal periode menopause. Penurunan massa tulang terlihat
jelas pada perempuan menopause yang asupan kalsiumnya kurang dari 400
mgper hari. Hasilpenelitian menunjukkanbahwa pemberian kalsium bersama
dengan estrogen dapat menurunkan dosis estrogen yang diperlukan sampai
dengan 50%<2).

 EstrogenReplacement Therapy (ERT)

Semua perempuan pada saat menopause mempunyai resiko osteoporosis.


Karena itu dianjurkan pemakaian ERT pada mereka yang tidak ada
kontraindikasi. ERT menurunkan resiko fraktur sampai dengan 50% pada
panggul, tulang radius dan vertebra

 Latihan fisik (Exercise)

Latihan fisik bagi penderita osteoporosis bersifatspesifik dan individual.


Prinsipnya tetap sama dengan latihan beban dan tarikan pada aksis tulang.
Perlu diperhatikan berat ringannya osteoporosis yang terjadi karena hal ini
berhubungan dengan dosis dan cara gerakan yang bersifat spesifik tersebut.
Latihan tidak dapat dilakukan secara masal karena perlu mendapat supervisi
dari tenaga medis/paramedis terlatih individu per individu.

 Pemberian Kalsitonin

Kalsitoninbekerja menghambat resorpsi tulang dan dapat meningkatkan


massa tulang apabila digunakan selama 2 tahun. Nyeri tulang juga akan
berkurang karena adanya efek peningkatan stimulasi endorfin. Pemakaian
kalsitonin diindikasikan bagi pasien yang tidak dapat menggunakan ERT,
pasien pascamenopause lebih dari 15 tahun, pasien dengan nyeri akibat
fraktur osteoporosis, dan bagi pasien yang mendapat terapi
kortikosteroiddalam waktu lama.

 Terapi

Terapi yang juga diberikan adalah vitamin D dan tiazid, tergantung kepada
kebutuhan pasien. Vitamin D membantu tubuh menyerap dan memanfaatkan
kalsium. Duapuluhlimahidroksi vitamin Ddianjurkan diminum setiap hari
bagi pasien yang menggunakan suplemen kalsium.
 Pencegahan Tersier

Setelah pasien mengalami fraktur osteoporosis, pasienjangan dibiarkan


imobilisasi terlalu lama. Sejak awal perawatan disusun rencana mobilisasi mulai
dari mobilisasi pasif sampai dengan aktif dan berfungsi mandiri. Beberapa obat
yang mempunyai manfaat adalah bisfosfonat, kalsitonin, dan NSAID bila ada
nyeri. Dari sudut rehabilitasi medik, pemakaian ortose spinal/ korset dan program
fisioterapi/ okupasi terapi akan mengembalikankemandirian pasien secara
optimal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kalangi R.J. 2010. Histofisiologi kulit. Bagaian Anatomi-Histologi: Fakultas


Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado Diakses pada tanggal 31 maret 2018.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/download/4344/3873
2. Alawiyah sri E. Di akses pada tanggal 31 maret 2018.
http://digilib.unila.ac.id/9936/14/12.%20BAB%20II%20ELIS%20SRI%20ALAWIY
AH.pdf
3. Sumber : Harjana, Tri. 2013. Buku ajar anatomi, histologi dan fisiologi. Yogyakarta:
Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta.
4. Husin bin amar, Analisa Perubahan – Perubahan pada Mukosa Rongga Mulut Akibat
Proses Menua pada Manula Perempuan Kelompok Umur 45 – 69 tahun di Medan
Denai : skripsi fakultas kedokteran gigi universita sumatera utara medan : 2011
5. Martono H. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi
IV. Jakarta: Universitas Indonesia. 2010
6. Prastiwi Suhartin P.2010. Teori Penuaan, Perubahan pada sistem tubuh dan implikasi
pada lansia:Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Diakses 30 maret 2018
https://prastiwisp.files.wordpress.com/2010/11/teori-penuaan-dan-perubahan-
fisiologis-lansia.pdf
7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. Hal 818, 821-822.
8. Pranaka, Kris.Buku Ajar Boedhi Darmojo Geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut). Edisi
4. Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
9. Syaputra,Hadindra. Hubungan Tingkat Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien
Fraktur Tulang Panjang di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
https://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/4823/JURNAL.pdf?se
quence=1
10. Noor, Zairin. 2016. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Halaman 24-32
11. Mansjoer, Arif. dkk.kapita selektra kedokteran edisi 3 jilid 2. jakarta: media
Aesculapius
12. Setiati, Siti. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing
13. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. Hal 818, 821-822.
14. J. Garrison, Suan. Handbook of Physical Medicine and Rehabilitation Basics. 11:152.
P. Stewart, Thomas. 1989. The Psysiologizal Aspects of Immobilization and The
Beneficial Effects of Passieve Standing Diunduh dari URL :
https://dokumen.tips/documents/komplikasi-tirah-baring.html diakses pada tanggal 31
maret 2018
15. Thomas, A, Mark, et al,. Terapi dan rehabilitasi fraktur. Jakarta: EGC. 2011
16. Departemen Kesehatan. Gizi Pada Lansia. 2010. (diakses 29 Maret 2018). Diunduh
dari URL: http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2010/07/komposisi-tubuh-
lansia.pdf
17. Allen C, Glasziou P, Del Mar C (October 1999). Bed rest : a potentially harmful
treatment needing more careful evaluation. Lancet 354
18. Sjamsuhidayat, R. De Jong, Wim. 2012. Buku Ajar Ilmu bedah. Edisi ke3. Jakarta :
EGC.
19. Irene, Diana. 2012. Awet muda berawal dari makanan. White Lotus.
20. Robinson, Ronald. Rahasia memperlambat dan membalikkan dampak penuaan alami.
URL : http://onlinelifes.com/naturalfood
21. Ramadani, Meri. Fakor-faktor resiko osteoporosis dan pencegahannya. Staf Pengajar
PSIKM FK-Unand.

Anda mungkin juga menyukai