Anda di halaman 1dari 33

BAB I PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG


Eritroderma atau dermatitis eksfoliativa adalah suatu kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema universalis (90-100%), biasanya disertai dengan pembentukan skuama pada hampir atau di seluruh tubuh.1 Walaupun merupakan sebuah gangguan kulit yang langka, penyakit ini merupakan penyakit yang kronis, etiologinya cukup banyak dan prognosanya tidak begitu baik. Oleh karena itu, meskipun angka kejadiannya rendah tetapi diagnosa serta penanganan yang tepat penderita eritroderma merupakan masalah yang cukup sulit bagi dokter ahli penyakit kulit.2 Diagnosa eritroderma secara klinis tidak sulit yaitu didapatkannya eritema dengan skuama lebar, sedang atau halus yang terletak di hampir atau seluruh tubuh dan menetap.3 Hal yang sering menyulitkan adalah menentukan etiologi dari eritroderma tersebut.Untuk menentukan penyebab yang menjadi dasar timbulnya eritroderma diperlukan pengalaman dan pemeriksaan seksama. Apabila penyebab timbulnya eritroderma tidak dapat ditemukan atau tidak tepat, maka penanganan yang akan diberikan juga tidak tepat, sehingga penyakitnya bertambah berat dengan berbagai akibat antara lain: hilangnya kemampuan dalam pengaturan suhu tubuh yang dapat mengakibatkan hipotermia atau hipertermia, anemia, penurunan protein total tubuh dan albumin serum, kegagalan jantung dan kematian karena gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.2 Untuk menemukan penyebab eritroderma diperlukan anamnesa yang teliti, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan juga biopsi kulit untuk pemeriksaan histopatologi. Sebagian besar penyebab eritroderma adalah akibat
1

perluasan penyakit kulit sebelumnya seperti dermatitis kontak, psoriasis vulgaris, dermatitis seborrhoik, pemphigus foliaceus dan lain-lain. Penyakit kulit tersebut pada pemeriksaan histopatologi memberikan gambaran yang berbeda, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menegakkan diagnosa etiologi eritroderma. Biopsi kulit mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam penentuan penyebab eritroderma, meskipun tidak semua penyebab eritroderma bisa ditemukan.1

I.2. TUJUAN PENULISAN


A. Tujuan Umum Untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Kesehatan kulit dan kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Syamsudin, Sukabumi.

B. Tujuan Khusus Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui definisi, anatomi dan fisiologi kulit, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, penatalaksanaan, komplikasi serta prognosis dari kelainan kulit eritroderma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi
Berbagai definisi yang digunakan dalam kepustakaan mengenai eritroderma adalah sebagai berikut:

Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema di seluruh tubuh atau hampir seluruh tubuh (90-100%), biasanya disertai skuama. Pada definisi tersebut yang mutlak harus ada ialah eritema, sedangkan skuama tidak selalu terdapat, misalnya pada eritroderma karena alergi obat secara sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama, baru kemudian pada stadium penyembuhan timbul skuama.1

Eritroderma ditandai dengan warna kulit yang kemerahan akibat dilatasi yang menyebar dari pembuluh darah kutaneus. Apabila proses inflamasi disertai dengan eritroderma secara subtansial akan meningkatkan proliferasi sel epidermal dan mengurangi waktu transit sel melalui epidermis yang bisa menimbulkan sisik bertanda.3

Eritroderma adalah kemerahan yang abnormal pada kulit yang menyebar luas ke daerah-daerah tubuh.4

Eritroderma, dimana seluruh badan kalihatan kemerahan (eritema), berasa kasakitan, kegatalan dan bersisik halus.5

II.2. Epidemiologi
Secara epidemiologi, jumlah pasien dengan eritroderma semakin bertambah setiap tahunnya. Hal ini terutama dikarenakan penyebab eritroderma yang utama yaitu psoriasis, mengalami peningkatan insidens setiap tahunnya.1 Berdasarkan
3

data epidemiologi terakhir ditemukan 35 pasien eritroderma diantara 100.000 pasien kulit secara keseluruhan.6 Perbandingan rasio pria : wanita = 2-4:1. Onset timbulnya keluhan eritroderma biasanya bermula setelah usia 40 tahun, kecuali ketika terdapat beberapa kondisi seperti dermatitis atopik, dermatitis seboroik, staphylococcal scalded skin syndrome, atau iktiosis herediter. Oleh karena itu, onset timbulnya penyakit berhubungan erat dengan etiologi.3

II.3. Anatomi kulit


Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu: kulit ari (epidermis), sebagai lapisan yang paling luar, kulit jangat (dermis, korium atau kutis) dan jaringan penyambung di bawah kulit (tela subkutanea,hipodermis atau subkutis).7 Sebagai gambaran, penampang lintang dan visualisasi struktur lapisan kulit tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1. Skema Bagian Bagian Kulit


(diunduh dari http://biologigonz.blogspot.com/2010/02/indra-kulit-tango-reseptor.html pada 23 Januari 2010 pukul 21.08 WIB)

1. Kulit Ari (epidermis)7-9


4

Epidermis merupakan bagian kulit paling luar.Ketebalan epidermis berbedabeda pada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimeter misalnya pada telapak tangan dan telapak kaki, dan yang paling tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi dan perut. Sel-sel epidermis disebut keratinosit. Epidermis melekat erat pada dermis karena secara fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma yang merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis. Pada epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu: a. Lapisan tanduk (stratum corneum), merupakan lapisan epidermis yang paling atas, dan menutupi semua lapisan epiderma lebih ke dalam. Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis sel pipih, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Pada telapak tangan dan telapak kaki jumlah baris keratinosit jauh lebih banyak, karena di bagian ini lapisan tanduk jauh lebih tebal. Lapisan tanduk ini sebagian besar terdiri atas keratin yaitu sejenis protein yang tidak larut dalam air dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia. Lapisan ini dikenal dengan lapisan horny, terdiri dari milyaran sel pipih yang mudah terlepas dan digantikan oleh sel yang baru setiap 4 minggu, karena usia setiap sel biasanya hanya 28 hari. Pada saat terlepas, kondisi kulit akan terasa sedikit kasar sampai muncul lapisan baru. Proses pembaruan lapisan tanduk, terus berlangsung sepanjang hidup, menjadikan kulit ari memiliki self repairing capacity atau kemampuan memperbaiki diri. Bertambahnya usia dapat menyebabkan proses keratinisasi berjalan lebih lambat. Ketika usia mencapai sekitar 60 tahunan, proses keratinisasi, membutuhkan waktu sekitar 45 - 50 hari, akibatnya lapisan tanduk yang sudah menjadi lebih kasar, lebih kering, lebih tebal, timbul bercak-bercak putih karena melanosit lambat bekerja dan penyebaran

melanin tidak lagi merata serta tidak lagi cepat digantikan oleh lapisan tanduk baru. Daya elastisitas kulit pada lapisan ini sangat kecil, dan lapisan ini sangat efektif untuk mencegah terjadinya penguapan air dari lapis-lapis kulit lebih dalam sehingga mampu memelihara tonus dan turgor kulit, tetapi lapisan tanduk memiliki daya serap air yang cukup besar. b. Lapisan bening (stratum lucidum) disebut juga lapisan barrier, terletak tepat di bawah lapisan tanduk, dan dianggap sebagai penyambung lapisan tanduk dengan lapisan berbutir. Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecil-kecil, tipis dan bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya). Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. Proses keratinisasi bermula dari lapisan bening. c. Lapisan berbutir (stratum granulosum) tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir di dalam protoplasmanya, berbutir kasar dan berinti mengkerut. Lapisan ini tampak paling jelas pada kulit telapak tangan dan telapak kaki. d. Lapisan bertaju (stratum spinosum) disebut juga lapisan malphigi terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan dengan perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan saling berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju.Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Sel-sel pada lapisan taju normal, tersusun menjadi beberapa baris. Bentuk sel berkisar antara bulat ke bersudut banyak (polygonal), dan makin ke arah permukaan kulit makin besar ukurannya. Diantara sel-sel taju terdapat celah antar sel halus yang berguna untuk peredaran cairan jaringan ekstraseluler dan pengantaran butir-butir melanin. Sel-sel di bagian lapis taju
6

yang lebih dalam, banyak yang berada dalam salah satu tahap mitosis. Kesatuan-kesatuan lapisan taju mempunyai susunan kimiawi yang khas; intiinti sel dalam bagian basal lapis taju mengandung kolesterol, asam amino dan glutation. e. Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale) merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur halus yang membatasi epidermis dengan dermis. Pengaruh lamina basalis cukup besar terhadap pengaturan metabolisme demo-epidermal dan fungsi-fungsi vital kulit. Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis bertambah banyak melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan lebih atas, akhirnya menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan benih terdapat pula sel-sel bening (clear cells, melanoblas atau melanosit) pembuat pigmen melanin kulit.

Gambar 2. Penampang Lapisan Kulit Ari (Epidermis) (diunduh dari http://biologigonz.blogspot.com/2010/02/indra-kulit-tango-reseptor.html pada 23 Januari 2010 pukul 21.08 WIB)

Gambar 3. Visualisasi Penampang Lapisan Kulit Ari (Epidermis) (diunduh dari http://biologigonz.blogspot.com/2010/02/indra-kulit-tango-reseptor.html pada 23 Januari 2010 pukul 21.08 WIB)

2. Kulit Jangat (dermis)7-8 Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit atau kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak rambut (muskulus arektor pili). Sel-sel umbi rambut yang berada di dasar kandung rambut, terus-menerus membelah dalam membentuk batang rambut. Kelenjar palit yang menempel di saluran kandung rambut, menghasilkan minyak yang mencapai permukaan kulit melalui muara kandung rambut. Kulit jangat sering disebut kulit sebenarnya dan 95 % kulit jangat membentuk ketebalan kulit. Ketebalan rata-rata kulit jangat diperkirakan antara 1 - 2 mm dan yang paling tipis terdapat di kelopak mata serta yang paling tebal terdapat di telapak tangan dan telapak kaki. Susunan dasar kulit jangat dibentuk oleh serat-serat, matriks interfibrilar yang menyerupai selai dan sel-sel.

Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam kulit jangat, membedakan berbagai rangsangan dari luar. Masing-masing saraf perasa memiliki fungsi tertentu, seperti saraf dengan fungsi mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas, dan dingin. Saraf perasa juga memungkinkan segera bereaksi terhadap hal-hal yang dapat merugikan diri kita. Jika kita mendadak menjadi sangat takut atau sangat tegang, otot penegak rambut yang menempel di kandung rambut, akan mengerut dan menjadikan bulu roma atau bulu kuduk berdiri. Kelenjar palit yan menempel di kandung rambut memproduksi minyak untuk melumasi permukaan kulit dan batang rambut. Sekresi minyaknya dikeluarkan melalui muara kandung rambut. Kelenjar keringat menghasilkan cairan keringat yang dikeluarkan ke permukaan kulit melalui pori-pori kulit. Di permukaan kulit, minyak dan keringat membentuk lapisan pelindung yang disebut acid mantel atau sawar asam dengan nilai pH sekitar 5,5. Sawar asam merupakan penghalang alami yang efektif dalam menangkal berkembang biaknya jamur, bakteri dan berbagai jasad renik lainnya di permukaan kulit. Keberadaan dan keseimbangan nilai pH, perlu terus-menerus dipertahankan dan dijaga agar jangan sampai menghilang oleh pemakaian kosmetika. Pada dasarnya dermis terdiri atas sekumpulan serat-serat elastis yang dapat membuat kulit berkerut akan kembali ke bentuk semula dan serat protein ini yang disebut kolagen. Serat-serat kolagen ini disebut juga jaringan penunjang, karena fungsinya dalam membentuk jaringan-jaringan kulit yang menjaga kekeringan dan kelenturan kulit. Berkurangnya protein akan menyebabkan kulit menjadi kurang elastis dan mudah mengendur hingga timbul kerutan. Faktor lain yang menyebabkan kulit berkerut yaitu faktor usia atau kekurangan gizi. Dari fungsi ini tampak bahwa kolagen mempunyai peran penting bagi kesehatan dan kecantikan kulit. Perlu diperhatikan bahwa luka yang terjadi di kulit jangat dapat menimbulkan cacat

permanen, hal ini disebabkan kulit jangat tidak memiliki kemampuan memperbaiki diri sendiri seperti yang dimiliki kulit ari. Di dalam lapisan kulit jangat terdapat dua macam kelenjar yaitu kelenjar keringat dan kelenjar palit. a. Kelenjar keringat Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar) dan duet yaitu saluran semacam pipa yang bermuara pada permukaan kulit membentuk pori-pori keringat. Semua bagian tubuh dilengkapi dengan kelenjar keringat dan lebih banyak terdapat dipermukaan telapak tangan, telapak kaki, kening dan di bawah ketiak. Kelenjar keringat mengatur suhu badan dan membantu membuang sisa-sisa pencernaan dari tubuh. Kegiatannya terutama dirangsang oleh panas, latihan jasmani, emosi dan obat-obat tertentu. Ada dua jenis kelenjar keringat yaitu : 1) Kelenjar keringat ekrin, kelenjar keringat ini mensekresi cairan jernih, yaitu keringat yang mengandung 95 97 persen air dan mengandung beberapa mineral, seperti garam, sodium klorida, granula minyak, glusida dan sampingan dari metabolisma seluler. Kelenjar keringat ini terdapat di seluruh kulit, mulai dari telapak tangan dan telapak kaki sampai ke kulit kepala. Jumlahnya di seluruh badan sekitar dua juta dan menghasilkan 14 liter keringat dalam waktu 24 jam pada orang dewasa. Bentuk kelenjar keringat ekrin langsing, bergulung-gulung dan salurannya bermuara langsung pada permukaan kulit yang tidak ada rambutnya. 2) Kelenjar keringat apokrin, yang hanya terdapat di daerah ketiak, puting susu, pusar, daerah kelamin dan daerah sekitar dubur (anogenital) menghasilkan cairan yang agak kental, berwarna keputih-putihan serta berbau khas pada setiap orang. Sel kelenjar ini mudah rusak dan sifatnya alkali sehingga dapat menimbulkan bau. Muaranya berdekatan dengan muara kelenjar sebasea pada saluran folikel rambut. Kelenjar keringat
10

apokrin jumlahnya tidak terlalu banyak dan hanya sedikit cairan yang disekresikan dari kelenjar ini. Kelenjar apokrin mulai aktif setelah usia akil baligh dan aktivitas kelenjar ini dipengaruhi oleh hormon. b. Kelenjar palit Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan dengan kandung rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang bermuara ke dalam kandung rambut (folikel). Folikel rambut mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan menjaga kelunakan rambut. Kelenjar palit membentuk sebum atau urap kulit. Terkecuali pada telapak tangan dan telapak kaki, kelenjar palit terdapat di semua bagian tubuh terutama pada bagian muka. Pada umumnya, satu batang rambut hanya mempunyai satu kelenjar palit atau kelenjar sebasea yang bermuara pada saluran folikel rambut. Pada kulit kepala, kelenjar palit atau kelenjar sebasea menghasilkan minyak untuk melumasi rambut dan kulit kepala. Pada kebotakan orang dewasa, ditemukan bahwa kelenjar palit atau kelenjar sebasea membesar sedangkan folikel rambut mengecil. Pada kulit badan termasuk pada bagian wajah, jika produksi minyak dari kelenjar palit atau kelenjar sebasea berlebihan, maka kulit akan lebih berminyak sehingga memudahkan timbulnya jerawat.

11

Gambar4. Penampang Kulit Jangat (Dermis) (diunduh dari http://biologigonz.blogspot.com/2010/02/indra-kulit-tango-reseptor.html pada 23 Januari 2010 pukul 21.08 WIB)

Gambar 5.Visualisasi Lapisan Kulit Jangat (Dermis) (diunduh dari http://biologigonz.blogspot.com/2010/02/indra-kulit-tango-reseptor.html pada 23 Januari 2010 pukul 21.08 WIB) 3. Jaringan penyambung (jaringan ikat) bawah kulit (hipodermis)7,9 Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-cabang dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat. Jaringan ikat
12

bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau penyangga benturan bagi organorgan tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan. Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh, paling tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika usia menjadi tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit juga menurun. Bagian tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak, lemaknya berkurang sehingga kulit akan mengendur serta makin kehilangan kontur.

Gambar 6.Penampang Jaringan Ikat Bawah Kulit (Hypodermis) (diunduh dari http://biologigonz.blogspot.com/2010/02/indra-kulit-tango-reseptor.html pada 23 Januari 2010 pukul 21.08 WIB)

Gambar 7. Visualisasi Jaringan Ikat Bawah Kulit (Hypodermis) (diunduh dari http://biologigonz.blogspot.com/2010/02/indra-kulit-tango-reseptor.html pada 23 Januari 2010 pukul 21.08 WIB)

II.4. Fisiologi kulit


13

A. Fungsi kulit7,10 Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh. Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan vitamin D. 1. Fungsi proteksi Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai yaitu berikut: - Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat kimia. Keratin merupakan struktur yang keras, kaku, dan tersusun rapi dan erat seperti batu bata di permukaan kulit. - Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan dehidrasi; selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh melalui kulit. - Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut dari kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit. Adanya sebum ini, bersamaan dengan ekskresi keringat, akan menghasilkan mantel asam dengan kadar pH 5-6.5 yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba. - Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya. Pada stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di sekitarnya. Pigmen ini bertugas melindungi materi genetik dari sinar matahari, sehingga materi genetik dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan pada proteksi oleh melanin, maka dapat timbul keganasan - Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif. Yang pertama adalah sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap mikroba. Kemudian ada sel fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba yang masuk melewati keratin dan sel Langerhans.

14

2. Fungsi absorpsi Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida. Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa material toksik dapat diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri. Beberapa obat juga dirancang untuk larut lemak, seperti kortison, sehingga mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di tempat peradangan. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antarsel atau melalui muara saluran kelenjar; tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara kelenjar. 3. Fungsi ekskresi Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar eksokrinnya, yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat: - Kelenjar sebasea Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut dan melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju lumen. Sebum dikeluarkan ketika muskulus arektor pili berkontraksi menekan kelenjar sebasea sehingga sebum dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum tersebut merupakan campuran dari trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolig. Sebum berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan memproteksi keratin. - Kelenjar keringat

15

Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat keluar dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari. Seorang yang bekerja dalam ruangan mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, dan bagi orang yang aktif jumlahnya lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan panas, keringat juga merupakan sarana untuk mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua molekul organik hasil pemecahan protein yaitu amoniak dan urea. Terdapat dua jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar keringat merokrin. A. Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila, payudara dan pubis, serta aktif pada usia pubertas dan menghasilkan sekret yang kental dan bau yang khas. Kelenjar keringat apokrin bekerja ketika ada sinyal dari sistem saraf dan hormon sehingga sel-sel mioepitel yang ada di sekeliling kelenjar berkontraksi dan menekan kelenjar keringat apokrin. Akibatnya kelenjar keringat apokrin melepaskan sekretnya ke folikel rambut lalu ke permukaan luar. B. Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di daerah telapak tangan dan kaki. Sekretnya mengandung air, elektrolit, nutrien organik, dan sampah metabolisme. Kadar pH-nya berkisar 4.0 6.8. Fungsi dari kelenjar keringat merokrin adalah mengatur temperatur permukaan, mengekskresikan air dan elektrolit serta melindungi dari agen asing dengan cara mempersulit perlekatan agen asing dan menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil dengan sifat antibiotik.

4. Fungsi persepsi Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang
16

terletak di dermis, badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik. 5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) melalui dua cara: pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler. Pada saat suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit keringat dan mempersempit pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh. 6. Fungsi pembentukan vitamin D Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7 dihidroksi kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet. Enzim di hati dan ginjal lalu memodifikasi prekursor dan menghasilkan calcitriol, bentuk vitamin D yang aktif. Calcitriol adalah hormon yang berperan dalam mengabsorpsi kalsium makanan dari traktus gastrointestinal ke dalam pembuluh darah. Walaupun tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri, namun belum memenuhi kebutuhan tubuh secara keseluruhan sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan. B. Keratinisasi kulit7-8 Keratinisasi merupakan suatu proses pembentukan lapisan keratin dari sel-sel yang membelah. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan pembelahan,
17

lalu sel basal akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel menjadi makin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang, mengalami apoptosis dan menjadi sel tanduk yang amorf. Sel-sel yang sudah mengalami keratinisasi akan meluruh dan digantikan dengan sel di bawahnya yang baru saja mengalami keratinisasi untuk kemudian meluruh kembali, begitu seterusnya. Proses ini memakan waktu sekitar empat minggu untuk epidermis dengan ketebalan 0.1 mm. Apabila kulit di lapisan terluar tergerus, seperti pada abrasi atau terbakar, maka sel-sel basal akan membelah lebih cepat. Mekanisme pertumbuhan ini terutama dipengaruhi oleh hormon epidermal growth factor (EPF). C. Pembentukan warna pada kulit7-8 Warna pada kulit dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu pigmentasi epidermis dan sirkulasi kapiler yang ada di lapisan dermis. Pigmentasi epidermis dipengaruhi oleh dua pigmen, yaitu karoten dan melanin - Karoten merupakan pigmen merah-jingga yang berakumulasi di epidermis. Paling banyak terdapat di stratum korneum pada orang berkulit terang, juga di jaringan lemak pada lapisan dermis dan subkutis. Perubahan warna yang diakibatkan oleh karoten paling terlihat pada orang berkulit pucat, sedangkan pada orang berkulit gelap sulit terlihat. Karoten dapat dikonversi menjadi vitamin A yang diperlukan untuk pemeliharaan epitel dan sintesis fotoreseptor di mata. - Melanin merupakan pigmen kuning-coklat, atau hitam yang diproduksi oleh melanosit. Melanosit sendiri berada di antara sel-sel basal dan memiliki juluran ke sel-sel di atasnya. Perbandingan jumlah melanosit dan sel basal bervariasi, mulai dari 1:20 sampai 1:4. Badan Golgi melanosit membentuk melanin dari tyrosin dengan bantuan Cu dan oksigen, lalu mengemasnya menjadi vesikelvesikel melanosom. Melanosom ini akan dihantarkan melalui juluran melanosit dan mewarnai sel-sel keratin di atasnya sampai didegradasi oleh lisosom. Jumlah melanosit baik pada orang kulit hitam maupun kulit putih adalah sama,
18

yang berbeda adalah aktivitas dan produksi pigmennya (melanosit). Pada orang kulit pucat transfer melanosom hanya sebatas stratum spinosum, sedangkan pada orang berkulit gelap melanosom dapat dihantarkan hingga ke stratum granulosum. Sirkulasi darah yang ada di dalam pembuluh kapiler pada dermis juga berperan dalam menentukan warna kulit. Hemoglobin yang fungsinya untuk mengangkut oksigen adalah bersifat pigmen. Ketika berikatan dengan oksigen, hemoglobin akan berwarna merah terang sehingga memberikan pewarnaan merah pada pembuluh kapiler. Ketika pembuluh-pembuluh tersebut mengalami dilatasi, maka warna merah pada kulit akan semakin jelas. Contohnya jika saat suhu tubuh sedang tinggi, maka pembuluh darah akan melebar untuk melepaskan panas dan pada saat yang sama akan menimbulkan citra merah pada kulit tersebut. Sebaliknya ketika suplai darah berkurang (misalnya pada gagal jantung) maka kulit akan berubah relatif pucat akibat penyempitan pembuluh kapiler.

II.5. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya , penyakit ini dapat dibagikan dalam 2 kelompok :1,4 1. Eritroderma eksfoliativa primer Penyebabnya tidak diketahui. Termasuk dalam golongan ini eritroderma iksioformis konginetalis dan eritroderma eksfoliativa neonatorum(5-0 % ).
19

2. Eritroderma eksfoliativa sekunder a. Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya , sulfonamide , analgetik / antipiretik dan tetrasiklin. b. Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh, dapat terjadi pada liken planus , psoriasis , pitiriasis rubra pilaris , pemflagus foliaseus , dermatitis seboroik dan dermatitis atopik. c. Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma.

II.6. Patofisiologi
Patofisiologi eritroderma belum jelas, yang dapat diketahui ialah akibat suatu agent dalam tubuh, maka tubuh bereaksi berupa pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema) yang universal. Kemungkinan berbagai sitokin berperan dalam proses ini.1 Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama (pelepasan lapisan korneum dari permukaan kult) serta sel sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat sehingga sel sel yang baru terbentuk bergerak lebih cepat ke permukaan kulit dan tampak sebagai sisik / plak jaringan epidermis yang profus.11 Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat. Peningkatan perfusi darah ini dapat mengakibatkan disregulasi temperature (menyebabkan kehilangan panas dan hipotermia) dan kegagalan output jantung. Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme kompensator dan peningkatan laju metabolisme basal.2 Epidermis yang matur secara cepat menyebabkan kegagalan kulit untuk menghasilkan barier permeabilitas efektif di stratum korneum. Hal ini akan menyebabkan kehilangan cairan transepidermal yang berlebihan. Normalnya kehilangan cairan dari kulit diperkirakan 400 ml setiap hari dengan dua pertiga dari hilangnya cairan ini dari proses transpirasi epidermis manakala sepertiga lagi dari
20

perspirasi

basal.

Kekurangan

barier

pada

eritroderma

ini

menyebabkan

peningkatan kehilangan cairan ekstrarenal. Kehilangan cairan transepidermal sangat tinggi ketika proses pembentukan sisik (scaling) memuncak dan menurun 5-6 hari sebelum sisik menghancur. Penguapan cairan yang makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan panas juga meningkat dan pengaturan suhu terganggu. Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat sebanding dengan laju metabolisme basal.12 Pada eritroderma terjadi pelepasan stratum korneum yang mencolok yang dapat mencapai 9 gram/m permukaan kulit atau lebih dalam sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein, keseimbangan nitrogen yang negatif dan hipoalbuminemia. Hipoproteinemia dengan berkurangnya sintesis albumin dan meningkatnya metabolisme albumin disertai peningkatan relatif globulin terutama globulin merupakan kelainan yang khas pada eritroderma. 2,5 Keadaan edema sering terjadi, biasanya disebabkan oleh pergeseran cairan ke ruang ekstravaskuler. Eritroderma akut dan kronis dapat mengganggu mitosis rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada eritroderma yang telah berlangsung berbulan-bulan dapat terjadi perburukan keadaan yang progresif yang dapat ditandai dengan adanya peningkatan serum IgE pada beberapa kasus, dan CD4+ sel-T limfositopenia pada infeksi HIV.5 Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non imunologik dan imunologik ( alergik ) , tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Pada mekanisme imunologik, alergi obat terjadi pada pemberian obat kepada pasien yang sudah tersensitasi dengan obat tersebut. Obat dengan berat molekul yang rendah awalnya berperan sebagai antigen yang tidak lengkap ( hapten ). Obat / metaboliknya yang berupa hapten ini harus berkonjugasi dahulu dengan protein misalnya jaringan, serum / protein dari membran sel untuk membentuk antigen obat dengan berat molekul yang tinggi dapat berfungsi langsung sebagai antigen lengkap.13

II.7. Gambaran eritroderma


21

A. Gambaran histologis1-4

Berdasarkan penyebabnya eritroderma dibagi menjadi 3 bagian: 1. Eritroderma akibat alergi obat secara sistemik Yang dimaksudkan dengan alergi obat secara sistemik ialah masuknya obat ke dalam badan dengan cara apa saja, misalnya melalui mulut, hidung, dengan cara suntikan/infus, melalui rektum dan vagina. Selain itu laergi dapat pula terjadi karena obat mata, obat kumur, tapal gigi dan melalui kulit sebagai obat luar.1 Banyak obat yang bisa menyebabkan alergi, tetapi yang sering ialah : penisilin dan derivatnya (ampisilin, amoxilin, kloksasilin), sulfonamid, golongan analgesik antipiretik (misalnya asam salisilat, metamisol, parasetamol, fenibutason, piramidon) dan tetrasiklin, termasuk jamu. Alergi obat-obatan bisa memaparkan eosinofil diantara infiltrat eosinofil. Mikosis fungoides/sezary syndrome bisa membentuk gambaran infiltrat seperti monotonous band yang terdiri dari sel mononuclearcerebriform yang besar, sepanjang dermoepidermal junction atau sekitar pembuluh darah di dalam dermis papillary, epidermitropism tanpa spongiosis dan mikroabses pautrier tanpa epidermis 2. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit Penyakit kulit yang bisa meluas menjadi eritroderma misalnya psoriasis, pemfigus follasius, dermatitis atopik, pitiriasis rubra pilaris, liken planus, dermatitis seboroik pada bayi.

3. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk keganasan dan infeksi fokal alat dalam.Specimen histologik tidak spesifik walau bagaimanapun, ulangan biopsy bisa menunjukan bukti dari mikosis fungiodes.

B. Gambaran klinis1-5 22

1. Eritroderma akibat alergi obat secara sistemik Rentang waktu mulai masuknya obat ke dalam tubuh hingga timbulnya penyakit bervariasi dapat segera sampai 2 minggu. Alergi pada umumnya timbul secara akut dalam waktu 10 hari. Bila ada obat lebih dari satu yang masuk ke dalam dan yang disangka sebagai penyebabnya ialah obat yang paling sering menyebabkan alergi.Mula-mula kulit berwarna kemerahan yang menyeluruh tanpa disertai skuama. Pada waktu penyembuhan baru timbul skuama

Gambar 8. Eritroderma akibat alergi obat sistemik14

2. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit

23

Yang sering terjadi adalah akibat psoriosis dan dermatitis seboroik pada bayi (penyakit leiner). 1) Eritroderma akibat psoriasis (psoriasis eritrodermik) Psoriasis dapat menjadi eritroderma karena 2 hal: disebabkan oleh penyakitnya sendiri atau karena pengobatan yang terlalu kuat, misalnya pengobatan topikal dengan ter dengan konsentrasi yang terlalu tinggi. Pada anamnesis hendaknya ditanyakan apakah pernah menderita psoriasis. Penyakit ini bersifat menahun dan residif dengan skuama yang berlapis-lapis dan kasar diatas kulit yang eritematosa dengan batas yang tegas. Umumnya didapati eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi psoriasis dapat ditemukan kelainan yang lebih eritematosa dan agak meninggi daripada di sekitarnya dan skuama di tempat itu lebih tebal. Kuku juga perlu dilihat, dicari apakah ada pitting nail berupa lekukan miliar, tanda ini hanya menyokong dan tidak patognomonis untuk psoriasis.

24

Gambar 9. Psoriasis Eritrodermik14

2) Penyakit Leiner (= Eritroderma deskuamativum) Kelainan ini hampir selalu memperlihatkan skuama yang banyak dan kekuning-kuningan di kepala. Usia penderita sekitar 4 sampai dengan 20
25

minggu. Keadaan umum baik, biasanya tanpa keluhan. Kelainan kulit berupa eritema diseluruh tubuh penderita disertai skuama kasar.

3. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan Keganasan yang sering yaitu sindroma sezary. Penyakit ini termasuk limfoma, ada yang mengatakan stdium dini mikosis fungoides, terdapat pada orang dewasa pada laki-laki usia 64 tahun dan pada wanita usia 53 tahun. Sindroma ini ditandai dengan eritema berwarna merah membara yang menyeluruh disertai skuama yang kasar dan berlapis-lapis dan rasa gatal yang hebat. Selain itu juga terdapat infiltrasi pada kulit dan edema. Pada sebagian penderita terdapat splenomegali, limpadenopati superfisial, alopesia, hiperpigmentasi, hiperkeratosis palmaris dan plantaris, serta kuku yang distrofik.

Pada pemeriksaan laboratorium sebagian besar kasus menunjukkan leukositosis (rata-rata 20.000/mm), 19% dengan eosinofilia dan linfositosis. Selain itu terdapat pula limfosit atipik yang disebut sel Sezary. Sel ini besarnya 10-20 , mempunyai sifat yang khas, di antaranya intinya homogen, lobular, dan tak teratur. Selain terdapat dalam darah, sel tersebut juga terdapat dalam kelenjar getah bening dan kulit. Biopsi pada kulit juga memberikan kelainan yang agak khas, yakni terdapat infiltrat pada dermis bagian atas dan terdapatnya sel Sezary. Bila jumlah sel Sezary yang beredar 1000/mm3 atau lebih atau melebihi 10% sel-sel yang beredar disebut sindrom Sezary. Bila jumlah sel tersebut di bawah 1000/mm3 dinamai sindrom pre-Sezary.1

26

Gambar 10. Erythroderma: cutaneous T cell lymphoma (Szary's Syndrome)14

II.8. Tatalaksana
Beberapa prinsip tatalaksana eritroderma adalah:12 1. Hentikan semua obat yang mempunyai potensi menyebabkan terjadinya penyakit ini. 2. Rawat pasien di ruangan yang hangat. 3. Perhatikan kemungkinan terjadinya masalah medis sekunder (misalnya dehidrasi, gagal jantung, dan infeksi).
27

4. Biopsi kulit untuk menegakkan diagnosis pasti. 5. Berikan steroid sistemik jangka pendek (bila pada permulaan sudah dapat di diagnosis adanya psoriasis, maka mulailah mengganti dengan obat-obat anti-psoriasis). 6. Mulailah pengobatan yang diperlukan untuk penyakit yang mela-

tarbelakanginya.

Umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid. Pada golongan I, yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis prednison 4 x 10 mg. Penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari beberapa minggu. Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan kortikosteroid. Dosis mula prednison 4 x 10 mg- 4 x 15 mg sehari. Jika setelah beberapa hari tidak tampak perbaikan dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Jika eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan ter pada psoriasis, maka obat tersebut harus dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati dengan asetretin. Lama penyembuhan golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak secepat seperti golongan I.

Pengobatan penyakit Leiner dengan kortokosteroid memberi hasil yang baik. Dosis prednison 3 x 1-2 mg sehari. Pada sindrome Sezary pengobatannya terdiri atas kortikosteroid dan sitostatik, biasanya digunakan klorambusil dengan dosis 26 mg sehari.

Pada eritroderma yang lama diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit perlu pula diolesi emolien untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema, misalnya dengan salep lanolin 10%.1

28

II.9. Komplikasi2
- Gagal jantung - Gagal ginjal - Kematian mendadak akibat hipotermi sentral.

II.10. Prognosis
Eritroderma yang termasuk golongan I, yakni karena alergi obat secara sistemik, prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini ialah yang tercepat dibandingkan golongan yang lain.

Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan kortikosteroid hanya mengurangi gejalanya, penderita akan mengalami ketergantungan kortikosteroid. Sindrome Sezary prognosisnya buruk, penderita pria umumya akan meninggal setelah 5 tahun, sedangkan penderita wanita setelah 10 tahun. Kematian disebabkan oleh infeksi atau penyakit berkembang menjadi mikosis fungoides.1

29

BAB III KESIMPULAN

Eritroderma atau dermatitis eksfoliativa adalah suatu kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema universalis (90-100%), biasanya disertai dengan pembentukan skuama pada hampir atau di seluruh tubuh. Walaupun merupakan sebuah gangguan kulit dengan angka kejadian yang rendah tetapi diagnosa serta penanganan yang tepat bagi penderita eritroderma merupakan masalah yang cukup sulit bagi para dokter. Diagnosa eritroderma secara klinis tidak sulit yaitu didapatkannya eritema dengan skuama lebar, sedang atau halus yang terletak di hampir atau seluruh tubuh dan menetap. Hal yang sering menyulitkan adalah menentukan etiologi dari eritroderma tersebut. Berdasarkan penyebabnya, eritroderma dapat dibagikan dalam 2 kelompok yaitu eritroderma eksfoliativa primer dimana penyebabnya adalah idiopatik dan
30

eritroderma eksfoliativa sekunder yang dapat diakibatkan oleh penggunaan obat secara sistemik, perluasan dermatosis ke seluruh tubuh dan penyakit sistemik seperti limfoblastoma. Oleh karena itu, untuk dapat menentukan penyebab yang menjadi dasar timbulnya eritroderma diperlukan pengalaman dan pemeriksaan seksama. Patofisiologi eritroderma hingga kini belumlah jelas, yang dapat diketahui ialah akibat suatu agent dalam tubuh, maka tubuh bereaksi berupa pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema) yang universal. Kemungkinan berbagai sitokin berperan dalam proses ini. Apabila tidak diobati dengan tepat dan adekuat dapat menimbulkan keadaan yang lebih berat seperti: hilangnya kemampuan dalam pengaturan suhu tubuh yang dapat mengakibatkan hipotermia atau hipertermia, anemia, penurunan protein total tubuh dan albumin serum, kegagalan jantung dan kematian karena gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Untuk menemukan penyebab eritroderma diperlukan anamnesa yang teliti,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan juga biopsi kulit untuk pemeriksaan histopatologi. Beberapa prinsip tatalaksana pada kasus eritroderma yaitu hentikan semua pengobatan yang mungkin mennjadi pencetus timbulnya eritroderma, rawat dalam ruangan yang hangat, perhatikan kemungkinan terjadinya masalah medis sekunder (misalnya dehidrasi, gagal jantung, dan infeksi), lakukan biopsi kulit untuk menegakkan diagnosis pasti, pemberian steroid sistemik jangka pendek dan pengobatan yang diperlukan untuk penyakit yang melatarbelakanginya.

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi

Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. Hal: 197-200


2. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, et al, editor. Fitzpatricks Dermatology in General

Medicine. 7th ed. USA: McGraw-Hill Companies; 2008. Hal: 225-230


3. www.emedicine.com diunduh pada tanggal 23 Januari 2010 pukul 18.00 WIB

4. Siregar RS. Atlas saripati penyakit kulit edisi 2. Jakarta: EGC; 2004. Hal:236-237
5. Bruno TF, Grewal P. Erythroderma: A Dermatologic Emergency. CJEM

2009;11(3):244-246 6. Hafeez J, Shaikh ZI, Mashhood AA, et al. Frequency of various etiological factors associated with erythroderma. Journal of Pakistan Association of Dermatologists 2010; 20: 70-74
7. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi

Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. Hal: 3-5

32

8. Daili ESS, Menaldi SL, Wisnu IE. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia,

Sebuah panduan bergambar. Jakarta: PT Medical Multimedia Indonesia; 2005. Hal: 25


9. Tortora G, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 11 th ed. USA:

John Wiley & Sons Inc; 2006. p. 145-70


10. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi

Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. Hal: 7-8


11. www.Health-issues.org diunduh pada tanggal 24 januari 2010 pukul 10.00 WIB 12. Hall JC, Gordon C. Sauers Manual of Skin Diseases 8th edition. USA: Lippincott

Williams & Wilkins Publishers. 2000


13. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi

Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. Hal: 154


14. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D, editor. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis

of Clinical Dermatology. 5th ed. USA: McGraw-Hill Companies; 2007

33

Anda mungkin juga menyukai