(GBS)
Oleh :
ME.Rachman
GBS
• Kelemahan hampir selalu simetris dan pantat, paha dan pundak. Saraf kranial:
harus dipertimbangkan diagnosis lain bila gangguan saraf kranial bisa ditemukan
ditemukan kelumpuhan yan asimetris. 45-75% kasus dan bisa terjadi kelemahan
• Kelumpuhan maksimal terjadi sekitar 2 muka, disfasia atau disatria. Dapat pula
minggu setelah permulaan timbulnya ditemukan varian Miller-Fischer dengan
gejala dan biasanya berhenti progresif ophtalmoplegia dan ataksia.
setelah 5 minggu.
Pemeriksaan fisik
• Laboratorium : MRI:
elektrolit, tes kehamilan, pungsi
lumbosacral dengan kontras
lumbal, pemeriksaan antibodi
terhadap GD1a dan GD 1b GQ1b gadolinium, pada 95% pasien
dan GM1. Jika pada pasien GBS kadang kadang dapat
sudah memiliki antibodi ini, maka menunjukkan enhacement
prognosisnya lebih buruk. pada radiks kauda equina
dapat terjadi rata-rata 13 hari
• Forced Vital Capacity: setelah timbulnya gejala.
Indikasi perawatan ICU apabila FVC
kurang dari 20 mL/kg
TERAPI
• Saat ini ditujukan kepada 1. Plasmafaresis
imunomodulasi. Menurut ( Plasma Exchange
petunjuk guideline American Therapy).
Academy of Neurology
(AAN), pengobatan GBS 2. Imunoglobulin intravena
dimulai secara dini dalam ( IVIg 7s) terbukti efektif.
waktu 2-4 minggu setelah
gejala pertama timbul dapat 3. Metilprednisolon, saat ini
mempercepat waktu masih kontroversial, karena
penyembuhan. beberapa kepustakaan
mengatakan tidak berguna.
TERAPI
1. Plasmafaresis ( Plasma Exchange 2. Imunoglobulin intravena ( IVIg
Therapy). 7s)
untuk memperbaiki aspek klinis dan
• pemberian plasmafaresis diberikan imunologis GBS, mengurangi produksi
sesegera mungkin, tetapi jangan diberikan autoantibodi, meningkatkan kelarutan dan
apabila onsetnya lebih dari 3 minggu penyingkiran kompleks imun. IVIg menetralisir
antibodi yang bersirkulasi melalui antibodi anti
terkecuali masih terdapat progresivitas idiopatik serta men-down-regulate sitokinin
dari penyakitnya. pro inflamatoir termasuk interferon gamma
( INF-gamma). Selain itu memblok kaskade
• Plasma diganti dalam 4-5 x yang komplemen dan mempromosikan terjadinya
dilakukan dalamm jangka waktu 7-10 hari remielinisasi.
Dosis dewasa 0.4 g/kg/hari selama 5 hari
seluruhnya adalah kira-kira 250 cc/kgbb
(total 2 g selama 5 hari) atau cara lain dengan
serta dipakai suatu alat dengan pengaliran pemberian 2g/kg IVIg diberikan sekaligus
yang terus menerus ( continuos flow sebagai dosis tunggal.
Pemberian IVIg lebih mudah daripada PE dan
machine) dan cairan pengganti plasma
harga lebih mahal jika dibandingkan dengan
yang dipakai adalah albumin 5%. PE.
DD
Oleh :
ME.Rachman
Dystrophy Musculorum Progressiva
Clinical Features:
• Progressive muscle weakness.
• Mainly in a wheelchair by early teens.
• Respiratory muscles eventually involved.
• Death usually in late teens, early twenties.
Inheritance:
• X linked recessive condition, hence males affected and females are carriers (see
pedigree on next slide).
Duchenne muscular dystrophy
(a) Affected boys stand up by bracing their arms against their legs (Gower’s manoeuvre) because their proximal
muscles are weak.
(b) and (c) Muscle histology (Gomori trichrome stain). Normal muscle (b) shows a regular architecture of cells
with dystrophin (brown stain) on all the outer membranes. (c) Shows muscle from a 10-year-old affected boy.
Note the disorganisation, invasion by fibrous tissue and complete absence of dystrophin.
Histology photos courtesy of Dr Richard Charlton, Newcastle upon Tyne.
Diagnosa : Penatalaksanaan :
1. Anamnesa vitamin E, asam amino,
M.E. Rachman
Department Neuro-Fisiologi
FK-UMI
2016
PENDAHULUAN
• EMNG
• Foto Polos
Diagnosis Banding
• Gangguan n.medianus ditempat yang lebih
proksimal dari terowongan karpal misalnya :
thoracic outlet syndrome, radikulopati
cervical
• Parestesi pd tangan dpt terjadi pada
gangguan saraf pusat ataupun saraf tepi.
(Multiple Sklerosis dan neuropati lainnya).
Terapi
• Istirahatkan pergelangan lengan dari gerakan
berlebihan dan berat.
• Pemasangan bidai
• Obat : NSAID, Kortikosteroid
• Injeksi Kortikosteroid
• Rehabilitasi Medik
• Pembedahan
PEMBEDAHAN
Tindakan operatif dilakukan bila :
• Keluhan yang sangat mengganggu penderita.
• atrofi otot-otot thenar.
• pemeriksaan EMG yang jelek ( CTS berat).
• terapi konservatif tanpa ada perbaikan.
• CTS akut dengan gejala yang berat.
PENCEGAHAN
• Hal-hal yang dapat mencegah CTS:
– Turunkan berat badan bila overweight.
– Obati penyakit-penyakit yang menyebabkan CTS.
– Jangan mengistirahatkan pergelangan tangan pada permukaan keras
pada waktu lama.
– sambil istirahat sesering mungkin: ganti-gantilah tangan pada waktu
melakukan pekerjaan.
– Perhatikan posisi tangan: bila sering menggunakan keyboard (atur
tinggi dan kursi kita sehingga lengan atas kira-kira sama tinggi dengan
keyboard)
– Pertahankan tangan tetap hangat. Terdapat kecenderungan terjadi
nyeri dan kekakuan pada tangan, bila kita kerja pada lingkungan yang
dingin
PROGNOSIS
• Pada kasus-kasus yang ringan umumnya dengan
terapi konservatif, prognosis baik.
• Prognosis operasi juga baik.
• Hasil yang paling cepat dirasakan
menghilangnya rasa nyeri, lalu diikuti
perbaikkan sensibilitas, selanjutnya perbaikan
motorik dan otot-otot yang atrofi mulai
membesar lagi.
• Proses ini ada yang berlangsung sampai 1 bulan
PERONEAL PALSY
M.E. Rachman
Department Neuro-Fisiologi
FK-UMI
2015
Perineal Palsy ?
• A peroneal nerve injury (also called foot drop
or drop foot), is a peripheral nerve injury that
affects a patient’s ability to lift the foot at the
ankle.
Anatomi ?
• A peroneal
nerve injury
(also called
foot drop or
drop foot),
is a
peripheral
nerve injury
that affects
a patient’s
ability to lift
the foot at
the ankle.
Topis
patomekanisme
Etiologi ?
• Foot drop injury can be caused by an injury to
the spinal cord (L5) or from other underlying
diseases, such as
amyotrophic lateral sclerosis (ALS),
multiple sclerosis (MS), or Parkinson's disease.
• Sometimes, drop foot is a complication from
hip replacement surgery, or other injuries (e.g.,
knee or joint dislocation or fracture, herniated
disc).
Gambaran Klinis
• Inability to point toes toward the body (dorsi
flexion)
• Pain
• Weakness
• Numbness (on the shin or top of the foot)
• Loss of function of foot
• High-stepping walk (called steppage gait or
footdrop gait)
Diagnosis of peroneal nerve injury (foot drop)
Tinel Sign
Treatment
1. Analgetic,
2. Foot inversion with
braces or orthoses,
3. corticosteroid
injections,
4. surgery, or a
combination.
COMPLETE SPINAL
TRANSECTION
M.Erwin R
Jumraini Tammasse
DEFINISI
Cedera medula spinalis didefinisikan sebagai
kerusakan pada medula spinalis baik secara
parsial atau komplit yang berpengaruh
terhadap 3 fungsi utama medula spinalis yaitu
motorik, sensorik otonom dan aktivitas
refleks.
ETIOLOGI
Primer
Traumatik :
- Dislokasi vertebra
- Fraktur vertebra
- Luka tembak
Non traumatik :
- Infeksi
- Tumor atau keganasan
Sekunder
Cedera sekunder diakibatkan oleh cedera vaskular medula
spinalis menyebabkan pecahnya arteri, trombosis, atau
hipoperfusi karena syok.
Patofisiologi
• Trauma mekanis traksi & kompresi. Kompresi langsung
terhadap saraf –saraf oleh fragmen tulang, diskus, dan
ligamen merusak kedua sistem saraf (saraf sentral & perifer)
• Kerusakan pembuluh darah iskemi.
• Robeknya axon dan membran sel neuron
• Perdarahan mikro terjadi pada substansia grisea sentral
meluas dalam beberapa jam.
• Edema masif terjadi dalam beberapa menit. Med.spinalis
setinggi lesi akan mengisi seluruh rongga kanal spinalis
mengakibatkan iskemi sekunder.
• Hilangnya autoregulasi dan spinal syok menyebabkan
hipotensi sistemik dan memperburuk iskemi.
Patofisiologi
Cedera sekunder : akibat iskemi, kandungan toksik
metabolikIschemia, dan perubahan elektrolit.
Spinal syok: akibat hipoperfusi pada substansia grisea meluas
ke substansia alba dan mengubah proses aksi potensial
sepanjang akson.
Pelepasan glutamat yang besar mengakibatkan stimulasi
berlebihan pada neuron dan memproduksi radikal bebas
sehingga membunuh neuron sehat. Mekanisme eksitotoksik
membunuh neuron dan oligodendrosit, dan menyebabkan
demielinisasi. Reseptor AMPA (alpha-amino-3-hydroxy-5-
methyl-4-isoxazole propionic acid) glutamate berperan besar
dalam kerusakan oligodendrosit.
Dapat berkembang menjadi siringomielia.
Gejala klinis
Pada fase akut, gejala klinis klasik dari transeksi komplit
medulla spinalis
CT Scan
Mielografi
MRI
PENATALAKSANAAN
Pre Rumah sakit
Imobilisasi tulang belakang dengan spine
board, collar cervical Sampai fraktur dapat
disingkirkan dengan pemeriksaan rontgen.
Tujuan yang diharapkan adalah menjaga
kelangsungan hidup.
Airway, Breathing dan Circulation
A,B,C
Manajemen di Rumah Sakit
Aspirasi harus dicegah jaw thrust dan bila
perlu juga dilakukan intubasi.
Cedera medula spinalis yang tinggi (mid
cervical)
Sukran
Bagian Faal Fakultas Kedokteran UMI